Upload
riskabawal
View
39
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
bahan
LAPORAN SGD 5 LBM 6 BLOK 19
“GERODONTOLOGY”
KELOMPOK SGD 5 :
1. Bayyin Bunayya C (112110183)
2. Desy Rachmawati N (112110189)
3. Karina (112110203)
4. Ken Sekar Langit (112110205)
5. Laily Maghfira N.R (112110207)
6. Lola Carola (112110208)
7. M Yaqiudin A (112110209)
8. Rahmadika K F (112110221)
9. Riska Perwitasari (112110223)
10. Umi Kulsum (112110231)
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
2014
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil’alamin, kami panjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan SGD LBM 6 mengenai
“Gerodontology” Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas SGD yang telah dilaksanakan. Meskipun banyak
rintangan dan hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaan laporan, Alhamdulillah kami berhasil
menyelesaikannya dengan baik.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu kami
dalam mengerjakan laporan ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang sudah
bersusah payah membantu membuat laporan ini baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Oleh karena
itu, kami akan menerima kritik dan saran dengan terbuka dari para pembaca.Tentunya ada hal-hal yang ingin
kami berikan kepada para pembaca dari hasil laporan ini. Karena itu, kami berharap semoga laporan ini dapat
menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kita semua. Pada bagian akhir, kami akan mengulas mengenai pendapat-
pendapat dari para ahli. Oleh karena itu, kami berharap hal ini dapat berguna bagi kita. Semoga laporan ini dapat
membuat kita mencapai kehidupan yang lebih baik lagi. Amin.
Jazakumullahi khoiro jaza’
Semarang, 22 Mei 2014
Penyusun
SKENARIO LBM VI
Judul Skenario : Kakek Geriatri yang ingin memakai gigi tiruan.
Seorang pasien geriatri, pria berusia 70tahun, datang ke poliklinik gigi spesialis
RSIGM. Kedatangannya ke bagian poliklinik gigi karena ingin dibuatkan gigi tiruan supaya
penampilannya tetap menarik. Pasien tersebut adalah pensiunan suatu perusahaan BUMN dan
dahulu pernah menjabat sebagai direktur utama. Pada saat dilakukan pemeriksaan pasien
tampak kurang kooperatif dan mudah tersinggung. Pasien merupakan penderita hipertensi
dan diabetes tipe 2 yang kurang terkontrol dan mempunyai riwayat perokok aktif pada saat
masih muda. OHIS pasien buruk. Dokter melakukan pendekatan psikologis untuk melakukan
perawatan selanjutnya.
PEMBAHASAN
A. Usia Lanjut
Definisi
Menurut Ernawati lansia adalah orang yang berusia 50 tahun atau lebih. Lansia
merupakan kelompok orang lanjut usia yang mengalami proses penuaan yang terjadi secara
bertahap dan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari. Menurut BKKBN 1998,
penduduk lansia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus,
ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik dan rentan terhadap penyakit yang
mengakibatkan kematian. Secara ekonomi lansia dianggap sebagai beban sumber daya.
Proses menua merupakan proses yang normal terjadi pada setiap manusia dan bukan
merupakan penyakit. Penuaan juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses menghilangnya
secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mnegganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga lebih rentan terhadap infeksi dan tidak dapat
memperbaiki kerusakan yang dideritanya.
Berdasarkan kelompok usia, lanjut usia menurut DEPKES RI dibagi menjadi 3
kelompok, yaitu :
1. Kelompok usia dalam masa virilitas (45-54 tahun) merupakan kelompok yang
berada dalam keluarga dan masyarakat luas.
2. Kelompok usia dalam masa pra-senium (55-64 tahun) merupakan kelompok yang
berada dalam keluarga, organisasi usia lanjut dan masyarakat pada umumnya.
3. Kelompok usia masa senecrus ( > 65 tahun) merupakan kelompok yang
umumnya hidup sendiri, terpencil, hidup dalam panti, penderita penyakit berat.
Berdasarkan WHO lansia dibagi atas :
1. Middle aged antara 45-59 tahun
2. Elderly antara 60-74 tahun
3. Aged > 75 tahun
Gerondology
Gerondology adalah cabang kedokteran yang membahas fisiologis proses penuaan
dan diagnosa serta pengobatan penyakit yang dipengaruhi oleh usia, terfokus pada kondisi
abnormal dan penatalaksanaan medik terhadap kondisi itu.
