Author
lamcong
View
241
Download
1
Embed Size (px)
PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN
KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2014
LAPORAN AKHIR
KAJIAN PENGAWASAN BARANG YANG BEREDAR DI DAERAH PERBATASAN
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga laporan Kajian Pengawasan Barang yang
Beredar di Daerah Perbatasan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang
sudah ditentukan. Perlindungan konsumen merupakan syarat pendukung dalam
mewujudkan perekonomian yang sehat melalui keseimbangan antara
perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha. Dalam upaya
melindungi konsumen, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Perdagangan RI Nomor 20/M-DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata
cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa. Upaya meningkatkan pengawasan
terhadap barang beredar pada dasarnya harus dilaksanakan di seluruh wilayah
Republik Indonesia, termasuk di wilayah perbatasan. Kajian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan pengawasan barang dan sekaligus menganalisis kinerja
pengawasan khususnya di daerah perbatasan.
Dalam rangka mendukung peningkatan pengawasan barang beredar
khususnya di perbatasan, hasil kajian ini merekomendasikan perlu disusun
Standar Pelayanan Minimum (SPM), mengusulkan dana alokasi khusus (DAK)
dan dana dekonsentrasi, kerjasama dengan pihak kepabeanan, karantina, dan
keamanan dalam bentuk nota kesepahaman (MoU), dan memajukan peran
Kementerian Perdagangan dalam menyediakan bahan kebutuhan pokok yang
lebih baik dan terjamin bagi masyarakat daerah perbatasan.
Disadari bahwa hasil Kajian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
diharapkan sumbangan pemikiran dari para pembaca sebagai bahan
penyempurnaan lebih lanjut. Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima
kasih kepada semua pihak, yang secara langsung maupun tidak langsung telah
membantu penyelesaian laporan ini. Semoga laporan ini bisa bermanfaat.
Jakarta, September 2014
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan ii
ABSTRAK
Perlindungan konsumen adalah salah satu syarat pendukung dalam mewujudkan perekonomian yang sehat melalui perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha. Dalam upaya melindungi konsumen, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan, telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 20/M-DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa. Upaya meningkatkan pengawasan terhadap barang beredar sebagai upaya mewujudkan perlindungan konsumen yang optimal pada dasarnya harus dilaksanakan di seluruh wilayah Republik Indonesia termasuk di wilayah perbatasan. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan pengawasan barang dan sekaligus menganalisis kinerja pengawasan khususnya di daerah perbatasan. Dengan menggunakan Kerangka Input-Proses-Output, hasil penelitian menunjukkan bahwa pengawasan barang beredar di daerah perbatasan belum dilaksanakan secara optimal dan kinerja pengawasan barang di daerah perbatasan belum berjalan dengan baik yang disebabkan Sumber daya manusia (SDM) pengawasan yang dimiliki daerah perbatasan masih terbatas atau hanya sebanyak 50% dari kebutuhan, proporsi anggaran untuk pengawasan masih relatif kecil yaitu rata-rata sebesar 9% dari total anggaran Dinas, dan minimnya sarana transportasi untuk mendukung pelaksanaan pengawasan.
Kata kunci: Pengawasan Barang Beredar, Permendag Nomor 20/M-
DAG/PER/5/2009, Kerangka Input-Proses-Output.
ABSTRACT
Consumer protection is a designated instrument to support the development of efficient and equitable economies that ensure the rights of consumers as well as entrepreneurs. In this regard, the Ministry of Trade has issued Minister Regulation of Trade Number 20/M-DAG/PER/5/2009 concerning Provisions and Procedure of Goods and/or Service Control. The implementation of that regulation is mandatory in Indonesian territory, including in the border area with neighboring countries. This research is aimed to describe the procedure of goods control as well as analyze its performance in border area. By performing the Input Output Framework, the research result shows that the procedure of goods control in border area is not optimally implemented with poor performance. The main factors are the lack of human resources which only fulfill the half of the necessity, the small proportion of provincial budget off which only 9% is allocated for goods control purpose, and poor supporting facilities and infrastructures.
Kata kunci: Surveillance on circulated goods, Pengawasan Barang Beredar,
Minister Regulation of Trade Number 20/M-DAG/PER/5/2009, Input-Process-Output Framework.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
ABSTRAK ........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah ....................................................................... 3 1.3. Tujuan ......................................................................................... 3 1.4. Keluaran ...................................................................................... 4 1.5. Dampak ....................................................................................... 4 1.6. Ruang Lingkup ............................................................................ 4 1.7. Sistematika Laporan .................................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR ......................... 7 2.1. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 7 2.2. Kerangka Berpikir ...................................................................... 13
BAB III. METODE PENGKAJIAN .................................................................... 17 3.1. Metode Analisis ......................................................................... 17 3.2. Responden Kajian ..................................................................... 22 3.3. Lokasi Kajian ............................................................................. 22 3.4. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data ............................ 23
BAB IV. PROFIL PERDAGANGAN BARANG BEREDAR DI DAERAH PERBATASAN ................................................................................... 24 4.1. Profil Perdagangan di Daerah Perbatasan ................................ 24 4.2. Profil Perdagangan Kabupaten Nunukan ................................... 26
4.2.1. Gambaran Perdagangan Kabupaten Nunukan ............. 29 4.2.2. Gambaran Barang Beredar di Kabupaten Nunukan ...... 31 4.2.3. Pelaksanaan Pengawasan Barang Beredar .................. 34
4.3. Profil Perdagangan Kabupaten Malinau .................................... 39 4.3.1. Gambaran Perdagangan di Kabupaten Malinau............ 40 4.3.2. Pelaksanaan Pengawasan Barang Beredar .................. 45
4.4. Profil Perdagangan Kabupaten Sanggau ................................... 47 4.4.1. Gambaran Perdagangan di Kabupaten Sanggau .......... 47 4.4.2. Pelaksanaan Pengawasan Barang Beredar .................. 53
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan iv
4.5. Profil Perdagangan Kabupaten Bengkayang ............................. 55 4.5.1. Gambaran perdagangan di Kabupaten Bengkayang ..... 56 4.5.2. Pelaksanaan pengawasan barang yang beredar .......... 63
BAB V. PELAKSANAAN PENGAWASAN BARANG BEREDAR DI DAERAH PERBATASAN ................................................................... 65 5.1. Pelaksanaan Pengawasan Barang Beredar di Daerah
Perbatasan ................................................................................ 65 5.1.1. Kabupaten Nunukan ..................................................... 67 5.1.2. Kabupaten Malinau ....................................................... 69 5.1.3. Kabupaten Sanggau ..................................................... 69 5.1.4. Kabupaten Bengkayang ................................................ 71 5.1.4. Provinsi Kalimantan Timur ............................................ 71
5.2. Kinerja Pengawasan Barang Beredar ........................................ 73 5.2.1. Proporsi Barang Sesuai Parameter ............................... 73 5.2.2. Sumberdaya Pengawasan Barang Beredar .................. 75 5.2.3. Hasil Analisis ANOVA ................................................... 78
BAB VI. UPAYA PENINGKATAN PENGAWASAN BARANG BEREDAR DI DAERAH PERBATASAN .............................................................. 83 6.1. Permasalahan Dalam Pengawasan Barang Beredar Di
Daerah Perbatasan ................................................................... 83 6.1.1. Permasalahan Pelaksanaan ............................................ 89 6.1.2. Permasalahan Kinerja ..................................................... 91
6.2. Upaya Peningkatan Pengawasan .............................................. 91
BAB VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................ 97 7.1. Kesimpulan................................................................................ 97 7.2. Rekomendasi Kebijakan ............................................................ 98
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 100
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan v
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Sumber informasi, jenis data, metode pengumpulan, dan alat analisis .......................................................................................... 21 Tabel 3.2. Responden/narasumber dan jumlah sampel ................................. 22 Tabel 4.1. Gambaran umum di daerah kajian ................................................ 25 Tabel 4.2. Populasi dan Ibukota Kabupaten di Kalimantan Utara ................... 27 Tabel 4.3. Profil Ringkas Kabupaten Nunukan Tahun 2013 ........................... 28 Tabel 4.4. Neraca Perdagangan Kabupaten Nunukan,Tahun 2010-2012 ...... 30 Tabel 4.5. Rekapitulasi Perdagangan Lintas Batas Kabupaten Nunukan
Tahun 2012 dan 2014 ................................................................... 31 Tabel 4.6. Barang Beredar dan Sumbernya (Bahan Pokok) ........................... 32 Tabel 4.7. Barang Beredar dan Sumbernya (Barang SNI) ............................. 33 Tabel 4.8. Perhitungan Kebutuhan Hari Pengawasan Minimal ....................... 50 Tabel 4.9. Bahan Pokok yang Beredar Berdasarkan Sumbernya (Malinau) ....................................................................................... 39 Tabel 4.10. Bahan Pokok yang Beredar Berdasarkan Sumbernya (Sanggau) ..................................................................................... 50 Tabel 4.11. Bahan bangunan dan elektronik yang beredar berdasarkan sumbernya ................................................................................... 52 Tabel 4.12. Barang Kebutuhan Pokok yang Beredar di Bengkayang dan Sumbernya ........................................................................... 58 Tabel 4.13. Bahan Bangunan yang Beredar di Kabupaten Bengkayang
dan Sumbernya ........................................................................... 60 Tabel 4.14. Barang Elektronik dan Alat Listrik yang Beredar di Kabupaten Bengkayang dan Sumbernya ........................................................ 62 Tabel 5.1. Gambaran sumberdaya pengawasan barang beredar ................... 65 Tabel 5.2. Pelaksanaan mekanisme pengawasan barang di daerah survey ........................................................................................... 66 Tabel 5.3. Gambaran Rasio proporsi barang sesuai parameter di daerah perbatasan ..................................................................................... 74 Tabel 5.4. Gambaran sumberdaya pengawasan barang beredar .................... 76 Tabel 5.5. Gambaran SDM dan Anggaran Pengawasan Barang Di Daerah Survey ............................................................................................ 77 Tabel 5.6. Rekap Hasil Pengujian Beda Rata-Rata Anova .............................. 80 Tabel 5.7. Kesimpulan .................................................................................... 81
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1. Mekanisme pengawasan barang beredar dan jasa ..................... 15 Gambar 2. 2. Kerangka berpikir pelaksanaan kajian ......................................... 16 Gambar 3. 1. Pendekatan pelaksanaan kajian .................................................. 19 Gambar 4. 1. Peta Kalimantan Utara ................................................................ 26 Gambar 4. 2. Struktur perekonomian Kabupaten Nunukan Tahun 2013 ........... 29 Gambar 4. 3. Proporsi Barang Beredar Menurut Sumber Barang ..................... 31 Gambar 4. 4. Nilai Barang Beredar (Bahan Pokok)........................................... 32 Gambar 4. 5. Nilai Barang Beredar (Barang SNI) ............................................. 33 Gambar 4. 6. Struktur Organisasi Disperindagkop UMKM Kab. Nunukan ......... 34 Gambar 4. 7. Alur Perdagangan Lintas Batas di Kecamatan Kayan Hulu ......... 41 Gambar 4. 8. Alur Perdagangan Barang Dari Perbatasan Ke Kabupaten Malinau ....................................................................................... 42 Gambar 4. 9. Proporsi Barang Beredar Menurut Sumber Barang ..................... 44 Gambar 4.10. Nilai Bahan Pokok Yang Beredar ................................................ 45 Gambar 4.11. Peta Kabupaten Sanggau ........................................................... 47 Gambar 4.12. Proporsi Barang Beredar Menurut Sumber Barang ..................... 49 Gambar 4.13. Nilai Bahan Pokok yang Beredar ................................................. 51 Gambar 4.14. Nilai Barang Elektronik yang Beredar .......................................... 53 Gambar 4.15. Proporsi Asal Barang yang Beredar ............................................ 57 Gambar 4.16. Nilai Barang Kebutuhan Pokok yang Beredar di Kecamatan Jagoi Babang Menurut Jumlah Total........................................... 59 Gambar 4.17. Nilai Bahan Bangunan dan Elektronik yang Beredar di Kecamatan Jagoi Babang Menurut Jumlah Total ........................ 61 Gambar 6.1. Urutan Barang Beredar Menurut Margin Penjualan di Nunukan dan Malinau ................................................................. 84 Gambar 6. 2. Cara Merembesnya Barang Negara Tetangga ke Wilayah Indonesia .................................................................................... 85 Gambar 6. 3. Jenis Barang Beredar di Perbatasan ........................................... 86 Gambar 6. 4. Cara Merembesnya Barang Negara Tetangga ke Wilayah Indonesia .................................................................................... 85 Gambar 6. 5. Area Pemerikasaan Barang Pelabuhan Tunon Taka Nunukan.... 85 Gambar 6. 6. Rangkaian Upaya Mendorong Peningkatan Pengawasan ........... 93
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perlindungan konsumen merupakan salah satu syarat pendukung
dalam mewujudkan perekonomian yang sehat melalui keseimbangan antara
perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha. Idealnya,
perlindungan konsumen yang diberikan kepada masyarakat haruslah bersifat
preventif, yaitu perlindungan sebelum konsumen mengalami kerugian akibat
mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang beredar di pasar baik dari yang
berasal dari dalam negeri maupun yang diimpor dari luar negeri. Dalam
upaya melindungi konsumen, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan,
telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 20/M-
DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata cara Pengawasan Barang
dan/atau Jasa. Upaya meningkatkan pengawasan terhadap barang beredar
sebagai upaya mewujudkan perlindungan konsumen yang optimal seperti
tersebut diatas, pada dasarnya harus dilaksanakan di seluruh wilayah
Republik Indonesia, termasuk di wilayah perbatasan.
