Upload
ajeng-kamila
View
103
Download
17
Embed Size (px)
STATUS NEUROLOGIS
RSPAU DR. ESNAWAN ANTARIKSA
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. H
Umur : 69 tahun
Alamat : Jalan Nusa Indah no. 5, Duren Sawit
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Tgl. Masuk RS : 27 Juli 2012
II. RIWAYAT PENYAKIT
Anamnesis
Autoanamnesis dan alloanamnesis (anak pasien), tanggal 31 Juli 2012, jam 15.00 WIB
Keluhan utama : Lengan dan tungkai kanan terasa lemas sejak pagi SMRS
Keluhan tambahan : Mulut terasa kaku, bicara pelo, sulit menelan saat makan atau
minum
Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang
4 tahun SMRS pasien mengeluh tiba-tiba lengan dan tungkai kanan terasa lemas saat
sedang mencuci piring. Keesokan harinya lengan dan tungkai kanan tidak bisa
digerakkan. Os juga mengaku bicaranya menjadi pelo. Os langsung dibawa ke rumah
sakit dan di diagnosis stroke. Os rutin minum obat dan fisioterapi selama 2 tahun. Os
mengaku dengan rutin berobat dan fisioterapi tersebut ada perubahan namun minimal.
Tangan sudah bisa digerakkan sedikit. Os mulai bias berjalan menggunakan tongkat.
3 tahun SMRS Os mulai jarang berobat dan fisioterapi. Kondisi Os berangsur –
angsur memburuk. Os sering dirawat di rumah sakit.
1 bulan SMRS Os terjatuh, kepalanya terbentur lantai, sisi kiri daerah wajah dan leher
Os memar. Memar berangsur – angsur meluas di kedua sisi daerah bawah mata. Setelah
jatuh Os sempat tidak sadarkan diri, dan mengeluh sakit kepala setelah sadar. Os
kemudian dibawa ke rumah sakit, dirawat, dan setelah keluhan sudah tidak ada lagi Os
pulang.
1
1 hari SMRS kondisi Os kembali drop. Os merasa lemas pada lengan dan tungkai
sebelah kanan. Os juga mengeluh mulutnya menjadi kaku, bicaranya menjadi pelo, dan
mengalami sulit menelan saat makan atau minum. Esok harinya Os langsung dibawa ke
rumah sakit.
Riwayat Penyakit Dahulu
Os pernah mengalami penyakit seperti ini 4 tahun yang lalu. Os memiliki riwayat
penyakit darah tinggi. Riwayat penyakit kencing manis, alergi obat dan alergi makanan
disangkal. Riwayat operasi sebelumnya juga disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit seperti Os dalam keluarga. Ayah Os memilii riwayat penyakit
darah tinggi. Riwayat penyakit kencing manis, alergi obat dan alergi makanan tidak
diketahui.
Riwayat Kebiasaan
Os gemar mengkonsumsi makanan berlemak. Os tidak memiliki riwayat kebiasaan
merokok.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15 (E4M6V5)
E4 = membuka mata secara spontan
M6 = mengikuti perintah
V5 = orientasi baik dengan disatria
Vital sign :
Tekanan darah : 180 / 100 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5 oC
2
Status Generalis
Kepala : Normocephalic
Rambut : Putih, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), palpebra udema
(-/-)
Telinga : Liang lapang, serumen (-/-)
Hidung : Septum tidak deviasi, sekret (-/-), pernafasan cuping hidung(-)
Mulut : bibir tidak kering, sianosis (-)
Leher :
Pembesaran KGB : (-)
Trakhea : Sentral
Pembesaran tiroid : (-)
JVP : Tidak meningkat
Toraks :
Cor :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba
Perkusi : Batas atas : intercostal II garis parasternal kiri
Batas kanan : garis parasternal kanan IV
Batas kiri : intercostal V garis midklavikula kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (+)
Pulmo
Inspeksi : Pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris
Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar dan simetris
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Extremitas :
Superior : oedem (-/-), sianosis (-/-), turgor kulit baik
Inferior : oedem (-/-), sianosis(-/-), turgor kulit baik
3
IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Saraf cranialis (Kanan/kiri)
N. Olfactorius (N.I)
Daya penciuman hidung : Tidak dilakukan
N. Opticus (N.II)
Tajam penglihatan : 0/ >1/60
Lapang penglihatan : Tidak dapat dilakukan (pasien tidak kooperatif)
Tes warna : Tidak dilakukan
Fundus oculi : Tidak dilakukan
