Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KASUS
CEPHALGIA SPECIFIC STROKE INFARK IN EVOLUTION
RECURRENT DENGAN BAD MANAGEMENT
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik di
Departemen Ilmu Penyakit Saraf
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Gunawan Mangunkusumo Ambarawa
Pembimbing :
dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc, MH
Disusun Oleh :
Nugraha Althalarik
1910221011
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. GUNAWAN MANGUNKUSUMO
AMBARAWA
PERIODE 15 FEBRUARI 2021 – 6 MARET 2021
ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
CEPHALGIA SPECIFIC STROKE INFARK IN EVOLUTION
RECURRENT DENGAN BAD MANAGEMENT
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Saraf Di RSUD dr. Gunawan Mangunkusumo Ambarawa
Disusun Oleh:
Nugraha Althalarik 1910221011
Mengetahui,
Pembimbing : dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc, MH
Tanggal : Maret 2021
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan berkah dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik
bagian Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta
di RSUD dr. Gunawan Mangunkusumo Ambarawa dengan judul “Cephalgia
Specific Stroke Infark in Evolution Recurrent Dengan Bad Management”. Penulis
ingin mengucapkan terimakasih kepada dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, M.Sc,
MH selaku pembimbing makalah ini dan kepada seluruh dokter yang telah
membimbing selama kepaniteraan. Tidak lupa ucapan terimakasih kepada seluruh
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Terima kasih atas perhatiannya, semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi pihak yang terkait terutama penulis dan kepada pembaca.
Ambarawa, Maret 2021
Penulis
1
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. YS
Jenis Kelamin : Laki – laki
Tanggal Lahir : 12 Agustus 1955
Usia : 65 Tahun 6 Bulan
Alamat : Sumber 02/7 Panjang, Ambarawa
No. Rekam Medis : 199107
Tanggal dirawat di RS : 20 Februari 2021
Agama : Katolik
Pekerjaan : Petani
Status Menikah : Sudah Menikah
B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan istri pasien pada tanggal
22 Februari 2021, pukul 06.30 WIB, bertempat di bangsal Asoka Kamar 102.3
RSUD dr. Gunawan Mangunkusumo
• Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak kanan sejak 1 hari sebelum masuk RS
• Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSGM dengan keluhan kelemahan anggota gerak
kanan sejak 1 hari sebelum masuk RS. Awalnya keluhan muncul setelah pasien
tidur siang dari pukul 11.00 hingga pukul 16.00 setelah bekerja sedari pukul
05.00 di sawah. Pasien lalu tiba-tiba merasakan anggota gerak kanannya lemah,
namun pasien masih bisa berjalan. Pasien saat itu juga mengeluhkan sakit
kepala. Sakit kepala dirasakan seperti cekot-cekot, ditusuk tusuk dan ditekan.
Sakit kepala dirasakan di seluruh kepala. Keluhan sakit kepala dirasakan hilang
timbul dan membaik apabila pasien istirahat. Keesokan paginya pada jam
08.00, setelah pasien mandi pasien tidak bisa menggerakan anggota gerak
kanan sama sekali, tidak bisa diajak berbicara tetapi pasien dapat mengerti apa
yang dibicarakan. Lalu pada jam 08.30 Pasien dibawa ke IGD RSGM dengan
2
kondisi sadar penuh.
Saat datang ke IGD RSGM, tekanan darah pasien 200/125 mmHg dan
pasien di diagnosis sebagai Stroke Recurrent serta diberikan penatalaksanaan
yang sesuai. Setelah itu pasien dipindahkan ke ruang perawatan Asoka. Pada
saat dilakukan Anamnesis pada Hari Perawatan ke 3, anggota gerak kanan
masih lemah dan tidak dapat digerakan. Hanya kaki bagian kanan saja yang
masih bisa bergerak sedikit. Sakit kepala juga dirasakan berkurang. Pasien juga
dapat berganti posisi duduk dan tidur. Keluhan mual muntah disangkal oleh
pasien. Pasien tidak mengeluh demam. Pasien mengatakan belum BAB sejak
masuk RS dan BAK pasien dirasakan lancar. Nafsu makan pasien baik.
• Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki keluhan serupa 10 tahun yang lalu dan dirawat di RSGM
dan di diagnosis stroke serta belum dilakukan Head CT Scan. Pada saat dirawat
pasien mengatakan kelemahan berada di anggota gerak kanan, mulut dirasa
peot, air liur menetes, dan tidak bisa diajak berbicara, tetapi setelah 3 hari
perawatan kelemahan anggota gerak kanan berkurang, pasien dapat diajak
berbicara dan pasien dapat beraktivitas seperti biasa. Pasien mengaku memiliki
Riwayat Hipertensi. Riwayat sakit kepala sebelumnya disangkal. Riwayat DM
dan Penyakit kronis lain disangkal.
• Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa, Riwayat darah tinggi dan Riwayat DM disangkal.
• Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai petani. Sehari-hari pasien banyak melakukan
aktivitas fisik. Pasien tinggal dirumah bersama istrinya. Ketiga anaknya
merantau. Dalam sehari pasien bisa merokok hingga 5 batang. Untuk sehari-
hari pasien memakan sayur, tahu, tempe, ayam, dan ikan. Riwayat meminum
alkohol disangkal.
• Riwayat Pemberian Obat
Setelah pasien dirawat 10 tahun lalu, pasien rutin mengonsumsi obat
Amlodipin 5 mg setiap hari. Pasien tidak kontrol ke dokter manapun, hanya
membeli obat tersebut di apotek. Pasien tidak rutin cek laboratorium. Riwayat
meminum jamu-jamuan disangkal.
3
C. Anamnesis Sistem
• Sistem serebrospinal : Sakit kepala (+), Riwayat Keluhan Serupa (+)
• Sistem kardiovaskular : Riwayat Hipertensi (+), Riwayat Merokok (+)
• Sistem neurologis : kelemahan anggota gerak kanan (+),
afasia motorik (+)
• Sistem gastrointestional : Belum BAB sejak masuk rumah sakit
• Sistem respirasi : tidak ada keluhan
• Sistem integumen : tidak ada keluhan
• Sistem urogenital : tidak ada keluhan
D. Resume Anamnesis
Tn. YS datang ke IGD RSGM dengan keluhan Kelemahan anggota gerak
kanan sejak 1 hari sebelum masuk RS. Pasien tidak bisa menggerakan anggota
gerak kanan sama sekali. Pasien juga tidak bisa diajak berbicara tetapi pasien dapat
mengerti apa yang dibicarakan. Pasien mengeluhkan sakit kepala. Keluhan mual
muntah disangkal oleh pasien. Pasien tidak mengeluh demam. Pasien mengatakan
belum BAB sejak masuk RS dan BAK pasien dirasakan lancar. Keesokan paginya
pasien dibawa ke IGD RSGM dengan keluarga dalam kondisi sadar penuh.
E. Diskusi Pertama
Berdasarkan data anamnesis pada pasien, didapatkan kelemahan (paresis)
pada anggota gerak kanan bagian atas dan bawah (hemiparesis) yang terjadi tiba-
tiba dan menetap. Paresis (kelemahan) merupakan berkurangnya kekuatan otot,
sehingga gerak volunter sukar tapi masih bisa dilakukan walaupun dengan gerakan
yang terbatas. Hemiparese yang terjadi pada pasien ini 10 tahun yang lalu timbul
dengan onset mendadak dan gejala menghilang setelah 3 hari perawatan dan pasien
dapat beraktivitas seperti biasanya, kejadian ini menjelaskan berdasarkan waktu
terjadinya yang disebut Reversible Ischemic Neurological Deficit atau RIND, yang
merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan bertahan lebih
dari 24 jam hingga 3 minggu.
Defisit neurologis yang terjadi mengenai satu sisi anggota gerak tubuh pasien,
hal ini mengarahkan pada kemungkinan lesi vaskular serebri yang terjadi adalah
4
pada sisi kontralateralnya. Pada pasien ini, yaitu di hemisfer sinistra mengingat
adanya penyilangan saraf motorik di batang otak. Defisit neurologis akut pada
pasien ini terjadi tanpa adanya pencetus yang jelas berupa trauma atau infeksi
sebelumnya, sehingga mengarah pada suatu lesi vaskular karena onset lesi vaskular
timbul secara mendadak, sehingga keadaan pasien ini mengarah pada suatu keadaan
yang disebut stroke. Selain itu, diketahui bahwa terdapat dua jenis faktor resiko
stroke, yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak
dapat di modifikasi adalah usia, jenis kelamin, herediter, dan ras. Sementara, faktor
yang dapat dimodifikasi adalah hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus,
alkohol, hyperlipidemia, obesitas, kurang olahraga, stress, gaya hidup, rokok.
Pasien ini memiliki beberapa faktor risiko yang mendukung terhadap terjadinya
stroke, gaya hidup dari kebiasaan merokok. Menurut WHO, stroke adalah suatu
tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat gangguan otak fokal atau global
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular.
Gejala klinis pasien sesuai dengan gejala klinis dari stroke infark (Stroke Non
Hemoragik), namun untuk mendiagnosis stroke infark dibutuhkan pemeriksaan
lebih lanjut tidak hanya hanya dari anamnesis saja.