Pengamatan terhadap permasalahan perdagangan di perbatasan1,
secara umum menunjukkan pentingnya peningkatan pemenuhan kebutuhan
bagi masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan dan indikasi perlunya
peningkatan pengawasan terhadap barang beredar di daerah perbatasan.
Berdasarkan laporan hasil pelaksanaan pengawasan daerah perbatasan di
Kabupaten Nunukan ditemukan produk-produk yang tidak memiliki SNI
seperti pupuk, garam, tepung terigu, dan ban sepeda motor, padahal produk-
produk tersebut sudah diberlakukan SNI wajib. Selain menemukan produk
yang tidak memenuhi SNI, juga ditemukan produk-produk yang tidak layak
1 Hasil kajian Pusat Kajian Perdagangan Luar Negeri (2012), dan Hasil paparan
Asisten Teritorial Kodam VII dan XII (2013).
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 2
untuk dijual karena kemasannya rusak, kadaluarsa, dan barang elektronik
yang tidak memiliki kartu garansi dan panduan manual dalam bahasa
Indonesia (Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementerian
Perdagangan, 2012). Pelanggaran lain yang terjadi di wilayah perbatasan
khususnya antara Indonesia dan Malaysia yaitu banyak ditemukannya tabung
elpiji yang digunakan di daerah perbatasan tidak sesuai dengan SNI karena
tabung elpiji tersebut berasal dari Malaysia (www.kompas.com, 2013). Selain
itu pada tahun 2013 terdapat 26 kasus pelanggaran ketentuan dalam
Undang-undang Perlindungan Konsumen pada komoditi gula yang beredar di
daerah perbatasan tidak memenuhi unsur keselamatan, keamanan,
kesehatan dan lingkungan (www.pontianak.tribunnews.com, 2013). Dengan
demikian upaya pengawasan barang beredar di daerah perbatasan
seharusnya dilakukan lebih ketat karena daerah perbatasan relatif lebih
terbuka terhadap lalu lintas barang dari negara tetangga, sehingga potensi
untuk menerima barang yang berkualitas buruk (tidak memenuhi standar),
merugikan konsumen (karena ketiadaan purna jual, ketidaktepatan
pengukuran), atau berbahaya menjadi lebih besar.
Permasalahan dalam pelaksanaan pengawasan barang beredar di
daerah perbatasan cukup kompleks antara lain: keterbatasan jumlah SDM
pengawas (PPBJ dan PPNS-PK), ketersediaan anggaran, dan kecukupan
sarana pengujian barang serta lemahnya koordinasi dari instansi/lembaga
terkait. Dalam kerangka daerah perbatasan, permasalahan ini diperluas
dengan masalah hambatan geografis, kedekatan dengan sumber barang dari
negara tetangga (kemungkinan penduduk perbatasan berbelanja ke negara
tetangga) yang mudah diakses oleh masyarakat baik dari sisi harga yang
lebih murah maupun dari sisi kualitas yang relatif lebih baik, dan kurangnya
tingkat pemenuhan barang kebutuhan masyarakat oleh pasar dalam negeri.
Keseluruhan hal tersebut diduga akan membuat ragam barang yang beredar
di daerah perbatasan relatif berbeda dengan yang beredar di daerah bukan
perbatasan. Hal ini akan berpotensi membahayakan konsumen karena jenis-
http://www.kompas.com/http://www.pontianak.tribunnews.com/
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 3
jenis barang barang yang beredar tersebut dikhawatirkan tidak mengandung
unsur keamanan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan (K3L) atau
banyaknya barang beredar di daerah tersebut mengidikasikan tidak
memenuhi ketentuan yang berlaku (standar, label dan Manual Kartu
Garansi/MKG).
Gambaran terhadap karakteristik dan permasalahan peredaran barang
di daerah perbatasan ini belum dipaparkan secara jelas. Selain itu juga hasil
kajian yang dapat dijadikan sebagai literatur belum menemukan kajian awal
mengenai pengawasan barang beredar di daerah perbatasan yang
mencukupi, padahal kajian-kajian ini penting sebagai sumber informasi untuk
menyusun upaya peningkatan pengawasan barang beredar dalam rangka
perlindungan konsumen yang lebih baik di daerah perbatasan. Berdasarkan
hal tersebut, maka dirasa perlu untuk melakukan kajian yang lebih mendalam
terhadap pelaksanaan pengawasan barang di daerah perbatasan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka kajian pengawasan barang
yang beredar di daerah perbatasan penting untuk dilakukan guna menjawab
beberapa permasalahan terkait dengan aspek pengawasan yaitu
implementasi pengawasan terhadap barang beredar di daerah perbatasan
yang masih lemah, serta belum teridentifikasinya karakteristik dan
permasalahan dalam pelaksanaan pengawasan barang yang beredar di
daerah perbatasan.
1.3. Tujuan
Sejalan dengan permasalahan kajian tersebut diatas, maka tujuan
kajian ini adalah:
a. Mendeskripsikan pelaksanaan pengawasan barang di daerah perbatasan;
b. Menganalisis kinerja pengawasan barang di daerah perbatasan; dan
c. Merumuskan usulan kebijakan pengawasan barang di daerah
perbatasan.
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 4
1.4. Keluaran
a. Deskripsi pelaksanaan pengawasan barang di daerah perbatasan;
b. Hasil analisis kinerja pengawasan barang di daerah perbatasan; dan
c. Rumusan usulan kebijakan pengawasan barang di daerah perbatasan.
1.5. Dampak
a. Pemerintah: Meningkatnya pengawasan barang beredar di daerah
perbatasan sebagai unsur perlindungan konsumen.
b. Pedagang: Terlindunginya pedagang dari persaingan dengan barang yang
tidak memenuhi standar/merugikan/berbahaya.
c. Masyarakat/Konsumen: Terlindunginya konsumen di kawasan perbatasan
dari barang-barang yang berpotensi melanggar unsur Keamanan,
Keselamatan, Kesehatan, dan Lingkungan (K3L).
1.6. Ruang Lingkup
a. Kajian hanya membahas permasalahan pada barang beredar.
b. Barang yang menjadi objek kajian adalah kelompok jenis barang yang
beredar pada tingkat pengecer di kawasan perbatasan. Parameter
pengawasan dibatasi pada ketentuan penerapan SNI (wajib), label
berbahasa Indonesia dan Manual Kartu Garansi (MKG).
c. Aspek Kebijakan: Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 20/M-
DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang
dan/atau Jasa
d. Daerah Kajian: Kajian dilakukan di Kawasan perbatasan darat antara
Kalimantan dengan Malaysia, yaitu di Provinsi Kalimantan Barat (Kab.
Sanggau dan Kab. Bengkayang), Provinsi Kalimantan Utara (Kab.
Nunukan dan Kab. Malinau) dan Provinsi Kaimantan Timur. Pertimbangan
pemilihan daerah karena memiliki volume perdagangan lintas batas
melalui darat yang relatif lebih besar dibanding daerah perbatasan di
provinsi lain (Nusa Tenggara Timur dan Papua). Selain itu, beberapa
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 5
daerah dikedua propinsi ini memiliki neraca perdagangan yang defisit
(impor lebih besar dari ekspor) (Puska PLN, 2012).
e. Responden Kajian: Responden kajian adalah Pedagang (pengecer),
Masyarakat/Pelintas Batas, dan narasumber dari Dinas Perdagangan
(Provinsi dan Kabupaten), Petugas Pengawas Barang Beredar, Direktorat
Pengawasan Barang Beredar dan Jasa, serta instiansi lain yang
mendukung pelaksanaan pengawasan barang beredar.
1.7. Sistematika Laporan
Laporan kajian ini terdiri dari 7 (tujuh) Bab, sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan. Bab ini mendeskripsikan latar belakang, rumusan
masalah, tujuan, output, dampak dan ruang lingkup analisis yang
dilakukan.
BAB II : Tinjauan Pustaka dan Kerangka Berpikir. Bab ini menjelaskan
kerangka berpikir dalam pengkajian dan tinjauan literatur yang
akan digunakan sebagai referensi dalam kajian ini meliputi Definisi
daerah perbatasan, Pengawasan barang beredar di daerah
perbatasan, dan Permendag pengawasan.
BAB III : Metode Pengkajian. Bab ini menjelaskan metode yang digunakan
dalam kajian ini untuk memperoleh data dan informasi yang
dibutuhkan untuk menjawab tujuan kajian meliputi metode analisis,
lokasi penelitian dan responden, serta sumber data dan teknik
pengumpulan data.
BAB IV : Profil Perdagangan Barang yang Beredar Di Daerah
Perbatasan. Bab ini akan menggambarkan profil daerah
perbatasan yang ada di daerah kajian, serta informasi mengenai
jenis barang yang beredar, barang-barang yang dihasilkan, keluar
(diekspor), dan masuk (diimpor) ke daerah kajian.