N. Occulomotorius, N.Trochlearis, N.Abdusen (N.III – N.IV – N.VI)
Kelopak mata
Ptosis : (-/-)
Lagoftalmus : (+/-)
Endophtalmus : (-/-)
Exopthalmus : (-/-)
Pupil
Ukuran : (3 mm / 3 mm)
Bentuk : (Bulat / Bulat)
Isokor/anisokor : (Isokor)
Posisi : (Sentral / Sentral)
Refleks cahaya langsung : (-/+)
Refleks cahaya tidak langsung : (-/-)
Gerakan bola mata
Medial, lateral : (+/+)
Superior, inferior : (+/+)
Obliqus, superior : (+/+)
Obliqus, inferior : (+/+)
N. Trigeminus (N.V)
Sensibilitas
Ramus oftalmikus : Kurang / Normal
Ramus maksilaris : Kurang / Normal
4
Ramus mandibularis : Kurang / Normal
Motorik
M.maseter : Kurang/Baik
M.tempolaris : Kurang/Baik
N. Fascialis (N.VII)
Inspeksi wajah sewaktu diam
Kerutan dahi : Simetris
Tinggi alis : Simetris
Sudut mata : Simetris
Lipatan nasolabial : Sisi kanan menghilang
Sudut mulut : Sudut bibir kanan tertinggal
Inspeksi wajah sewaktu gerak
Mengerutkan dahi : (-)
Menutup mata kuat-kuat : (-/+)
Meringis : Sudut bibir kanan tertinggal
Bersiul : Tidak dilakukan
Mengembungkan pipi : Kanan lebih lemah
Sensoris
Pengecapan 2/3 depan lidah : Tidak dilakukan
N. Acusticus (N.VIII)
N.vestibularis
Test vertigo : Tidak dilakukan
Nistagmus : (-/-)
Tinitus : (-/-)
N.cochlearis
Weber : Tidak dilakukan
Rinne : Tidak dilakukan
Schwabach : Tidak dilakukan
N. Glossopharingeus dan N.Vagus (N.IX dan N.X)
Suara bindeng/nasal : (-)
Disfonia : (-)
5
Disartria : (+)
Disfagia : (+)
Posisi uvula : Sulit dilihat
Palatum mole : Istirahat : Sulit dilihat
Bersuara : Tidak dilakukan
Arcus palatoglossus : Istirahat : Sulit dilihat
Bersuara : Tidak dilakukan
Arcus palatoparingeus : Istirahat : Sulit dilihat
Bersuara : Tidak dilakukan
Refleks batuk : (+)
Refleks muntah : (+)
Pengecapan 1/3 belakang lidah : Tidak dilakukan
Peristaltik usus : Bising usus (+) normal
Denyut jantung : Reguler
N. Accesorius (N.XI)
M.Sternocleidomastoideus : Tidak dapat dilakukan (pasien tidak kooperatif)
M.Trapezius : Tidak dapat dilakukan (pasien tidak kooperatif)
N. Hipoglossus (N.XII)
Atropi : (-)
Fasikulasi : (-)
Deviasi : (-)
Disartria : (+)
Kekuatan otot lidah menekan bagian dalam pipi: Tidak dapat dilakukan (pasien tidak
kooperatif)
Tanda perangsangan selaput otak
Kaku kuduk : (-)
Kernig test : (-)
Lasseque test : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
6
Sistem motorik Superior kanan/kiri Inferior kanan/kiri
Gerak : (hipoaktif/aktif) (hipoaktif/aktif)
Kekuatan otot : (2/5) (2/5)
Tonus : (Normal/Normal) (Normal/Normal)
Klonus : (Normal/Normal) (Normal/Normal)
Tropi : (Normal/Normal) (Normal/Normal)
Refleks fisiologis : Biceps (hiperrefleks/+) Pattela (hiperrefleks/+)
Triceps (hiperrefleks/+) Achiles (hiperrefleks/+)
Refleks patologis : Hoffman trommer (+/-)
Babinsky (+/-)
Chaddock (+/-)
Oppenheim (+/-)
Schaefer (+/-)
Gordon (+/-)
Gonda (+/-)
Sensibilitas
Eksteroseptif / rasa permukaan (Superior/Inferior)
Rasa raba : (+/+)
Rasa nyeri : (+/+)
Rasa suhu panas : Tidak dilakukan
Rasa suhu dingin : Tidak dilakukan
Proprioseptif / rasa dalam
Rasa sikap : Tidak dilakukan
Rasa getar : Tidak dilakukan
Rasa nyeri dalam : (+/+)
Fungsi kortikal untuk sensibilitas
Asteriognosis/taktil : (-)
Grafognosis : (-)
Two point discrimination : Tidak dilakukan.
Koordinasi
Tes telunjuk hidung : (-/-)
Tes pronasi supinasi : (-/-)
7
Susunan saraf otonom
Miksi : Inkontinensia uri
Defekasi : Tidak ada keluhan
Salivasi : Normal
Fungsi luhur
Fungsi bahasa : Disartria
Fungsi orientasi : Kurang
Fungsi memori : Kurang
Fungsi emosi : Baik
Score Siriradge
a. Kesadaran : Tidak ada gangguan
= 0
b. Muntah : Tidak ada
= 0
c. Sakit kepala : Tidak ada
= 0
d. TD sistole : Waktu MRS ( 180/90)
= 9
e. Tanda aterome : Tidak ada
= 0
Jumlah = 9 – 12
= -3
Total Score :
> 1 : Stroke Hemoragic
< -2 : Stroke Non Hemoragic / infark cerebri
V. RESUME
Pasien perempuan umur 69 tahun, MRS RSPAU DR. ESNAWAN ANTARIKSA 27 Juli
2012 datang dengan lengan dan tungkai kanan terasa lemas,mulut kaku, disartria (+),
disfagia (+).
Pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran Compas Mentis, GCS E4M6V5 TD = 180/100
mmHg, nadi 84 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu 36,5o C.
8
Pemeriksaan neurologis ditemukan : hemiparese dextra, parese N. II dan N. III dextra,
parese N.V dextra, parese N.VII dextra tipe central, parese N.IX dan X dextra, parese
N.XII dextra tipe central
Refleks patologis : Babinsky (+/-), Chaddock (+/-), Oppenheim (+/-), Schaefer (+/-),
Gordon (+/-), Gonda (+/-).
Algoritma stroke Siriradge : penurunan kesadaran (-), muntah (-), sakit kepala (-), 1/10
TD diastol awal=9, tanda aterome: tidak ada
Ciriradge score : -3 (< -1 = Stroke Non Hemoragic)
VI. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
27 Juli 2012
Hematologi:
Hb : 15,3g/dl
Leukosit : 7.000/mm3
Trombosit : 325.000/mm3
Hematokrit : 34%
Kimia darah:
Ureum : 62 mg/dl (N: 10-50 mg/dl)
Creatinin : 1,33 mg/dl (N: 0,6-1,2 mg/dl)
Gula darah nuchter : 177 mg/dL (N : 80-100 mg/dL)
30 Juli 2012
Hematologi:
Hb : 12 g/dl
Leukosit : 5.400/mm3
Trombosit : 110.000/mm3
Hematokrit : 32%
Kimia darah:
Bilirubin total : 0,80 mg/dl
Bilirubin direk : 0,27 mg/dl
Bilirubin indirek : 0,53 mg/dl
Protein total : 7,8 g/dl
Albumin : 3,9 g/dl
9
Globulin : 3,9 g/dl
SGOT : 25 u/L
SGPT : 47 u/L
Cholesterol : 288 mg/dl
Triglyceride : 139 mg/dl
Ureum : 52 mg/dl (N: 10-50 mg/dl)
Creatinin : 1,17 mg/dl (N: 0,6-1,2 mg/dl)
Asam urat : 4,1 mg/dl
Gula darah nuchter : 175 mg/dL (N : 80-100 mg/dL)
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG (27 Juli 2012)
1. Thoraks foto AP
Kesan : Cor: Kardiomegali
Pulmo: dbn
2. CT – Scan
Kesan : Infark temporoparietal kiri dan capsula interna kiri
Atrofi cerebri terutama hemisfer kiri
VI. DIAGNOSIS KERJA
Klinis : Hemiparese dextra, parese N. II dan N. III dextra, parese N.V dextra , parese
N.VII dextra tipe central, parese N.IX dan X dextra, parese N.XII dextra tipe
central
Topis : Infark temporoparietal sinistra dan capsula interna sinistra
Etiologi : Stroke non haemoragik
Faktor resiko: Hipertensi
Usia
IX. PENATALAKSANAAN
Umum
Tirah baring
Konsul Sp.S dan Sp.PD
Dietetik : makanan bubur saring rendah (garam, lemak)
10
Therapi medikamentosa
- IVFD Asering 20 tpm
- Oksigen 2 liter/menit
- Douer cateter
- Aspilet 1x1
- Clopidogrel 1x1
- Captopril 25 mg 2x1
- Neurodek inj 1 amp/12 jam
- Piracetam inj 3 gr / 8 jam
Rehabilitasi
- Nursing rehabilitasi : pindah posisi (alih baring) tiap 2 jam
- Speech therapy
- Mobilisasi pasif
- Ocupasi
- Psikologi
X. PROGNOSA
- Quo ad vitam = Dubia ad bonam
- Quo ad Sanationam = Dubia ad malam
- Quo ad Fungsionam = Dubia ad malam
11
FOLLOW UP
Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi
1-08-2012 Lengan kanan dan tungkai kanan
lemas sulit digerakkan. Bicara pelo.
Sulit menelan.
TD: 180/10 mmHg
N: 86x/menit
S: 36,5⁰ C
P: 24x/menit
Infus RL 20 tts/mnt
Aspilet 1x1
Ranitidin 2x1
Neurodex 2x1
Captopril 25mg 2x1
22-08-2008 Lengan kanan dan tungkai kanan
lemas sulit digerakkan. Bicara pelo.
Sukit menelan.
