141
BAB I PENDAHULUAN Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut. Pada umumnya dikenal 2 tipe diabetes, yaitu diabetes tipe 1 (tergantung insulin), dan diabetes tipe 2 (tidak tergantung insulin). Diabetes melitus merupakan penyebab kematian ke dua belas di dunia (2) . Penyakit diabetes melitus dapat mengenai semua organ tubuh seperti otak (stroke), ginjal (gagal ginjal), jantung, mata dan kaki (amstrong dan Lawrence). Salah satu komplikasi menahun dari diabetes melitus adalah ulkus diabetikum. Prevalensi penderita ulkus diabetikum di AS sebesar 15-20% dan angka mortalitas sebesar 17,6% bagi penderita diiabetes melitus dan merupakan sebab utama perawatan penderita diabetes melitus dirumah sakit (1) . Ulkus diabetikum pada penderita diabetes melitus merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler oleh karena diabetes melitus.

cr ulkus dm ht

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ulkus

Citation preview

Page 1: cr ulkus dm ht

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang

ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh

kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut. Pada umumnya

dikenal 2 tipe diabetes, yaitu diabetes tipe 1 (tergantung insulin), dan

diabetes tipe 2 (tidak tergantung insulin).

Diabetes melitus merupakan penyebab kematian ke dua belas di

dunia(2). Penyakit diabetes melitus dapat mengenai semua organ tubuh

seperti otak (stroke), ginjal (gagal ginjal), jantung, mata dan kaki

(amstrong dan Lawrence). Salah satu komplikasi menahun dari diabetes

melitus adalah ulkus diabetikum. Prevalensi penderita ulkus diabetikum di

AS sebesar 15-20% dan angka mortalitas sebesar 17,6% bagi penderita

diiabetes melitus dan merupakan sebab utama perawatan penderita

diabetes melitus dirumah sakit(1). Ulkus diabetikum pada penderita

diabetes melitus merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas

akibat komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler oleh karena diabetes

melitus.

Komplikasi ulkus diabetikum menjadi alasan tersering rawat inap

pasien diabetes melitus berjumlah 25% dari seluruh rujukan diabetes

melitus di amerika serikat dan inggris(1). Menurut Institut National

Diabetes dan Penyakit Pencernaan dan Ginjal, 16.000.000 penduduk

Amerika diperkirakan diketahui menderita diabetes, dan jutaan lainnya

yang dianggap beresiko terkena penyakit itu. Di antara pasien dengan

diabetes, 15% menjadi ulkus kaki, dan 12-24% dari individu dengan ulkus

kaki memerlukan amputasi(1). Setiap tahun sekitar 5% dari penderita

diabetes dapat menjadi ulkus diabetikum dan 1% memerlukan amputasi.

Bahkan tingkat kekambuhan dalam populasi pasien adalah 66% dan laju

amputasi naik sampai 12%. Setengah dari semua amputasi nontraumatic

adalah akibat komplikasi ulkus diabetikum.

Page 2: cr ulkus dm ht

Pengelolaan ulkus diabetikum mencakup pengendalian glukosa

darah, debridemen atau membuang jaringan yang rusak, pemberian

antibiotik dan obat-obat vaskularisasi serta amputasi.

Rumah Sakit Margono Soekarjo sendiri dimungkinkan jumlah

pasien yang mengunjungi poliklinik diabetes melitus sangat banyak dan

memiliki berbagai macam komplikasi khususnya ulkus, oleh karena itu

peneliti tertarik sehingga diharapkan terdapat suatu upaya menurunkan

angka penderita komplikasi ulkus diabetikum serta langkah-langkah untuk

mengatasi komplikasi tersebut.

BAB II

STATUS PASIEN

A. Identifikasi Pasien

Nama Lengkap : Ny. Masdiana

Nomor MR : 413749

Tempat/tanggal lahir/umur : 13-07-1968, 46 Tahun

Status perkawinan : Kawin

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Seputih Jaya, Kec. Gunung Sugih

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku Bangsa : Lampung, Indonesia

Agama : Islam

Pendidikan : SLTP

B. Anamnesis

Diambil dari : Autoanamnesis

Tanggal : 28-5-2015

Jam : 06.00 WIB

Keluhan Utama : Luka pada kaki kanan yang semakin

meluas dan tidak kunjung sembuh sejak 1

bulan yang lalu

Page 3: cr ulkus dm ht

Keluhan tambahan : Lemas, mual, pusing, nyeri pada ulu hati.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien dating dengan keluhan luka koreng pada kedua kakinya yang

tidak juga mengering walaupun sudah dirawat satu bulan lamanya.

Luka terletak pada kaki kanan pasien, berupa 3 buah ulkus dengan

diameter ± 8 cm. Luka masih mengeluarkan nanah berwarna kuning

yang banyak dan berbau tidak sedap serta terasa sedikit nyeri. Bagian

atas luka koreng tampak betis pasien memerah dan membengkak

serta teraba hangat. Pada betis pasien juga mulai terlihat luka terbuka

kecil dengan diameter ± 2 cm. pasien masih dapat merasakan

sentuhan pada tlapak kakinya, namun suda mulai sulit membedakan

mana sensasi sentuhan benda tajam dan tumpul. Jari-jari kaki kanan

pasien masih dapat digerakkan walaupun mengalami sedikit

kesulitan untuk menggerakkannya. Pasien mengakui sebulan lalu,

awalnya lukanya hanyalah seperti betisnya saja, telapak kaki pasien

membengkak, dan terasa hangat apabila diraba, 1 minggu kemudian,

mulai timbul adanya ulkus, yang biasanya dirawat pasien dengan

cara membasuh telapak kakinya dengan air hangat bersih, dan sabun

antiseptik. Luka tidak kunjung juga sembuh dan makin meluas

hingga sekarang. Pasien sempat dirawat di RS Tjokrodipo dan diberi

obat Hiperglikemia oral dan insulin, dan mendapat perawatan luka

pada kakinya serta antibiotik selama seminggu, namun kondisi

pasien kaki pasien tidak juga membaik, akhirnya pasien dirujuk ke

RSAM untuk dilakukan kultur bakteri dari pus yang keluar dari

lukanya.

Pasien mengaku memang telah lama memiliki penyakit Diabetes

mellitus yang didiagnosis sejak ± 5 tahun yang lalu. Pasien mengaku

pada awalnya pasien merasakan penurunan berat badan drastis

walaupun pasien merasa dirinya banyak makan dan minum. Pasien

juga mengaku sampai sekarang masih sering terbangun pada malam

hari untuk buang air kecil. Pasien tidak terlalu rutin kontrol penyakit

Page 4: cr ulkus dm ht

Diabetesnya selama ini. Obat yang didapatnya dari dokter juga tidak

diminum dengan taat, dan pasien juga masih belum terlalu menjaga

asupan makannya. Pasien mengaku masih sering makan makanan

dan minuman yang mengandung karbohidrat tinggi dan gula. Pasien

mengaku bahwa didalam keluarganya, ibunya juga menderita

diabetes mellitus.

Pasien juga mengaku memiliki riwayat Hipertensi yang didiagnosis

sejak 3 tahun yang lalu. Namun, sebelumnya pasien mengaku sudah

sering merasakan rasa sakit di kepala yang menjalar hingga ke leher

dan tengkuk dan bahunya. Namun pasien tidak pernah memeriksakan

darah tingginya pada dokter, apabila merasakan sakit kepalanya tidak

dapat ditahan lagi, pasien biasanya membeli obat penurun darah

tinggi sendiri di apotik, captopril, dengan dosis 12,5mg yang

dibelinya sendiri atas saran dari kerabatnya.

Selain itu, pasien juga mengeluhkan rasa lemas, mual dan nyeri pada

ulu hatinya serta nafsu makannya yang semakin menurun. Pasien

mengaku dulu pernah sempat mejadi perokok aktif. Namun sudah

lama berhenti sejak mulai berkeluarga.

R/ Hipertensi tidak terkontrol

R/ Diabetes Mellitus tidak terkontrol

Riwayat Penyakit Dahulu

(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu ginjal/ sal.

Kemih

(-) Cacar air (-) Disentri (-) Hernia

(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Prostat

(-) Batuk Rejan (-) Tifus abd (-) Wasir

(-) Campak (-) Skirofula (-) Diabetes

(-) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi

(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor

(-) Kholera (+) Hipertensi (-) Penyakit

Page 5: cr ulkus dm ht

vaskuler

(-) Demam

Rematik Akut

(-) Ulkus Ventrikui (-) Operasi

(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) kecelakaan

(-) Peluritis (-) Gastritis

(-) Tuberkolosis (-) Batu empedu dll

Riwayat Penyakit Keluarga

Hubungan Umur

(Tahun)

Jenis

Kelamin

Keadaan Kesehatan Penyebab

Meninggal

Kakek Lk Meninggal Tidak diketahui

Nenek Pr Meninggal Tidak diketahui

Ayah Lk Meninggal Jantung

Ibu Pr

Saudara 3 saudara

Anak-anak 3 anak

Adakah kerabat yang menderita

Penyakit Ya Tidak Hubungan

Diabetes Mellitus + Ibu Kandung

Asma +

Tuberkulosa +

Artritis +

Rematisme +

Hipertensi + Ayah dan Ibu Kandung

Jantung + Ayah Kandung

Ginjal +

Lambung + Adik perempuan

Page 6: cr ulkus dm ht

C. Anamnesis sistem

Kulit : Kulit kering dan terasa gatal

Kepala : Sakit Kepala seperti ditusuk, tengkuk berat.

Mata : Pandangan sedikit mengabur pada kedua mata.

Telinga : Tidak ada keluhan

Mulut : Tidak ada keluhan

Tenggorokan : Tidak ada Keluhan

Leher : Tidak ada Keluhan

Dada : Tidak ada keluhan

Abdomen : Mual, terasa nyeri seperti terbakar pada ulu hati

Saluaran Kemih : Terkadang terasa gatal pada kemaluan.

Katanemis : Tidak ada keluhan

Haid : Tidak ada keluhan

Saraf dan otot : Tidak ada keluhan

Ekstremitas : Edema, terlihat bengkak kemerahan pada kaki

kanan.

BERAT BADAN

Berat badan rata-rata : 55-60 kg

Tinggi badan : 160 cm

Berat Badan sekarang : 48 kg

IMT : 18.2 (cukup)

BBI : (160-100)-10%

48:54x100%

88% = normal. (status gizi broaca)

RIWAYAT HIDUP

Page 7: cr ulkus dm ht

Tempat lahir : Di rumah, dibantu oleh bidan.

Riwayat imunisasi: BCG, Polio.

Riwayat makanan : 3 kali sehari, 1 porsi sekali makan, bervariasi,

dominasi makanan berlemak dan gorengan, serta makanan tinggi

karbohidrat, jarang dengan sayuran. Sering makan ikan-ikanan yang

diasinkan

Pendidikan : SLTP

Kesulitan : Ekonomi

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Tinggi Badan : 160 cm

Berat Badan : 48 kg

Tekanan darah : 150/80 mmHg

Nadi : 80x/menit, regular, pulsus magnus.

Suhu : 37,3o C

Pernafasan dan tipe : 20x/ menit, thoracoabdominalis

Keadaan gizi : Cukup

Kesadaran : Compos Mentis

Sianosis : -

Edema Umum : Tungkai kanan, edema dan tampak

kemerahan

Habitus : Piknikus

Cara Berjalan : Normal

Mobilitas : Aktif

Umur menurut taksiran pemeriksa : 48 tahun.

Page 8: cr ulkus dm ht

ASPEK KEJIWAAN

Tingkah laku : Wajar

Alam perasaan : Biasa

Proses pikir : Wajar

STATUS GENERALIS

Kulit

Warna : coklat

Jaringan parut : tidak ada kelainan

Pertumbuhan rambut : merata

Suhu raba : Hangat

Keringat : Umum : normal

Setempat : normal

Lapisan Lemak : normal

Efloresensi : -

Pigmentasi : -

Pembuluh darah : normal

Lembab/kering : Kering

Turgor : kembali dengan cepat

Ikterus : -

Edema : (+) pada tungkai kanan

Kelenjar Getah Bening

- Tidak terdapat pembengkakan

Kepala

Tampak Sakit sedang, rambut hitam merata, simetris, pembuluh

darah temporal normal.

Mata

Page 9: cr ulkus dm ht

Pandangan mata sedikit terganggu dan rabun.