BAB V : Pelaksanaan Pengawasan Barang Beredar di Daerah
Perbatasan. Pada bab ini akan digambarkan proses perencanaan,
Puska Dagri, BP2KP, Kementerian Perdagangan 6
pelaksanaan, dan pelaporan hasil pengawasan barang di kawasan
perbatasan dan kesesuaiannya dengan mekanisme pengawasan
barang menurut Permendag 20/2009, sumber daya yang dimiliki
dan dibutuhkan untuk melakukan pengawasan tersebut, dan
gambaran sejauh mana pengawasan barang beredar telah
dilakukan serta hasilnya.
BAB VI : Upaya Peningkatan Pengawasan Barang Beredar di Daerah
Perbatasan. Pada bab ini akan dilakukan sintesis dari hasil-hasil
bab IV dan V, untuk menyusun rekomendasi strategi Peningkatan
Pengawasan Barang Beredar di Daerah Perbatasan darat.
BAB VII : Kesimpulan dan Rekomendasi. Bab ini memberikan kesimpulan
hasil pengkajian dan rekomendasi.
7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
2.1. Tinjauan Pustaka
a. Kondisi Daerah Perbatasan
Daerah perbatasan, menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008
tentang Wilayah Negara, adalah bagian dari Wilayah Negara yang terletak
pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain,
dalam hal Batas Wilayah Negara di darat, Kawasan Perbatasan berada di
kecamatan.
Kawasan/Daerah perbatasan Indonesia terdiri dari perbatasan darat
yang berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua Nugini
(PNG), dan Timor Leste serta perbatasan laut yang berbatasan dengan 10
negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina,
Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini (PNG).
Setiap kawasan perbatasan memiliki ciri khas masing-masing, dengan
potensi yang berbeda antara satu kawasan dan kawasan lainnya. Potensi
yang dimiliki oleh kawasan perbatasan yang bernilai ekonomis cukup besar
adalah potensi sumberdaya alam (hutan, tambang dan mineral, serta
perikanan dan kelautan) yang terbentang di sepanjang dan sekitar kawasan
perbatasan. Sebagian besar dari potensi sumberdaya alam tersebut belum
dikelola, dan sebagian lagi merupakan kawasan konservasi atau hutan
lindung yang memiliki nilai sebagai world heritage yang perlu dijaga dan
dilindungi (Ikhwan, 2009).
1). Kawasan Perbatasan Darat
Kawasan perbatasan darat Indonesia berada di 3 (tiga) pulau, yaitu
Pulau Kalimantan, Papua, dan Pulau Timor, serta tersebar di 4 (empat)
provinsi, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua, dan NTT. Setiap
kawasan perbatasan memiliki kondisi yang berbeda satu sama lain. Kawasan
8
perbatasan di Kalimantan berbatasan dengan Negara Malaysia yang
masyarakatnya lebih sejahtera. Kawasan perbatasan di Papua
masyarakatnya relatif setara dengan masyarakat PNG, sementara dengan
Timor Leste kawasan perbatasan Indonesia masih relatif lebih baik dari segi
infrastruktur maupun tingkat kesejahteraan masyarakatnya.
2). Kawasan Perbatasan Darat di Kalimantan
Pulau Kalimantan memiliki kawasan perbatasan dengan Malaysia di 8
(delapan) kabupaten yang berada di wilayah Kalimantan Barat dan
Kalimantan Timur. Wilayah Kalimantan Barat berbatasan langsung dengan
wilayah Sarawak sepanjang 847,3 yang melintasi 98 desa dalam 14
kecamatan di 5 kabupaten, yaitu Kabupaten Sanggau, Kapuas Hulu,
Sambas, Sintang, dan Kabupaten Bengkayang. Wilayah Kalimantan Utara
berbatasan langsung dengan wilayah Sabah sepanjang 1.035 kilometer
yang melintasi 256 desa dalam 9 kecamatan dan 3 kabupaten yaitu di
Nunukan, Kutai Barat, dan Kabupaten Malinau.
Dari kelima kabupaten di Kalimantan Barat dan tiga kabupaten di
KalimantanUtara, hanya terdapat 3 (tiga) pintu perbatasan (border gate)
resmi, yaitu di Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Bengkayang di
Kalimantan Barat, serta Kabupaten Nunukan di Kalimantan Timur. Kabupaten
Sanggau dan Nunukan memiliki fasilitas Custom, Imigration, Quarantine, and
Security (CIQS) dengan kondisi yang relatif baik, sedangkan fasilitas CIQS di
tempat lainnya masih sederhana serta belum didukung oleh aksesibilitas
yang baik karena kondisi jalan yang buruk.
Kawasan perbatasan daerah lain seperti di Kabupaten Sintang,
Sambas, Kapuas Hulu, Malinau dan Kutai Barat masih belum memiliki pintu
perbatasan resmi dan masih dalam tahap pembangunan. Sesuai
kesepakatan dengan pihak Malaysia dalam forum Sosek Malindo,
sebenarnya telah disepakati pembukaan beberapa pintu perbatasan secara
9
bertahap di beberapa kawasan perbatasan di Kabupaten Kapuas Hulu,
Sambas, Sintang dan Bengkayang.
Namun demikian, masyarakat di sekitar perbatasan sudah
menggunakan pintu-pintu perbatasan tidak resmi sejak lama sebagai jalur
hubungan tradisional dalam rangka kekeluargaan atau kekerabatan. Pos-pos
keamanan dan pertahanan yang tersedia di sepanjang jalur tradisional
tersebut masih sangat terbatas, demikian pula dengan kegiatan patroli
keamanan yang masih menghadapi kendala berupa minimnya sarana dan
prasarana transportasi.
Potensi sumberdaya alam kawasan perbatasan di Kalimantan cukup
besar dan bernilai ekonomi sangat tinggi, terdiri dari hutan produksi
(konversi), hutan lindung, dan danau alam yang dapat dikembangkan
menjadi daerah wisata alam (ekowisata) serta sumberdaya laut yang ada di
sepanjang perbatasan laut Kalimantan Timur maupun Kalimantan Barat.
Beberapa sumberdaya alam tersebut saat ini berstatus taman nasional dan
hutan lindung yang perlu dijaga kelestariannya seperti Cagar Alam Gunung
Nyiut, Taman Nasional Bentuang Kerimun, Suaka Margasatwa Danau
Sentarum di Kalimantan Barat, serta Taman Nasional Kayan Mentarang di
Kalimantan Timur.Saat ini beberapa areal hutan tertentu yang telah
dikonversi tersebut berubah fungsi menjadi kawasan perkebunan yang
dilakukan oleh beberapa perusahaan swasta nasional bekerjasama dengan
perkebunan Malaysia.
Seiring dengan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di
kawasan tersebut, maka berbagai kegiatan ilegal telah terjadi seperti
pencurian kayu atau penebangan kayu liar (illegal logging) yang dilakukan
oleh oknum-oknum di negara tetangga bekerjasama dengan masyarakat
Indonesia. Kegiatan penebangan kayu secara liar oleh orang-orang
Indonesia ini dipicu oleh kemiskinan dan rendahnya tingkat kesejahteraan
masyarakat di sekitar perbatasan, serta lemahnya pengawasan dan
penegakan hukum di kawasan tersebut.
10
b. Kebijakan Pengawasan
Kewenangan pengawasan barang dan atau jasa yang beredar di pasar
dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-
Undang Perlindungan Konsumen. Pengawasan tidak mengenal dimensi
tempat yang artinya pengawasan berlaku di seluruh wilayah Indonesia tanpa
terkecuali termasuk pengawasan perdagangan di wilayah perbatasan.
Perdagangan di perbatasan berrkan Undang-undang Perdagangan N0 7
tahun 2014 adalah Perdagangan yang dilakukan oleh warga negara
Indonesia yang bertempat tinggal di daerah perbatasan Indonesia dengan
penduduk negara tetangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk itu,
Pemerintah melalui kementerian teknis mempunyai kewenangan untuk
melakukan pengawasan perdagangan diperbatasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya masing-masing. Kementerian Perdagangan melakukan
pengawasan barang beredar dan atau jasa yang beredar di pasar
berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 20/M-
DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata cara Pengawasan Barang
dan/atau Jasa. Pengawasan barang beredar dan jasa selama ini dilakukan
oleh Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa. Pengawasan di
daerah perbatasan dilaksanakan dengan memperhatikan parameter
pengawasan khususnya: standar, label, dan Manual Kartu Garansi (MKG).
Pengawasan terhadap barang produksi dalam negeri dilaksanakan dengan
memperhatikan label berbahasa Indonesia yang diatur dalam Peraturan
Menteri Perdagangan RI Nomor 67/M-DAG/PER/11/2013 tentang Kewajiban
Pencantuman Label Dalam Bahasa Indonesia Pada Barang, dan memiliki
SPPT SNI (Sertifikasi Produk Pengguna Tanda SNI) dari lembaga sertifikasi
produk (LS Pro) serta Surat Pendaftaran Barang (SPB) dan Surat Nomor
Pendaftaran barang (NPB). Sedangkan untuk barang impor, selain
mencantumkan persyarat seperti yang diatur untuk produk dalam negeri juga
harus mencantumkan Nomor Registrasi produk (NPB). SPB (Surat
11
Pendaftaran Barang). Pengawasan tersebut mengacu pada Petraturan
Menteri Perdagangan RI Nomor 14/M-DAG/PER/3/2007 tentang
Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional
Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan,
serta Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 67/M-DAG/PER/11/2013
tentang Pencantuman Label Bahasa Indonesia Pada Barang.
Jenis pengawasan yang dilaksanakan terdiri dari tiga jenis, yaitu:
pengawasan berkala yang dilakukan oleh PBBJ dan/atau PPNS-PK,
pengawasan khusus yang dilaksanakan oleh PBBJ dan PPNS-PK
merupakan tindak lanjut dari pengawasan berkala atau adanya pengaduan
dari masyarakat atau dugaan adanya tindak pidana di bidang perlindungan
konsumen, dan pengawasan terpadu yang dilakukan secara koordinatif
dengan instansi/lembaga terkait melalui Tim Pengawasan Barang Beredar
(TPBB).
c. Permasalahan Umum Perdagangan di Daerah Perbatasan
Masalah-masalah yang terjadi terkait Perdagangan di daerah
perbatasan antara Indonesia dan Malaysia antara lain (Bappenas, 2009) :
1. Terbatasnya sarana dan prasarana pada Pos LIntas Batas (PLB) seperti
keamanan, bea cukai, karantina dan imigrasi, sehingga menyebabkan
belum optimalnya pelayanan public pada wilayah ini.
2. Terjadinya Perdagangan lintas batas yang illegal. Hal ini diduga terjadi
karena jalur ekonomi dan distribusi yang menuju ke wilayah perbatasan
terhambat oleh minimnya infrastruktur.
