Author
truongkhue
View
222
Download
2
Embed Size (px)
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan i
LAPORAN AKHIR
Kajian Peranan SNI Untuk Penguatan Pasar Dalam Negeri dan
Daya Saing Produk Ekspor
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
2015
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ iv
DAFTAR TABEL .................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1.Latar Belakang .................................................................... 1
1.2.Rumusan Masalah .............................................................. 2
1.3.Tujuan dan Output .............................................................. 3
1.4.Manfaat Kajian .................................................................... 3
1.5.Ruang lingkup ..................................................................... 4
1.6. Sistematika penulisan ....................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 7
2.1.Perumusan SNI dan Penetapan SNI Secara Wajib ........... 7
2.2. Peranan Standar Dalam Perdagangan ............................ 9
2.3.Hasil Penelitian Sebelumnya ............................................. 11
2.4. Kerangka Pemikiran ........................................................... 13
BAB III METODOLOGI ....................................................................... 16
3.1. Metode Analisis .................................................................. 16
3.2. Jenis Data dan Metode PengumpulanData ......................... 24
3.3. Operasional Survey
BAB IV PENERAPAN SNI BAGI PENGUATAN PASAR DALAM
NEGERI
4.1. Standar dan Perlindungan Pasar Dalam Negeri.................33
4.2. Peranan SNI Dalam Melindungi Pasar Dalam Negeri .......34
4.3. Dinamika Penerapan Standar oleh Pelaku usaha Dalam
Melindungi Pasar Dalam Negeri ........................................37
BAB V PENERAPAN SNI BAGI PENINGKATAN EKSPOR
5.1. Hubungan Standar dan Daya Saing .............................38
5.2. Peranan SNI Dalam Mendukung Daya Saing.................39
5.3. Dinamika penerapan Standar oleh Pelaku Usaha Dalam
Peningkatan Ekspor ............................................................42
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 ii
BAB VISTRATEGI PEMENUHAN KESESESUAIAN STANDAR...........26
6.1. Kesesuaian dan Ketidaksesuaian SNI dengan Standar
Negara Tujuan Ekspor ....................................................... 46
6.2. Analisis Kesesuaian Standar............................................... 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Standardisasi dan Regulasi Teknis ....................... 10
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran .......................................................... 15
Gambar 4.1. Pengawasan barang yang SNI-nya telah diberlakukan
wajib sebelum beredar di pasar (tahap pra-pasar) dan
setelah beredar di pasar ................................................... 36
Gambar 5.1. Pengaruh Standar Terhadap Daya Saing ......................... 39
Gambar 5.2. SNI dan Refleksi Pengaruhnya Pada Peningkatan Daya
saing dan Akses Pasar di Dalam dan Luar Negeri ............41
Gambar 6.1. Alur pemrosesan teh hitam ............................................... 48
Gambar 6.2. Beberapa jenis produk teh ................................................ 48
Gambar 6.3. Persyaratan wajib dan tambahan untuk produk teh
di UE ................................................................................. 52
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 iv
DAFTAR TABEL
Tabel1.1 Pertumbuhan Produksi, Ekspor dan Impor Komoditi
yang dikaji ......................................................................... 5
Tabel1.4 Tahapan dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan ..................... 26
Tabel 3.1 Performance Matrix .. 22
Tabel 3.2 Tujuan Meningkatkan Ekspor Melalui Produk yang
Berstandar ... .23
Tabel 3.3 Tujuan Melindungi Pasar Dalam Negeri ... 24
Tabel 3.4 Tujuan Meningkatkan Ekspor Melalui Produk yang
Berstandar ... .25
Tabel 3.5 Tujuan Melindungi Pasar Dalam Negeri ... 26
Tabel 3.6 Pengumpulan dan Analisis Data ... 29
Tabel 3.7 Operasional Survey . 31
Tabel 5.1. Pilihan Kebijakan oleh Pelaku usaha teh hitam
berdasarkan kriteria ........................................................... 42
Tabel 5.2. Pilihan Kebijakan oleh Pelaku usaha Produk olahan
kopi berdasarkan kriteria ................................................... 43
Tabel 5.3. Perkiraan Manfaat Biaya untuk Opsi 4 Penerapan
Standar Tujuan Ekspor .......................................................44
Tabel 6.1 Batasan kandungan kafein pada teh di UE ...................... 49
Tabel 6.2. Perbandingan MRL CODEX dan negara-negara maju
pada teh (mg/kg) .............................................................. 51
Tabel 6.3 Batasan MRL bahan kimia agrikultur pada kategori
otehr spices, dried......................................................... 54
Tabel 6.4 Kutipan beberapa persyaratan dalam ISO 3720:2011
Black Tea ......................................................................... 55
Tabel 6.5. Daftar SNI terkait produk kopi dan turunannya ................ 55
Tabel 6.6. Daftar SNI terkait produk mainan dan turunannya............ 62
Tabel 6.7 HS mainan yang diatur dalam Peraturan Menteri..............63
Tabel 6.8 Batasan N-nitrosamines dan N-nitrosatable
sesuai EN 71-12 ............................................................... 66
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 v
Tabel 6.9 Perbandingan klausul pengujian standar
internasional* dan standar EN 71-1 ............................... 67
Tabel 6.10. Rekapitulasi Hasil Survey Tentang Kasus
Penolakan atau Komplain Produk ekspor....................... 73
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Standardisasi dan mutu produk bertujuan untuk mendukung kegiatan
ekonomi, perlindungan konsumen, keselamatan, dan kesehatan. Selain itu,
standardisasi juga berperan dalam memfasilitasi kegiatan perdagangan, baik
pada level domestic, regional, maupun internasional (KADIN, 2012). Faktor-
faktor yang mendorong pentingnya pemberlakuan standardisasi yaitu 1)
peningkatan persyaratan mutu oleh negara-negara di dunia sehingga perlu
kepastian akses ekspor ke negara tujuan utama; 2) kebutuhan di tingkat
regional dalam hal standar dan persyaratan teknis dalam rangka kompetisi dan
komitmen baru perdagangan, sehingga diperlukan infrastruktur mutu yang
sejajar; dan 3) peningkatan perekonomian dalam negeri sehingga masyarakat
membutuhkan produk dengan mutu yang baik serta aman dari bahan
berbahaya.
Standar, atau dalam hal ini Standar Nasional Indonesia (SNI), pada
dasarnya diterapkan secara sukarela. Namun demikian, dalam rangka
kepentingan umum, keamanan, keselamatan, pelestarian lingkungan hidup,
serta perkembangan perekonomian nasional, SNI dapat diberlakukan secara
wajib oleh pemerintah. Pemberlakuan SNI secara wajib dilakukan dengan
dengan menerbitkan regulasi teknis oleh instansi pemerintah yang berwenang
atau kementerian teknis. Pemberlakuan tersebut harus mempertimbangkan
berbagai aspek agar tidak tidak terjadi persaingan yang tidak sehat,
menghambat inovasi industri dan menghambat perkembangan UKM.
Saat ini, ada 107 produk yang SNI-nya diberlakukan secara wajib, 113
SNI yang diberlakukan secara wajib, dan mencakup 269 HS yang terkena
pemberlakuan SNI secara wajib. Namun demikian, SNI yang diberlakukan
secara wajib juga mengalami permasalahan terkait penerapannya, antara lain
(KADIN, 2012) : 1) Banyaknya SNI yang harus di-review dan di-abolisi; 2)
keterbatasan laboratorium dan fasilitas uji untuk penerapan SNI wajib; 3)
Jumlah SNI yang diberlakukan secara wajib masih relatif sedikit dibandingkan
jumlah SNI secara keseluruhan; dan 4) Belum tersosialisasinya program
program SNI wajib secara luas dan intensif. Dengan demikian, tolak ukur
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 7
keberhasilan penerapan SNI secara wajib dapat dilihat dari hal-hal berikut
(Herjanto, 2011): 1) Industri terkait menerapkan SNI tersebut secara konsisten;
2) diterima oleh pasar atau dengan kata lain memenuhi aspek-aspek
penerapan standar; dan 3) ketersediaan lembaga penilaian kesesuaian yang
memadai, yaitu tersedianya lembaga pengujian atau sertifikasi (LSPro).
Dengan demikian, SNI dapat dikatakan berhasil apabila dapat memfasilitasi
perdagangan yaitu diterima oleh pasar dan diterapkan oleh perusahaan.
Dengan kata lain, SNI dapat berperan positif dalam peningkatan daya saing
produk ekspor dan juga dalam menyaring produk-produk impor berkualitas
rendah sehingga SNI sekaligus dapat melindungi konsumen dalam negeri.
Namun demikian, hasil penelitian yang sama juga menunjukkan bahwa
alasan utama perusahaan belum memiliki SPPT-SNI yaitu bahwa SNI
menambah biaya dan kesulitan teknis, perusahaan menggunakan standar
pembeli (buyer), dan bahwa pasar dianggap tidak memerlukan SNI.
1.2. Perumusan masalah
Saat ini, sesuai dengan target kinerja Kementerian Perdagangan,
berbagai upaya perlu dilakukan untuk mendongkrak peningkatan ekspor
Indonesia di pasar internasional, salah satunya adalah peningkatan daya saing
melalui penerapan standar atau Standar Nasional Indonesia (SNI) sejalan
dengan penguatan pasar dalam negeri guna untuk perlindungan
konsumen.Dalam kaitannya dengan peningkatan perdagangan internasional,
maka produk-produk ber-SNI yang diperdagangkan akan mempunyai daya
saing di negara tujuan ekspor. Hal yang sama juga berlaku untuk produk impor.
