Upload
erfika-yuliza
View
28
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jjjkkk
HALAMAN SAMPUL
LAPORAN KASUS
STROKE NON HEMORAGIK
Oleh:
Erfika Yuliza (61109029)
Pembimbing:
dr. Agus Permadi Sp.S
SMF ILMU PENYAKIT SARAF
RSUD EMBUNG FATIMAH BATAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
2014
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Buana Impian blok H No. 05
Tanggal masuk RS : 25 Maret 2015
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
a. Kelemahan anggota gerak sisi kanan sejak 6 jam sebelum masuk rumah
sakit
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke UGD RSUD Embung Fatimah dengan keluhan
kelemahan anggota gerak sisi kanan sejak 6 jam sebelum masuk rumah
sakit. Keluhan timbul secara tiba-tiba saat pasien sedang duduk tanpa
disertai penurunan kesadaran. Saat serangan penderita merasakan sakit
kepala (+), mual dan muntah (-), kejang (-), pusing berputar (-),
penglihatan ganda (-). Pasien hanya bisa sedikit/melemah saat mengangkat
anggota gerak sebelah kanan Saat bicara mulut pasien pelo. Penderita
mengalami keluhan seperti ini untuk pertama kalinya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengakui adanya riwayat hipertensi sejak 3 tahun, riwayat
merokok (-), alcohol (-). Pasien juga menyangkal adanya riwayat kencing
manis, asam urat, kolestrol, trauma dan jatuh.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengakui ayahnya menderita hipertensi.
Riwayat Pengobatan (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status present
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : composmentis
Glasglow coma scale/ GCS : E4V5M6 : 15
Tanda vital
Tekanan darah : 200/100 mmHg
Nadi : 82x/ menit, isi cukup, equal A.Radialis kanan/kiri
Suhu : 36,5 C
Pernafasan : 20x/ menit
Status Generalis
Kepala
Bentuk : Normosefali
Rambut : Hitam, dan tidak mudah dicabut
Wajah :
Inspeksi : Simetris, Pucat (-), Sianosis (-) dan Ikterik (-)
Palpasi : Tidak terapat nyeri tekan pada daerah sinus
frontal dan maksilla
Mata :
Kelopak mata : Ptosis (-), Edema (-)
Konjunctiva pucat -/-
Sklera : Tidak ikterik
Pupil : Isokor, tepi rata, diameter 3mm, Refleks cahaya langsung
+/+, Refleks cahaya tidak langsung +/+
Eksofthalmus (-) dan Nystagmus (-)
Telinga : Normotia, serumen +/+, membran timpani intak.
Hidung : Bentuk normal, tidak terdapat septum deviasi, sekret -/-
Bibir :Bentuk normal, simetris, tidak tampak sianosis, kering dan
mukosa bibir atas dan bawah tidak hiperemis
Mulut : terdapat sisa makanan
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, tidak hiperemis, kripta tidak melebar,
detritus -/-, lidah normal, uvula ditengah, mukosa faring tidak hyperemis
dan tidak bergranuler
Leher : Tidak tampak distensi vena, trakhea teraba ditengah, JVP
5+2 cm, KGB serta kelenjar tyroid tidak teraba membesar dan tidak
terdengar bruit di arteri carotis.