3. Minimnya aksesibilitas daerah perbatasan, yang menyababkan wilayah
tersebut sulit terjangkau oleh kendaraan berukuran besar khususnya
perbatasan darat
Selain itu, Warta Ekspor oleh Direktorat Jenderal Pengembangan
Ekspor Nasional (2012) juga melaporkan bahwa selama ini kerjasama
perdagangan dalam fora internasional, baik itu bilateral maupun regional
12
belum mengaitkan secara optimal mengenai Perdagangan di wilayah
perbatasan, sehingga peningkatan kerjasama dan investasi di wilayah
perbatasan masih belum ada peningkatan.
d. Hasil Penelitian Sebelumnya
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri pada tahun 2012 melakukan
survey Perdagangan, khususnya ekspor impor di daerah perbatasan. Daerah
perbatasan dengan Malaysia yang menjadi daerah survey adalah Entikong,
Sambas, dan JagoiBabang di Kalimantan Barat, Nunukan, Sebatik Utara,
Sebatik Utara, Sebatik Tengah dan Krayan di Kalimantan Timur. Penelitian ini
mencatat berbagai aspek dalam transaksi ekspor impor yang dilakukan
masyarakat di daerah tersebut. Berikut adalah hasil survey, khususnya
barang-barang yang banyak diimpor dari Malaysia.
Tabel 2. 1. Barang yang diimpor dari masing-masing wilayah perbatasan
No. Pintu Perbatasan
Barang-barang utama yang diimpor
Volume (Kg)
Nilai (USD) Peranan (%)
1 Kec. Krayan, Nunukan
Bahan bakar mineral 53592 63191 31,60
Garam, belerang, kapur (Semen)
87240 25422 12,71
2 Kabupaten Nunukan
Susu, mentega, telur 560 1484 9,65
Pupuk 1670 878 5,71
3 Sebatik Tengah
Bahan bakar mineral 1040 602 39,32
Garam, belerang, tanah batu, kapur, semen
3900 231 15,09
4 Sebatik Utara Bahan bakar mineral 27923 16083 19,90
Gula dan kembang gula 26138 12737 15,76
5 Jagoi Babang, Kalbar
Gula dan kembang gula 53575 47713
Bahan bakar mineral 21036 18986
6 Kabupaten Sambas
Gula dan kembang gula 31870 41481
Lemak dan mintak hewan/nabati
7886 11305
7 Entikong Mesin/peralatan listrik 1487 13262
Daging hewan 1963 4818
Sumber: Puska Perdagangan Luar Negeri, 2012
13
Dari Tabel 2.1, dapat dilihat bahwa barang-barang yang dibeli oleh
masyarakat di daerah perbatasan dari Malaysia mayoritasnya adalah barang
kebutuhan sehari-hari seperti gula pasir, minyak nabati, bahan bakar, garam,
semen, pupuk, serta daging hewan. Hanya di Entikong yang masyarakatnya
mengimpor mesin dan peralatan listrik. Penyebab utama ketergantungan
masyarakat daerah perbatasan terhadap kebutuhan pokok dari Malaysia
adalah karena jalur distribusi ke daerah-daerah ini kondisinya kurang baik
sehingga menghambat pasokan barang-barang tersebut. Tidak seperti
daerah perbatasan yang lain, perdagangan di daerah pulau Sebatik
didominasi oleh moda transportasi air (sungai dan laut). Beberapa dermaga
tidak memiliki pos Bea dan Cukai dan kegiatan bongkar muatnya tergantung
pada waktu pasang surut air laut. Selanjutnya, di daerah Jagoi Babang yang
berbatasan langsung dengan Sarawak Malaysia Timur, tidak terdapat
pengawasan dan pencatatan yang menyebabkan rawan terjadi kegiatan yang
ilegal.
2.2. Kerangka Berpikir
Pelaksanaan pengawasan barang beredar di daerah perbatasan secara
umum sama dengan pengawasan barang yang beredar di pasar (bukan
daerah perbatasan). Barang yang beredar di pasar dalam negeri dibentuk
oleh barang-barang yang dihasilkan oleh industri dalam negeri dan barang
yang berasal dari impor. Seperti telah disebutkan dalam latar belakang,
terhadap barang-barang ini, baik dari dalam negeri maupun impor, sebelum
memasuki pasar harus melewati tahap pra-pasar terlebih dahulu untuk
memastikan produk-produk tersebut layak dikonsumsi oleh masyarakat.
Bagi barang hasil produksi dalam negeri, tahap Pra-pasar meliputi
pengurusan SPPT SNI (Sertifikasi produk pengguna tanda SNI-jika telah ada
SNI-nya), NRP (Nomor Registrasi Perusahaan), sertifikat SKPLBI (Surat
Keterangan Pencantuman Label Dalam Bahasa Indonesia) atau SPKPLBI
(Surat Pembebasan Kewajiban Pencantuman Label dalam Bahasa
14
Indonesia). Sedangkan bagi barang impor, maka tahap pra-pasar dapat
diamankan pada pengurusan SPPT SNI, SPB (Surat Pendaftaran Barang),
NPB (Nomor Pendaftaran Barang), PIB (Pemberitahuan Impor Barang), dan
pengurusan sertifikat SKPLBI atau SPKPLBI. Pengawasan pada tahap
tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 14/M-
DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan
Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan
Jasa yang Diperdagangkan, serta Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor
67/M-DAG/PER/11/2013 tentang Pencantuman Label Bahasa Indonesia
Pada Barang.
Setelah barang beredar, pemerintah juga melakukan pengawasan
barang dan jasa beredar yang dilaksanakan oleh Pemerintah, masyarakat
dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM)
sesuai Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 20/M-DAG/PER/5/2009
tentang Ketentuan dan Tata cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa.
Lingkup pengawasan barang beredar secara umum terutama meliputi: (1)
apakah barang memenuhi standar (terutama untuk barang yang telah
memiliki SNI wajib), (2) keberadaan buku petunjuk penggunaan dan kartu
jaminan/ garansi dalam bahasa Indonesia, serta (3) label dalam bahasa
Indonesia. Disamping itu pengawasan terhadap barang juga dilakukan untuk
menemukan kemungkinan beredarnya barang/jasa yang dilarang beredar di
pasar, barang/jasa yang diatur tata niaganya, perdagangan barang-barang
dalam pengawasan, dan barang yang diatur distribusinya.
15
Sumber: Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen, 2012
Gambar 2. 1. Mekanisme pengawasan barang beredar dan jasa
Berdasarkan gambaran diatas, maka dengan mengacu pada kerangka
pengawasan barang beredar di pasar maka kerangka berpikir pengkajian ini
digambarkan dalam gambar 2.2. Pengamatan pada dasarnya menggunakan
pendekatan Input-Proses-Output. Pendekatan ini dinilai mencukupi
mengingat metodologi kajian secara umum bersifat deskriptif terhadap suatu
proses yang berjalan (pengawasan barang). Pandangan terhadap sebuah
proses, secara logis memerlukan juga pandangan terhadap sisi Input dan
Output-nya sebagai sebuah kesatuan alur kegiatan.
Sejalan dengan metodologi kajian yang bersifat deskriptif, maka seluruh
informasi yang dihasilkan dideskripsikan menggunakan alat-alat statistik
deskriptif agar dapat dengan mudah dipahami besaran dan perilakunya.
Hubungan antara aspek kinerja pengawasan dan variabel-variabel yang
berasal dari aspek input pengawasan, proses pengawasan, dan lingkungan
perdagangan, dianalisis menggunakan tabel kontijensi dan uji chi-square (jika
data bersifat nominal/ordinal), atau uji ANOVA (jika data bersifat interval).
Jika diperoleh kasus perbedaan ekstrim dan menarik, maka alat analisis
inferential lainnya dapat digunakan untuk melihat kemungkinan adanya
hubungan dan kausalitas lainnya.
16
Gambar 2. 2. Kerangka berpikir pelaksanaan kajian
Perencanaan, Pelaksanaan, Pelaporan Pengawasan Barang Beredar
Estimasi proporsi barang sesuai parameter pengawasan
Jangkauan dan Hasil pengawasan barang beredar
Sumberdaya: SDM; Sarana; Anggaran; Prosedur & standar; Koordinasi Instansi pendukung
PENGAWASAN BARANG BEREDAR
Daftar produk SNI wajib
Ketentuan label dan MKG
Jumlah usaha perdagangan
Jangkauan pengawasan barang
Gambaran Pelaksanaan pengawasan barang,
Permendag; pedoman prosedur pengawasan; SPM
PROFIL LINGKUNGAN PERDAGANGAN DAERAH PERBATASAN
Pasar Daerah Perbatasan
Analisis Deskriptif untuk memaparkan data Analisis ANOVA untuk menguji keragaman
Sintesis
Kesesuaian mekanisme pengawasan dengan mekanisme baku
Keadaan dan kebutuhan sumberdaya untuk pengawasan optimal
Kinerja pengawasan barang di kawasan perbatasan saat ini
Gambaran lingkungan perdagangan di Perbatasan
Rekomendasi Kebijakan Peningkatan pengawasan barang di daerah perbatasan
Pengamatan, wawancara
Identifikasi kelompok jenis barang beredar
Daftar kelompok jenis barang
Harga patokan
Gambaran barang dari negara tetangga
Gambaran ketersediaan dan harga
Gambaran sumberdaya pengawasan
Pasokan Dalam Negeri
Barang dari Negara Tetangga
Pengamatan, wawancara
PROFIL PELAKSANAAN & MEKANISME PENGAWASAN BARANG DAERAH PERBATASAN
Hambatan, kendala, pendukung mekanisme
Pengamatan, wawancara
Faktor Lingkungan
17
BAB III. METODE PENGKAJIAN
Memperhatikan tujuan kajian, maka secara umum metodologi kajian
bersifat deskriptif yaitu akan lebih banyak upaya pengolahan data menjadi
sesuatu yang dapat diutarakan secara jelas dan tepat. Dalam keilmuan,
deskripsi diperlukan agar peneliti tidak melupakan pengalamannya dan agar
pengalaman tersebut dapat dibandingkan dengan pengalaman peneliti lain,
sehingga mudah untuk dilakukan pemeriksaan dan kontrol terhadap deskripsi
tersebut.
3.1. Metode Analisis
3.1.1. Pendekatan Pelaksanaan Kajian
Keluaran yang ingin diperoleh dari kajian adalah (1) Deskripsi
pelaksanaan pengawasan barang yang beredar di daerah perbatasan, (2)
Hasil analisis kinerja pengawasan barang di daerah perbatasan, dan (3)
Rumusan usulan kebijakan pengawasan barang di daerah perbatasan.
Keluaran pertama secara umum diperoleh melalui wawancara kepada satuan
kerja yang bertanggung jawab terhadap pengawasan barang beredar di
Kabupaten dan di daerah perbatasan yang menjadi daerah kajian.
Pengenalan terhadap pelaksanaan pengawasan barang akan dilakukan
menggunakan kerangka Input-Proses-Output, dimana kajian akan
menggambarkan proses pengawasan barang yang dilaksanakan saat ini,
mengenali dan menggambarkan sumberdaya (SDM, anggaran, sarana,
lainnya) yang terlibat sebagai input, mengukur hasil (output: jumlah sampel,
laporan, publikasi, lainnya) dari proses tersebut, dan mengenali variabel
lingkungan yang mempengaruhi alur input-proses-output tersebut.
