lapsus dm+ulkus 2.doc

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Latar BelakangDiabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat mikrovaskular(retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati diabetik, dan kardiomiopati) maupun makrovaskular(stroke, penyakit jantung koroner,peripheral vascular disease).1,2 Komplikasi laindari DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetik.1Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang disebabkan oleh diabetes mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh penderita.3Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetik sering mengecewakan, baik bagi dokter pengelola maupun penyandang DM dan keluarganya. Seringkali kaki diabetik berakhir dengan kecacatan dan kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki diabetik masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal, karena selain kurangnya minat untuk mendalami masalah kaki diabetik, ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetik juga masih sangat menyolok. Sebagai tambahan, masalah biaya pengobatan yang besar yang tidak terjangkau oleh masyarakat pada umumnya juga menambah peliknya masalah kaki diabetik.1B. Epidemiologi

Menurut National Institute of Diabetes dan Pencernaan dan Penyakit Ginjal, diperkirakan 16 juta orang Amerika diketahui memiliki diabetes, dan jutaan lebih dianggap berisiko untuk mengembangkan penyakit ini. Lesi kaki diabetik bertanggung jawab untuk lebih rawat inap daripada komplikasi lain dari diabetes. Di antara pasien dengan diabetes, 15% mengembangkan ulkus kaki, dan 12-24% dari individu dengan ulkus kaki membutuhkan amputasi. Memang, diabetes adalah penyebab utama nontraumatic amputasi ekstremitas bawah di Amerika Serikat. Bahkan, setiap tahun sekitar 5% dari penderita diabetes mengembangkan ulkus kaki dan 1% membutuhkan amputasi.4Diabetes terjadi pada 3-6% dari Amerika. Dari jumlah tersebut, 10% memiliki diabetes tipe 1 dan biasanya didiagnosis ketika mereka lebih muda dari 40 tahun. Di antara orang dewasa, prevalensi diabetes sekitar 10% (dari ini, 90% memiliki diabetes tipe 2). Neuropati diabetes cenderung terjadi sekitar 10 tahun setelah onset diabetes, dan, karena itu, deformitas diabetes kaki dan ulserasi terjadi kadang-kadang setelahnya.

Masalah penyakit kaki diabetik menjadi perhatian khusus di masyarakat Latino dari Amerika Serikat Timur, di Afrika Amerika, dan di penduduk asli Amerika, yang cenderung memiliki prevalensi tertinggi diabetes di dunia.

Secara global, infeksi kaki diabetik adalah infeksi tulang dan jaringan lunak yang paling umum pada pasien dengan diabetes. Kejadian infeksi kaki diabetik mirip dengan diabetes dalam berbagai kelompok etnis dan paling sering mempengaruhi pasien usia lanjut. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin. Kematian tidak umum, kecuali dalam kondisi yang tidak biasa. Risiko kematian tertinggi pada pasien dengan osteomyelitis kronis dan pada mereka dengan necrotizing akut infeksi jaringan lunak.5Di Negara maju kaki diabetes memang juga masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar, tetapi dengan kemajuan cara pengelolaan, dan adanya klinik kaki diabetes yang aktif mengelola sejak pencegahan primer, nasib penyandang kaki diabetes menjadi lebih cerah. Angka kematian dan angka amputasi dapat ditekan sampai sangat rendah, menurun sebanyak 49-85% dari sebelumnya.1C. EtiologiAda banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik. Secara umum faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi: 3 Faktor predisposisi

Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan neuropati otonom.

Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang lain (seperti mata kabur).

Faktor presipitasi

Perlukaan di kulit (jamur).

Trauma.

Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.

Faktor yang memperlambat penyembuhan luka

Derajat luka.

Perawatan luka.

Pengendalian kadar gula darah.