TD: 160/100 mmHg
N: 86x/menit
S: 36,7⁰ C
P: 20x/menit
Kekuatan otot:
2 5
2 5
Infus RL 20 tetes/menit
Aspilet 1x1
Ranitidin 2x1
Neurodex 2x1
Captopril 25mg 2x1
12
TINJAUAN PUSTAKA
STROKE
1. Definisi
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal
maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24
jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke pada prinsipnya
terjadi secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila
karena trauma maka tak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh
darah otak disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.
2. Jenis stroke
Berdasar penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke
hemorragik.
a. stroke iskemik
yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak karena obstruksi
atau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan gambaran infark pada
CT-Scan kepala. Aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat
suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83%
mengalami stroke jenis ini. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh
darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis
interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung
aorta jantung.
Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh :
Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis
sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena
setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke
sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan
mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.
Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga
tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari
jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli =
sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita
13
yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau
gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).
Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari
sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung
di dalam sebuah arteri.
Peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke
otak.
Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh
darah di otak dan menyebabkan stroke.
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah
ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika
tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang
mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan
jantung atau irama jantung yang abnormal.
Macam – macam stroke iskemik :
i. TIA
Didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan
gangguan setempat pada otak atau iskemi retina yang terjadi dalam waktu kurang
dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko terjadinya stroke di
masa depan.
ii. RIND
Defisit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jam
iii. Progressive stroke
iv. Complete stroke
v. Silent stroke
b. Stroke hemorragik
Pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah
merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya contoh perdarahan
intraserebral, perdarahan subarachnoid, perdarahan intrakranial et causa AVM.
Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.
14
3. Faktor Resiko
suku bangsa (negro/spanyol)
jenis kelamin (pria)
kurang olah raga.
usia lanjut
Obesitas
Diabetes mellitus
Hipertensi
Penyakit jantung
Merokok
Alkohol
Diet
Riwayat keluarga
Usia merupakan faktor risiko stroke, semakin tua usia maka risiko terkena strokenya pun
semakin tinggi. Namun, sekarang kaum usia produktif perlu waspada terhadap ancaman
stroke. Pada usia produktif, stroke dapat menyerang terutama pada mereka yang gemar
mengkonsumsi makanan berlemak dan narkoba (walau belum memiliki angka yang pasti).
Gaya hidup selalu menjadi kambing hitam berbagai penyakit yang menyerang usia produktif.
15
Generasi muda sering menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan seringnya
mengkonsumsi makanan siap saji yang sarat dengan lemak dan kolesterol tapi rendah serat.
4. Gejala stroke
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan
kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi
bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak
yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu)
diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau
terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang
terkena.
Membaca isyarat stroke dapat dilakukan dengan mengamati beberapa gejala stroke
berikut:
1. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh.
2. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.
3. Penglihatan ganda.
4. Pusing.
5. Bicara tidak jelas (pelo).
6. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
7. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.
8. Pergerakan yang tidak biasa.
9. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
10. Ketidakseimbangan dan terjatuh.
11. Pingsan.
Kelainan neurologis yang terjadi akibat serangan stroke bisa lebih berat atau lebih luas,
berhubungan dengan koma atau stupor dan sifatnya menetap. Selain itu, stroke bisa
menyebabkan depresi atau ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi.
Stroke juga bisa menyebabkan edema atau pembengkakan otak. Hal ini berbahaya karena
ruang dalam tengkorak sangat terbatas. Tekanan yang timbul bisa lebih jauh merusak
jaringan otak dan memperburuk kelainan neurologis, meskipun strokenya sendiri tidak
bertambah luas.
16
5. Diagnosis Stroke
Diagnosis stroke adalah secara klinis beserta pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan antara lain CT scan kepala, MRI. Untuk menilai kesadaran penderita
stroke dapat digunakan Skala Koma Glasgow. Untuk membedakan jenis stroke dapat
digunakan berbagai sistem skor, seperti Skor Strok Siriraj, Algoritma Stroke Gajah Mada,
atau Algoritma Junaedi
Diagnosis stroke biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi kerusakan pada
otak. Ada dua jenis teknik pemeriksaan imaging (pencitraan) untuk mengevaluasi kasus
stroke atau penyakit pembuluh darah otak (Cerebrovascular Disease/CVD), yaitu Computed
Tomography (CT scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
CT scan diketahui sebagai pendeteksi imaging yang paling mudah, cepat dan relatif
murah untuk kasus stroke. Namun dalam beberapa hal, CT scan kurang sensitif dibanding
dengan MRI, misalnya pada kasus stroke hiperakut.
Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI. Kedua
pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, apakah
perdarahan atau tumor otak. Kadang dilakukan angiografi yaitu penentuan susunan pembuluh
darah/getah bening melalui kapilaroskopi atau fluoroskopi.