Sakit kepala yang dialami pada pasien stroke sangat mempengaruhi prognosis
dari pasien. Dalam beberapa jurnal disebutkan bahwa sakit kepala pada pasien
stroke infark berhubungan dengan prognosis yang baik. Namun jurnal tersebut
memiliki desain yang kurang bagus dikarenakan tujuan utama penelitian bukan
untuk mencari hubungannya. Sementara pada satu jurnal menyebutkan bahwa sakit
kepala pada pasien stroke infark berhubungan dengan prognosis yang buruk sebagai
kerusakan neurologis awal. Karena desainnya, penelitian ini adalah bukti terbaik
bahwa sakit kepala dikaitkan dengan prognosis stroke yang lebih buruk.
1. Stroke
a. Definisi
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran
darah otak. Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak.1
5
Menurut WHO (World Health Organization) stroke didefinisikan suatu
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda
dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari
24 jam atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak.2
b. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu
stroke iskemik maupun stroke hemoragik.1 Stroke iskemik 2/3 berupa
stroke trombotik dan 1/3 berupa stroke embolik, sedangkan stroke
perdarahan terdiri dari perdarahan intraserebral dan perdarahan
subarachnoid.
1) Stroke iskemik
Stroke iskemik adalah keadaan penderita dengan gangguan
neurologik fokal yang mendadak karena obstruksi atau penyempitan
pembuluh darah arteri otak. Aliran darah ke otak terhenti karena
aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh
darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh
darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83%
mengalami stroke jenis ini. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang
jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak
disuplai oleh dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis.
Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.
Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh :
• Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam
pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan
berkurangnya aliran darah.
• Emboli atau sumbatan bekuan darah yang berasal dari tempat
lain yang paling sering terjadi pada penderita yang baru
menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup
jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi
atrium).
• Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa
6
mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan
stroke.
a) Macam – macam stroke iskemik4
• TIA (Transient Ischemic Attack)
Adalah episode singkat disfungsi neurologis yang
disebabkan gangguan setempat pada otak atau iskemi
retina yang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam,
tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko
terjadinya stroke di masa depan.
• RIND (Reversible Ischemic Neurological Deficit)
• Stroke in Evolution
Perjalanan stroke berlangsung perlahan meskipun akut.
Kondisi stroke di mana defisit neurologisnya terus
bertambah berat
• Completed Stroke
Gangguan neurologis maksimal sejak awal serangan
dengan sedikit perbaikan. Kondisi stroke di mana defisit
neurologisnya pada saat onset lebih berat, dan
kemudiannya dapat membaik/menetap.
2) Stroke hemoragik
Stroke hemoragik / perdarahan yaitu suatu gangguan fungsi
saraf yang disebabkan kerusakan pembuluh darah otak sehingga
menyebabkan pendarahan pada area tersebut.
• Hemoragik intraserebral
Perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
• Hemoragik subaraknoid
Perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang
sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang
menutupi otak).
7
Gambar 1. Perbedaan Stroke Iskemik dan Stroke Hemoragik
c. Faktor Risiko
Berikut adalah faktor risiko stroke yang dapat dirubah atau
dikendalikan5:
1) Tekanan darah tinggi
2) Diabetes mellitus
3) Kadar lemak (kolesterol) darah yang tinggi
4) Kegemukan (obesitas)
5) Kadar asam urat yang tinggi
6) Stress
7) Merokok
8) Alkohol
9) Pola hidup tidak sehat
Berikut adalah faktor risiko tidak bisa dirubah atau dikendalikan5:
1) Usia tua
2) Jenis kelamin
3) Ras
4) Pernah menderita stroke
5) Kecenderungan stroke pada keluarga (faktor keturunan / genetik)
6) Arteri vena malformasi atau aneurisma berupa kelainan pembuluh
darah otak di mana stroke terjadi pada usia lebih muda (misalnya
anak - anak dan atau remaja).
8
d. Patofisiologi
Patofisiologi stroke infark akut meliputi dua proses, antara lain:2
1) Vaskuler, hematologi atau jantung (atherothromboembolism) yang
menyebabkan pengurangan dan perubahan aliran darah ke otak.
2) Perubahan kimia seluler yang disebabkan oleh keadaan vaskuler
tersebut dan merupakan penyebab terjadinya nekrosis sel saraf dan
glia.
Proses iskemia yang terjadi di otak mengalami rangkaian kejadian
dimulai dari jaringan saraf dan seterusnya menyebabkan kematian
neuronal dan infark. Penyumbatan pembuluh darah yang memasuki
parenkim otak menyebabkan daerah tersebut mengalami hipoksia
sehingga terjadi daerah infark yang dikelilingi daerah penumbra. Aliran
darah otak ≤ 20 ml/100gr/menit merupakan saat kritis untuk terjadi
kerusakan sel otak, sedang daerah penumbra antara 10-20
ml/100gr/menit.
Penyumbatan yang berakibat terjadi iskemia akan diikuti produksi
interleukin proinflamasi (IL-1, IL-2, IL-6 dan TNF-α) yang mengaktifasi
reseptor pada permukaan endotel mikrovaskuler dan leukosit. Dengan
bantuan molekul adhesi selektin leukosit, kemudian menempel dan
menggelinding sepanjang permukaan endotel, kemudian migrasi ke
dinding pembuluh darah dengan bantuan molekul adhesi CD-18, maka
leukosit akan terikat pada molekul ICAM-1 dan ICAM-2 dipermukaan
endotel dan akhirnya menetap dipermukaan pembuluh darah. Peristiwa
ini terjadi berulang-ulang sehingga dapat menyebabkan penyumbatan
arteriola kecil dan menyebabkan area iskemik yang merangsang produksi
sitokin proinflamatori demikian seterusnya. Selain itu, sitokin dapat
memacu terjadinya thrombosis dengan mengikat antikoagulan yang
terdapat dalam sirkulasi seperti protein - C, protein - S dan antithrombin
- III dan menghambat pelepasan tissue plasminogen activator. Migrasi
leukosit ke dalam parenkim sel saraf, susunan saraf pusat akan memacu
pelepasan sitokin oleh mikroglia, astrosit dan infiltrasi leukosit, sehingga
terjadi neuronal cytotoxic injury.2,6
9
Saat terjadi iskemia ringan akan terjadi kompensasi berupa
penurunan penggunaan energi dan peningkatan ekstraksi oksigen,
sedangkan pada keadaan iskemia berat akan terjadi glikolisis anaerobik
dengan menghasilkan asam laktat, penurunan energi fosfat dan inhibisi
sintesa protein akibatnya terjadi penurunan adenosin trifosfat (ATP),
pelepasan neurotransmitter (glutamat, aspartat), gangguan metabolisme
dan akhirnya terjadi depolarisasi anoksik. Keadaan ini akan diikuti
influks ion kalsium dan natrium, serta efluks ion kalium, karena
kegagalan pompa pada membran sel. Ion kalsium dalam sel akan
mengaktivasi enzim fosfolipase yang memecah fosfolipid dan akan
membentuk radikal bebas. Selain itu, akan memacu mikroglia
memproduksi nitrit oksida secara besar - besaran dan pelepasan sitokin
pada daerah infark yang akan menyebabkan kerusakan atau kematian sel.
Beberapa jam setelah serangan, daerah infark akan dikelilingi daerah
penumbra yaitu sel yang mengalami kerusakan tapi masih dapat hidup
kembali. Reperfusi spontan terjadi pada kurang lebih 33% penderita pada
48 jam sesudah serangan dan 42 % penderita pada satu minggu pertama.
Reperfusi ini akan dapat memperbaiki daerah penumbra, tetapi jika
terjadi keterlambatan akan menyebabkan kematian sel.2,6
Sementara stroke hemoragik (perdarahan serebri) termasuk urutan
ketiga dari semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh
Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini.
Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptur arteri serebri.
Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga
jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini
mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada
arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh
hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak
menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang
dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat
membengkak dan mengalami nekrosis.2,4
10
e. Gejala Klinis
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat
dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed
stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam
sampai 1 - 2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati
(stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak
selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang
mati berhenti sementara atau terjadi beberapa perbaikan.
Infark serebral hemisfer kiri (LH) lebih sering jika dibandingkan
dengan infark hemisfer kanan (kanan) dan berhubungan dengan
hemodinamik antara sirkulasi arteri karotis kanan dan kiri. Perbedaan
kompleks media intima dan kecepatan aliran di arteri karotis kiri,
mengakibatkan stres yang lebih tinggi dan kerusakan intimal di
dalamnya. Hal ini dapat menyebabkan perubahan aterosklerotik, yang
mengarah ke kejadian iskemik LH yang lebih berat.13
Gejala stroke yang muncul tergantung dari bagian otak yang
terkena.1,3
Gangguan pada pembuluh darah karotis.
1) Arteria serebri media
• Gangguan rasa (hipestesia) didaerah muka / wajah kontralateral
atau disertai hipestesia di lengan dan tungkai sesisi
• Kelemahan kontralateral lebih besar pada tungkai dari tingkat
ringan sampai kelumpuhan total.