D. Patofisiologi

Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetik. 1

1. Vaskulopati

Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi turbulen yang berakibat pada mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh lumen arteri akan tersumbat dan manakala aliran kolateral tidak cukup, akan terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas. 3Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang terutama sering terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang paling awal mengalami angiopati adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat diabetes juga sering mengenai bagian distal dari arteri femoralis profunda, arteri poplitea, arteri tibialis dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi jaringan distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan amputasi. 3Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan membrana basalis serta penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan anti platelet aggregating agent) akan memacu terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan timbulnya iskemia organ dan/atau jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya. 3Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan vaskulopati berupa disfungsi endotel melalui berbagai mekanisme antara lain: 6 Hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari protein dan makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan perubahan sifat antigenik dari protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan tekanan intravaskular akibat gangguan keseimbangan NO dan prostaglandin.

Hiperglikemia meningkatkan aktivasi PKC intraselular sehingga akan menyebabkan gangguan NADPH pool yang akan menghambat produksi NO.

Overekspresi growth factors meningkatkan proliferasi sel endotel dan otot polos pembuluh darah sehingga akan terjadi neovaskularisasi.

Hiperglikemia akan meningkatkan sintesis diacylglycerol (DAG) melalui jalur glikolitik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas PKC. Baik DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi terjadinya vasokonstriksi.

Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaan hiperglikemia akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya stres oksidatif dan peningkatan oxidized lipoprotein, terutama small dense LDL-cholesterol (oxidized LDL) yang lebih bersifat aterogenik. Di samping itu peningkatan kadar asam lemak bebas dan keadaan hiperglikemia dapat meningkatkan oksidasi fosfolipid dan protein.

Hiperglikemia akan disertai dengan tendensi protrombotik dan agregasi platelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa faktor antara lain penurunan produksi NO dan penurunan aktivitas fibrinolitik akibat peningkatan kadar PAI-1. Di samping itu, pada DM tipe 2 terjadi peningkatan aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai faktor seperti pembentukan advanced glycosylation end products (AGEs) dan penurunan sintesis heparin sulfat.

Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi dengan disfungsi endotel, namun aktivasi koagulasi yang berulang dapat menyebabkan stimulasi yang berlebihan dari sel-sel endotel sehingga akan terjadi disfungsi endotel.

Proses angiopati menyebabkan sumbatan arteri yang berlangsung secara kronik hingga menimbulkan gejala klinik yang menurut Fontaine dibagi menjadi stadium sebagai berikut: I. rasa kram/kebal, II. claudicatio intermitten, III. resting pain, IV. iskemia/infark dan/atau gangren. 32. Neuropati

Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat dengan patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang saraf halus terutama di ujung-ujung kaki. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back, di mana ada teori yang menyatakan bahwa semakin panjang saraf maka semakin rentan untuk diserang. Jadi dibandingkan dengan ekstremitas atas, ternyata ekstremitas bawah yang lebih dulu terkena. 3Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol dan mekanisme lain akan mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran darah ke perifer sehingga aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia dan bahkan gangren. 3Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa ( sorbitol ( fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan mengganggu kegiatan metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan hilangnya akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalanan neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik, dan gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer (mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem saraf otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal, keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural, dan impotensi. Pasien dengan neuropati otonom diabetik dapat menderita infark miokardial akut tanpa nyeri. Pasien ini juga dapat kehilangan respons katekolamin terhadap hipoglikemia dan tidak menyadari reaksi-reaksi hipoglikemia. 7a) Neuropati motorik

Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik yang menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat akumulasi kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan periartikuler. Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi menyebabkan perubahan keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren. 2Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang klasik dengan 4 tahap perkembangan: 2(1) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.

(2) Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian tarsometatarsal.

(3) Terjadi fraktur dan kolaps persendian.

(4) Timbul ulserasi plantaris pedis.

b) Neuropati sensorik

Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang proteksi dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada keadaan normal sensasi yang diterima menimbulkan refleks untuk meningkatkan reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari rangsangan yang menyakitkan dengan cara mengubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar. Sebagian impuls akan diteruskan ke otak dan di sini sinyal diolah kemudian respon dikirim melalui saraf motorik. 3Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik (karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan adanya tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul infeksi, nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan keselamatan pasien. 3Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM, seperti:

(1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit karena lama berbaring, dekubitus).