Tujuan dilaksanakannya perawatan pelayanan kesehatan bagi lansia adalah :
1. Mempertahankan derajat kesehatan setinggi-tingginya sehingga terhindar dari
penyakit atau gangguan kesehatan.
2. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik sesuai kemampuan dan
aktivitas mental yang mendukung.
3. Melakukan diagnosis dini secara tepat dan memadai.
4. Melakukan pengobatan yang tepat.
5. Memelihara kemandirian secara maksimal.
6. Memberikan bantuan moril dan perhatian para lansia agar dapat mengupayakan
kesehatan dan ketenangan jiwa sampai akhir hayat mereka.
Ada empat ciri-ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan psikogeriatri, yaitu :
1. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia.
2. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif.
3. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a) Ketergantungan pada orang
lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain), b) Mengisolasi diri atau menarik diri dari
kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa
pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-
lain.
4. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga
membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama
aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb. Hal itu
biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya
kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan
penegak hukum, atau trauma psikis.
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap psikologi lansia. Faktor-faktor
tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua
mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat
mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut :
- Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik
yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang,
enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb.
Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami
penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau
kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan
suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat
tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-
kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau
harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya.
- Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan
dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan metabolisme,
misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya prostatektomi,
kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat
kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid,
tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
a. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.
b. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh
tradisi dan budaya.
c. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
d. Pasangan hidup telah meninggal.
e. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa
lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
- Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi
kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan
perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif)
meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan,
tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan
aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa
perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai
berikut :
a. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak
banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
b. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia
tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.
c. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya
sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu
harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup
meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika
tidak segera bangkit dari kedukaannya.
d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah
memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak
keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga
menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain
atau cenderung membuat susah dirinya.
- Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,
namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering
diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status
dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari
model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia?
Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa
pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang
merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh
terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak
bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih
menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan
hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan
pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri,
bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji
penuh.
- Perubahan dalam peran sosial di masyarakat.
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan
kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya
dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang
bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika
keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain
dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung
diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis
bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang
memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung
karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat
umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan
pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara
karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan
pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali
menjadi terlantar.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia
a) Perubahan fisik
Sel
- Jumlah sel lebih sedikit dan berukuran besar.
- Cairan tubuh berkurang.
Sistem persyarafan
- Cepat penurun hubungan persyarafan.
- Lambat dalam merespon dan waktu untuk beraksi, khususnya dalam stress.
- Mengecilnya syaraf panca indera, berkurangnya penglihatan, kehilangan
pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman, dan perasa, lebih sensitif terhadap
perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap cuaca yang dingin.
Sistem gastro intestinal
- Kehilangan gigi
- Penurunan indera pengecap
- Rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan lambung
menurun.
- Peristaltic lemah, biasanya konstipasi.
- Fungsi absorbsi melemah.
Sistem endokrin
- Produksi dari hampir seluruh hormon menurun.
Sistem genitourinaria
- Otot-otot kandung kemih menurun.
- Pembesaran kelenjar prostat.
Sistem integumen
- Kulit mengkerut atau keriput
- Kulit kepala dan rambut menipis, warna kelabu
- Berkurangnya elastisitas karena menurunnya cairan dan vaskularisasi
- Kuku jari keras dan kaku
- Kelenjar keringat berkurang
Sistem muskuloskeletal
- Tulang kelihatan densiti dan makin rapuh
- Kiposis
- Persendian besar dan kaku
b) Perubahan mental
Perubahan kepribadian yang drastis
Kenangan lama tidak berubah, kenangan jangka panjang diingat sedangkan kenangan
jangka pendek tidak dapat diingat.
IQ tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal. Berkurangnya
penampilan, persepsi dan keterampilan psikomotor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
- Perubahan fisik
- Kesehatan umum
- Tingkat pendidikan
- Keturunan
- Lingkungan.
c) Perubahan psikosis
Merasakan atau sadar akan kematian
Perubahan dalam cara hidup
Penyakit kronis dan ketidakmampuan
Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial
Gangguan syaraf indera, timbul kebutaan dan ketulian
Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan
Hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
d) Perubahan fisiologis dalam rongga mulut
Perubahan mukosa mulut
- Sel epitel pada mukosa mulut mengalami penipisan
- Berkurangnya keratinisasi
- Berkurangnya kapiler dan suplai darah
- Penebalan serabut kolagen pada lamina propia
- Secara klinis mukosa mulut terlihat lebih pucat, tipis dan kering, sehingga
memudahkan terjadinya iritasi atau trauma.