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : Tampak simetris baik statis maupun dinamis dan tipe
pernafasan thorako-abdominal
Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor dan Simetris
Batas paru-hepar : sela iga ke IV garis midklavikularis kanan
Batas paru-lambung : sela iga ke VIII garis axilla anterior kiri
Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada kedua lapang paru,
wheezing (-) dan ronchi (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di sela iga ke V garis midklavikularis
kiri
Auskultasi : Bunyi Jantung I normal- Bunyi Jantung II normal,
irama reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus + normal
Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan maupun nyeri
lepas, hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani diseluruh kuadaran abdomen dan tidak
terdapat nyeri ketuk costo-vertebra di kedua sisi
Ekstremitas
Ekstremitas atas : Simetris, tidak sianosis, tidak edema dan
tidak terdapat tremor
Ekstremitas bawah : Simetris, tidak sianosis, tidak edema dan
tidak terdapat tremor
Pemeriksaan Neurologis Nervus Kranial
Nervus Olfaktorius (N I) : Normosmia
Nervus Optikus (N II) :
Visus bedside : Tidak dilakukan
Lapang Pandang konfrontasi : Normal
Pupil : isokor, tepi rata, diameter 3 mm
Nervus Okulomotorius (N III) :
Ptosis OD dan OS : (-)
Strabismus : (-)
Diplopia : (-)
Refleks cahaya langsung (+/+)
Refleks cahaya tidak langsung (+/+)
Nervus Troklearis (N IV) :
Gerakan bola mata
Melihat ke infero-medial : normal
Nervus Abdusen (N VI):
Gerak bola mata
Melihat ke arah lateral : normal
Nervus fasialis (N VII) :
Fungsi Motorik
Mengerutkan dahi : Simetris kanan dan kiri
Mengangkat alis : Simetris kanan dan kiri
Menutup mata : Simetris kanan dan kiri
Memperlihatkan gigi : Tidak mampu
Menggembungkan pipi : Tidak mampu
Fungsi Sensorik
Pengecapan 2/3 lidah bagian depan : Tidak dilakukan
Nervus Vestibulo-kokhlearis (N VIII)
Tes berbisik : AD = baik , AS= baik
Tes Rinne, Webber, Schwabah : Tidak dilakukan
Nervus Glosofaringeus ( N IX) dan Nervus Vagus ( N X)
Fungsi Motorik
Fungsi pembentukan suara : Normal ( awal serangan bicara agak pelo)
Fungsi pengucapan kata-kata : Normal
Menelan : Normal
Fungsi Sensorik
Fungsi pengecapan 1/3 belakang lidah : Tidak dilakukan
Nervus aksesorius (N XI)
Statis
Kontur baik, normotrofi dan tonus baik
Dinamis
M. Sternokleidomastoideus : baik dan simetris
M. Trapezius : baik dan simetris
Nervus Hypoglossus ( N XII)
Lidah deviasi ke kanan, Tremor (+), atrofi (-)
Reflek Fisiologis
Dextra Sinistra
Biceps + +
Triceps + +
Patella + +
Achilles + +
Reflek Patologis
Dextra Sinistra
Tromner Hoffmann -
Babinsky - -
Chaddock - -
Gordon - -
Gonda - -
Schaeffer - -
Meningeal Sign
Dextra Sinistra
Kaku kuduk -
Brudzinski I - -
Brudzinski II - -
Kernig - -
Laseque - -
Pemeriksaan Motorik
Eksremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Kurang Normal Kurang Normal
Kekuatan 3 5 4 5
Tonus Melemah Normal Melemah Normal
Pemeriksaan Sensorik
Keterangan
Sensasi Nyeri Normal
Sensasi Panas Dingin Normal
Sentuhan Ringan Normal
Sensibilitas Taktil Normal
Pemeriksaan Fungsi Luhur
Orientasi Normal
Registrasi Normal
Atensi dan kalkulasi Normal
Mengingat kembali Normal
Bahasa Normal
Fungsi Otonom
Miksi Normal
Defekasi Normal
Sekresi Keringat Normal
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Ct scan Kepala
Hb : 13,4 g/dl
Eritrosit : 5,2 Juta /ul
Leukosit : 9.800/mm3
Trombosit : 358.000/mm3
Hematokrit : 45 vol%
Ureum : 16 mg/dl
Creatinin : 0,5 mg/dl
Glukosa : 154
Elektrolit
Natrium : 142 mmol/L
Kalium : 3,9 mmol/L
Klorida : 104 mmol/L
Asam Urat : 6,0 mg/dl
Trigliserida : 100 mg/dl
Cholestrol HDL : 33 mg/dl
Cholestrol LDL : 73 mg/dl
Kesan : Infark di parietal kiri
Pemeriksaan Ro.Thoraks
Kesan : Cor dan pulmo dalam batas normal.