Telinga

Dalam Batas Normal

Mulut

Dalam batas Normal

Leher

Tekanan JVP : 5-2 cmH2O

Kelenjar tiroid : Normal

Kelenjar limfe : Normal

Dada

Bentuk : Normal

Pembuluh darah : Normal

Buah dada : Simetris, tidak terdapat massa dan pembengkakan.

Paru-Paru

Inspeksi : Simetris, kanan = kiri

Palpasi : fremitus (+) kiri = kanan di depan dan belakang

Perkusi : Sonor di semua permukaan thorax

Auskultasi : Vesikuler, ronki -/- pada basal, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus cordis teraba di ics 5 sinistra

Perkusi : Batas jantung atas ICS 2 midclavicula sinistra

Page 10: cr ulkus dm ht

Batas jantung kiri ICS 6 axilla midclavicula sinistra

Batas jantung kanan ICS 5 garis sterna dextra

Auskultasi : Depan = Bunyi jantung I/II regular gallop (–) murmur

(-)

Pembuluh Darah

Arteri temporalis, karotis, brakhialis, radialis, femoralis, poplitea dan

tibialis posterior dalam batas normal.

Abdomen

Ispeksi : Datar

Palpasi : Dinding perut normal, terdapat nyeri tekan pada

epigastrium.

Hati : Teraba, kesan hepar normal, nyeri tekan (-),

permukaan datar, tidak bernodul konsistensi

lunak.

Limpa : Normal

Ginjal : Normal

Auskultasi : BU + Normal

Refleks dinding perut : -

Genitalia eksterna : Tidak ada indikasi pemeriksaan.

Anggota gerak

Lengan : tonus normal, massa -, sendi gerak aktif kekuatan otot 5

pada kedua lengan

Page 11: cr ulkus dm ht

Tungkai dan kaki : Edema di kedua tungkai, tonus normal, gerakan

aktif kekuatan 5/5 di tungkai kiri dan 4/5 di

tungkai kanan.

Refleks

Refleks fisiologis normal, tidak ditemukan adanya reflex patologis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah

Hb : 9,4 g/dL

Ht : 35 %

Leukosit : 29.320 /uL

L E D : 56 mm/jam

Hitung Jenis : Basophil 0% Eosinophil 0% Batang 0%

Segmen 91% Limfosit 5 % Monosit 4%

Trombosit : 530.000/ uL

Urine Lengkap belum dilakukan

Tinja Lengkap belum dilakukan

GDS : 239

GDN : 198

GD2PP : 321

Ureum : 11

Creatinine : 0.80

SGPT : 6

Page 12: cr ulkus dm ht

SGOT : 10

RINGKASAN

Pasien Tn. M berusia 58 tahun datang dengan keluhan luka pada

kakinya yang tidak kunjung sembuh walaupun sudah dirawat sebulan

lamanya. Luka diawali bengkak kemerahan dan hangat bila diraba.

Pada tungkai yang membengkak, timbul luka koreng dan bernanah

berwarna kuning seminggu kemudian, dan semakin parah hingga

sekarang. Pasien mengaku memiliki riwayat DM yang sudah

didiagnosis selama 5 tahun lamanya. Penurunan berat badan drastis

(+) poliuri (+) polidipsi, polifagi, riwayat keluarga dengan DM,

riwayat makan dominasi makanan tinggi karbohidrat dan gula,

riwayat perokok aktif. Tekanan Darah 150/80 pada pemeriksaan

fisik, sering merasakan pusing menjalar ke tengkuk hingga ke

pundak GDS = 239, GDPP= 321, GDN= 198.

DIAGNOSIS KERJA DAN DASAR DIAGNOSIS

1. Diagnosis kerja

Ulkus Diabetikum + Diabetes Mellitus Tipe II + Hipertensi Stage

I

2. Dasar Diagnosis

Luka di kaki yang sulit sembuh

Riwayat DM tidak terkontrol

Gangguan sensoris pada tungkai

Poliuri

Nocturia

Polifagi

Polidipsi

Berat badan yang turun drastis

GDS = 239

Page 13: cr ulkus dm ht

GDN = 198

GDPP = 321

Riwayat keluarga dengan Diabetes Mellitus

Kebiasaan makan makanan dominasi karbohidrat tinggi dan gula.

Riwayat merokok aktif.

Tekanan darah = 150/80

DIAGNOSIS BANDING

- Diabetic Foot Infection

- Chronic Venous insufficiency

Dasar Diagnosis :

Luka di kaki yang sulit sembuh, kaki bengkak kemerahan, ujung

kaki yang menghitam, Riwayat DM tidak terkontrol, Gangguan

sensoris pada tungkai, Poliuri, Nocturia, Polifagi, Polidipsi, Berat

badan yang turun drastis

GDS = 239, GDN = 198, GDPP = 321

PEMERIKSAAN ANJURAN

- Foto rontgent pedis

- Tes urine lengkap, Faal Ginjal

- Kultur pus dan Uji sensitivitas antibiotic

- Profil Lipid

RENCANA PENGELOLAAN

- IVFD NaCl 20 gtt/ menit.

- Ganti balutan perhari

- Captopril 2 x 25 mg

- Ceftriaxone 1 g /12 jam

- Ranitidine injeksi 1 ampul / 12 jam

- Injeksi insulin

Page 14: cr ulkus dm ht

PENCEGAHAN

- Hindari diet tinggi karbohidrat dan gula

PROGNOSIS

Quo ad Vitam dubia ad bonam

Quo ad Functionam dubia ad malam

Quo ad Sana tianam dubia ad bonam

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. ULKUS DIABETIKUM

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir

disertai kematian jaringan yang luas dan invasif kuman saprofit. Ulkus

diabetikum adalah salah satu komplikasi kronik DM berupa luka terbuka

pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat.

Pada pasien dengan ulkus diabetikum akibat mikroangiopatik disebut

juga gangren panas karena walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah

dan terasa hangat oleh peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di

bagian distal.Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki.Proses

makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah Proses

makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah yang akan

memberikan gejala klinis 5 P, yaitu :

1) Pain (nyeri).

2) Paleness (kepucatan)

3) Paresthesia (parestesia dan kesemutan).

4) Pulselessness (denyut nadi hilang).

5) Paralysis (lumpuh).

Page 15: cr ulkus dm ht

Menurut berat ringannya lesi, kelainan ulkus diabetikum dibagi menjadi

enam derajat menurut Wagner, yaitu:

1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan

disertai dengan kelainan bentuk kaki "claw,callus"

2. Derajat I : ulkus superficial terbatas pada kulit

3. Derajat II : ulkus dalam, menembus tendon atau tulang

4. Derajat III : abses dalam dengan atau tanpa osteomilitas

5. Derajat IV : ulkus pada jari kaki atau bagian distal kaki atau tanpa selulitas

6. Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

B. PATOFISIOLOGI ULKUS DIABETIKUM

Gangguan vaskuler pada pasien DM merupakan salah satu penyebab

ulkus diabetikum. Pada gangguan vaskuler terjadi iskemik.Keadaan tersebut

di samping menjadi penyebabterjadinya ulkus juga mempersulit proses

penyembuhan ulkus kaki dan mempermudah timbulnya infeksi.Iskemik

merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah

dalam jaringan sehingga kekurangan oksigen. Gangguan tersebut terjadi

melalui dua proses yaitu:

1. Makroangiopati

Makroangiopati yang terjadi berupa penyempitan dan

penyumbatan pembuluh darah ukuran sedang maupun besar menyebabkan

iskemi dan ulkus. Dengan adanya DM proses sterosklerosis berlangsung

cepat dan lebih berat dengan keterlibatan pembuuh darah

multiple.Aterosklerosis biasanya proximal namun sering berhubungan

dengan oklusi arteri distal pada lutut, terutama arteri tibialis posterior dan

anterior, peronealis, metatarsalis, serta arteri digitalis.

2. Mikroangiopati.

Mikroangiopati berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh

darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat

perfusi jaringan bagian distal dari tungkai berkurang kemudian timbul

Page 16: cr ulkus dm ht

ulkus kaki diabetika.Proses mikroangiopati darah menjadikan sirkulasi

jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut

nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi dingin,

atrofi dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan

sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.

Selain proses diatas pada penderita DM terjadi peningkatan HbA1c

eritrosit yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen

di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang

mengganggu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan

kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus. Peningkatan kadar

fibrinogen dan bertambahnya aktivitas trombosit mengakibatkan tingginya

agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan

memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang

akan mengganggu sirkulasi darah.

Patofisiologi pada tingkat biomolekuler menyebabkan neuropati

perifer, penyakit vaskuler perifer dan penurunan sistem imunitas yang

berakibat terganggunya proses penyembuhan luka. Neuropati perifer pada

penyakit DM dapat menimbulkan kerusakan pada serabut motorik,

sensoris dan autonom. Kerusakan serabut motoris dapat menimbulkan

kelemahan otot, atrofi otot, deformitas (hammer toes, claw toes, pes cavus,

pes planus, halgus valgus, kontraktur tendon Achilles) dan bersama

dengan adanya neuropati memudahkan terbentuknya kalus. Kerusakan

serabut sensoris yang terjadi akibat rusaknya serabut mielin

mengakibatkan penurunan sensasi nyeri sehingga memudahkan terjadinya

ulkus kaki. Selain itu pada hiperglikemia terjadi defek metabolism pada

sel schwan sehingga konduksi implus terganggu. Kaki yang tidak berasa

akan berbahaya karena bila menginjak benda tajam tidak akan dirasa

padahal telah timbul luka, ditambah dengan mudahnya terjadi infeksi.

Kerusakan serabut autonom yang terjadi akibat denervasi simpatik

menimbulkan kulit kering (anhidrosis) dan terbentuknya fisura kulit dan

edema kaki.

Page 17: cr ulkus dm ht

Proses terbentuknya ulkus

Gambar IV. Proses terbentuknya ulkus (11)

Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar

dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Pembentukan

ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf

perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan

mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban

terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma

berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area

kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur

sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan

penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang

masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Kadar gula dalam darah yang

meningkat menjadikan tempat perkembangan bakteri ditambah dengan

gangguan pada fungsi imun sehingga bakteria sulit dibersihkan dan infeksi

menyebar ke jaringan sekitarnya.

C. DIAGNOSIS

A. ANAMNESIS / GEJALA KLINIK

Page 18: cr ulkus dm ht

Anamnesa yang dilakukan merupakan tahap awal dari

pengumpulan data yang diperlukan dalam mengevaluai dan

mengidentifikasi sebuah penyakit.Pada anamnesa yang sangat penting

adalah mengetahui apakah pasien mempunyai riwayat DM sejak

lama. Gejala-gejala neuropatik diabetik yang sering ditemukan

adalah sering kesemutan, rasa panas di telapak kaki, keram, badan

sakit semua terutama malam hari. Gejala neuropati menyebabakan

hilang atau berkurangnya rasa nyeri dikaki, sehingga apabila

penderita mendapat trauma akan sedikit atau tidak merasakan nyeri

sehingga mendapatkan luka pada kaki.

Selain itu perlu di ketahui apakah terdapat gangguan

pembuluh darah dengan menanyakan nyeri tungkai sesudah berjalan

pada jarak tertentu akibat aliran darah ketungkai yang berkurang

(klaudikasio intermiten), ujung jari terasa dingin, nyeri diwaktu

malam, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan serta

jika luka yang sukar sembuh.

B. PEMERIKSAAN FISIK

1) Inspeksi

pada inspeksi akan tampak kulit kaki yang kering dan pecah-pecah

akibat berkurangnya produksi keringat. Hal ini disebabkan karena

denervasi struktur kulit. Tampak pula hilangnya rambut kaki atau jari

kaki, penebalan kuku, kalus pada daerah yang mengalami penekanan

seperti pada tumit, plantar aspek kaput metatarsal. Adanya deformitas

berupa claw toe sering pada ibu jari. Pada daerah yang mengalami

penekanan tersebut merupakan lokasi ulkus diabetikum karena trauma

yang berulang-ulang tanpa atau sedikit dirasakan pasien. Bentuk ulkus

perlu digambarkan seperti; tepi, bau, dasar, ada atau tidak pus, eksudat,

edema, kalus, kedalaman ulkus.

Page 19: cr ulkus dm ht

Gambar V. Pemeriksaan pada inspeksi dan palpasi.