Perubahan lengkung rahang
- Proses penuaan disertai dengan adanya osteoporosis pada tulangnya. Pada rahang
atas arah resorpsinya kebawah dan keluar, maka pengurangan tulangnya pada
umumnya juga terjadi kearah atas dan dalam. Karena tulang kortikal bagian luar
lebih tipis daripada bagian dalam. Resopsi bagian luar lempeng kortikal tulang
berjalan lebih banyak dan lebih cepat. Demikian lengkung maksila akan
berkurang menjadi lebih kecil sehingga permukaan landasan gigi menjadi
berkurang.
- Pada rahang bawah, inklinasi gigi anterior umumnya keatas dan kedepan dari
bidang oklusal, sedangkan gigi-gigi posterior lebih vertikal atau sedikit miring ke
arah lingual. Permukaan luar lempeng kortikal tulang lebih tebal. Resorpsi pada
tulang alveolar mendibula terjadi kearah bawah dan kebelakang kemudian
kedepan. Terjadi perubahan-perubahan pada otot disekitar mulut, hubungan jarak
antara mandibula dan maksila sehingga terjadi perubahan posisi mandibula dan
maksila.
Resorpsi lingir alveolar
- Tulang akan mengalami resorpsi berlebihan pada puncak tulang alveolar
mengakibatkan bentuk linggir yang datar dan merupakan masalah karena gigi
tiruan lengkap kurang baik dan terjadi ketidak seimbangan oklusi. Resorpsi
paling besar terjadi 6bulan pertama sesudah pencabutan gigi anterior atas dan
bawah. Pada rahang atas sesudah 3bulan dan resorpsi sangat kecil dibandingkan
rahang bawah.
Perubahan aliran saliva
- Dengan bertambahnya usia menyebabkan perubahan dan kemunduran kelenjar
saliva. Banyak pasien lansia dengan penyakit sistemik menerima pengobatan
akan mempengaruhi fungsi saliva dan mungkin mengalami xerostomia.
Pengurangan aliran saliva akan mengganggu retensi gigi tiruan. Keadaan ini
menyebabkan kemampuan pemakaian gigi tiruan berkurang sehingga fungsi
pengunyahan berkurang, kecekatan gigi tiruan berkurang.
Kelainan lidah pada lansia
- Fissured tongue
- Coated tongue
- Geographic tongue
- Sublingual varikositis
- Atropi papilla lidah
- Candidiasis dan keganasan.
B. Pendekatan Lansia
Pendekatan pelayanan kepada lansia antara lain :
1. Pendekatan biologis, yaitu pendekatan pelayanan kesehatan lansia yang
menitikberatkan perhatian pada perubahan-perubahan biologis yang terjadi pada
lansia. Perubahan-perubahan tersebut mencakup aspek anatomis dan fisiologis serta
berkembangnya kondisi patologis yang bersifat multiple dan kelainan fungsional pada
pasien-pasien lanjut usia.
2. Pendekatan psikologis, yaitu pendekatan pelayanan kesehatan lansia yang
menekankan pada pemeliharaan dan pengembangan fungsi-fungsi kognitif, afektif,
konatif dan kepribadian lansia secara optimal.
- Fungsi kognitif
a. Kemampuan Belajar (Learning)
Lanjut usia yang yang sehat dalam arti tidak mengalami demensia atau
gangguan Alzemeir, masih memiliki kemampuan belajar yang baik. Hal ini
sesuai dengan prinsip belajar seumur hidup (long study) bahwa manusia itu
memiliki kemampuan untuk belajar sejak dilahirkan sempai akhir hayat. Oleh
karena sudak seyogyanya jika mereka tetap diberikan kesempatan untuk
mempelajari sesuatu hal yang baru. Implikasi praktis dalam pelayanan
kesehatan jiwa lanjut usia baik yang bersifat promotif-preventif, kuratif dan
rehabilitatif adalah untuk memberikan kegiatan yang berhubungan dengan
proses belajar yang sudah disuaikan dengan kondisi masing-masing lanjut
usia yang dilayani.