• Gangguan untuk berbicara baik beruba sulit mengeluarkan kata-
kata (afasia motorik) atau sulit mengerti pembicaraan orang lain
(afasia sensorik)
• Gangguan penglihatan berupa kebutaan satu sisi, atau separuh
lapang pandang (hemianopsia homonim)
• Mata selalu melirik kearah satu sisi (deviation conjugae)
• Kesadaran menurun
• Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenal
(prosopagnosia)
11
• Mulut perot
• Pelo (disartria)
• Merasa anggota badan sesisi tidak ada
2) Arteria serebri anterior (cabang menuju otak bagian depan)
• Monoparese tungkai kontralateral, kadang-kadang lengan bagian
proksimal dapat terkena
• Inkontinesia urine
• Penurunan kesadaran.
• Apraksia dan gangguan kognitif lainnya
3) Arteria serebri posterior
• Gangguan penglihatan pada 1 atau 2 mata berupa sulit memahami
barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba atau
mendenger suaranya
• Kehilangan kemampuan mengenal warna
• Hemihipestesia, kadang-kadang adanya nyeri spontan atau
hilangnya nyeri dan rasa gerat pada separuh sisi tubuh
• Gangguan pembuluh darah vertebrobasilaris
4) Arteri vertebrobasilaris
• Gangguan gerak bola mata, sehingga terjadi diplopia jalan
menjadi sempoyongan
• Kehilangan keseimbangan
• Hemiparese kontralateral
• Kelumpuhan nervus kranialis ipsilateral
• Vertigo
• Nistagmus
5) Gejala akibat gangguan fungsi luhur
• Afasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Afasia
terbagi menjadi dua yaitu afasia motorik dan afasia sensorik.
Afasia motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara,
mengeluarkan isi pikiran melalui perkataan sendiri, sementara
kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik
12
(Afasia Broca). Afasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk
mengerti pembicaraan orang lain namun masih bisa
mengeluarkan perkataan dengan lancar walau sebagian
diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya
kerusakan otak.
• Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca dibedakkan
menjadi Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu
Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi
dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan
membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi
ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.
• Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya
kerusakan otak.
• Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal
angka setelah terjadinya kerusakan otak.
• Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah
sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti
penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau
menirukan gerakan - gerakan tertentu. Kelainan ini sering
bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh
menyebutkan nama jari yang disentuh sementara penderita
tidak boleh melihat jarinya).
• Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya
kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang
berhubungan dengan ruang.
f. Diagnosis
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragik atau
non hemoragik antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian
dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.8,2
• Anamnesis
13
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka
langkah berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk
jenis yang mana, stroke hemoragik atau stroke non hemoragik.
Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan
seteliti mungkin. Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan
perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis
Gejala Stroke hemoragik Stroke non hemoragik
Onset/awitan Mendadak Mendadak
Saat onset Sedang aktif Istirahat
Peringatan / warning - +
Nyeri kepala +++ + -
Kejang + -
Muntah + -
Penurunan kesadaran +++ + -
• Pemeriksaan klinis neurologis
Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila
dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai
berikut :
Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan tanda-
tandanya.
Tanda (sign) Sroke hemorhagic Stroke Infark
Bradikardi ++ (dari awal) + - (hari ke-4)
Udem papil Sering + -
Kaku kuduk + -
Tanda kernig,Brudzinsky ++ -
14
• Skoring dan Algoritma
▪ Siriraj Stroke Score (SSS) 9
Tabel 3. Siriraj Stroke Score (SSS)
• Hasil
❖ Skore SSS > 1 : perdarahan supra tentorial
❖ Skore SSS < -1 : infark serebri
❖ Skore SSS -1 s/d 1 : meragukan
▪ Algoritma Gajah Mada
( 2,5 x kesadaran ) + ( 2 x muntah ) + ( 2 x sakit kepala ) + ( 0,1 x tekanan diastolik )
- ( 3 x ateroma ) – 12
Keterangan :
➢ Kesadaran 0 : komposmentis
1 : somnolen
2 : sopor/ koma
➢ Nyeri kepala 0 : tidak ada
1 : ada
➢ Muntah 0 : tidak ada
1 : ada
➢ Ateroma 0 : tidak ada
1 : ada
15
• Pemeriksaan Penunjang
▪ Computerized tomography (CT scan)
Untuk membantu menentukan penyebab seorang terduga
stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT
scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk
mencari perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang
sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan
yang berbeda pula. CT Scan berguna untuk menentukan:10
❖ jenis patologi
❖ lokasi lesi
❖ ukuran lesi
❖ menyingkirkan lesi non vaskuler
Tabel 4. Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik
▪ MRI scan (Magnetic Resonance Imaging)
Menggunakan gelombang magnetik untuk membuat
gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih
detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah
pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika CT scan dapat
selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari
satu jam.
16
▪ Tes jantung
Tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering
dilakukan pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli.
Echocardiogram adalah tes dengan gelombang suara yang
dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada
dada atau turun melalui esophagus (transesophageal
achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor
Holter sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi
elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24 jam atau
lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang
abnormal.
▪ Tes darah
Tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein
yang dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat
memberi petunjuk adanya arteri yang mengalami
peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan
peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah juga
diukur. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab
stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah
perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi
potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit
mungkin juga perlu dipertimbangkan.
▪ Pemeriksaan angiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah lokasi
pada sistem karotis atau vertebrobasiler, menentukan ada
tidaknya penyempitan, oklusi atau aneurisma pada pembuluh
darah.
17
Gambar 2. Gambaran Angiografi Pada Penderita Stroke
▪ Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini untuk menilai pembuluh darah intra dan
ekstra kranial, menentukan ada tidaknya stenosis arteri
karotis.
Gambar 3. Gambaran USG pada Penderita Stroke
▪ Pemeriksaan Pungsi lumbal
Pemeriksaan ini digunakan apabila tidak adanya CT scan
atau MRI. Pada stroke PIS didapatkan gambaran LCS seperti
cucian daging atau berwarna kekuningan. Pada PSA
didapatkan LCS yang gross hemorragik. Pada stroke infark
tidak didapatkan perdarahan (jernih).
▪ Pemeriksaan penunjang lain
18
Pemeriksaan untuk menentukan faktor resiko seperti darah
rutin, komponen kimia darah (ureum, kreatinin, asam urat,
profil lipid, gula darah, fungsi hepar), elektrolit darah,
thoraks foto, EKG, echocardiografi.
g. Diagnosis Banding
1) Tumor otak
2) Abses otak
3) Sakit kepala migrain
4) Perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma
5) Meningitis atau encephalitis
6) Overdosis karena obat tertentu
7) Ketidakseimbangan kalsium atau glukosa dalam tubuh dapat juga
menyebabkan perubahan sistem saraf yang serupa dengan stroke.
h. Tatalaksana
1) Fase Akut (hari ke 0 - 14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan ialah menyelamatkan neuron yang
menderita jangan sampai mati, dan agar proses patologik lainnya
yang menyertai tak mengganggu/mengancam fungsi otak. Tindakan
dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak
tetap cukup, tidak justru berkurang. Sehingga perlu dipelihara fungsi
optimal dari respirasi, jantung, tekanan darah dipertahankan pada
tingkat optimal, kontrol kadar gula darah (kadar gula darah yang
tinggi tidak diturunkan dengan drastis), bila gawat balance cairan,
elektrolit, dan asam basa harus terus dipantau.
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan
mortalitas dan mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan
adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat mungkin dan
melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik.
Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
Pengelolaan berdasarkan penyebabnya
19
a) Stroke iskemik
• Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan
upaya yang paling ideal, obat trombolisis yang sudah di
setujui oleh FDA adalah rt-PA (recombinan tissue
plasminogen activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB maksimal
90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus kontinyu dalam
60 menit). Sayangnya bahwa pengobatan dengan obat ini
mempunyai persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3
jam, sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan
onset awal dan dapat penyelesaian pemeriksaan darah, CT
Scan kepala dan inform consent yang cepat saja yang dapat
menerima obat ini. Cara lain memperbaiki aliran darah antara
lain dengan memperbaiki hemorheologi seperti obat
pentoxifillin yang yang mengurangi viskositas darah dengan
meningkatkan deformabilitas sel darah merah dengan dosis
15 mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga memperbaiki sirkulasi
adalah naftidrofuril dengan memperbaiki aliran darah
melalui unsur seluler darah dosis 600 mg/hari selama 10 hari
iv dilanjutkan oral 300 mg/hari
• Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
Obat yang dapat diberikan adalah heparin dengan dosis awal
1.000 u/jam cek APTT 6 jam kemudian sampai dicapai 1,5 –
2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti anti koagulan oral, Heparin
berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc subkutan
monitor trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak
diberikan), Warfarin dengan dosis hari I = 8 mg, hari II = 6
mg, hari III penyesuaian dosis dengan melihat INR pasien.
• Proteksi neuronal/sitoproteksi
Obat-obatan tersebut antara lain :
20
❖ CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel
dengan cara menambah sintesa phospatidylcholine,
menghambat terbentuknya radikal bebas dan juga
menaikkan sintesis asetilkolin suatu neurotransmiter
untuk fungsi kognitif.
❖ Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui,
diperkirakan memperbaiki integritas sel, memperbaiki
fluiditas membran dan menormalkan fungsi membran.
