Upload
khotimatul-barki
View
79
Download
4
Embed Size (px)
LAPORAN SGD 6 BLOK 12 LBM 1
CHILD DISEASES AND DISORDER
DISUSUN OLEH :
1. Bayyin Bunayya C ( 112110183 )
2. Ken Sekar Langit ( 112110205 )
3. Laily Maghfira ( 112110207 )
4. Putri Fatmala ( 112110220 )
5. Taufiah Resa A ( 112110228 )
6. Titis Putri N ( 112110230 )
7. Yf Indah Permata S ( 112110236 )
8. Yulia Millardi ( 112110239 )
9. Wahyu Lusiana ( 112110234 )
10. Winda Puspitarini ( 112110235 )
11. Yoghi Bagus P ( 112110238 )
12. Zulfi Fawziana R ( 112110241 )
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2012 / 2013
KATA PENGANTAR
م� ب�س� الله� من� ح� الر يم� ح� الر
Alhamdulillahirabbil’alamin, kami panjatkan puji syukur kepada Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan SGD 6 BLOK 12 LBM 1 mengenai “Child diseases and Disorder”.
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas SGD yang telah dilaksanakan. Meskipun banyak
rintangan dan hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaan laporan, Alhamdulillah
kami berhasil menyelesaikannya dengan baik.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu kami dalam mengerjakan laporan ini. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman yang sudah bersusah payah membantu membuat laporan ini baik secara
langsung maupun secara tidak langsung.
Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan
laporan ini. Oleh karena itu, kami akan menerima kritik dan saran dengan terbuka dari para
pembaca.
Tentunya ada hal-hal yang ingin kami berikan kepada para pembaca dari hasil laporan
ini. Karena itu, kami berharap semoga laporan ini dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat
bagi kita semua. Pada bagian akhir, kami akan mengulas mengenai pendapat-pendapat dari
para ahli. Oleh karena itu, kami berharap hal ini dapat berguna bagi kita. Semoga laporan ini
dapat membuat kita mencapai kehidupan yang lebih baik lagi. Amin.
Jazakumullahi khoiro jaza’
Semarang, 16 Februari 2013
Penyusun
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diketahui bahwa banyaknya mahasiswa yang belum memahami benar
mengenai “Child Diseases and Disorder” dan kesulitan dalam mencari sumber belajar
yang tepat dan dapat dipercaya. Dalam kenyataannya menunjukkan bahwa tidak
banyak mahasiswa yang mau bersusah payah untuk mencari jawaban ataupun sumber-
sumber belajar secara terperinci dan jelas. Oleh karena itu perlu diupayakan suatu
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam memahami
dan mendapatkan sumber belajar mengenai “Child Diseases and Disorder” yang baik
agar dapat menyelesaikan soal pembelajaran.
Upaya meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menemukan sumber
belajar merupakan suatu upaya yang paling logis dan realistis. Dosen ataupun Tutor
sebagai salah satu faktor penting dalam upaya peningkatan keberhasilan pendidikan di
Universitas, khususnya dalam peningkatan aktivitas dan hasil belajar, harus berperan
aktif serta dapat memilih strategi pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan hasil
belajar mahasiswa. Dosen perlu juga memperhatikan penggunaan media pembelajaran
yang tepat dan sesuai dengan materi sehingga akan sangat membantu mahasiswa
dalam menyelesaikan masalah dan memahami materi atau konsep “Child Diseases
and Disorder” yang diberikan oleh dosen.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari erupsi gigi?
2. Bagaimana tahap-tahap pembentukan benih gigi dan erupsi gigi?
3. Kapan waktu erupsi pada gigi desidui dan gigi permanen?
4. Apa saja kelainan pada erupsi gigi?
5. Kenapa bisa terjadi hipoplasia enamel?
C. Tujuan
1. Mampu mengetahui dan memahami erupsi gigi.
2. Mengetahui waktu erupsi gigi desidui dan gigi permanen.
3. Mampu mengetahui dan memahami kelainan-kelainan pada erupsi gigi.
4. Mengetahui dan memahami mengenai hipoplasia enamel.
Unit Belajar 1 : Tumbuh kembang
Judul : “Gigiku kok tidak sama dengan yang lain.”