b. Kemampuan pemahaman (Comprehension)
Pada lanjut usia, kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian
dipengaruhi oleh fungsi pendengarannya. Dalam pelayanan terhadap lanjut
usia agar tidak timbul salah paham sebaiknya dilakukan kontak mata; saling
memandang. Dengan kontak mata, mereka akan dapat membaca bibir lawan
bicaranya, sehingga penurunan pendengarannya dapat diatasi dan dapat lebih
mudah memahami maksud orang lain. Sikap yang hangat dalam
berkomunikasi akan menimbulkan rasa aman dan diterima. Mereka akan
lebih tenang, lebih senang, merasa aman, merasa diterima, merasa dihormati
dan sebagainya.
c. Kinerja (Performance)
Pada lanjut usia yang sangat tua memang akan terlihat penurunan kinerja baik
secara kuantitatif maupun kualitatif. Penurunan itu bersifat wajar sesuai
perubahan organ-organ biologis ataupun perubahan yang sifatnya patologis.
Dalam pelayanan kesehatan jiwa lanjut usia, mereka perlu diberikan latihan-
latihan ketrampilan untuk tetap mempertahankan kinerja.
d. Pemecahan masalah (Problem Solving)
Pada lanjut usia masalah-masalah yang dihadapi tentu semakin banyak.
Banyak hal yang dahulunya dengan mudah dapat dipecahkan menjadi
terhambat karena terjadi penurunan fungsi indra pada lanjut usia. Hambatan
yang lain dapat berasal dari penurunan daya ingat, pemahaman dan lain-lain,
yang berakibat bahwa pemecahan masalah menjadi lebih lama. Dalam
menyikapi hal ini maka dalam pendekatan pelayanan kesehatan jiwa lanjut
usia perlu diperhatikan ratio petugas kesehatan dan pasien lanjut usia.
e. Daya ingat (Memory)
Daya ingat adalah kemampuan psikis untuk menerima, mencamkan,
menyimpan dan menghadirkan kembali rangsangan/peristiwa yang pernah
dialami seseorang. Daya ingat merupakan salah satu fungsi kognitif yang
banyak berperan dalam proses berfikir, memecahkan masalah, maupun
kecerdasan (intelegensia), bahkan hampir semua tingkah laku manusia itu
dipengaruhi olah daya ingat. Pada lanjut usia, daya ingat merupakan salah
satu fungsi kognitif yang seringkali paling awal mengalami penurunan. Pada
lanjut usia yang menderita demensia, gangguan yang terjadi adalah mereka
tidak dapat mengingat peristiwa atau kejadian yang baru dialami, akan tetapi
hal-hal yang telah lama terjadi, masih diingat. Keadaan ini sering
menimbulkan salah paham dalam keluarga. Oleh sebab itu dalam proses
pelayanan terhadap lanjut usia, sangat perlu dibuatkan tanda-tanda atau
rambu-rambu baik berupa tulisan, atau gambar untuk membantu daya ingat
mereka.
f. Motivasi
Motivasi adalah fenomena kejiwaan yang mendorong seseorang untuk
bertingkah laku demi mencapai sesuatu yang diinginkan atau yang dituntut
oleh lingkungannya. Motivasi dapat bersumber dari fungsi kognitif dan
fungsi afektif. Motif Kognitif lebih menekankan pada kebutuhan manusia
akan informasi dan untuk mencapai tujuan tertentu. Motif ini mendorong
manusia untuk belajar dan ingin mengetahui. Motif Afektif lebih
menekankan aspek perasaan dan kebutuhan individu untuk mencapai tingkat
emosional tertentu. Motif ini akan mendorong manusia untuk mencari dan
mencapai kesenangan dan kepuasan baik fisik, psikis dan sosial dalam
kehidupannya dan individu akan menghayatinya secara subyektif. Pada lanjut
usia, motivasi baik kognitif maupun afektif untuk mencapai/memperoleh
sesuatu cukup besar, namun motivasi tersebut seringkali kurang memperoleh
dukungan kekuatan fisik maupun psikologis, sehingga hal-hal diinginkan
banyak berhenti di tengah jalan.
g. Pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan termasuk dalam proses pemecahan masalah.
Pengambilan keputusan pada umumnya berdasarkan data yang terkumpul,
kemudian dianalisa, dipertimbangkan dan dipilih alternatif yang dinilai
positif (menguntungkan ) kemudian baru diambil suatu keputusan.
