Author
vanmien
View
241
Download
0
Embed Size (px)
PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN
KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2013
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA ECERAN DAGING SAPI DALAM NEGERI
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri i
RINGKASAN EKSEKUTIF
Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan pokok yang mengandung protein cukup tinggi, selain daging ayam. Daging sapi tidak hanya dikonsumsi oleh kebutuhan Rumah Tangga, juga sebagai bahan baku industri pengolahan, hotel, restoran dan katering. Konsumsi daging sapi secara nasional terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi masyarakat serta selera masyarakat. Konsumsi daging sapi selama tahun 2011 sampai 2012 meningkat dari 1,8 kg/kapita/tahun menjadi 2,0 kg/kapita/tahun. Pemenuhan kebutuhan daging sapi di dalam negeri dilakukan melalui tiga sumber yaitu sapi lokal, sapi impor dan daging impor. Keberlanjutan sumber pasokan daging sapi di dalam negeri penting karena kondisi ini akan menciptakan ketidakstabilan harga di dalam negeri.
Indikasi terganggunya pasokan daging sapi di dalam negeri mulai terjadi sejak pertengahan tahun 2012 yaitu harga daging sapi mulai meningkat dari pola normalnya. Kenaikan harga ini mengindikasikan terjadi ketidakseimbangan antara pasokan dengan permintaang. Selama tahun 2012, harga eceran daging sapi cukup berfluktuasi dengan kenaikan harga mencapai 2,1%. Tingginya fluktuasi harga juga ditunjukkan dengan nilai koefisien variasi (CV) sebesar 8,5%, lebih tinggi dibandingkan produk peternakan lainnya seperti daging ayam (CV:5,5%) dan telur ayam (CV: 5,4%). Selain fluktuasi harga yang cukup tinggi, perbedaan harga eceran daging sapi antarkota/propinsi juga tinggi, yaitu sekitar 14%.
Analisis ini bertujuan untuk (a) mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam penyediaan kebutuhan/konsumsi daging sapi di dalam negeri, (b) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga eceran daging sapi di dalam negeri serta (c) merumuskan usulan kebijakan dalam upaya stabilisasi harga daging sapi di dalam negeri. Pendekatan yang digunakan dalam analisis ini adalah model ekonometrika dengan persamaan simultan dengan metode estimasi 2 SLS (two-stage least squares).
Hasil analisis menunjukkan bahwa kebutuhan/permintaan daging sapi yang cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk ditentukan oleh keberlanjutan pasokan. Ketidakberlanjutan pasokan yang terjadi saat ini menjadi mendorong kenaikan harga. Permasalahan yang dihadapi dalam penyediaan kebutuhan/konsumsi daging sapi di dalam negeri adalah (i) produksi sapi yang belum berkesinambungan, (ii) sistem pendataan yang belum sempurna serta (iii) sistem distribusi sapi potong yang belum tertata dengan baik. Beberapa hal tersebut yang menyebabkan terganggunya penyediaan daging sapi untuk memenuhi kebutuhan/permintaan masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga daging sapi di dalam negeri adalah jumlah permintaan daging sapi lokal, jumlah penawaran daging sapi
ii
lokal, permintaan daging sapi impor, jumlah penawaran daging sapi impor, selera, dan faktor dummy hari besar keagamaan. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, yang paling kuat dalam mempengaruhi harga daging sapi secara berturut-turut dari sisi permintaan adalah (1) jumlah permintaan daging sapi lokal, (2) jumlah penawaran daging sapi lokal, (3) selera, (4) faktor dummy hari besar keagamaan, dan (5) permintaan daging sapi impor. Faktor hari besar keagamaan sebagai faktor dummy yang paling berpengaruh dalam meningkatkan harga daging sapi di dalam negeri, yaitu pada bulan puasa dan menjelang lebaran, dimana keduanya mempunyai pengaruh sangat kuat dibandingkan dengan hari besar keagamaan lainnya, yaitu hari raya Idul Adha dan Natal.
Faktor-faktor penentu harga daging sapi dari sisi penawaran adalah harga daging sapi dalam negeri, jumlah produksi sapi lokal, jumlah populasi ternak sapi, tingkat upah riil, suku bunga modal, dan harga riil sapi. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, yang paling kuat mempengaruhi harga daging sapi secara berturut-turut adalah (1) jumlah populasi ternak sapi, (2) jumlah produksi sapi lokal, (3) harga daging sapi di dalam negeri. Meski demikian masih ada faktor penyebab kenaikan harga daging sapi yang belum tertangkap di dalam model persamaan, seperti, yaitu efektivitas rumah potong hewan, pengaturan sistem tataniaga antar pulau, serta sistem mekanisme waktu importasi (daging, sapi bakalan dan sapi siap potong) secara berkala.
Implikasi kebijakan yang dapat disampaikan berdasarkan faktor yang cukup kuat mempengaruhi harga daging sapi di dalam negeri adalah penyediaan daging sapi di dalam negeri masih terganggu karena pasokan yang belum berkesinambungan oleh karena itu beberapa hal yang dapat diupayakan adalah melakukan monitoring harga pada setiap jenis daging sapi, memperbaiki sistem pola pengaturan waktu importasi antara daging sapi, sapi bakalan serta sapi siap potong serta penataan kembali jalur tata niaga sapi maupun daging sapi antar provinsi melalui kebijakan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya, laporan analisis tentang Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri dapat diselesaikan
sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan. Kenaikan harga daging sapi yang
terjadi beberapa waktu terakhir ini perlu dicermati secara seksama karena pola
pergerakan harga tidak sejalan dengan pola normal berdasarkan historisnya.
Sehingga perlu dilakukan analisis lebih lanjut penyebab dan upaya kebijakan
yang seharusnya dilakukan.
Laporan hasil analisis ini membahas mengenai permasalahan yang dihadapi
dalam penyediaan kebutuhan/permintaan daging sapi, faktor-faktor yang
mempengarui harga daging sapi di dalam negeri serta upaya kebijakan dalam
mendukung kebijakan stabilisasi harga.
Di sadari bahwa hasil analisis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
diharapkan sumbangan pemikiran dari para pembaca sebagai bahan
penyempurnaan lebih lanjut. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak, yang secara langsung maupun tidak langsung telah
membantu penyelesaian laporan ini. Semoga laporan ini bisa bermanfaat.