Skenario
Seorang ibu datang bersama putranya bernama satria ( 13 thn ) ke tempat praktek
dokter gigi untuk memeriksakan kondisi gigi belakang kiri anaknya yang goyang sejak
1 minggu yang lalu. Hal ini menyebabkan Satria tidak nyaman dan terasa sakit bila
makan. Selain itu ibunya juga ingin mengkonsultasikan kondisi gigi depan anaknya
yang tampak kuning kecoklatan sejak gigi tersebut tumbuh, gigi tersebut mudah ngilu
dan rapuh.. dari alloanamnesis diketahui Satria pernah menderita diphteri ketika
berumur 3 tahun dan tidak terlalu suka makan buah-buahan dan sayuran sejak kecil.
Pemeriksaan intra oral :
Gigi 74 goyang derajat 3
Gigi yang sudah erupsi 12, 11, 21, 22, 32, 31, 42, 41 berwarna kekuning-kuningan
atau kecoklatan dengan permukaan enamel yang kasar ( terdapat groove, pit, dan fissure
yang kecil pada permukaan enamel ).
UNUNDERSTANDING WORDS
1. Erupsi gigi :
- Pergerakan gigi dari dalam tulang rahang ke rongga mulut.
- Pergerakan gigi dari tempat terbentuknya gigi ke permukaan rongga mulut dengan
menembus gingiva dan mencapai oklusal.
- Perubahan gigi yang diawali dari pertumbuhan gigi di dalam tulang untuk
mencapai posisi yang fungsional.
2. Gigi goyang derajat 3 :
- Kegoyangannya lebih dari 1 mm.
- Kelainan jaringan periodontium khususnya dengan terbentuknya pocket
periodontal, kegoyangan lebih dari 1 mm disertai dengan perpindahan ke arah
vertikal.
3. Diphteri
- Penyakit yang disebabkan Corynebacterium diphteriae yang biasanya ditandai
dengan gejala prodormal.
- Suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan Corynebacterium diphteriae yang
menyerang saluran pernafasan, dan biasanya terjadi pada anak-anak.
- Ditandai dengan adanya pseudomembran pada kulit atau mukosa pada saluran
pernafasan atas.
- Penyakit yang penularannya bisa melalui droplet.
4. Alloanamnesis
- Anamnesis yang dilakukan pada orang lain, bukan langsung kepada pasiennya.
- Anamnesis yang dilakukan pada anak-anak yang belum paham dan pada orang
cacat, dan lain-lain.
LEARNING ISSUE
1. Tahap – tahap erupsi gigi
Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi
Benih gigi mulai dibentuk sejak janin berusia 6 minggu dan berasal dari
lapisan ektodermal serta mesodermal. Lapisan ektodermal berfungsi membentuk
email dan odontoblast, sedangkan mesodermal membentuk dentin, pulpa, semen,
membran periodontal, dan tulang alveolar. Pertumbuhan dan perkembangan gigi
dibagi dalam tiga tahap, yaitu perkembangan, kalsifikasi, dan erupsi.
Siklus hidup gigi dapat dilihat pada Gambar 1.
a. Tahap Perkembangan Gigi
Tahap perkembangan adalah sebagai berikut:
1. Inisiasi (bud stage)
Merupakan permulaan terbentuknya benih gigi dari epitel mulut. Sel-sel tertentu
pada lapisan basal dari epitel mulut berproliferasi lebih cepat daripada sel sekitarnya.
Hasilnya adalah lapisan epitel yang menebal di regio bukal lengkung gigi dan meluas
sampai seluruh bagian maksila dan mandibula.
Gambar 1. Siklus hidup gigi. (A–D)Tahap perkembangan gigi. (A)Inisiasi (bud
stage), (B)Proliferasi (cap stage), (C)Histodiferensiasi, Morfodiferensiasi (bell stage),
(D)Aposisi dan dilanjut dengan tahap kalsifikasi, (E)Sebelum erupsi, (F)Setelah
erupsi, (G dan H) Atrisi, (I) Resesi gingiva dan kehilangan jaringan pendukung
sehingga terjadinya eksfoliasi. Modified from Schour and Massler.
2. Proliferasi (cap stage)
Lapisan sel-sel mesenkim yang berada pada lapisan dalam mengalami
proliferasi, memadat, dan bervaskularisasi membentuk papila gigi yang kemudian
membentuk dentin dan pulpa pada tahap ini. Sel-sel mesenkim yang berada di
sekeliling organ gigi dan papila gigi memadat dan fibrous, disebut kantong gigi
yang akan menjadi sementum, membran periodontal, dan tulang alveolar.