Pengambilan keputusan pada lanjut usia sering lambat atau seolah-olah
terjadi penundaan, oleh sebab itu, mereka membutuhkan petugas atau
pendamping yang dengan sabar sering mengingatkan mereka. Keputusan
yang diambil tanpa dibicarakan dengan mereka, akan menimbulkan
kekecewaan dan mungkin dapat memperburuk kondisinya. Oleh karena itu
dalam pengambilan keputusan, kaum tua tetap dalam posisi yang dihormat.
h. Kebijaksanaan
Bijaksana (wisdom) adalah aspek kepribadian (personality), merupakan
kombinasi dari aspek kognitif, afektif dan konatif. Kebijaksanaan
menggambarkan sifat dan sikap individu yang mampu mempertimbangkan
antara baik dan buruk serta untung ruginya sehingga dapat bertindak secara
adil atau bijaksana. Kebijaksanaan sangat tergantung dari tingkat kematangan
kepribadian seseorang. Atas dasar hal tersebut, dalam melayani lanjut usia
termasuk psikogeriatik mereka harus memperoleh pelayanan yang penuh
bijaksana sehingga kebijaksanaan yang ada pada masing-masing individu
yang dilayani tetap terpelihara.
- Fungsi Efektif
Fungsi Afektif (emosi/perasaan) adalah fenomena kejiwaan yang dihayati secara
subyektif sebagai sesuatu yang menimbulkan kesenangan atau kesedihan. Afeksi
(emosi/perasaan) pada dasarnya dibedakan atas :
a. Biologis, meliputi perasaan indera (panas, dingin, pahit, asin dsb), perasaan
vital (lapar, haus, kenyang dsb) dan perasaan naluriah (kasih sayang, cinta,
takut dsb).
b. Psikologis, meliputi : perasaan diri, perasaan sosial, perasaan etis, estetis,
perasaan intelek serta perasaan religius.
Pada usia lanjut umumnya afeksi atau perasaan tetap berfungsi dengan baik
dan jika ada yang mengalami penurunan seringkali adalah afeksi biologis,
sebagai akibat dari penurunan fungsi organ tubuh. Sedangkan afeksi
psikologis relatif tetap berperan dengan baik, bahkan makin mantap, kecuali
bagi mereka yang mempunyai masalah fisik ataupun mental. Usia lanjut
kadang-kadang menunjukkan hidup emosi yang kurang stabil, hal ini dapat
ditangkap sebagai tanda bahwa terdapat masalah atau ada hal-hal yang
sifatnya patologis yang tidak mudah diamati, karena itu perlu dikonsultasikan
kepada para ahli.
Penurunan fungsi afektif nampak jelas pada usia lanjut yang sangat tua
(diatas 90 tahun), penurunan tersebut sering diikuti oleh tingkah laku regresi,
misalnya mengumpulkan segala macam barang kedalam tempat tidur. Pada
umur tersebut, sering terjadi fungsi mentalnya semakin buruk dan sering
tidak tertolong dengan upaya terapi. Ada juga yang mengatakan lima tahun
terakhir pada usia lanjut yang sangat tua tersebut sering terjadi tragedi
penurunan segala fungsi mental yang semakin memburuk dan sering tidak
tertolong dalam upaya terapi.
Sehubungan dengan fungsi afektif dalam pelayanan kesehatan jiwa usia
lanjut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Jika petugas menjumpai lansia dengan emosi yang labil atau menurun
fungsi mental lainnya, maka perlu diwaspadai kemungkinan adanya
masalah mental emosional atau hal-hal yang patologis. Untuk itu perlu
pemeriksaan para ahli.
b. Jika petugas mendapatkan lansia yang sangat tua (very old) disertai
penurunan fungsi mental yang drastis, maka perlu dilakukan upaya-upaya
terapi dan pelayanan yang sesuai dengan kondisi lansia tersebut.
- Fungsi Konatif
Konatif atau psikomotor adalah fungsi psikis yang melaksanakan tindakan dari
apa yang telah diolah melalui proses berpikir dan perasaan ataupun
kombinasinya. Konatif mengandung aspek psikis yang melakukan dorongan
kehendak baik yang positif maupun yang negatif, disadari maupun tidak disadari.