Dalam upaya peningkatan ekspor, maka peranan SNI diharapkan
mempunyai dampak positif terhadap perkembangan produk ekspor
Indonesia.Dengan demikian, pertanyaan penelitian dalam kajian ini adalah
Apakah penerapan SNI wajib pada produk ekspor berpengaruh
terhadappeningkatan ekspor dan penguatan pasar dalam negeri dalam rangka
perlindungan konsumen.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 8
1.3. Tujuan dan Output
Tujuan
1. Menganalisis pengaruh SNI bagi peningkatan ekspor dan penguatan pasar
dalam negeri
2. Menganalisis ketidaksesuaian SNI dengan standar di pasar ekspor dan
upaya untuk memenuhi kesesuaian standar
3. Merumuskan usulan kebijakan terkait peran SNI dan upaya pemenuhan
standard
Output
1. Pengaruh penerapan SNI bagi peningkatan ekspor dan penguatan pasar
dalam negeri
2. Strategi untuk memenuhi kesesuaian standar di pasar ekspor
3. Usulan kebijakan terkait peran SNI dan upaya pemenuhan standard
1.4. Manfaat Kajian
a. Manfaat bagi pemerintah
Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pemerintah sebagai bahan
rumusan kebijakan dalam mendorong peningkatan ekspor dan merumuskan
kebijakan penerapan SNI secara wajib dalam rangka peningkatan daya
saing dan perlindungan konsumen. Selain itu, pemerintah juga dapat
merumuskan strategi pengembangan industri produk ekspor.
b. Manfaat bagi produsen dan industri produk terkait
Hasil penelitian ini dapat berguna bagi produsen dan industry terkait
sebagai bahan acuan dalam memperbaiki dan mengembangkan standar
mutu produk untuk meningkatkan daya saing dan kinerja ekspor.
c. Manfaat bagi konsumen
Konsumen dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai referensi
jaminan mutu serta Keamanan, Kesehatan, Keselamatan dan pelestarian
Lingkungan (K3L) atas produk-produk elektronik yang beredar di pasar.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 9
1.5. Ruang Lingkup
1.5.1. Produk yang dikaji
Tahapan pemilihan produk yang dikaji
Produk di Kuadran II
(Permintaan dunia tinggi,
ekspor relatif rendah)
a. SNI yang dikaji adalah SNI yang berlaku secara wajib maupun
sukarela
b. Produk/komoditi yang dikaji adalah mainan anak, teh hitam dan kopi
olahan. Alasan pemilihan produk :
- Permintaan dunia bernilai lebih dari 1 milyar US$
- Memiliki tren ekspor yang positif
- Produk tersebut diproduksi di dalam negeri dan memiliki potensi
pertumbuhan produksi yang positif
Strategi Peningkatan Ekspor
(Puska Daglu., 2015)
Permintan dunia bernilai lebih dari 1
milyar US$
Tren ekspor positif
Diproduksi di dalam negeri dan
potensi pertumbuhan positif
Produk Manufaktur
(Mainan Anak)
Produk Primer
(Teh hitam & kopi
olahan)
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 10
Tabel 1.1 Pertumbuhan Produksi, Ekspor dan Impor Komoditi yang dikaji
Produk Pertumbuhan rata-rata 2010 - 2014 (%)
Pertumbuhan produksi
rata-rata (%) Permintaan Dunia
Ekspor
Mainan anak 7,05 23,60 4,31
Teh hitam 4,35 5,41 6
Kopi olahan 10,89 76,24 3,5
Sumber :BPS, AEKI, Kemenperind (2015)
1.5.2. Aspek yang dikaji
a. Penerapan standar (SNI) oleh pelaku usaha, pemerintah dan
konsumen antara lain:
- Kemudahan memenuhi persyaratan standar
- Tingkat kepercayaan buyer luar negeri (lebih tinggi)
- Promosi kepedulian (awareness)
- Akses bahan baku yang lebih berkualitas
- Daya saing
- Kepedulian pengusaha
- Kepedulian konsumen
- Pengawasan lebih mudah
- Keberadaan lembaga pendukung
b. Permasalahan yang dihadapi oleh pelaku usaha dalam penerapan
standar (SNI)
c. Perkembangan ekspor dan impor produk yang dikaji
d. Permasalahan industri produk yang dikaji dalam meningkatkan
ekspor
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 11
1.6. Sistematika Penulisan
Laporan dalam kajian ini terdiri dari beberapa bab yang terdiri :
Bab I Pendahuluan
Dalam bagian ini dijelaskan tentang latar belakang mengapa perlu
dilakukan kajian ini, tujuan dan output, manfaat, ruang lingkup, dan
sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Memaparkan tinjauan literature terkait peranan standar dalam
perdagangan serta hasil kajian sebelumnya yang terkait dengan
penerapan standar dan peningkatan ekspor
Bab III Metodologi
Memaparkan kerangka pikir, metode analisis, pengambilan data dan
pengolahannya, serta urutan tahapan kajian.
Bab IV Penerapan SNI Bagi Penguatan Pasar Dalam Negeri
Menganalisis dampak penerapan SNI bagi penguatan pasar dalam
negeri
Bab V Penerapan SNI Bagi Peningkatan Ekspor
Menganalisis permasalahan penerapan SNI dan peranannya dalam
meningkatkan daya saing di pasar ekspor
Bab VI Strategi Pemenuhan Kesesuaian Standar
Menganalisis permasalahan dalam pemenuhan ketidaksesuaian SNI
dengan standar di pasar ekspor dan strategi pemenuhannya
Bab VII Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan
Menyampaikan kesimpulan dari kajian ini, dan rekomendasi yang
berkaitan dengan kebijakan standar.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peranan Standar Dalam Perdagangan
Standar merupakan hasil consensus berupa dokumen standar teknis
tentang penetapan keseragaman teknis, kualifikasi/persyaratan, metode,
proses berdasarkan perkembangan teknologi. Menurut studi yang dilakukan
oleh DFC (2011), standar berfungsi untuk: 1) meningkatkan kualitas produk,
sistem maupun pelayanan; 2) mengurangi hambatan teknis perdagangan; 3)
meningkatkan kerjasama teknis; serta 4) pengurangan biaya bagi produsen,
pemasok dan konsumen.
Gambar 2.1. Proses Standardisasi dan Regulasi Teknis
Sumber: DFC, 2011
Badan Standardisasi Nasional (BSN) sebagai lembaga pemerintah yang
bertanggung jawab untuk merumuskan dan mengembangkan standar di
Indonesia, mengacu pada standar yang ditetapkan oleh badan dunia seperti
ISO, CODEX Alimentarius, standar internasional lainnya, serta standar
regional. BSN bersama dengan komisi teknis yang terdiri dari kementerian
teknis terkait serta para pemangku kepentingan merumuskan standar terkait
proses, manajemen, produk dan juga jasa/pelayanan dengan
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 13
mempertimbangkan kesehatan, keselamatan, lingkungan hidup, serta
perlindungan konsumen. Standar yang telah dirumuskan tersebut bersifat
sukarela dan dapat ditetapkan pemberlakuannya secara wajib oleh
kementerian teknis terkait untuk kemudian dinotifikasi ke World Trade
Organisation (WTO). Dengan demikian, standar tersebut berlaku wajib tidak
hanya untuk barang-barang yang diekspor namun juga berlaku wajib bagi
barang-barang yang diimpor.
2.2. Perumusan SNI dan Penetapan SNI Secara Wajib
Peraturan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011
Tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Secara
Wajib
Penyusunan peraturan teknis yang berkaitan dengan pemberlakuan
SNI secara wajib dan untuk menyesuaikan dengan perkembangan
penerapan standar serta pemberlakuan regulasi teknis berbasis standar di
tingkat nasional, regional, dan internasional membutuhkan pedoman yang
dapat dijadikan sebagai acuan. Oleh karena itu BSN menerbitkan Peraturan
Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang
pedoman pemberlakuan SNI secara wajib.
SNI pada dasarnya dikembangkan sebagai referensi pasar yang
penerapannya bersifat sukarela (voluntary) dengan tujuan meningkatkan
kepastian, kelancaran serta efisiensi transaksi perdagangan. Selain itu juga
digunakan dalam rangka meningkatkan perlindungan konsumen dan
efisiensi produksi. SNI dapat diimplementasikan dengan baik apabila proses
perumusan dan penetapannya dilakukan secara konsensus oleh pemangku
kepentingan seperti produsen, konsumen, pemerintah, pakar, dan pihak lain
sehingga pemberlakuan SNI secara wajib diharapkan lebih mudah
dimengerti oleh pemangku kepentingan.
Selain pemberlakuan SNI secara wajib, intervensi pasar dapat
dilakukan melalui penerapan regulasi teknis berbasis SNI oleh instansi
teknis. Penetapan regulasi teknis sebaiknya memperhatikan faktor-faktor
seperti kesiapan pelaku usaha, kesiapan lembaga penilai kesesuaian,
validitas SNI, pengawasan, dan perjanjian internasional atau regional.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 14
Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 86/M-
IND/PER/9/2009 Tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri
Dalam rangka mewujudkan persaingan usaha yang sehat,
perlindungan konsumen dan meningkatkan mutu dan daya saing industri
dalam negeri telah disusun Peraturan Menteri Perindustrian Republik
Indonesia Nomor 86/M-IND/PER/9/2009 tentang Standar Nasional Indonesia
(SNI) di bidang industri. Peraturan ini mengatur ketentuan mengenai
perumusan SNI, penerapan SNI, pemberlakuan SNI secara wajib,
penunjukan Lembaga Penilaian Kesesuaian, pembinaan SNI, dan
pengawasan SNI bagi barang dan atau jasa di bidang Industri.
Perumusan SNI, kaji ulang SNI dan revisi SNI di bidang industri
dilakukan oleh panitia teknis atau sub panitia teknis yang diusulkan oleh
BPPI dengan mempertimbangkan masukan Direktorat Jenderal Pembina
industri kepada BSN. Pelaksanaan kegiatan tersebut mengacu pada
pedoman yang ditetapkan oleh BSN dan perjanjian yang telah diratifikasi
oleh pemerintah dan menghasilkan rancangan SNI disampaikan kepada
BSN untuk ditetapkan menjadi SNI. Penerapan SNI dilakukan secara
sukarela dan wajib. Untuk produsen yang telah memiliki SPPT SNI dan
menerapkan SNI sukarela dapat memproduksi dan memperdagangakan
produk dengan tanda SNI sedangkan yang tidak mengacu persyaratan SNI
tidak boleh mencantumkan tanda SNI dan jika melanggar dapat dikenakan
sanksi administrasi.
Sementara pemberlakuan SNI secara wajib harus terkait dengan
aspek K3L mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh BSN dan
perjanjian yang telah diratifikasi. Pemberlakuan SNI wajib berlaku sama
pada produk dalam negeri maupun impor. Dalam rangka penerbitan SPPT
SNI yang berlaku selama 4 (empat tahun), lembaga sertifikasi produk,
laboratorium uji dan lembaga inspeksi ditunjuk oleh Menteri Perindustrian.
Lembaga sertifikasi yang ditunjuk adalah lembaga yang telah terakreditasi
oleh KAN, telah memiliki perjanjian kerjasama dengan laboratorium penguji
atau lembaga inspeksi dan memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 15
Pedoman Standardisasi Nasional (PSN01:2007) Tentang Pengembangan
SNI
Pedoman ini dirumuskan bertujuan untuk menciptakan mekanisme
yang seragam dalam mengembangkan SNI, keteraturan dengan praktek
dunia internasional, dan acuan pelaksanaan pengembangan SNI. Ruang
lingkup pedoman ini meliputi program nasional perumusan SNI (PNPS),
pelaksanaan perumusan, penetapan, publikasi, dan pemeliharaan SNI.
PNPS adalah rencana kegiatan untuk merumuskan SNI dalam
periode tertentu yang dipublikasikan agar dapat diketahui semua pihak yang
berkepentingan. Perkiraan waktu yang digunakan acuan dalam PNPS
minimal 19 bulan tanpa mengurangi mutu dari standar yang dirumuskan.
Prinsip dasar dalam proses perumusan SNI adalah transparansi, konsensus,
efektif dan relevan, koheren, dan dimensi pengembangan. Selain itu
perumusan tidak berpotensi menimbulkan hambatan perdagangan dan
sedapat mungkin harmonis dengan standar internasional (jika tidak mengacu
harus dilakukan validasi). Tahapan perumusan SNI dimulai dengan
penyusunan konsep dilanjutkan dengan rapat teknis, rapat konsensu, jajak
pendapat kemudian perbaikan akhir disusul dengan pemungutan suara dan
penetapan. Untuk publikasi SNI harus dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua)
bulan setelah penetapan. Sementara pemeliharaan SNI dilakukan melalui kaji
ulang sekurang-kurangnya satu kali dalam 5 (lima) tahun setelah ditetapkan.