A B
Gambar 2. A - Inisiasi (bud stage), B - Proliferasi (cap)
3. Histodiferensiasi (bell stage)
Terjadi diferensiasi seluler pada tahap ini. Sel-sel epitel email dalam (inner
email epithelium) menjadi semakin panjang dan silindris, disebut sebagai
ameloblas yang akan berdiferensiasi menjadi email dan sel-sel bagian tepi dari
papila gigi menjadi odontoblas yang akan berdiferensiasi menjadi dentin.
Gambar 3. C – Histodiferensiasi
4. Morfodiferensiasi
Sel pembentuk gigi tersusun sedemikian rupa dan dipersiapkan untuk
menghasilkan bentuk dan ukuran gigi selanjutnya. Proses ini terjadi sebelum
deposisi matriks dimulai. Morfologi gigi dapat ditentukan bila epitel email bagian
dalam tersusun sedemikian rupa sehingga batas antara epitel email dan odontoblas
merupakan gambaran dentinoenamel junction yang akan terbentuk.
Dentinoenamel junction mempunyai sifat khusus yaitu bertindak sebagai pola
pembentuk setiap macam gigi. Terdapat deposit email dan matriks dentin pada
daerah tempat sel-sel ameloblas dan odontoblas yang akan menyempurnakan gigi
sesuai dengan bentuk dan ukurannya.
5. Aposisi
Terjadi pembentukan matriks keras gigi baik pada email, dentin, dan sementum.
Matriks email terbentuk dari sel-sel ameloblas yang bergerak ke arah tepi dan
telah terjadi proses kalsifikasi sekitar 25%-30%.
b. Tahap Kalsifikasi Gigi
Tahap kalsifikasi adalah suatu tahap pengendapan matriks dan garam-garam
kalsium. Kalsifikasi akan dimulai di dalam matriks yang sebelumnya telah
mengalami deposisi dengan jalan presipitasi dari satu bagian ke bagian lainnya
dengan penambahan lapis demi lapis.
Gangguan pada tahap ini dapat menyebabkan kelainan pada kekerasan gigi
seperti Hipokalsifikasi. Tahap ini tidak sama pada setiap individu, dipengaruhi
oleh faktor genetik atau keturunan sehingga mempengaruhi pola kalsifikasi,
bentuk mahkota dan komposisi mineralisasi
c. Tahap Erupsi Gigi
Erupsi gigi merupakan suatu proses yang berkesinambungan dimulai dari awal
pembentukan melalui beberapa tahap sampai gigi muncul ke rongga mulut. Ada
dua fase yang penting dalam proses erupsi gigi, yaitu erupsi aktif dan pasif. Erupsi
aktif adalah pergerakan gigi yang didominasi oleh gerakan ke arah vertikal, sejak
mahkota gigi bergerak dari tempat pembentukannya di dalam rahang sampai
mencapai oklusi fungsional dalam rongga mulut, sedangkan erupsi pasif adalah
pergerakan gusi ke arah apeks yang menyebabkan mahkota klinis bertambah
panjang dan akar klinis bertambah pendek sebagai akibat adanya perubahan pada
perlekatan epitel di daerah apikal.
Gigi desidui yang juga dikenal dengan gigi primer jumlahnya 20 di rongga
mulut, yang terdiri dari insisivus sentralis, insisivus lateralis, kaninus, molar satu,
dan molar dua dimana terdapat sepasang pada maksila dan mandibula masing-
masing.
Pada usia 6 bulan setelah kelahiran, gigi insisivus sentralis mandibula yang
merupakan gigi yang pertama muncul di rongga mulut, dan berakhir dengan
erupsinya gigi molar dua maksila.
Erupsi gigi permanen pada umumnya terjadi antara usia 5 sampai 13 tahun
kecuali gigi permanen molar tiga (erupsi antara 17 sampai 21 tahun), juga seiring
dengan pertumbuhan dan perkembangan pubertas.
Tahap – tahap erupsi gigi
a. Pra erupsi
Jika mahkota menembus gingiva dan tidak melebihi 3 mm di atas gingiva
level dihitung dari tonjol gigi, dari benih gigi tumbuh sampai mahkota
terbentuk dan keluar, persiapan tempat untuk giginya ( ukuran rahang
terbentuk ).