Jakarta, November 2013
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga EceranDaging Sapi Dalam Negeri iv
DAFTAR ISI
RINGKASAN EKSEKUTIF.................................................................... ......... i KATA PENGANTAR .................................................................................... iii DAFTAR ISI ................................................................................................. iv DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Pertanyaan Penelitian .............................................................................. 2
1.3. Tujuan Analisis ......................................................................................... 2
1.4. Keluaran Analisis ..................................................................................... 3
1.5. Ruang Lingkup Analisis ........................................................................... 3
1.6. Pengumpulan dan Analisis Data ............................................................. 3
1.7. Sistematika Penelitian .............................................................................. 4
BAB II. KERANGKA TEORI
2.1. Sapi Potong Indonesia .............................................................................. 6
2.2. Teori Penawaran dan Permintaan ............................................................ 7
2.3. Keseimbangan Permintaan dan Penawaran ............................................ 11
2.4. Elastisitas Permintaan dan Penawaran .................................................... 12
BAB III. METODOLOGI
3.1. Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 15
3.2. Metode Analisis ........................................................................................ 15
3.3. Model Proyeksi ......................................................................................... 20
3.4. Metode Pendugaan .................................................................................. 20
BAB IV. KERAGAAN PRODUKSI, KEBUTUHAN DAN HARGA
DAGING SAPI DI DALAM NEGERI
4.1. Perkembangan Produksi dan Kebutuhan Konsumsi Daging Sapi
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga EceranDaging Sapi Dalam Negeri v
Domestik..................................................................................................... 22
4.2. Perkembangan Harga Daging Sapi Domestik dan Internasional ............ 25
4.3. Perkembangan Harga Daging Sapi di Beberapa Daerah Sentra
Produksi...................................................................................................... 26
4.4. Persepsi Secara Kualitatif Hasil Diskusi di Daerah ................................. 28
BAB V. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
HARGA ECERAN DAGING SAPI DI DALAM NEGERI
5.1. Kebutuhan dan Penyediaan Daging Sapi di Dalam Negeri ..................... 34
5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Daging Sapi di Dalam Negeri Pengeluaran ................................................................................... 35
5.2.1 Model Estimasi Permintaan Daging Sapi......................................... 35 5.2.1 Model Estimasi Penawaran Daging Sapi ......................................... 38
BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
6.1. Kesimpulan ................................................................................................ 41
6.2. Rekomendasi Kebijakan ........................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 43
LAMPIRAN.................................................................................................... 44
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga EceranDaging Sapi Dalam Negeri vi
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1. Tingkat Konsumsi Pangan: Daging Sapi, Daging Ayam, dan Telur (Kg/Kapita/Thn) .......................................................................... 34
Tabel 5.2. Penyediaan Daging Sapi Dalam Beberapa Periode Tahun ..................... 35
Tabel 5.3. Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Daging Sapi Di Dalam Negeri........................................................................................... 37
Tabel 5.4. Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Harga Daging Sapi Di Dalam Negeri.......................................................................................... 38
Tabel 5.5. Hasil Estimasi Persamaan Harga Daging Sapi Impor dan Harga Daging Sapi Dunia .......................................................................... 38 Tabel 5.6. Hasil Estimasi Persamaan Produksi Daging Sapi Dalam Negeri ............. 39
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga EceranDaging Sapi Dalam Negeri vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Pergeseran Kurva Permintaan Akibat Faktor Harga ............................. 8
Gambar 2.2. Pergeseran Kurva Permintaan Akibat Faktor Quantiti ........................... 9
Gambar 2.3. Pembentukan Kurva Penawaran............................................................ 10
Gambar 2.4. Pembentukan Kurva Penawaran Akibat Perubahan Harga & Jumlah Barang ....................................................................................... 11
Gambar 2.5. Keseimbangan Harga Di Pasar .............................................................. 12
Gambar 3.1. Model Ekonomi Penawaran dan Permintaan Daging Sapi
Di Indonesia .............................................................................................. 19
Gambar 4.1. Perkembangan Produksi Daging Sapi Lokal Dan Kebutuhan
Konsumsi Dalam Negeri ........................................................................... 22
Gambar 4.2. Perkembangan Harga Daging Sapi di Dalam Negeri ............................ 25
Gambar 4.3. Perkembangan Harga Daging Sapi Internasional, 2012-2013 .............. 26
Gambar 4.4. Rata-rata Perkembangan Harga Daging Sapi di Beberapa Daerah
Sentra Produksi Di Indonesia ................................................................... 27
Gambar 4.5. Perkembangan Harga Daging Sapi di Jawa Barat ................................ 29
Gambar 4.6. Perkembangan Harga Daging Sapi di Jawa Timur ................................ 32
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga EceranDaging Sapi Dalam Negeri viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Memo Kebijakan Faktor Yang Mempengaruhi Harga Daging Sapi
Di Dalam Negeri ....................................................................................... 45
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LatarBelakang
Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan pokok yang mengandung protein cukup tinggi, selain daging ayam. Daging sapi tidak hanya dikonsumsi olehkebutuhan Rumah Tangga, juga sebagai bahan baku industry pengolahan, hotel, restorandan catering. Konsumsi daging sapi secara nasional terus meningkat seiring dengan meningatnya jumlah penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat serta selera masyarakat. Konsumsi daging sapi selama tahun 2011 sampai 2012 meningkat dari 1,8 kg/kapita/tahun menjadi 2,0 kg/kapita/tahun (Rapat Menko perekonomian, 28 November 2012). Selama ini kebutuhan daging sapi Indonesia terpenuhi melalui tiga sumber yaitu sapi local, sapi impor dan daging impor(Hadi dan Ilham, 2000). Namun, seiring dengan program swasembada daging sapi yang telah berjalan sejak tahun 2005, pemenuhan dari impor baik berupa sapi potong maupun daging secara berkala diturunkan jumlahnya. Kondisi ini sedikit mengganggu keseimbangan antara kebutuhan dengan pasokan daging sapi di dalam negeri.