6. Jenis Patologi Stroke
Stroke didiagnosis berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologis. Berikut ini
contoh skor dan algoritma untuk membedakan jenis patologi stroke berupa stroke infark dan
stroke perdarahan:
a. Rumus skor Stroke Siriraj:
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan
diastolik) - (3 x petanda ateroma) – 12
Derajat kesadaran :
0=kompos mentis;
1=somnolen;
2=sopor/koma
Vomitus:
0=tidak ada; 1= 0=tidak ada; 1=ada
Nyeri kepala:
0=tidak ada; 1=ada
17
Ateroma:
0=tidak ada;
1= salah satu atau lebih: diabetes, angina, penyakit pembuluh darah
Hasil skor Stroke Siriraj :
Skor >1 : perdarahan supratentorial
Skor -1 s.d. 1 : perlu CT Scan
Skor <-2 : infark cerebri
b. Algoritma Stroke Gadjah Mada
Untuk menegakkan diagnosis dan menentukan jenis patologi stroke di RS Dr. Sardjito
digunakan Algoritma Stroke Gadjah Mada.
18
c. Skor Stroke Djoenaedi
Gejala klinis Onset Nilai
1. TIA sebelum serangan 1
2. Permulaan serangan Sangat mendadak(1-2 menit) 6,5
Mendadak (menit- 1 jam) 6,5
Pelan-pelan (beberapa jam) 1
3. Waktu serangan Bekerja (aktivitas) 6,5
Istirahat/duduk/tidur 1
Bangun tidur 1
4. Sakit kepala Sangat hebat 10
Hebat 7,5
Ringan 1
Tidak ada 0
5. Muntah Langsung sehabis serangan 10
Mendadak (menit-jam) 7,5
Pelan-pelan (1 hari / >) 1
Tidak ada 0
6. Kesadaran Menurun langsung waktu serangan 10
Menurun mendadak (menit-jam) 10
Menurun pelan-pelan (1 hari/ >) 1
Menurun sementara lalu sadar lagi 1
Tidak ada gangguan 0
7. Tekanan darah sistolik Waktu serangan sangat tinggi (>200/110) 7,5
Waktu MRS sangat tinggi (>200/110) 7,5
Waktu serangan tinggi (>140/100) 1
Waktu MRS tinggi (>140/100) 1
8.Tanda rangsangan selaput Otak Kaku kuduk hebat 10
Kaku kuduk ringan 5
Kaku kuduk tidak ada 0
19
9. Pupil Isokor 5
Anisokor 10
Pinpoint kanan/kiri 10
Midriasis kanan/kiri 10
Kecil dan reaksi lambat 10
Kecil dan reaktif 10
10. Fundus okuli Perdarahan subhialoid 10
Perdarahan retina(flame shaped) 7,5
Normal 0
TOTAL SKOR : > 20 : Stroke Hemoragik
< 20 : Stroke Non hemoragik
7. Penanganan Stroke
Penderita stroke biasanya diberikan oksigen, dipasang infus untuk memasukkan cairan dan
zat makanan, diberikan manitol atau kortikosteroid untuk mengurangi pembengkakan dan
tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut
Jika mengalami serangan stroke, segera dilakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah
penyebabnya bekuan darah atau perdarahan yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur
bekuan darah.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau
dipulihkan jika recombinant tissue plasminogen activator (RTPA) atau streptokinase yang
berfungsi menghancurkan bekuan darah diberikan dalam waktu 3 jam setelah timbulnya
stroke.
Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak
pernah diberikan kepada penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah risiko
terjadinya perdarahan ke dalam otak.
Penderita stroke biasanya diberikan oksigen dan dipasang infus untuk memasukkan cairan
dan zat makanan. Pada stroke in evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi
obat ini tidak diberikan jika telah terjadi completed stroke.
20
Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati. Memperbaiki aliran darah ke
daerah tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak
dilakukan pembedahan.
Pengangkatan sumbatan pembuluh darah yang dilakukan setelah stroke ringan atau
transient ischemic attack, ternyata bisa mengurangi risiko terjadinya stroke di masa yang
akan datang. Sekitar 24,5% pasien mengalami stroke berulang.
Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut,
biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid. Penderita stroke yang sangat berat mungkin
memerlukan respirator (alat bantu bernapas) untuk mempertahankan pernafasan yang
adekuat. Di samping itu, perlu perhatian khusus kepada fungsi kandung kemih, saluran
pencernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena penekanan).
Stroke biasanya tidak berdiri sendiri, sehingga bila ada kelainan fisiologis yang menyertai
harus diobati misalnya gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, tekanan darah tinggi
dan infeksi paru-paru. Setelah serangan stroke, biasanya terjadi perubahan suasana hati
(terutama depresi), yang bisa diatasi dengan obat-obatan atau terapi psikis.
21
REHABILITASI MEDIK PENDERITA STROKE
Rehabilitasi medik adalah suatu program yang disusun untuk memberi kemampuan kepada
penderita yang mengalami disabilitas fisik dan atau penyakit kronis, agar mereka dapat hidup
atau bekerja sepenuhnya sesuai dengan kapasitasnya.