(2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).

(3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).

c) Neuropati otonom

Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus vasomotor, dan lain-lain. 3Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering, dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul selulitis, ulkus, maupun gangren. Selain itu neuropati otonom juga menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi penurunan nutrisi jaringan yang berakibat pada perubahan komposisi, fungsi, dan sifat viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun dengan akibat mudah terjadi ulkus. 33. Fokus infeksi

Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik pada kaki maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik biasanya timbul di atas kaput metatarsal pada sisi plantar pedis. Sebelumnya, di atas lokasi tersebut terdapat kalus yang tebal dan kemudian menyebar lebih dalam dan dapat mengenai tulang. Akibatnya terjadi osteomielitis sekunder. Sedangkan kuman penyebab infeksi pada penderita diabetes biasanya multibakterial yaitu gram negatif, gram positif, dan anaerob yang bekerja secara sinergi. 3Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah terbentuk gangren yang selanjutnya merupakan ancaman hilangnya kaki. Di samping itu, 50% dari kasus ulkus/gangren diabetes akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya bakteri patogen. 3Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius. Hal ini disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin (seperti katekolamin, kortisol, homon pertumbuhan, dan glukagon) yang menyebabkan meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah juga menyebabkan gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi. Sebagaimana diketahui, dalam melaksanakan fagositosis sel PMN membutuhkan energi dari glukosa eksogen untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan insulin yang melekat erat pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber energi. Sumber energi ini akan berkurang pada pasien diabetes yang mengalami kekurangan insulin. 3E. Klasifikasi

A. Klasifikasi Edmonds (Kings College Hospital, London, 2004-2005) 1Stage 1: Normal FootStage 2: High Risk FootStage 3: Ulcerated FootStage 4: Infected FootStage 5: Necrotic FootStage 6: Unsalvable Foot.

Stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting, dan semuanya dapat dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer, baik oleh podiatrist/chiropodist maupun oleh dokterumum atau dokter keluarga. Stage 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukan perawatan di tingkat pelayanan spesialistik. Stage 5 dan 6, merupakan kasus rawat inap, dan memerlukan kerja sama tim dengan dokter bedah, terutama ahli bedah vaskuler/ahli bedah plastic dan rekonstruksi. B. Klasifikasi Liverpool 1Klasifikasi primer:

Vaskular

Neuropati

Neuroiskemik

Klasifikasi sekunder:

Tukak sederhana, tanpa komplikasi

Tukak dengan komplikasi.C. Klasifikasi Wagner 1Wagner 0: Tidak ada lesi tapi beresiko tinggi menjadi kaki diabetikWagner 1: Ulkus superficial tanpa infrksi. Disebut juga ulkus neuropati karna lebih sering pada kaki yang banyak mengalami tekanan berat badan yaitu di ibu jari dan plantarWagner 2: Ulkus dalam disertai selulitis tanpa abses atau tanpa kelainan tulangWagner 3: Ulkus dalam dengan kelainan kulit dan abses yang luas yang dalam disertai kelainan tulang/osteomielitisWagner 4: Gangren terbatas pada ibu jari kaki dan tumit. Penyebab utama karena ulkus sistemikWagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.

D. Klasifikasi Texas 1StadiumTingkat

0123

ATanpa tukak atau pasca tukak, kulit intak/utuhLuka superfisial, tidak sampai tendon atau kapsul sendiLuka sampai tendon atau kapsul sendiLuka sampai tulang/sendi

B

----------------------------Dengan Infeksi----------------------------

C

---------------------------Dengan Iskemia---------------------------

D

--------------------Dengan Infeksi dan Iskemia--------------------

E. Klasifikasi PEDIS (International Working Group of Diabetic Foot, 2003) 1Impaired Perfusion1

2

3None

PAD + but not critical

Critical limb ischemia

Size/Extent in mm2

Tissue Loss/Depth1

2

3Superficial full thickness, not deeper than dermis

Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous structures, fascia, muscle, or tendon

All subsequent layers of the foot involved including bone and or joint

Infection1

2

3

4No symptoms or signs of infection

Infection of skin and subcutaneous tissue only

Erythema > 2 cm or infection involving subcutaneous structure(s).