2.3. Penerapan StandarDalam Perdagangan
Standar umumnya diberlakukan secara sukarela sebagai pedoman bagi
pelaku usaha dalam melakukan proses produksi sehingga menghasilkan
produk dengan kualitas tertentu sesuai kebutuhan pasar dan perkembangan
teknologi. Seiring dengan makin berkurangnya hambatan perdagangan dari sisi
tarif, maka peran non-tarif seperti standar menjadi kian penting, terutama bagi
negara berkembang yang juga negara eksportir. Bagi negara eksportir
sekaligus negara berkembang, biaya penerapan standar di negara berkembang
bisa jadi lebih besar daripada di negara maju (Maskus, 2005).
Stephenson (1997) juga mengemukakan bahwa negara berkembang
biasanya cenderung menjadi standard-taker daripada standard-maker
karena biaya perumusan dan pengembangan standar lebih mahal daripada
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 16
biaya penyesuaian dengan standar di negara tujuan. Studi oleh Maskus (2005)
juga menambahkan bahwa negara berkembang tidak memiliki sumber daya
yang cukup dalam hal laboratorium pengujian dan sertifikasi atau pun
kapabilitas secara kolektif untuk menaikkan standar mereka. Sehingga, biaya
penyesuaian standar untuk produk ekspor biasanya akan ditanggung oleh
perusahaan, dalam hal ini eksportir.
Berbagai studi telah dilakukan terkait dengan standar produk, terutama
standar swasta yang diberlakukan secara sukarela untuk produk pangan dan
produk pertanian seperti GlobalGAP, EuroGAP, Fair Trade, dan BRC Global
Standards. Studi yang dilakukan oleh Henson, Masakure, dan Boselie (2005)
menunjukkan bahwa produsen produk-produk pertanian skala kecil
menghadapi tantangan yang cukup besar dalam hal mengikuti mengikuti
perkembangan keamanan pangan dan standar kualitas, selain kendala biaya
untuk penerapan standar tersebut. Produsen skala kecil tersebut perlu
dimonitor oleh eksportir melalui sistem kontrol yang berlapis dan dinamis untuk
memastikan standar kualitas tetap terjaga. Dengan demikian, peningkatan
kinerja eksportir dapat tercapai.
Sementara itu, retailer sayuran yang berlokasi di Uni Eropa yang
pemasoknya berasal dari negara Afrika terutama Kenya, memiliki konsumen
dengan preferensinya cukup beragam dan standar yang cukup tinggi. Namun
demikian, para eksportir Kenya justru memposisikan diri menjadi pemasok
dengan kategori produk high-end. Strategi ini cukup berhasil dengan
melakukan investasi cukup besar dalam perbaikan sistem pengadaan dan
produksi, meng-upgrade fasilitas pengemasan, dan sistem manajemen kualitas
dan keamanan pangan.
Peran standar swasta yang cukup penting dalam perdagangan sayuran
dan buah dari negara-negara Afrika ke negara-negara Uni Eropa juga dibahas
dalam studi oleh Henson, Masakure, dan Cransfield (2011). Para penulis
melakukan studi kuantitatif tentang faktor-faktor pendorong sertifikasi
GlobalGAP yang dilakukan oleh perusahaan dan bagaimana kinerja mereka
setelah sertifikasi tersebut. Responden dari penelitian ini adalah para
perusahaan eksportir produk hasil pertanian di 10 negara Afrika. Mereka
memperoleh keuntungan dari peningkatan ekspor sebesar 2,6 juta Euro. Selain
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 17
sertifikasi GlobalGAP, investasi, infrastruktur, layanan dukungan juga turut
menyumbang kesuksesan dalam peningkatan ekspor mereka.
Sementara, studi terkait penerapan standar dan kinerja ekspor pada
sektor lainnya, seperti industri elektronik tidak banyak ditemukan. Salah satu
dari studi tersebut yang dilakukan oleh Moenius (2004) mengemukakan bahwa
penerapan standar biasanya dianggap sebagai hambatan perdagangan, untuk
itu negara-negara lalu melakukan harmonisasi standar untuk meningkatkan
perdagangan antara negara. Namun demikian, hasil studi ini menunjukkan
bahwa standar bersama antar dua negara secara bilateral terbukti lebih efektif
meningkatkan perdagangan.
Selanjutnya, pemenuhan standar spesifik negara importir untuk produk
manufaktur secara signifikan meningkatkan ekspor. Hal ini terjadi karena
negara eksportir memiliki kesempatan untuk memperoleh infomasi mengenai
persyaratan dalam standar tersebut sehingga eksportir bisa menyesuaikan
spesifikasi produknya sesuai kualifikasi. Dengan kata lain, jika suatu negara
ingin standar negaranya berperan dalam peningkatan ekspor, maka
persyaratan dan kualifikasinya harus disesuaikan dengan standar negara
tujuan ekspor.
2.4. Standar dan Daya Saing (Competitiveness)
Dalam era perdagangan global sekarang ini, daya saing mempunyai kaitan
erat dengan standar.Keterkaitan daya saing dengan standar terutama dalam
hubungannya dengan kualitas produk barang yang beredar di pasar, baik pasar
dalam negeri maupun pasar luar negeri (internasional).
Daya saing produk bisa ditelaah melalui, setidaknya, tiga dimensi daya
saing yaitu (Mbaye dan Gueye, 2015): daya saing harga, daya saing biaya
produksi (efisiensi produksi) dan daya saing kualitas. Dari sisi daya saing biaya
produksi, bagi perusahaan yang mempunyai inovasi produksi dan teknologi
bisa meningkatkan efisiensi produksi, penurunan biaya produksi yang pada
akhirnya mampu meningkatkan daya saingnya (Jaffee dan Henson, 2004).
Dalam konteks perdagangangan global saat ini, isu kualitas menjadi isu sentral
yang menentukan kinerja ekspor (export performance) dan akses pasar suatu
negara (Henson et al., 2002).
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 18
Kualitas suatu produk menjadi salah satu pertimbangan untuk membeli
suatu barang (Jaffee dan Henson, 2004). Salah satu cara untuk mengetahui
kualitas produk adalah melalui ketelusuran produk (product traceability) menjadi
penting bagi konsumen untuk bertindak (Mbaye dan Gueye, 2015). Traceability
bisa diketahui salah satunya adalah melalui adanya tanda standar tertentu
yanga da pada produk tersebut. Ketika tidak ada traceability yang cukup maka
informasi public yang beredar bisa menjadi pertimbangan konsumen. Namun
demikian, informasi publik ini tidak mudah dikontrol oleh perusahaan.
Dalam kaitannya dengan traceability dalam kualitas produk, ada dua
kondisi yang mempengaruhi konsumen di pasar (Mbaye dan Gueye, 2015).
Pertama adalah kondisi dimana konsumen mengetahui siapa produsen barang
tersebut. Kedua adalah kondisi dimana konsumen tidak mengetahu produsen
dari barang yang bersangkutan. Untuk kondisi kedua, upaya untuk memperoleh
informasi (signaling) menjadi mahal bagi konsumen. Mahalnya upaya
perolehan informasi ini tentu akan mempengaruhi minat konsumen untuk
membeli produk tersebut. Tanpa adanya informasi yang cukup, produk tersebut
cenderung tidak diterima oleh pasar. Dengan kata lain, daya saing dari produk
itu rendah untuk bisa masuk di pasar (internasional). Dalam kondisi inilah peran
standar (adannya tanda standar) bisa menjembatani antara keterbatasn
informasi kualitas produk dan keinginan konsumen/pasar untuk memperoleh
informasi.
Standar dan regulasi teknis merupakan prasyarat dalam perdagangan
dan akses pasar, sehingga eksportir dituntuk untuk selalu memenuhinya. Daya
saing tidak lagi terbatas pada masalah efisiensi produksi. Standar dan teknis
regulasi mempengaruhi daya saing perusahaan dan produk yang dijualnya
melalui penciptaan restriksi bagi perusahaan yang ingin masuk di pasar ekspor
dengan adanya biaya pemenuhan standar (standard compliance cost) yang
harus ditanggung oleh perusahaan (baru) yang bisa menurunkan kemampuan
daya saingnya (dari sisi harga) (Ignacio, 2015). Lebih lanjut, khususnya untuk
produk-produk pertanian atau produk yang mudah rusak (umur produk
terbatas) selain tuntutan standar dan regulasi teknis juga menuntut adanya
kemampuan perusahaan untuk maslah kemanan pangan dan Sanitary Phyto-
Sanitary (SPS).
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 19
Dalam kaitannya dengan ketidaktersediaan infrastruktur pendukung
(pemenuhan standar) yang ada dalam industry/perusahaan mempengaruhi
daya saing produk baik itu melalui penurunan kualitas dan keamanan produk
atau lebih tingginya biaya transaksi (Ignacio, 2015). Lebih lanjut, UNCTAD
(2008) menjelaskan bahwa tingginya biaya transportasi dan ketiadaan system
transportasi yang baik akan mempengaruhi daya saing produk. Tingginya biaya
transaksi ini tentu akan mempengaruhi daya saing dari sisi harga jual produk di
pasar.
Studi yang dilakukan oleh Cao dan Prakash (2011) mengkaji
persaingan dalam perdagangan telah mempengaruhi insentif bagi perusahaan
untuk menerapkan standar dalam rangka meningatkan kualitasnya. Penerapan
standar (ISO) pada produk yang diperdagangankan memberikan tanda
(signaling) bahwa produk tersebut berkualitas dan mempunyai daya saing yang
meningkat. Oleh karena, beberapa negara dan asosiasi perdagangan yang ada
berusaha menerapkan standar untuk meningkatkan daya saing perusahaan
dalam negeri di pasar global.
Standar pada satu sisi bisa bertindak sebagai penghambat ekspor
yang bisa muncul sebagai akibat halangan bahwa suatu produk yang masuk ke
suatu negara harus berstandar (negara yang bersangkutan) (Jaffee dan
Henson, 2004). Di samping itu, standar bisa juga menjadi halangan dalam
kaitannya dengan biaya pemenuhan standar yang bisa mengurangi
kemampuan daya saing ekspor. Terutama untuk produk pertanian, kemampuan
daya saing dari sisi kualitas merupakan tantangan tersendiri yang mungkin
tidak dihadapi oleh produk manufaktur (Jaffee dan Henson, 2004; Mbaye dan
Gueye, 2015).
2.5. Kerangka Pemikiran
Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) dikeluarkan dengan tujuan
agar SNI bisa memberikan manfaat kepada masyarakat baik sebagai
konsumen maupun produsen. Sebagai konsumen, SNI diharapkan mampu
melindungi mereka menyangkut keamanan, kesehatan, keselamatan serta
lingkungan hidup bagi masyarakat. Sementara itu, bagi perusahaan/dunia
usaha, keberadaan SNI bisa meningkatkan daya saing mereka baik di pasar
local maupun global.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 20
Sampai saat ini, sebagain masyarakat dan pelaku usaha belum
memahami arti penting/manfaat dari SNI, baik SNI yang diberlakukan secara
wajib maupun sukarela. Makna penting SNI bagi pelaku usaha adalah lebih
meningkatnya daya saing. Dengan kata lain, suatu industri yang sebagian
besar pengusahanya menyadari akan arti penting SNI dan standar pada
umumnya cenderung mempunyai daya saing yang lebih besar. Perusahaan-
perusahaan yang berada dalam industri yang bersangkutan mempunyai
kemampuan lebih dalam melakukan penetrasi pasar. Demikian juga perusahan
yang melakukan ekspor akan lebih mudah menyesuaikan permintaan produk
dengan standar tertentu yang dilakukan oleh pihak pemesan/luar negeri.