Pelayanan rehabilitasi medik berbeda dengan pelayanan kesehatan medik lainnya, yang
dilakukan oleh tim yang terdiri dari berbagai disiplin :
Dokter Rehabilitasi medik sebagai ketua tim.
Perawat rehabilitasi, melakukan positioning yang benar, latihan buang air besar /kecil,
mobilisasi bersama fisioterapi dan terapi okupasional yang benar dibangsal.
Fisioterapis, memeriksa dan mengevaluasi gangguan motorik dan sensorik yang
mempengaruhi fungsi dan menyesuaikan program fisioterapi secara individu sesuai
keadaan pasien.
22
Terapi okupasional, dapat memberi alat penyesuaian, alat pelindung atau alat bantu yang
dibutuhkan.
Pekerja sosial medik (PSM) mengadakan penilaian terhadap kebutuhan penderita dan
keluarganya selama dirawat.
Speech Terapist atau terapi wicara, mengevaluasi problem komunikasi.
Psikolog, mengevaluasi keadaan psikologi penderita secara tuntas, termasuk keluarganya.
Penderita dan keluarganya, diskusi yang memadai mengenai penyakit dan defisit
neorologik adalah penting untuk mengetahui gangguan fungsional yang sebenarnya.
Rehabilitasi pada jangka pendek dikerjakan pada tahap akut dan awal, dengan tujuan agar
penderita secepat mungkin dapat bangkit dari tempat tidur dan bebas dari ketergantungan
pada pihak lain terutama dalam kegiatan hidup sehari-hari misalnya makan,minum, dan ganti
pakaian. Sementara, harapan rehabilitasi adalah percepatan pemulihan keadaan sekaligus
mengurangi derajat ketidakmampuan.
Untuk maksud tersebut dikenal empat macam pendekatan, ialah:
1. Memulihkan keterampilan lama, untuk anggota yang lumpuh
2. Memperkenalkan sekaligus melatih keterampilan baru, untuk anggota yang tidak lumpuh
3. Memperoleh kembali hal-hal atau kapasitas yang telah, hilang dan di luar kelumpuhan
4. Mempengaruhi sikap penderita, keluarga, dan therapeutic team.
Prinsip – prinsip rehabilitasi
1. Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan dapat dimulai sejak dokter melihat penderita
untuk pertama kalinya. Lebih dari itu, sebelum diagnosis pasti dapat ditegakkan, maka
dokter harus segera mulai merancang program untuk mencegah komplikasi.
2. Tak ada penderita pun yang boleh berbaring satu hari lebih lama dari waktu yang
diperlukan. Istirahat baring pada awalnya memberi rasa tenteram kepada penderita
maupun kepada penderita maupun kepada pihak penolong, tetapi hal demikian ini
sebenarnya merupakan sumber timbulnya dekubitus, kontraktur, tromboplebitis,
bronkopneumonia, atrofi otot skelet, osteoporosis dengan batu ginjal, dan yang paling
mengancam adalah munculnya emboli paru-paru dan hilangnya kemauan penderita untuk
aktif bergerak
23
3. Rehabilitasi merupakan terapi secara multidisipliner terhadap seorang penderita, dan
rehabilitasi merupakan terapi terhadap seorang penderita seutuhnya.
4. Salah satu factor yang paling penting dalam rehabilitasi adalah adanya kontinuitas
perawatan. Begitu rehabilitasi dimulai maka kemajuan penderita harus selalu dipantau
untuk mengetahui kapan dicapai suatu tahap plateau, apabila keadaan ini sudah dicapai
maka ada indikasi untuk mengubah metode terapi.
5. Perhatian untuk rehabilitasi tidak dikaitkan dengan sebab kerusakan jaringan
otak,melainkan lebih dikaitkan dengan sisa kemampuan fungsi neuromuskular yang
masih ada,atau dikaitkan dengan sisa kemampuan yang masih dapat diperbaikan dengan
latihan.
6. Program rehabilitasi harus bersifat individal, dan tidak ada atau tidak dapat diberlakukan
suatu standard hemiplegia regimen. Untuk beberapa penderita maka program rehabilitasi
dapat sedemikian sederhana sehingga tidak memerlukan tenaga atau personal rehabilitasi
sedemikian kompleks dan komprehensif yang melibatkan banyak tenaga yang terampil
dan berpengalaman.
7. Dalam pelaksanaan rehabilitasi termasuk pula upaya pencegahan terjadinya serangan
ulang. Dalam hal ini perhatian ditujukan pada factor-foktor risiko yang mungkin ada pada
penderita yang bersangkutan.
8. Penderita GPDO lebih merupakan subyek rehabilitasi dan bukannya sekedar obyek
rehabilitasi. Pihak medik, peramedik, dan pihak lainnya termasuk keluarga penderita,
berperan untuk memberikan pengertian, petunjuk, bimbingan dan dorongan agar
penderita selalu mempunyai motivasi yang kuat untuk dapat segera memperoleh
pemulihan kesehatan dengan sebaik-baiknya. Lebih jauh penderita harus didorong dan
diberi keberanian untuk selalu aktif berpartisipasi dalam kegiatan hidup sehari-hari
ditengah-ditengah keluarganya.
