of 158 /158
LAPORAN AKHIR ANALISIS COST AND BENEFIT ASEAN HONG KONG FREE TRADE AREA BAGI INDONESIA PUSAT KEBIJAKAN KERJASAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2014

LAPORAN AKHIR ANALISIS COST AND BENEFIT ASEAN …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_cost_and... · Indonesia”. Analisis ini menjawab permintaan Direktorat Jenderal

Embed Size (px)

Text of LAPORAN AKHIR ANALISIS COST AND BENEFIT ASEAN...

LAPORAN AKHIR

ANALISIS COST AND BENEFIT ASEAN HONG KONG FREE

TRADE AREA BAGI INDONESIA

PUSAT KEBIJAKAN KERJASAMA PERDAGANGAN

INTERNASIONAL

BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN

PERDAGANGAN

KEMENTERIAN PERDAGANGAN

2014

ii

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Pusat

Kebijakan Kerjasama Perdagangan Internasional, BPPKP telah menyelesaikan

analisis yang berjudul Analisis Cost and Benefit ASEAN Hong Kong FTA Bagi

Indonesia. Analisis ini menjawab permintaan Direktorat Jenderal Kerjasama

Perdagangan Internasional yang menginginkan adanya study kelayakan dan

perdagangan barang dalam perundingan perdagangan Indonesia Hong Kong

dalam kerangka ASEAN Hong Kong.

Pusat Kebijakan Kerjasama Perdagangan Internasional, BPPKP

menyampaikan terima kasih kepada tenaga ahli dalam analisis ini, narasumber

dan berbagai pihak yang telah memberikan informasi, data dan pendapatnya

dalam penyusunan analisis ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Dinas

Perindustrian dan Perdagangan di daerah survei dan Konsulat Jenderal Republik

Indonesia di Hong Kong yang telah membantu dan memfasilitasi pelaksanaan

survei dan pertemuan dengan instansi terkait di Hong Kong.

Akhir kata semoga analisis ini dapat menjadi bahan rekomendasi kebijakan

bagi stakeholder, terutama Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan

Internasional dan instansi pembina sektor, serta dapat menjadi refernsi bagi

penelitian dan pengkajian selanjutnya.

Pusat Kebijakan Kerjasama Perdagangan Internasional

iii

ABSTRAK

Analisis Cost and Benefit ASEAN Hong Kong FTA bagi Indonesia

Pembentukan ASEAN - Hong Kong FTA (AHKFTA) memerlukan

analisis dari negara anggota ASEAN untuk melihat bagaimana dampak dari

AHKFTA terhadap indikator ekonomi makro maupun sektoral masing-masing

negara. Metodologi yang digunakan untuk menganalisis benefit dan cost adanya

FTA ASEAN Hong Kong dilihat dari sisi ekonomi makro dan ekonomi sektoral

dengan model CGE multi region dan sektor, sedangkan penentuan produk

potensial Indonesia di pasar Hong Kong digunakan analisis pembobotan

terhadap berbagai indeks perdagangan. Hasil analisis menunjukkan bahwa

dampak penurunan tarif

50% bagi Indonesia adalah turunnya kesejahteraan dan GDP riil, trade balance

negatif, walau secara sektoral terjadi peningkatan ekspor di hampir seluruh

sektor, tidak mampu mengimbangi peningkatan impor. Jika terjadi full liberalisasi,

maka dampaknya bagi Indonesia akan terjadi peningkatan kesejahteraan,

peningkatan GDP Rill, trade balance positif walaupun peningkatan output hanya

terjadi pada beberapa sektor seperti vegetable oil, oil seeds, textile, wearing

appareal dan electronic equipment. Adapun produk yang layak dikerjasamakan

adalah cpo, karet, tekstil, komponen mesin, kopi, namun perlu ditingkatkan daya

saingnya. Liberalisasi perdagangan ke Hong Kong perlu dipandang sebagai

salah satu upaya peningkatan akses pasar, yang perlu didukung dengan daya

saing yang tinggi dan memiliki keterkaitan dengan industri nasional, yang harus

diikuti dengan reformasi kebijakan (appropriate regulation), penurunan non tarif

barrier di Hong Kong, perbaikan infrastruktur fisik maupun infrastruktur mutu di

Indonesia sehingga akan memberikan benefit berupa pertumbuhan ekonomi yang

tinggi. Kerjasama ini sebaiknya lebih ditekankan pada investasi dan perdagangan

jasa khususnya jasa keuangan dan logistik dimana penurunan biaya logistik akan

meningkatkan volume perdagangan dan meningkatkan daya saing produk

Indonesia.

iv

ABSTRACT

Cost and Benefit Analysis of ASEAN Hong Kong FTA for Indonesia

The Idea beyond ASEAN - Hong Kong FTA (AHKFTA) requires

analysis from ASEAN member countries to see how macro and micro

economic will be affected in each countries. The methodology used to

analyze the cost and benefits of ASEAN-Hong Kong FTA is CGE

model with multi-region and sector, while weighted analysis of

various trade indices are used to identify and determine the products

that can be used as an Indonesian request and offer. The analysis result

showed that 50% tariff reduction will result in welfare declining and real

GDP, negative trade balance even though there was an incresing of

exports in almost all sectors but not be able to counterbalance import

rising. If full liberalization is applied, national welfare and GDP will be

increased as well as a positive trade balance altough few sectors such

as vegetable oil, oil seeds, textile, wearing appareal and electronic

equipment will not be increasing that much. Some product that can be

traded are cpo, rubber, textiles, machine parts, coffee, but these

products need to be improved on competitiveness.

Trade liberalization in Hong Kong market should be seen as an

effort to increase market access, which needs to be supported by the

increasing of products competitiveness and national industry linkage, to be

followed by policy reforms (appropriate regulation), elimination of non-tariff

barriers in Hong Kong, improvement of physical infrastructure and the

quality of infrastructure in Indonesia that will provide benefits in the form of

high economic growth. Cooperation between Indonesia and Hong Kong

should be more emphasis on investment and trade in services, especially

financial services and logistics where the reduction in logistics costs will

increase the volume of trade and increase the competitiveness of

Indonesian products

v

DAFTAR ISI

BAB 1: PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 4

1.3 Tujuan ............................................................................................. 4

1.4 Ruang Lingkup Analisis ................................................................ 5

1.5 Metodologi Analisis ...................................................................... 5

1.6 Sistematika Penulisan ................................................................... 5

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI ANALISIS .............. 7

2.1 Tinjauan Pustaka .......................................................................... 7

2.1.1 Teori Perdagangan Internasional dan Integrasi Ekonomi .. 7

2.1.2 Teori Keseimbangan Umum ............................................... 21

2.1.2.1 Tarif Impor Pada Kasus Negara Kecil........................ 25

2.1.2.2 Tarif Impor Pada Kasus Negara Besar ...................... 27

2.1.3 Latar Belakang Pembentukan ASEAN Hong Kong FTA ... 31

2.2 Metodologi Penelitian ................................................................ 34

2.2.1 Jenis dan Sumber Data ...................................................... 34

2.2.2 Metode Analisis ................................................................ ... 38

2.2.2.1 Model Multi Region General Equilibrium ............. 38

2.2.2.2 Model Ekonomi Tertutup tanpa Pajak ................. 41

vi

2.2.2.3 Model Ekonomi Terbuka tanpa Pajak .................. 45

2.2.2.4 Model Ekonomi Tertutup dengan Pajak ............... 46

2.2.2.5 Pajak ......................................................................... 47

2.2.2.6 Struktur Model Standar GTAP ................................ 49

2.2.2.7 Simulasi .................................................................. 52

2.2.2.8 Indeks Perdagangan .............................................. 52

2.2.2.9 Pemilihan Produk Potensial .................................. 56

BAB III: Analisis Cost and Benefit ASEAN - Hong Kong FTA bagi

Indonesia ................................................................................................ 59

3.1 Kinerja Perdagangan Indonesia .............................................. 59

3.1.1 Kinerja Perdagangan Indonesia-Dunia ............................. 59

3.1.2 Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia-ASEAN .............. 64

3.1.3 Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia-Hong Kong ........ 68

3.2 Analisis CGE ............................................................................. 70

3.2.1 Data Benchmark Ekuilibrium Berdasarkan

Berdasarkan Database GTAP` .......................................... 70

3.2.1.1 Data Dasar Makroekonomi ...................................... 70

3.2.1.2 Dekomposisi Ekspor, Impor dan Per Sektor .......... 98

3.2.2 Analisis Benefit and Cost FTA ASEAN Hong Kong Ditinjau

dari Makro dan Sektoral Ekonomi ................................... 104

3.2.2.1 Analisis Benefit dan Cost Ditinjau dari Makro

Ekonomi .................................................................. 104

vii

3.2.2.2 Analisis Benefit dan Cost Ditinjau dari

Sektoral Ekonomi ................................................. 111

3.2.3 Identifikasi dan Penentuan Produk Sebagai Request dan

Offer Indonesia dalam Kerangka Kerjasama ASEAN-Hong

Kong FTA ........................................................................... 115

3.2.4 Hasil Turun Lapang .............................................................. 131

BAB IV: PENUTUP .............................................................................. 134

4.1 Kesimpulan .............................................................................. 134

4.2 Rekomendasi Kebijakan.......................................................... 135

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Agregasi Negara FTA ASEAN-Hongkong .......................... 34

Tabel 2.2. Agregasi Sektor FTA ASEAN-Hongkong ........................... 36

Table 3.1. Produk Ekspor Non Migas Indonesia Tahun 2009-2013

(US$Juta) ............................................................................. 60

Tabel 3.2.Ekspor Produk Non Oil dan Gas Indonesia Berdasarkan

Negara Tujuan Tahun 2009 dan 2013 (US$ Miliar) ......... 61

Tabel3.3. Produk Impor Indonesia Tahun 2009-

2013 (US$ Juta) .................................................................. 62

Tabel 3.4. Impor Produk Non Oil dan Gas Indonesia Berdasarkan

Negara Tujuan Tahun 2009-2013 (US$ Miliar) ................. 63

Tabel 3.5. GDP by Source (FACT INC+TAX+DEPR) ........................... 71

Tabel 3.6. GDP by Expenditure (C+I+G+X-M) ..................................... 72

Tabel 3.7. Current Account (X-M=S+I) ................................................. 74

Tabel 3.8. Capital Account .................................................................... 75

Tabel 3.9. Capital Stock ........................................................................ 75

Tabel 3.10. Bilateral Export at Market Price ......................................... 77

Tabel 3.11 Ordinary Import Duty ........................................................... 81

Tabel 3.12 Ordinary Export Subsidy .................................................... 82

Tabel 3.13. Export for International Transportation ........................... 84