Keluaran kedua, pengukuran kinerja pengawasan barang beredar di
daerah perbatasan, sesungguhnya juga merupakan bagian dari output
proses pengawasan. Kinerja pengawasan (akibat pra-pasar dan ketika
18
barang telah beredar di pasar) seharusnya tercermin pada tidak beredarnya
barang yang tidak sesuai dengan parameter pengawasan barang di wilayah
pengawasan. Dengan demikian, keluaran direncanakan diukur melalui
estimasi proporsi jumlah barang beredar yang tidak sesuai dengan parameter
pengawasan barang beredar (secara kasat mata saja). Estimasi
direncanakan diperoleh dari sampel pedagang/pengecer yang ada di daerah
perbatasan. Hasil estimasi ini diharapkan memberikan gambaran patokan
awal (baseline) dari kinerja pengawasan barang beredar di daerah
perbatasan.
Berdampingan dengan dua upaya tersebut diatas, kajian juga
memerlukan gambaran profil perdagangan barang di daerah perbatasan.
Informasi ini dibutuhkan untuk memberikan latar informasi kondisi daerah dan
perilaku perdagangan di daerah perbatasan. Dalam profil ini ingin
digambarkan: gambaran kelompok jenis barang yang beredar, sumber
barang, gambaran cara masuknya barang dari negara tetangga, tingkat
ketersediaan, tingkat harga relatif, neraca perdagangan, dan preferensi
masyarakat (terbatas). Informasi-informasi ini diharapkan memperkaya
aspek lingkungan yang diperoleh dari keluaran pertama. Informasi
diharapkan diperoleh dari pengamatan kepada sebaran barang dan
wawancara dengan pedagang/pengecer, serta wawancara dengan
masyarakat/ pelintas batas.
Seluruh informasi hasil gambaran input-proses-output ini, kemudian
akan dibandingkan dengan beberapa acuan seperti (1) kesesuaian
mekanisme dengan ketentuan yang ada dalam Undang-undang, peraturan
menteri perdagangan, dan peraturan turunan lainnya, (2) Standar pelayanan
minimal yang seharusnya dicapai oleh satuan kerja dalam urusan
pengawasan barang beredar, atau (3) patokan lain yang dapat ditarik dari
praktik terbaik pengawasan barang yang ada didalam atau diluar negeri.
Beberapa variabel dari aspek input, proses, dan lingkungan yang menarik
kemudian dapat dianalisis hubungannya dengan kinerja pengawasan di
19
masing-masing daerah. Hasilnya diharapkan memberikan pengetahuan yang
lebih mendalam mengenai karakteristik barang dan pengawasan barang di
daerah perbatasan.
Hambatan-hambatan teridentifikasi dan informasi penting yang
diperoleh dari pelaksanaan pengawasan barang beredar di daerah
perbatasan, kemudian distrukturkan untuk memperoleh gambaran mengenai
akar masalah, dan program serta kebijakan yang dibutuhkan untuk
mengatasi akar masalah tersebut. Gambaran pendekatan pelaksanaan
kajian dapat dilihat dalam gambar 3.1.
Gambar 3. 1. Pendekatan pelaksanaan kajian
Rekomendasi Kebijakan Peningkatan pengawasan barang di daerah perbatasan
Narasumber,
Masyarakat,
Pelintas
Pedagang/Pengecer
Identifikasi
barang
beredar
Ketersediaan
barang
Pasar dalam
negeri
Negara tetangga
Harga
barang
Sumber
barangPreferensi
Hambatan
perdagangan
Hambatan
Logistik
Pengalaman
pengawasan
Cara masuk
Pelaku,
Motif/ Alasan,
Nilai rata-rata / tahun
Keberadaan pendaftaran
Keberadaan pengawasan
Pengamatan
pemenuhan parameter
pengawasan barang
beredar
Estimasi
proporsi
Dinas Perdagangan Kabupaten/Kota
Penggambaran
mekanisme
perencanaan,
pelaksanaan,
pelaporan
Pengukuran output
Pengawasan barang
beredar
Identifikasi kapasitas
Sumber daya
SDM,
Anggaran,
Sarana
Koordinasi instansi pendukung
Lainnya
Jumlah
pelaksanaan
Jumlah sampel
Jangkauan
pengawasan
Identifikasi hambatan
dalam perencanaan,
pelaksanaan,
pelaporan
Wilayah
Jenis Barang
Waktu
Kinerja
pengawasan
SPM
Permendag
Best practice
Pencatatan Profil
perdagangan
daerah
2
5 3
1
4
6
20
3.1.2. Alat Analisis
Sesuai dengan tujuannya mendeskripsikan pelaksanaan pengawasan
barang di daerah perbatasan dan menganalisis kinerja pengawasan barang
di daerah perbatasan, maka kajian banyak menggunakan alat-alat statistika
deskriptif seperti Tabel, Histogram, dan perhitungan Nilai Sentral (rata-rata,
deviasi). Tujuannya adalah agar karakteristik dan perbedaan nilai variabel
antar daerah dapat ditampilkan secara baik dan dengan segera dapat diamati
karakteristiknya.
Pandangan terhadap suatu Mekanisme, disamping dipaparkan dalam
narasi, digambarkan dalam bagan alir (flow chart) untuk menunjukkan
keterkaitan pelaku, kegiatan, dan keluaran yang dihasilkan.
Pada bagian tertentu, kinerja pengawasan dianalisis dalam kondisi
lingkungan, profil perdagangan, dan mekanisme pengawasan yang berbeda-
beda, langkah ini dilakukan agar kajian dapat mengidentifikasi variabel-
variabel yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja pengawasan. Analisis
hubungan ini menggunakan uji ANOVA.
Uji ANOVA adalah alat analisis inferensial yang dapat digunakan untuk
menguji apakah dua atau lebih sampel memiliki mean yang sama atau tidak.
Dalam kajian ini, analisis ANOVA digunakan untuk mengidentifikasi variabel-
variabel mana yang secara signifikan memberikan hasil kinerja pengawasan
barang beredar yang berbeda pada kondisi yang berbeda, dan variabel-
variabel mana yang tidak. Variabel yang mampu membedakan kinerja dapat
dianggap sebagai memiliki hubungan dengan kinerja (yang harus
dijudgement kembali), sedangkan variabel yang tidak membedakan,
dianggap berperilaku sama pada semua keadaan.
Pada bagian terakhir, kajian menstrukturkan masukan hambatan yang
dihadapi menggunakan kerangka Project Cycle Management (PCM) untuk
mencari akar masalah, identifikasi program, dan identifikasi kebijakan yang
perlu dilaksanakan. Hal ini diperlukan agar kajian dapat menyusun
rekomendasi kebijakan yang memperhatikan seluruh masukan yang
21
diperoleh langsung dari pemangku kepentingan, atau tidak langsung dari
pemahaman terhadap karakteristik dan perilaku data dalam kondisi berbeda.
Hubungan antara data, keluaran, dan alat analisis disajikan dalam tabel 3.1.
Tabel 3. 1. Sumber informasi, jenis data, metode pengumpulan, dan alat analisis
Tujuan Sumber Informasi Jenis Data/ Metode
Keluaran Alat Analisis/ Alat Bantu
1. Mendeskripsikan pelaksanaan pengawasan barang di daerah perbatasan
Disperdag prov ; Disperdag kab/kota; PPBJ dan PPNS-PK;
Desk study Wawancara
1.1. Gambaran perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil pengawasan barang di kawasan perbatasan, serta Kesesuaian dengan Permendag 20/2009
Kerangka Input-Proses-Output untuk mengenali komponen mekanisme.. Checklist kesesuaian mekanisme (checklist perbandingan kondisi yang ada dengan mekanisme sesuai peraturan)
2. Menganalisis Kinerja pengawasan barang di daerah perbatasan
Disperdag prov ; Disperdag kab/kota; PPBJ dan PPNS-PK;
Wawancara Perhitungan
2.1. Gambaran sumber daya yang dimiliki (SDM, sarana, anggaran) untuk melakukan pengawasan, kecukupan, dan kebutuhannya
Alat statistika deskriptif (tabel, histogram, nilai sentral) untuk menyajikan data Estimasi sumberdaya dibutuhkan untuk pengawasan optimal
Disperdag prov ; Disperdag kab/kota; PPBJ dan PPNS-PK
Wawancara; Perhitungan rasio output pengawasan
2.2. Jangkauan pengawasan barang beredar yang telah dilakukan di daerah perbatasan
Penggambaran output pengawasan (jumlah hari, jumlah sampel) per tahun
Pedagang Wawancara; Pemeriksaan kasat mata sederhana Estimasi rentang
2.3. Hasil estimasi proporsi jumlah barang beredar sesuai parameter pengawasan barang beredar di daerah perbatasan
Estimasi proporsi jumlah barang beredar sesuai parameter pengawasan dari toko sampel
Disperdag prov ; Disperdag kab/kota; PPBJ dan PPNS-PK Instansi pendukung di perbatasan
Wawancara 2.4. Hambatan pengawasan barang di daerah perbatasan
Tabel dan paparan
3. Merumuskan usulan kebijakan pengawasan barang di daerah perbatasan
Hasil Tujuan 1dan 2 Desk Study, FGD
3.1. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan
Sintesa tujuan 1 dan 2
22
3.2. Responden Kajian
Responden kajian adalah Pedagang (pengecer), Masyarakat/Pelintas
Batas, dan narasumber dari Dinas Perdagangan (Provinsi dan Kabupaten),
Petugas Pengawas Barang Beredar, Direktorat Pengawasan Barang Beredar
dan Jasa, serta institusi lain yang mendukung/memiliki data sekunder yang
dibutuhkan.
Pemilihan responden dilakukan dengan mengikuti teknik purposive
sampling (metode pemilihan dengan cara sengaja memilih sampel-sampel
tertentu karena memilki ciri-ciri khusus yang tidak dimiliki sampel lainnya).
Jumlah sampel untuk masing-masing responden/narasumber dapat dilihat
dalam Tabel 3.2.
Tabel 3. 2. Responden/narasumber dan jumlah sampel
Responden/Narasumber
(Key Person)
Instrumen
Lokasi
Jumlah
Kalimantan Barat Kalimantan Utara
Kalimantan Timur
Pro
v. K
alb
ar
Kab. S
anggau
Kab.
Bengka
yang
Pro
v. K
alta
ra
Kab. M
alin
au
Kab. N
unuka
n
Dinas Perdagangan
Kuesioner-1: Dinas
1 1 1 1 1 1 2 8
Petugas PPBJ/ PPNS-PK
Kuesioner-2: Unit Pengawas
2 2 2 2 2 2 2 14
Pengecer barang
Kuesioner-3: Pengecer
16 16
16 16 4 68
Instansi terkait
Kuesioner-4:
2 2
2 2 2 10
3.3. Lokasi Kajian
Kab. Sanggau Kab Bengkayang Hulu
Kab. Malinau Kab. Nunukan
23
Untuk menggali data dan informasi pengawasan barang beredar di
daerah perbatasan dan perdagangan lintas batas dilakukan survey kepada
pelintas batas, pelaku usaha dan instansi yang terkait. Lokasi kajian
dilakukan di wilayah perbatasan darat antara Kalimantan dengan Malaysia.
Provinsi Kalimantan Barat terdapat 2 (dua) kabupaten (Kab. Sanggau,
Kapuas Hulu). Provinsi Kalimantan Utara 2 (dua) kabupaten (Kab. Nunukan,
dan Malinau), dan Provinsi Kalimantan Timur.