Masih dimungkinkan adanya ketidakmampuan dunia usaha dalam
memenuhi permintaan produk dengan standar tertentu (standar masing-masing
Negara tujuan ekspor) harus menjadi perhatian tersendiri bagi pemerintah.
Ketidakmampuan mereka dalam memenuhi standar bisa berasal dari dalam diri
perusahaan menyangkut teknologi, sumber daya dan lainnya yang ada dalam
perusahaan. Ketidakmampuan mereka juga bisa disebabkan oleh faktor
eksternal menyangkut adanya ketidaksesuaian standar yang ada di Indonesia
(SNI) dan juga faktor/lembaga pendukung standar di Indonesia. Pada kondisi
lain, kondisi domestik, keberadaan SNI mampu memberikan perlindungan pada
konsumen di dalam negeri dari produk yang tidak memenuhi standar (SNI).
Kesadaran masyarakat dan dukungan pemerintah dalam menerapkan SNI
untuk produk yang beredar di masyarakat sangat diperlukan.
Penelitian ini bermaksud untuk menjawab berbagai berbagai
permasalahan yaitu masalah peranan SNI yang diberlakukan secara wajib bagi
peningkatan ekspor dan penguatan pasar dalam negeri, kemungkinan
ketidaksesuaian SNI dengan standar di pasar ekspor untuk produk-produk
prioritas dan upaya untuk memenuhi kesesuaian standar.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 21
Perlindungan
Konsumen
Kegiatan
Perdagangan
Standardisasi
SNI
Teh Hitam (sukarela)
Kopi instan (wajib)
Mainan anak (wajib)
Perlindungan pasar
dalam negeri
Peningkatan ekspor
(secara tidak langsung)
RIA:
MCA
Benefit-cost
Analysis
Standar negara
tujuan SCA
Pilihan Kebijakan
Pilihan Kebijakan Kesesuaian/ketidaksesuaian
Rumusan usulan kebijakan
RIA:
MCA
Benefit-cost
Analysis
Strategi Peningkatan Peran SNI dan
Pemenuhan Standar
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
Merumuskan usulan kebijakan dalam penerapan SNI secara wajib untuk
produk prioritas yang mendukung pencapaian target ekspor, khususnya produk
elektronik menjadi demikian penting. Oleh karena itu, studi ini diharapkan bisa
memberikan masukan bagi pemerintah dalam mengambil langkah perbaikan
terkait dengan penerapan SNI wajib dan mencari solusi terhadap
ketidaksesuaian SNI dengan standar di negara tujuan ekspor (Gambar 2.2).
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 22
Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan inventarisasi SNI wajib yang
sudah diberlakukan dan belum diberlakukan (sukarela)pada produk mainan
anak, teh hitam dan produk olahan kopi, kemudian melakukan analisis terhadap
pengaruh penerapan SNI terhadap peningkatan ekspor nasional/pemenuhan
target ekspor, penguatan pasar dalam negeri, dan mencari
kesesuaian/ketidaksesuan SNI dengan standar yang diberlakukan oleh negera
tujuan ekspor (pasar internasional). Dengan diketahuinya kondisi dan
permasalahan yang ada, diharapkan bisa disusun rekomendasi kebijakan
terkait dengan pemberlakuan SNI wajib untuk produk (prioritas)elektronik dan
bisa dicarikan solusi upaya untuk menerapkan standard compliance.
Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif dan
kualitatif. Beberapa alasan mengenai pemilihan metode deskriptif kualitatif ini
adalah karena dalam penelitian ini ingin diketahui gambaran langsung dari
pelaku usaha mengenai pengaruh penerapan SNI terhadap peningkatan
ekspor dan perlindungan pasar dalam negeri. Sementara itu deskriptif kualitatif
juga diperlukan dalam upaya mengkaji faktor lain yang menentukan kesiapan
perusahaanproduk prioritas dalam menerapkan SNI wajib.Deskriptif kuantitatif
didasarkan pada model analisis yang dipakai yaitu Regulatory Impact Analysis
(RIA) dan Standard Compliance Analysis.
Ada asumsi mendasar yang dijadikan pijakan dalam menggunakan
metode analisis tersebut untuk mengetahui pengaruh dari penerapan SNI wajib
pada peningkatan ekspor yaitu: bahwa dengan adanya penerapan SNI wajib,
dianggap bahwa industri yang bersangkutan mempunyai kemampuan baik sisi
teknis, infrastruktur, SDM, sumber daya lainnya dan lembaga pendukung.
Dengan dimilikinya berbagai faktor penentu tersebut, industri dengan berbagai
perusahaan yang ada di dalamnya mempunyai kemampuan yang lebih baik
daripada industri di mana SNI tertentu belum diwajibkan. Kemampuan mereka
ini tentu saja akan lebih mudah dipakai untuk memenuhi persyaratan yang
diminta oleh negara mitra dagang (standar negara tujuan ekspor) dengan lebih
mudah. Memang, SNI bukanlah standar utama yang dijadikan ukuran oleh
negara tujuan ekspor untuk bisa menerima produk Indonesia di pasar mereka,
melainkan standar internasional dan bahkan standar mereka sendiri yang harus
dipenuhi oleh produsen di Indonesia.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 23
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 24
BAB III
METODOLOGI
3.1. Metode Analisis
Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan inventarisasi SNI wajib yang
sudah diberlakukan dan belum diberlakukan (sukarela) pada produk elektronik,
kemudian melakukan analisis terhadap pengaruh penerapan SNI terhadap
peningkatan ekspor nasional/pemenuhan target ekspor, penguatan pasar
dalam negeri, dan mencari kesesuaian/ketidaksesuan SNI dengan standar
yang diberlakukan oleh negera tujuan ekspor (pasar internasional). Dengan
diketahuinya kondisi dan permasalahan yang ada, diharapkan bisa disusun
rekomendasi kebijakan terkait dengan pemberlakuan SNI wajib untuk produk
(prioritas)elektronik dan bisa dicarikan solusi upaya untuk menerapkan
standard compliance.
A. Regulatory Impact Analysis (RIA)
Regulatory Impact Analysis (RIA) adalah sebuat alat analisis yang
digunakan untuk menganalisis suatu kebijakan tertentu berdasarkan
sejumlah opsi (OECD, 2008; Department of teh Taoiseach, 2009). Analisis
ini bisa membantu untuk menentukan opsi mana yang terbaik dalam
mencapai suatu tujuan terkait dengan pelaksanaan suatu kebijakan
(Department of teh Taoiseach, 2009).1 Dengan RIA ini juga bisa diketahui
kemungkinan berbagai dampak/effect/cost sekaligus juga
keuntungan/benefit yang diperoleh. Beberapa langkah yang perlu dilakukan
dalam RIA adalah menentukan permasalahan/tujuan (objective), identifikasi
opsi, criteria dan sub-kriteria, konsultasi (dengan pihak terkait),
perbaikan/revisi (termasuk kriteria, sub-kriteria) dan melakukan analisis.
RIA dilakukan dengan menggunakan teknik analisis Multi-Criteria
Anaysis (MCA). MCA ini merupakan teknik pengambilan keputusan yang
didasarkan pada berbagai criteria yang didasarkan pada tujuan (objective)
tertentu. Tujuan ini bisa dicapai dengan menggunakan beberapa
1Dalam kajian ini, model RIA yang dipakai merujuk pada referensi utama dari Department of teh Taoiseach
(2009).
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 25
pilihan/kebijakan (option) yang penilaiannya didasarkan pada beberapa
criteria dan sub-kriteria. Selain penggunaan metode MCA, dalam kajian ini
juga dilengkapi dengan Benefit-Cost Analysis (BCA) untuk melihat
keuntungan (benefit) dan biaya (cost) dalam penerapan SNI wajib dalam
rangka untuk mendukung pencapaian target ekspor dan perlindungan
konsumen (di dalam negeri).
Kriteria pembobotan
Pembobotan ini diperlukan untuk melihat relatif pentingnya suatu
kriteria dibandingkan kriteria lain dalam menilai opsi yang diajukan.
Kombinasi pembobotan dan nilai akan menentukan tingkat preferensi dari
berbagai opsi (kebijakan) yang ada. Pembobotan ini bisa dilakukan dengan:
(1) memberikan nilai (score) secara numeric untuk tiap criteria, misalnya
dari 1 sampai 100 atau dari 1 sampai 10. Bisa juga dilakukan dengan
membagi angka 100 sesuai dengan tingkat relative pentingnya suatu
criteria.
(2) Memberikan nilai berdasarkan penilaian ordinal (nilai relative).
Penilaian ordinal yang dipakai adalah:
Highly positive (3)
Moderately positive (2)
Slightly positive (1)
Neutral (0)
Slightly negative (-1)
Moderately negative; and (-2)
Highly negative (-3)
Performance matrix
Performance matrix ini disajikan untuk menampilkan hasil/performance
dari beberapa opsi yang diusulkan berdasarkan criteria yang ada. Secara
sederhana performance matrix ditampilkan seperti berikut (Tabel 3.1):
Tabel 3.1: Performance Matrix
Opsi Kriteria A Kriteria B Kriteria C Kriteria D
Opsi I +++ ++ 0 +
Opsi II ++ ++ + 0
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 26
Opsi Kriteria A Kriteria B Kriteria C Kriteria D
Opsi III + - - -
A1. Multi-Criteria Anaysis (MCA): Tujuan, Opsi dan Kriteria Yang
Digunakan
Tujuan ini didasarkan pada asumsi dasar bahwa pencapaian
tujuan tersebut bisa dilakukan apabila produk yang bersangkutan
sudah memenuhi standar, baik SNI maupun standar yang diterapkan di
pasar internasional. Namun demikian, kajian ini menggunakan
pendekatan SNI untuk menentukan tingkat kemampuan daya saing
produk ekspor kita di pasar internasional dan juga di pasar dalam
negeri.
Seperti diuraikan dalam Bab II (Kerangka Pemikiran) ada asumsi
dasar yang dijadikan pijakan dalam mengkaji bagaimana SNI bisa
mempengaruhi peningkatan ekspor (secara tidak langsung). Meskipun
perusahaan yang melakukan ekspor cenderung menerapkan standar
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh negara tujuan,
keberadaan perusahaan di dalam negeri yang sudah mampu
menerapkan SNI menunjukkan bahwa industri yang bersangkutan
mempunyai kemampuan (yang lebih) baik sisi teknis, infrastruktur,
SDM, lembaga pendukung dan sumber daya lainnya. Study yang
dilakukan oleh Maskus (2005) mendukung asumsi tersebut bahwa
infrastruktur dan layanan dukungan standar terkait dengan
kemampuan mereka dalam memenuhi standar yang diminta oleh pasar
negara tujuan (ekspor).