Tabel 3.14. Value of Output at Market Price........................................ 86

viii

Tabel 3.15. Struktur Biaya Perusahaan Berdasarkan Negara ........... 89

Tabel 3.16. Cost Structure of Private Consumption .......................... 92

Tabel 3.17 Cost Structure of Government Consumption .................. 95

Tabel 3.18. Decomposition of Export at World Prices ........................ 99

Tabel 3.19.Dampak FTA ASEAN Hongkong terhadap Output,

Ekspor Impor, dan Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia

(dalam persen .................................................................... 114

Tabel 3.20. Indikator Kinerja Perdagangan dari Produk Potensial

Indonesia ke Hong Kong .................................................. 121

Tabel 3.21. Indikator Kinerja Perdagangan dari Produk Potensial

Indonesia ke Hong Kong .................................................. 126

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kurva perdagangan internasional .................................... 9

Gambar 2.2. Keseimbangan Perdagangan Bebas Pada Model H-O .. 13

Gambar 2.3. Trade Creation .................................................................. 18

Gambar 2.4. Trade Diversion ................................................................ 21

Gambar 2.5. Diagram Kotak Edgeworth pada Kasus Dua Komoditi

dan Dua Faktor Produksi .............................................. 23

Gambar 2.6. Keseimbangan Sektor Produksi dan Konsumsi ........... 24

Gambar 2.7.Model Keseimbangan Umum Dampak Tarif untuk

Kasus Negara Kecil ........................................................ 27

Gambar 2.8. Model Keseimbangan Umum Dampak Tarif untuk

Kasus Negara Besar ....................................................... 28

Gambar 2.9. Model Kasus Satu Wilayah, Perekonomian Tertutup

tanpa Pajak ...................................................................... 43

Gambar 2.10. Perekonomian Terbuka tanpa Intervensi Pemerintah:

Model Multi Wilayah ....................................................... 46

Gambar 2.11. Perekonomian Tertutup dengan Pajak: Model Satu

Wilayah ............................................................................ 47

Gambar2.12. Dampak Pajak Terhadap Output ................................... 49

Gambar 2.13. Dampak Subsidi terhadap Output ............................... 49

Gambar 2.14. Model AGE, Multi Region Open Economy ................... 50

x

Gambar 3.1. Neraca Perdagangan Indonesia Tahun 2009-2013 ........ 59

Gambar 3.2. Produk Ekspor Non Migas Indonesia Tahun 2009-201364

Gambar 3.3. Ekspor Produk Non Oil dan Gas Indonesia Berdasarkan

Negara Tujuan Tahun 2009 dan 2013 ........................... 65

Gambar 3.4. Impor Produk Non Oil dan Gas Indonesia Berdasarkan

Negara Tujuan ................................................................. 65

Gambar 3.5. Kinerja Neraca Perdagangan Sektor Migas-Non Migas

Indonesia- ASEAN Tahun 2009-2013 ............................ 66

Gambar 3.6. Kinerja Neraca Perdagangan Sektor Migas Indonesia-

ASEAN Tahun 2009-2013 ............................................... 67

Gambar 3.7. Kinerja Neraca Perdagangan Sektor Non Migas

Indonesia- ASEAN Tahun 2009-2013 ............................ 67

Gambar 3.8. Ekspor Komoditi Utama Indonesia ke ASEAN ............... 68

Gambar 3.9. Impor Komoditi Utama Indonesia dari ASEAN Tahun

2013 .................................................................................. 69

Gambar 3.10. Negara Tujuan Ekspor Indonesia ................................. 70

Gambar 3.11. Analisa Impor Indonesia per Negara dan Regional ..... 70

Gambar 3.12. Kinerja Neraca Perdagangan Migas - Non Migas

Indonesia- Hong Kong Tahun 2009-2013 ................... 107

Gambar 3.13 Komoditas Ekspor Utama Indonesia ke Hong Kong

Tahun 2013 .................................................................... 108

Gambar 3.14. Komoditas Impor Utama Indonesia dari Hong Kong

............................................................................................................... 108

vii

ix

v

6

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan

negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan perdagangan

bebas dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional

ASEAN. ASEAN diharapkan sebagai basis produksi dunia dan sekaligus

pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA dibentuk pada waktu

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN IV di Singapura tahun 1992.

Awalnya AFTA ditargetkan akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008),

kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi

menjadi tahun 2002. Skema Common Effective Preferential Tariffs for

ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk

mewujudkan AFTA melalui penurunan tarif hingga menjadi 0-5%,

penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan-hambatan non tarif

lainnya. Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya

kesepakatan untuk menurunkan bea masuk impor barang yang masuk

dalam incusion list (IL) pada tahun 2010, bagi Brunai Darussalam,

Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi

Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.

Visi ASEAN 2020 menegaskan ASEAN yang berwawasan ke depan

akan memainkan peran penting dalam masyarakat internasional dan

memajukan kepentingan bersama ASEAN. ASEAN terus mengembangkan

hubungan kerjasama dengan Mitra Dialog, yaitu, Australia, Kanada, Cina,

Uni Eropa, India, Jepang, Korsel, Selandia Baru, Federasi Rusia, Amerika

Serikat, dan United Nations Development Programme. ASEAN juga

meningkatkan kerjasama dengan Pakistan di beberapa daerah kepentingan

bersama.

Konsisten dengan tekad untuk meningkatkan kerjasama dengan

negara-negara berkembang lainnya, ASEAN mempertahankan kontak

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 2

dengan organisasi-organisasi antar-pemerintah, yaitu Organisasi Kerjasama

Ekonomi, the Gulf Cooperation Council, the Rio Group, the South Asian

Association for Regional Cooperation, the South Pacific Forum, dan juga

melalui Asian-African Sub-Regional Organization Conference. Disamping

itu, sebagian besar Negara-negara Anggota ASEAN juga berpartisipasi aktif

dalam kegiatan Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), Asia-Europe

Meeting (ASEM), dan East Asia-Latin America Forum (EALAF).

Hingga saat ini, ASEAN telah mempunyai 11 (sebelas) Mitra Wicara

Penuh (Full Dialogue Partner) dan 1 Mitra Wicara Sektoral (Sectoral

Dialogue Partner). Mitra Wicara Penuh ASEAN terdiri dari Amerika Serikat,

Australia, China, India, Jepang, Kanada, Republik Korea, Rusia, Selandia

Baru, Uni Eropa dan UNDP. Sementara Mitra Wicara Sektoral ASEAN

adalah Pakistan. Selain itu, ASEAN juga mempunyai kerangka kerjasama

dengan China, Jepang dan Republik Korea melalui ASEAN Plus Three.

Sementara itu sejak tahun 2005 berkembang pula forum East Asia

Summit (EAS) dengan peserta terdiri dari 16 negara, yaitu 10 negara

ASEAN, Australia, China, India, Jepang, Republik Korea dan Selandia Baru.

Selain menjalin kerjasama dengan mitra wicara, ASEAN juga menjalin

kerjasama dengan organisasi-organisasi regional seperti : Gulf Cooperation

Council (GCC) dan MERCOSUR, badan-badan PBB, Andean Group, Asian

Development Bank (ADB), negara-negara Timur Tengah dan Asia Tengah

yang tergabung dalam Economic Cooperation Organization (ECO),

Southern African Development Community (SADC), Shanghai Cooperation

Organization (SCO).

Pada bulan Oktober 2011 , Hong Kong telah menunjukkan minat untuk

bergabung dengan Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN - China (

ACFTA ) yang disampaikan pada Rapat Persiapan ASEAN - China FTA

Joint Committe (ACFTA JC). Untuk menindaklanjuti hal tersebut, Sekretariat

ASEAN telah melakukan sebuah studi independen yang komprehensif

bekerja sama dengan NUS (Prof Shandre M. Thangavelu) untuk

menganalisis dampak, implikasi dan tantangan Hong Kong dalam aksesi ke

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 3

ACFTA. Pada pertemuan ke-11 Konsultasi AEM - MOFCOM yang diadakan

pada tanggal 29 Agustus 2012 di Siem Reap , Kamboja , AEMs

menyatakan respon positif atas proposal Hong Kong bergabung dengan

ACFTA. Namun, diperlukan penelitian lebih lanjut dan konsultasi di dalam

negeri masing-masimg anggota ASEAN untuk memastikan pemahaman

yang lebih jelas tentang implikasi dari Hong Kong bergabung dengan

ACFTA.

Pada AEM Retreat pada bulan Maret 2013 di Hanoi Vietnam, AEM

memutuskan untuk bernegosiasi secara bilateral dengan Hong Kong dalam

bentuk FTA ASEAN - Hong Kong ( AHKFTA ) dibandingkan dengan aksesi

Hong Kong ke ACFTA. Keputusan yang dibuat oleh AEMs disambut oleh

para pemimpin ASEAN pada KTT ASEAN yang diselenggarakan pada

bulan April 2013. Selama Konsultasi SEOM Hong Kong yang

diselenggarakan pada Juni 2013, ASEAN menjelaskan proses ASEAN

dalam memulai sebuah FTA yang meliputi melakukan studi kelayakan,

mengembangkan Terms of Reference (TOR ) untuk Perdagangan Komite

Negosiasi ( TNC ), mengesahkan TOR untuk menetapkan TNC dan

mengembangkan program kerja. ASEAN dan Hong Kong sepakat untuk

memulai negosiasi pada awal 2014. Hong Kong menggarisbawahi

pentingnya FTA ini untuk bisnis dan mendesak ASEAN untuk menargetkan

kesimpulan dari negosiasi ini secepatnya.

Sebagai gambaran, neraca perdagangan Indonesia dengan Hong Kong

dalam periode 2009-2013 selalu menunjukkan surplus. Surplus

perdagangan ini disumbangkan oleh ekspor non migas. Ekspor emas dalam

bentuk gumpalan, ingot atau batang pada tahun 2013 menyumbang 18

persen dari total ekspor non migas. Sementara itu untuk neraca migas

Indonesia-Hong Kong mengalami defisit sebesar USD -116.4 juta.

Berdasarkan latar belakang tersebut, Pusat Kebijakan Kerjasama

Perdagangan Internasional (KPI) Kementerian Perdagangan melakukan

kajian yang berjudul Analisis Cost and Benefit ASEAN Hong Kong FTA

bagi Indonesia.

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 4

1.2 Perumusan Masalah

FTA adalah salah satu bentuk reaksi adanya globalisasi dan liberalisasi

yang berimplikasi pada pengurangan dan penghapusan berbagai hambatan

dalam kegiatan perdagangan baik hambatan tarif (tarrief-barrier) maupun

hambatan non tarif (non-tarrif barier=NTB).

Secara teori, sejalan dengan analisis statik mengenai manfaat

perdagangan, adanya FTA mendorong berkurangnya hambatan tarif (tarrief-

barrier) maupun hambatan non tarif sehingga biaya transaksi dalam

perdagangan akan turun. Kondisi ini akan mempengaruhi variabel-variabel

mikro selanjutnya berdampak pada variabel-variabel makro ekonomi.