Di sisi lain, Hadi (1999) menerangkan bahwa jika tidak ada perubahan teknologi secara signifikan dalam proses produksi daging sapi di dalam negeri dan tidak ada peningkatan populasi sapi yang berarti maka kesenjangan antara produksi daging sapi dengan permintaan akan semakin melebar, dan berdampak pada volume impor yang semakin besar. Dari pernyataan ini dengan upaya program swasembada pemerintah dengan menurunkan impor daging sapi secara bertahap sebesar 10 persen, seyogyanya telah dipersiapkan pasokan daging sapi sesuai dengan tingkat kebutuhan yang diperlukan.
Pemerintah telah melakukan upaya dalam rangka peningkatan produksi daging sapi, seperti pengembangan pakan ternak, peningkatan mutu benih dan program pemberantasan penyakit (Ilham, 1998) maupun perhitungan jumah ternak sapi potong di Indonesia, namun harga daging sapi di dalam negeri terus meningkat. Kenaikan harga daging sapi mengindikasikan bahwa telah terjadi ketidakseimbangan antara pasokan dengan permintaan daging. Selama tahun 2012, harga eceran daging sapi cukup berfluktuasi dengan kenaikan harga mencapai 2,1 persen. Tingginya fluktuasi harga juga ditunjukkan dengan nilai CV sebesar 8,5 persen, lebih tinggi dibandingkan produk peternakan lainnya seperti daging ayam (CV:5,5 persen) dan telur ayam (CV 5,4 persen). Selain fluktuasi harga yang cukuptinggi, perbedaan harga eceran daging sapi antarkota/propinsi juga tinggi, yaitu sekitar 14 persen.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 2
Faktor-faktor pemicu kenaikan harga daging sapi cukup kompleks. Henderson and Quandt (1980) dalam Ilham (2001) menyatakan bahwa faktor penentu kenaikan harga daging sapi di pasar ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Dalam kasus kenaikan harga daging sapi yang terjadi akhir-akhir ini justru lebih dikarenakan oleh sisi pasokan. Hasil penelitian Kariyasa (2000) dan Ilham (2001) menunjukkan bahwa harga daging sapi domestik ditentukan oleh harga ternak sapi dan harga daging sapi impor namun tidak responsive terhadap perubahan harga daging sapi domestik. Hasil ini berimplikasi bahwa kebijakan pengendalian harga ternak sapi dan harga daging sapi impor kurang efektif dalam mengendalikan harga daging sapi di dalam negeri.
Selanjutnya Hadiwijoyo (2009) melakukan penelitian mengenai permintaan dan penawaran daging sapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permintaan daging sapi bersifat inelastic terhadap harga ikan, pendapatan, dan harga daging sapi. Sedangkan penawaran daging sapi bersifat inelastis terhadap harga daging sapi dan harga sapi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa masih perlu ditelusuri faktor-faktor yang mempengaruhi harga eceran daging sapi di dalam negeri. Kenaikan harga di dalam negeri, tidak hanya dikarenakan oleh pembatasan kuota impor atau harga akan turun dengan menambah kuota impor. Dalam jangka panjang harga daging yang tinggi berdampak pada kelangsungan industri dan daya beli masyarakat dan inflasi. Oleh karena itu analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi harga eceran daging sapi di dalam negeri perlu dilaksanakan sehingga dapat lebih memfokuskan perumusan kebijakan stabilisasi harga daging sapi di dalam negeri.
1.2. Pertanyaan Penelitian
a. Sejauhmana permasalahan yang dihadapi dalam penyediaan kebutuhan/konsumsi daging sapi di dalam negeri
b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga eceran daging sapi di dalam negeri
c. Bagaimana usulan rumusan kebijakan dalam upaya menjaga stabilisasi harga eceran daging sapi di dalam negeri
1.3. Tujuan Analisis
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka analisis ini bertujuan:
a. Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam penyediaan kebutuhan/konsumsi daging sapi di dalam negeri,
b. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga eceran daging sapi di dalam negeri,
c. Rumusan kebijakan dalam upaya stabilisasi harga daging sapi di dalam negeri
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 3
1.4. Keluaran Analisis
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga daging sapi, serta rumusan usulan kebijakan terkait stabilisasi harga daging sapi.
1.5. Ruang Lingkup Analisis
Secara umum ruang lingkup dalam analisis kegiatan ini terdiri dari:
1) Aspek yang diteliti :
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga daging eceran di dalam negeri, meliputi: harga eceran daging sapi di dalam negeri, harga daging sapi internasional, harga paritas impor, produksi daging sapi, produksi sapi potong, konsumsi daging sapi, tariff impor, volume impor, dummy variabel (krisis, sebelum krisis, puasa dan lebaran).
2) Daerah Penelitian
Daerah penelitian meliputi Jawa Timur dan Jawa Barat. Pemilihan daerah ini merupakan daerah sentra produksi dan daerah yang mempunyai tingkat konsumsi yang cukup besar.
1.6. Pengumpulan dan Analisis Data
1) Analisis Data
Analisis data dilakukan melalui metode kuantitatif dengan pendekatan ekonometrik. Pendekatan ekonometrik yang digunakan adalah Persamaan simultan dengan metode estimasi two Least Square (2-SLS). Metode ini digunakan untuk menjelaskan dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi harga eceran daging sapi di dalam negeri. Informasi ini digunakan dalam upaya mendukung rumusan kebijakan di masa mendatang terkait dengan kebijakan stabilisasi harga daging sapi.
2) Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data sekunder. Data sekunder meliputi data produksi sapi potong, produksi daging sapi, harga daging sapi eceran di dalam negeri, harga daging sapi internasional, volume impor daging sapi, harga daging ayam, harga telur ayam, jumlah penduduk, pendapatan perkapita penduduk, tariff impor daging sapi. Data bersumber dari Kementerian Pertanian, Meat dan Livestock Australia, Badan Pusat Statistik, serta Kementerian Perdagangan.
Data primer juga dikumpulkan dengan menggunakan metode indepth interview yang melibatkan pelaku usaha, asosiasi, pedagang dan
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 4
Pemerintah daerah. Data primer digunakan untuk melengkapi/mendukung hasil analisis dari faktor-faktor yang mempengaruhi harga eceran daging sapi di dalam negeri, yang tidak tertangkap di dalam pemodelan analisis, seperti struktur pasar, perilaku pedagang atau importer dan lain-lain.