V. DIAGNOSIS KLINIS : Hemiparese Dextra + parese N.VII + N.XII tipe sentral
DIAGNOSA TOPIK : Hemisfer Serebri Sinistra
DIAGNOSA ETIOLOGI : Non Hemoragik Stroke
DIAGNOSA SEKUNDER : Hipertensi
DIAGNOSA BANDING : Stroke Hemoragik
VI. PENATALAKSANAAN:
Head up 20 – 30 C
Infus RL 20 tpm
Inj. Citicholin 250mg/12 jam/IV
Inj. Piracetam 3gr/8 jam/IV
Inj. Neurobion 1 amp/24 jam/IV
Aspilet 8mg 1 x 1
Clopidogrel 75 mg 1x1
Amlodiin 1 x 10mg
Omeprazole/12jam/IV
VII. PROGNOSIS:
Ad vitam : dubia
Ad fungsionam : dubia
Ad sanasionam : dubia
BAB II
DISKUSI
PERMASALAHAN
1. Apakah penegakan diagnosis pada pasien ini sudah benar ?
2. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah benar ?
3. Apa saja factor resiko pada pasien ini ?
PEMBAHASAN KASUS
1. Apakah penegakan diagnosis pada pasien ini sudah benar?
Pada pasien ini didiagnosa sebagai hemiparese dextra ec non hemoragik stroke (NHS), karena
ditemukan :
a. Dari anamnesis ditemukan keluhan berupa kelemahan anggota gerak sisi
kanan sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan yang timbul secara
tiba-tiba saat sedang duduk, tanpa disertai penurunan kesadaran, sakit kepala
(+), mual muntah (-), kejang (-), saat bicara mulut pelo (+), pusing berputar
(-), penglihatan ganda (-). Pada riwayat penyakit terdahulu, pasien mengakui
sudah 3 tahun menderita hipertensi tetapi pengobatan tidak terkontrol, riwayat
diabetes mellitus (-).
b. Dari pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital sign : TD : 200/110 mmHg,
Nadi: 82 x/menit, Respirasi: 20 x/menit, Suhu: 36,5 C. Pada pemeriksaan
status generalisata ditemukan dalam batas normal. Pemeriksaan neurologis
nervus kranialis didapatkan parese pada nervus vii + xii dextra tipe sentral,
sedangkan pada pemeriksaan reflek fisiologis dan reflek patologis didapatkan
normal, pemeriksaan meningeal sign tidak ditemukan kelainan, pemeriksaan
motorik didapatkan gerakan pada eksremitas kanan kurang (lemah), kekuatan
superior kanan : 3, inferior kanan : 4, sedangkan tonus otot sebelah kanan
didapatkan melemah. Pada pemeriksaan sensorik dan fungsi luhur dalam batas
normal.
c. Pada pemeriksaan penunjang laboratorium hematologi dalam batas normal,
sedangkan pada pemeriksan glukosa darah didapatkan 154 mg/dl. Pada
pemeriksaan ct scan didapatkan tampak infark di parietal kiri.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Menurut teori penegakan diagnostic stroke berupa :
a. Anamnesis
Gejala yang mendadak pada saat awal, lamanya awitan, dan aktivitas saat
serangan.
Kelemahan anggota gerak.
Deskripsi gejala yang muncul beserta kelanjutannya, progresif memberat,
perbaikan atau menetap.
Gejala penyerta : penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual muntah, rasa
berputar, kejang, gangguan penglihatan, atau gangguan fungsi kognitif.
Ada tidaknya factor resiko stroke.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan tanda vital
Pemeriksaan kepala dan leher ( mencari cedera kepala akibat jatuh,
peningkatan tekanan vena jugularis, dan lain-lain )
Pemeriksaan fisik umum
Pemeriksaan neurologis, berupa : pemeriksaan kesadaran, pemeriksaan
nervus kranialis, pemeriksaan kaku kuduk ( biasanya positif pada
perdarahan subarachnoid), Pemeriksaan motorik, reflek dan sensorik,
pemeriksaan fungsi kognitif sederhana berupa ada tidaknya afasia atau
dengan pemeriksaan mini mental state examination (MMSE) saat
diruangan.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan laboratorium darah ( kimia darah, fungsi ginjal, hematologi,
gula darah, urinalisis, elektrolit ).
Foto thoraks : untuk melihat adanya gambaran kardiomegali sebagai
penanda adanya hipertensi untuk factor resiko stroke.
Ct scan untuk melihat gambaran hipodens/hipointens didapatkan pada
stroke iskemik dan hiperdens pada stroke hemoragik.