Negara akan berspesialisasi sesuai dengan keunggulan komparatif

sehingga kinerja ekspor akan meningkat. Proses ini menuju ke efisiensi

alokasi sumberdaya dan peningkatan GDP.

Terkait dengan hal tersebut diatas, analisis kuantitatif untuk

mengkalkulasi seberapa besar dampak berlakunya perjanjian perdagangan

barang ASEAN-Hong Kong FTA terhadap pendapatan nasional dan kinerja

perdagangan Indonesia dan Hong Kong sangat diperlukan. Maka

perumusan masalah dalam kajian ini adalah :

1. Bagaimana cost and benefit ASEAN Hong Kong FTA bagi Indonesia,

ASEAN dan Hong Kong?

2. Produk-produk apa saja yang dapat dijadikan sebagai request dan offer

Indonesia dalam kerangka kerjasama ASEAN Hong Kong FTA

1.3 Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah, kajian ini memiliki tujuan sebagai

berikut :

1. Menganalisis dampak perdagangan barang (cost and benefit) dalam

ASEAN Hong Kong FTA bagi Indonesia, ASEAN dan Hong Kong.

2. Identifikasi produk-produk yang dapat dijadikan sebagai request dan

offer Indonesia dalam kerangka kerjasama ASEAN Hong Kong FTA.

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 5

1.4 Ruang Lingkup Analisis

Analisis ini hanya dibatasi pada analisis perdagangan barang dalam

ASEAN Hong Kong FTA terhadap kinerja perdagangan dan perekonomian

Indonesia, ASEAN dan Hong Kong. Cost and benefit dianalisis berdasarkan

perspektif makroekonomi ( indikator kesejahteraan, GDP riil, dan neraca

perdagangan) serta sektoral ekonomi (indikator output, ekspor dan

penyerapan tenaga kerja) dengan menggunakan model CGE. Sedangkan

penentuan produk-produk yang dapat dijadikan sebagai request dan offer

Indonesia dalam kerangka kerjasama ASEAN Hong Kong FTA digunakan

adalah metode pembobotan terhadap kinerja perdagangan (ekspor

Indonesia ke HongKong, ekspor Indonesia ke dunia, pertumbuhan Ekspor

ke HongKong dan pertumbuhan Ekspor ke dunia) dan tarif MFN HongKong.

Disamping itu, akan dilihat pula hambatan perdagangan Indonesia

Hongkong yang akan diuraikan secara kualitatif berdasarkan hasil

kunjungan tim peneliti ke Hongkong dan studi literatur serta pengalaman

empiris kerjasama Hongkong dengan Negara lainnya.

1.5 Metodologi Analisis

Jenis data yang digunakan dalam analisis ini meliputi data primer dan

sekunder. Data primer diperoleh melalui diskusi dengan pemangku

kepentingan terkait, sedangkan data sekunder bersumber dari BPS, CEIC,

COMTRADE, WITS, GTAP Database. Metode analisis yang digunakan

adalah Model CGE, berbagai indeks perdagangan seperti RCA, TCI, TSI

dan TII, dan analisis deskriptif berbagai hambatan kerjasama antara

Indonesia dengan Hongkong.

1.6 Sistematika Penulisan

Adapun laporan analisis ini terbagi menjadi beberapa bab yaitu :

Bab I: Pendahuluan

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 6

Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang, permasalahan,

tujuan analisis, ruang lingkup analisis, metodologi analisis dan

sistematika laporan.

Bab II: Tinjauan Pustaka dan Metodologi Analisis

Bab ini berisikan teori perdagangan internasional dan metode

analisis

Bab III: Analisis Cost and Benefit ASEAN Hong Kong FTA bagi

Indonesia

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai Cost and benefit ASEAN

Hong Kong FTA bagi Indonesia berdasarkan perspektif

makroekonomi serta sektoral ekonomi serta penentuan produk-

produk yang dapat dijadikan sebagai request dan offer Indonesia

dalam kerangka kerjasama ASEAN Hong Kong FTA. Hambatan

perdagangan akan diuraikan secara deskriptif kualitatif.

Bab IV: Penutup

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI ANALISIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori Perdagangan Internasional dan Integrasi Ekonomi

Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

transaksi dagang barang dan jasa antara subjek ekonomi satu

negara dengan subjek ekonomi negara lain. Subjek ekonomi

yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari warga negara

biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor, perusahaan

industri ataupun perusahaan negara. Perdagangan

internasional terjadi akibat adanya perbedaan potensi sumber

daya alam, sumber daya modal, sumber daya manusia dan

kemajuan teknologi antar negara (Halwani 2005). Sedangkan

menurut Dumairy (1997) perdagangan merupakan suatu proses

pertukaran barang dan jasa yang dilakukan atas dasar suka

sama suka, untuk memperoleh barang yang dibutuhkan. Dalam

masa globalisasi, perdagangan tidak hanya dilakukan dalam

satu negara saja. Bahkan dunia sudah memasuki perdagangan

bebas. Hampir tidak ada satu negarapun yang tidak melakukan

hubungan dengan negara lain.

Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi

bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi

yang dilakukannya. Demikian halnya dengan perdagangan

internasional. Setiap negara yang melakukan perdagangan

bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut.

Selain motif mencari keuntungan, Krugman (1991)

mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan

internasional:

1. Negara-negara berdagang karena mereka berbeda

satu sama lain.

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 8

2. Negara-negara melakukan perdagangan dengan

tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economic of scale)

Secara umum, perdagangan internasional terdiri dari

kegiatan ekspor dan impor. Ekspor merupakan penjualan

barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara ke negara

lain, sebaliknya impor merupakan barang dan jasa yang masuk

ke suatu negara. Negara yang memproduksi lebih dari

kebutuhan dalam negerinya dapat mengekspor kelebihan

produksi tersebut ke negara lain. Akan tetapi, negara yang tidak

mampu memproduksi sendiri dapat mengimpor dari negara

lain. Menurut Tambunan (2001), faktor-faktor yang

memengaruhi perdagangan internasional dapat dilihat dari teori

penawaran dan permintaan. Dari teori penawaran dan

permintaan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya

kelebihan produksi suatu negara dengan kelebihan permintaan

negara lain.

Secara teoritis, suatu negara misal negara 1 akan

mengekspor komoditi X ke negara lain, misal negara 2 apabila

harga domestik negara 1 sebelum terjadinya perdagangan

internasional relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga

domestik negara 2 (Gambar 2.1). Struktur harga yang terjadi di

negara 1 lebih rendah karena produksi domestiknya lebih besar

dibandingkan dengan konsumsi domestiknya sehingga terjadi

excess supply di negara 1. Di sisi lain, di negara 2 terjadi

excess demand karena konsumsi domestiknya lebih besar

dibandingkan dengan produksi domestiknya sehingga harga di

negara 2 lebih tinggi. Dengan demikian, negara 1 memiliki

kesempatan untuk menjual kelebihan produksinya ke negara

lain, sementara negara 2 berkeinginan untuk membeli komoditi

X dari negara lain yang relatif lebih murah. Jika terjadi

komunikasi antara negara 1 dan negara 2, maka akan terjadi

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 9

perdagangan antar keduanya dengan harga yang sama di

kedua negara.

Gambar 2.1 Kurva perdagangan internasional

Sumber: Salvatore (1997)

Gambar 2.1 memperlihatkan bahwa sebelum terjadi

perdagangan internasional harga di negara 1 adalah sebesar

P1, sedangkan harga di negara 2 adalah sebesar P3.

Penawaran di pasar internasional terjadi jika harga

internasional lebih tinggi dibandingkan dengan P1, sedangkan

permintaan di pasar internasional terjadi jika harga

internasional lebih rendah dibandingkan dengan P3. Dengan

adanya perdagangan internasional, maka negara 1 akan

mengekspor komoditi X sebesar BE, sedangkan negara 2 akan

mengimpor komoditi X sebesar BE pada tingkat harga

internasional (P2).

Konsep perdagangan bebas untuk pertama kali

diperkenalkan oleh Adam Smith pada awal abad ke-19 dengan

teori keunggulan absolut (absolute comparative). Teori Adam

Smith kemudian disempurnakan oleh David Ricardo (1817)

dengan model keunggulan komparatif (The Theory of

Comparative Advantage). Berbeda dengan konsep keunggulan

absolut yang menekankan pada biaya riil yang lebih rendah,

0 X

Px

0 X

Px

Negara 2

0 X

Px

Negara 1

P1

P2

P3

A

Ekspor Impor B E

E

S

D

A

B E

Sx

Dx

Dx

Sx

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 10

keunggulan komparatif lebih melihat pada perbedaan harga

relatif antara dua input produksi sebagai penentu terjadinya

perdagangan.

Menurut David Ricardo (Hady, 2001), perdagangan dapat

dilakukan oleh negara yang tidak memiliki keunggulan absolut

pada kedua komoditi yang diperdagangkan dengan melakukan

spesialisasi produk yang kerugian absolutnya lebih kecil atau

memiliki keunggulan komparatif. Hal ini dikenal sebagai Hukum

Keunggulan Komparatif (Law of Comparative Advantage).

Keunggulan komparatif dibedakan atas cost comparative

advantage (labor efficiency) dan production comparative

advantage (labor productivity). Asumsi yang digunakan

(Salvator, 1997) :

a. Hanya terdapat dua negara dan dua komoditi

b. Perdagangan bersifat bebas

c. Terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di

dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara.

d. Biaya produksi konstan

e. Tidak terdapat biaya transportasi

f. Tidak ada perubahan teknologi

Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency),

suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan

internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan

mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi

lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut

berproduksi relatif kurang atau tidak efisien.

Berdasarkan analisis production comparative advatage

(labor productivity) dapat dikatakan bahwa suatu negara akan

memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika

melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di

mana negara tersebut berproduski lebih produktif serta

mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi realtif

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 11

kurang atau tidak produktif. Dengan kata lain, cost comparative

menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika

suatu negara memproduksi suatu barang yang membutuhkan

sedikit jumlah jam tenaga kerja dibandingkan negara lain

sehingga terjadi efisiensi produksi. Production comparative

menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika

seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih

banyak suatu barang/jasa dibandingkan negara lain sehingga

tidak memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak. Dengan

demikian keuntungan perdagangan diperoleh jika negara

melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost

comparative advantage dan production advantage. Atau

dengan mengekspor barang yang keunggulan komparatifnya

tinggi dan mengimpor barang yang keunggulan komparatifnya

rendah.