Dalam kajian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah (1)
meningkatkan ekspor melalui produk yang berstandar dan (2)
Melindungi pasar dalam negeri/Konsumen dalam negeri melalui produk
yang berstandar. Beberapa opsi yang diajukan adalah: (1) tidak
melakukan apa-apa (do nothing), (2) Penerapan SNI (sukarela), (3)
Penerapan SNI (wajib) dan upaya memenuhi kesenjangan yang ada
dalam standar yang berlaku di negara tujuan/internasional (Standard
Compliance). Opsi do nothing yang dimaksudkan dalam kajian ini
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 27
adalah bahwa industri/perusahaan (khusus yang melakukan ekspor)
hanya memenuhi standar yang ada (yang diminta) oleh negara tujuan.
Berikut ditampilkan ringkasan tujuan, opsi dan criteria yang akan
dipakai dalam kajian ini (Table 3.2 dan Table 3.3).
Tabel 3.2: Tujuan - Meningkatkan ekspor melalui produk yang berstandar
Kriteria Opsi Opsi 1
Do Nothing
Opsi 2 Penerapan
SNI sukarela
Opsi 3 Penerapan SNI wajib
Opsi 4 Penerapan
Standar Tujuan Ekspor
Kemudahan memenuhi persyaratan standar Lebih lengkapnya
peralatan teknis Lebih baiknya SDM Lebih baiknya institusi
pendukung (infrastruktur di luar perusahaan)
Tingkat kepercayaan buyer luar negeri (lebih tinggi) Rendahnya tingkat
penolakan (rejection rate)
Rendahnya jumlah komplain
Promosi kepedulian (awareness) Banyak perusahaan
yang lebih peduli Masyarakat yang lebih
peduli/sadar
Akses bahan baku yang lebih berkualitas Supplier lebih
cenderung memperhatikan kualitas
Jumlah bahan baku berkualitas (lebih banyak)
Harga bahan baku (kompetitif)
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 28
Tabel 3.3: Tujuan - Melindungi pasar dalam negeri/Konsumen dalam negeri
melalui produk yang berstandar
Kriteria Opsi Opsi 1
Do Nothing Opsi 2
Penerapan SNI sukarela
Opsi3 Penerapan SNI Wajib
Daya saing Produk yang lebih berkualitas Harga yang lebih kompetitif
Kepedulian pengusaha Kesadaran berstandar yang
lebih tinggi
Kepedulian konsumen Produk harus ber-SNI Pelaporan oleh konsumen
Pengawasan yang lebih mudah Labeling
Kehadiran lembaga pendukung Jumlahnya yang memadai Kapasitas, kapabilitas
A2. Benefit Cost Analysis
Upaya pemerintah untuk meningkatkan ekspor dan melindungi
konsumen di dalam negeri melalui penerapan standar menimbulkan
konsekuensi tersendiri bagi dunia usaha. Demikian juga standar lain
(internasional) yang diminta oleh negara mitra dagang. Upaya
pemenuhan standar (standard compliance) satu sisi memberikan
manfaat (benefits), pada sisi lain juga merupakan suatu biaya (cost)
yang harus ditanggung oleh dunia usaha/perusahaan.
Analisis BCA ini (baik untuk tujuan ekspor maupun perlindungan
pasar dalam negeri) dilakukan untuk melihat bagimana opsi yang ada
(dalam model MCA) mempunyai manfaat sekaligus biaya yang harus
ditanggung oleh industri/perusahaan sebagai upaya untuk memenuhi
SNI ataupun melakukan upaya pemenuhan standar yang diminta oleh
negara tujuan (Standard Compliance). Dengan membandingkan
benefit, cost dan melihat impact yang ditimbulkan, bisa dilihat sejauh
mana penerapan SNI bisa memberikan dampak positif (tidak langsung)
bagi peningkatan ekspor sekaligus perlindungan pasar dalam negeri.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 29
Tabel 3.4: Tujuan - Meningkatkan ekspor melalui produk yang berstandar
Opsi BCA Benefits Cost Impact
1 Do Nothing 2 Penerapan SNI (sukarela) 3 Penerapan SNI (wajib)
Seperti halnya tujuan yang ingin dicapai dan berbagai opsi yang
ada dengan menggunakan model MCA, berikut ditampilkan penerapan
BCA dengan menguji berbagai opsi yang ada (Tabel 3.4. dan Tabel
3.5): (1) tidak melakukan apa-apa (do nothing), (2) Penerapan SNI
(sukarela), (3) Penerapan SNI (wajib) dan upaya memenuhi
kesenjangan yang ada dalam standar yang berlaku di negara
tujuan/internasional (Standard Compliance). Selain benefit dan cost, di
kolom berikutnya juga ditampilkan dampak (impact) dari pilihan
kebijakan yang ada.
Tabel 3.5: Tujuan - Melindungi pasar dalam negeri/Konsumen dalam negeri
melalui produk yang berstandar
Opsi BCA
Benefits Cost Impact 1 Do Nothing 2 Penerapan SNI (sukarela) 3 Penerapan SNI (wajib)
Dalam kajian ini, yang dimaksud dengan benefit adalah
keuntungan/nilai tambah yang diperoleh oleh perusahaan dari berbagai
opsi (pilihan kebijakan yang ada). Keuntungan bisa berupa
kenaikan/pertumbuhan penjualan/ekspor sebagai akibat dari dari
pilihan kebijakan yang ada. Benefit/cost tidak harus selalu diukur
dengan nilai Rp atau USD, tapi juga bisa menggunakan penilaian
kualitatif berupa peningkatan/penurunan akses pasar.
Yang dimaksudkan dengan cost adalah biaya/beban baik yang
berkaitan langsung/tidak langsung dengan sertifikasi, teknik produksi,
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 30
dan teknologi dalam upaya pemenuhan standar. Biaya bisa berupa
nilai Rp/USD yang dikeluarkan untuk proses sertifikasi, pemenuhan
standar yang diminta oleh pasar (Negara tujuan ekspor), maupun biaya
yang ditanggung sebagai akibat dari ketidakmampuan pemenuhan
standar yang diminta oleh pasar.
Sementara itu, yang dimaksudkan dengan dampak (impact)
adalah akibat yang muncul dengan adanya penerapan standar (SNI
ataupun lainnya). Dampak tersebut bisa dalam lingkup
mikro/perusahaan/industri juga dalam lingkup makro/ekonomi nasional.
Dampak tersebut bisa berupa, misalnya, meningkatnya daya saing
perusahaan/industri, menurunnya daya saing perusahaan/industry baik
di pasar dalam negeri maupun pasar internasional. Dampak lain juga
bisa berupa perubahan partisipasi perusahaan/industri dalam ikut/tidak
ikut menerapkan standar (SNI/standar lainnya).
B. Standard Compliance Analysis
Analisis standard compliance ini dilakuan untuk mengetahui adanya
kesesuaian/ketidaksesuaian SNI dengan standar yang berlaku di Negara
tujuan ekspor (internasional) dan mencari tahu berbagai kendala yang
dihadapi oleh pelaku usaha dalam memenuhi persyaratan standar untuk
produk-produk prioritas dan upaya yang sudah dilakukannya.
Merujuk pada studi yang dilakukan oleh UNIDO (Kaeser, 2013),
Analisis standard compliance ini dilakukan dengan melalui beberapa sub-
analisis yaitu:
1. Analisis Penolakan Ekspor (Export rejection analysis)
Analisis ini dilakukan dengan mengidentifikasi ada tidaknya penolakan
(rejection) yang dilakukan oleh negara pengimpor/mitra dagang.
Penolakan tersebut terkait dengan adanya ketidaksesuaian standar yang
dilakukan oleh pengekspor/perusahaan di dalam negeri. Analisis ini
diharapkan dapat menemukan berbagai permasalahan yang terjadi
dalam proses ekspor-impor produk prioritas, termasuk alasan penolakan
dan standar atau regulasi yang menjadi acuan penolakan.
Semakin sedikit jumlah ekspor yanag dikembalikan/ditolak
(rejected) maka upaya pemenuhan standar yang dilakukan oleh
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 31
industri/perusahaan akan lebih mudah. Dengan kata lain, semakin
kecilnya penolakan menunjukkan semakin besarnya ekspor yang bisa
dilakukan oleh industri/perusahaan. Demikian juga sebaliknya.
2. Estimasi Kehilangan Ekspor (Export lost estimation)
Analisis ini dilakukan dengan mengestimasi kerugianekonomi secara
nominal yang bisa diperoleh industri/perusahaan dalam upaya
memenuhi standar yang diinginkan untuk berbagai produk prioritas.
Namun demikian, bila tidak ditemukan data riil, diharapkan kerugian
yang bersifat kualitatif dari adanya penolakan oleh pihak negara tujuan
bisa diuraikan. Potensi kerugian akibat penolakan ekspor dilihat dari
berapa nilai produk yang diekspor, estimasi stok produk yang memiliki
spesifikasi yang sama serta berapa besar potensi pasar atau ekspor
lanjutan yang mungkin hilang akibat penolakan.Analisis kehilangan
ekspor ini bisa menunjukkan seberapa besar pasar ekspor yang
seharusnya bisa diperoleh seandainya industry/perusahaan mampu
memenuhi standar yang diminta oleh negara tujuan ekspor.
3. Kualitas Infrastruktur (Quality infrastructure)
Analisis ini dilakukan dengan mengidentifikasi kualitas dan kapasitas
dari infrastruktur pendukung pelaksanaan SNI atau standar lainnya.
Infrastruktur tersebut tidak hanya menyangkut infrastrukturyang berada
dalam perusahaan tetapi juga di luar perusahaan, seperti laboratorium uji
dan sertifikasi, termasuk di dalamnya sumber daya manusia dan tingkat
teknologi yang digunakannya.Kualitas infrastruktur bisa menentukan
seberapa besar peningkatan ekspor yang bisa dilakukan oleh
industri/perusahaan apabila infrastruktur pendukung penerapan dan
pemenuhan standar memenuhi kualitas yang bagus.
Analisis standard compliance dengan melalui tiga pokok analisis
(export rejection, export lost dan quality infrastructure) ini diharapkan
mampu memberikan informasi mengenai kondisi dan permasalahan standar
yang ada di Indonesia. Dengan demikian, diharapkan bisa ditemukan
langkah perbaikan oleh pemerintah bersama dengan dunia usaha sehingga
dampak negatif/kerugian bisa diminimalkan atau bahkan dihilangkan.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 32
Dengan kata lain, adanya kemampuan industri/perusahaan dalam
memenuhi standar yang diminta oleh negara tujuan bisa memberikan
dampak positif bagi peningkatan ekspor Indonesia.