3.4. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam analisis ini dilakukan dengan cara survey
dan observasi lapangan kepada responden di daerah kajian dengan
menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan serta melakukan
wawancara langsung secara mendalam (in depth). Pertanyaan
dikembangkan untuk mendalami berbagai hal yang belum tertangkap melalui
kuesioner. Selain survey, pengambilan data dan informasi juga akan
dilakukan melalui diskusi terbatas untuk menggali dan mencari solusi dari
permasalahan yang ada. Dalam diskusi terbatas ini akan diundang para
pemangku kepentingan yang terkait dengan pengawasan barang di daerah
perbatasan.
Data yang digunakan dalam kajian ini terdiri dari data primer dan
sekunder. Data primer yang diperoleh dari wawancara langsung dengan
responden yaitu pelaku usaha, pelintas batas/masyarakat dan instansi yang
terkait, serta data sekunder yang dikumpulkan adalah kebijakan terkait
pengawasan barang beredar, serta data perdagangan dan lingkungan daerah
perbatasan. Sumber data Sekunder tersebut diperoleh melalui pendekatan
Desk Study (review dokumenter) dan data dari instansi yang tugasnya terkait,
seperti Pusat Kajian Perdagangan Luar Negeri, Direktorat Pengawasan
Barang Beredar dan Jasa, Badan Pusat Statistik (Pusat dan Daerah), dan
lainnya.
24
25
BAB IV. PROFIL PERDAGANGAN BARANG BEREDAR DI DAERAH
PERBATASAN
4.1. Profil Perdagangan di Daerah Perbatasan
Sebagai halaman depan dari sebuah negara, daerah perbatasan
menjadi salah satu faktor pendukung dalam mempromosikan produk-produk
unggulan dalam negeri. Namun di sisi lain daerah perbatasan sangat rentan
terhadap masuknya barang-barang yang tidak sesuai ketentuan. Khususnya
untuk daerah perbatasan darat antara Indonesia-Malaysia masih banyak
memerlukan perhatian serius terutama dalam memenuhi kebutuhan pokok
masyarakat yang tinggal disana. Maraknya produk Malaysia yang beredar di
daerah perbatasan disebabkan karena kontinuitas pasokan produk dalam
negeri yang terbatas dan persaingan harga serta kualitas. Tentu saja barang
asal Malaysia yang beredar tersebut tidak semua memenuhi aturan yang
berlaku oleh karena itu diperlukan pengawasan secara ketat terhadap barang
beredar. Namun kondisi ini kurang mendapat respon yang baik yang
tercermin dari jumlah SDM Pengawasan, anggaran, dan infrastruktur dalam
pelaksanaan pengawasan barang beredar yang masih terbatas. Secara rinci,
profil perdagangan di daerah kajian dapat dilihat dalam tabel 4.1.
Secara umum, asal barang beredar di daerah kajian bercampur antara
barang lokal (yang datang dari Surabaya, Makassar, dan Pontianak), dengan
barang tetangga/luar yang datang dari Malaysia. Di daerah kajian, rata-
rata 30% barang berasal dari Malaysia. Namun jika komposisinya ditelaah
lebih dalam, maka tampak bahwa untuk bahan pokok, proporsi barang
tetangga dapat mencapai 53% (100%-47%). Sedangkan untuk barang-
barang elektronik, proporsi barang tetangga amat kecil. Untuk elektronik,
barang lokal masih menjadi raja di pasaran Indonesia. Hal ini terjadi karena
spesifikasi daya listrik yang berbeda antara perusahaan listrik Indonesia dan
Malaysia.
26
Neraca perdagangan daerah kajian tampak ada yang bernilai defisit,
dan ada yang surplus. Belum ada informasi yang dapat ditarik dari data ini,
namun pandangan pada sumbangan sektor perdagangan kepada PDRB
daerah menunjukkan bahwa daerah dengan neraca perdagangan yang
defisit, cenderung memiliki proporsi sumbangan sektor perdagangan yang
kecil kepada PDRB-nya .
Tabel 4. 1. Gambaran umum di daerah kajian
Nunukan Malinau Sanggau Bengkayang Keterangan
Luas wilayah (Km2) 14.247,50 39.799,90 12.857,70 5.396,30
Jumlah pintu masuk resmi
1 (satu) buah
Tidak ada 1 (satu) buah
Sedang dibangun
Fasilitas pintu masuk CIQS - CIQS SI Custom, Imigration, Quarantine, and Security (CIQS)
Pintu masuk tidak resmi Ada Ada Ada Ada
Jumlah kecamatan 15 12 15 17
Jumlah kelurahan/desa 240 109 169 124
Populasi 146.286 62.423 372.448 214.785 (dalam jiwa)
Ekspor (2012) (juta Rp) 3.019.557 1.116.243 1.175.930 389.609 ADH berlaku
Impor (2012) (juta Rp) 4.270.380 1.203.677 993.110 138.393 ADH berlaku
Neraca Surplus (Defisit) (1.250.823) (87.434) 182.820 251.216 Ekspor-impor
Sumbangan Sektor Perdagangan (2012)
10,24% 9,47% 18,98% 24,55%
IPM (2011) 74,38 73,26 68,97 67,98
Proporsi barang Dalam Negeri (menurut nilai barang)
- Total 66,4% 66,4% 68,7% 79,7% Rata-rata; 70,3%
- Bahan pokok 35,2% 35,2% 56,4% 61,3% Rata-rata; 47,0%
- Barang elektronik 97,8% 100,0% 98,3% 100,0% Rata-rata; 99,0%
- Bahan bangunan 74,5% 74,5% 100,0% 100,0% Rata-rata; 87,3%
Jumlah pasar tradisional 18 8 15 3
Jumlah pedagang 2.822 1.028 445 261
Sumber: BPS, Kementerian perdagangan, Data hasil survey, diolah
27
4.2. Profil Perdagangan Kabupaten Nunukan
Profil Ringkas Kalimantan Utara
Kalimantan Utara adalah sebuah provinsi di Indonesia
yang terletak di bagian utara Pulau Kalimantan. Provinsi ini
berbatasan langsung dengan negara tetangga, yaitu Negara
Bagian Sabah dan Serawak, Malaysia Timur.
Saat ini, Kalimantan Utara merupakan provinsi termuda
Indonesia, resmi disahkan menjadi provinsi dalam rapat paripurna DPRpada
tanggal 25 Oktober 2012 berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun
2012.
Pada saat dibentuknya, wilayah Kalimantan Utara dibagi menjadi 5
(lima) wilayah administrasi, yang terdiri dari 1 (satu) kota dan 4 (empat)
kabupaten sebagai berikut:
1. Kota Tarakan
2. Kabupaten Bulungan
3. Kabupaten Malinau
4. Kabupaten Nunukan
5. Kabupaten Tana Tidung
Gambar 4. 1. Peta Kalimantan Utara
Kota Tarakan
Kab. Nunukan
Kab. Malinau
Kab. Bulungan
P. Nunukan
P. Sebatik
Kab. Tana Tidung
28
Seluruh wilayah ini sebelumnya merupakan bagian dari wilayah
Kalimantan Timur. Ibu kota provinsi ditempatkan di Tanjung Selor, di
Kabupaten Bulungan. Pejabat Gubernur saat ini adalah DR. Ir. H. Irianto
Lambrie, MM. Luas wilayah Provinsi Kalimantatan Utara adalah sebesar
Total 85.618 km2 (33,057 mil), dengan jumlah penduduk (tahun 2010)
sebesar 524.656 orang. Secara keseluruhan, provinsi memiliki 4 (empat)
kabupaten, 1 (satu) kota, dan 47 kecamatan.
Tabel 4. 2. Populasi dan Ibukota Kabupaten di Kalimantan Utara
No. Kabupaten/Kota Populasi (orang)
Ibukota
1 Kota Tarakan 192.287 Tarakan
2 Kabupaten Nunukan 140.404 Nunukan
3 Kabupaten Bulungan 112.472 Tanjung Selor
4 Kabupaten Malinau 61.658 Malinau
5 Kabupaten Tana Tidung
15.202 Tideng Pale
Sumber: BPS, Sensus Penduduk 2010
(http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=337&wid=6400000000)
Profil Ringkas Kabupaten Nunukan
Kabupaten Nunukan adalah salah
satu kabupaten di Kalimantan Utara,
Indonesia. Ibu kota kabupaten ini
terletak di kota Nunukan. Kabupaten
ini memiliki luas wilayah 14.493 km
dan berpenduduk sebanyak 146.286 jiwa (2013). Motto
Kabupaten Nunukan adalah "Penekindidebaya" yang artinya "Membangun
Daerah" yang berasal dari bahasa Tidung. Nunukan juga adalah nama
sebuah kecamatan di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara,
Indonesia.
http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=337&wid=6400000000
29
Tabel 4. 3. Profil Ringkas Kabupaten Nunukan Tahun 2013
Bupati BASRI
Wakil Bupati Hj. ASMAH GANI
Luas Wilayah Daratan 14.247,50 Km2
Luas Pengelolaan laut 1.026,74 Km2
Kecamatan 15
Desa / Kelurahan 218
Jumlah Rumah Tangga 17.131
Jumlah Penduduk 146.286 jiwa
Kepadatan Penduduk 10,71 jiwa/km2
Angkatan Kerja 67.186 jiwa
Jumlah Penduduk Miskin 17.700 ribu jiwa
Pertumbuhan Ekonomi 6,72 %
PDRB ADH Berlaku Rp. 4.660.682.000.000,-
PDRB Per Kapita ADH Berlaku Rp. 31.860.071,-
Pendapatan Asli Daerah Rp. 34.871.929.384,98,-
APBD (2013) Rp. 1,6 Triliun
Sumber: Provinsi Kalimantan Timur
(http://www.kaltimprov.go.id/viewkota-10.html)
Kabupaten Nunukan merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten
Bulungan, yang terbentuk berdasarkan pertimbangan luas wilyah,
peningkatan pembangunan, dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Pada tahun 1999, pemerintah pusat memberlakukan otonomi daerah
dengan didasari Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah. Dengan dasar inilah dilakukan pemekaran pada
Kabupaten Bulungan menjadi 2 (dua) kabupaten baru lainnya, yaitu
Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malinau.
Pemekaran Kabupaten ini secara hukum diatur dalam UU Nomor 47
Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau,
Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat dan Kota Bontang pada
tanggal 4 Oktober 1999.
http://www.kaltimprov.go.id/viewkota-10.html
30
4.2.1. Gambaran Perdagangan Kabupaten Nunukan
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran menciptakan nilai tambah
bruto sebesar Rp 596 miliar dengan kontribusi terhadap PDRB adalah
10,24%. Nilai ini sedikit menurun sebesar 0,23% jika dibandingkan dengan
kontribusi tahun 2012. Walaupun nilai kontribusi ini relatif kecil dibandingkan
sektor pertambangan dan penggalian, namun untuk masa yang akan datang,
jika pemerintah dapat memberikan perhatian khusus dalam
pengembangannya, sektor ini dapat memiliki prospek bagus untuk
dikembangkan, terutama subsektor perdagangan, mengingat kondisi
geografis kabupaten Nunukan sebagai daerah perbatasan sangat strategis
sebagai lalu lintas perdagangan antar pulau maupun antar negara, ditunjang
dengan meningkatnya aktivitas di subsektor perkebunan, industri pengolahan
dan batubara. Tentunya jika diterapkan peraturan yang mendukung
lancarnya perdagangan antar daerah maupun ekspor impor ke luar negeri,
maka perkembangan sektor ini akan lebih baik. Misalnya, penerapan
kebijakan national single window dalam kebijakan ekspor impor.