Teori klasik Ricardo tersebut selanjutnya dikembangkan

oleh Heckscher-Ohlin (H-O) dengan The Theory of Factor

Proportions (1949 1977). Model H-O mengatakan bahwa

walaupun tingkat teknologi yang dimiliki sama, perdagangan

internasional akan tetap terjadi bila ada perbedaan kepemilikan

faktor produksi (factor endowment) diantara masing-masing

negara. Satu negara dengan kepemilikan kapital berlebih akan

berspesialisasi dan mengekspor komoditi padat kapital (capital-

intensive goods), dan sebaliknya negara dengan kepemilikan

tenaga kerja berlebih akan memproduksi dan mengekspor

komoditi padat tenaga kerja (labor-intensive goods). Menurut

teori H-O, suatu negara akan memproduksi dan mengekspor

barang dengan menggunakan faktor produksi yang dimiliki

secara melimpah, dan mengimpor barang yang untuk

memproduksinya diperlukan faktor produksi yang kurang

tersedia (langka) di dalam negeri.

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 12

Dalam model H-O kepemilikan faktor (kapital dan tenaga

kerja) akan menentukan jenis komoditi yang diproduksi dan

diekspor serta komoditi yang harus diimpor oleh satu negara.

Perbedaan kepemilikan faktor adalah dasar dari keunggulan

komparatif yang dimiliki dua negara untuk melakukan

perdagangan yang saling menguntungkan. Perbedaan

kepemilikan faktor produksi tersebut dihitung berdasarkan rasio

antara kapital dengan tenaga kerja di masing-masing negara.

Sebagai contoh: negara H dan F masing-masing memiliki 2

faktor produksi: K (kapital) dan L (tenaga kerja), dan setiap

negara memproduksi komoditi X dan Y. Negara H dikatakan

memiliki kapital melimpah apabila kapital per unit tenaga kerja

di H lebih besar dibandingkan di F, atau H

H

L

K >

F

F

L

K.

Sebaliknya, F dikatakan memiliki tenaga kerja melimpah

apabila tenaga kerja per unit kapitalnya lebih besar di

bandingkan di H, atau F

F

K

L >

H

H

K

L. Dengan demikian, dapat

dikatakan kapital relatif lebih murah di H sedangkan tenaga

kerja relatif lebih murah di F. Selanjutnya apabila untuk

menghasilkan komoditi Y diperlukan kapital yang lebih banyak

(padat kapital), sedangkan untuk komoditi X diperlukan tenaga

kerja yang lebih banyak (padat karya) maka dapat dikatakan H

memiliki keunggulan komparatif untuk komoditi Y, dan F

memiliki keunggulan komparatif komoditi X. Menurut model H-

O, dengan perbedaan intensitas penggunaan faktor dan

perbedaan kepemilikan faktor maka apabila kedua negara

melakukan perdagangan, H akan berspesialisasi dalam

produksi komoditi Y dan F berspesialisasi dalam produksi

komoditi X. Keseimbangan perdagangan bebas pada model H-

O dijelaskan dengan Gambar 2.2.

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 13

I

MYF

EXXF

Y

PPFH

PPFF

P

CH

PF

CF

IMxH

EX

YH

Gambar 2.2. Keseimbangan Perdagangan Bebas Pada

Model H-O

Sumber: Krugman dan Obstfeld (2000)

Pada Gambar 2.2. di atas, H memiliki kapital berlebih yang

ditunjukkan dengan kurva PPFH yang lebih mengarah ke

produksi barang padat modal (Y). Sedangkan F memiliki tenaga

kerja berlebih dengan kurva PPFF yang lebih mengarah ke

produksi barang padat tenaga kerja (X). Dalam keseimbangan

perdagangan bebas, kedua negara menghadapi rasio harga

dunia yang sama, yaitu: W

Y

W

X

P

P.

Pada kesimbangan perdagangan bebas, tingkat produksi di

negara H berada di titik PH yang merupakan titik singgung

antara garis pendapatan nasional (NI) dengan kurva PPFH.

Pendapatan nasional dinyatakan dengan persamaan: NI = PX .

X + PY . Y. Slope garis pendapatan nasional tersebut adalah

sama dengan rasio harga perdagangan bebas kedua komoditi:

W

Y

W

X

P

P. Jumlah konsumsi H adalah di titik CH dimana kurva

indiferen agregat IHFT bersinggungan dengan garis pendapatan

X

H

FTI

F

FTI

NI

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 14

nasional. Untuk mencapai tingkat konsumsi CH tersebut, H

harus mengekspor komoditi Y sebesar HYEX dan mengimpor

komoditi X sebesar HXIM .

Keseimbangan produsksi F berada di titik PF yang

merupakan titik singgung antara garis pendapatan nasional

dengan kurva PPFF. Slope dari garis pendapatan nasional juga

merupakan rasio antara harga perdagangan bebas kedua

barang: W

Y

W

X

P

P. Sedangkan konsumsi terletak di titik CF yang

merupakan titik singgung antara kurva agregat indifference FFTI

dengan garis pendapatan nasional. Oleh karena diasumsikan

bahwa kedua negara memiliki preferensi agregat yang

homothetic dan rasio harga perdagangan bebas yang sama,

maka konsumsi H dan F selalu terletak di sepanjang garis yang

berawal dari titik 0 ke C. Untuk mencapai tingkat konsumsi di

titik CF, F harus mengekspor komoditi X sebesar FXEX dan

mengimpor komoditi Y sebesar FYIM . Pada keseimbangan

perdagangan bebas, jumlah ekspor H harus sama dengan

jumlah impor F ( HYEX =

F

YIM ), dan jumlah ekspor F harus

sama dengan jumlah impor H ( FXEX =

H

XIM ).

Mengingat bahwa tingkat konsumsi kedua negara berada di

kurva indiferen yang berada di luar (di atas) kurva PPF maka

menurut model H-O perdagangan bebas akan memberikan

keuntungan agregat bagi kedua negara.

Perdagangan bebas diharapkan secara bertahap akan

mengurangi hambatan perdagangan sehingga dapat memacu

pertumbuhan volume perdagangan internasional. Salah satu

upaya yang dilakukan adalah kerjasama yang dilakukan antara

satu negara dengan negara lainnya atau antara satu negara

dengan negara yang membentuk kelompok sehingga

terciptanya integrasi ekonomi. Negara-negara di seluruh dunia

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 15

saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran

penting dalam perdagangan mereka. Sebagian negara-negara

yang berada di seluruh dunia telah melakukan integrasi

ekonomi dengan negara lain. Secara umum integrasi yang

dilakukan oleh setiap negara bertujuan agar posisi ekonominya

di pasar internasional dapat diperkuat, sehingga setiap negara

dapat bersaing dengan negara-negara yang telah maju dan

sudah besar. Selain itu, integrasi ekonomi dapat memperluas

akses pasar dan mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

negara ke tingkat yang lebih tinggi. Studi Meir (1995)

menjelaskan integrasi ekonomi yang terdapat dalam suatu

kawasan memiliki beberapa manfaat untuk negara-negara yang

tergabung dalam integrasi tersebut, seperti terdorongnya

efisiensi ekonomi di suatu kawasan ekonomi, mendorong

industri lokal agar berkembang, serta manfaat perdagangan

yang meningkat akibat adanya perbaikan terms of trade.

Suatu organisasi terdiri dari berbagai bentuk, tergantung

tingkat kerjasamanya yang mengarah ke tingkat integrasi

berbeda antara negara peserta. Ada lima tingkat kerja sama

formal antar negara anggota kelompok regional, yaitu Free

Trade Area (FTA), Custom Union, Common Market, Monetary

Union, dan Political Union (Kotabe dan Helsen, 2001).

Free Trade Are (FTA) adalah kerjasama formal antara dua

atau lebih negara untuk mengurangi hambatan tarif dan non

tarif diantara negara anggota. Akan tetapi masing-masing

negara anggota bebas menentukan tingkat tarif individu dengan

negara yang bukan anggota.

FTA adalah salah satu bentuk reaksi adanya globalisasi

dan liberalisasi yang berimplikasi pada pengurangan dan

penghapusan berbagai hambatan dalam kegiatan perdagangan

baik hambatan tarif (tarrief-barrier) maupun hambatan non tarif

(non-tarrif barier=NTB). FTA atau Free Trade Area adalah

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 16

suatu bentuk kerjasama ekonomi regional yang

memperdagangkan produk-produk orisinal negara-negara

anggotanya tidak dipungut bea masuk atau bebas bea masuk.

Dengan kata lain, internal tariff antara negara anggota

menjadi 0 persen, sedangkan masing-masing negara memiliki

external tariff sendiri-sendiri. Contohnya AFTA (Asean Free

Trade Area) yang diawali dengan CEPT (Common Effective

Preferential Tariff) yang mulai diberlakukan sejak tanggal 1

Januari 1993.

Dampak dibukanya perdagangan bebas tidak hanya akan

dirasakan oleh ekonomi negara-negara yang berdagang,

namun juga akan dirasakan oleh perekonomian dunia secara

keseluruhan. Dampak diliberalisasikannya perdagangan

tersebut secara keseluruhan mengakibatkan kesejahteraan

dunia menurun. Berdasarkan teori perdagangan internasional,

perdagangan internasional seharusnya akan meningkatkan

kesejahteraan negara-negara yang melakukan perdagangan

bebas, karena melalui perdagangan bebas akan terjadi

peningkatan efisiensi penggunaan sumberdaya domestik dan

akses pasar ke negara lain (Stephenson, 1994).

Namun demikian, secara umum terdapat beberapa variabel

ekonomi dunia yang meningkat seperti investasi global barang-

barang kapital, volume perdagangan dunia, dan indeks harga

perdagangan dunia. Peningkatan arus perdagangan sebagai

akibat dibukanya tarif seluas-luasnya mengakibatkan

peningkatan aliran barang-barang kapital untuk investasi

volume perdagangan dunia. Peningkatan investasi global

ternyata diikuti dengan tingkat pengembalian kapital yang

negatif sehingga secara keseluruhan akan mempengaruhi

tingkat kesejahteraan dunia.

Custom Union. Anggota Custom Union tidak hanya

mampu mengurangi atau menghilangkan tarif antara anggota,

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 17

tapi juga mereka mempunyai tarif eksternal bersama terhadap

negara yang bukan anggota Custom Union. Hal ini mencegah

negara yang bukan anggota mengekspor ke negara anggota

yang mempunyai tarif eksternal rendah.

Common Market. Jika kerja sama meningkat di antara

negara Custom Union, maka dapat terbentuk Common Market.

Common Market menghilangkan semua tarif dan hambatan lain

dalam perdagangan antara anggota, mengadopsi seperangkat

tarif eksternal bersama pada negara bukan anggota, dan

menghilangkan batasan-batasan pada aliran modal dan tenaga

kerja antar negara anggota.