Tabel 3.6. Pengumpulan dan Analisis Data
Tujuan Analisis Metode analisis/
Pengumpulan Data
Data Sumber Data
Output
Mengkaji pengaruh penerapan SNI Wajib pada peningkatan ekspor dan penguatan pasar dalam negeri
RIA (MCA dan BCA): Survey dan FGD
Primer : respon pelaku usaha thd pertanyaan kuesioner Sekunder : ekspor impor, data terkait perusahaan, SNI, regulasi
Hasil wawancara, BPS, BSN, Kemendag, Kemenperind, asosiasi
Pengaruh penerapan SNI peningkatan ekspor dan perlindungan pasar dalam negeri
Menganalisis ketidaksesuaian standard di pasar ekspor dan upaya pemenuhan standar
Standard compliance analysis: Survey dan FGD
Primer : respon pelaku usaha thd pertanyaan kuesioner Sekunder : ekspor impor, data terkait perusahaan, SNI, regulasi
Hasil wawancara, BPS, BSN, Kemendag, Kemenperind, asosiasi
Strategi untuk memenuhi kesesuaianstandar di pasar ekspor untuk produk-produk prioritas
Merumuskan usulan kebijakan terkait penerapan SNI Wajib dan upaya pemenuhan kesesuaian standar
Sintesa 1, 2: FGD
Pengaruh penerapan SNI wajib, kesesuaian standar, pendapat para pemangku kepentingan
Hasil kajian dan para pemangku kepentingan
Usulan kebijakan terkait penerapan SNI Wajib dan pemenuhan kesesuaian standar
3.2. Metode Pengumpulan Data
3.2.1. Jenis dan sumber data
Data yang digunakan dalam kajian ini meliputi data primer maupun sekunder.
a. Data primer antara lain diperoleh melalui hasil survey/wawancara dengan
pelaku usaha, asosiasi pengusaha dan lembaga/institusi terkait.
b. Data sekunder yang diperlukan adalah data ekspor impor produk, data
industri produk, data SNI dan regulasi terkait.Data sekunderdiperoleh dari
instansi terkait seperti Badan Standardisasi Nasional (BSN), Pusat
Standardisasi Kementerian Perindustrian, Pusat Standardisasi
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 33
Kementerian Perdagangan, Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas
Perindustrian dan Perdagangan, Asosiasi pelaku usaha, studi pustaka,
hasil kajian terkait SNI dan lain sebagainya..
3.2.2. Metode pengumpulan data
Survei dilakukan pada pelaku usaha yang memproduksi teh hitam, produk
olahan kopi dan mainan anak, khususnya pelaku usaha yang juga merupakan
eksportir. Teknik pengambilan sampel adalah dengan teknik purposive
samplingdan dilakukan melalui wawancara secara mendalam (indepth
interview) dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih
dahulu. Respondendalam kajian ini sebagai berikut :
1. Pelaku usaha (produsen dan eksportir) di daerah survey (Sumatera Utara,
Jawa Barat, Jawa Timur, banten dan DKI Jakarta) untuk beberapa produk
prioritas kopi, teh dan mainan anak.
2. Instansi pemerintah dan non-pemerintah terkait : Kementerian
Perindustrian, BSN, lembaga sertifikasi produk (LSPro), Dinas Perindustrian
dan Perdagangan
3. Asosiasi : KADIN, asosiasi pelaku usaha
Daerah yang menjadi wilayah survey adalah DKI Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Banten. Daerah-daerah tersebut merupakan
daerah sentra produksi dan lokasi eksportir.
3.3. Operasional Survei
Pelaksanaan survey dilakukan oleh Tim Peneliti yang dibagi menjadi 4 (empat)
tim berdasarkan wilayah. Adapun susunan tim survey dan target responden
adalah sebagai berikut:
Tabel 3.7. Operasional Survey
Daerah Waktu
Pelaksanaan
Petugas Survey Target
Responden
Sumatera Utara M-1 Mei 2015 Erizal Mahatama,
Yudha Hadian Nur,
Pelaku usaha
produk olahan kopi
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 34
Dwi Ariestiyanti,
Riska Pujiati
dan teh hitam
Jawa Barat M-3 Mei 2015 Erizal Mahatama,
Ranni Resnia,
Ratna A Carolina,
Dwi Ariestiyanti
Pelaku usaha teh
hitam dan mainan
anak
Jawa Timur M-1 Juni 2015 Erizal Mahatama,
Rahayuningsih,
Ratna A Carolina,
Nasrun
Pelaku usaha
produk olahan
kopi, tehhitam dan
mainan anak
Banten M-3 Juni 2015 Erizal Mahatama,
Ranni Resnia, Ratna
A Carolina, Dwi
Ariestiyanti
Pelaku usaha
mainan anak
DKI Jakarta M-5 Juli 2015
M-1 Agustus
2015
Erizal Mahatama,
Ranni Resnia, Ratna
A Carolina, Riska
Pujiati
Pelaku usaha
produk olahan
kopi, teh hitam,
dan mainan anak
3.4 Jumlah Perusahaan
Penelitian ini dilakukan dengan mengunjungi sejumlah perusahaan dalam
industry kopi instan, teh hitam dan mainan anak. Perusahaan yang menjadi
responden kajian adalah perusahaan yang memasarkan produknya di pasar
dalam negeri sekaligus melakukan ekspor. Secara keseluruhan jumlah
perusahaan di daerah penelitian yang dikunjungi adalah (Tabel 3.8).
Tabel 3.8 Jumlah Responden Perusahaan
Perusahaan Jumlah
Kopi instan 8 perusahaan (dari 15)
Teh hitam 5 perusahaan (dari 10)
Mainan anak 5 perusahaan (dari 6)
Untuk komoditi kopi, perusahaan yang menjadi responden hanya produsen kopi
hitam instan, tidak termasuk kopi mix atau kopi olahan lainnya. Sementara itu,
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 35
untuk komoditi mainan anak, perusahaan yang menjadi responden khusus
produsen mainan anak jenis mainan beroda (wheeled toys), dan bola yang diisi
udara (inflated balls).
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 36
BAB IV
PENERAPAN SNI BAGI PENGUATAN PASAR DALAM NEGERI
4.1. Standar dan Perlindungan Pasar Dalam Negeri
Dalam rangka terwujudnya perlindungan konsumen, pemerintah telah menetapkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Kebijakan
tersebut diimplementasikan melalui pemberian jaminan hak dan kewajiban
konsumen serta mendorong pelaku usaha agar bersikap jujur dan
bertanggungjawab dalam melakukan kegiatan usahanya. Hubungan antara
konsumen dan pelaku usaha terjadi ketika melakukan transaksi baik secara
konvensional maupun menggunakan sistem online. Oleh karena itu informasi yang
benar, jelas, dan jujur mengenai harga, standar/mutu, dan jaminan suatu
barang/jasa yang diberikan pelaku usaha menjadi salah satu dasar bagi konsumen
untuk memutuskan membeli suatu barang/jasa.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014, Standar adalah persyaratan teknis
atau sesuatu yang dibakukan, termasuk tata cara dan metode yang disusun
berdasarkan konsensus semua pihak/Pemerintah/keputusan internasional yang
terkait dengan memperhatikan syarat keselamatan, keamanan, kesehatan,
lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman,
serta perkembangan masa kini dan masa depan untuk memperoleh manfaat yang
sebesar-besarnya.
Secara jelas telah disebutkan diatas bahwa penerapan standar harus memberikan
manfaat sebesar-besarnya kepada semua pihak khususnya pelaku usaha dan
konsumen. Dalam hal standar ditetapkan memiliki tujuan untuk meningkatkan daya
saing barang/jasa dan sebagai filter bagi barang/jasa berkualitas rendah yang akan
masuk ke pasar dalam negeri. Standar umumnya memuat beberapa parameter yang
dapat dijadikan sebagai acuan terkait pengukuran mutu suatu barang/jasa.
Parameter yang ada di dalam standar tersebut dirumuskan dan disusun melalui
mekanisme yang ketat dan konsensu para pemangku kepentingan sehingga menjadi
paramenter ideal dan dapat diakui atau adanya pengakuan keberterimaan standar
antar negara. Pelaku usaha yang mengacu standar dalam menghasilkan suatu
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 37
barang/jasa akan menerima manfaat dari barang/jasa yang dihasilkan berkualitas
baik dan kepercayaan dari para konsumen. Selain itu juga akan memacu pelaku
usaha untuk berkompetisi secara sehat di pasar dengan cara menghasilkan
barang/jasa yang berkualitas baik agar memiliki daya saing dengan barang/jasa
yang dihasilkan oleh pesaing.
Saat ini standar umumnya digunakan sebagai hambatan perdagangan yang bersifat
non tariff dimana standar diajadikan sebagai persyaratan oleh suatu negara dalam
persyaratan barang/jasa asal impor yang akan memasuki pasar. Sehingga
barang/jasa impor yang berkualitas rendah (tidak memenuhi standar) tidak dapat
beredar di pasar dalam negeri. Apabila barang/jasa beredar di pasar dalam negeri
telah memenuhi parameter yang dimuat didalam standar maka secara langsung
dapat melindungi konsumen dari kerugian akibat mengkonsumsi barang/jasa
berkualitas rendah.
4.2. Peranan SNI Dalam Melindungi Pasar Dalam Negeri
SNI pada dasarnya dikembangkan sebagai referensi pasar yang penerapannya
bersifat sukarela (voluntary) dengan tujuan meningkatkan kepastian, kelancaran dan
efisiensi transaksi perdagangan, meningkatkan perlindungan K3L bagi konsumen,
dan menciptakan efisiensi produksi serta menciptakan persaingan usaha yang sehat
dan transparan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan, bahwa barang/jasa yang diperdagangkan di dalam negeri harus
memenuhi SNI/persyaratan teknis/kualifikasi yang telah diberlakukan secara wajib.
Pemberlakuan SNI/persyaratan teknis/kualifikasi ditetapkan oleh Menteri
Perdagangan atau menteri sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi tugas
dan tanggung jawabnya dengan mempertimbangkan aspek:
a. Keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup;
b. Daya saing produsen nasional dan persaingan usaha yang sehat;
c. Kemampuan dan kesiapan dunia usaha nasional; dan/atau
d. Kesiapan infrastruktur lembaga penilaian kesesuaian.
Barang/jasa yang telah diberlakukan SNI atau persyaratan teknis secara wajib ,
wajib dibubuhi tanda SNI atau tanda kesesuaian atau dilengkapi sertifikat
kesesuaian yang diakui oleh Pemerintah. Tanda SNI, tanda kesesuaian, atau
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 38
sertifikat kesesuaian diterbitkan oleh lembaga penilaian kesesuaian yang
terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional dan terdaftar pada Kementerian
Perdagangan. Standar atau penilaian kesesuaian yang ditetapkan oleh negara lain
diakui oleh Pemerintah berdasarkan perjanjian saling pengakuan antar negara.
Dalam rangka perlindungan konsumen, salah satu langkah yang diambil oleh
pementah adalah melakukan pengawasan terhadap barang beredar dan jasa di
pasar mengingat perlindungan yang diberikan kepada masyarakat harus bersifat
preventif, yaitu perlindungan sebelum konsumen mengalami kerugian akibat
mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Pengawasan dilaksanakan pada dua tahapan,
yaitu (1) sebelum barang beredar di pasar (tahap pra-pasar) dan (2) setelah barang
beredar di pasar.
Mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14/M-Dag/Per/3/2007
Tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan Dan Pengawasan Standar
Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang Dan Jasa Yang Diperdagangkan,
pengawasan tahap pra pasar dimaksudkan untuk memastikan bahwa barang yang
akan beredar, telah memenuhi standar dan ruang lingkup pengawasan lainnya
sesuai peraturan yang ada. Tahap pra pasar meliputi pengujian mutu dan
pendaftaran barang kepada Kementerian Perdagangan.
Dalam rangka pemberlakuan SNI secara wajib, diharapkan dalam implementasinya
bersifat non diskriminasi, baik barang/jasa dalam negeri dan barang/jasa asal impor
mempunyai perlakuan yang sama. Untuk produk dalam negeri yang sudah berlaku
SNI secara wajib, pelaku usaha mendaftarkan produknya untuk memperoleh Nomor
Registrasi Produk (NRP) dan mencantumkan NRP tersebut pada setiap barang atau
kemasan dibawah tanda SNI. Sedangkan untuk barang impor yang akan memasuki
daerah pabean harus memperoleh Nomor Pendaftaran Barang (NPB) yang
dilengkapi dengan sertifikat kesesuaian dan mencantumkan NPB tersebut pada
setiap barang atau kemasan dibawah tanda SNI.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 39
Gambar 4.1. Pengawasan barang yang SNI-nya telah diberlakukan wajib sebelum beredar di pasar
(tahap pra-pasar) dan setelah beredar di pasar
Sumber:Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14/M-Dag/Per/3/2007 dan Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor: 20/M-DAG/PER/5/2009
Setelah pengawasan pada tahap Pra-Pasar, pengawasan kemudian dilanjutkan
pada tahap setelah barang beredar di pasar. Pengawasan barang beredar
dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 20/M-
DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata cara Pengawasan Barang dan/atau
Jasa, yang dilaksanakan oleh Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa
(Ditwas), bekerjasama dengan pemerintah daerah, badan lain yang berhubungan,
Barang Impor yang SNI-nya
diberlakukan secara wajib
Barang produksi dalam
negeri yang SNI-nya
diberlakukan secara wajib
PASAR
Pengawasan
Barang Beredar
SPB/NPB NRP
Pengawasan
Pra Pasar
Kementerian Perdagangan/
Direktur Pengembangan
Mutu Barang
Kementerian Perdagangan/
Direktur Pengembangan
Mutu Barang
Permohonan
pendaftaran
Permohonan
pendaftaran
Di-terima Di-tolak Di-terima Di-tolak
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 40
dan masyarakat. Pengawasan barang beredar di pasar berperan penting dalam
melengkapi dan memperkuat pengawasan Pra-Pasar serta memastikan bahwa
barang-barang dan jasa yang beredar di pasar telah sesuai dengan parameter
pengawasan yang ada. Secara rinci dapat dilihat pada gambar tersebut (diatas).
4.3. Dinamika Penerapan Standar oleh Pelaku usaha Dalam Melindungi Pasar
Dalam Negeri
Pada bagian ini dibahas mengenai pilihan (opsi) kebijakan yang diambil oleh
pelaku usaha dalam menerapkan SNI sebagai upaya untuk melindungi pasar dalam
negeri. Dalam menentukan pilihan yang diambil oleh pelaku usaha, sebenarnya
pelaku usaha diberi beberapa opsi/pilihan kebijakan yaitu: tidak melakukan apa-apa
(do nothing)/tidak menerapkan SNI, pilihan SNI sukarela, dan pilihan SNI wajib.
Masing-masing pilihan tersebut di atas disertai dengan beberapa kriteria yang bisa
dijadikan acuan bagi pelaku usaha untuk menentukan pilihan yang ada. Untuk
proses yang lebih lengkap dalam melihat bagaimana perusahaan menentukan
pilihan kebijakan yang ada bisa dilihat dalam Lampiran 1.
Tabel 4.1: Kriteria Dalam Menentukan Pilihan: Opsi Do Nothing, Penerapa SNI
Sukarela dan SNI Wajib
Kriteria Daya saing Produk yang lebih berkualitas Harga yang lebih kompetitif
Kepedulian pengusaha Kesadaran berstandar yang lebih tinggi
Kepedulian konsumen Produk harus ber-SNI Pelaporan oleh konsumen
Pengawasan yang lebih mudah Labeling
Kehadiran lembaga pendukung Jumlah yang memadai Kapasitas, kapabilitas
Dari hasil pengolahan data untuk tiga jenis produk yaitu teh, kopi dan mainan
anak, terlihat baha pelaku usaha melihat penerapan SNI Wajib merupakan pilihan
yang diambil. Pilihan kebijakan penerapan SNI Wajib dinilai oleh pelaku usaha
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 41
mampu untuk melindungi pasar dalam negeri sekaligus meningkatkan daya saing
perusahaan di pasar dalam negeri.
Selanjutnya setelah diketahui opsi kebijakan, pada bagian selanjutnya dilihat
bagaimana perkiraan manfaat yang diperoleh dan biaya yang ditanggung oleh
pelaku usaha sebagai konsekuensi dari opsi kebijakan yang dibuatnya. Manfaat
yang diperoleh pelaku usaha antara lain peningkatan penjualan, peningkatan
product image, akses pasar dan market share. Sementara itu biaya yang muncul
berupa biaya sertifikasi SNI dan biaya pemenuhan standar yang harus dikeluarkan
oleh pelaku usaha.
a. Teh hitam
Produk teh hitam Indonesia memiliki kualitas yang baik sehingga dapat bersaing
dengan kompetitor di pasar internasional seperti Kenya. Namun hampir mirip
dengan produk asal perkebunan, harga teh hitam tidak mampu bersaing
dikarenakan produktivitasnya rendah dan adanya biaya lain yang timbul akibat
buruknya infrastruktur. Quality control dilakukan melalui penerapan standar yang
mengacu kepada standar internal perusahaan yang menggunakan parameter SNI.
Sementara negara tujuan belum menetapkan standar secara ketat hanya
mewajibkan fumigasi saja.
Tabel 4.2. Pilihan Kebijakan oleh Pelaku usaha Teh hitam berdasarkan
kriteria
Kriteria SNI Wajib
1. Kemudahan memenuhi persyaratan standar (peralatan
teknis, SDM dan infrastruktur pendukung) Sangat setuju
2. Kemudahan proses sertifikasi/pengujian (prosedur
sertifikasi, biaya, waktu pengurusan, konsultansi)
Sangat setuju
3. Tingkat kepercayaan konsumen (lebih tinggi) (rendahnya
komplain, pemesanan berulang)
Sangat setuju
4. Daya saing thd produk sejenis (kualitas produk, harga
produk)
Sangat setuju
5. Kepedulian (awareness) pengusaha (banyak pesaing lebih
peduli, standar pendukung daya saing)
Sangat setuju
6. Kepedulian konsumen (produk harus berstandar, pelaporan
oleh konsumen)
Sangat setuju
7. Pengawasan yang lebih mudah (pelabelan, komposisi
bahan, MKG)
Sangat setuju
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 42
8. Lembaga pendukung (Lab uji, LSPro) (jumlah memadai,
kapasitas, kapabilitas)
Sangat setuju
Standar Nasional Indonesia (SNI) yang digunakan untuk produk teh hitam adalah
SNI 01-1902-1995, yang masih berlaku secara sukarela. Penerapan SNI yang masih
bersifat sukarela menyebabkan masih banyaknya ditemui produk teh yang belum
memenuhi standar. Umumnya, konsumen dalam negeri tidak mempertimbangkan
penerapan standar pada produk teh, melainkan hanya melihat dari sisi harga. Hal ini
menyebabkan beberapa produk teh yang menerapkan SNI kalah bersaing (dari sisi
harga) dengan produk teh yang tidak menerapkan SNI. Oleh karena itu, hasil
penelitian di lapangan menyatakan bahwa, dari seluruh kriteria terkait dengan
penerapan SNI, produsen teh (pelaku usaha) sangat setuju apabila penerapan SNI
untuk teh yang dijual di dalam negeri, diberlakukan secara wajib. Hal ini diharapkan
dapat meningkatkan daya saing produk teh hitam di dalam negeri terhadap produk
impor maupun produk lokal lainnya yang tidak memenuhi standar. Selain itu, pelaku
usaha juga berharap dilakukan revisi terhadap SNI Teh Hitam yang saat ini berlaku,
karena SNI tersebut dianggap sudah terlalu lama dan tidak sesuai dengan kondisi
perkembangan pasar.
Tabel 4.3 Perkiraan Manfaat Biaya untuk Opsi 3 Penerapan SNI Wajib
Kriteria Penerapan SNI Wajib
Benefit Penjualan meningkat TIDAK
Product image meningkat TIDAK
Akses pasar meningkat TIDAK
Cost Biaya sertifikasi mahal TIDAK
Mudah dalam memenuhi persyaratan sertifikasi YA
Biaya pemenuhan standar mahal TIDAK
Impact Daya saing meningkat TIDAK
Partisipasi perusahaan tinggi dalam menerapkan
standar YA
K3L terjamin YA
Pertimbangan untuk memberlakukan SNI teh hitam secara wajib memiliki beberapa
manfaat dan biaya bagi pelaku usaha. Secara umum, pelaku usaha tidak
menganggap bahwa penerapan SNI Teh Hitam secara wajib dapat meningkatkan
penjualan, akses pasar maupun product image. Hal ini dikarenakan pelaku usaha
menganggap bahwa konsumen dalam negeri masih belum terbiasa dalam
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 43
mengkonsumsi teh yang berkualitas. Preferensi konsumen dalam negeri umumnya
hanya pada warna teh, aroma dan terutama pada harga yang terjangkau sehingga
penerapan SNI wajib diperkirakan masih belum mampu untuk meningkatkan
penjualan, akses pasar maupun product image. Namun opsi penerapan SNI wajib
dianggap lebih baik untuk menyaring produk teh yang beredar di pasar dalam negeri
yang tidak memenuhi standar.
Sementara itu, penerapan SNI Teh Hitam secara wajib dianggap tidak terlalu
membebani pelaku usaha. Biaya sertifikasi serta biaya pemenuhan standar
dianggap pelaku usaha masih cukup terjangkau, serta mudah dalam memenuhi
persyaratan sertifikasi. Oleh karena itu, apabila SNI Teh Hitam diberlakukan secara
wajib, maka diperkirakan pelaku usaha lain yang belum memenuhi SNI tidak akan
terbebani dengan biaya penerapan SNI tersebut.
Secara umum, menurut pelaku usaha, dampak dari penerapan SNI Teh
Hitam secara wajib diperkirakan tidak mampu meningkatkan daya saing produk,
Namun penerapan SNI secara wajib dipastikan dapat meningkatkan partisipasi
perusahan dalam menerapkan standar. Dengan demikian, meskipun pelaku usaha
beranggapan bahwa daya saing produk tidak meningkat, namun aspek aspek
dalam K3L (keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan), dapat terjamin.
b. Produk olahan kopi
Di pasar internasional, kopi asal Indonesia dikenal berkualitas baik dan dapat
bersaing dengan kompetitor seperti Vietnam dan Brazil. Walaupun memiliki daya
saing dari sisi kualitas namun tidak dapat bersaing pada sisi harga yang disebabkan
pengelolaan kopi di negara kompetitor tersebut didukung penggunaan teknologi,
rendhanya produktivitas kopi Indonesia karena usia tanaman yang sudah tua,
tingginya tarif gas dan listrik, dan infrastruktur pendukung seperti jalan dan
pelabuhan di dalam negeri menyebabkan biaya tambahan.