Tahap-tahap rehabilitasi :
Tahap akut
Rehabilitasi harus segera dimulai begitu penderita masuk rumah sakit. Pada saat itu mungkin
saja penderita jatuh dalam keadaan koma atau renjatan, sehingga tatalaksana yang menonjol
adalah upaya yang bersifat life-saving. Bed positioning atau ubah baring merupakan suatu
tatalaksana yang mempunyai dua tujuan sekaligus ialah pencegahan terjadinya kontraktur dan
dekubitus.
24
Tahap sub akut
Apabila penderita sudah sadar dan kembali sudah melewati tahap akut, maka tingkat
ketidakmampuan dan kemampuan yang tersisa harus segera dievaluasi. Lagkah-langkah
evaluasi adalah :
1. Pemeriksaan neurologik yang menyeluruh, meliputi penentuan letak lesi serebral dan
defisit neurologik yang terjadi.
2. Pemeriksaan medik yang lengkap untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah medik
yang dapat menghalangi rehabilitasi. Penyakit jantung, diabetes melitus, penyakit
vaskular perifer simtomatik, hipertensi, gangguan miksi, kombinasi berbagai penyakit
tadi bila tidak diatasi akan menghalangi restorasi penderita.
3. Evaluasi psiko-sosiologik. Perencanaan program rehabilitasi memerlukan pengertian
tentang latarbelakang pendidikan penderita dan keluarga, tatacara kehidupan sehari-hari,
status emosional penderita perlu dipahami. Terutama yang hemiplegi, atau kehilangnya
kemampuan berkomunikasi secara wajar. Status mental penderita perlu pula dimengerti,
terutama yang berkaitan dengan kemampuan belajar atau bekerja, intelegensi, memori
orientasi waktu, dan ruang, serta persepsi dan adaptasi terhadap stres.
Latihan aktif dan pasif
Pada tahap awal rehabilitasi aktif dimulai dengan program mobilisasi yang terdiri dari
menggerakan semua sendi anggota tubuh yang lumpuh, apabila dipandang mempunyai cukup
kekuatan untuk menggerakan sendi sampai terjadi reng of motion (ROM) secara penuh. Bila
paralisis ataupun paresis yang berat maka diperlukan latihan gerakan sendi secara pasif oleh
perawat, fisioterapi, atau keluarga, sampai penderita mampu menggerakan sendinya.
Aktivasi elevasi
Untuk penderita yang terbaring lebih dari satu minggu maka ambulasi terhadapnya harus
dilakukan secara bertahap. Latihan dimulai dengan meninggikan letak kepala secara
bertahap, kemudian posisi setengah duduk dan posisi duduk. Setelah penderita mampu duduk
sendiri maka berikutnya adalah latihan duduk dengan kedua tungkai menjuntai di sisi tempat
tidur.
Latihan berdiri
Tekanan darah terlebih dahulu diukur secara seksama dalam posisi berbaring dan duduk
tegak untuk memastikan apakah terdapat hipotensi postural. Begitu penderita berdiri maka
25
titik berat ditumpukan pada tungkai sehat dan penderita mencoba dari sedikit untuk membagi
titik berat tadi kepada tungkai yang lumpuh.
Latihan berjalan
Segera sesudah penderita mampu berdiri maka penderita melatih distribusi berat badan pada
kedua tungkai sekaligus melatih keseimbangan dalam berbagai posisi. Latihan ini dibantu
oleh fisioterapis ataupun oleh keluarga. Latihan berjalan dimulai dengan pararel bars,
kemudian diganti dengan walker atau tongkat kaki empat atau kaki tiga ( tripoid).
Fisoterapi
Selama latihan berpindah tempat ( berbaring – duduk – berdiri – berjalan ) dilaksanankan,
maka penderita juga mulai dengan program fisioterapi dan terapi okupasional.
Pada awalnya dilakukan latihan penguatan otot anggota yang sehat, yang terdiri dari
progressive resistance exercise terutama untuk otot-otot yang diperlukan untuk berdiri dan
berjalan. Otot – otot tersebut antaralain depresor bahu, ekstensor siku, fleksor dan ekstensor
pergelangan tangan, ekstensor dan abduktor sendi paha, dan ekstensor lutut. Pada anggota
yang lumpuh juga dikerjakan latihan penguatan otot untuk keperluan fungsional. Latihan
penguatan otot yang lumpuh bergantung pada derajad kelemahan yang terjadi, dan latihan
untuk sekelompok otot tertentu akan bervariasi dari yang bersifat aktive assisted, active
manual resistive, progresive active active exercise sampai pada progresive exercise.