❖ Statin, diklinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai
sifat neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke.
Mempunyai efek anti oksidan “downstream dan
upstream”. Efek downstream adalah stabilisasi
atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan plaque
tromboemboli dari arteri ke arteri. Efek “upstream”
adalah memperbaiki pengaturan eNOS (endothelial Nitric
Oxide Synthese, mempunyai sifat anti trombus,
vasodilatasi dan anti inflamasi), menghambat iNOS
(inducible Nitric Oxide Synthese, sifatnya berlawanan
dengan eNOS), anti inflamasi dan anti oksidan.
❖ Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan
khasiat anti calpain, penghambat caspase dan sebagai
neurotropik dosis 30 – 50 cc selama 21 hari menunjukkan
perbaikan fungsi motorik yang bermakna.
b) Stroke Hemoragik
• Perdarahan Intraserebral
Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36
gr/hari, Asam Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya
bekuan darah yamg sudah terbentuk oleh tissue plasminogen.
Evaluasi status koagulasi seperti pemberian protamin 1 mg
pada pasien yang mendapatkan heparin 100 mg & 10 mg
vitamin K intravena pada pasien yang mendapat warfarin
dengan prothrombine time memanjang.
21
• Perdarahan Sub Arachnoid
❖ Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang
tenang, pada pasien yang sadar, penggunaan morphin 15
mg IM pada umumnya diperlukan untuk menghilangkan
nyeri kepala pada pasien sadar.
❖ Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan
Calcium Channel Blockers dengan dosis 60 – 90 mg oral
tiap 4 jam selama 21 hari atau 15 – 30 mg/kg/jam selama
7 hari, kemudian dilanjutkan per oral 360 mg /hari
selama 14 hari,
• Pengelolaan operatif
2) Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan
tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
3) Terapi Preventif
Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya
serangan baru stroke, dengan jalan antara lain mengobati dan
menghindari faktor-faktor resiko stroke. Untuk stroke infark
diberikan:
a) Obat - obat anti platelet agregasi
b) Obat - obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya
c) Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin
• Menghindari rokok, obesitas, stres
• Berolahraga teratur
4) Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas
45 tahun, maka yang paling penting pada masa ini ialah upaya
membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental,
dengan fisioterapi, “terapi wicara”, dan psikoterapi. Proses
rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:
a) Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan
22
b) Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan
dan tangan
c) Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan
berjalan, dan
d) Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka
dalam merawat orang yang mereka cintai di rumah dan
tantangan yang akan mereka hadapi.
2. Cephalgia
a. Definisi
Cephalgia adalah gejala dari nyeri di regio dari kepala dan leher.17
b. Epidemiologi
1 dari 10 pasien di klinik dokter umum adalah cephalgia, lalu 1 dari 3
rujukan ke poli saraf karena nyeri kepaanya, dan 1 dari 5 pasien datang
ke IGD karena nyeri kepala.17 Cephalgia menempati 5% dari penyakit
yang dapat mengganggu produktivitas. Di singapura, prevalensi
cephalgia dilaporkan mencapai 82,7% dan 9,3% diantaranya adalah
migrain.18
c. Klasifikasi
Cephalgia secara garis besar dibagi menjadi primer dan sekunder.
Cephalgia sekunder jarang terjadi tetapi pengenalannya sangat
penting karena intervensi yang tepat waktu dapat menyelamatkan
nyawa. Aspek terpenting dari diagnosis sakit kepala adalah
anamnesisnya. Selain itu, investigasi yang tidak perlu harus dihindari
karena sekitar 8% populasi mungkin memiliki kelainan insidental
yang tidak berhubungan dengan sakit kepala.17 Cephalgia dibagi
menjadi:
1) Cephalgia Primer
a) Migraine
Migrain adalah bentuk sakit kepala kedua yang paling
umum, sering digambarkan sebagai nyeri berdenyut atau
berdenyut berulang, sedang sampai berat, dan seringkali
23
nyeri unilateral yang berlangsung selama 4–72 jam dengan
ada jeda antara serangan (episodik). Sakit kepala disertai
dengan mual, muntah dan / atau kepekaan terhadap cahaya,
suara atau bau. Pasien lebih suka berbaring diam di ruangan
yang gelap dan sunyi, dan menghindari aktivitas fisik.
Sekitar sepertiga dari pasien merasakan aura, digambarkan
sebagai gejala neurologis fokal progresif yang berlangsung
5-60 menit. Aura visual, dalam bentuk garis zig-zag atau
skotoma berkilau yang menyebar, sejauh ini merupakan yang
paling umum, meskipun gangguan sensorik unilateral dan /
atau disfasia dapat terjadi baik secara bersamaan atau
berurutan. Kadang-kadang, terutama pada orang yang lebih
tua, aura dapat terjadi tanpa sakit kepala (setara dengan
migrain) dan harus dibedakan dari TIA. Biasanya aura
migrain berkembang selama beberapa menit dan bergerak
dari satu area ke area lain.
Sekitar 1,3–2,4% 19 penderita migrain menderita
migrain kronis yang didefinisikan oleh IHS sebagai sakit
kepala selama 15 hari atau lebih dalam sebulan di mana 8
hari atau lebih memiliki gejala migrain. Migrain kronis
adalah bentuk migrain yang paling melumpuhkan dengan
dampak penting pada kualitas hidup yang berhubungan
dengan kesehatan, penyakit penyerta dan seringnya
penggunaan obat yang berlebihan. Tidak seperti migrain
episodik, pasien dengan migrain kronis lebih cenderung
menganggur, mengalami kesulitan hubungan dan masalah
keluarga, dan refrakter terhadap pengobatan pencegahan
konvensional.
b) Tension-Type Headache
TTH sering digambarkan sebagai sakit kepala tanpa gejala
dibandingkan dengan migrain yang memiliki gejala yang
khas. Kondisi ini sering didiagnosis tetapi sangat kurang
24
dipahami. Nyeri digambarkan sebagai nyeri atau tekanan,
dan perasaan seolah-olah kepala tergelincir atau ada ikatan
yang erat di sekelilingnya. TTH umumnya bersifat episodik
dan jarang berdampak pada aktivitas kehidupan sehari-hari.
Varian kronis jarang terjadi dan mungkin terkait dengan
penggunaan obat yang berlebihan.
c) Cluster Headache
Cluster Headache adalah subtipe spesifik dari
gangguan sakit kepala primer yang ditandai dengan sakit
kepala yang berdurasi pendek, unilateral dan disertai
gambaran otonom yaitu lakrimasi, rinore, injeksi
konjungtiva, dan ptosis.
Cluster Headache lebih sering terjadi pada pria dewasa
muda (3,5: 1) yang merokok (65%) dan rasa sakitnya
menyiksa. Serangan berlangsung antara 15 menit dan 3 jam,
terjadi sekali setiap dua hari hingga delapan per hari. Pasien
sangat gelisah dan gelisah serta sering berkeringat banyak.
Ciri yang mencolok adalah ritme sirkadian dengan serangan
yang terjadi pada waktu yang sama setiap hari. Alkohol
memicu serangan di hampir semua kasus. Sakit kepala
cluster bersifat episodik pada 80-90% kasus, dengan
serangan yang terjadi setiap hari selama beberapa minggu
hingga beberapa bulan, diikuti oleh jeda beberapa bulan
hingga beberapa tahun. Varietas kronis memiliki serangan
terus menerus selama satu tahun atau lebih tanpa interval
bebas gejala atau periode remisi yang berlangsung kurang
dari sebulan.
d) Medication Overuse Headache
Semua obat analgesik dapat menyebabkan MOH meskipun
analgesik kombinasi, terutama yang mengandung opioid,
barbiturat, dan kafein, memiliki risiko tinggi. Obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID) kemungkinannya sangatt
25
kecil untuk terlibat dengan MOH. Kombinasi analgesik
mencapai 39-42% kasus meskipun 90% penderita
mengonsumsi lebih dari satu obat analgesik. MOH
berkembang lebih cepat dan dengan asupan dosis yang jauh
lebih rendah dengan triptan dibandingkan dengan analgesik
sederhana atau kombinasi. Dengan cara yang sama, gejala
withdrawal jauh lebih pendek dan lebih ringan dengan triptan
dibandingkan dengan analgesik lainnya.
2) Cephalgia Sekunder
- Space-occupying lesions, biasanya tumor intracranial
- Infeksi ssp, meningitis ataupun ensefalitis
- Subarachnoid haemorrhage
- Giant-cell arteritis
- Cerebral venous thrombosis
- Idiopathic intracranial hypertension
d. Diagnosis
Waktu yang cukup untuk menggali riwayat sakit kepala dari
anamnesis adalah kunci untuk diagnosis yang efektif. Diagnosis yang
benar tidak selalu terbukti pada awalnya, terutama bila pasien
mengalami lebih dari satu jenis sakit kepala. Riwayat yang digali
selama beberapa minggu dapat menentukan pola serangan, gejala, dan
penggunaan obat. Perubahan pola menandakan sesuatu keadaan baru
yang memberatkan, atau timbulnya gangguan sakit kepala baru. Sakit
kepala baru, pada pasien tua dan muda, membutuhkan pemeriksaan
yang cermat. Jika anamnesisnya memadai, pemeriksaan fisik jarang
menunjukkan tanda-tanda yang tidak diharapkan. Pengukuran
tekanan darah dan pemeriksaan neurologis singkat namun
komprehensif, termasuk fundus optik, direkomendasikan.