Tabel 4.4 Pilihan Kebijakan oleh Pelaku usaha Produk olahan kopi
berdasarkan kriteria
SNI Wajib
1. Kemudahan memenuhi persyaratan standar (peralatan
teknis, SDM dan infrastruktur pendukung) Setuju
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 44
2. Kemudahan proses sertifikasi/pengujian (prosedur
sertifikasi, biaya, waktu pengurusan, konsultansi)
Setuju
3. Tingkat kepercayaan konsumen (lebih tinggi)
(rendahnya komplain, pemesanan berulang)
Setuju
4. Daya saing thd produk sejenis (kualitas produk, harga
produk)
Setuju
5. Kepedulian (awareness) pengusaha (banyak pesaing
lebih peduli, standar pendukung daya saing)
Setuju
6. Kepedulian konsumen (produk harus berstandar,
pelaporan oleh konsumen)
Agak tidak setuju
7. Pengawasan yang lebih mudah (pelabelan, komposisi
bahan, MKG)
Setuju
8. Lembaga pendukung (Lab uji, LSPro) (jumlah memadai,
kapasitas, kapabilitas)
Agak tidak setuju
Penerapan SNI wajib untuk kopi instant hanya bertujuan untuk melindungi
produsen dan konsumen di dalam negeri. Berdasarkan hasil wawancara dengan
beberapa pelaku usaha kopi instan, opsi penerapan SNI wajib lebih dibutuhkan
untuk menjadi filter yang dapat menyaring produk impor yang berkualitas rendah
dengan harga yang murah sehingga dapat mendorong daya saing produsen di pasar
dalam negeri dan melindungi konsumen. Namun, konsumen dalam negeri dianggap
masih belum cukup peduli dengan penerapan standar pada kopi instan. Umumnya
konsumen dalam negeri lebih memilih kopi dengan harga yang lebih terjangkau
tanpa memperhatikan standar yang diterapkan pada produk tersebut. Selain itu,
kendala yang dihadapi dalam penerapan SNI wajib di dalam negeri adalah
keberadaan lembaga pendukung seperti laboratorium penguji yang masih terbatas.
Saat ini di Indonesia hanya ada satu laboratorium penguji yaitu Balai Besar Industri
Agro (BBIA) sehingga pelaku usaha membutuhkan waktu yang lama untuk
memperoleh sertifikasi SNI. Sementara itu, biaya sertifikasi SNI cukup terjangkau
yaitu sebesar 18 juta rupiah.
Tabel 4.5 Perkiraan Manfaat Biaya untuk Opsi 3 Penerapan SNI Wajib
Kriteria SNI Wajib
Benefit Penjualan meningkat TIDAK
Product image meningkat TIDAK
Akses pasar meningkat TIDAK
Cost Biaya sertifikasi mahal YA
Mudah dalam memenuhi persyaratan sertifikasi YA
Biaya pemenuhan standar mahal YA
Impact Daya saing meningkat YA
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 45
Partisipasi perusahaan tinggi dalam menerapkan standar YA
K3L terjamin YA
Pemberlakuan SNI wajib pada kopi instan memiliki beberapa manfaat dan biaya
yang dirasakan oleh pelaku usaha. Secara umum, penerapan SNI wajib dianggap
tidak dapat meningkatkan penjualan, akses pasar maupun product image. Hal ini
terkait dengan kurangnya kepedulian konsumen akan produk kopi instan yang
berstandar. Umumnya, konsumen memilih produk dengan harga yang terjangkau
(lebih murah). Pelaku usaha menganggap hanya segelintir konsumen yang peduli
dengan penerapan SNI pada produk kopi instan. Oleh karena itu, menurut pelaku
usaha, penerapan SNI wajib pada kopi instan tidak dapat memberikan manfaat yang
signifikan bagi pelaku usaha.
Disamping itu, pelaku usaha menganggap biaya untuk pemenuhan SNI relatif
mahal. Saat ini hanya ada satu laboratorium penguji untuk produk kopi instan,
sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mememuhi persyaratan sertifikasi SNI cukup
lama. Biaya sertifikasi SNI diperkirakan mencapai 18 juta rupiah, dan bagi sebagian
besar pelaku usaha, jumlah ini dianggap mahal sehingga menjadi kendala dalam
penerapan SNI wajib.
Namun secara umum, penerapan SNI wajib pada produk kopi instan memiliki
dampak positif seperti peningkatan daya saing terutama terhadap kopi impor yang
tidak memenuhi standar. Selain itu, dengan diwajibkannya penerapan SNI pada kopi
instan, jumlah perusahaan yang berpartisipasi dalam menerapkan standar akan
mengalami peningkatan sehingga dapat menjamin aspek K3L pada proses produksi
kopi instan di dalam negeri.
c. Produk Mainan
SNI untuk mainan anak telah diberlakukan wajib sejak tahun 2013 melalui
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 24/M-IND/PER/4/2013 yang kemudian
direvisi dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 55/M-IND/PER/11/2013.
Pemberlakuan SNI wajib untuk mainan anak bertujuan untuk meningkatkan daya
saing mainan anak produk lokal terhadap mainan mainan impor yang tidak
memenuhi standar. selain itiu, tujuan lainnya adalah melindungi konsumen dari
mainan anak yang memang mayoritas anak anak, dari produk yang tidak
memenuhi standar keamanan dan kesehatan.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 46
Tabel 4.6 Pilihan Kebijakan oleh Pelaku usaha Produk Mainan Anak
Berdasarkan Kriteria
SNI Wajib
1. Kemudahan memenuhi persyaratan standar (peralatan
teknis, SDM dan infrastruktur pendukung) Setuju
2. Kemudahan proses sertifikasi/pengujian (prosedur sertifikasi,
biaya, waktu pengurusan, konsultansi)
Setuju
3. Tingkat kepercayaan konsumen (lebih tinggi) (rendahnya
komplain, pemesanan berulang)
Sangat setuju
4. Daya saing thd produk sejenis (kualitas produk, harga
produk)
Setuju
5. Kepedulian (awareness) pengusaha (banyak pesaing lebih
peduli, standar pendukung daya saing)
Sangat setuju
6. Kepedulian konsumen (produk harus berstandar, pelaporan
oleh konsumen)
Agak setuju
7. Pengawasan yang lebih mudah (pelabelan, komposisi bahan,
MKG)
Sangat setuju
8. Lembaga pendukung (Lab uji, LSPro) (jumlah memadai,
kapasitas, kapabilitas)
Setuju
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pelaku usaha mainan anak di
dalam negeri, secara umum mayoritas pelaku usaha setuju dengan pemberlakuan
SNI mainan anak secara wajib. Dari beberapa kriteria dari penerapan standar,
pemberlakuan SNI wajib untuk mainan anak didukung oleh tingkat kepedulian
konsumen akan produk mainan yang berstandar. Selain itu, pelaku usaha juga
beranggapan bahwa saat ini banyak pelaku usaha yang sudah peduli dengan
penerapan standar dengan tujuan meningkatkan daya saing produknya. Oleh karena
itu, opsi penerapan SNI wajib untuk mainan anak menjadi pilihan utama bagi
mayoritas pelaku usaha mainan anak di dalam negeri, dengan tujuan utama untuk
meningkatkan daya saing serta penguatan pasar dalam negeri.
Dari sisi pengawasan, penerapan SNI wajib untuk mainan anak akan
memudahkan pihak pengawas untuk melakukan pengawasan terhadap produk
mainan yang tidak memenuhi standar. Dengan demikian, dengan adanya penerapa
SNI Wajib untuk produk mainan anak bisa menjadi filter terhadap produk maianan
anak yang tidak memenuhi standar.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 47
Tabel 4.7 Perkiraan Manfaat Biaya untuk Opsi 3 Penerapan SNI Wajib
Penerapan SNI Wajib
Benefit Penjualan meningkat TIDAK
Product image meningkat YA
Akses pasar meningkat TIDAK
Cost Biaya sertifikasi mahal YA
biaya: 7 - 10 juta; 50 juta
Mudah dalam memenuhi persyaratan sertifikasi YA
Biaya pemenuhan standar mahal YA
Impact Daya saing meningkat TIDAK
Partisipasi perusahaan tinggi dalam menerapkan
standar YA
K3L terjamin YA
Terkait dengan aspek biaya dan manfaat, penerapan SNI wajib pada produk
mainan anak belum dapat memberikan mafaat bagi peningkatan daya saing
produsen mainan anak di pasar dalam negeri. Mereka masih menemui beberapa
halangan tantangan diantaranya adalah masih belum meningkatnya penjualan
secara signifikan dengan penerapan SNI Wajib.
Kemampuan untuk melakukan penetrasi pasar di dalam negeri juga belum
meningkat, meskipun mereka mengakui bahwa dengan penerapan SNI Wajib,
product image yang dijualnya meningkat. Sementara itu di sisi lain, perusahaan
dalam industry mainan anak masih menghadapi kendala yang menurut mereka
adalah masih tingginya biaya pengurusan sertifikasi dan pemenuhan standar yang
mahal. Memang, pada satu sisi mahalnya biaya sertifikasi dan pemenuhan standar
bersifat relative antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya, namun perlu
diketahui bahwa banyak dari produsen mainan anak yang merupakan usaha kecil
dan menengah yang menganggap biaya-biaya tersebut sebagai tambahan/beban
tambahan yang harus ditanggungnya.
Ketidakmampuan untuk melakukan penetrasi di pasar dalam negeri yang bisa
dilihat dari tidak signifikannya peningkatan penjualan mereka juga tidak terlepas dari
adanya produk mainan anak lain yang berasal dari luar negeri. Produk impor ini
bahkan sebagian merupakan produk yang tidak ber-SNI yang beredar di pasar
dalam negeri (Republika, 2015). Meskipun sudah diterapkan kebijakan penerapan
SNI Wajib untuk produk mainan anak, akan tetapi masih dijumpai produk mainan
anak impor yang tidak ber-SNI. Hal ini tentu saja merugikan produse mainan anak di
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 48
dalam negeri. Pengawasan barang beredar khususnya untuk produk mainan anak
mutlak harus ditingkakan.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan, 2015 49
BAB V
PENERAPAN SNI DAN PENGARUH TIDAK LANGSUNG
BAGI PENINGKATAN EKSPOR
5.1. Deskripsi Hubungan Standar dan Daya Saing
Standar mempunyai kaitan erat dengan kemampuan daya saing suatu produk
yang dihasilkan oleh industri/perusahaan di suatu negara(Henson et al., 2002; Jaffee
dan Henson, 2004). Daya saing ini bisa dilihat dari kemampuan produk tersebut
untuk bersaing di pasar ekspor (internasional) maupun kemampuan daya saing
produk yang bersangkutan di pasar dalam negeri.
Untuk pasar dalam negeri, standar juga mempunyai kaitan dengan upaya
perlindungan konsumen di dalam negeri dari produk yan