No systemic sign(s) of inflammatory response

Infection with systemic manifestation:

Fever, leucocytosis, shift to the left

Metabolic instability

Hypotension, azotemia

Impaired Sensation1

2Absent

Present

F. DiagnosisDiagnosis kaki diabetik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, serta pemeriksaan penunjang lainnya. Pada anamnesis, perlu ditanyakan perjalanan timbulnya luka beserta perkembangannya, serta riwayat penyakit diabetes mellitus. Selain itu perlu juga ditanyakan komplikasi-komplikasi DM yang sudah dialami penderita, baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular. 4Gejala klinis akibat neuropati perfier

Gejala-gejala yang diakibatkan oleh adanya neuropati perifer antara lain. 41. Hypesthesia

2. Hyperesthesia

3. Paraesthesia

4. Dysesthesia

5. Radicular pain

6. Anhydrosis

Gejala akibat insufisiensi arteri perifer

Gejala yang biasa dirasakan oleh pasien antara lain, nyeri iskemik pada saat istirahat, ulkus yang tidak sembuh. Rasa kram atau kelelahan pada otot-otot besar pada salah satu atau kedua ekstremitas bawah yang timbul pada saat berjalan dalam jarak tertentu, yang mengindikasikan adanya klaudikasio intermitten. Gejala ini bertambah pada saat beraktivitas dan membaik dengan istirahat selama beberapa menit. Onset dari klaudikasio dapat terjadi lebih dini apabila pasien sering berjalan cepat atau menaiki tangga. Rasa tidak nyaman, kram atau kelemahan pada betis atau kaki sering terjadi pada penderita kaki diabetis, karena cenderung terjadi oklusi aterosklerosis tibioperoneal. Atrofi otot-otot betis mungkin juga terjadi. Gejala-gejala yang timbul pada paha, mengindikasikan adanya oklusi aorta iliaca.4Nyeri pada saat beristirahat jarang terjadi pada penderita diabetes. Pada beberapa kasus, fissure, ulkus atau kulit pecah-pecah merupakan tanda awal telah terjadinya penurunan perfusi. Ketika penderita diabetes datang dengan gangrene hal tersebut sering merupakan akibat dari infeksi. 4Pada pemeriksaan fisis, dapat dilakukan penilaian klasifikasi kaki diabetik serta tes sensitivitas kaki. Pemeriksaan pulsasi arteri dorsum pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis dilakukan untuk menentukan prognosis dan pilihan terapi yang akan diberikan. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin (tanda-tanda infeksi), pemeriksaan kadar GDP, GD2PP, TTGO, serta HbA1c, kimia darah, urinalisis, foto thoraks, serta foto pedis. Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran perjalanan penyakit DM yang dialami penderita, yang selanjutnya akan membantu dalam menentukan penatalaksanaan kaki diabetik. 4G. PenatalaksanaanA. Pencegahan Primer

Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit. Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita kaki diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.

Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkan risiko terjadinya dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetik berdasarkan risiko terjadinya masalah (Frykberg) yaitu: 11) Sensasi normal tanpa deformitas

2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi

3) Insensitivitas tanpa deformitas

4) Iskemia tanpa deformitas

5) Kombinasi/complicateda) Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas

b) Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.

Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Dengan memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah. 1Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk kaki yang insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang insensitif tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang complicated, akan dibahas lebih lanjut pada upaya pencegahan sekunder. 1B. Pencegahan Sekunder

Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya harus dikelola bersama.