Tahap lanjut
Apabila penderita sudah dapat berjalan, maka penderita segera diperkenalkan dengan
program ADL ( activity 0f daily living ). Dalam arti yang sempit ADL berkonotasi bebas
melakukan kegiatan kehidupan sehari – hari tanpa bantuan pihak lain, misalnya tidur,
higiene, makan, berpakaian. Dalam arti luas ADL berkaitan dengan aspek psikologik,
komunikasi, sosial, dan vokasional.
Perihal komunikasi juga perlu mendapat perhatian secara layak terutama untuk penderita
hemiplegi kanan yang juga mengalami afasia ataupun disfasia. Diperlukan bantuan speech
therapist.
Rehabilitasi vokasional pada penderita hemiplegi memang cukup sulit. Sebagian besar
penderita hemiplegi sudah masuk usia pensiun. Kesulitan ini akan bertambah rumit apabila
penderita kehilangan kemauan atau semangat untuk bekerja sesuai kemampuannya yang
masih dimiliki.
26
Problem Khusus Dalam Rehabilitasi Stroke :
a. Spastisitas
Pada prinsipnya dalam menangani masalah spastisitas harus dikaitkan dengan tujuan
terapi yang akan ditetapkan. Fisioterapis akan mempertimbangkan kebutuhan
penderita, selain itu juga sosio budaya masyarakat dimana penderita tinggal.
b. Kelumpuhan sebelah kiri
Pasien dengan kelumpuhan sebelah kiri sering memperlihatkan ketidakmampuan
persepsi visuomotor, kehilangan memori visual dan ketidakacuhan sisi kiri.
Kemampuan verbal umumnya baik dan ini sering mengelabui kita menyangkut
pemahaman tentang contoh gerak yang kita uraikan dengan kata-kata. Penderita
biasanya sering mengalami jatuh, sulit belajar dari kesalahan yang dilkukannya.
Selain gangguan persepsi raba, propioseptif dan pendengaran, penderita ini mendapat
penawasan khusus. Jauhkan dari alat-alat yang dapat membahayakan fisik pasien
( api, benda tajam).
c. Kelumpuhan sebelah kanan
Penderita golongan ini biasanya mempunyai kekurangan dam kemampuan
komunikasi verbal. Namun pesepsi dan memori visuomotornya sangat baik, sehingga
dalam melatih perilaku tertentu harus dengan cermat diperlihatkan tahap demi tahap
secara visual.
d. Depresi
Depresi lebih banyak terdapat pada kerusakan otak sebelah kiri. Tanda-tanda depersi
dapat dilihat dari lamban dan tidak konsistennya proses pemulihan. Reaksi depresi ini
harus diatasi segera dengan medikamentosa dan dukungan psikologik, antara lain :
1. Sikap yang tegas tapi tampak penuh dengan kasih sayang terhadap pasien
2. Fisioterapi pasif sedini mungkin agar pasien merasa ada perlakuan khusus dan
segera terhadap kelumpuhannya.
3. Sebaiknya menggunakan kursi roda pada pennderita yang belum dapt berjalan,
agar tidak selalu terkurung dalam kamar.
4. Sedapat mungkin diuhakan agar pasien menerima kunjungan saudara atau
relasi diruang tamu denagn duduk dikursi roda.Ini membantu penderita merasa
hidup normal dan tidak terlalu merasa invalid.
7. Prognosis
27
Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna asalkan
ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak
mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya
pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah
terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan.
Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya
mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.
Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan secepat
mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien membutuhkan
penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan
waktu sekitar 6-12 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Heart Association, 1994, Family Guide to Stroke, Times Books
2. Artikel Kedokteran. 2008. Gejala, Diagnosa dan Terapi Stroke Non Hemoragik.
http://www.jevuska.com
3. Asviretty, Nuhoni, S.A., Tulaar, A., Idris, F.H., Handoyo, A.P., Suginarti, Ramli, H.,
Enizar, 2002, Standar Operasional Prosedur Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
28
4. Lamsudin, R., 1997, Algoritma Stroke Gadjah Mada Penerapan Klinis Untuk
Membedakan Stroke Perdarahan Intraserebral dengan Stroke Iskemik Akut atau
Stroke Infark, Berkala Ilmu Kedokteran, vol.29, no.1: 11 – 16.
5. Mansjoer, 2001 , Stroke dalam Kapita Selekta Kedokteran, Ed 3, Media Aeuculapius,
Jakarta, hal : 17-26.
6. Medical Centre. 2008. Standar Pelayanan Minimal Tatalaksana Stroke Non
Hemoragik Fase Akut dan Prevensi Sekunder. http://farms-area.blog spot.com
7. Sidharta, 2005, Stroke dalam Neurologi Klinis dalam Praktek umum, ED 5, Dian
Rakyat, Jakarta, hal : 260-275.
8. Sylvia, 1995, Penyakit Serebrosvaskuler dan Nyeri Kepala dalam Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Prose Penyakit, Ed 4, EGC, Jakarta, hal : 964-968.
9. The Internet Stroke Center, 2005, http://www.strokecenter.org,
29