Pemeriksaan kepala dan leher dapat menunjukkan nyeri otot, rentang
gerakan terbatas, atau krepitasi (yang menunjukkan perlunya
pengobatan fisik tetapi tidak selalu menjadi penyebab sakit kepala).
Pemeriksaan penunjang, termasuk neuroimaging, jarang
26
berkontribusi pada diagnosis sakit kepala jika riwayat dan
pemeriksaan menunjukkan tidak ada penyebab yang mendasari.19
e. Tatalaksana
Mayoritas pasien dengan sakit kepala primer dapat ditangani dengan
aman dalam pengaturan rawat jalan. Dalam mengelola sakit kepala
primer, cari faktor predisposisi, pemicu dan / atau pelestarian dalam
riwayat pasien. Hidrasi yang tidak adekuat, makan tidak teratur, tidur
tidak teratur, alkohol berlebihan, kafein berlebihan, dan / atau kurang
olahraga semuanya dapat berperan sebagai faktor predisposisi. Faktor
pencetus dan pelestarian termasuk stres, reaksi penyesuaian,
kecemasan dan episode depresi. Faktor spesifik seperti vasodilator),
dan makanan (misalnya anggur, keju, makanan asin) dapat memicu
dan memicu migrain. Hubungan sebelumnya dan keakraban dengan
pola kesehatan dan penyakit pasien, yang lahir dari hubungan dokter-
pasien jangka panjang, memungkinkan dokter perawatan primer
untuk segera mengenali masalah psikososial yang mendasari yang
mungkin muncul sebagai perubahan dalam pola ini. Buku harian sakit
kepala berguna untuk pasien dengan sakit kepala parah kronis.
Penghindaran pemicu, kepastian dan pendidikan pasien penting untuk
manajemen yang sukses. Semua faktor yang dapat dimodifikasi harus
ditangani, dan obat-obatan diresepkan sesuai kebutuhan. Pasien yang
gagal menanggapi pengobatan memerlukan tinjauan untuk meninjau
kembali diagnosis dan / atau untuk mengatasi ketidakpatuhan atau
penggunaan obat yang berlebihan. 19
1) Tension-Type Headache
Untuk TTH episodik, analgesik sederhana seperti parasetamol
dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) umumnya cukup.
Penggunaan opioid seperti kodein harus dipertimbangkan dengan
hati-hati mengingat kemungkinan efek samping seperti
ketergantungan dan obat sakit kepala yang berlebihan. Karena
sakit kepala adalah gejala somatoform yang umum,
27
pertimbangkan kemungkinan masalah kesehatan mental yang
mendasari pada pasien yang datang dengan sakit kepala, terutama
jika sakit kepala parah dan kronis. Jika diindikasikan, pengobatan
pencegahan dengan antidepresan trisiklik atau beta-blocker dapat
dipertimbangkan. Mulai pencegahan dengan dosis rendah dan
tingkatkan sampai kontrol yang memadai tercapai. Pasien harus
diberi tahu bahwa pengobatan pencegahan perlu waktu untuk
diterapkan, dan pengobatan tidak perlu seumur hidup.
2) Migraine
Analgesik sederhana mungkin cukup sebagai pengobatan
lini pertama untuk migrain akut. Antiemetik dapat
dipertimbangkan jika disertai mual dan muntah yang terjadi
bersamaan. Perawatan lini kedua termasuk triptan (serotonin 5-
hydroxytryptamine tipe 1B / 1D reseptor agonis) dan turunan
ergotamine. Kombinasi triptans dan NSAID mungkin lebih
unggul daripada salah satu obat saja. Jika gejala berulang, cari
faktor pencetus yang mendasari dan / atau kondisi kejiwaan.
Terapi pencegahan diindikasikan jika serangan migrain:
- Berulang (> 3 hari / bulan) dan menyebabkan kecacatan
meskipun pengobatan obat akut sudah optimal;
- Berulang dengan aura berkepanjangan dan / atau migrain
hemiplegia;
- Sering dan memerlukan penggunaan obat pada tingkat yang
berisiko menyebabkan sakit kepala berlebihan;
- Berulang dan di mana pengobatan akut merupakan
kontraindikasi.
Pilihan pengobatan pencegahan termasuk beta-blocker,
antidepresan dan antiepilepsi. Penurunan 50% frekuensi episodik
sakit kepala selama 6-8 minggu dianggap sebagai target
pengobatan yang masuk akal. Tujuan jangka panjang dari
pengobatan pencegahan adalah untuk mengurangi
28
ketergantungan pada pengobatan farmakologis akut dan untuk
meminimalkan risiko pengaturan sakit kepala kronis. Keputusan
untuk memulai terapi pencegahan sangat bersifat individual dan
harus didasarkan pada durasi dan tingkat keparahan gejala yang
dialami oleh pasien. sabar, bukan hanya pada apakah gangguan
tersebut bersifat episodik atau kronis. Jika disetujui bersama oleh
dokter dan pasien, pengobatan pencegahan harus dimulai dengan
dosis rendah dan ditingkatkan setiap 2-3 minggu sampai efek
samping yang efektif atau yang membatasi dosis terjadi.
Penghentian bertahap dapat dipertimbangkan setelah 6-12 bulan
terapi pencegahan berhasil.
3) Medication Overuse Headache
Sakit kepala akibat penggunaan obat secara berlebihan
didefinisikan sebagai sakit kepala yang timbul dari penggunaan
obat secara berlebihan selama tiga bulan atau lebih untuk sakit
kepala yang sudah ada sebelumnya. Penggunaan NSAID dan
parasetamol ≥ 15 hari per bulan, dan penggunaan triptan dan /
atau opioid ≥ 10 hari per bulan dianggap berlebihan. Sebagian
besar pasien dengan sakit kepala akibat penggunaan obat yang
berlebihan memiliki migrain atau TTH yang mendasari yang
ditutupi oleh penggunaan obat yang berlebihan. Jika dicurigai,
hindari penggunaan obat pencegahan: mereka umumnya tidak
efektif dan membuat resep obat menjadi berlebihan. Sakit kepala
akibat penggunaan obat yang berlebihan memerlukan
depreskripsi dari obat yang digunakan secara berlebihan, yang
untuk beberapa pasien hanya dapat dicapai dengan perawatan
rawat inap. Bukti menunjukkan bahwa untuk sebagian besar
pasien dengan sakit kepala akibat penggunaan obat yang
berlebihan, respons terhadap pengobatan pencegahan meningkat
setelah penghentian pengobatan yang berlebihan. Perawatan yang
berhasil membutuhkan manajemen harapan yang hati-hati, tindak
lanjut yang dekat, dan bergantung pada hubungan terapeutik
29
dokter-pasien yang saling percaya.
f. Hubungan Cephalgia dan Stroke
Nyeri kepala digambarkan seperti tekanan pada 14,5% hingga
66% dan berdenyut pada 8% hingga 80% kasus. Intensitas nyeri
ringan sampai sedang lebih sering terjadi, tetapi dapat melumpuhkan
26% kasus dengan stroke iskemik. Sakit kepala lebih parah dengan
stroke iskemik sirkulasi posterior. Mual dilaporkan pada 28% dan
muntah pada 6,5% pasien dengan sakit kepala. Fotofobia dan
fonofobia ditemukan pada 24% kasus. Sakit kepala terjadi secara
unilateral pada 39% pasien, sedang ipsilateral terhadap infark serebral
pada 65% kasus ini. Sakit kepala oksipital memiliki sensitivitas 15%
dan spesifisitas 88% untuk stroke sirkulasi posterior. Pada infark
lakunar, sakit kepala digambarkan oleh sebagian besar pasien sebagai
dimulai pada waktu yang sama dengan defisit neurologis fokal, dan
digambarkan sebagai nyeri ringan, tidak terlokalisasi dengan baik, dan
dengan nyeri seperti tekanan.20
Dalam studi kohort retrospektif yang dilakukan di Taiwan
dengan 11.523 orang dewasa yang menderita stroke iskemik, adanya
sakit kepala dikaitkan dengan prognosis yang lebih baik. Mereka
dengan sakit kepala memiliki frekuensi kerusakan yang lebih rendah
di rumah sakit (5,5 vs 8,4%, RR yang disesuaikan 0,62, 95% CI 0,52-
0,78, P <0,001), perburukan neurologis yang berkurang (4,5 vs 6,7%,
RR yang disesuaikan 0,64, 95% CI: 0,52-0,79, P <0,001) dan
komplikasi medis (0,4 vs 0,9%, RR disesuaikan 0,13, 95% CI: 0,08-
0,21, P <0,001), serta pemulihan neurologis yang lebih baik seperti
yang diukur oleh National Institutes of Health Stroke Scale (0,08 vs
0,2; P = .02). Prognosis juga diukur dengan Skala Rankin yang
dimodifikasi, di mana proporsi pasien dengan nilai 0 sampai 2
(prognosis lebih baik) lebih tinggi pada pasien dengan sakit kepala
pada bulan pertama setelah stroke iskemik (RR yang disesuaikan 0,85,
95% CI 0,72 -0,95, P <.05). Asosiasi seperti itu tidak dipertahankan
pada 3 dan 6 bulan setelah acara. 20
30
Studi lain juga melaporkan prognosis membaik pada pasien
dengan sakit kepala selama stroke iskemik atau TIA. Kelompok
prospektif dengan 2473 pasien yang dipantau selama periode rata-rata
14,1 tahun ini mengamati kemungkinan kematian vaskular yang lebih
rendah pada pasien ini (HR disesuaikan 0,73; 95% CI 0,68-0,91).