1. Mechanical control (pressure control)

Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing area pada plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut akan rentan terhadap timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai keadaan weight-bearing dapat dilakukan antara lain dengan removable cast walker, total contant casting, temporary shoes, felt padding, crutches, wheelchair, electric carts, maupun cradled insoles. 1Berbagai cara surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi bedah (misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles tendon lengthening, dan partial calcanectomy). 1

2. Wound control

Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin. Klasifikasi ulkus pedis dilakukan setelah debridement yang adekuat. Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi produksi cairan/pus dari ulkus/gangren. 1Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer, senyawa perak sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai cara debridement non surgikal dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pembersihan jaringan nekrotik luka, seperti preparat enzim. 1Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka, dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat perawatan kaki diabetik. 13. Microbiological control (infection control)

Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram positif dan negatif (misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol). 14. Vascular control

Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka. Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis, serta pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif maupun invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2, dan pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi. 1Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu berupa:

Modifikasi Faktor Risiko 1 Stop merokok

Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia)

Terapi Farmakologis

Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM; tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM. 1 Revaskularisasi

Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan angiografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas. 1Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovaskular (PTCA). Pada keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi. 1Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik, sehingga kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain yang turut berperan. 1Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik sebagai terapi adjuvant. Walaupun demikian, masih banyak kendala untuk menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetik. 15. Metabolic control

Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu kesembuhan luka. Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal. 16. Educational control

Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik. Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal. 1H. PrognosisAda tiga faktor yang berperan pada penyembuhan luka dan infeksi pada kaki diabetik. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi jaringan kaki kurang baik hingga mekanisme radang menjadi tidak efektif. Faktor kedua adalah lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan bakteri patogen; dan faktor ketiga ialah karena adanya pintas arteriovenosa di subkutis yang terbuka hingga aliran nutrien tidak sampai ke tempat infeksi. 2Selain ketiga faktor di atas, masih banyak faktor lain yang ikut berpengaruh dalam terbentuknya kaki diabetik. Waspadji menyatakan bahwa faktor pendidikan, sosioekonomi, dan gizi juga punya andil cukup besar. Pendidikan dan sosioekonomi yang rendah terkait dengan pengetahuan yang kurang mengenai diabetes mellitus dan pencegahan komplikasinya serta kemampuan finansial akan mempengaruhi pengelolaan diabetes mellitus yang dideritanya. Status gizi yang rendah memiliki keterkaitan dengan rendahnya respon imun sehingga mempermudah terjadinya infeksi. 3Adapun prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemantauan penyakit diabetes mellitus secara berkepanjangan antara lain: 6 Pemantauan kadar glukosa darah secara berfrekuensi (sebaiknya dapat dilakukan oleh pasien secara mandiri)

Pemeriksaan kadar HbA1c (2-4 kali/tahun)

Edukasi pasien mengenai manajemen diabetes mellitus (setiap tahun)

Edukasi dan terapi gizi medis (setiap tahun)

Pemeriksaan mata (setiap tahun)

Pemeriksaan kaki (1-2 kali/tahun di dokter, dan setiap hari oleh pasien sendiri)

Tes saring untuk nefropati diabetik (urinalisis setiap tahun)

Pengukuran tekanan darah (setiap tiga bulan)

Pemeriksaan profil lipid dan kreatinin serum (setiap tahun)

Imunisasi influenza/pneumococcus

Pertimbangkan terapi antiplatelet.

BAB IILAPORAN KASUS

Daftar Masalah

NoMasalah AktifTanggal

1DM tipe 2 uncontrolled22 Juli 2015

2Ulkus Diabeticum22 Juli 2015

3Nefropati Diabetikum24 Juli 2015

4Anemia Chronic disease24 Juli 2015

1. Identitas Pasien

Nama

: Tn. M No Medrec

: 266546

Jenis Kelamin

: Laki- lakiTempat/Tanggal lahir: Pasuruan/ 30 Desember 1963

Umur

: 45 tahun

Status

: Menikah

Agama

: Islam

Alamat

: Dadapan-Kraton-Pasuruan

Pekerjaan

: Tidak bekerjaPendidikan

: Belum sekolahTanggal masuk

: 21 Juli 2015

Tanggal pemeriksaan: 24 Juli 2015

2. AnamnesaAnamnesis dilakukan di zal laki pada tanggal 24 Juli 2015 secara autoanamnesa dan heteroanamnesis.

Keluhan Utama:

Luka pada kaki kanan

RPS:

Pasien dibawa ke RSUD Bangil dengan keluhan nyeri pada luka kaki kanan. Sejak 2 minggu yang lalu, luka terjadi karena tersenggol paku. Awalnya luka hanya seperti luka lecet yag melebar hingga ukuran sekarang. Luka tersebut nyeri, merah, bernanah, perabaan hangat, bengkak. Sebelumnya kaki sering kesemutan. Pasien juga mengaku sering mengalami luka-luka kecil di kaki tanpa disadari (tidak terasa)

Pasien mengeluh badannya sering terasa sakit semua dan lemas. Pusing. Nafsu makan menurun. Pasien merasa mual, tapi tidak terdapat muntah.

Tidak didapatkan demam, menggigil, riwayat demam (+) kadang dikeluhkan sejak pasien terluka. Sesak nafas bila berjalan (-), Nyeri dada (-), riwayat sesak dan nyeri dada sebelumnya (-). BAK : Lancar, warna kuning tua, BAB : Pasien tidak BAB selama 2 hariRPD :

Riwayat dengan gejala yang sama sebelumnya : Pernah luka tidak sembuh-sembuh di jari kaki kanan sejak 2 bulan ini.

Riwayat Diabetes Mellitus: DM sudah satu tahun. Rutin kontrol. Riwayat Hipertensi

: Disangkal Riwayat Penyakit jantung : Disangkal Riwayat asma

: Disangkal Raiwayat TBC

: Disangkal Riwayat Penyakit maag

: Disangkal Riwayat penyakit ginjal

: Disangkal Riwayat penyakit liver

: Disangkal Riwayat transfusi

: Disangkal Riwayat sakit kuning sebelumnya: DisangkalRiwayat Penyakit Keluarga :

Di keluarga tidak didapatkan adanya riwayat kencing manis dan darah tinggi. Juga tidak ada yang sakit seperti ini.

Riwayat Sosial Ekonomi

:

Penderita tinggal bersama anaknya. Penderita tidak bekerja. Biaya pengobatan menggunakan BPJS. Kesan sosial ekonomi kurang.Riwayat Pengobatan

:

Penderita rutin minum obat glibenclamid. Bila sakit berobat ke mantri bila sakit. Tidak ada alergi obat.Riwayat Gizi

:

Beberapa hari terakhir, sejak sakit nafsu makan pasien menurun, makan dalam jumlah sedikit. Sebelum sakit tidak pernah menjaga makan. Bebas makan-makanan yang manis-manis, makan banyak dan makan berlemak.3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak lemah

Kesadaran

: Compos mentis , GCS E4M5V6

Tanda vital

: Tensi

: 140/90 mmHg (berbaring)

Nadi

: 87x/mnt, reguler, Isi dan tegangan cukup

RR

: 18 x / mnt

Suhu : 35,1C (aksiler)

Kepala

: Bentuk mesosefal ,Turgor dahi cukup

Mata

: Konjungtiva pucat (+/+), perdarahan konjungtiva (-/-), perdarahan

retina (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+),

sekret (-/-), xanthelasma (-), exophthalmus (-/-), pupil isokorHidung

: Epistaksis (-), Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-/-),

nafas cuping hidung (-)

Mulut

: Bibir pucat (-), hipertrofi gingiva (-), perdarahan gusi (-)

Leher

: Kelenjar getah bening dan tiroid tak teraba membesar, JVP R-2

cmH2O, deviasi trakea (-)

Thorax

: Bentuk normal, emfisematus (-), sela iga tidak melebar,

Retraksi intercosta dan supraclavicula (-), spider nevi (-)

- Pulmo (Paru depan-belakang)