2) Palpasi

Kulit yang kering serta pecah-pecah mudah dibedakan dengan kulit

yang sehat. Oklusi arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta

hilangnya pulsasi pada arteri yang terlibat. Kalus disekeliling ulkus

akan terasa sebagai daerah yang tebal dan keras. Deskripsi ulkus harus

jelas karena sangat mempengaruhi prognosis serta tindakan yang akan

dilakukan. Apabila pus tidak tampak maka penekanan pada daerah

sekitar ulkus sangat penting untuk mengetahui ada tidaknya pus.

Eksplorasi dilakukan untuk melihat luasnya kavitas serta jaringan

bawah kulit, otot, tendo serta tulang yang terlibat(15).

3) Pemeriksaan Sensorik

Pada penderita DM biasanya telah terjadi kerusakan neuropati sebelum

tebentuknya ulkus. Sehingga apabila pada inspeksi belum tampak

adanya ulkus namun sudah ada neuropati sensorik maka proses

pembentukan ulkus dapat dicegah. Caranya adalah dengan pemakaian

nilon monofilamen 10 gauge. Uji monofilamen merupakan

pemeriksaan yang sangat sederhana dan cukup sensitif untuk

mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena ulkus karena telah

mengalami gangguan neuropati sensoris perifer.Hasil tes dikatakan

tidak normal apabila pasien tidak dapat merasakan sentuhan nilon

monofilamen. Bagian yang dilakukan pemeriksaan monofilamen

Page 20: cr ulkus dm ht

adalah di sisi plantar (area metatarsal, tumit dan dan di antara

metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal.

4) Pemeriksaan Vaskuler

Disamping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa

dengan test vaskuler noninvasive yang meliputi pungukuran oksigen

transkutaneus, ankle-brachial index (ABI), dan absolute toe systolic

pressure. ABI didapat dengan cara membagi tekanan sistolik betis

denga tekanan sistolik lengan. Apabila didapat angka yang abnormal

perlu dicurigai adanya iskemia. Arteriografi perlu dilakukan untuk

memastikan terjadinya oklusi arteri.

Gambar VI. Pemeriksaan sensorik

5) Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan radiologi akan dapat mengetahui apakah didapat gas

subkutan, benda asing serta adanya osteomielitis(8).

6) Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin menunjukkan angka lekosit yang meningkat

bila sudah terjadi infeksi. Gula darah puasa dan 2 jam PP harus

diperiksa untuk mengetahui kadar gula dalam lemak. Albumin diperiksa

untuk mengetahui status nutrisi pasien.

Page 21: cr ulkus dm ht

D. PENATALAKSANAAN DAN TERAPI

Penatalaksanaan pada pasien dengan ulkus DM adalah mengendalikan kadar

gula darah dan penanganan ulkus DM secara komprehensif(12).

1) PENGENDALIAN DIABETES

a) Terapi non farmakologis:

Langkah awal penanganan pasien dengan kaki diabetik adalah

dengan melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes

secara sistemik.Diabetes melitus jika tidak dikelola dengan baik akan

dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik diabetes,

salah satunya adalah terjadinya gangren diabetik(3). Jika kadar glukosa

darah dapat selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua

komplikasi yang akan terjadi dapat dicegah, paling sedikit dihambat.

Dalam mengelola diabetes melitus langkah yang harus dilakukan

adalah pengelolaan non farmakologis, Perubahan gaya hidup, dengan

melakukan pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi

medis dan meningkatkan aktivitas jasmani berupaolah raga ringan(15).

Perencanaan makanan pada penderita diabetes melitus juga

merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan diabetes

melitus.Perencanaan makanan yang memenuhi standar untuk diabetes

umumnya berdasarkan dua hal, yaitu; a).Tinggi karbohidrat, rendah

lemak, tinggi serat, atau b).Tinggi karbohidrat, tinggi asam lemak

tidak jenuh berikatan tunggal. Edukasi kepada keluarga juga sangat

berpengaruh akan keadaan pasien. Peran keluarga sendiri adalah

mengkontrol asupan makanan, obat-obat gula yang dikonsumsi setiap

hari serta mencegah semaksimal mungkin agar penderita tidak

mengalami luka yang dapat memicu timbulnya infeksi(4).

b) Terapi farmakologis

Terapi farmakologis ini pada prinsipnya diberikan jika

penerapan terapi non farmakologis yang telah dilakukan tidak dapat

mengendalikan kadar glukosa darah sebagaimana yang diharapkan.

Terapi farmakologis yang diberikan adalah pemberian obat anti

Page 22: cr ulkus dm ht

diabetes oral dan injeksi insulin. Terdapat enam golongan obat anti

diabetes oral yaitu(15):

1) Golongan sulfonilurea

2) Glinid

3) Tiazolidindion

4) Penghambat Glukosidase α

5) Biguanid

6) Obat-obat kombinasi dari golongan-golangan diatas

2). PENANGANAN ULKUS DIABETIKUM

Penanganan pada ulkus diabetikum dilakukan secara

komprehensif. Penanganan luka merupakan salah satu terapi yang

sangat penting dan dapat berpengaruh besar akan kesembuhan luka

dan pencegahan infeksi lebih lanjut. Penanganan luka pada ulkus

diabetikum dapat melalui beberapa cara yaitu: menghilangkan atau

mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalu

lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan

skin graft.

a) Debridemen

Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting

pada kasus ulkus diabetika. Debridemen dapat  didefinisikan

sebagai upaya pembersihkan benda asing dan jaringan nekrotik

pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan

jaringan nekrotik, debris, calus, fistula atau rongga yang

memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen

luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih

lain dan dilakukan dressing (kompres). Tujuan dilakukan

debridemen bedah adalah

Mengevakuasi bakteri kontaminasi

Mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat

penyembuhan

Menghilangkan jaringan kalus

Page 23: cr ulkus dm ht

Mengurangi risiko infeksi lokal

Mengurangi beban tekanan (off loading)

Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu

debridemen mekanik, enzimatik, autolitik, biologik.Debridemen

mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis,

ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk

membersihkan jaringan nekrotik.Debridemen secara enzimatik

dilakukan dengan pemberian enzim eksogen secara topikal pada

permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu residu

protein(6). Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila

seseorang terkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim

proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan

nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat

menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit tubuh

dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik

serta memacu proses granulasi. Menghilangkan atau mengurangi

tekanan beban (offloading).

b) Perawatan Luka

Perawatan luka modern menekankan metode moist wound

healing atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab(5,6).

Lingkungan luka yg seimbang kelembabannya memfasilitasi

pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen didalam matrik non

selular yg sehat.Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat

dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka

tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan

permeabel terhadap gas.Tindakan dressing merupakan salah satu

komponen penting dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip

dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan

lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi.

Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih

dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya

Page 24: cr ulkus dm ht

eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada

beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka,

seperti: hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, kompres

anti mikroba.

c) Pengendalian Infeksi

Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Pada

infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau

lebih.Pada beberapa penelitian menyebutkan bahwa bakteri yang

dominan pada infeksi ulkus diabetik diantaranya adalah s.aureus

kemudian diikuti dengan streotococcus, staphylococcus koagulase

negative, Enterococcus, corynebacterium dan pseudomonas. Pada

ulkus diabetika ringan atau sedang antibiotika yang diberikan di

fokuskan pada patogen gram positif.Pada ulkus terinfeksi yang

berat kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram

positif berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan

bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat broadspektrum,

diberikan secara injeksi

d) Skin Graft

Gambar VII. Skin graft(18)

Suatu tindakan penutupan luka dimana kulit dipindahkan dari

lokasi donor dan ditransfer ke lokasi resipien. Terdapat dua macam

skin graft yaitu full thicknessdan split thickness. Skin graft

Page 25: cr ulkus dm ht

merupakan salah satu cara rekonstruksi dari defek kulit, yang

diakibatkan oleh berbagai hal. Tujuan skin graft digunakan pada

rekonstruksi setelah operasi pengangkatan keganasan kulit,

mempercepat penyembuhan luka, mencegah kontraktur, mengurangi

lamanya perawatan, memperbaiki defek yang terjadi akibat eksisi

tumor kulit, menutup daerah kulit yang terkelupas dan menutup luka

dimana kulit sekitarnya tidak cukup menutupinya(12). Selain itu skin

graft juga digunakan untuk menutup ulkus kulit yang kronik dan sulit

sembuh. Terdapat 3 fase dari skin graft yaitu: imbibition,

inosculation, dan revascularization. Pada fase imbibition terjadi

proses absorpsi nutrient ke dalam graft yang nantinya akan menjadi

sumber nutrisi pada graft selam 24-48 jam pertama. Fase kedua yaitu

inosculation yang merupakan proses dimana pembuluh darah donor

dan resipien saling berhubungan. Selama kedua fase ini, graft saling

menempel ke jaringan resipien dengan adanya deposisi fibrosa pada

permukaannya. Pada fase ketiga yaitu revascularization terjadi

diferensiasi dari pembuluh darah pada arteriola dan venula.

e) Tindakan Amputasi

Tindakan amputasi dilakukan bila dijumpai adanya gas

gangren, jaringan terinfeksi, untuk menghentikan perluasan infeksi,

mengangkat bagian kaki yang mengalami ulkus berulang.Komplikasi

berat dari infeksi kaki pada pasien DM adalah fasciitis nekrotika dan

gas gangren.Pada keadaan demikian diperlukan tindakan bedah

emergensi berupa amputasi. Amputasi bertujuan untuk

menghilangkan kondisi patologis yang mengganggu fungsi, penyebab

kecacatan atau menghilangkan penyebab yang didapat.

\

Penanganan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan

sesuai dengan pembagian menurut wanger, yaitu:

a) Tingkat 0 :

Page 26: cr ulkus dm ht

Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki khusus

dan pelengkap alas kaki yang dianjurkan.Sepatu atau sandal yang dibuat

secara khusus dapat mengurangi tekanan yang terjadi. Bila pada kaki

terdapat tulang yang menonjol atau adanya deformitas, biasanya tidak

dapat hanya diatasi dengan pengguna-an alas kaki buatan umumnya

memerlukan tindakan pemotongan tulang yang menonjol (exostectomy)

atau dengan pembenahan deformitas.

b) Tingkat I

Memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan yang

infeksius, perawatan lokal luka dan pengurangan beban.

c) Tingkat II :

Memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur,

perawatan lokal luka dan teknik pengurangan beban yang lebih berarti.

d) Tingkat III :

Memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren,

amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian

antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur.

e) Tingkat IV :

Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagian atau

amputasi seluruh kaki.

3). EVALUASI ULKUS DIABETIKUM

Prinsip dasar yang baik pengeolaan terhadap ulkus diabetikum adalah:

a) Evaluasi keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran radiologi

(benda asing, osteomielitis, adanya gas subkutis), lokasi, biopsy

vaskularisasi (non invasive).

Pengobatan ulkus sangat dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya ulkus.

Hati-hati apabila menjumpai ulkus yang nampaknya kecil dan dangkal

karena kadang-kadang hal tersebut hanya merupakan puncak dari

gunung es dan pada pemeriksaan yang seksama penetrasi itu mungkin

mencapai jaringan yang lebih dalam.

b) Pengelolaan terhadap neuropati diabetic

Page 27: cr ulkus dm ht

Pada dasarnya pengelolaan neuropati diabetic dilakukan dengan

mengontrol gula darah dan pemberian obat-obatan kausal dan

simptomatik. Pengontrolan gula darah secara terus menerus dan

pengobatan DM yang intensif akan menghambat progresitifitas

neuropati sebesar 60%.

c) Kontrol metabolik

Terjadinya aterosklerosis adalah akibat defek metabolik dan defek

fisik.Faktor resiko terjadinya aterosklerosis antara lain hiperglikemia,

hiperinsulinemia, dislipidemia, hipertensi, obesitas,

hiperkoagulabilitas, genetik, dan merokok. Semua faktor resiko yang

dapat diobati seharusnya segera dikontrol dengan sebaik-baiknya

untuk menghambat proses terjadinya aterosklerosis lebih lanjut.

d) Debridemen dan pembalutan

Pada dasarnya terapi ulkus diabetikum sama dengan terapi lain, yaitu

mempersiapkan bed luka yang baik untuk menunjang tumbuhnya

jaringan granulasi, sehingga proses penyembuhan luka dapat terjadi.