Pada usia lanjut umumnya dorongan dan kemauan masih kuat, akan tetapi
kadang-kadang realisasinya tidak dapat dilaksanakan, karena membutuhkan
organ atau fungsi tubuh yang siap/ mampu melaksanakannya. Misalnya usia
lanjut yang ingin sekali untuk dapat memenuhi kebutuhan dirinya (activity daily
living) tanpa bantuan orang lain. Ia ingin dapat makan dengan cepat, keluar
masuk kamar mandi sendiri. Namun keinginan tersebut yang tanpa mengingat
kondisi dirinya yang sudah menurun justru akan sering menimbulkan kecelakaan
pada usia lanjut. Atas dasar hal tersebut implikasi yang perlu diperhatikan dalam
pelayanan terhadap usia lanjut termasuk psikogeriatiknya yang berhubungan
dengan fungsi konatif, usia lanjut perlu dibantu untuk memilih hal yang penting
agar mereka tidak ragu dalam berbagai keinginannya. Perlu pula diperhatikan
keadaan yang dapat menimbulkan resiko bagi usia lanjut.
- Kepribadian
Kepribadian adalah semua corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam
dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala
rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak kebiasaan ini merupakan
kesatuan fungsional yang khas pada seseorang. Perkembangan kepribadian itu
bersifat dinamis artinya selama individu masih tetap belajar dan bertambah
pengetahuan, pengalaman serta keterampilannya, ia akan semakin matang dan
mantap. Pada usia lanjut yang sehat, kepribadiannya tetap berfungsi baik, kecuali
mereka dengan masalah kesehatan jiwa atau tergolong patologik. Dalam
pelayanan usia lanjut termasuk psikogeriatik, hendaknya memperhatikan fungsi-
fungsi psikologik diatas agar pelayanan yang dilakukan dapat membantu
mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik, psikologik dan sosial usia
lanjut.
3. Pendekatan sosial budaya, yaitu pendekatan yang menitikberatkan perhatiannya pada
masalah-masalah sosial budaya yang dapat mempengaruhi lansia.
Ahli sosiologi membuat "disengagement theory of aging" yang berarti bahwa
ada proses pelepasan ikatan atau penarikan diri secara pelan-pelan tapi pasti dan
teratur daripada individu-individu atau masyarakat terhadap satu sama lainnya, dan
proses ini adalah terjadi secara alamiah dan tak dapat dihindarkan, dan hal ini akan
terjadi dan berlangsung sampai kepada penarikan diri yang terakhir, yaitu mati.
Teori lainnya adalah "Continuity Theory" yang berdasarkan atas asumsi
bahwa "identity" adalah fungsi daripada hubungan dan interaksi dengan orang lain.
Seseorang yang lebih sukses akan tetap memelihara interaksi dengan masyarakat
setelah masa pensiunnya, melibatkan diri dengan wajar dengan masalah-masalah
masyarakat, keluarga dan hubungan perseorangan. Mereka tetap memelihara
identitasnya dan kekuatan egonya.
Teori lainnya ialah "Activity Theory" yaitu yang menjelaskan bahwa orang
yang masa mudanya sangat aktif dan terus juga memelihara keaktifannya setelah dia
menua. Ahli jiwa mengatakan bahwa " sense of integrity" dibangun semasa muda dan
akan tetap terpelihara sampai tua.
Ericson, membuat suatu ringkasan tentang fase-fase perkembangan manusia
sejak bayisampai tua, yang mana tiap fase menerangkan tentang adanya krsisis-krisis
untuk memilih antara kearah mana seseorang akan berkembang. Dalam fase terakhir
disebut bahwa ada pilihan antara : " sense of integrity" dan " Sense of despair" karena
adanya rasa takut akan kematian.
Pada masa tua terjadi krisis antara deferensiasi egonya (ego differentitation)
melawan preokupasi peranannya dalam bekerja (work role preoccupation). Hal ini
dipengaruhi oleh pikiran-pikiran tentang pensiun. Juga ditambahkan bahwa pada
masa ini ada krisis, seseorang itu dapat membangun suatu hubungan-hubungan yang
memuaskan dengan orang lain dan mengembangkan aktivitas-aktivitas yang kreatif.
KONSEP MAPPING
LANSIA
PERUBAHAN-PERUBAHAN PD LANSIA
PENDEKATAN PSIKOLOGIS
PSIKOSOSIAL
FISIOLOGIS
BIOLOGIS
DILAKUKAN TINDAKAN
KOMUNIKASI YG EFEKTIF PASIEN-DOKTER