DepanDextraI: Simetris, retraksi dinding dada (-)

Pal :Stem fremitus kanan = kiri

Per: Sonor di kedua lapangan paru

Aus: suara dasar vesikuler, suara tambahan : wheezing (-), ronchi(-):Suara dasar :VesikulerSuara tambahan : (-)

Sinistra I: Simetris, retraksi dinding dada (-)

Pal :Stem fremitus kanan = kiri

Per: Sonor di kedua lapangan paru

Aus: suara dasar vesikuler, suara tambahan : wheezing (-), ronchi(-)

Belakang I: Simetris, retraksi dinding dada (-)

Pal :Stem fremitus kanan = kiri

Per: Sonor di kedua lapangan paru

Aus: suara dasar vesikuler, suara tambahan : wheezing (-), ronchi(-)I: Simetris, retraksi dinding dada (-)

Pal :Stem fremitus kanan = kiri

Per: Sonor di kedua lapangan paru

Aus: suara dasar vesikuler, suara tambahan : wheezing (-), ronchi(-)

- Cor

Inspeksi: Ictus Cordis tidak tampak Palpasi: Ictus Cordis tidak teraba Perkusi: Batas kanan jantung ICS V linea parasternalis dextra

Batas kiri jantung ICS V 1 cm lateral linea midclavicularis sinistra

Batas pinggang jantung ICS III linea sternalis sinistra

Auskultasi : HR: 80x/menit, reguler

S1S2 tunggal

Murmur sistolik (-), Gallop (-) Abdomen

:

Inspeksi : fatty, venektasi (-), kelainan kulit (-)

Auskultasi : Bising usus positif normal, bruit aorta abdominalis (-)

Perkusi: Area troube timpani, abdomen timpani, liver span 6cm, area troube timpaniPalpasi: Supel, hepar tak teraba, lien tidak terabanyeri tekan epigastrium (+) Pulsasi Aorta Abdominalis tdk teraba

Genitalia

: Tidak diperiksa4. Status LokalisRegio ekstremitas dextra et sinistra

Inspeksi : Terdapat luka pada regio dorsalis pedis dextra dengan ukuran 3cm x 2x1cm, Bentuk tidak beraturan, rongga +, pus +, slough + bengkak, hiperemi+, nekrosis-Palpasi : Nyeri tekan (-), perabaan hangat, krepitasi (-)Ulkus pedis + pada ekstremitas dextra

PulsasiKiriKanan

A. Dorsalis Pedis+ +

A. Tibialis Posterior++

A. Poplitea++

SensibilitasKiriKanan

Halus+ +

Kasar+ +

ABPI Score

Sistol Bicep kiri: 120 mmHg

Sistol Bicep kanan: 120 mmHg

Sistol Ankle kiri: 110 mmHg

Sistol Ankle kanan: 120 mmHg

ABPI Score kaki kanan kiri= 120mmHg 120 mmHg = 1,05. Pemeriksaan Penunjang Darah rutin 21/07/201522/05/201527/07/2015Nilai normal/satuan

WBC25,57,723,24,310,5 103/L

LYM0,3881,31,171,23,4 103/L

MID1,20,10,6 103/L

GRA5,21,46,5 103/L

LYM%17,220,5%-51,1%

MID%151,7%-4,3%

GRA%67,842,2%-75,2%

RBC3,23,303,754,00-6,00 106/L

HB9,189,110,411,0-1 6,0 g/dl

HCT27,6 27,033,135,0-40,0 %

MCV85,681,788,380,0-99,0 Fl

MCH28,727,627,727,0-31,0 pg

MCHC33,333,733,433,0-37,0 g/dl

RDW11,513,212,711,6-13,7 %

PLT406378372150450 103/L

MPV6,285,85,277,011,0 Fl

PCT0,2160,1000,600 %

PDW11,98,025,0 %

Kimia klinik

21/07/201522/07/201528/07/2015Harga Normal/Satuan

Glukosa Acak477170< 200 mg/dl

GDP10145