Stroke hemoragik
Stroke iskemik
TCD ( Trancranial Doppler ) untuk melihat adanya penyumbatan dan
patensi dinding pembuluh darah sebagai risiko stroke.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat ditegakkan diagnosa
pada pasien ini, tetapi untuk menentukan nya kita juga bisa menggunakan sistem scoring
berupa :
Skor Stroke Siriraj :
SJ : (2,5 x derajat kesadaran) + ( 2 x Vomitus) + ( 2 x Nyeri kepala) + (0,1 x
tekanan diastolic) – (3 x petanda ateroma) – 12
: (2,5 x 0 ) + ( 2 x 0) + (2 x 1) + (0,1 x 100) – (3 x 0) – 12
: 0 + 0 + 1 +10 – 0 - 12
: -1
Dimana :
o Derajat kesadaran : 0 = composmentis, 1= somnolen, 2 = sopor
o Muntah : 0= tidak ada, 1= ada
o Nyeri kepala : 0= tidak ada, 1= ada
o Ateroma : 0= tidak ada, 1= ada
Interpretasi :
o Skor >1 : Stroke perdarahan / Stroke Hemoragik
o Skor <1 : Stroke iskemik / stroke non hemoragik
Algoritma Gajah Madja :
Jadi pada pasien ini dapat kita lihat dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
dan penggunaan sistem scoring stroke dapat ditegakkan diagnosis berupa hemiparese dextra
ec stroke non hemoragik.
2. Apa saja factor resiko pada pasien ini ?
Faktor resiko pada pasien ini didapatkan berupa :
Riwayat hipertensi 3 tahun yang lalu tanpa pengobatan teratur.
Faktor Usia
Obesitas
Menurut teori faktor resiko dari stroke yaitu yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat
dimodifikasi :
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
Usia
Pada umumnya risiko terjadinya stroke mulai usia 35 tahun dan akan
meningkat dua kali dalam dekade berikutnya. 40% berumur 65 tahun dan
hampir 13% berumur di bawah 45 tahun. Menurut Kiking Ritarwan, dari
penelitianya terhadap 45 kasus stroke didapatkan yang mengalami stroke non
hemoragik lebih banyak pada tentan umur 45-65 tahun.
Jenis kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata bahwa kaum pria lebih
banyak menderita stroke di banding kaum wanita, sedangkan perbedaan angka
kematianya masih belum jelas.
Faktor genetic
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi,
penyakit jantung, diabetes melitus dan kelainan pembuluh darah, dan riwayat
stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah
mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena
stroke. Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001
riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar
29,3%
Ras/etnik
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada kulit putih. Data
sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak menderita dari pada suku
Jawa (khususnya Yogyakarta)
Faktor risiko yang dapat di modifikasi :
Riwayat stroke
Seseorang yang pernah memiliki riwayat stoke sebelumnya dalam waktu lima
tahun kemungkinan akan terserang stroke kembali sebanyak 35% sampai 42%.
Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak empat sampai enam
kali ini sering di sebut the silent killer dan merupakan risiko utama terjadinya
stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Berdasarkan Klasifikasi menurut
JNC 7 yang dimaksud dengan tekanan darah tinggai apabila tekanan darah
lebih tinggi dari 140/90 mmHg, makin tinggi tekanan darah kemungkinan
stroke makin besar karena mempermudah terjadinya kerusakan pada dinding
pembuluh darah, sehingga mempermudah terjadinya penyumbatan atau
perdarahan otak.
Penyakit jantung
Penyakit jantung koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, paska
oprasi jantung juga memperbesar risiko stroke, yang paling sering
menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium, karena memudahkan terjadinya
pengumpulan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh
darah otak.
Diabetes mellitus
Kadar gulakosa dalam darah tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel
pembuluh darah yang berlangsung secara progresif. Menurut penelitian Siregar
F (2002) di RSUD Haji Adam Malik Medan dengan desain case control,
penderita diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke 3,39 kali
dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus.
Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus. Prevalensinya meningkat dengan bertambahnya umur. Obesitas
merupakan predisposisi penyakit jantung koroner dan stroke. Mengukur
adanya obesitas dengan cara mencari body mass index (BMI) yaitu berat badan
dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan. Normal BMI
antara 18,50-24,99 kg/m2, overweight BMI antara 25-29,99 kg/m2 selebihnya
adalah obesitas.
Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali lipat, dan
perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar. Nikotin dan
karbondioksida yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding
pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi darah sehingga
mempermudah terjadinya proses gumpalan darah.
Minum alcohol
Konsumsi alcohol dalam jumlah yang banyak mengakibatkan factor resiko
stroke, diama intake yang moderat bias menjadi factor yang protektif. Kurva J
menghubungkan stroke iskemik dan intake alcohol memiliki hubungan yang
relative berhubungan dengan stroke hemoragik pada beberapa populasi. Untuk
itu konsumsi alcohol yang moderat (≤ 2 gelas standar/hari pada pria dan ≤ 1
gelas standard/hari pada wanita yang tidak hamil.
80% pemicu stroke adalah hipertensi dan arteriosklerosis, Menurut statistik. 93%
pengidap penyakit trombosis ada hubungannya dengan penyakit tekanan darah tinggi.
Faktor pencetus atau pemicu terjadinya stroke pada dasarnya adalah, suasana hati yang
tidak nyaman (marah-marah), terlalu banyak minum alkohol, merokok dan senang
mengkonsumsi makanan yang berlemak. Jadi pada pasien ini didapatkan factor resiko
yang dimodifikasi maupun yang tidak dimodifikasi.
3. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah benar ?
Pada pasien ini diberikan tatalaksana berupa :
Stabilisasi jalan napas
Elevasi kepala 20-30 C
Stabilisasi hemodinamik ( infuse RL 20 tpm ) dan monitor jantung (EKG)
Inj. Citicholin 250mg/12 jam/IV
Inj. Piracetam 3gr/8 jam/IV
Inj. Neurobion 1 amp/24 jam/IV
Aspilet 8mg 1 x 1
Clopidogrel 75 mg 1x1
Amlodiin 1 x 10mg
Omeprazole/12jam/IV
Waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik yang di
perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6 jam.
Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil
akhir pengobatan.
1. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik
a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama)
menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue-plasminogen
activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan
hasil CT scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di
lakukan di rumah sakit yang fasilitasnya lengkap.
b. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang
diantaranya yaitu :
1) Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi
dengan manitol dan hindari cairan hipotonik.
2) Ekstensi teritori infark, terapinya dengan heparin yang dapat
mencegah trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan
tekanan darah yang dapat menyerupai kegagalan perfusi.
3) Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor
utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi
akut, ini tak boleh di beri antikoagulan selama 43-72 jam pertama,
bila ada hipertensi beri obat antihipertensi.
c. Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke
terapi dengan heparin.
2. Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut
a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg)
10% di berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1
jam jika onset di pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak memperlihatkan
infrak yang luas.
b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau
iskemia miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat
diberikan digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg
intravena atau amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas
infrak dan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi
bila terdapat salah satu hal berikut :
1) Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi
neurologis seperti, iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik,
hipertensi maligna (retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta.
2) Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali
pengukuran selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik
>120 mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.
3) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana
tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.
d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda
klinis atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran menurun,
gangguan pernafasan atau stroke dalam evolusi.
e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.
f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke
vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada
CT scan.
g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam,
20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam,
sampai masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 .
Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien stroke non
hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung atau trombus
intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu tahun.
Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas yang adekuat
sangatlah penting. Pastikan pasien bisa menelan dengan aman dan jaga pasien agar tetap
mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus di nilai (perhatikan saat pasien mencoba untuk
minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di berikan melalui selang lambung atau
intravena. Beberapa obat telah terbukti bermanfaat untuk pengobatan penyakit serebrovaskular,
obat-obatan ini dapat dikelompokkan atas tiga kelompok yaitu obat antikoagulansia, penghambat
trombosit dan trombolitika :
1. Antikoagulansia adalah zat yang dapat mencegah pembekuan darah dan di gunakan
pada keadaan dimana terdapat kecenderungan darah untuk membeku. Obat yang
termasuk golongan ini yaitu heparin dan kumarin.