1.7. Sistematika Penelitian
Penulisan laporan didasarkan pada ketersediaan data dan informasi yang diperoleh dari hasil penelusuran data sekunder, publikasi berbagai sumber (media), institusi serta penggalian informasi di lapangan. Dari hasil kegiatan tersebut, sistematika penulisan meliputi :
1. BAB I. Pendahuluan
Pada bab ini disampaikan mengenai latar belakang pentingnya analisis, isu kenaikan harga daging sapi yang ditunjukkan dengan nilai koefisien variasi, faktor pemicu kenaikan harga daging sapi, pemenuhan permintaan daging sapi dari impor, permasalahan, tujuan analisis, keluaran, manfaat dan ruang lingkup analisis serta sistematika penulisan.
2. Bab II. Kerangka Teori
Pada bab ini disampaikan tentang referensi penulisan terkait dengan penawaran dan permintaan daging sapi serta hasil-hasil penelitian yang sudah dilakukan terdahulu.
3. Bab III Metodologi
Pada bab ini disampaikan mengenai kerangka analisis yang digunakan, data dan sumber data serta pendekatan analisis yang digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi harga eceran daging sapi di dalam negeri.
4. Bab IV Keragaan Produksi, Kebutuhan dan Harga Daging Sapi di Dalam Negeri,
Pada bab ini disampaikan mengenai data empiris dan perkembangan produksi, kebutuhan serta harga daging sapi di dalam negeri.
5. Bab V Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Daging Sapi dan Eceran,
Pada bab ini menjelaskan hasil analisis tentang penentuan harga eceran daging sapi di dalam negeri berdasarkan kondisi empiris dengan faktor lainnya menurut model ekonometrika terkait dengan faktor-faktor yang
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 5
mempengaruhi harga daging sapi. Pendekatan yang digunakan adalah dengan model ekonometrika. Implikasi dari perubahan harga tersebut, bagaimana kebijakan yang harus dilakukan untuk mengantisipasi gejolak dan lonjakan harga selanjutnya.
6. BAB VI Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan
Pada bab ini dijelaskan mengenai intisari dari apa yang disampaikan dalam bab-bab sebelumnya serta menyimpulkan sesuai dengan permasalahan dan tujuan dari kegiatan ini. Berdasarkan hasil dan kesimpulan maka usulan kebijakan yang dapat disampaikan berupa implikasi dan usulan rekomendasi kebijakan.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 6
BAB II KERANGKA TEORI
2.1. Sapi Potong Indonesia
Ada tiga jenis (spesies) sapi potong utama di Indonesia, yaitu sapi Ongole,
sapi Bali, dan sapi Madura serta hasil-hasil persilangannya baik yang sudah
diakui sebagai suatu bangsa atau galur, maupun yang belum. Sapi potong yang
paling tinggi populasinya diantara ketiga bangsa tersebut adalah Ongole,
khususnya Peranakan Ongole (PO), yang merupakan hasil grading up dari sapi
Jawa (Pane, 2003). Sapi PO dan Ongole yang mempunyai tanda-tanda punuk
besar dengan lipatan-lipatan kulit yang terdapat dibawah leher dan perut, telinga
panjang menggantung, tanduk pendek, namun yang betina lebih panjang dari
yang jantan,warna bulu putih atau putih kehitaman dengan warna kulit kuning.
Penyebaran sapi PO hampir masuk ke seluruh Jawa, dan berbagai wilayah di
Sumatera dan Sulawesi (Talib dan Siregar, 1998). Menurut Sugeng (2000)
bahwa sapi Ongole yang ada pada saat ini populasinya terbanyak diantara
bangsa-bangsa sapi Indonesia. Sapi Ongole pertama kali didatangkan dari India
ke Pulau Sumba oleh pemerintah Belanda pada tahun 1897.
Permintaan daging sapi di pasar domestik cukup tinggi dan selalu
meningkat dari tahun ke tahun, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk,
peningkatan pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya protein
hewani. Konsumsi daging per kapita tahun 2007 meningkat 4,8 persen
dibandingkan tahun sebelumnya Konsumsi tahun 2006 sebesar 6,3 kg per
kapita dan tahun 2007 meningkat menjadi 6,6 kg per kapita (Direktorat Jenderal
Peternakan, 2007).
Kondisi impor daging dalam beberapa tahun terakhir jumlahnya terus
meningkat, kecuali sesaat setelah krisis tahun 1997. Menurut laporan ACIAR
tahun 2002 dalam Badan Penelitian Pengembangan Pertanian (2005), pada
tahun 2000 perbandingan impor daging, jeroan dan sapi hidup mendekati 1:1:1.
Sementara itu pada tahun 2002 impor sapi hidup telah mencapai lebih 420.000
ekor. Namun akhir-akhir ini telah terjadi perubahan (penurunan impor) yang
cukup signifikan. Kondisi ini telah menyebabkan harga daging di dalam negeri
sangat baik dan merangsang usaha peternak sapi di pedesaan (Badan Penelitian
PengembanganPertanian, 2005).
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 7
2.2 Teori Penawaran dan Permintaan
Permintaan menunjukkan banyaknya jumlah barang yang diminta pada
suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan
tertentu dan dalam periode tertentu. Permintaan seseorang atau suatu
masyarakat kepada suatu barang ditentukan oleh faktor-faktor, sebagai berikut:
1. Harga barang itu sendiri (Px)
2. Harga barang lain ( Py)
3. Pendapatan konsumen (Inc)
4. Cita rasa (T)
5. Iklim (S)
6. Jumlah penduduk (Pop)
7. Ramalan masa yang akan datang (F)
Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang
menyatakan: Hubungan antara barang yang diminta dengan harga barang
tersebut dimana hubungan berbanding terbalik yaitu ketika harga meningkat atau
naik maka jumlah barang yang diminta akan menurun dan sebaliknya apabila
harga turun jumlah barang meningkat. Secara matematis dapat dituliskan
sebagai berikut:
(Qd = F(Px, Py, Ine,T,S, Pop,F)
Sementara untuk melihat besarnya perubahan permintaan terhadap
perubahan harga secara grafik dapat dijelaskan dengan kurva permintaan.