Perkembangan di bagian posterior dan lateral yang mengakibatkan
peningkatan panjang dan lebar ke arah anteroposterior, dan akhirnya benih
gigi mengikuti bergerak naik ke arah oklusal, karena ada peningkatan ini
maka sisi periapikalnya mulai ikut berkembang yang mengakibatkan
peningkatan tekanan pada sisi apikal tuang rahang sehingga benih gigi
terdorong ke oklusal.
b. Pra fungsional
Dari proses mahkota menembus gingiva dengan 2 fase yaitu fase aktif
( bergerak ke vertikal untuk menembus ke atas ) dan pasif ( setelah aktif
dia berotasi dan menggeser gigi di sebelahnya ) jaringan ikat semakin
tumbuh , peningkatan jaringan ikat menyebabkan peningkatan
permeabilitas vasculer di sekitar ligament periodontal yang menyebabkan
gigi bergerak ke arah oklusal.
Faktor lain ada perpanjangan dari pulpa, pulpa dapat mendorong mahkota
ke arah oklusal.
c. Fungsional
Muncul sudah sempurna dan berlanjut terus sampai gigi tanggal, bergerak
ke arah oklusal, mesial dan proximal berhubungan dengan tulang alveolar
yang masih mengalami pertumbuhan terutama pada socket bagian distal
dan pertumbuhan sementum.
Embriologi gigi
a. Ektoderm enamel minggu ke 5 ektoderm menebal sebelah
labial dan sebelah lingul, sebelah lingual lamina dentalis selapis
epitel oral dipinggir terdapat 20 area bud, cap, dan bell stage;
bud sel epitel bersifat lokal dikelilingi mesenkim proliferasi
membesar semakin concaf; cap sel-sel enamel berproliferasi
enamel besar concaf seperti topi; bell stage organ enamel.
b. Endoderm pulpa, sementum, dan Ligamen.
2. Gejala – gejala erupsi gigi
a. Gusi bengkak
b. Berwarna kemerahan
c. Rasa gatal
d. Produksi saliva berlebih jarena hormon dari kelenjar eksokrin, dan rasa sakit
karena erupsi yang menyebabkan terkirimnya sinyal ke hipotalamus yang
kemudian memproduksi hormon eksokrin ( kelenjar saliva ) yang merangsang
saliva berlebihan yang merupakan suatu pencegahan dari rasa sakit.
e. Rewel dan susah makan
f. Demam karena terjadi inflamasi, sistem imun pada anak belum sempurna seperti
sistem imun orang dewasa.
Bisa juga muncul dari daya tahan tubuh anak, jika daya tahan tubuh berkurang
maka akan terjadi demam dan didukung dengan kondisi rongga mulut yang tidak
bagus akan menyebabkan demamnya bertambah parah.
Bisa juga terjadi demam karena daya tahan tubuh yang turun, lalu anak menghisap
jempol karena merasa gatal dan juga karena nutrisi yang kurang serta adanya
infeksi bakteri yang kemudian akan menyebabkan reaksi tubuh yaitu diare.
g. Anak suka menggigit suatu benda
h. Gejala lokal wajah : eritema, asimetris, bengkak
i. Gejala sistemik : bayi merasa gelisah, tidak bisa tidur, diare.
j. Ruam di dagu karena bayi sering mengeluarkan saliva (sifat asam) yang berkontak
langsung dengan kulit bayi.
k. Batuk ; dengan banyaknya air liur yang keluar akibat erupsi gigi, bisa
menyebabkan bayi batuk, namun jika tidak disertai pilek itu berarti normal.