Sumber: PDRB Kab. Nunukan Menurut Lapangan Usaha 2009-2013
Gambar 4. 2. Struktur perekonomian Kabupaten Nunukan Tahun
2013
Sektor Perdagangan
31
Secara umum, neraca ekspor-impor Kabupaten Nunukan bernilai Surplus
dan cenderung mencatat pertumbuhan yang positif dari tahun ke tahun. Nilai
ekspor amat ditentukan oleh komoditas minyak mentah, kayu log, buah
kelapa sawit, dan batubara. Meskipun pada jumlah ekspor minyak mentah
dan kayu cenderung menurun, namun komoditas batubara dan buah kelapa
sawit cenderung bertahan atau meningkat. Pertumbuhan impor cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Komoditas impor kebanyakan merupakan
minyak kelapa sawit, peralatan dapur, sayuran, mie, tepung, dan bahan
makanan.
Tabel 4. 4. Neraca Perdagangan Kabupaten Nunukan,Tahun 2010-2012
2010 2011 2012 Pertumbuhan
ADH Berlaku
Ekspor 2.004.481 2.501.076 3.019.557 22,7%
Impor 2.693.045 3.600.719 4.270.380 25,9%
Surplus (Defisit) (688.564) (1.099.643) (1.250.823) 34,8%
ADH Konstan
Ekspor 783.849 838.142 890.429 6,6%
Impor 791.489 884.575 950.876 9,6%
Surplus (Defisit) (7.640) (46.433) (60.447) 181,3%
Sumber: BPS Kabupaten Nunukan
Disamping impor yang dilakukan oleh perusahaan resmi, impor juga
dilakukan oleh pelintas batas. Dalam catatan dinas perdagangan kabupaten
Nunukan, barang yang kerap dimasukkan adalah: minyak kelapa sawit,
bubuk kakao, ikan basah dan ikan beku, mie kuning, buah-buahan, sayur-
sayuran, makanan dan minuman ringan, tepung terigu, bawang merah,
wortel, kentang, dan perangkat dapur. Nilai ekspor impor pelintas batas ini
tidaklah besar. Namun nilainya selalu defisit. Di tahun 2012 nilai defisit ini
berjumlah Rp 2,609 miliar, di tahun 2014 diperkirakan nilainya mencapai Rp
3,453 miliar.
32
Tabel 4. 5. Rekapitulasi Perdagangan Lintas Batas Kabupaten Nunukan Tahun 2012 dan 2014
2012 2014* Pertumbuhan
Ekspor 126.843.253 294.300.000 52,3%
Impor 2.736.512.231 3.747.852.960 17,0%
Surplus (defisit) (2.609.668.978
) (3.453.552.960) 15,0%
Keterangan: *) Angka dugaan Sumber: Dinas Perindagkop dan UMKM kabupaten Nunukan
4.2.2. Gambaran Barang Beredar di Kabupaten Nunukan
Sesuai dengan kondisi geografisnya sebagai daerah perbatasan, maka
di Nunukan juga beredar barang yang berasal dari negara tetangga.
Jumlahnya sekitar 33,6%. Pada toko bahan makanan, proporsi barang dari
dalam negeri berbanding dari luar negeri (DN:LN) mencapai 43,5% : 56,5%.
Sedangkan pada toko elektronik, proporsi DN:LN mencapai 88% : 12%
(Gambar 4.3).
Sumber: Data diolah
Gambar 4. 3. Proporsi Barang Beredar Menurut Sumber Barang
Gambar 4.4 dan tabel 4.5, menunjukkan bahwa barang kebutuhan
pokok masyarakat lebih banyak diisi oleh barang dari Malaysia.
Toko bahan Makanan Keseluruhan Toko Elektronik
33
Tabel 4. 6. Barang Beredar dan Sumbernya (Bahan Pokok)
Barang Sumber
1 Beras Malaysia
2 Gula Pasir Malaysia
3 Minyak Goreng-botol Malaysia
6 Daging ayam boiler Malaysia
8 Telur ayam ras Indonesia & Malaysia
10 Susu kental manis Indonesia & Malaysia
11 Susu bubuk Indonesia & Malaysia
13 Garam Malaysia
14 Tepung Terigu Malaysia
16 Mie Instan Indonesia
20 Bawang merah Indonesia & Malaysia
21 Bawang putih Malaysia
23 Kacang hijau Indonesia
24 Kacang tanah Indonesia
3 Gas LPG Malaysia
Sumber: Data diolah
Sumber: Data diolah
Gambar 4.4. Nilai Barang Beredar (Bahan Pokok)
34
Tabel 4. 7. Barang Beredar dan Sumbernya (Barang SNI)
Barang Sumber
2 Air minum dalam kemasan Indonesia
7 Baja lembaran lapis seng Malaysia
32 Kabel fleksibel Indonesia
33 Kaca lembaran Indonesia
43 Korek api gas Malaysia
44 Kloset duduk Indonesia
47 Lampu swa-balast Indonesia
56 Peralatan audio, video Indonesia
57 Peralatan Pendingin Indonesia
58 Peralatan listrik rumah tangga Indonesia
59 Kotak Kontak Indonesia
60 Tusuk Kontak Indonesia
61 Mini Circuit Breaker MCB Indonesia
62 Pompa Indonesia
63 setrika listrik Indonesia
64 mesin cuci Indonesia
74 Regulator tabung baja LPG Malaysia
75 Selang kompor gas LPG Malaysia
77 Semen Portland Indonesia
94 Ubin Keramik Indonesia
Sumber: Data diolah
Sumber: Data diolah Gambar 4.5. Nilai Barang Beredar (Barang SNI)
35
Sebesar 80% barang Elektronik dan bangunan yang ada di P. Sebatik
dan Nunukan berasal dari Indonesia. Besarnya proporsi barang elektronik
dari Indonesia disebabkan Spesifikasi barang elektronik asal Indonesia lebih
cocok dengan voltase listrik wilayah Indonesia. Barang elektronik asal
Malaysia memiliki kebutuhan voltase dan daya listrik yang berbeda, sehingga
tidak dapat digunakan di Indonesia. Sedangkan Baja lembaran Malaysia
lebih disukai karena lebih panjang.
4.2.3. Pelaksanaan Pengawasan Barang Beredar
a. Profil SKPD Pelaksana Pengawasan
Urusan pelaksanaan pengawasan barang beredar berada di bawah
Seksi Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian Perdagangan
Koperasi dan UMKM kabupaten Nunukan. SKPD ini berkantor di gedung
Gabungan Dinas I, lantai 1, jalan Ahmad Yani Nunukan.
Gambar 4.6. Struktur Organisasi Disperindagkop UMKM Kab. Nunukan
Kepala Dinas
Sekertaris
Kasubag Peny. Program & Pelaporan
Kasubag Umum & Kepegawaian
Kasubag Keuangan
Kabid UMKM Kabid Koperasi Kabid Industri Kabid Perdagangan
Kasi Bina SDM
UMKM Kasi Bina SDM
Koperasi
Kasi Hil Kasi PLN
Kasi Bina Usaha & Kelembagaan
UMKM
Kasi Bina Usaha & Kelembagaan Kop
Kasi IKM Kasi PDN
Bendahara Pengelaran
Bendahara Penerimaan
Jabatan Fungsional
36
b. Mekanisme Pengawasan
Kendati urusan pengawasan barang ada dibawah Bidang Perdagangan
Dalam Negeri Dinas Perdagangan, namun pelaksanaan pengawasan
dilakukan bersama-sama dalam sebuah Tim Pengawasan Terpadu. Ada dua
jenis pengawasan barang di Kabupaten Nunukan, (1) Pengawasan rutin tri-
wulanan, dan (2) Pengawasan menjelang hari raya. Kedua jenis pengawasan
ini tidak hanya dilakukan oleh Bidang perdagangan saja, melainkan dibantu
oleh bidang atau SKPD lain yang berhubungan, seperti Dinas Kesehatan,
Satpol PP, dan aparat Polri.Dengan demikian dalam satu tahun ada sekitar 3
(tiga) kali kegiatan pengawasan di setiap kecamatan. Khusus untuk
kecamatan Nunukan, ada 5 (lima) kali kegiatan pengawasan. Pengawasan
terutama dilaksanakan di pasar tradisional.Dalam satu tahun, tidak seluruh
kecamatan mendapat pengawasan, kecamatan bergiliran mendapat
pengawasan. Untuk tahun 2014 misalnya, hanya dianggarkan untuk 8
(delapan) kecamatan. Setiap kecamatan mendapat jatah waktu pengawasan
selama 3 (tiga) hari.
Perencanaan kegiatan pengawasan dilakukan di tingkat Kepala Dinas
(Eselon II), sebagai bagian dari rencana kerja daerah dalam urusan
perdagangan, Pelaksanaan pengawasan oleh pemerintah Kabupaten
dilakukan oleh tim gabungan dari beberapa SKPD terkait. Disamping karena
jumlah orang yang terbatas, juga karena urusan ini juga dinilai tersebar pada
SKPD-SKPD yang lain. SKPD yang terlibat dalam kegiatan pengawasan
barang adalah Dinas Kesehatan, Satpol PP, dan Bidang-bidang lain dalam
Disperindagkop UMKM. Koordinasi pelaksanaan pengawasan dilakukan
dalam pertemuan SKPD yang biasanya dilakukan menjelang pengawasan
dilakukan. Tidak ada forum khusus untuk untuk melakukan koordinasi
pelaksanaan ini, hanya komunikasi langsung antar Kepala Dinas.
37
c. Sumberdaya Pengawasan
Jumlah PPBJ yang ada di Kabupaten Nunukan berjumlah 2 (dua) orang.
Kedua petugas ini berusia antara 25-40 tahun. Satu petugas berasal dari
Bidang perdagangan, sedangkan satu petugas berasal dari bidang
Perindustrian. Kedua petugas ini tidak khusus mengurusi pengawasan
barang saja, tetapi juga tugas administratif lain di bidang perdagangan dan
industri.
Kabupaten Nunukan secara rutin mengusulkan SDM untuk mengikuti
diklat PPBJ. Untuk tahun ini, sudah mengirimkan 3 (tiga) nama peserta,
tetapi belum mengetahui apakah akan dipanggil atau tidak. Permasalah
jumlah petugas pengawas ini kurang lebih sama dengan yang lain, yaitu
kemampuan daerah menjaga petugas yang ada. Hal ini karena mutasi yang
kerap terjadi di daerah.
Jika dihitung, kebutuhan petugas minimal adalah sebanyak 2 (dua)
orang. Dengan demikian, jumlah petugas yang ada saat ini dinilai sudah
mencukupi jika hanya khusus fokus mengurusi pengawasan barang
saja.Namun mempertimbangkan batas perjalanan dinas yang dibatasi
selama 3 (tiga) hari saja, dan sulitnya menjangkau daerah perbatasan,
seperti kecamatan Krayan dan Sebuku, maka jumlah ideal petugas
sebaiknya menjadi 4 (empat) orang. Kabupaten juga belum memiliki
Penyidik PPNS Perlindungan Konsumen (PPNS-PK).