Kurva Permintaan dapat didefinisikan sebagai suatu kurva yang
menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu barang tertentu dengan
jumlah barang tersebut yang diminta para pembeli. Kurva permintaan berbagai
jenis barang pada umumnya menurun dari kiri ke kanan bawah. Kurva yang
demikian disebabkan oleh sifat hubungan antara harga dan jumlah yang diminta
yang mempunyai sifat hubungan terbalik. Perbandingan lurus antara permintaan
terhadap harganya yaitu apabila permintaan naik, maka harga relatif akan naik,
sebaliknya bila permintaan turun, maka harga relatif akan turun. Adapun faktor-
faktor yang dapat menggeser kurva permintaan:
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 8
1. Faktor harga Perubahan sepanjang kurva permintaan berlaku apabila harga barang
yang diminta menjadi makin tinggi atau makin menurun. Sukirno (1995)
menyatakan bahwa teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara
jumlah permintaan dan harga. Besarnya permintaan masyarakat atas suatu
barang ditentukan oleh banyak faktor yaitu: (1) harga barang itu sendiri, (2) harga
barang lain, (3) pendapatan rumah tangga dan masyarakat, (4) distribusi
pendapatan dalam masyarakat, (5) cita rasa masyarakat, (6) jumlah penduduk,
dan (7) ramalan akan keadaan dimasa yang akan datang.
Gambar 2.1
Pergeseran Kurva Permintaan Akibat Faktor Harga 2. Faktor bukan harga
Kurva permintaan akan bergerak ke kanan. Perubahan sepanjang kurva
permintaan berlaku apabila harga barang yang diminta menjadi makin tinggi atau
makin menurun ke kanan atau kekiri apabila terdapat perubahan-perubahan
terhadap permintaan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor bukan harga, sekiranya
harga barang lain, pendapatan para pembeli dan berbagai faktor bukan harga
lainnya mengalami perubahan, maka perubahan itu akan menyebabkan kurva
permintaan akan pindah ke kanan atau ke kiri.
Gambar 2.2
Pergeseran Kurva Permintaan Akibat Faktor Quantitas
http://1.bp.blogspot.com/_N4m0E9JYBM8/TAMzLT-evsI/AAAAAAAAAH4/BRn--6gzYX0/s1600/gambar+5.JPGhttp://2.bp.blogspot.com/_N4m0E9JYBM8/TAMzfc5nG_I/AAAAAAAAAIA/723ShD0oT88/s1600/gambar+6.JPGhttp://1.bp.blogspot.com/_N4m0E9JYBM8/TAMzLT-evsI/AAAAAAAAAH4/BRn--6gzYX0/s1600/gambar+5.JPGhttp://2.bp.blogspot.com/_N4m0E9JYBM8/TAMzfc5nG_I/AAAAAAAAAIA/723ShD0oT88/s1600/gambar+6.JPG
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 9
Dari sisi penawaran dari sebuah pasar selalu menyangkut hubungan yang
didalamnya para pelaku bisnis menghasilkan dan menjual produk-produknya.
Penawaran suatu barang menginformasikan kepada kita mengenai jumlah
barang yang akan dijual pada setiap tingkat harga barang tersebut. Secara lebih
tepat kurva penawaran menghubungkan kuantitas yang ditawarkan dari sebuah
barang dengan harga pasarnya, sementara hal-hal lain konstan (ceteris paribus).
Dalam mempertimbangkan penawaran, hal-hal lain yang dianggap konstan
adalah biaya produksi, harga barang terkait, dan kebijakan pemerintah
(Samuelson dan Nordhaus,2003). McConnell (1990) menyebutkan hukum
penawaran bersifat positif, ketika harga meningkat jumlah barang yang
ditawarkan meningkat dan ketika harga turun jumlah barang yang ditawarkan
menurun.
Produktivitas ternak sapi potong di Indonesia sebagai salah satu sumber
daging belum memenuhi kebutuhan karena jumlahnya masih dibawah target
yang diperlukan konsumen. Faktor yang menyebabkan produksi daging masih
rendah adalah rendahnya populasi ternak sapi dan juga tingkat produksi sapi
yang masih rendah (Sugeng, 2000).
Tingkat produksi juga sangat dipengaruhi oleh segi reproduksi. Sistem
reproduksi jantan dan betina belum berfungsi sempurna sebelum seekor sapi
mencapai masak kelamin (pubertas). Pada ternak betina bangsa sapi Eropa
pubertas mulai timbul pada umur 6-18 bulan, sementara pada bangsa sapi Asia
pada umur 12-30 bulan. Umur yang dianjurkan pada perkawinan pertama sapi
potong adalah 14-22 bulan. Jarak beranak (Calving interval) adalah periode
waktu antara dua kelahiran yang berurutan (Sarwono dan Arianto, 2003).
Secara teori, bahwa penawaran adalah banyaknya barang yang ditawarkan
oleh penjual pada suatu pasar tertentu, pada periode tertentu, dan pada tingkat
harga tertentu. Penentuan-penentuan penawaran keinginan para penjual dalam
menawarkan barangnya pada berbagai tingkat harga ditentukan oleh beberapa
faktor yang terpenting adalah :
1. Harga P Q
2. Harga barang lain Px Qy
3. Biaya faktor produksi FP cost Qs
4. Teknologi T cost Qs
5. Tujuan perusahaan
6. Ekspektasi (ramalan)
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 10
Secara matematis dapat dituliskan:
Qs = F (Px, Py, Fp, T1 ............... ) Persamaan penawaran Qs = a + bp
Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa : Semakin tinggi
harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan
oleh para penjual. Sebaliknya, makin rendah harga suatu barang, semakin sedikit
jumlah barang tersebut yang ditawarkan. Kurva penawaran dapat didefinisikan
sebagai suatu kurva yang menunjukkan hubungan diantara harga suatu barang
tertentu dengan jumlah barang tersebut yang ditawarkan. Kalau penawaran
bertambah diakibatkan oleh faktor-faktor di luar harga, maka supply bergeser ke
kiri atas.Kalau berkurang kurva supply bergeser ke kiri atas. Terbentuknya harga
pasar ditentukan oleh mekanisme pasar.