3. Waktu erupsi gigi
Erupsi gigi susu ( desidui )
Gigi susu
Rahang Atas Incisivus central
Incisivus lateral
Caninus
Molar 1
Molar 2
8 – 13 bulan
8 – 13 bulan
16 – 23 bulan
13 – 19 bulan
25 – 33 bulan
Rahang Bawah Incisivus central
Incisivus lateral
Caninus
Molar 1
Molar 2
6 – 10 bulan
10 – 16 bulan
16 – 23 bulan
13 – 19 bulan
23 – 31 bulan
Erupsi gigi permanen
Pertumbuhan dan
Perkembangan
Gigi Permanen6
Gigi
Tahap awal
pembentukk
an jaringan
keras
Mahkota lengkap
(tahun)
Erupsi (tahun) Pembentukkan
akar lengkap
(tahun)
Rahang Atas
Insisivus Pertama 3 – 4 bulan 4 – 5 7 – 8 10
Insisivus Kedua 10 bulan 4 – 5 8 – 9 11
Kaninus 4 – 5 bulan 6 – 7 11 – 12 13 – 15
Premolar Pertama 11/2 - 13/4
tahun
5 – 6 10 – 11 12 – 13
Premolar Kedua 2 - 21/4
tahun
6 – 7 10 – 12 12 – 14
Molar Pertama Pada saat
lahir
21/2 – 3 6 – 7 9 – 10
Molar Kedua 21/2 - 3
tahun
7 – 8 12 – 13 14 - 16
Molar Ketiga 7 – 9 tahun 12 – 16 17 – 21 18 – 25
Rahang Bawah
Insisivus Pertama 3 – 4 bulan 4 – 5 6 – 7 9
Insisivus Kedua 3 – 4 bulan 4 – 5 7 – 8 10
Kaninus 4 – 5 bulan 6 – 7 9 – 10 12 – 14
Premolar Pertama 11/2 – 13/4
tahun
5 – 6 10 – 12 12 – 13
Premolar Kedua 2 – 21/4
tahun
6 – 7 11 – 12 13 – 14
Molar Pertama Pada saat
lahir
21/2 – 3 6 – 7 9 – 10
Molar Kedua 21/2 – 3
tahun
7 – 8 11 – 13 14 – 15
Molar ketiga 7 – 9 12 – 16 17 – 21 18 – 25
4. Faktor – faktor yang mempengaruhi erupsi gigi
Erupsi gigi adalah proses yang bervariasi pada setiap anak. Variasi ini masih
dianggap sebagai suatu keadaan yang normal jika lamanya perbedaan waktu erupsi
gigi masih berkisar antara 2 tahun. Variasi dalam erupsi gigi dapat disebabkan oleh
faktor yaitu:
Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai pengaruh terbesar dalam menentukan waktu dan urutan
erupsi gigi yaitu sekitar 78%, termasuk proses kalsifikasi.
Faktor Jenis Kelamin
Pada umumnya waktu erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibandingkan anak
laki-laki. Perbedaan ini berkisar antara 1 hingga 6 bulan.(8,9,20,30) Waktu erupsi gigi
anak perempuan lebih cepat dibanding dengan anak laki-laki disebabkan faktor
hormon yaitu estrogen yang memainkan peranan dalam pertumbuhan dan
perkembangan sewaktu anak perempuan mencapai pubertas.
Faktor Ras
Waktu erupsi gigi orang Eropa dan campuran Amerika dengan Eropa lebih lambat
daripada waktu erupsi orang Amerika berkulit hitam dan Amerika Indian. Orang
Amerika, Swiss, Perancis, Inggris, dan Swedia termasuk dalam ras yang sama yaitu
Kaukasoid dan tidak menunjukkan perbedaan waktu erupsi yang terlalu besar.
(6,9,20,28,30)
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan tidak banyak mempengaruhi pola erupsi. Faktor tersebut adalah:
1. Sosial Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi dapat mempengaruhi keadaan nutrisi, kesehatan
seseorang. Anak dengan tingkat ekonomi rendah cenderung menunjukkan waktu
erupsi gigi yang lebih lambat dibandingkan anak dengan tingkat ekonomi
menengah.(
2. Nutrisi
sebagai faktor pertumbuhan dapat mempengaruhi erupsi dan proses kalsifikasi.
(2,3,6,13,17,28,30) Keterlambatan waktu erupsi gigi dapat dipengaruhi oleh faktor
kekurangan nutrisi, seperti vitamin D dan gangguan kelenjar endokrin.
Faktor-faktor lokal
yang dapat mempengaruhi erupsi gigi adalah jarak gigi ke tempat erupsi, malformasi
gigi, persistensi gigi desidui, adanya gigi berlebih, trauma terhadap benih gigi,
mukosa gusi yang menebal, ankilosis pada akar gigi, dan gigi sulung yang tanggal
sebelum waktunya.
Faktor penyakit
Gangguan pada erupsi gigi desidui dan gigi permanen dapat disebabkan oleh penyakit
sistemik seperti Down syndrome, Cleidocranial dysostosis, Hypothyroidism,
Hypopituitarism, beberapa tipe dari Craniofacial synostosis dan Hemifacial atrophy.
Gangguan pada tahap aposisi, penggunaan tetrasiklin pada penderita diphteri.
Kelainan degeneratif saat pembentukan enamel.
Mempunyai riwayat penyakit riketsia dan defisiensi vitamin D
Sindrom down
5. Mengapa tetrasiklin dapat menyebabkan gigi berwarna kuning kecoklatan dan
kasar?
Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air,tetapi merupakan bentu
garam natrium atau garam HCl-nya mudah larut. Dalam keadaan kering,bentuk basa
dan garam HCl tetrasiklin bersifat relative stabil. Dalam larutan,kebanyakan
tetrasiklin sangat labil jadi cepat berkurang potensinya.
Pada rongga mulut, selain kandidiasis, efek samping yang paling sering adalah
perubahan warna pada gigi anak-anak terutama jika diberikan dalam jangka waktu
yang panjang sehingga warna gigi menjadi coklat kehitam-hitaman. Penggunaan
antibiotik sebagai spektrum luas dapat membunuh segala jenis bakteri dalam rongga
mulut. Ini memberikan kesempatan bagi kandida atau jamur untuk berkembangbiak,
karena banyaknya substrat yang dapat mempercepat proses pertumbuhannya
sehingga mengakibatkan terjadinya kandidiasis oral.
Resiko yang paling tinggi terjadi jika tetrasiklin diberikan pada usia
pembentukan gigi sulung dan gigi anterior permanen. Jika diberikan usia 2 bulan-5
tahun, maka seluruh gigi sulung dan kemungkinan gigi anterior permanen akan
mengalami perubahan warna yang akan menimbulkan permasalahan estetis di
kemudian hari. Perubahan warna gigi pada usia dini umumnya bersifat permanen
karena tetrasiklin masuk dan berikatan dengan unsur-unsur gigi pada saat terjadinya
pembentukan dentin.
Pengobatan ibu hamil dengan tetrasiklin juga menyebabkan perubahan warna
gigi sulung pada bayi yang dilahirkan. Ini dikarenakan tetrasiklin dapat menembus
plasenta sehingga si bayi yang berada dalam kandungan dapat terpapar tetrasiklin.
Bahaya perubahan warna gigi terjadi akibak pemakaian tetrasiklin pada kehamilan
trimester kedua hingga trimester ketiga.
Penggunaan secara sistemik dari tetrasiklin selama pembentukan dan
perkembangan gigi dikaitkan dengan deposisi tetrasiklin pada jaringan gigi.
Tetrasiklin mengandung gugus-gugus hidroksil, dimana gugus tersebut akan
membentuk ikatan bila dikombinasikan dengan Ca++ sebagai unsur-unsur pembentuk
gigi. Tetrasiklin dapat mengikat kalsium secara irreversible, kemudian berikatan
dengan kristal hidroksiapatit baik di dentin maupun enamel. Juga, mempunyai
kemampuan membentuk kompleks atau ikatan dengan kristal hidroksiapatit dalam
gigi sehingga mengakibatkan terbentuknya senyawa orthocalcium phosphat
complex yang tertimbun pada gigi dan menyebabkan perubahan warna pada gigi.
Dentin ditunjukkan sebagai jaringan yang paling sulit untuk berubah warna daripada
enamel jika melalui plasenta.
Jordan dkk membagi keparahan perubahan warna ke dalam 3 bagian yaitu :
ringan, sedang, berat. Perubahan warna ringan digambarkan berwarna kuning terang
yang merata hampir di seluruh permukaan gigi. Perubahan warna sedang
digambarkan berwarna kuning gelap atau hampir keabu-abuan. Sedangkan perubahan
warna berat digambarkan dengan keadaan gigi yang berwarna abu-abu gelap, ungu
atau biru dengan adanya bentuk cincin pada bagian servikal gigi.
6. Apakah hubungan dari penyakit difteri dengan perubahan warna gigi tersebut?
Yang mengakibatkan gigi berwarna kekuningan yaitu obat yang digunakan untuk
penyakit difteri yaitu tetrasiklin yang juga dapat menyebabkan kerapuhan tulang.
7. Apakah hubungan dari asupan kandungan sayuran dan buah-buahan pada kasus
ini?
Sayur banyak mengandung kalsium dan zat besi, jika tubuh kekurangan kalsium dan
zat besi dapat mengakibatkan tulang menjadi rapuh.
Begitu juga dengan vitamin D, jika tubuh kekurangan vitamin D maka pertumbuhan
tulang dan gigi akan kurang optimal.