38
Tabel 4. 8. Perhitungan Kebutuhan Hari Pengawasan Minimal
Jumlah kecamatan 16 kecamatan
Waktu kegiatan pengawasan 3 hari per kecamatan
Jumlah kali pengawasan per tahun 3 kali per tahun
Kebutuhan hari pengawasan 144 hari per pengawasan per tahun
Jumlah pasar tradisional 1) 18 pasar
Jumlah pedagang pasar tradisional 1) Sekitar 2.822 pedagang
Kebutuhan sampel minimal 2) 350 pedagang
Kebutuhan waktu pengawasan minimal setahun:
- Kapasitas 1 pedagang per hari 350 hari
- Kapasitas 2 pedagang per hari 175 hari
- Kapasitas 3 pedagang per hari 120 hari
Kebutuhan Petugas PPBJ 2 4 orang
Kebutuhan Petugas PPNS 1 2 orang
1) Kementerian Perdagangan 2) menggunakan rumus Slovin untuk taraf signifikansi 5%
Hingga saat ini, pelanggaran yang ditemui tidak pernah dilanjutkan ke
tahapan penyidikan, tindakan yang dilakukan lebih mengarah kepada
penyuluhan dan pembinaan, seperti teguran, membuat surat pernyataan, dan
menarik barang bermasalah secara sukarela. Pihak yang sudah melakukan
tindakan dan penyidikan adalah dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) Provinsi Kalimantan Timur, namun terbatas hanya kepada makanan
dan obat-obatan (hingga saat ini Kabupaten Nunukan belum memiliki BPOM
Kabupaten).
Pengawasan dilakukan berdasarkan parameter yaitu SNI, Label
berbahasa Indonesia dan MKG. Pengawasan yang dilakukan secara kasat
mata. Pengawasan tidak pernah ke tahap pengujian laboratorium karena
tidak ada anggaran untuk membeli sampel barang dan belum ada fasilitas
laboratorium yang cukup di kabupaten. Pembelian sampel hanya dilakukan
jika ada pesanan dari PPBJ provinsi Kalimantan Timur atau titipan pesanan
39
dari Pusat. Namun kegiatan ini belum dilakukan sebanyak pengawasan oleh
BPOM. Menurut keterangan, dalam satu tahun minimal 1 (satu) kali
pembelian jenis barang yang berbeda-beda.
Kecukupan ketrampilan dan kompetensi petugas PPBJ yang ada saat
ini dinilai cukup, namun dinilai sering tertinggal informasi peraturan dan
informasi terbaru. Untuk itu petugas PPBJ kabupaten Nunukan
mengharapkan dapat lebih sering memperoleh sosialisasi jika ada peraturan/
informasi baru dan pelatihan dari pemerintah pusat.
Anggaran
Jumlah anggaran pengawasan tahun 2014 adalah sebesar Rp
223.192.000,- untuk melaksanakan pengawasan di 8 (delapan) kecamatan.
Anggaran pengawasan berasal dari dana Dekonsentrasi. Anggaran total
bidang perdagangan adalah sebesar Rp 4.104.000.000. Dengan demikian,
jumlah anggaran pengawasan hanya meliputi 5,4% dari anggaran bidang
perdagangan.
Sarana
Tidak ada sarana khusus yang dimiliki oleh bidang perdagangan dalam
negeri untuk pelaksanaan pengawasan barang ini. Untuk melaksanakan
tugas pengawasan, tim memang memiliki kesempatan untuk menggunakan
mobil operasional dinas yaitu satu buah mobil pick-up untuk mengangkut
barang.
d. Rasio Proporsi Barang Beredar Sesuai Parameter
Proprosi barang sesuai parameter digunakan untuk mencoba
menunjukkan kinerja pemerintah dalam menjaga pasar dari masuknya
barang yang tidak sesuai aturan. Rasio ini dihitung dari proposi jumlah
barang yang sesuai parameter pengawasan (yang disederhanakan, hanya
label dan SNI, serta kadaluarsa untuk bahan makanan).
40
Pengolahan data kabupaten Nunukan menunjukkan rasio sebesar 50%,
artinya baru sebesar 50% barang dari toko sampel yang diamati, relatif
sesuai dengan ketentuan/parameter yang ada.
e. Permasalahan Pengawasan
Untuk bahan kebutuhan pokok, produk dalam negeri tidak dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama dari segi jumlah ketersediaan
dan harga. Untuk sayur, buah, dan daging segar, produk dalam negeri
kebanyakan telah rusak dalam pengangkutan sehingga kualitasnya mejadi
lebih rendah.
f. Harapan Kepada Pemerintah Daerah
Dapat berkoordinasi dengan daerah lain untuk memperoleh barang
yang dibutuhkan masyarakat.
4.3. Profil Perdagangan Kabupaten Malinau
Kabupaten Malinau terletak antara 11435'22" sampai dengan
11650'55" Bujur Timur dan 121'36" sampai dengan 410'55 Lintang Utara.
Seluruh wilayah Kabupaten Malinau merupakan daratan dengan luas
39.766,33 Km2 sehingga menjadikan Malinau kabupaten terluas di Propinsi
Kalimantan Timur. Secara administrasi, Kabupaten Malinau merupakan salah
satu daerah hasil pemekaran wilayah Kabupaten Bulungan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 dimana wilayahnya terletak di bagian
utara Provinsi Kalimantan Timur yang juga berbatasan langsung dengan
Negara Bagian Serawak, Malaysia. Letak geografisnya yang berbatasan
dengan Malaysia merupakan salah satu pertimbangan sebagai daerah
survey untuk Kajian Pengawasan Barang Beredar di Daerah Perbatasan.
41
4.3.1. Gambaran Perdagangan di Kabupaten Malinau
Perdagangan pada daerah perbatasan di Kabupaten Malinau terdiri dari
dua cara, yaitu perdagangan lintas batas dari beberapa kecamatan yang
berbatasan langsung dengan Malaysia (seperti Kecamatan Kayan Hulu,
Kayan Hilir, Kayan Selatan, Bahau Hulu, dan Pujungan) dan perdagangan
melalui Kabupaten lain di Propinsi Kalimantan Utara. Ala et al (2013)
menggambarkan studi kasus perdagangan lintas batas di Kecamatan Kayan
Hulu yang berbatasan dengan Sawarak dimana lokasi perdagangan
berlangsung di Malaysia. Dalam pelaksanaannya, Pelintas2 di Kecamatan
Kayan Hulu melewati pemeriksaan yang terdapat di Desa Long Nawang
menuju Tapak Mega atau Kapit yang berlokasi di Sarawak. Beberapa hal
yang menjadi perhatian dalam perdagangan lintas batas antara lain:
Motivasi penduduk melakukan perdagangan lintas batas adalah untuk
memenuhi kebutuhan pokok.
Pelintas terdiri dari perorangan dan pedagang lokal.
Jenis barang yang diperdagangkan antara lain gula, minyak goreng, Gas
Elpiji, alat komunikasi dan elektronik, pakaian, dan BBM dengan volume
terbatas untuk keperluan sehari-hari.
Lokasi perdagangan berada di wilayah Malaysia yang berjarak sekitar 23
Km dari perbatasan.
Intensitas perdagangan didasari pada kedekatan hubungan pelintas
dengan pedagang di Malaysia.
Sementara perdagangan barang di luar wilayah perbatasan dilakukan
melalui jalur distribusi dari Kabupaten Nunukan. Dalam pelaksanaannya,
Pengecer atau Pelintas yang berada di Kabupaten Malinau (Kota) membeli
2penduduk yang berdiam atau bertempat tinggal dalam wilayah perbatasan negara
serta memiliki kartu identitas yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang dan yang
melakukan perjalanan lintas batas di daerah perbatasan melalui Pos Pengawas Lintas Batas
(Peraturan Menteri keuangan No 188/PMK.04/2010 Tentang Impor Barang Yang Dibawa
Oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, dan Barang Kiriman
42
barang dari Tawau (Malaysia) dan didistribusikan melalui Kecamatan Sebatik
(Kabupaten Nunukan) Sungai Nyamuk Kecamatan Sebuku (Kabupaten
Nunukan) Kecamatan Mensalong (Kabupaten Nunukan) Malinau Kota.
Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam perdagangan tersebut antara
lain:
Motivasi penduduk melakukan perdagangan lintas batas adalah untuk
memenuhi kebutuhan pokok dan mencari keuntungan melalui penjualan
grosir/eceran.
Pelintas terdiri dari perorangan dan pedagang.
Sarana transportasi yang digunakan adalah kapal angkut dan truk
Jenis barang yang diperdagangkan antara lain gula, minyak goreng,
terigu, Gas Elpiji, makanan ringan dan olahan, daging sapi, pakaian, dan
BBM dengan volume tertentu baik untuk keperluan sehari-hari maupun
penjualan grosir/eceran.
Intensitas perdagangan didasari pada kedekatan hubungan pelintas
dengan pedagang di Malaysia.
Gambar 4. 7. Alur Perdagangan Lintas Batas di Kecamatan Kayan Hulu
43
Perdagangan lintas batas disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
(1) kedekatan geografis dan kondisi topografis wilayah; (2) aksesibilitas; (3)
kedekatan secara kultural dan emosional diantara kedua komunitas di
perbatasan tersebut. Namun demikian, terdapat manfaat dari kegiatan
perdagangan lintas batas antara lain terciptanya kemampuan masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan dasar (pokok) dengan cara yang relatif lebih
mudah dengan biaya yang relatif lebih murah dan waktu yang lebih cepat.
Gambar 4. 8. Alur Perdagangan Barang Dari Perbatasan Ke Kabupaten Malinau
Tawau
(Malaysia)
Transportasi Laut
PERBATASAN
Sebatik
(Nunukan)
Transportasi Laut
Nunukan
(Kota)
Sungai
Nyamuk
Sebuku
(Nunukan)
Transportasi Laut
Mensalong
(Nunukan)
Transportasi
Darat
Kabupaten
Malinau
Transportasi
Darat
44
a. Perdagangan Barang Lintas Batas
Pemerintah Daerah melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan dan
Koperasi telah mengatur jenis barang yang dapat diperdagangkan melalui
perbatasan merupakan barang kebutuhan pokok. Peraturan tersebut
dikeluarkan oleh Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi
pada tanggal 19 Juli 2013 dengan beberapa ketentuan antara lain:
1) Barang kebutuhan pokok dapat diperdagangkan melalui perbatasan
dengan dasar untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.
2) Barang yang dilarang peredarannya seperti minuman beralkohol, bahan
peledak, dan barang beracun yang tidak ditujukan untuk kegiatan
pertanian tidak termasuk dalam barang yang dapat diperdagangkan
melalui perbatasan.
3) Apabila pelaku usaha terbukti memperdagangkan barang yang dilarang
peredarannya, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
4) Pelaku usaha yang memasukkan barang kebutuhan pokok dari Malaysia
wajib menjual produk hasil pertanian, perikanan, dan perkebunan dari
Malinau untuk diperdagangkan di Malaysia.
Berdasarkan ke