Gambar 2.3 Pembentukan Kurva Penawaran
Teori penawaran yaitu teori yang menerangkan sifat penjual dalam
menawarkan barang yang akan dijual. Faktor-faktor yang dapat menggeser kurva
penawaran- Kalau penawaran bertambah diakibatkan oleh faktor-faktor di luar
harga, maka supply bergeser ke kiri atas. Kalau berkurang kurva supply
bergeser ke kiri atas. Dengan demikian, terbentuknya harga pasar ditentukan
oleh mekanisme pasar.
http://2.bp.blogspot.com/_N4m0E9JYBM8/TAM0erCuWeI/AAAAAAAAAII/sXY-w9iGScI/s1600/gambar+9.JPGhttp://2.bp.blogspot.com/_N4m0E9JYBM8/TAM0erCuWeI/AAAAAAAAAII/sXY-w9iGScI/s1600/gambar+9.JPG
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 11
Gambar 2.4
Pembentukan Kurva Penawaran Akibat Perubahan Harga dan Jumlah Barang 2.3. Keseimbangan Permintaan dan Penawaran
Dalam ilmu ekonomi, harga keseimbangan atau harga ekuilibrium adalah
harga yang terbentuk pada titik pertemuan kurva permintaan dan kurva
penawaran. Terbentuknya harga dan kuantitas keseimbangan di pasar
merupakan hasil kesepakatan antara pembeli (konsumen) dan penjual
(produsen) di mana kuantitas yang diminta dan yang ditawarkan sama besarnya.
Jika keseimbangan ini telah tercapai, biasanya titik keseimbangan ini akan
bertahan lama dan menjadi patokan pihak pembeli dan pihak penjual dalam
menentukan harga. Dengan kata lain Harga keseimbangan adalah harga
dimana baik konsumen maupun produsen sama-sama tidak ingin menambah
atau mengurangi jumlah yang dikonsumsi atau dijual. Permintaan sama dengan
penawaran. Jika harga dibawah harga keseimbangan, terjadi kelebihan
permintaan. Sebab permintaan akan meningkat, dan penawaran menjadi
berkurang. Sebaliknya jika harga melebihi harga keseimbangan, terjadi kelebihan
penawaran. Jumlah penawaran meningkat, jumlah permintaan
menurun.Perubahan keseimbangan pasar terjadi bila ada perubahaan di sisi
permintaan dan atau penawaran. Jika faktor yang menyebabkan perubahan
adalah harga, keseimbangan akan kembali ke titik awal. Tetapi jika yang berubah
adalah faktor-faktor ceteris paribus seperti teknologi untuk sisi penawaran, atau
pendapatan untuk sisi permintaan, keseimbangan tidak kembali ke titik awal.
http://3.bp.blogspot.com/_N4m0E9JYBM8/TAM03w5qGHI/AAAAAAAAAIQ/N8xx1o_xJQA/s1600/gambar+12.JPGhttp://3.bp.blogspot.com/_N4m0E9JYBM8/TAM03w5qGHI/AAAAAAAAAIQ/N8xx1o_xJQA/s1600/gambar+12.JPG
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 12
Gambar 2.5 Keseimbangan Harga di Pasar
a. Jika harga berubah, terjadi kelebihan penawaran yang menyebabkan harga
turun kembali ke Po. Titik keseimbangan tetap Eo.
b. Kurva penawaran bergeser ke kanan karena perubahan teknologi. Titik
keseimbangan bergeser dari Eo ke E1.
c. Kurva permintaan bergeser ke kanan karena perubahan pendapatan. Titik
keseimbangan bergeser dari Eo ke E1.
2.4. Elastisitas Permintaan dan Penawaran
Konsep elastisitas merupakan hubungan kuantitatif antara harga dan
kuantitasyang dibeli. Pada model yang dinamis dapat dihitung elastisitas jangka
pendek danjangka panjang (Samuel dan Nordhaus, 2003). Elastisitas adalah
persentase perubahan jumlah yang diminta dibagi dengan persentase perubahan
harga yang menyebabkannya. Perubahan persentase biasanya dihitung sebagai
perubahan dibagi oleh nilai rata-rata (lipsey et al., 1995).
Elastisitas Harga Permintaan
Para ekonom mengukur bagaimana tingkat respon atau sensitivitas
konsumenterhadap perubahan harga produk dengan dengan konsep elastisitas
harga(McConnell, 1990). Elastisitas harga permintaan mengukur berapa banyak
kuantitas yang diminta dari sebuah barang akan berubah apabila harganya
berubah. Definisi yang tepat dari elastisitas harga adalah persentase perubahan
dalam kuantitas yang diminta dibagi dengan persentase perubahan dalam harga
(Samuelson dan Nordhaus,2003). Nilai elastisitas harga daging ayam broiler
sebesar -2,335 terhadap permintaan daging ayam broiler di Kecamatan
http://4.bp.blogspot.com/_N4m0E9JYBM8/S_n5--v1LEI/AAAAAAAAAHY/YImWS7xLijQ/s1600/Picture+116i-horz.jpghttp://4.bp.blogspot.com/_N4m0E9JYBM8/S_n5--v1LEI/AAAAAAAAAHY/YImWS7xLijQ/s1600/Picture+116i-horz.jpg
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 13
Pancoran Mas Depok, artinya dengan kenaikan harga sebesar 1 persen maka
permintaan daging ayam broiler akan turun sebesar 2,335 persen ceteris paribus
(Khoirunissa, 2008). Kita dapat menghitung koefisien elastisitas harga menurut
rumus berikut:
Ed = Persentase perubahan pada kuantitas yang diminta Persentase perubahan pada harga
Elastisitas Harga Penawaran
Para pelaku bisinis juga memiliki kepekaan dalam dalam
mengambilkeputusan terkait dengan berapa banyak barang yang (harus)
diproduksi. Para ekonom mendefinisikan elastisitas harga penawaran sebagai
kepekaan kuantitas yang ditawarkan dari sebuah barang terhadap harga
pasarnya. Elastisitas harga penawaran adalah presentase perubahan pada
kuantitas yang ditawarkan dibagi dengan persentase perubahan pada harga
(Samuelson dan Nordhaus, 2003).
Dalam Idaman (2008) elastisitas harga penawaran benih ikan nila ukuran
3-5 cm memiliki nilai 0,001385. Artinya harga benih ikan nila ukuran 3-5 cm ini
bersifatinelastis karena nilai elastisitasnya yang kurang dari satu. Rumus untuk
menghitung elastisitas harga penawaran adalah sebagaiberikut:
Es = Persentase perubahan pada kuantitas yang ditawarkan Persentase perubahan pada harga
Elastisitas Silang Elastisitas silang adalah persentase perubahan jumlah barang yang
diminta diakibatkan oleh perubahan harga barang lain sebesar satu persen.