Namun, dalam penelitian yang sama, kemungkinan kejadian
serebrovaskular dan infark miokard berulang serupa antara kelompok
dengan dan tanpa sakit kepala. Studi kohort ini awalnya tidak
dirancang untuk menilai sakit kepala sebagai faktor prognostik. Selain
itu, hanya stroke iskemik minor yang dimasukkan, yang mengganggu
kemampuan generalisasinya. Kohort retrospektif lain dari 1.185
pasien stroke melaporkan tidak ada hubungan antara kehadiran sakit
kepala yang dikaitkan dengan stroke iskemik dan kematian pada 30
hari (RR: 1.01; 95% CI 0.53-1.92; P = .97). 20
Satu studi prospektif mengaitkan sakit kepala dengan prognosis
yang lebih buruk. Sebuah kohort Spanyol dari 241 pasien stroke
dinilai secara prospektif menggunakan Skala Stroke Kanada, selama
48 jam pertama masuk rumah sakit. Kehadiran sakit kepala secara
signifikan dikaitkan dengan kerusakan neurologis awal (OR 16.01,
95% CI 5.40-47.48; P <.001, regresi logistik). Karena desainnya,
penelitian ini adalah bukti terbaik bahwa sakit kepala dikaitkan
dengan prognosis stroke yang lebih buruk. 20
Semua penelitian yang dijelaskan dalam ulasan ini mungkin
secara metodologis dibatasi oleh bias seleksi, karena pasien yang lebih
parah dengan tingkat kesadaran yang berubah atau mereka dengan
afasia tidak dapat memberikan informasi tentang adanya sakit kepala.
Dengan demikian, pasien dengan prognosis buruk tidak dimasukkan.
Studi ini tidak mengontrol efek migrain pada prognosis stroke. Studi
tentang depolarisasi iskemik menunjukkan bahwa penderita migrain
dapat mempercepat hilangnya jaringan yang layak di area yang
berisiko mengalami infark. Juga, periode tindak lanjut yang berbeda
31
dan titik akhir yang digunakan membuat sulit untuk membandingkan
studi. 20
F. Diagnosis Sementara
a. Diagnosis klinis
Kelemahan anggota gerak kanan akut, tidak bisa bicara, Sakit Kepala
akut
b. Diagnosis Topik
Hemisfer cerebri sinistra
c. Diagnosis Etiologi
- Cerebrovaskular (Stroke infark dd stroke hemoragik)
- dd Neoplasma intrakranial (Stroke like persentation)
G. Pemeriksaan Fisik (22/02/2021)
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4VxM6
c. Tanda-Tanda Vital :
• Tekanan darah : 150/100 mmHg
• Frekuensi nadi : 74x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat
• Frekuensi nafas : 18 x/menit, regular
• Suhu tubuh : 36,7°C
• Saturasi : 96% tanpa O2
Status Generalis
a. Kepala
Bentuk kepala normocephal, rambut hitam, terdistribusi merata,
tidak mudah dicabut
b. Leher
Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening pada leher.
Kaku kuduk (-), brudzinski I (-)
32
c. Wajah
Kedua alis saat mengangkat dan ujung bibir saat tersenyum
tidak simetris
d. Mata
Edema palpebra (-/-), alis mata hitam dan tersebar merata,
konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor
Ø 3mm/3mm, refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya
tidak langsung (+/+), refleks kornea (+/+)
e. Telinga
AD: Bentuk telinga normal, membran timpani sulit dinilai, nyeri
tekan dan tarik (-). AS: Bentuk telinga normal, membran
timpani sulit dinilai, nyeri tekan (-)
f. Hidung
Bentuk hidung normal. Tidak tampak deviasi. Tidak tampak
adanya sekret. Tidak tampak nafas cuping hidung.
g. Mulut
Mukosa gusi dan pipi tidak hiperemis, ulkus (-), perdarahan gusi
(-), sianosis (-), ujung bibir saat tersenyum tidak simetris (-/+)
Thoraks
a. Pulmo :
1) Inspeksi : Normochest, gerak dada simetris, retraksi
suprasternal dan supraclavicula (-)
2) Palpasi : Taktil fremitus kanan dan kiri sama
3) Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
4) Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+) normal, ronkhi
(-/-),wheezing (-/-)
Kesan : Paru dalam batas normal
b. Cor :
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
3) Perkusi : Batas kanan bawah: ICS 5 mid axilaris
33
anterior sinistra
Batas kanan atas: ICS 3 mid clavicularis
sinistra
Batas kanan bawah: ICS 4 parasternal
dekstra
Batas kanan atas: ICS 2 parasternal dekstra
4) Auskultasi : Bunyi Jantung I tunggal, intensitas normal
Bunyi jantung II splitting saat inspirasi dan
tunggal saat Ekspirasi (split tak
konstan),intensitas normal murmur(-),
gallop (-).
Kesan : Jantung dalam batas normal
Abdomen
1) Inspeksi : Datar, supel.
2) Auskultasi : Bising usus (+), normal (setiap 3-4 detik)
3) Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen
4) Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien tidak
teraba, nyeri tekan (-), turgor baik
Ekstremitas : Simetris, sianosis (-/-), akral hangat (+/+),
CRT< 2 detik
2. Status Psikiatri
a. Tingkah Laku : Normoaktif
b. Perasaan Hati : Normotimik, Eutim
c. Orientasi : Baik
d. Kecerdasan : Dalam batas normal
e. Daya Ingat : Dalam batas normal
3. Status Neuorolgis
a. Sikap tubuh : Lurus dan simetris
b. Gerakan Abnormal : Tidak ada
c. Cara berjalan : Tidak dapat dinilai
d. Ekstremitas : Lateralisasi dextra
34
4. Saraf Kranialis
Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri
N. I. Olfaktorius
Daya penghidu N N
N. II. Optikus
Daya penglihatan N N
Pengenalan warna N N
Lapang pandang N N
N. III. Okulomotor
Ptosis + +
Gerakan mata ke medial + +
Gerakan mata ke atas + +
Gerakan mata ke bawah + +
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung + +
N. IV. Troklearis
Strabismus divergen - -
Gerakan mata ke lat-bwh - -
Strabismus konvergen - -
N. V. Trigeminus
Menggigit N N
Membuka mulut N N
Sensibilitas muka N N
Refleks kornea + +
Trismus - -
N. VI. Abdusen
Gerakan mata ke lateral N N
Strabismus konvergen - -
N. VII. Fasialis
Kedipan mata + +
35
Lipatan nasolabial - -
Sudut mulut Lebih rendah Dbn
Mengerutkan dahi Dbn Dbn
Menutup mata + -
Meringis Tampak
Kelemahan Normal
Menggembungkan pipi Normal Normal
Daya kecap lidah 2/3 ant Tdk dilakukan Tdk dilakukan
N. VIII.
Vestibulokoklearis
Mendengar suara bisik Dbn Dbn
Tes Rinne Tdk dilakukan Tdk dilakukan
Tes Schwabach Tdk dilakukan Tdk dilakukan
N.IX (GLOSSOFARINGEUS) Keterangan
Arkus Faring Simetris
Daya Kecap 1/3 Belakang Tdk dinilai
Reflek Muntah Dalam batas normal
Sengau Tidak dapat dinilai
Tersedak Tidak
N. X (VAGUS) Keterangan
Arkus faring Dalam batas normal
Reflek muntah Dalam batas normal
Bersuara Dalam batas normal
Menelan Dalam batas normal
N. XI (AKSESORIUS) Keterangan
Memalingkan Kepala Dalam batas normal
Sikap Bahu Dalam batas normal
Mengangkat Bahu Dalam batas normal
Trofi Otot Bahu Tidak
36
N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan
Sikap lidah Dalam batas normal
Artikulasi Tidak dapat
berbicara
Tremor lidah Dalam batas normal
Menjulurkan lidah Dalam batas normal
Kekuatan lidah Dalam batas normal
Trofi otot lidah Dalam batas normal
Fasikulasi lidah Dalam batas normal
5. Fungsi Motorik
Gerakan
Kekuatan
Tonus
6. Refleks Fisiologis
Refleks Biceps Normal Normal
Refleks Triceps Normal Normal
Refleks ulna dan radialis Normal Normal
Terbatas
Bebas
Bebas
Terbatas
1/1/1/1
2/2/2/2
5
5/5/5/5
normal
normal
normal
5/5/5/5
normal
37
Refleks Patella Normal Normal
Refleks Achilles Normal Normal
7. Refleks Patologis
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Mendel Bachterew - -
Rosollimo - -
Gonda - -
Hofman Trommer - -
8. Fungsi Sensorik
Kanan Kiri
Eksteroseptif Terasa Terasa
Rasa nyeri Terasa Terasa
Rasa raba Terasa Terasa
Rasa suhu Terasa Terasa
Propioseptif Terasa Terasa
Rasa gerak dan sikap Terasa Terasa
Rasa getar Terasa Terasa
Diskriminatif Terasa Terasa
Rasa gramestesia Terasa Terasa
Rasa barognosia Terasa Terasa
Rasa topognosia Terasa Terasa
9. Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : negatif
Lasegue
Kernig sign
: negatif
: negatif
38
Pemeriksaan Brudzinski:
Brudzinski I : negatif
Brudzinski II : negatif
10. Fungsi Luhur
a. Fungsi Luhur : normal
b. Fungsi Vegetatif : BAK lancar dengan pispot, BAB belum
selama perawatan
11. Skor Siriraj
12. Algoritma Gajah Mada
a. Nyeri kepala (+)
b. Penurunan kesadaran (-)
c. Refleks Babinski (-)
Dalam kasus ini didapatkan hanya nyeri kepala yang positif
yang artinya mengarah ke stroke hemoragik intraserebral dan perlu
pemeriksaan penunjang yaitu Head CT Scan.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Hematologi
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Darah perifer lengkap
Hb 15.4 13,2 – 17,3 gr/dl
Ht 43.6 40 - 52%
Eritrosit 4.98 4,4– 5,9 juta/µL
MCV 87.5 82 – 98 fL
MCH 31.0 27 – 32 pg
MCHC 35.4 32 – 37 gr/dL
( 2,5 x 0 ) + ( 2 x 0 ) + ( 2 x 1 ) + ( 0,1 x 100 ) - ( 3 x 0 ) – 12 = 0
Hasil dari Siriraj -1 s/d 1 yang berarti meragukan
39
Trombosit 335.000 150.000 – 400.000/µL
Leukosit 7.6 3800 –10.600/µL
Hitung Jenis
Basofil 0.1 0-1%
Eosinofil 0.2 (L) 2-4 %
Neutrofil 71.3 (H) 50-70 %
Limfosit 20.8 (L) 25-40 %
Monosit 7.6 2-8 %
RDW 14.9 10-16
Kimia Klinik
GDS 114 (H) 74-106
SGOT 19 0-50 U/L
SGPT 8 0-50 U/L
Ureum 36 10-50 mg/dL
Kreatinin 1.28 (H) 0,82-1,1 mg/Dl
HDL DIRECT 45 28-63
LDL-
CHOLESTEROL 161.0 (H) <150
CHOLESTEROL 233 (H) <200
TRIGISERIDA 135 70 – 140 mg/dL
Elektrolit
Natrium 137 136-146
Kalium 4.4 3.5-5.1
Chlorida 101 98-106
Serologi
HBsAg Negatif Negatif
40
2. CT – Scan
Gambar 4. Hasil CT Scan Kepala Axial tanpa kontras
Expertise :
- Tampak lesi hipodens whitematter temporal kiri dan corona radiata kiri
- Sulkus kortikalis kanan kiri dan fissura lebar
- Ventrikel lateralis kanan kiri, Ventrikel III dan IV normal
- Tak tampak midline shifting
- Cisterna permesensephalic normal
- Pons dan cerebellum baik
- Tak tampak kesuraman sinus paranasales
41
Kesan :
- Infark pada whitematter temporal kiri dan corona radiata kiri
- Awal aging atrofi
I. Diagnosis Akhir
a. Diagnosis klinis : Hemiparesis Dextra Akut, Parese N.VII
dan N.XII Dextra
b. Diagnosis topis : Hemisfer Cerebri Sinistra
c. Diagnosis etiologi : Stroke Infark in Evolution Recurrent
d. Diagnosis tambahan : - Cephalgia Specific Stroke
- Dislipidemia
- Hipertensi
J. Diskusi II
Pada pemeriksaan fisik status generalisata ditemukan kesadaran E4VxM6
atau kesadaran penuh (compos mentis), dimana pasen memiliki orientasi yang baik
terhadap diri maupun lingkungan. Pasien dapat membuka mata secara spontan dan
terdapat kontak dengan mata periksa, mampu berkomunikasi dengan orientasi baik
dan mampu mengikuti perintah pemeriksa.
Saat dilakukan pemeriksaan tanda vital, tekanan darah pasien 150/100 mmHg
dimana menurut JNC7 termasuk hipertensi grade I, nadi 74x/menit dengan irama
regular isi cukup, laju nafas 20x/menit dalam batas normal, suhu 36.7 derajat
(Afebris), dan saturasi oksigern dalam keadaan baik walaupun tanpa bantuan nasal
kanul maupun nrm. Pada pemeriksaan fisik lokalis tidak ditemukan adanya
kelainan. Selanjutnya pemeriksaan status psikiatri tidak ditemukan adanya kelainan
seperti perilaku yang tidak normal atau hilangnya ingatan. Pada pemeriksaan
neurologis saraf kranialis ditemukan adanya parese nervus VII Dextra dimana
terdapat deviasi sudut bibir yang saat tesenyum. Pada pemeriksaan fungsi motorik
didapatkan adanya gerak yang terbatas dan kelemahan kekuatan otot. Hal ini di
sebabkan adanya lesi pada korteks motorik yang mengatur pergerakan otot.
Jika diaplikasikan pada perasat skor Siriraj yang mengandung penilaian
kesadaran, ada tidaknya muntah, atheroma dan nilai tekanan diastolik didapatkan
42
skor pada pasien ini adalah 0, yang interpretasinya adalah skor -1 s/d 1 adalah
meragukan sehingga perlu dilakukan pemeriksaan penunjang berupa Head CT
Scan. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin,
kimia klinik dan profil lipid untuk mencari faktor resiko lain yang kemungkinan
terlibat pada perjalanan penyakit stroke pada pasien ini. Hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan nilai yang signifikan adalah kadar gula darah sewaktu,
kolesterol, dan LDL meningkat. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan penunjang
CT-Scan kepala tanpa kontras yang merupakan Golden Diagnosis dalam
penegakkan diagnosis jenis stroke. Hasil CT-Scan menunjukkan adanya infark pada
whitematter temporal kiri dan corona radiata kiri. Kelainan pada hemisfer sinistra
inilah yang menyebabkan hemiparesis dextra karena jalur saraf motorik yang
berasal dari korteks ini bersilangan di dekusasio piramidalis, sehingga
mempersarafi ekstremitas kontralateralnya.
K. Tatalaksana
Non Medikamentosa
• Mulai menggerakan anggota badan
• Edukasi keluarga mengenai penyakitnya:
• Diagnosis pasien
• Tatalaksana yang akan dilakukan
• Prognosis dari penyakit yang diderita pasien
• Rehabilitasi Medik (Fisioterapi)
Medikamentosa
• IVFD Asering 20 tpm
• Inj. Citicolin 2 x 500 mg
• Inj. Piracetam 4x3 gr
• Inj. Ranitidin 2x1 amp
• Inj. Mecobalamin 1x1 amp
• PO Candesartan 1x 16 mg
43
L. Prognosis
Death : Dubia ad bonam
Disease : Dubia ad bonam
Dissability : Dubia
Discomfort : Dubia
Dissatisfaction : Dubia ad bonam
Distutition : Dubia ad bonam
M. Diskusi III
Tata laksana pada pasien ini meliputi tatalaksana non medikamentosa dan
medikamentosa. Tata laksana non medikamentosa meliputi mulai menggerakan
anggota badan, edukasi dan rehabilitasi medik. Pemberian medikamentosa pada
pasien stroke terbagi atas fase akut dan fase pasca akut dilihat dari hari onset
penyakitnya. Pada pasien ini karena onsetnya hari - 0 maka diberikan terapi fase
akut.
a. IVFD Asering 20 tpm
Stabilisasi hemodinamik dilakukan dengan pemberian cairan kristaloid
secara intravena
b. Inj. Citicolin 2 x 500 mg
Citicolin berperan untuk perbaikan membran sel saraf melalui peningkatan
sintesis phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik yang rusak
melalui potensiasi dari produksi asetilkolin. Citicoline juga menunjukkan
kemampuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif, Citicoline
diharapkan mampu membantu rehabilitasi memori pada pasien dengan
luka pada kepala dengan cara membantu dalam pemulihan darah ke otak.
c. Inj Piracetam 4x3 gr
Piracetam berfungsi untuk meningkatkan deformabilitas eritrosit yang
merupakan elastisitas dan kemampuan sel darah merah melewati
mikrovaskuler tanpa mengalami perubahan bentuk dan fungsi. Dengan
meningkatnya deformabilitas eritrosit maka akan mempermudah aliran
darah melewati pembuluh darah otak yang kecil sehingga memperbaiki
keadaan iskemia.
44
d. Inj Ranitidine 2x1 amp
Ranitidine merupakan antagonis histamin dari reseptor H2 dimana sebagai
antagonis histamin, ranitidine dikenal lebih potensial daripada cimetidine
dalam fungsinya untuk menghambat sekresi asam lambung pentagastrin-
stimulated. Fungsi ini dikarenakan antagonis histamin dari reseptor
histamin H2 ini bekerja untuk menghambat sekresi asam lambung. Pada
pasien ini diberikan rantidine untuk menghambat sekresi asam lambung,
sehingga dapat mengurangi keluhan mual pada pasien.
e. Inj Mecobalamin 1 x 1 amp
Mecobalamin adalah metabolit dari vitamin B12 yang berperan sebagai
koenzim dalam proses pembentukan methionin dari homosystein. Reaksi
ini berguna dalam pembentukan DNA, serta pemeliharaan fungsi saraf.