Monetary Union. Monetary Union berada pada level

integrasi keempat dengan satu mata uang bersama antar

negara. Contohnya Negara anggota European Union

menggunakan mata uang bersama, Euro. Menurut Wild dan

Wild (2000), tingkat integrasi ini juga disebut Economic Union

karena juga melakukan harmonisasi kebijakan ekonomi negara

anggota, seperti pajak, kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.

Political Union. Political Union merupakan puncak dari

proses integrasi. Political Union dapat menjadi nama lain dari

sebuah negara ketika union secara sungguh-sungguh

mencapai tingkat integrasi. Terkadang, negara-negara yang

berkumpul dalam Political Union antara lain adalah karena

alasan sejarah, seperti British Commonwealth yang terdiri dari

negara-negara yang pernah menjadi bagian oleh British

Empire. Namun ketika British bergabung dengan European

Union, perlakuan istimewa ini hilang. Sekarang kelompok ini

hanya sebagai forum untuk diskusi dan ikatan sejarah yang

sama.

Integrasi ekonomi regional (termasuk FTA) akan

memberikan dampak positif dan negatif terhadap perdagangan

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 18

barang dan jasa dinegara-negara anggota FTA. Dampak positif

dari integrasi ekonomi adalah (Wild dan Wild, 2000):

1. Trade Creation

Dengan analisis partial equilibrium, trade creation adalah

penggantian dimana produk domestik suatu negara yang

melakukan integrasi ekonomi regional melalui pembentukan

FTA dengan produk impor yang lebih murah dari anggota lain.

Jika seluruh sumber daya digunakan secara full employment

dan dengan melakukan spesialisasi berdasarkan comparative

advantage, masing-masing negara akan memperoleh dampak

positif berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat karena

memperoleh barang dengan harga yang relatif lebih murah.

Gambar 2.3 Trade Creation

Sumber: Salvatore, 2000

Efek positif dari trade creation ini bukan hanya berlaku

untuk negara anggota, tetapi juga untuk negara lain yang bukan

anggota karena adanya peningkatan spesialisasi produksi yang

mendorong peningkatan impor dari negara lain (rest of the

world). Terjadinya trade creation dapat diilustrasikan pada

Gambar 2.3. (Salvatore, 2000). Dx dan Sx masing-masing

merupakan kurva permintaan dan penawaran domestik untuk

barang X dari negara II, sedangkan kurva S1 merupakan kurva

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 19

penawaran yang elastis sempurna dalam keadaan free trade

untuk barang X dari negara I ($1). Dengan mengenakan tarif

bea masuk 100 persen, negara II mengimpor 30 unit barang X

atau JH dari negara I, sehingga harga impornya menjadi $2

atau kurva S1 + T. Produksi domestik negara II sebanyak 20

unit barang X atau AM, sedangkan total konsumsi dalam

negara II sebanyak 50 unit barang X atau GH. Kemudian

negara I dan negara II membentuk integrasi ekonomi regional

dalam bentuk FTA. Setelah membentuk FTA, negara II

mengimpor 60 unit barang X atau CB dari negara tanpa bea

masuk pada harga $1 (kurva S1). Produk domestik negara I

turun menjadi 10 unit barang X atau CM dan total konsumsi

naik menjadi 70 unit barang X atau AB. Dengan pembentukan

FTA, maka : Penerimaan bea masuk untuk negara II akan

hilang, Konsumen domestik akan memperoleh transfer dari

produsen domestik sebesar area AGJC yang merupakan

kenaikan konsumen surplus, Manfaat lain yang diperoleh

negara II setara dengan area CJM + area BHN, atau setara

dengan $15.

Konsensus yang lebih besar. Keuntungan untuk

mengelimainasi hambatan perdagangan lebih mudah dilakukan

pada kelompok negara-negara yang lebih kecil, seperti ASEAN

dibandingkan dengan kelompok yang lebih besar seperti WTO.

Kerjasama Politik. Secara politik terdapat keuntungan dari

negara-negaa yang berintegrasi terutama dalam

memperjuangkan kepentingan bersama di forum perundingan

yang lebih besar seperti WTO.

Integrasi ekonomi juga memberikan dampak negatif

terhadap anggotanya. Wild dan Wild (2000) mengidentifikasi

terdapat tiga dampak negatif yaitu trade diversion, pergeseran

tenaga kerja, hilangnya kedaulatan nasional.

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 20

2. Trade Diversion.

Terjadinya pengalihan perdagangan dari negara yang tidak

ikut serta dalam perjanjian perdagangan tapi lebih efisien ke

negara yang ikut serta dalam perjanjian walaupun kurang

efisien. Gambar 2.4 menunjukkan terjadinya trade diversion

pada negara yang melakukan integrasi ekonomi. Sebagai

contoh, Dx dan Sx merupakan kurva permintaan dan

penawaran domestik untuk barang X dari negara II, sedangkan

kurva S1 dan S3 merupakan kurva penawaran yang elastis

sempurna dalam keadaan free trade untuk barang X dari

negara I ($1) dan negara III ($1,5). Dengan mengenakan tarif

bea masuk 100 persen, negara II mengimpor 30 unit barang X

atau JH dari negara I sehingga harga impornya menjadi $2 atau

kurva S1+T. emudian negara II membentuk integrasi ekonomi

regional dalam bentuk FTA dengan negara III.

Setelah pembentukan FTA, negara II mengimpor 45 unit

barang X atau CB dari negara III yang bebas bea masuk pada

harga $ 1,5 (kurva S3).Dengan pembentukan FTA maka :

kesejahteraan / manfaat yang diperoleh negara II adalah

sebesar segitiga CJJ + segitiga HHB, atau senilai $1,25 +

$2,5 = $3,75 ; kesejahteraan / manfaat yang hilang dari negara

II sebesar segiempat MNHJ atau senilai $15 ; kesejahteraan /

manfaat neto yang hilang adalah sebesar $15 - $3,75 = $11,25

(Lihat Gambar 2.4.).

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 21

Gambar 2.4 Trade Diversion

Sumber: Salvatore, 2000

Pergeseran tenaga kerja. Karena adanya kerjasama

perdagangan, produsen akan berproduksi ke negara yang lebih

efisien. Sebagai contoh, untuk industri yang memerlukan

tenaga kerja dengan tingakt ketrampilan yang rendah akan

mengalihkan tempat produksinya ke negara anggota yang

memiliki tingkat upah yang rendah.

Hilangnya kedaulatan politik. Jika integrasi ekonomi

sudah mencapai political union, maka suatu negara akan

kehilangan kebebasan dalam menentukan politik luar negerinya

sendiri. Sejauh ini, bentuk integrasi pada tingkat yang paling

tinggi (political union) sulit untuk dicapai.

2.1.2 Teori Keseimbangan Umum

Teori keseimbangan umum pertama kali dikembangkan

oleh Leon Walras pada abad ke-19. Berdasarkan teori, model

keseimbangan dalam ekonomi dapat dibedakan menjadi dua

macam yaitu (1) model keseimbangan parsial (partial

equilibrium), dan (2) model keseimbangan umum (general

ekuilibrium theory). Model keseimbangan umum (CGE)

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 22

merupakan model makroekonomi yang mengintegrasi

mikroekonomi dan makroekonomi.

Model CGE berbeda dengan model parsial dimana model

ini dapat menganalisis pasar secara lengkap dan saling

berinteraksi satu sama lain. Variabel-variabel makroekonomi

dan sektoral pada tingkat mikro maupun sektoral akan

dianalisis secara bersama-sama. Model CGE menganalisis

sensitivitas dari alokasi sumberdaya, karena adanya perubahan

eksternal. Selain itu data yang digunakan dalam model CGE

meliputi parameter elastisitas dan input-output data yang

menunjukkan keterkaitan antar sektor sehingga model CGE

digunakan sebagai alat analisis terhadap perubahan sektoral

(Oktaviani, 2008).

Keseimbangan umum tercapai jika perekonomian berada

pada kondisi bersaing sempurna (Arrow dan Debreu (1954)

dalam Oktaviani, R (2008)). Dalam model CGE, pasar berada

dalam kondisi persaingan sempurna dimana tercapai kondisi

efisiensi produksi dan alokasi sumberdaya dalam

perekonomian. Dalam teori mokroekonomi, efisiensi dalam

perekonomian tersebut dikenal dengan konsep pareto optimum

pada setiap agen ekonomi yang mencakup tiga (3) jenis

efisiensi yaitu, efisiensi alokasi sumberdaya (keseimbangan

produksi), efisiensi distribusi komoditi (keseimbangan

konsumsi) dan efisiensi kombinasi produk (keseimbangan

sektor produksi dan konsumsi).

Teori produksi menyatakan bahwa produsen berada dalam

keseimbangan apabila 2

1

1w

wMRTS k dimana w1 adalah harga

faktor L (tenaga kerja) dan w2 adalah harga faktor K (modal).

Pada kasus dua perusahaan yang menghasilkan komoditi yang

berbeda, yaitu x1 dan x2, keseimbangan simultan yang terjadi

bisa dijelaskan melalui kotak Edgeworth pada Gambar 2.5.

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 23

Keseimbangan simultan antar dua produk x1 dan x2 tercapai

pada saat isokuan x1 bersinggungan dengan isokuan x2. Titik-

titik singgung tersebut membentuk kurva yang disebut Kurva

Kontrak atau Contract Curve (CC).

Dalam ekonomi pertukaran, alokasi yang efisien terletak

sepanjang kurva kontrak. Titik yang terletak di luar kurva

kontrak tidak efisien sebab individu dapat memperoleh

kesejahteraan yang lebih tinggi jika pindah dari titik tersebut ke

arah kurva kontrak. Di sepanjang kurva kontrak, preferensi

individu bersaing satu sama lain karena kesejahteraan yang

diperoleh seseorang hanya mungkin tercapai atas pengorbanan

orang lain.