8. Bagaimanakah proses pergantian dari gigi susu menjadi gigi permanen?
a. Gigi susu nantinya akan diganti gigi permanen secara berangsur-angsur.
b. Pembentukan gigi permanen akan memberikan tekanan pada akar gigi susu
sehingga mengakibatkan terkikisnya akar gigi susu dan tulang sekitarnya.
c. Pengikisan ini terjadi secara bertahap sehingga seluruh akar gigi susu habis.
d. Resoprpsi akar gigi susu menyebabkan gigi susu goyah dan mudah lepas.
9. Diagnosa kasus tersebut ?
Dicurigai hipoplasia enamel yaitu enamel yang tumbuh tidak sempurna, enamel
berwarna kuning kecoklatan dan terkikis, terdapat permukaan kasar pada enamel.
Hipoplasia enamel atau sering juga disebut enamel hipoplasia adalah suatu gangguan
pada enamel yang ditandai dengan tidak lengkap atau tidak sempurnanya
pembentukan enamel. Dapat terjadi pada gigi sulung maupun tetap.
Gambaran klinis :
- Terdapatnya groove, pit dan fisur yang kecil pada permukaan enamel.
- Pada keadaan yang lebih parah dijumpai adanya guratan guratan pit yang
dalam,tersusun secara horizontal pada permukaan gigi.
10. Apa diagnosa banding dari diagnosa tersebut ?
a. Amelogenesis imperfecta
Amelogenesis Imperfecta (AI) adalah kelainan formasi dari enamel atau
permukaan luar gigi permanen yang diturunkan. Karakteristik dari AI terjadi
hipokalsifikasi, hipoplasia, atau hipomaturasi yang menyeluruh.
Gejala klinis Amelogenesis Imperfekta adalah sebagai berikut :
o mempunyai gigi yang berwarna abnormal antara putih opaque, kuning,
coklat sampai abu-abu.
o dentin dan pulpa normal, banyak kehilangan enamel.
o mempunyai resiko tinggi terhadap karies.
o sangat sensitif terhadap perubahan suhu.
b. Environmental effect of enamel
c. Fluorosis yaitu permukaan enamel terdapat bintik-bintik yang gambaran klinisnya
hampir sama dengan hipoplasia.
11. Etiologi dari diagnosa kasus tersebut ?
a. Lokal : trauma ( pencabutan gigi desidui ), infeksi, idiopatik.
b. Umum : lingkungan ( prenatal, neonatal, dan postnatal ), herediter.
c. Sistemik : kelainan degeneratif yang menyebabkan kerusakan dan mengganggu
pembentukan enamel.
d. Defisiensi vitamin D
e. Mempunyai riwayat gagal ginjal
12. Mengapa gigi 74 belum tanggal?
- Karena kekurangan nutrisi yang menyebabkan erupsi gigi terlambat.
- Bisa terjadi karena hipofungsi dari kelenjar endokrin.
- Sistemik : rakhitis, sifillis, TB tulang
- Erupsi permanen yang tertunda bisa dikarenakan impaksi, gigi crowded, resorpsi
akar gigi susu yang terlambat, bentuk gigi yang fusi, dll.
13. Apa saja kelainan yang terjadi pada tahap erupsi ?
A. Kelainan ukuran gigi
a. Mikrodontia
o Gigi lebih kecil dari normal
o Dapat mengenai lebih dari satu / beberapa / seluruh gigi.
o Sering mengenai gigi incisivus lateral dan supernumerary tooth.
o Gigi Incisivus mikrodontia disebut “peg lateral”.
b. Makrodontia
o Gigi lebih besar dari normal
o Dapat mengenai lebih dari satu / beberapa / seluruh gigi.
B. Kelainan jumlah gigi
a. Hypodontia
o Bila benih gigi yang tidak terbentuk < 6
o Sering mengenai gigi M3, P2, I2, rahang atas.
o Relatif lebih sering terjadi
o Faktor herediter berperan
b. Oligodontia
o Bila benih gigi yang tidak terbentuk > 6
o Oligodontia yang tidak dipengaruhi faktor sistemik oligodontia isolasi.
c. Anodontia
o Seluruh gigi geligi gagal berkembang, sangat jarang terjadi.
o Gigi susu akan dipertahankan selama beberapa tahun, tapi bila gigi geligi
sudah rusak karena karies ataupun atrisi perlu dilakukan implantasi gigi
tiruan ( dental implan ).
d. Hypodontia atau anodontia dengan kelainan sistemik
o Anhidrotic ( hereditery ) ectodermal dysplasia
o Biasanya sex linked recessive trait
o Terjadi hypodontia
o Hypotrichosis ( scanty hair : rambut halus dan jarang )
o Anhidrosis ( tidak dapat berkeringat )
o Gigi geligi biasanya terbentuk konus atau peg shaped
e. Kondisi lain yang berhubungan dengan hipodontia
Hypodontia sering terjadi pada down syndrome, jarang terjadi anodontia.
f. Gigi tambahan ( hyperdontia )
o Relatif biasa terjadi
o Biasanya berbentuk konus supernumerary teeth. Paling sering terjadi
pada regio gigi incisivus atau molar. Sangat sering terjadi pada garis
tengah mesiodens.
o Bisa juga berbentuk normal ( jarang terjadi ) supplemental teeth.