2. Penghambat trombosit adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit
sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering
ditemukan pada sistem arteri. Obat yang termasuk golongan ini adalah aspirin,
dipiridamol, tiklopidin, idobufen, epoprostenol, clopidogrel.
Obat anti platelet secara singkat adalah obat-obatan yang menghambat adanya
agregasi platelet dan pembentukan thrombus dalam tubuh. Platelet merupakan
hal yang biasa yang terdapat dalam tubuh manusia. Platelet berasal dari
megakaryocyte, yang merupakan bagian dari sel sumsum tulang. Agregasi
platelet adalah salah satu bagian dari sistem koagulasi, dengan melakukan
perbaikan pada sistem yang rusak. Sebagai contoh yang lebih spesifik ketika
endotelium di pembuluh darah mengalami kerusakan, akan tejadinya aktivasi
platelet sebagai bentuk tubuh dalam melakukan homeostatisnya.
Beberapa contoh dari anti platelet adalah:
Aspirin
Merupakan agent antiplatelet yang berefek sebagai antitrombotik dengan
menghambat cyclooxygenase dan sintesis platelet tromboxane A2. Aspirin akan
menurunkan adverse cardiovaskular event.(Gibbons et al, 2002). Membantu
mencegah bentukan cloth pada pembuluh arteri dan menurunkan resiko
terjadinya serangan jantung.
Ticlopidine
Merupakan derivat thienopiridine yang akan menghambat agregasi platelet
dengan adenosin diphospate dan penurunan konsentrasi dari trombin,
kolagen, tromboxan A2 dan faktor aktivasi platelet. Selain itu akan
menurunkan viskositas darah karena penurunan fibrinogen dalam darah dan
meningkatkan deformaboliti sel darah merah. Ticlopidine akan menurunkan
fungsi platelet untuk pasien angina stabil.tetapi tidak seperti aspirin dia tidak
akan menurunkan adverse cardiovaskular event.
Clopidogrel
Merupakan tienopiridine derivat. Efek anti trombotiknya lebih bagus dari pada
ticlopidine. Clopidogrel mencegah adenosin diphospate yang merupakan media
pengaktivasi platelet dengan secara selektif dan irreversible menghambat ikatan
adenosin diphospate dengan reseptor platelet dan karena itu mengeblok
adenosine diphosphate- tergantung aktivasi dari complex glycoprotein IIb/IIc.
3. Trombolitika juga disebut fimbrinolitika berkhasiat melarutkan trombus diberikan 3
jam setelah infark otak, jika lebih dari itu dapat menyebabkan perdarahan otak, obat
yang termasuk golongan ini adalah streptokinase, alteplase, urokinase, dan
reteplase.
Pengobatan juga di tujukan untuk pencegahan dan pengobatan komplikasi yang muncul
sesuai kebutuhan. Sebagian besar pasien stroke perlu melakukan pengontrolan perkembangn
kesehatan di rumah sakit kembali, di samping melakukan pemulihan dan rehabilitasi sendiri di
rumah dengan bantuan anggota keluarga dan ahli terapi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Misbac J, Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin, Suroto, Alfa AY. Guidline stroke tahun 2011. Jakarta: PERDOSSI:2011
2. Guyton, A et al. 2005. Aliran Darah Serebral, Aliran Serebrospinal dan Metabolisme Otak . Fisiologi Kedokteran edisi 9. Jakarta : EGC.
3. McPhee, J. S.dan Papadakis A. M. 2011. Current Medical Diagnosis and Treatment. 50th Anniversary Edition. New York: Mc Graw-Hill.
4. Nanda, A. 2013. Transient Ischemic Attack. Medscape. National Stroke Association, 2011
5. Price, A. S., Wilson M. L. 2006. Penyakit Serebrovaskuler. Patofisiologi edisi 6. Jakarta: ECG
6. Rothwell, PM .2007. "Effect of urgent treatment of transient ischemic attack and minor stroke on early recurrent stroke (EXPRESS study): a prospective population-based sequential comparison.”
7. Sidharta P, Mardjono M. 2012. Stroke. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Surabaya: Dian Rakyat.
8. Sonni, S., Thaler, DE. 2013. Transient Ischemic Attack: Omen and opportunity. Cleveland Clinic Journal of Medicine.