Kita mengenalnya dengan preparasi bed luka. Harus diketahui bahwa

tidak ada obat-obatan topikal yang dapat menggantikan debridement

yang baik dengan teknik yang benar dan proses penyembuhan luka

selalu dimulai dari jaringan yang bersih. Tujuan dasar dari

debridement adalah mengurangi kontaminasi pada luka untuk

mengontrol dan mencegah infeksi. Pemeriksaan kultur diperlukan

terutama pada ulkus yang dalam dan diambil dari jaringan yang dalam.

Diperlukan debridement yang optimal sampai nampak jaringan sehat

dengan cara membuang jaringan nekrotik. Debridemen yang tidak

optimal akan menghambat penyembuhan ulkus.

Pembalutan berguna untuk menjaga dan melindungi kelembaban

jaringan, perangsang penyembuhan luka, melindungi dari suhu luar,

serta mudah dibuka tanpa rasa nyeri dan merusak luka.Suasana lembab

membuat suasana optimal untuk akselerasi penyembuhan dan memacu

pertumbuhan jaringan.

e) Biakan kultur

Page 28: cr ulkus dm ht

Untuk menentukan bakteri penyebab infeksi diperlukan kultur.

Pengambilan bahan kultur dengan cara swab tidak dianjurkan. Hasil

kultur akan lebih dipercaya apabila pengambilan bahan dengan cara

curettage dari hasil ulkus setelah debridement.

f) Antibiotika

Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan

difokuskan pada pathogen gram positif.Pada ulkus terinfeksi berat

lebih bersifat polimikrobial.Antibiotika harus bersifat broadspectrum

dan diberikan secara injeksi.

g) Perbaikan sirkulasi

Penderita DM mempunyai kecenderungan untuk lebih mudah

mengalami koagulasi dibandingkan yang bukan DM akibat adanya

gangguan viskositas pada plasma, deformibilitas eritrosit, agregasi

trombosit serta adanya peningkatan trogen dan faktor Willbrand.Obat-

obat yang mempunyai efek reologik bencyclame, pentoxyfilin dapat

memperbaiki eritrosit disamping mengurangi agregasi eritrosit pada

trombosit.

h) Non weight bearing

Tindakan ini diperlukan karena umumnya kaki penderita tidak peka

lagi terhadap rasa nyeri, sehingga apabila dipakai berjalan maka akan

menyebabkan luka bertambah besar dan dalam, cara terbaik untuk

mencapainya dengan mempergunakan gips.

i) Nutrisi

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam

penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan sangat

berpengaruh terhadap proses penyembuhan. Perlu dilakukan monitor

kadar Hb dan albumin darah minimal satu minggu sekali. Besi, vitamin

B12, asam folat membantu sel darah membawa oksigen ke jaringan.

Besi juga merupakan suatu kofaktor dalam sintesis kolagen sedangkan

vitamin C dan zinc penting untuk perbaikan jaringan. Zinc juga

berperan dalam respon imun.

Page 29: cr ulkus dm ht

4). Penyulit Ulkus Diabetikum

Infeksi merupakan ancaman utama amputasi pada penderita ulkus

diabetikum.Infeksi superficial di kulit apabila tidak segera ditangani

dapat menembus jaringan di bawah kulit, seperti tendon, sendi, dan

tulang atau bahkan menjadi infeksi sistemik. Pada ulkus kaki terinfeksi

dan kaki diabetic terinfeksi (tanpa ulkus) harus dilakukan kultur dan

sensitifitas kuman. Hampir 2/3 pasien dengan ulkus kaki diabteik

memberikan komplikasi osteomielitis. Osteomielitis yang tidak

terdeteksi akan mempersulit penyembuhan ulkus. Gulah darah pasien

ulkus juga bisa menjadi hambatan dalam proses penyembuhan luka

maka dari itu perlu juga dikonsultasikan ke bagian ahli gizi, dan

apabila diperlukan di konsultasikan kepada ahli fisioterapi agar proses

penyembuhan bisa lebih maksimal.

B. DIABETES MELITUS TIPE 2

a. Epidemiologi

Diabetes Mllitus tipe 2 (DM tipe 2) merupakan penyakit metabolik

yangprevalensinya meningkat dari tahun ketahun. Indonesia dengan

jumlahpenduduk yang melebihi 200.000.000 jiwa, sejak awal abad ini

telah menjadinegara dengan jumlah penderita DM nomor 4 terbanyak

didunia. DM tipe 2merupakan penyakit progresif dengan komplikasi akut

maupun khronik.Dengan pengelolaan yang baik, angka morbiditas dan

mortalitas dapatditurunkan. Dalam pengelolaan DM tipe 2, diperlukan

juga usaha mengkoreksifaktor-faktor risiko penyakit kardiovaskuler yang

sering menyertai DM tipe 2,seperti hipertensi, dislipidemia, resistensi

insulin dan lain-lain. Walaupundemikian pengendalian kadar glukosa

darah tetap menjadi fokus utama.1

Page 30: cr ulkus dm ht

b. Klasifikasi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes

melitus sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang

merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin

absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.2

Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association

(ADA), 2005, yaitu3 :

1. Diabetes Melitus Tipe 1

DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat

kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering

kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar

penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi

pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.

2. Diabetes Melitus Tipe 2

DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar

insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin

untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam

darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM

type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM

setelah usia 30 tahun.

Page 31: cr ulkus dm ht

3. Diabetes Melitus Tipe lain

a. Defek genetik pada fungsi sel beta

b. Defek genetik pada kerja insulin

c. Penyakit eksokrin pankreas

d. Endokrinopati

e. Diinduksi obat atau zat kimia

f. Infeksi

g. Imunologi

4. DM Gestasional

A

c. Patofisiologi

DM TIPE LAIN :

1. Defek genetik fungsi sel beta :

Maturity onset diabetes of the young

Mutasi mitokondria DNA 3243 dan lain-lain

2. Penyakit eksokrin pankreas :Pankreatitis

Pankreatektomy

3.Endokrinopati : akromegali, cushing,

hipertiroidisme

4.akibat obat : glukokortikoid, hipertiroidisme

5.Akibat virus: CMV, Rubella

6.Imunologi: antibodi anti insulin

7. Sindrom genetik lain: sdr. Down, Klinefelter

DM

GESTASIONAL

DM TIPE 2 :

Defisiensi insulin

relatif :

1, defek sekresi

insulin lebih

dominan daripada

resistensi insulin.

2. resistensi insulin

lebih dominan

daripada defek

sekresi insulin.

DM TIPE 1:

Defisiensi

insulin absolut

akibat destuksi

sel beta,

karena:

1.autoimun

2. idiopatik

KLASIFIKASI DIABETES MELITUS PERKENI 1998

Page 32: cr ulkus dm ht

DM dibagi menjadi dua katagori utama berdasar pada sekresi insulin

endogenyaitu (1) insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) dan (2) non

insulin dependentdiabetes mellitus (NIDDM).

Kerusakan sel ß pankreas diperantarai oleh proses autoimun terjadi pada

IDDMatau DM tipe 1. Petanda destruksi imun yang dapat diperiksa adalah

autoantibodyislet cell, autoantibody insulin, autoantobody glutamic acid

decarboxylase(GAD65). Satu atau lebih antibodi tersebut terdeteksi pada 80-

85% penderitahiperglikemia saat awal deteksi. Pada IDDM kadar glukosa

darah sangat tingginamun tidak dapat digunakan secara optimal untuk

pembentukan energi, oleh karenaitu energi diperoleh dari peningkatan

katabolisme lipid dan protein.Patofisiologi pada NIDDM disebabkan karena

dua hal yaitu (1) penurunanrespons jaringan perifer terhadap insulin,

peristiwa tersebut dinamakan resistensiinsulin, dan (2) penurunan

kemampuan sel β pankreas mensekresi insulin sebagai respons terhadap

beban glukosa. Konsentrasi insulin yang tinggimengakibatkan reseptor

insulin berupaya melakukan pengaturan sendiri (selfregulation) dengan

menurunkan jumlah reseptor atau down regulation. Hal inimembawa dampak

pada penurunan respons reseptornya dan lebih lanjutmengakibatkan

terjadinya resistensi insulin. Di lain pihak, kondisi hiperinsulinemiajuga dapat

mengakibatkan desensitisasi reseptor insulin pada tahap postreceptor,yaitu

penurunan aktivasi kinase reseptor, translokasi glucose transporter dan

aktivasiglycogen synthase. Kejadian ini mengakibatkan terjadinya resistensi

insulin. Padaresistensi insulin, terjadi peningkatan produksi glukosa dan

penurunan penggunaanglukosa sehingga mengakibatkan peningkatan kadar

Page 33: cr ulkus dm ht

gula darah (hiperglikemik). Pada tahap ini sel β pankreas mengalami adaptasi

diri sehingga responnya untuk mensekresi insulin menjadi kurang sensitif,

dan pada akhirnya membawa akibat padadefisiensi insulin.Penelitian

mengenai patologi diabetes dan komplikasinya terus

dikembangkan.Penelitian yang dikembangkan menggunakan hewan

percobaan diabetik.4

d. Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadarglukosa darah.

Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasaradanya glukosuria. Guna

penentuan diagnosis DM, pemeriksaanglukosa darah yang dianjurkan adalah

pemeriksaanglukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.

Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupunangka kriteria

diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan olehWHO. Sedangkan untuk

tujuan pemantauan hasil pengobatandapat dilakukan dengan menggunakan

pemeriksaan glukosadarah kapiler dengan glukometer.2

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.Kecurigaan

adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhanklasik DM seperti di

bawah ini:

- Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, danpenurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

- Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal,mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvaepada wanita

Page 34: cr ulkus dm ht

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosaplasma sewaktu

>200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkandiagnosis DM2. Pemeriksaan

glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL denganadanya keluhan klasik.

3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO denganbeban 75 g

glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding denganpemeriksaan glukosa

plasma puasa, namun pemeriksaan inimemiliki keterbatasan tersendiri.

TTGO sulit untuk dilakukanberulang-ulang dan dalam praktek sangat

jarang dilakukankarena membutuhkan persiapan khusus.

Page 35: cr ulkus dm ht

Apabila hasil pemeriksaantidak memenuhi kriteria normal atau DM,

bergantungpada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke

dalamkelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosadarah puasa

terganggu (GDPT).

1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaanTTGO

didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah bebanantara 140 – 199 mg/dL

(7,8-11,0 mmol/L).

2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaanglukosa

plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL(5,6 – 6,9 mmol/L) dan

pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam< 140 mg/dL.

3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO denganbeban 75 g

glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding denganpemeriksaan glukosa

plasma puasa, namun pemeriksaan inimemiliki keterbatasan tersendiri.

TTGO sulit untuk dilakukanberulang-ulang dan dalam praktek sangat

jarang dilakukankarena membutuhkan persiapan khusus. Apabila hasil

pemeriksaantidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantungpada

Page 36: cr ulkus dm ht

hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalamkelompok

toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosadarah puasa terganggu

(GDPT).

II. Pengelolaa

n

Diabetes Melitus Tipe 2

e. Penatalaksanaan

Resistensi insulin merupakan dasar dari diabetes tipe 2, dan kegagalansel

βmulai terjadi sebelum berkembangnya diabetes yaitu dengan

terjadinyaketidakseimbangan antara resistensi insulin dan sekresi insulin. De

Fronzomenyatakan bahwa fungsi sel βmenurun sebesar kira-kira 20% pada

Page 37: cr ulkus dm ht

saatterjadi intoleransi glukosa. Dengan demikian jelas bahwa

pendekatanpengobatan diabetes tipe 2 harus memperbaiki resistensi insulin

danmemperbaiki fungsi sel β.

Hal yang mendasar dalam pengelolaan Diabetes mellitus tipe 2

adalahperubahan pola hidup yaitu pola makan yang baik dan olah raga

teratur.Dengan atau tanpa terapi farmakologik, pola makan yang seimbang dan

olahraga teratur (bila tidak ada kontraindikasi) tetap harus dijalankan.1

Target glikemik

Penelitian UKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes Study)

danStudi Kumamoto pada pasien DM tipe 2 menunjukkan target glikemik

terapi DMtipe 2 yang menghasilkan perbaikan prognosis jangka panjang.