Kadang-kadang terjadi gigi incisivus maxilla tambahan, gigi premolar.
Jarang terjadi Molar 4.
C. Kelainan struktur
a. Kelainan pada gigi desidui
Bisa terjadi perubahan warna akibat pigmen abnormal yang bersirkulasi
dalam darah.
Neonatal jaundice gigi berwarna kuning atau terdapat garis / pita
kehijauan.
Congenital porphyria ( gangguan metabolisme Hb ) gigi berwarna merah /
ungu.
b. Kelainan pada gigi permanen
Penyebab lokal ( biasanya pada satu gigi ) dan sistemik ( mengenai beberapa
gigi ).
c. Amelogenesis imperfecta
Kelainan yang disebabkan oleh gen yang berperan dalam pembentukan
matriks enamel.
d. Dentinogenesis imperfecta
Kelainan pembentukan dentin
e. Dentinal dysplasia ( rootless teeth )
Akar gigi sangat pendek bentuk konus, gigi tanggal dini.
f. Infeksi congenital sifilis
Terjadi infeksi maternal prenatal sifilis dapat menyebabkan deformitas
gigi.
g. Obat-obatan
Pigmentasi tetrasiklin
h. Fluorosis
Terjadi mottled enamelterdapat bercak-bercak putih dan opak.
D. Kelainan bentuk gigi
a. Gemination
Mahkota gigi terbelah dua, bisa sama besar atau tidak, mempunyai satu akar
dan saluran akar, bisa terjadi pada gigi susu maupun gigi permanen.
b. Fusion
Dua gigi bersebelahan melekat menjadi satu, dapat terjadi pada mahkota atau
akar atau bahkan keduanya, mengenai gigi susu atau gigi permanen.
c. Concescrense
Perlekatan dua gigi pada sementum, terjadi setelah pembentukan akar gigi
selesai, sering terjadi pada gigi permanen.
d. Delaceration
Bentuk akar dan mahkota gigi bengkok, penyebab karena trauma mekanik
e. Dense in dente
Gigi di dalam gigi, diagnosa dengan rontgen foto, sering terjadi pada I2
rahang atas dan bilateral, mudah terkena karies.
f. Dwarfed root
Gigi yang berakar pendek dan tumpul dengan ukuran mahkota normal, serign
mengenai Incisivus rahang atas.
E. Kelainan erupsi
a. Delayed eruption
b. Premature eruption
c. impaksi
14. gambaran klinis dari diagnosa kasus?
- Gigi berwarna kuning kecoklatan
- Permukaan enamel kasar
- Terdapat groove, pit, dan fissure pada enamel
- Pada keadaan parah fissure akan terliaht dalam
15. Perawatan dari diagnosa kasus?
- Pemutihan gigi dengan larutan Mclnes yang terdiri dari detyl eter.
- Pemolesan
- Pembuatan crown
- Veneer
16. Apakah kasus tersebut hanya terjadi pada gigi anterior? Bisakah terjadi pada gigi
posterior?
Kasus tersebut bisa terjadi pada gigi anterior maupun gigi posterior.
CONCEPT MAPPING
Pasien 13 tahun
Kelainan
( diagnosis )
Faktor
predisposisi
Erupsi gigi
Riwayat difteri
DAFTAR PUSTAKA
1. FARMAKOLOGI DAN TERAPI EDISI 4 fakultas kedokteran UI 1995,Jakarta
2. Mycek, Mary J. 2001. Farmakologi : ulasan bergambar Ed.2. Jakarta : Widya
Medika.
3. Oral Pathology & Oral Medicine, RA Cawson &EW Odell
4. Oral Pathology, Shaffer, Hine, Levy
5. Jurna Fakultas Gigi Universitas Sumatera Utara
6. Jurnal Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Diagnosa bandingGambaran klinis perawatanetiologi