Gambar 2.5. Diagram Kotak Edgeworth pada Kasus Dua

Komoditi dan Dua Faktor Produksi

Sumber : Nicholson, 1994

Keseimbangan produksi terjadi pada saat

2

1

11w

wMRTSMRTS kk dimana MRTS adalah slope dari

isokuan. Kondisi pareto optimum pada konsumen didekati

dengan konsep Tingkat Pertukaran Marginal atau Marginal

Rate of Substitution (MRS). MRS menunjukkan kesediaan

seorang konsumen untuk menukarkan satu unit terakhir dari

suatu barang untuk mendapatkan beberapa unit barang

OX2

OX1 L

K

X14

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 24

lainnya. Setiap konsumen akan selalu menyamakan MRS

dengan harga relatif kedua barang (1 dan 2) yang akan

dikonsumsinya. Keseimbangan dalam konsumsi terjadi pada

saat 2

1

12P

PMRS

Keseimbangan dalam produksi dan konsumsi tercapai

ketika 2

1

1212P

PMRSMRPT . MRPT menunjukkan bagaimana

suatu produk ditransformasikan menjadi produk lain. MRS

menunjukkan sejauh mana konsumen mau mempertukarkan

suatu komoditi dengan komoditi lainnya. Keseimbangan terjadi

jika rencana produksi sesuai dengan rencana konsumsi atau

MRPT = MRS. Pengertian ekonomi dari keseimbangan total ini

adalah bahwa kombinasi output x1 dan x2 harus optimal baik

dari sudut produsen maupun konsumen. Keseimbangan ini

ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Keseimbangan Sektor Produksi dan

Konsumsi

Sumber : Nicholson, 1994

Secara teoritis, sebagaimana pemikiran kaum klasik

maupun neo-klasik, sistem perdagangan bebas antar negara

akan dapat menciptakan manfaat yang maksimal. Namun

X1

X2

x11 x

1* x

12O

x21

x2*

x22

U3

U2

U1

P

P

C*C

C

C*

P*

Slope *2

*1

*1

*2

X

X

P

P

X

X

Slope

2

1

1

2

X

X

P

P

X

X

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 25

mekanisme pasar tidak selalu berjalan secara sempurna. Hal

ini sebagai argumentasi campur tangan pemerintah yang

menyebabkan distorsi pasar. Salah satu bentuk intervensi

adalah tarif.

Tarif adalah pajak atau bea yang dikenakan terhadap suatu

produk yang masuk atau keluar dari suatu negara. Secara

teoritis, pajak yang berasal dari tarif memberikan pemasukan

bagi pemerintah. Dampak pemberlakuan tarif bisa berbeda

antara negara.

2.1.2.1 Tarif Impor Pada Kasus Negara Kecil

Definisi negara kecil adalah negara yang tidak

mampu mempengaruhi harga dunia sehingga TOT

dunia tidak mengalami perubahan sekalipun negara

kecil tersebut melakukan perubahan kebijakan

perdagangannya. Diasumsikan dalam keseimbangan

perdagangan bebas hanya ada dua produk misalkan

makanan dan minuman, negara A akan

memaksimumkan kesejahteraannya dengan

berproduksi pada titik dimana rasio dari marginal cost

(MC) domestiknya sama dengan rasio nilai tukar dunia.

Negara tersebut akan melakukan perdagangan untuk

mencapai kemungkinan kurva indiferen yang paling

tinggi. Keseimbangan perdagangan bebas seperti itu

ditunjukkan oleh Gambar 2.7, dengan rasio harga dunia

ditunjukkan oleh slope TT, produksi berada pada titik

P1, dan konsumsi pada titik C1. TT bersinggungan

dengan kurva indiferen i2, negara A mengekspor

makanan dan mengimpor minuman.

Apabila negara A menetapkan tarif impor makanan,

dampaknya adalah peningkatan harga domestik

makanan, yang menyebabkan divergensi antara rasio

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 26

nilai tukar domestik dan rasio nilai tukar dunia. Hal ini

menyebabkan rasio nilai tukar domestik sama dengan

slope DD, lebih landai dari TT, yang menunjukkan

suatu harga relatif yang lebih tinggi untuk makanan.

Tarif tersebut merubah rasio harga domestik dan rasio

harga eksternal. Harga makanan yang lebih tinggi

memberikan insentif bagi perusahaan untuk

meningkatkan makanan dan mengurangi pakaian. Titik

produksi akan bergeser ke P2, dimana garis harga

domestik (DD) merupakan tangen terhadap kurva

kemungkinan produksi.

Dengan asumsi bahwa rasio harga dunia tetap

tidak berubah, perdagangan internasional terjadi

sepanjang garis P2C2 (pararel terhadap TT).

Keseimbangan baru pada konsumsi dicapai ketika dua

kondisi terpenuhi: Pertama, garis harga domestik, EE,

yang slopenya sama dengan rasio harga domestik,

merupakan tangen terhadap suatu kurva indiferen i1,

Kedua, garis harga dunia, P2C2, memotong kurva

indiferen komuniti pada titik tangennya dengan garis

harga domestik, EE. Kedua kondisi ini terpenuhi pada

titik C2 pada Gambar 2.7.

Kondisi pertama menjamin MRS pada konsumsi

menyamai rasio harga domestik yang dihadapi

konsumen; kondisi kedua memenuhi persyaratan rasio

harga domestik berbeda dari rasio harga dunia. Pada

keseimbangan baru, negara A terus mengekspor

pakaian dan mengimpor makanan tetapi dalam jumlah

yang lebih kecil dari sebelumnya. Tarif mendorong

peningkatan makanan dan mengurangi ketergantungan

negara A dari makanan yang berasal impor.

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 27

Gambar 2.7. Model Keseimbangan Umum Dampak

Tarif untuk Kasus Negara Kecil

Sumber: Dunn, 2000

Tarif telah mengurangi ekspor dan mengurangi

kesejahteraan sebagaimana diindikasikan oleh

pergerakan kurva indifferent yang lebih rendah, dari i2

ke i1. Kesimpulannya, baik dengan pendekatan

keseimbangan umum maupun keseimbangan parsial,

kebijakan tarif pada kasus negara kecil berdampak

pada berkurangnya kesejahteraan nasional.

2.1.2.2 Tarif Impor Pada Kasus Negara Besar

Negara besar didefinisikan sebagai negara yang

mampu mempengaruhi harga dunia. Hal ini berarti bila

negara tersebut menerapkan tarif suatu komoditi

impornya, maka kebijakan tersebut berdampak pada

T

C1T

i2

i1

P2

P1

C2 D

D

E

E

F

G

T

Mak

an

an

Pakaian

0

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 28

perubahan rasio harga dunia yang ditunjukkan oleh

perubahan TOT. Asumsikan negara A mengenakan

pajak pada makanan impor. Dampak dikenakannya tarif

adalah harga makanan dunia turun secara relatif

terhadap harga pakaian. Untuk suatu tingkat tarif ad

valorem tertentu, harga domestik makanan tidak akan

meningkat setinggi sebelumnya. Jadi pergeseran dalam

produksi akan menjadikannya lebih kecil. Ilustrasi hasil

ini ditunjukkan pada Gambar 2.8. dimana kondisinya

sama dengan kasus yang baru dijelaskan kecuali

bahwa tarif sekarang menyebabkan rasio harga dunia

berubah dari kemiringan garis TT ke kemiringan garis

P3C3. Produksi terjadi pada P3.

Gambar 2.8. Model Keseimbangan Umum Dampak

Tarif untuk Kasus Negara Besar

Sumber: Dunn, 2000

Garis tersebut memiliki proporsi sama dengan

sebelumnya, karena diukur berdasarkan size of the

T

C1T

i1

P2

P1

C23

F

G T

Ma

ka

na

n

Pakaian 0

i2

Rasio harga dunia setelah tarif

Rasio harga domestik

setelah tarif

Rasio harga dunia sebelum tarif

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 29

wedge. Perdagangan internasional sekarang terjadi

pada rasio harga (sepanjang garis P3C3).

Keseimbangan baru konsumsi dicapai pada titik C,

yaitu saat tarif-garis yang mendistorsi harga domestik

yang merupakan tangen dari suatu kurva indiferen dan

garis harga dunia bersinggungan dengan titik singgung

ini.

Berdasarkan Gambar 2.8, dengan tarif, negara A

mencapai suatu kurva indiferen yang lebih tinggi.

Keadaan ini tidak dapat dihindari. Hal ini tergantung

pada besarnya perubahan rasio harga dunia. Negara A

memperoleh keuntungan dari tarif ketika

keuntungannya dari perbaikan TOT melebih

kerugiannya dari penggunaan sumberdaya domestik

yang kurang efisien. Besaran perbaikan dari TOT,

tergantung pada elastisitas permintaan dan penawaran

domestik dan luar negeri.

Keuntungan lainnya adalah adanya kerugian yang

akan diterima ROW (negara lainnya). Jika negara-

negara lain melakukan secara bersama-sama, mereka

dapat membalas dengan mengenakan tarif mereka

sendiri, sehingga menyebabkan TOT bergeser kembali

ke belakang. TOT bergeser ke rasio perdagangan

bebas, tetapi perdagangan dunia berkurang dan

demikian juga kesejahteraan dunia. Persetujuan

perdagangan secara bersama, membalikkan

pengurangan tarif timbal balik akan menguntungkan

kedua negara.

Model GTAP adalah model keseimbangan umum

yang menggunakan CGE sebagai alat analisisnya dan

merupakan model standar dengan banyak negara dan

banyak komoditas. Model GTAP dikembangkan di

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 30

Purdue Universitys yang merupakan model komparatif

statik sehingga perubahan persentase yang dihasilkan

dalam model menggambarkan perubahan yang terjadi

sebelum dan setelah kebijakan.

Pada model GTAP secara eksplisit dilakukan

permodelan pada margin transport internasional. Suatu

global bank juga dibentuk dalam model sebagai

intermediasi dari investasi dan tabungan dunia. Sistem

permintaan konsumen diduga dengan menggunakan

Constant Difference of elasticities (CDE) untuk

menangkap kepekaan terhadap perbedaan harga dan

pendapatan antar negara (Hertel, et al, 2000). Selain

itu, aliran barang dalam perdagangan internasional

mengikuti model Armington (1969) dimana setiap

produk dibedakan berdasarkan asal negara. Setiap

barang diasumsikan substitusi yang tidak sempurna

satu sama lainnya untuk komoditas yang diproduksi di

dalam negeri. Dengan asumsi ini, model dapat

menangkap aliran perdagangan antar dua negara.

Kelemahan model ini adalah mengasumsikan sistem

pasar persaingan sempurna dan skala usaha yang

konstan pada aktivitas produksi. Asumsi ini akan

dirubah dengan mengaplikasikan sistem pasar

persaingan tidak sempurna dan skala unsaha yang

meningkat. Hertel (1994) mengakui bahwa pada

konteks negara kecil dan terbuka, asumsi pasar

persaingan sempurna mengakibatkan simulasi dampak

penurunan tarif menjadi lebih besar dari yang

sesungguhnya.

Baik model CGE maupun GTAP sama-sama

menggunakan konsep-konsep dasar arus pengeluaran

dan pembelian antar pelaku ekonomi. Perbedaan

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 31

utama antara model CGE nasional dengan GTAP

adalah pada cakupan wilayahnya. Pada model CGE,

interaksi antara agen-agen yang berbeda berlangsung

dalam satu negara atau wilayah, sementara dalam

model GTAP interaksi antara agan-agen berlangsung

antar wilayah. Selain itu, GTAP juga mencakup

transportasi global dan mobilitas investasi. Dengan

demikian model GTAP mampu menjelaskan dampak

kebijakan antar negara.