Hasil penelitianklinik dan epidemiologik menunjukkan bahwa dengan

menurunkan kadarglukosa maka kejadian komplikasi mikrovaskuler dan

neuropati akan menurun.Target kadar glukosa darah yang terbaik berdasarkan

pemeriksaan harian danA1C sebagai index glikemia khronik belum diteliti

secara sistematik. Tetapi hasilpenelitian DCCT (pada pasien diabetes tipe 1)

dan UKPDS (pada pasiendiabetes tipe 2) mengarahkan gol pencapaian kadar

glikemik pada rentangnondiabetik. Akan tetapi pada kedua studi tersebut

bahkan pada grup pasienyang mendapat pengobatan intensif,kadar A1C tidak

dapat dipertahankan pada rentang nondiabetik. Studi tersebut mencapai kadar

rata-rata A1C>7%yang merupakan 4SD diatas rata-rata non diabetik1

Page 38: cr ulkus dm ht

Target glikemik yang paling baru adalah dari ADA (American

DiabetesAssociation) yang dibuat berdasarkan kepraktisan dan projeksi

penurunankejadian komplikasi , yaitu A1C <7%.

Konsensus ini menyatakan bahwa kadar A1C ≥7% harus dianggap sebagaialarm

untuk memulai atau mengubah terapi dengan gol A1C < 7%. Para ahlijuga

menyadari bahwa gol ini mungkin tidak tepat atau tidak praktis untukpasien

tertentu, dan penilaian klinik dengan mempertimbangkan potensikeuntungan dan

kerugian dari regimen yang lebih intensif perlu diaplikasikanpada setiap pasien.

Faktor-faktor seperti harapan hidup, risiko hipoglikemia danadanya CVD perlu

menjadi pertimbangan pada setiap pasien sebelummemberikan regimen terapi

yang lebih intensif.

Tujuan penatalaksanaan pasien dengan DM tipe 2 adalah sebagai berikut

Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM,mempertahankan rasa

nyaman, dan mencapai target pengendalianglukosa darah.

Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitaspenyulit

mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.

Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas danmortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalianglukosa darah,

tekanan darah, berat badan, dan profil lipid,melalui pengelolaan pasien secara

holistik dengan mengajarkanperawatan mandiri dan perubahan perilaku.

f. Evaluasi medis pada pertemuan pertama

Evaluasi medis meliputi:

Riwayat Penyakit

Page 39: cr ulkus dm ht

Gejala yang timbul,

Hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu meliputi: glukosadarah, A1C,

dan hasil pemeriksaan khusus yangterkait DM

Pola makan, status nutrisi, dan riwayat perubahan beratbadan

Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda

Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secaralengkap, termasuk

terapi gizi medis dan penyuluhan yangtelah diperoleh tentang perawatan

DM secara mandiri,serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi

kesehatan

Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,

perencanaan makan dan program latihan jasmani

Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar

hiperglikemia, dan hipoglikemia)

Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus

urogenitalis serta kaki

Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasipada

ginjal, mata, saluran pencernaan, dll.)

Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah

Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantungkoroner,

obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasukpenyakit DM dan

endokrin lain)

Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM

Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan statusekonomi

Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kehamilan.

Page 40: cr ulkus dm ht

Pemeriksaan Fisik

Pengukuran tinggi badan, berat badan,dan lingkar pinggang

Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanandarah dalam

posisi berdiri untuk mencari kemungkinanadanya hipotensi ortostatik, serta

ankle brachialindex (ABI),untuk mencari kemungkinan penyakit

pembuluhdarah arteri tepi

Pemeriksaan funduskopi

Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid

Pemeriksaan jantung

Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop

Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari

Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempatpenyuntikan

insulin) dan pemeriksaan neurologis

Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DMtipe-lain

Evaluasi Laboratoris/penunjang lain

Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial

A1C

Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL,LDL, dan

trigliserida)

Kreatinin serum

Albuminuria

Keton, sedimen, dan protein dalam urin

Elektrokardiogram

Foto sinar-x dada

Page 41: cr ulkus dm ht

g. Evaluasi berkala

Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2jam sesudah

makan, atau pada waktu-waktu tertentu lainnyasesuai dengan kebutuhan

Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan

Secara berkala dilakukan pemeriksaan:

Jasmani lengkap

Mikroalbuminuria

Kreatinin

Albumin / globulin dan ALT

Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida

EKG

Foto sinar-X dada

Funduskopi

Pilar penatalaksanaan DM

1. Edukasi

2. Terapi gizi medis

3. Latihan jasmani

4. Intervensi farmakologis

Page 42: cr ulkus dm ht

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama

beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai

sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO)

dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan

secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan

dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan

yang menurun dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.

h. Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku

telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes

memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan

mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk

mencapai

keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif

dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa

darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus

diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan

secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.\

i. Terapi Nutrisi Medis

Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari penatalaksanaan

diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara

Page 43: cr ulkus dm ht

menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain

serta pasien dan keluarganya).

Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai dengan

kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan

anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan

sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada

penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam

hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang

menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

1. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan

Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.

Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat

makan sama dengan makanan keluarga yang lain

Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak

melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted- Daily Intake)

Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam

sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau

makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Page 44: cr ulkus dm ht

Lemak

Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak

diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.

Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori

Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh

tunggal.

Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung

lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh

(whole milk).

Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.

Protein

Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.

Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang,cumi,dll), daging

tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-

kacangan, tahu, dan tempe.

Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8

g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya

bernilai biologik tinggi.

Natrium

Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran

untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan

6-7 gram (1 sendok teh) garam dapur.

Page 45: cr ulkus dm ht

Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg.

Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan

pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat

Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan

mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta

sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin,

mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.

Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari.

Pemanis alternatif

Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak

berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula alkohol dan fruktosa.

Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan

xylitol.

Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan

kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena

efek samping pada lemak darah.

Pemanis tak berkaloriyang masih dapat digunakan antara lain aspartam,

sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.

Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted

Daily Intake / ADI)

Page 46: cr ulkus dm ht

2. Kebutuhan kalori

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang

diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal

yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada

beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.

Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi

adalah sbb:

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,

rumus dimodifikasi menjadi :

Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

BB Normal : BB ideal ± 10 %

Kurus : < BBI - 10 %

Gemuk : > BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).Indeks massa

tubuh dapat dihitung dengan rumus:

IMT = BB(kg)/ TB(m2)

Klasifikasi IMT*

BB Kurang < 18,5

BB Normal 18,5-22,9

BB Lebih ≥ 23,0

*WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective:RedefiningObesity

and its Treatment.

Dengan risiko 23,0-24,9

Page 47: cr ulkus dm ht

Obes I 25,0-29,9

Obes II > 30

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :

Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori

wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.

Umur

Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk

dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69

tahun dan dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.

Aktivitas Fisik atau Pekerjaan

Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.

Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada kedaaan

istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang,

dan 50% dengan aktivitas sangat berat.

Berat Badan

Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada tingkat

kegemukan

Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk

meningkatkan BB.

Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling

sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kkal perhari untuk

pria. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi

dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta

Page 48: cr ulkus dm ht

2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan

pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk

penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan

disesuaikan dengan penyakit penyertanya.

Latihan jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu

selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM

tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,

berkebun harus tetap dilakukan (lihat tabel 4). Latihan jasmani selain untuk

menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki

sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan

jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan

kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya

disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif

sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah

mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang

kurang gerak atau bermalas-malasan.

j. Terapi farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan

latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral

dan bentuk suntikan.

Page 49: cr ulkus dm ht

1. Obat hipoglikemik oral

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:

Pemicu Sekresi Insulin

1. Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel

beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan

normal dan kurang. Intensitas Namun masih boleh diberikan kepada pasien

dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada

berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi

serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja

panjang.

2. Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan

penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri

dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid

(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara

oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi

hiperglikemia post prandial.

Peningkat sensitivitas terhadap insulin

Tiazolidindion

Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated

Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.

Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan

Page 50: cr ulkus dm ht

ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien

dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan

dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion

perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

Penghambat glukoneogenesis

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.

Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin

>1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia

(misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin

dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat

diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa

pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan

dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.

Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga

mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbosetidak

menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering

ditemukan ialah kembung dan flatulens.

DPP-IV inhibitor

Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang

dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus

Page 51: cr ulkus dm ht

bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan

perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi

glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidyl

peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif.

Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk

meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM

tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang

menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau memberikan

hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP-1 agonis).

Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu menghambat kerja

DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif

dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan

glukagon.

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai

respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal

Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan

Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan

Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan

Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama

Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.

DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.

Page 52: cr ulkus dm ht

2. Suntikan

1. Insulin

2. Agonis GLP-1/incretin mimetic

1. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan:

Penurunan berat badan yang cepat

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

Ketoasidosis diabetik

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

Hiperglikemia dengan asidosis laktat

Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang tidak terkendali

dengan perencanaan makan

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO Jenis dan lama kerja insulin

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:

Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

Insulin kerja pendek (short acting insulin)

Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)

Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin). Jenis

dan lama kerja insulin dapat dilihat pada lampiran 3.

Page 53: cr ulkus dm ht

Efek samping terapi insulin

Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.

Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat

menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

Dasar pemikiran terapi insulin:

Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi

insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis.

Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau

keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia

pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan

hiperglikemia setelah makan.

Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap

defisiensi yang terjadi.

Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah

basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral maupun

insulin. Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal

adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang).

Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan

dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.

Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan A1C

belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial

(meal-related). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah

prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin kerja pendek (short

Page 54: cr ulkus dm ht

acting). Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial dapat diberikan subkutan

dalam bentuk 1 kali insulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau 1 kali

basal + 2 kali prandial (basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3 kali prandial (basal

bolus).

Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk menurunkan

glukosa darah prandial seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja

pendek (golongan glinid), atau penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen

usus (acarbose).

Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien

dan respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah

harian.

Cara Penyuntikan Insulin

Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan

arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.

Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau

drip.

Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek

dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak

terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis

yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin

tersebut. Teknik pencampuran dapat dilihat dalam buku panduan tentang insulin.

Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus dilakukan

dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.

Page 55: cr ulkus dm ht

Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan

jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama.

Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah

unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan

memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100 (artinya 100

unit/mL).

2. Agonis GLP-1

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk

pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan

insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan

yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea.

Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1

yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang diketahui berperan

pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti

memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada

pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.

3. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk

kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah.

Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat

dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi

dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination dalam bentuk

tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai

mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat

Page 56: cr ulkus dm ht

pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi

OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana

insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO

dapat menjadi pilihan. (lihat bagan 2 tentang algoritma pengelolaan DM tipe 2).

Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi

OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang

diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut

pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis

insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit

yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut

dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara

seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka

OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin.

Page 57: cr ulkus dm ht

Penilaian hasil terapi

Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara

terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan

penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:

Page 58: cr ulkus dm ht

Pemeriksaan kadar glukosa darah

Tujuan pemeriksaan glukosa darah:

Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai

Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi.

Guna mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah

puasa, glukosa 2 jam post prandial, atau glukosa darah pada waktu yang lain

secara berkala sesuai dengan kebutuhan.

Pemeriksaan A1C

Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau

hemoglobin glikosilasi (disingkat sebagai A1C), merupakan cara yang digunakan

untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat

digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C

dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan, minimal 2 kali dalam setahun.

Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)

Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Saat ini banyak

dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya

sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai

alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kaliberasi dilakukan dengan baik dan cara

pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara

berkala, hasil pemantauan dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan

cara konvensional.PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau

pemicu sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada

tujuan pemeriksaan yang pada umumnya terkait dengan terapi yang diberikan.

Waktu yang dianjurkan adalah pada saat sebelum makan, 2 jam setelah

Page 59: cr ulkus dm ht

makan (menilai ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu tidur (untuk

menilai risiko hipoglikemia), dan di antara siklus tidur (untuk menilai adanya

hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala),atau ketika mengalami gejala

seperti hypoglycemic spells. Prosedur PGDM dapat dilihat pada tabel 6.

PDGM terutama dianjurkan pada:

Penyandang DM yang direncanakan mendapat terapi insulin

Penyandang DM dengan terapi insulin berikut

Pasien dengan A1C yang tidak mencapai target setelah terapi

Wanita yang merencanakan hamil

Wanita hamil dengan hiperglikemia

Kejadian hipoglikemia berulang

Page 60: cr ulkus dm ht

Pemeriksaan Glukosa Urin

Pengukuran glukosa urin memberikan penilaian yang tidak langsung. Hanya

digunakan pada pasien yang tidak dapat atau tidak mau memeriksa kadar glukosa

Page 61: cr ulkus dm ht

darah. Batas ekskresi glukosa renal rata-rata sekitar 180 mg/dL, dapat bervariasi

pada beberapa pasien, bahkan pada pasien yang sama dalam jangka waktu lama.