Mecobalamin berperan pada neuron susunan saraf melalui aksinya
terhadap reseptor NMDA dengan 32 perantaraan S-adenosilmethione
(SAM) dalam mencegah apoptosis akibat glutamate-induced
neurotoxicity. Hal ini menunjukkan adanya kemungkinan peranan
mecobalamin pada terapi stroke, cedera otak, penyakit Alzheimer,
Parkinson, termasuk juga dapat dipakai untuk melindungi otak dari
kerusakan pada kondisi hipoglikemia dan status epileptikus (Meliala &
Barus, 2008).
f. PO Candesartan 1x 16 mg
Candesartan bekerja sebagai antagonis reseptor angiotensin II tipe 1.
Aktivitas ini memblokir efek angiotensin II dan menyebabkan penurunan
tekanan darah dan retensi cairan. Karena candesartan hanya menghalangi
pengikatan angiotensin II ke reseptor targetnya, aksinya tidak bergantung
pada langkah hulu yang mengarah ke biosintesis angiotensin II. Reseptor
angiotensin II tipe 2 juga ada, tetapi tidak berperan dalam pemeliharaan
tekanan darah dan hemodinamik normal. Selain itu, candesartan mengikat
reseptor angiotensin II tipe 1 sepuluh ribu kali lebih kuat daripada tipe 2.16
45
N. Follow Up
22/1/21
HP 3
S : Lemah anggota gerak kanan, mata membuka spontan,
kontak mata dan mengerti pembicaraan (+), tidak dapat
berbicara (+), nyeri kepala (+) sedikit, pusing(+) sedikit,
mual (-), muntah (-), BAB (-), BAK (+) dbn.
O :
KU : Compos mentis. E4VxM6
TD : 150/100 mmHg
Nadi : 74 x/mnt
RR : 18 x/mnt
Suhu : 36,7 0C
SpO2 : 96%
Ekstremitas:
motorik gerakan terbatas / bebas dan terbatas / bebas
motorik kekuatan 1 / 3 dan 2 / 3
Refleks fisiologis +/+, Babinski -, Rangsang Meningeal -
Hasil lab darah rutin, profil lipid, gula darah, fungsi
ginjal, fungsi hati, dan elektrolit terlampir
A :
Stroke Infark dd Stroke onset H-IV
P :
- IVFD Asering 20 tpm
- Inj. Citicolin 2 x 500 mg
- Inj. Piracetam 4x3 gr
- Inj. Ranitidine 2x1 amp
- Inj. Mecobalamin 1x1
amp
- PO Candesartan 1x 16 mg
CT Scan Head Axial
Tunggu Expertise
23/2/21
HP 4
S : Lemah anggota gerak kanan, mata membuka spontan,
kontak mata dan mengerti pembicaraan (+), tidak dapat
berbicara (+), sakit kepala (-), pusing (-), BAB (-), BAK
(+) N.
O :
KU : Compos mentis. E4VxM6
TD : 140/100 mmHg
Nadi : 84 x/mnt
RR : 19 x/mnt
Suhu : 36,7 0C
SpO2 : 98%
Ekstremitas:
motorik gerakan terbatas / bebas dan terbatas / bebas
motoric kekuatan 1 / 5 dan 2 / 5
P :
- IVFD Futrolit 20 tpm
- Inj. Piracetam 4x3 gr
- Inj. Ranitidine 2x1 amp
- Inj. Mecobalamin 1x1
amp
- Inj. Citicolin 2x1000
- PO Candesartan 1x16 mg
- PO Lumbricus 2x1
- PO Atorvastatin 1x20
mg
- PO Aspilet 1x1
- PO Ginkgo biloba 1x1
Konsul Fisioterapi Besok
46
Hasil Head CT Scan (20/02/2021):
Kesan :
- Infark pada whitematter temporal kiri dan
corona radiata kiri
- Awal aging atrofi
A :
• Stroke Infark onset H-V Rekuren
24/2/21
HP 5
S : Lemah anggota gerak kanan, mata membuka spontan,
kontak mata dan mengerti pembicaraan (+), tidak dapat
berbicara (+), sakit kepala (-), pusing (+) berkurang,
BAB (-) Sejak masuk RS, BAK (+) N.
O :
KU : Compos mentis. E4VxM6
TD : 150/100 mmHg
Nadi : 64 x/mnt
RR : 20 x/mnt
Suhu : 36,7 0C
SpO2 : 97%
Ekstremitas:
motorik gerakan terbatas / bebas dan terbatas / bebas
motoric kekuatan 1 / 5 dan 2 / 5
A :
Stroke Infark dd Stroke VI
P :
- IVFD Futrolit 20 tpm
- Inj. Piracetam 4x3 gr
- Inj. Ranitidine 2x1 amp
- Inj. Mecobalamin 1x1
amp
- PO Candesartan 1x16 mg
- PO Lumbricus 2x1
- PO Atorvastatin 1x20 mg
- PO Aspilet 1x1
- PO Ginkgo biloba 1x1
- PO Laxadin Syr 3xC1
25/2/21
HP 6
S : Lemah anggota gerak kanan, mata membuka spontan,
kontak mata dan mengerti pembicaraan (+), tidak dapat
berbicara (+), sakit kepala (-), pusing (+) sedikit, BAB (-
) Sejak masuk RS, BAK (+) N.
O :
KU : Compos mentis. E4VxM6
TD : 150/100 mmHg
Nadi : 72 x/mnt
RR : 18 x/mnt
Suhu : 36,7 0C
P :
- IVFD Futrolit 20 tpm
- Inj. Piracetam 4x3 gr
- Inj. Ranitidine 2x1 amp
- Inj. Mecobalamin 1x1
amp
- PO Candesartan 1x16 mg
- PO Lumbricus 2x1
- PO Atorvastatin 1x20 mg
- PO Aspilet 1x1
47
SpO2 : 97%
Ekstremitas:
motorik gerakan terbatas / bebas dan terbatas / bebas
motoric kekuatan 1 / 5 dan 2 / 5
A :
Stroke Infark dd Stroke onset H-VII
- PO Ginkgo biloba 1x1
- PO Laxadin Syr 3xC1
- PO Amlodipin 1x10 mg
BLPL Hari ini
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Konsensus
Nasional Pengelolaan Stroke di Indonesia, Jakarta, 1999.
2. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta : EGC.
3. Ridharta, Priguna; Mardjono, Mahar. 2010. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta :
Dian Rakyat.
4. National Institute of Neurological Disorders and Stroke: Classification of
cerebrovascular disease III. Stroke 1990, 21: 637-76.
5. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline
Stroke 2000 Seri Pertama, Jakarta, Mei 2000.
6. Pusinelli W.: Pathophysiology of acute ischemic stroke. Lancet 1992, 339:
533-6.
7. Widjaja D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan, Surabaya 2002.
8. Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan
stroke (terjemahan). cetakan kedua. PT Buana Ilmu Populer. Jakarta. 2006
9. Pertemuan Nasional III Nyeri, Nyeri Kepala & Vertigo PERDOSSI, Solo, 4-6
Juli 2008
10. Price Sylvia. Patofisiologi. Edisi 6. Volume 1. EGC: Jakarta. 2006. hal : 231-
236 & 485-90.
11. Ginsberg, L. 2008. Lecture Notes: Neurologi. Edisi-8. Erlangga Medical
Series. Jakarta. 74-75
12. Rasad, Sjahriar. 2009. Radiologi Diagnostik. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
Halaman 359.
13. Hedna VS, Bodhit AN, Ansari S, Falchook AD, Stead L, Heilman KM, Waters
MF. Hemispheric Differences in Ischemic Stroke: Is Left-Hemisphere Stroke
More Common?. University of Florida. USA. Halaman 97.
14. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ, editors. Basic & clinical pharmacology.
12th ed. New York: McGraw-Hill Medical; 2012.
15. Khaku AS, Tadi P. Cerebrovascular Disease. [Updated 2020 Nov 23]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan
49
16. Bulsara KG, Makaryus AN. Candesartan. [Updated 2020 Jul 10]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-
17. Ahmed F. (2012). Headache disorders: differentiating and managing the
common subtypes. British journal of pain, 6(3), 124–132.
https://doi.org/10.1177/2049463712459691
18. Lee, V., Ang, L. L., Soon, D., Ong, J., & Loh, V. (2018). The adult patient with
headache. Singapore medical journal, 59(8), 399–406.
https://doi.org/10.11622/smedj.2018094
19. Steiner, T. J., & Fontebasso, M. (2002). Headache. BMJ (Clinical research
ed.), 325(7369), 881–886.
20. Oliveira, F. A. A., & Sampaio Rocha-Filho, P. A. (2019). Headaches Attributed
to Ischemic Stroke and Transient Ischemic Attack. Headache: The Journal of
Head and Face Pain. doi:10.1111/head.13478