Terdapat tiga (3) komponen utama dalam GTAP,

yaitu :

1. Model GTAP diciptakan untuk model sub-

regional yang menjelaskan kegiatan ekonomi dan

perilaku perusahaan, rumahtangga dan pemerintah

2. Database GTAP memuat perdagangan

bilateral, transport dan matrik proteksi untuk semua

wilayah.

3. Parameter perilakunya yang terdiri dari empat

(4) macam, yaitu : elastisitas substitusi (baik untuk

konsumen maupun produsen), elastisitas transformasi

yang menentukan tingkat mobilitas faktor-faktor primer

antar sektor, fleksibilitas alokasi investasi wilayah, dan

elastisitas permintaan konsumen.

2.1.3 Latar Belakang Pembentukan ASEAN Hong Kong FTA

Pada bulan Oktober 2011, pada Rapat Persiapan ASEAN-

China FTA Joint Commitee, Hong Kong telah menunjukkan

minat untuk bergabung dengan Perjanjian Perdagangan Bebas

ASEAN-China (ACFTA).

Untuk menindaklanjuti hal tersebut, Sekretariat ASEAN

bekerja sama dengan NUS menyiapkan sebuah studi

independen yang komprehensif untuk menganalisis dampak,

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 32

implikasi dan tantangan Hong Kong aksesi ke ACFTA.

Pada Konsultasi ke-11 AEM-MOFCOM yang diadakan pada

tanggal 29 Agustus 2012 di Siem Reap, Kamboja, AEMs

menyatakan respon positif mereka pada proposal untuk Hong

Kong bergabung dengan ACFTA. Namun, penelitian lebih lanjut

dan konsultasi dalam negeri tetap diperlukan untuk memastikan

pemahaman yang lebih jelas tentang implikasi dari Hong Kong

bergabung dengan ACFTA. Selanjutnya pada pertemuan ke-2

ACFTA-JC pada tanggal 22-24 Oktober 2012, di Singapura,

Cina diusulkan untuk (a) meluncurkan negosiasi Hong Kong

aksesi ke CAFTA pada ASEAN-China Summit dan menetapkan

jadwal, dan (b) meluncurkan studi bersama oleh pemerintah,

industri dan akademisi Hong Kong dan ASEAN secara paralel

dengan negosiasi. Pada Prep-AEM untuk KTT ASEAN ke-21,

AEM sepakat untuk mempertahankan keputusan ASEAN

bahwa semua negara anggota wajib mempercepat konsultasi

domestik mereka untuk keputusan akhir mengenai hal ini pada

datang ke-19 AEM Retreat pada Februari 2013.

Pada AEM Retreat pada bulan Maret 2013 di Hanoi,

Vietnam, AEM memutuskan untuk bernegosiasi secara bilateral

dengan Hong Kong dalam bentuk FTA ASEAN-Hong Kong

(AHK FTA) daripada harus aksesi Hong Kong ke ACFTA.

Keputusan yang dibuat oleh Menteri disambut oleh para

pemimpin ASEAN pada KTT ASEAN yang diselenggarakan

pada bulan April 2013. Selama Konsultasi SEOM-HK yang

diselenggarakan pada Juni 2013, ASEAN menjelaskan proses

ASEAN dalam memulai sebuah FTA yang meliputi melakukan

studi kelayakan, mengembangkan Terms of Reference (TOR)

untuk Trade Negotiating Committee (TNC), mendukung TOR

untuk menetapkan TNC dan mengembangkan program kerja.

ASEAN dan Hong Kong sepakat untuk memulai negosiasi

pada awal 2014. Hong Kong menggarisbawahi pentingnya FTA

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 33

ini untuk bisnis dan mendesak ASEAN untuk menargetkan

kesimpulan dari negosiasi sedini mungkin. Rapat Persiapan

ASEAN-Hong Kong, China FTA Negosiasi yang

diselenggarakan pada 23 April 2014 telah menyetujui: (i)

lingkup dan pengaturan untuk negosiasi AHKFTA; dan (ii)

Kerangka Acuan untuk Komite Negosiasi Perdagangan

ASEAN-Hong Kong (AHK TNC). FTA yang akan dilakukan

meliputi, antara lain, unsur-unsur perdagangan barang dan isu-

isu terkait seperti tarif, ketentuan asal barang, tindakan-

tindakan non-tarif, prosedur kepabeanan dan fasilitasi

perdagangan, ganti rugi perdagangan, hambatan teknis

perdagangan (TBT) dan sanitary dan phytosanitary (SPS);

perdagangan jasa; investasi; hak kekayaan intelektual;

penyelesaian sengketa; masalah horisontal dan kelembagaan;

kerjasama ekonomi dan teknis; dan hal lain yang akan

disepakati bersama. Selama persiapan-pertemuan, ada tiga (3)

isu-isu yang dibahas dalam rincian: (a) Intelectual Property; (b)

Investasi; dan (c) Penyelesaian Sengketa. Pada Intelectual

Property, ASEAN dan Hong Kong, China sepakat untuk

menegaskan kembali hak dan kewajiban di bawah Perjanjian

WTO tentang Trade-Related Aspek Hak Kekayaan Intelektual

(TRIPS) dan tidak boleh melampaui TRIPS Plus. Berkaitan

dengan Investasi, Hong Kong ingin memasukkan mekanisme

penyelesaian sengketa yang sesuai di bawah Perjanjian

Investasi. Pada Penyelesaian Sengketa, ASEAN dan Hong

Kong, China setuju untuk memiliki mekanisme yang sederhana

untuk penyelesaian tepat waktu dari perselisihan antara kedua

belah pihak tentang hak dan kewajiban mereka di bawah FTA

(selain investasi). The AHK TNC akan memulai negosiasi pada

pertengahan 2014 yang ditetapkan akan diselenggarakan pada

10-11 Juli 2014 di Hong Kong, Cina.

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 34

2.2 Metodologi Penelitian

2.2.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam analisis ini meliputi data

primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui diskusi

dengan pemangku kepentingan terkait, sedangkan data

sekunder bersumber dari BPS, CEIC, COMTRADE, WITS,

GTAP Database versi 8 yang diterbitkan tahun 2012 dengan

agregasi 129 negara dan 57 sektor. Untuk keperluan penelitian

agregasi negaranya adalah negara-negara ASEAN dan

Hongkong. Agregasi Negara untuk penelitian ini dapat dilihat

pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Agregasi Negara FTA ASEAN-Hongkong

No. New Region Comprising

Code Description old regions

1 idn Indonesia idn

2 mys Malaysia mys

3 phl Philipins phl

4 sgp Singapura sgp

5 tha Thailand tha

6 vnm Vietnam vnm

7 khm Kamboja khm

8 lao Laos lao

9 hkg Hongkong hkg

10 SEAsia Southeast Asia xse

11 ROW Rest of World

aus nzl xoc chn jpn kor mng twn xea bgd ind npl pak lka xsa can usa mex xna arg bol bra chl col ecu pry per ury ven xsm cri gtm hnd nic pan slv xca xcb aut bel cyp cze dnk est fin fra deu grc hun irl ita lva ltu lux mlt nld pol prt svk svn esp swe gbr che nor xef alb bgr blr hrv rou rus ukr xee xer kaz kgz xsu arm aze geo bhr irn isr kwt omn qat sau tur are xws egy mar tun xnf cmr civ gha nga sen xwf xcf xac eth ken mdg mwi mus moz tza uga zmb zwe xec bwa nam zaf xsc xtw

Sumber: GTAP Versi 8

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 35

Sedangkan agregasi sektornya berdasarkan 57 sektor

dalam GTAP versi 8. Agregasi 57 sektor dalam penelitian ini

dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 36

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 38

2.2.2 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini model CGE

untuk menganalisis benefit dan cost adanya FTA ASEAN Hong Kong

dilihat dari sisi ekonomi makro dan ekonomi sektoral. Sedangkan

identifikasi dan penentuan produk-produk yang dapat dijadikan

sebagai request dan offer Indonesia dalam kerangka kerjasama

ASEAN Hong Kong FTA digunakan analisis pembobotan terhadap

berbagai indeks perdagangan seperti RCA, TCI, TSI dan TII serta

EPD. Sedangkan hambatan perdagangan kerjasama Indonesia

Hongkong akan diuraikan dengan analisis deskriptif kualitatif

berdasarkan hasil kunjungan ke Hongkong.

2.2.2.1 Model Multi Region General Equilibrium

Teori keseimbangan umum pertama kali dikembangkan

oleh Leon Walras pada abad ke-19. Berdasarkan teori,

model keseimbangan dalam ekonomi dapat dibedakan

menjadi dua macam yaitu (1) model keseimbangan parsial

(partial equilibrium), dan (2) model keseimbangan umum

(general ekuilibrium theory). Model keseimbangan umum

(CGE) merupakan model makroekonomi yang mengintegrasi

mikroekonomi dan makroekonomi.

Model CGE berbeda dengan model parsial dimana

model ini dapat menganalisis pasar secara lengkap dan

saling berinteraksi satu sama lain. Variabel-variabel

makroekonomi dan sektoral pada tingkat mikro maupun

sektoral akan dianalisis secara bersama-sama. Model CGE

menganalisis sensitivitas dari alokasi sumberdaya, karena

adanya perubahan eksternal. Selain itu data yang

digunakan dalam model CGE meliputi parameter elastisitas

dan input-output data yang menunjukkan keterkaitan antar

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 39

sektor sehingga model CGE digunakan sebagai alat analisis

terhadap perubahan sektoral (Oktaviani, 2008). Model CGE

juga memberikan gambaran yang lebih baik dan mudah

untuk menjelaskan dampak integrasi yang akan dibentuk

oleh suatu negara dengan negara lain dalam suatu wilayah.

Model CGE memberikan informasi yang lebih intuitif

karena tiga alasan. Pertama, model CGE didasarkan pada

asumsi-asumsi yang eksplisit dalam suatu kerangka kerja

yang konsisten dengan teori mikroekonomi. Kedua, model

CGE memberikan hasil kuantitatif yang jelas dan tepat

sehingga pembuat kebijakan dapat lebih mudah menilai

siapa yang mendapatkan keuntungan dan yang menderita

karena adanya sebuah FTA. Ketiga, karena FTA melibatkan

perubahan kebijakan perdagangan di multi-pasar, analisis ini

mungkin terlalu rumit dengan menggunakan pendekatan

aljabar atau metode geometrik. Analisis CGE dapat

menghasilkan wawasan baru tentang asumsi-asumsi

ekonomi dalam menentukan hasil dari suatu FTA.