Hasil pemeriksaan sangat bergantung pada fungsi ginjal dan tidak dapat

dipergunakan untuk menilai keberhasilan terapi.

Pemantauan Benda Keton

Pemantauan benda keton dalam darah maupun dalam urin cukup penting terutama

pada penyandang DM tipe 2 yang terkendali buruk (kadar glukosa darah >300

mg/dL). Pemeriksaan benda keton juga diperlukan pada penyandang diabetes

yang sedang hamil. Tes benda keton urin mengukur kadar asetoasetat, sementara

benda keton yang penting adalah asam beta hidroksibutirat. Saat ini telah dapat

dilakukan pe-meriksaan kadar asam beta hidroksibutirat dalam darah secara

langsung dengan menggunakan strip khusus. Kadar asam beta hidroksibutirat

darah <0,6 mmol/L dianggap normal, di atas 1,0 mmol/L disebut ketosis dan

melebihi 3,0 mmol/L indikasi adanya KAD. Pengukuran kadar glukosa darah dan

benda keton

secara mandiri, dapat mencegah terjadinya penyulit akut diabetes, khususnya

KAD.

Kriteria pengendalian DM

Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian

DM yang baik yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali baik, apabila

kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C

juga mencapai kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan

darah. Kriteria keberhasilan pengendalian DM

Page 62: cr ulkus dm ht

dapat dilihat pada Tabel 6.

Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran kendali

kadar glukosa darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dL, dan

sesudah makan 145-180 mg/dL). Demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan

lain-lain, mengacu pada batasan kriteria pengendalian sedang. Hal ini dilakukan

mengingat sifat-sifat khusus pasien usia lanjut dan juga untuk mencegah

kemungkinan timbulnya efek samping hipoglikemia dan interaksi obat.

Kelainan Komorbid

Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun

II.4.1. Dislipidemia pada Diabetes

Dislipidemia pada penyandang diabetes lebih meningkatkan risiko timbulnya

penyakit kardiovaskular.

Page 63: cr ulkus dm ht

Perlu pemeriksaan profil lipid pada saat diagnosis diabetes ditegakkan. Pada

pasien dewasa pemeriksaan profil lipid sedikitnya dilakukan setahun sekali dan

bila dianggap perlu dapat dilakukan lebih sering. Sedangkan pada pasien yang

pemeriksaan profil lipid menunjukkan hasil yang baik (LDL<100mg/dL; HDL>50

mg/dL (laki-laki >40 mg/ dL, wanita >50 mg/dL); trigliserid <150 mg/dL),

pemeriksaan profil lipid dapat dilakukan 2 tahun sekali

Gambaran dislipidemia yang sering didapatkan pada penyandang diabetes

adalah peningkatan kadar trigliserida, dan penurunan kadar kolesterol HDL,

sedangkan kadar kolesterol LDL normal atau sedikit meningkat.

Perubahan perilaku yang tertuju pada pengurangan asupan kolesterol dan

penggunaan lemak jenuh serta peningkatan aktivitas fisik terbukti dapat

memperbaiki profil lemak dalam darah

Dipertimbangkan untuk memberikan terapi farmakologis sedini mungkin bagi

penyandang diabetes yang disertai dislipidemia

Target terapi:

Pada penyandang DM, target utamanya adalah penurunan LDL

Pada penyandang diabetes tanpa disertai penyakit kardiovaskular: LDL <100

mg/dL (2,6 mmol/L)

Pasien dengan usia >40 tahun, dianjurkan diberi terapi statin untuk menurunkan

LDL sebesar 30-40% dari kadar awal

Pasien dengan usia <40 tahun dengan risiko penyakit kardiovaskular yang

gagal dengan perubahan gaya hidup, dapat diberikan terapi farmakologis.

Page 64: cr ulkus dm ht

Pada penyandang DM dengan penyakit Acute Coronary Syndrome (ACS) atau

telah diketahui penyakit pembuluh darah lainnya atau mempunyai banyak faktor

risiko maka :

LDL <70 mg/dL (1,8 mmol/L)

Semua pasien diberikan terapi statin untuk menurunkan LDL sebesar 30-40%.

Trigliserida < 150 mg/dL (1,7 mmol/L)

HDL > 40 mg/dL (1,15 mmol/L) untuk pria dan >50 mg/dL untuk wanita

Setelah target LDL terpenuhi, jika trigliserida ≥150 mg/dL (1,7 mmol/L) atau

HDL ≤40 mg/dL (1,15 mmol/L) dapat diberikan niasin atau fibrat

Apabila trigliserida ≥400 mg/dL (4,51 mmol/L) perlu segera diturunkan dengan

terapi farmakologis untuk mencegah timbulnya pankreatitis.

Terapi kombinasi statin dengan obat pengendali lemak yang lain mungkin

diperlukan untuk mencapai target terapi, dengan memperhatikan peningkatan

risiko timbulnya efek samping.

Niasin merupakan salah satu obat alternatif yang dapat digunakan untuk

meningkatkan HDL, namun pada dosis besar dapat meningkatkan kadar glukosa

darah

Pada wanita hamil penggunaan statin merupakan kontra indikasi

Selanjutnya dapat dilihat pada buku Konsensus Pengelolaan Dislipidemia pada

DM

Hipertensi pada Diabetes

Indikasi pengobatan :

Bila TD sistolik >130 mmHg dan/atau TD diastolik >80 mmHg.

Page 65: cr ulkus dm ht

Sasaran (target penurunan) tekanan darah: Tekanan darah <130/80 mmHg

Bila disertai proteinuria ≥1gram /24 jam : < 125/75 mmHg

Pengelolaan:

Non-farmakologis:

Modifikasi gaya hidup antara lain: menurunkan berat badan, meningkatkan

aktivitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta mengurangi konsumsi

garam

Farmakologis:

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat antihipertensi

(OAH):

Pengaruh OAH terhadap profil lipid

Pengaruh OAH terhadap metabolisme glukosa

Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin

Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung Obat anti hipertensi

yang dapat dipergunakan:

Penghambat ACE

Penyekat reseptor angiotensin II

Penyekat reseptor beta selektif, dosis rendah

Diuretik dosis rendah

Penghambat reseptor alfa

Antagonis kalsium

Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130- 139 mmHg atau tekanan

diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup

Page 66: cr ulkus dm ht

sampai 3 bulan. Bila gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi

farmakologis

Pasien dengan tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan diastolik >90

mmHg, dapat diberikan terapi farmakologis secara langsung

Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan

monoterapi.

Catatan

- Penghambat ACE, penyekat reseptor angiotensin II (ARB = angiotensin II

receptor blocker) dan antagonis kalsium golongan non-dihidropiridin dapat

memperbaiki mikroalbuminuria.

- Penghambat ACE dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular.

- Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidak terbukti memperburuk

toleransi glukosa.

- Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai.

- Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkan dosis

secara bertahap.

- Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap

Penyulit Diabetes Melitus

II.5.1. Penyulit akut

1. Ketoasidosis diabetik (KAD)

Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan kadar

glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan

Page 67: cr ulkus dm ht

gejala asidosis dan plasma keton(+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320

mOs/ mL) dan terjadi peningkatan anion gap

2. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)

Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200

mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat

(330-380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat.

Catatan:

kedua keadaan (KAD dan SHH) tersebut mempunyai angka morbiditas dan

mortalitas yang tinggi. Memerlukan perawatan di rumah sakit guna mendapatkan

penatalaksanaan yang memadai.

3. Hipoglikemia

Hipoglikemia dan cara mengatasinya

Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dL

Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu

dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering

disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat

sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat

diekskresi dan waktu kerja obat telah habis. Terkadang diperlukan waktu yang

cukup lama untuk pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama pada pasien

dengan gagal ginjal kronik atau yang mendapatkanterapi dengan OHO kerja

panjang). Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus

dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental

Page 68: cr ulkus dm ht

bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih

lambat dan memerlukan pengawasan yang lebih lama.

Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebardebar, banyak

keringat, gemetar, dan rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah,

kesadaran menurun sampai koma).

Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai. Bagi

pasien dengan kesadaran yang masih baik, diberikan makanan yang mengandung

karbohidrat atau minuman yang mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20

gram melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15

menit setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikan pada pasien dengan

hipoglikemia berat.

Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan

glukosa 40% intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat

dipastikan penyebab menurunnya kesadaran.

Penyulit menahun

1. Makroangiopati

Pembuluh darah jantung

Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang

diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal claudicatio intermittent, meskipun

sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang

pertama muncul.

Pembuluh darah otak

Page 69: cr ulkus dm ht

2. Mikroangiopati:

Retinopati diabetik

Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan

memberatnya retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati

Nefropati diabetik

Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko nefropati

Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kgBB) juga akan mengurangi

risiko terjadinya nefropati

3. Neuropati

Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa

hilangnya sensasi distal. Berisiko

tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.

Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih

terasa sakit di malam hari.

Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining

untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi

sederhana, dengan monofilamen 10 gram sedikitnya setiap tahun.

Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai

akan menurunkan risiko amputasi.

Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine, antidepresan trisiklik,

atau gabapentin.

Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati perifer harus diberikan

edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki. Untuk

Page 70: cr ulkus dm ht

penatalaksanaan penyulit ini seringkali diperlukan kerja sama dengan

bidang/disiplin ilmu lain.

Pencegahan Primer

III.1.1. Sasaran pencegahan primer:

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki

faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berpotensi untuk mendapat

DM dan kelompok intoleransi glukosa.

III.1.1.1. Faktor risiko diabetes

Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi glukosa yaitu :

Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :

Ras dan etnik

Riwayat keluarga dengan diabetes (anak penyandang diabetes)

Umur.Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan

meningkatnya usia. Usia > 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.

Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi>4000 gram atau riwayat pernah

menderita DM gestasional (DMG).

Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir

dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi

lahir dengan BB normal.

Faktor risiko yang bisa dimodifikasi :

Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).

Kurangnya aktivitas fisik.

Hipertensi (> 140/90 mmHg).

Page 71: cr ulkus dm ht

Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)

Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan

meningkatkan risiko menderita prediabetes/ intoleransi glukosa dan DM tipe 2.

Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :

Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang

terkait dengan resistensi insulin

Penderita sindrom metabolik memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu

(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya. Memiliki

riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, atau PAD (Peripheral

Arterial Diseases).

III.1.1.2. Intoleransi Glukosa

Intoleransi glukosa merupakan suatu keadaan yang mendahului timbulnya

diabetes. Angka kejadian intoleransi glukosa dilaporkan terus mengalami

peningkatan.

Istilah ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002 oleh Department of

Health and Human Services (DHHS) dan The American Diabetes Association

(ADA). Sebelumnya istilah untuk menggambarkan keadaan intoleransi glukosa

adalah TGT dan GDPT. Setiap tahun 4-9% orang dengan intoleransi glukosa akan

menjadi diabetes.

Intoleransi glukosa mempunyai risiko timbulnya gangguan kardiovaskular

sebesar satu setengah kali lebih tinggi dibandingkan orang normal.

Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah

puasa 8 jam. Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosa

darah menunjukkan salah satu dari tersebut di bawah ini :

Page 72: cr ulkus dm ht

Glukosa darah puasa antara 100–125 mg/dL

Glukosa darah 2 jam setelah muatan glukosa (TTGO) antara 140-199 mg/dL.

Pada pasien dengan intoleransi glukosa anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

dilakukan ditujukan untuk mencari faktor risiko yang dapat dimodifikasi.

C. HIPERTENSI

A. Definisi

Hipertensi merupakan “silent killer” (pembunuh diam-diam) yang

secara luas dikenal sebagai penyakit kardiovaskular yang sangat umum.

Dengan meningkatnya tekanan darah dan gaya hidup yang tidak seimbang

dapat meningkatkan faktor risiko munculnya berbagai penyakit seperti arteri

koroner, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Salah satu studi menyatakan

pasien yang menghentikan terapi anti hipertensi maka lima kali lebih besar

kemungkinannya terkena stroke.1

Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama stroke, dimana stroke

merupakan penyakit yang sulit disembuhkan dan mempunyai dampak yang

sangat luas terhadap kelangsungan hidup penderita dan keluarganya. Hipertensi

sistolik dan distolik terbukti berpengaruh pada stroke. Dikemukakan bahwa

penderita dengan tekanan diastolik di atas 95 mmHg mempunyai risiko dua

kali lebih besar untuk terjadinya infark otak dibanding dengan tekanan

diastolik kurang dari 80 mmHg, sedangkan kenaikan sistolik lebih dari 180

mmHg mempunyai risiko tiga kali terserang stroke iskemik dibandingkan

dengan dengan tekanan darah kurang 140 mmHg. Akan tetapi pada penderita

usia lebih 65 tahun risiko stroke hanya 1,5 kali daripada normotensi.3,4

Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan

mortalitas kardiovaskuler dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah

kurang dari 140/90 mmHg, diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang.