Apabila fungsi permintaan diketahui besaran nilainya, maka elastitas dapat
dihitung dengan cara menurunkan fungsi permintaan terhadap barang lain, lalu
dikalikan dengan rata-rata harga barang lain dibagi rata-rata jumlah barang yang
diminta. Apabila nilainya lebih besar dari nol maka kedua barang tersebut
mempunyai hubungan substitusi, bila nilainya lebih kecil dari nol maka hubungan
keduanya komplementer.
Barang substitusi memiliki nilai elastisitas positif. Artinya kenaikan barang
substitusi berakibat meningkatnya jumlah yang diminta untuk barang ini (dan
untuk barang substitusinya berkurang). Barang komplementer elastisitas negatif,
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 14
artinya kenaikan harga komplemen berakibat turunnya jumlah yang untuk barang
ini (juga untuk barang komplemennya). Hasil penelitian Khoirunissa (2008)
menunjukkan nilai elastisitas silang daging sapi sebesar 6,32 artinya dengan
meningkatnya harga daging sapi sebesar 1 persen maka permintaan akan
daging ayam broiler naik sebesar 6,32 persen.
Elastisitas Pendapatan
Elastisitas permintaan pendapatan adalah presentase perubahan
permintaan akan suatu barang yang diakibatkan oleh kenaikan income riil
konsumen sebesar satu persen, jika fungsi permintaan diketahui maka besar nilai
elastisitas pendapatan dapat ditentukan dengan cara menurunkan fungsi
permintaan tersebut terhadap variabel pendapatan, lalu dikalikan rata-rata
besaran pendapatan dibagi rata-rata jumlah barang yang diminta. Untuk barang
normal nilai elastistasnya lebih besar dari nol, untuk barang inferior kurang dari
nol, barang kebutuhan pokok antara nol sampai satu dan untuk barang superior
lebih besar dari satu.
Dalam Khoirunissa (2008) menunjukkan nilai elastisitas permintaan daging
ayam broiler sebesar terhadap pendapatan sebesar 0,447 artinya jika
pendapatan naik 1 persen, maka permintaan naik 0,447 persen. Elastisitas
pendapatan bernilai positif antara nol sampai satu sehingga daging ayam broiler
disebut barang normal.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 15
BAB III METODOLOGI
3.1. Jenis dan Sumber Data
Data dalam analisis ini menggunakan data sekunder dengan jenis data
deret waktu (time series) periode waktu mulai tahun 1984-2012. Untuk
mencukupi data deret waktu (time series data) maka deret waktunya
menggunakan tahunan yang demikian berkaitan dengan data impor, ekspor,
Harga daging sapi dalam negeri dan harga daging sapi dunia.
Data yang tidak lengkap tahunannya, akan diolah berdasarkan bantuan
data triwulan yang tersedia. Teknik ini banyak dilakukan, diantaranya oleh
Boediono (1979), Djiwandono (1980) dan Widjanarko (1983). Dalam studi ini
lebih relevan menggunakan teknik yang dipakai Boediono (1979) yaitu dengan
regresi berulang. Data yang tidak relevan menggunakan teknik ini akibat
pengaruh system kerja birokrasi (dataTIB) dan akibat pengaruh fluktuasi
triwulanan (harga daging sapi dunia) sehingga perlu digunakan teknik
pembobotan.
Semua data diperoleh dari berbagai sumber, yaitu Biro Pusat Statistik,
Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian, Asosiasi Pengusaha
Feedlotter Indonesia (APFINDO), Departemen Keuangan, Bank Indonesia,
Hasil Diskusi (FGD) serta beberapa lembaga terkait lainnya yang mempunyai
legitimasi.
3.2 Metode Analisis
Untuk menjawab tujuan faktor-faktor yang mempengaruhi harga daging
sapi di dalam negeri, maka digunakan pendekatan model persamaan
ekonometrik dengan model simultan. Dalam memudahkan analisis, setiap
persamaan dinyatakan dalam bentuk linier. Peubah-peubah yang dimasukkan
ke dalam model dikelompokkan menjadi dua, yaitu peubah endogen
(endogenous variables) dan peubah penjelas (predetermined variables).
Peubah endogen merupakan peubah yang dihipotesiskan dalam persamaan,
yang menggambarkan penawaran dan permintaan daging di Indonesia.
Sementara peubah penjelas yang terdiri atas peubah eksogen (exogenous
variables) dan lag endogen (lagged endogenous variables). Peubah eksogen
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 16
merupakan peubah yang mempengaruhi peubah endogen dalam sistem,
tetapi nilai peubah tersebut diasumsikan tidak dipengaruhi oleh sistem.
Model ekonometrik adalah menganalisis ini terdiri dari 7 (tujuh) persamaan
struktural dan 1 persamaan identitas, sehingga terdapat 8 (delapan) peubah
endogen. Keseluruhan peubah endogen ini dipengaruhi oleh peubah penjelas
sebanyak 23 peubah yang terdiri dari 4 (empat) peubah lag endogen dan 19
peubah eksogen. Bentuk persamaan-persamaan tersebut berturut-turut sebagai
berikut:
Produksi Daging Sapi Dalam Negeri:
QSDt = a0+a1HQt+a2TPt+a3SBt+a4PTt+a5HTt+a6HPt+ a7TUt+
a8LQSDt+a9Dt+U1...............................................................................