Pertimbangan penggunaan model CGE dalam studi ini

adalah penggunaan CGE dianggap tepat karena interaksi

antara pelaku ekonomi menjadi kompleks dan sulit untuk

dipahami apabila dengan menggunakan model partial

equilbrium. Selain itu, pendekatan keseimbangan umum ini

diyakini lebih baik digunakan dalam menganalisis keterkaitan

intersektoral dan keterkaitan antar sektor-sektor serta kondisi

makroekonomi dan cocok digunakan untuk menganalisis isu-

isu pada kebijakan perdagangan luar negeri sesuai dengan

yang dikemukakan oleh De Melo 1988 dan Yeah, et al, 1994.

Dalam penelitian ini, FTA ASEAN-Hong Kong akan

berdampak pada perubahan kebijakan dalam suatu

perekonomian, simulasi ekonomi untuk model CGE

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 40

didasarkan bahwa equilibrium baru akan tercapai. Pengaruh

dari suatu FTA dapat diperkirakan dengan membandingkan

kesejahteraan anta kesejahteraan pada ekuilibrium lama

dengan ekuilibrium baru

Sebuah model CGE pada dasarnya berusaha

menjelaskan permintaan dan penawaran di masing-masing

sektor dan keterkaitan antar sektor. Dalam analisis sebuah

FTA, variabel eksogen biasanya sesuai untuk variabel

kebijakan perdagangan, elastisitas, dan parameter saham.

Sisa dari variabel pada model CGE dari FTA adalah variabel

endogen, seperti harga, volume impor dan ekspor,

pendapatan rumah tangga, pendapatan tarif, surplus

konsumen dan surplus produsen.

Penelitian Dee (2011) dengan menggunakan model CGE

menyimpulkan bahwa peningkatan keterbukaan suatu pasar

yang diakibatkan kebijakan liberalisasi perdagangan (antara

lain free trade agreement/FTA, preferential trade

agreement/PTA, custom union, common market) dapat

menyebabkan kontribusi positif terhadap pendapatan

nasional dan pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan

kerja dan pertumbuhan produktivitas. Bagi negara yang

menderita lonjakan kenaikan tingkat pengangguran akibat

krisis ekonomi saat ini, manfaat dalam jangka pendek adalah

menurunnya tingkat pengangguran. Sedangkan manfaat

dalam jangka panjang adalah makin mendorong peningkatan

aktivitas ekonomi dan pertumbuhan produktivitas.

Dari sudut pandang teori international trade, dampak

positif dari suatu FTA atau PTA (misalkan AKFTA) dapat

dijelaskan dalam model-model preferential trade (Markusen

1995). Dalam berbagai model tersebut (dalam konteks

AKFTA), preferential trade akan menyebabkan terjadinya

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 41

trade creation dan trade diversion yang akan meningkatkan

domestic welfare Indonesia dan Korea Selatan. Dalam model

sederhana preferential trade, trade creation akan

meningkatkan domestic welfare dari kedua pihak. Dalam

model preferential trade yang lebih kompleks di mana

diasumsikan terdapat substitusi dalam konsumsi barang

yang diperdagangkan, trade diversion dapat meningkatkan

economic welfare. Sedangkan dalam model preferential

trade dengan pendekatan Heckscher-Ohlin di mana

diasumsikan kurva production possibility tidak linier, trade

diversion juga dapat meningkatkan economic welfare.4

Selanjutnya Llyod dan MacLaren (2004) menjelaskan bahwa

terdapat tiga variabel endogen yang paling terkait dalam

penilaian dampak suatu FTA terhadap negara-negara

anggota dan non-anggota, yaitu: (1) pendapatan nasional,

(2) terms of trade, dan (3) kesejahteraan (welfare).

Studi ini akan menggunakan GTAP yang merupakan

salah satu model CGE perdagangan yang dikembangkan

oleh Hertel (1997). Teori yang mendasari GTAP sama

dengan model standar yang berdasarkan pada multi region

CGE. Pada model CGE, interaksi antara agen-agen yang

berbeda berlangsung dalam satu negara atau wilayah,

sementara dalam model GTAP interaksi antara agen-agen

berlangsung antar wilayah. Selain itu, GTAP juga mencakup

transportasi global dan mobilitas investasi. Dengan demikian

model GTAP mampu menjelaskan dampak kebijakan antar

negara.

2.2.2.2 Model Ekonomi Tertutup tanpa Pajak

Model ekonomi tertutup tanpa pajak dan belum ada

perdagangan merupakan penyederhanaan dari dunia nyata,

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 42

dimana tidak ada depresiasi, pajak dan subsidi. Dalam

ekonomi sederhana ini terdapat tiga agen, yaitu rumah

tangga swasta, pemerintah dan produsen.

Keterkaitan antar agen ekonomi dan komponen-

komponen permintaan akhir ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Bagian atas terdapat rumah tangga regional. Pengeluaran

rumah tangga berdasarkan pada agregat fungsi utilitas

Cobb-Douglas dimana pengeluaran dialokasikan pada

rumah tangga swasta, pemerintah dan tabungan. Arus

pengeluaran rumah tangga swasta disimbolkan sebagai

PRIVEXP.

Pada bagian tengah menunjukkan unsur pemerintah.

Rumah tangga regional menerima pendapatan yang

dihasilkan oleh pemerintah. Arus pengeluaran pemerintah

ditunjukkan oleh simbol GOVEXP. Walaupun model GTAP

tidak menangkap fenomena pasar uang, namun seluruh

pendapatan rumah tangga regional yang tidak habis

dibelanjakan oleh pemerintah, rumah tangga swasta dan

perusahaan, dimasukkan di dalam pengeluaran sebagai

tabungan. Arus pengeluaran rumah tangga regional ke

dalam tabungan disimbolkan sebagai SAVE.

Produsen merupakan pemakai input intermediate dan

faktor endowmentt yang menghasilkan output barang dan

jasa. Sumber pendapatan rumah tangga regional

diasumsikan hanya dari penjualan faktor endowment

(tenaga kerja, lahan, modal, sumber daya alam) ke

perusahaan. Aliran pendapatan ini digambarkan sebagai

VOA (endw) yang diartikan sebagai Nilai Output pada harga

di tingkat agen dari komoditi endowment (Value of Output at

Agents prices of endowment commodities).

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 43

Gambar 2.9. Model Kasus Satu Wilayah, Perekonomian

Tertutup tanpa Pajak

Arus penjualan faktor produksi rumah tangga swasta ke

produsen disebut VDPA yaitu nilai dari pembelian/belanja

rumah tangga swasta domestik berdasarkan harga produsen

(VDPA = Value of Domestic Purchases by Private household

at agent prices). Sedangkan aliran penjualan dari

perusahaan kepada pemerintah merupakan pendapatan

produsen yang disimbolkan sebagai nilai pembelian

pemerintah berdasarkan harga produsen (VDGA = Value of

Domestic Puschases by Government at agents prices), yang

merupakan fungsi Cobbb Douglas.

Penjualan barang investasi dibiayai dari tabungan rumah

tangga regional. Oleh karena itu, terdapat arus pendapatan

produsen dari tabungan, yaitu NETINV. Di dalam model

statik, investasi tidak mempengaruhi kapasitas tetapi

mempengaruhi aktivitas total.

Perusahaan mengkombinasikan penggunaan komoditi

endowment dengan produk antara untuk memproduksi

barang untuk permintaan akhir sehingga terdapat aliran

pendapatan dari produsen ke produsen. Ini disimbolkan

sebagai VDFA (Value of Domestic purchases by Firms at

agents price). Perusahaan dengan menggunakan fungsi

Rumah Tangga Regional

Tabungan Pemerintah Rumah Tangga

Swasta

Produsen

PRIVEXP

VOA

Endw

SAVE

VDPA

GOVEXP

VDGA

VDFA

NETINV

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 44

produksi Constant Return to Scalae (CRS) di asumsikan

tidak mendapatkan keuntungan (zero profit).

Closure standar dalam model GTAP sederhana adalah

fungsi utilitas Cobb-Douglas dengan constant budget share

pada setiap kategori pengeluaran. Modifikasi dilakukan

dimana pengeluaran pemerintah dan tabungan bisa menjadi

perubah eksogen (tetap atau shock) sehingga pengeluaran

rumah tangga swasta bisa menyesuaikan untuk mencapai

kendala anggaran rumah tangga regional.

Model tidak memasukkan penerimaan pajak pemerintah.

Tidak adanya pajak tidak berarti terjadi penurunan di dalam

pengeluaran pemerintah di dalam model GTAP. Tidak

adanya pajak mengakibatkan penurunan dalam kelebihan

beban (excess burden), pendapatan riil regional akan

meningkat dan pengeluaran riil pemerintah juga meningkat.

Kekurangan fiskal ini terlihat di dalam model data GTAP

yang tidak lengkap mencakup instrumen pajak regional.

Implikasinya model ini memiliki kelemahan yaitu tidak dapat

memprediksi secara akurat apa yang akan terjadi terhadap

total penerimaan pajak, dan pengguna yang memfokuskan

dampak pengeluaran pemerintah biasanya membuat

beberapa asumsi variabel eksogen.

Sedangkan keunggulan menggunakan asumsi

pengeluaran regional di dalam model GTAP, yaitu indikator

kesejahteraan dari fungsi utilitas regional. Sebagai contoh

jika pengeluaran swasta riil menurun, tabungan dan

pengeluaran pemerintah naik, apakah rumah tangga regional

lebih baik? Dengan adanya fungsi kepuasan regional

pertanyan ini bisa dijawab.

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 45

2.2.2.3 Model Ekonomi Terbuka tanpa Pajak

Gambar 2.10. merupakan model sebelumnya dengan

memasukkan perdagangan internasional dengan negara

lain. Rest of the World (ROW) di bagian bawah menunjukkan

adanya perdagangan dengan wilayah luar. Struktur ekonomi

ROW diasumsikan identik dengan ekonomi domestik.

Masing-masing agen di dalam ekonomi domestik akan

memberikan pembayaran impor kepada ROW. Arus

pembayaran impor ke ROW dari rumah tangga swasta

ditunjukkan dengan VIPA, dari pemerintah adalah VIGA, dan

dari produsen adalah VIFA.

Transisi dari ekonomi tertutup menjadi terbuka

mengakibatkan adanya dua sektor global, yaitu bank global

dan perdagangan global. Bank global di tengah gambar,

menghubungkan antara tabungan global (SAVE) dan

investasi barang (REGINV). Perdagangan global

dimaksudkan sebagai seluruh ekspor yang menyangkut

perdangangan barang dan jasa, transportasi, jasa asuransi

dan barang komposit yang digunakan untuk menggerakkan

arus perdagangan antar wilayah. Adanya aktivitas ini

menimbulkan adanya perbedaan nilai, untuk ekspor terlihat

pada nilai fob, dan untuk impor pada cif.

Puska KPI, BP2KP, Kementerian Perdagangan 46

Gambar 2.10. Pereko