Klasifikasi prehipertensi bukan suatu penyakit, tetapi hanya dimaksudkan akan

risiko terjadinya hipertensi. Terapi non farmakologi antara lain mengurangi

Page 73: cr ulkus dm ht

asupan garam, olah raga, menghentikan rokok dan mengurangi berat badan,

dapat dimulai sebelum atau bersama-sama obat farmakologi.4

B. Etiologi

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang

beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui

(essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat

disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan

persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai

hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun

eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi

pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial.5

1. Hipertensi primer (essensial)

Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi

essensial (hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi

essensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa

mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini

telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakan

patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun

dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor

genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer.

Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah

yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya

hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang

mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan

adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine,

pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan

angiotensinogen.6

2. Hipertensi sekunder

Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari

penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan

tekanan darah (lihat tabel 1). Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal

akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab

Page 74: cr ulkus dm ht

sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung

ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi

dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat dilihat pada tabel 1.

Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan

menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati / mengoreksi

kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama

dalam penanganan hipertensi sekunder.

Penyakit Obat Obat

1. penyakit ginjal kronis

2. hiperaldosteronisme primer

3. penyakit renovaskular

4. sindroma Cushing

5. pheochromocytoma

6. koarktasi aorta

7. penyakit tiroid atau paratiroid

1. Kortikosteroid, ACTH

2. Estrogen (biasanya pil KB dg

kadar estrogen tinggi)

3. NSAID, cox-2 inhibitor

4. Fenilpropanolamine dan analog

5. Cyclosporin dan tacrolimus

6. Eritropoetin

7. Sibutramin

8. Antidepresan (terutama

venlafaxine)

Tabel 1. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi.5

C. Klasifikasi Hipertensi

Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The

Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,

Eveluation, and Tretment of High Blood Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan

darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,

hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (dilihat tabel 2), menurut World Health

Organization (WHO) dan International Society Of Hypertension Working

Group (ISHWG) (dilihat tabel 3).2

Page 75: cr ulkus dm ht

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan Darah

TDS (mmHg) TDD (mmHg)

Normal < 120 Dan < 80

Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89

Hipertensi stadium 1 140 – 159 Atau 90 – 99

Hipertensi stadium 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik

Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah World Health Organization (WHO)

dan International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG)

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Optimal < 120 Dan < 80

Normal < 130 Dan < 85

Normal tinggi /

pra hipertensi

130 – 139 Atau 85 – 89

Hipertensi derajat I 140 – 159 Atau 90 – 99

Hipertensi derajat II 160 – 179 Atau 100 – 109

Hipertensi derajat III ≥ 180 Atau ≥ 110

D. Faktor Risiko Hipertensi

1. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol

a. Umur

Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang

semakin besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun

mempunyai risiko terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko

terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan

usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 %

diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya

dan tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang

hipertensinya meningkat ketika 50an dan 60an.8

Page 76: cr ulkus dm ht

Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi

meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun

paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih.

Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit meningkat dengan

bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada

jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut

disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi.

b. Jenis Kelamin

Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata

terdapat angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa

Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk

wanita. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan,

sedangkan daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6%

pria dan 13,7% wanita.

c. Riwayat Keluarga

Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang

mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat

keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga

mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer.

Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan

risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika kedua orang tua kita mempunyai

hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut 60%.

d. Genetik

Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti

dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada

kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel

telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer

(esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi,

bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang

dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala.12

Page 77: cr ulkus dm ht

2. Faktor yang dapat diubah/dikontrol

a. Kebiasaan Merokok

Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara

rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak

dibuktikan.Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada

jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseoramg lebih dari satu pak rokok

sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak

merokok.

Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida

yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat

merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan

proses aterosklerosis dan hipertensi.

b. Konsumsi Asin/Garam

Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis

hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa

dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram

tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika

asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat

menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi

melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.13

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena

menarik cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan

volume dan tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3

gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan

asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi.

Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara

dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.3,11

Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan

antara asupan natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan

natrium akan meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang

meningkatkan volume darah.

c. Konsumsi Lemak Jenuh

Page 78: cr ulkus dm ht

Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan

peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi.Konsumsi

lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan

dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh,

terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan

peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari

minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari

tanaman dapat menurunkan tekanan darah.

d. Penggunaan Jelantah

Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali

dipakai untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak

yang telah rusak. Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam

seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung dan lain-lain. Meskipun beragam,

secara kimia isi kendungannya sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni

terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak tidak

jenuh (ALTJ). Dalam jumlah kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida,

sterol, asam lemak bebas, lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan

protein. Hal yang menyebabkan berbeda adalah komposisinya, minyak

sawit mengandung sekitar 45,5% ALJ yang didominasi oleh lemak

palmitat dan 54,1% ALTJ yang didominasi asam lemak oleat sering juga

disebut omega-9. minyak kelapa mengadung 80% ALJ dan 20% ALTJ,

sementara minyak zaitun dan minyak biji bunga matahari hampir 90%

komposisinya adalah ALTJ.

e. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol

Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol

berat cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi

belum diketahui secara pasti. Orangorang yang minum alkohol terlalu

sering atau yang terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari

pada individu yang tidak minum atau minum sedikit.

Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai karena

survei menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan

konsumsi alkohol.Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol

Page 79: cr ulkus dm ht

masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan

peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah merah

berperan dalam menaikkan tekanan darah.

f. Obesitas

Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi

makanan yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko

terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh,

makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan

makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar

melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan

lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga

meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.

Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.

Berat badan dan indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung

dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif

untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada

penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat badan

lebih.

g. Olahraga

Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita

hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang

tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang

lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada

setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa,

makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.

h. Stres

Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu

dan bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa

mendadak menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun

akibat stress berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum

dapat dipastikan.

Page 80: cr ulkus dm ht

i. Penggunaan Estrogen

Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara

epidemiologi belum ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut

disebabkan karena estrogen dari dalam tubuh atau dari penggunaan

kontrasepsi hormonal estrogen.MN Bustan menyatakan bahwa dengan

lamanya pemakaian kontrasepsi estrogen (± 12 tahun berturut-turut),

akan meningkatkan tekanan darah perempuan.

E. Patogenesis Hipertensi

Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem

sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan

dukungan dari arteri (peripheral resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing

penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang

kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-faktor

tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan / atau ketahanan

periferal.

Exces sodium intake

Genetic alteration

Reduce nephrone number

Endotelium derived factors

stress

Renal sodium retentio

Cellmembranealteration

Renin -angiotensinexcess

Sympatheticnervousoveractivity

DecreasedFiltration surface

obesity

Hyperinsulinemia

Page 81: cr ulkus dm ht

Gambar 1. Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah.11

F. Gejala Klinis Hipertensi

Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang

mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi

bertahun-tahun berupa:

1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat

tekanan darah intrakranium.

2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.

3. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.

4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.

5. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.

G. Diagnosis Hipertensi

Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga

tujuan:

1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.

Functionalconstriction

Fluidvolume

Contractability Structuralhypertrophy

Autoregulation

BLOOD PRESURE = CARDIAC OUTPUTHypertension = Increased CO

Preload

Venousconstiction

PERIPHERAL RESISTANCEIncreased PR

XAnd/or

Page 82: cr ulkus dm ht

2. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler,

beratnya penyakit, serta respon terhadap pengobatan.

3. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau

penyakit penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan

panduan pengobatan.7

Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan

penunjang. Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya

tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah yang

akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor

pasien, faktor alat dan tempat pengukuran.7

Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama

menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti

penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah

terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan

penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok,

konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga,

pekerjaan, dan lain-lain). Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran

tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa

ulang dengan kontrolatera.18

H. Pengukuran Tekanan Darah

Menurut Roger Watson, tekanan darah diukur berdasarkan berat kolum

air raksa yang harus ditanggungnya. Tingginya dinyatakan dalam millimeter.

Tekanan darah arteri yang normal adalah 110-120 (sistolik) dan 65-80 mm

(diastolik). Alat untuk mengukur tekanan darah disebut spigmomanometer.

Ada beberapa jenis spigmomanometer, tetapi yang paling umum terdiri dari

sebuah manset karet, yang dibalut dengan bahan yang difiksasi disekitarnya

secara merata tanpa menimbulkan konstriksi. Sebuah tangan kecil dihubungkan

dengan manset karet ini. Dengan alat ini, udara dapat dipompakan kedalamnya,

mengembangkan manset karet tersebut dan menekan akstremita dan pembuluh

darah yang ada didalamnya. Bantalan ini juga dihubungkan juga dengan

Page 83: cr ulkus dm ht

sebuah manometer yang mengandung air raksa sehingga tekanan udara

didalamnya dapat dibaca sesuai skala yang ada.

Untuk mengukur tekanan darah, manset karet difiksasi melingkari

lengan dan denyut pada pergelangan tangan diraba dengan satu tangan,

sementara tangan yang lain digunakan untuk mengembangkan manset sampai

suatu tekanan, dimana denyut arteri radialis tidak lagi teraba. Sebuah stetoskop

diletakkan diatas denyut arteri brakialis pada fosa kubiti dan tekanan pada

manset karet diturunkan perlahan dengan melonggarkan katupnya. Ketika

tekanan diturunkan, mula-mula tidak terdengar suara, namun ketika mencapai

tekanan darah sistolik terdengar suara ketukan (tapping sound) pada stetoskop

(Korotkoff fase I). Pada saat itu tinggi air raksa didalam namometer harus

dicatat. Ketika tekanan didalam manset diturunkan, suara semakin keras

sampai saat tekanan darah diastolik tercapai, karakter bunyi tersebut berubah

dan meredup (Korotkoff fase IV). Penurunan tekanan manset lebih lanjut akan

menyebabkan bunyi menghilang sama sekali (Korotkoff fase V). Tekanan

diastolik dicatat pada saat menghilangnya karakter bunyi tersebut.

Menurut Lany Gunawan, dalam pengukuran tekanan darah ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Pengukuran tekanan darah boleh dilaksanakan pada posisi duduk ataupun

berbaring. Namun yang penting, lengan tangan harus dapat diletakkan

dengan santai.

2. Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk, akan memberikan angka

yang agak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi berbaring meskipun

selisihnya relatif kecil.

3. Tekanan darah juga dipengaruhi kondisi saat pengukuran. Pada orang yang

bangun tidur, akan didapatkan tekanan darah paling rendah. Tekanan darah

yang diukur setelah berjalan kaki atau aktifitas fisik lain akan memberi

angka yang lebih tinggi. Di samping itu, juga tidak boleh merokok atau

minum kopi karena merokok atau minum kopi akan menyebabkan tekanan

darah sedikit naik.

4. Pada pemeriksaan kesehatan, sebaiknya tekanan darah diukur 2 atau 3 kali

berturut-turut, dan pada detakan yang terdengar tegas pertama kali mulai

Page 84: cr ulkus dm ht

dihitung. Jika hasilnya berbeda maka nilai yang dipakai adalah nilai yang

terendah.

5. Ukuran manset harus sesuai dengan lingkar lengan, bagian yang

mengembang harus melingkari 80 % lengan dan mencakup dua pertiga dari

panjang lengan atas.

I. Penatalaksanaan Hipertensi

1. Penatalaksanaan Non Farmakologis

Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum

penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh

seorang yang sedang dalam terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang

terkontrol, pendekatan nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan

dosis obat pada sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup

merupakan hal yang penting diperhatikan, karena berperan dalam

keberhasilan penanganan hipertensi.

Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal:

1. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.

Menurut Corwin berhenti merokok penting untuk mengurangi

efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan

aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja

jantung. Selain itu pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan

risiko aterosklerosis.8

Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan

mengurangi asupan alkohol. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental,

sampai pengurangan sekitar 10 kg berat badan berhubungan langsung

dengan penurunan tekanan darah rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan.

2. Olahraga dan aktifitas fisik

Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan

aktifitas fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan

menjaga kebugaran tubuh. Olahraga seperti jogging, berenang baik

dilakukan untuk penderita hipertensi. Dianjurkan untuk olahraga teratur,

Page 85: cr ulkus dm ht

minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat menurunkan tekanan

darah walaupun berat badan belum tentu turun.11

Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan

perifer sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat

menimbulkan perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga

dapat menurunkan tekanan darah. Yang perlu diingat adalah bahwa

olahraga saja tidak dapat digunakan sebagai pengobatan hipertensi.13

Menurut Dede Kusmana, beberapa patokan berikut ini perlu

dipenuhi sebelum memutuskan berolahraga, antara lain:

a. Penderita hipertensi sebaiknya dikontrol atau dikendalikan tanpa atau

dengan obat terlebih dahulu tekanan darahnya, sehingga tekanan darah

sistolik tidak melebihi 160 mmHg dan tekanan darah diastolik tidak

melebihi 100 mmHg.

b. Alangkah tepat jika sebelum berolahraga terlebih dahulu mendapat

informasi mengenai penyebab hipertensi yang sedang diderita.

c. Sebelum melakukan latihan sebaiknya telah dilakukan uji latih jantung

dengan beban (treadmill/ergometer) agar dapat dinilai reaksi tekanan

darah serta perubahan aktifitas listrik jantung (EKG), sekaligus

menilai tingkat kapasitas fisik.

d. Pada saat uji latih sebaiknya obat yang sedang diminum tetap

diteruskan sehingga dapat diketahui efektifitas obat terhadap kenaikan

beban.

e. Latihan yang diberikan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan

tubuh dan tidak menambah peningkatan darah.

f. Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan.

g. Olahraga peningkatan kekuatan tidak diperbolehkan.

h. Secara teratur memeriksakan tekanan darah sebelum dan sesudah

latihan.

i. Salah satu dari olahraga hipertensi adalah timbulnya penurunan

tekanan darah sehingga olahraga dapat menjadi salah satu obat

hipertensi.

Page 86: cr ulkus dm ht

j. Umumnya penderita hipertensi mempunyai kecenderungan ada

kaitannya dengan beban emosi (stres). Oleh karena itu disamping

olahraga yang bersifat fisik dilakukan pula olahraga pengendalian

emosi, artinya berusaha mengatasi ketegangan emosional yang ada.

k. Jika hasil latihan menunjukkan penurunan tekanan darah, maka

dosis/takaran obat yang sedang digunakan sebaiknya dilakukan

penyesuaian (pengurangan).

3. Perubahan pola makan

a. Mengurangi asupan garam

Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan

upaya penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal

pengobatan hipertensi. Nasihat pengurangan asupan garam harus

memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan

jenis makanan tertentu yang banyak mengandung garam. Pembatasan

asupan garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak menambahkan

garam pada waktu makan, memasak tanpa garam, menghindari

makanan yang sudah diasinkan, dan menggunakan mentega yang

bebas garam. Cara tersebut diatas akan sulit dilaksanakan karena akan

mengurangi asupan garam secara ketat dan akan mengurangi

kebiasaan makan pasien secara drastis.

b. Diet rendah lemak jenuh

Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya

aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah.

Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan

yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak

jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan

makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan

tekanan darah.

c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah

lemak.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral

bermanfaat mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya

Page 87: cr ulkus dm ht

dengan penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko

terjadinya stroke. Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan magnesium

bermanfaat dalam penurunan tekanan darah. Banyak konsumsi sayur-

sayuran dan buah-buahan mengandung banyak mineral, seperti

seledri, kol, jamur (banyak mengandung kalium), kacang-kacangan

(banyak mengandung magnesium). Sedangkan susu dan produk susu

mengandung banyak kalsium.

4. Menghilangkan stress

Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau

bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk

menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat

perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat meringankan beban

stres. Perubahan-perubahan itu ialah:

a. Rencanakan semua dengan baik. Buatlah jadwal tertulis untuk

kegiatan setiap hari sehingga tidak akan terjadi bentrokan acara atau

kita terpaksa harus terburu-buru untuk tepat waktu memenuhi suatu

janji atau aktifitas.

b. Sederhanakan jadwal. Cobalah bekerja dengan lebih santai.

c. Bebaskan diri dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan.

d. Siapkan cadangan untuk keuangan

e. Berolahraga.

f. Makanlah yang benar.

g. Tidur yang cukup.

h. Ubahlah gaya. Amati sikap tubuh dan perilaku saat sedang dilanda

stres.

i. Sediakan waktu untuk keluar dari kegiatan rutin.

j. Binalah hubungan sosial yang baik.

k. Ubalah pola pikir. Perhatikan pola pikir agar dapat menekan perasaan

kritis atau negatif terhadap diri sendiri.

l. Sediakan waktu untuk hal-hal yang memerlukan perhatian khusus.

m. Carilah humor.

n. Berserah diri pada Yang Maha Kuasa.

Page 88: cr ulkus dm ht

2. Penatalaksanaan Farmakologis

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi

yang dianjurkan oleh JNC 7:

a. Diuretic, terutama jenis Thiazide (Thiaz) Aldosteron Antagonist (Ald

Ant)

b. Beta Blocker (BB)

c. Calcium channel blocker atau Calcium antagonist (CCB)

d. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)

e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor angiotensint/ blocker

(ARB).

Tabel 4. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat

Antihipertensi Menurut ESH.

Kelas obat Indikasi Kontraindikasi

Mutlak Tidak mutlak

Diuretika

(Thiazide)

Gagal jantung

kongestif, usia

lanjut, isolated

systolic

hypertension,

ras afrika

gout kehamilan

Diuretika (loop)

Diuretika (anti

aldosteron)

penyekat β

Insufisiensi

ginjal, gagal

jantung

kongestif

Gagal jantung

kongestif, pasca

infark

miokardium

Angina pectoris,

pasca infark

Gagal ginjal,

hiperkalemia

Asma,

penyakit paru

Penyakit

pembuluh darah

Page 89: cr ulkus dm ht

myocardium

gagal jantung

kongestif,

kehamilan,

takiaritmia

obstruktif

menahun, A-V

block

perifer,

intoleransi

glukosa, atlit atau

pasien yang aktif

secara fisik

Calcium

Antagonist

(dihydropiridine

)

Calcium

Antagonist

(verapamil,

diltiazem)

Usia lanjut,

isolated systolic

hypertension,

angina pectoris,

penyakit

pembuluh darah

perifer,

aterosklerosis

karotis,

kehamilan

Angina pectoris,

aterosklerosis

karotis,

takikardia

supraventrikuler

A-V block,

gagal jantung

kongestif

Takiaritmia,

gagal jantung

kongestif

Penghmbat ACE

Angiotensi II

Gagal jantung

kongestif,

disfungsi

ventrikel kiri,

pasca infark

myocardium,

non-diabetik

nefropati,

nefropati DM

tipe 1,

proteinuria

Nefropati DM

Kehamilan,

hiperkalimea,

stenosis arteri

renalis bilateral

Kehamilan,

Page 90: cr ulkus dm ht

reseptor

antagonist (AT1-

blocker)

tipe 2,

mikroalbumiuria

diabetic,

proteinuria,

hipertrofi

ventrikel kiri,

batuk karena

ACEI

hiperkalemia,

stenosis arteri

renalis bilateral

α-Blocker Hyperplasia

prostat (BPH),

hiperlipidemia

Hipotensi

ortostatis

Gagal jantung

kongestif

Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat Antihipertensi.2

Adapun Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7 dapat dilihat

pada tebel 5 dibawah ini :

Tabel 5. Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7

Klasifikasi Tekanan

Darah

TDS (mmHg)

TDD (mmHg)

Perbaikan Pola Hidup

Tanpa indikasi yang

memaksa

Dengan indikasi yang

memaksaNormal < 120 Dan <80 Dianjurkan

Prehipertensi 120-139 atau

80-89

ya Tidak indikasi

obat

Obat-obatan

untuk indikasi

yang memaksa

Hipertensi

derajat 1

140-159 Atau

90-99

ya Diuretic jenis

Thiazide untuk

sebagian besar

kasus, dapat

dipertimbangka

n ACEI, ARB,

BB, CCB, atau

kombinasi

Obat-obatan

untuk indikasi

yang memaksa

Obat

antihipertensi

lain (diuretika,

ACEI, ARB,

BB, CCB)

sesuai

kebutuhan

Hipertensi

derajat 2

≥160 Atau

≥100

ya Kombinasi 2

obat untuk

sebagian besar

Page 91: cr ulkus dm ht

kasus

umumnya

diuretika jenis

Thiazide dan

ACEI atau

ARB atau BB

atau CCB

Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7.2

Masing-masing obat antihipertensi memliki efektivitas dan

keamanan dalam pengobatan hipertensi, tetapi pemilihan obat antihipertensi

juga dipengaruhi beberapa faktor, yaitu :

a. Faktor sosio ekonomi

b. Profil factor resiko kardiovaskular

c. Ada tidaknya kerusakan organ target

d. Ada tidaknya penyakit penyerta

e. Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi

f. Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk

penyakit lain

g. Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam

menurunkan resiko kardiovasskular.2

Berdasarkan uji klinis, hampir seluruh pedoman penanganan

hipertensi menyatakan bahwa keuntungan pengobatan antihipertensi adalah

penurunan tekanan darah itu sendiri, terlepas dari jenis atau kelas obat

antihipertensi yang digunakan. Tetapi terdapat pula bukti-bukti yang

menyatakan bahwa kelas obat antihipertensi tertentu memiliki kelebihan

untuk kelompok pasien tertentu.Untuk keperluan pengobatan, ada

pengelompokan pasien berdasar yang memerlukan pertimbangan khusus

(special considerations), yaitu kelompok indikasi yang memaksa

(compelling indication) dan keadaan khusus lainnya (special situations).2

Indikasi yang memaksa meliputi:

a. Gagal jantung

b. Pasca infark miokardium

c. Resiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi

Page 92: cr ulkus dm ht

d. Diabetes

e. Penyakit ginjal kronis

f. Pencegahan strok berulang.2

Keadaan khusus lainnya meliputi :

a. Populasi minoritas

b. Obesitas dan sindrom metabolic

c. Hipertrofi ventrikel kanan

d. Penyakit arteri perifer

e. Hipertensi pada usia lanjut

f. Hipotensi postural

g. Demensia

h. Hipertensi pada perempuan

i. Hipertensi pada anak dan dewasa muda

j. Hipertensi urgensi dan emergensi.2

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara

bertahap, dan target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa

minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa

kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian

sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat

antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal

dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan

dalam dosis rendah, dan kemudian darah belum mencapai target, maka

langkah selanjutnya adalah meningkatnya dosis obat tertentu, atau

berpindah ke antihipertensi lain dengan rendah. Efek samping umumnya

bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal maupun

kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat

antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi kombinasi dapat

meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena

jumlah obat yang harus diminum bertambah.2

Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien

adalah :

a. dan ACEI atau ARB

Page 93: cr ulkus dm ht

b. CCB dan BB

c. CCB dan ACEI atau ARB

d. CCB dan diuretika

e. AB dan BB

f. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat.2

Gambar 2. Kemungkinan kombinasi obat antihipertensi.2

DAFTAR PUSTAKA

1. Arifin, L Augusta. 2010. Panduan terapi diabetes melitus tipe 2 terkini.

Fakultas kedokteran UNPAD

Diuretika

CCB

ARBβ Bloker

α Bloker

ACEI

Page 94: cr ulkus dm ht

2. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus

tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011

3. Waspadji S. Komplikasi kronik diabetes : mekanisme terjadinya, diagnosis

dan strategi pengelolaannya. Dalam : buku ajar ilmu penyakit dalam.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV. Jakarta :

balai penerbit FKUI, 2006; 1906.

4. Wahyuni. 2011. Dikutip dari eprints.undip.ac.id/29184/4/Bab_3.pdf

tanggal 31 Mei 2015

5. Perhimpunan Hipertensi Indonesia. 2007. Konsensus Hipertensi vol. 6

no.7

6. Frykberg RG, Zgonis T, Armstrong DG, et al. 2006. Diabetic Foot

Disorders: a Clinical Practice Guideline. American College of Foot and

Ankle Surgeons. Journal Foot Ankle Surgical. Vol 39:1-66.