(1)
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah sebagai
berikut: a3,a5,a6,a70;dan0
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 17
TIt : Tarif Impor daging sapi (%)
HQt : Harga Daging sapi dalam negeri
LQSIt : Lag impor daging sapi Indonesia
Dt : Dummy variable (D1 krisis, D=0 sebelum krisis)
U2 : Peubah pengganggu
Total Penawaran Daging Sapi DalamNegeri: QSTt=QSDt+QSIt...........................................................................................(3) dimana: QSTt = Total penawaran daging sapi dalam negeri (ton)
Permintaan Daging Sapi Dalam Negeri: QDt= c0+c1HQt+c2HAt+c3HIt+c4HTt+c5IPt+c6JPt +c7Tt+
c8LQDt+c9Dt+U3...............................................................................(4)
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah sebagai
berikut: c10; dan 0
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 18
dimana: HQIt : Harga daging sapi impor (CIF,US$/kg) HTAt : Harga ternak impor dari Australia (CIF,US$/kg) TIt : Tarif impor daging sapi (%) KRt : Kurs Rupiah(Rp/US$) HQWt : Harga daging sapi dunia (US$/kg) LHQIt : Lag harga riil daging sapi impor (CIF,US$/kg) Dt : Dummy (musim) U4 : Peubah pengganggu
Harga Daging Sapi Dunia: HQWt = e0+e1QSWt+e2QDWt +U5.......................................................... (6)
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah sebagai
berikut:
e10
dimana: HQWt : Harga daging sapi dunia (CIF, US$/kg) QSWt : Penawaran daging sapi dunia (ton) QDWt : Permintaan daging sapi dunia (ton) U5 : Peubah pengganggu
Penawaran dunia merupakan proxy dari produksi sapi di Autralia dan
New zealand, sedangkan permintaan sapi dunia merupakan proxy dari impor
sapi USA, China, Korea Selatan dan Jepang. Negara-negara tersebut
merupakan importer terbesar untuk sapi asal Australia yang dapat
mempengaruhi harga sapid an daging sapi dunia.
Harga Daging Sapi Dalam Negeri: PQt = f0 + f1QSDt + f2QSIt + f3QDt + f4Dt + U6......................................... (7)
Tanda parameter estimasi yang diharapkan (hipotesis) adalah sebagai
berikut:
f1,f20
Bentuk persamaan simultan memberi pengertian bahwa antar persamaan
mempunyai keterkaitan antar satu dengan lainnya. Keterkaitan antara
peubah endogen dan peubah penjelasnya secara ringkas disajikan pada
Gambar 3.1.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 19
Gambar 3.1. Model Ekonomi Penawaran dan Permintaan Daging Sapi di Indonesia
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 20
3.3 Model Proyeksi
Untuk proyeksi permintaan daging sapi dalam negeri untuk sepuluh
tahun kedepan digunakan nilai elastisitas yang diperoleh dari hasil estimasi
parameter permintaan daging sapi dalam negeri yang sudah diestimasi
sebelumnya.
Model Proyeksi Permintaan Daging Sapi Dalam Negeri
QDt = QDt-1(1+ii+ii).............................................................(8)
dimana:
QDt QDt-
= =
Jumlah permintaan daging sapi pada tahun t Jumlah permintaan daging sapi pada tahun sebelumnya
i = Elastisitas harga daging sapi itu sendiri i i i
= = =
Laju pertumbuhan harga riil daging sapi Elastisitas permintaan daging sapi terhadap pendapatan perkapita Laju pertumbuhan pendapatan riil perkapita
3.4. Metode Pendugaan
Menurut Koutsoyiannis (1977), Pyndick dan Rubinfeld (1998) jika
persamaan dalam model strukturalnya semuanya over identified, maka
persamaan dapat diduga dengan menggunakan metode LIML (Limited
Information Maximum Likelihood), FIML (Full Information Maximum
Likelihood), 2SLS (Two-Stage Least Squarer) atau 3SLS (Three-
StageLeastSquares). Metode pendugaan yang digunakan dalam analisis ini
adalah metode 2SLS, sementara pengolahan data yang dilakukan dengan
menggunakan program komputer SAS/ETS versi 9.12.
Untuk menguji apakah peubah-peubah endogen pada masing-
masing penjelas secara bersama-sama nyata atau tidak nyata terhadap
peubah endogen pada masing-masing persamaan digunakan uji statistik F.
Kemudian untuk menguji apakah masing-masing peubah penjelas secara
individual berpengaruh nyata atau tidak nyata terhadap peubah endogen pada
masing-masing persamaan digunakan uji statistik t.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 21
BAB IV KERAGAAN PRODUKSI, KEBUTUHAN DAN HARGA DAGING SAPI DI
DALAM NEGERI
Daging sapi merupakan salah satu komoditas yang selama ini memberi andil pada perbaikan gizi masyarakat, khususnya kebutuhan protein hewani. Protein hewani sangat dibutuhkan dalam pembangunan manusia Indonesia karena erat hubungannya dengan kesehatan fisik dan perkembangan kecerdasan manusia. Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia memiliki tingkat konsumsi daging sapi masyarakat mencapai 1,69 kg/kapita/tahun (BPS, 2010). Indonesia dengan jumlah penduduk pada tahun 2011 yang mencapai 241 juta jiwa, atau naik sekitar 1,49 persen dibandingkan tahun sebelumnya, mengindikasikan kebutuhan akan daging sapi yang semakin bertambah dengan total kebutuhan daging sapi domestik mencapai 441.605 ton dan 509.887 ton tahun 2012. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan pendidikan yang semakin baik, maka permintaan dan konsumsi daging sapi di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2011, konsumsi daging sapi Indonesia sebesar 1,83 kg/kapita/tahun dan 2,0 kg/kapita/tahun (2012) (Menko Perekonomian, 2013).
Dari sisi produksi, data Kementerian Pertanian (2013) menunjukkan bahwa total produksi daging sapi dalam negeri tahun 2011 sebesar 465.823 ton dan 414.870 ton tahun 2012. Produksi tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akan daging sapi di dalam negeri yang jumlahnya mencapai rata-rata 500 ribu ton baik untuk konsumsi rumah tangga, industri, dan horeka selama satu tahun. Dengan demikian, neraca daging sapi di Indonesia selalu defisit yang pada akhirnya harus dipenuhi dari luar (impor). Kebutuhan daging sapi di dalam negeri, tidak hanya untuk konsumsi rumah tangga tetapi juga kebutuhan industri pengolahan yang mana hampir 80% terpusat di DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. Ketersediaan akan daging sapi masih belum dapat memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri, terutama pada bulan-bulan menjelang dan saat hari-hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN), dimana pasokan daging sapi yang relatif kurang berkesinambungan dengan permintaan yang terus meningkat.
Dengan meningkatnya kebutuhan daging sapi dan pasokan di dalam negeri yang tidak berkesinambungan berdampak pada perubahan harga daging menjadi tidak menentu. Harga daging sapi dalam negeri dari tahun ke tahun cenderung mengalami kenaikan. Kenaikan harga dipengaruhi oleh berbagai faktor. Kenaikan harga daging sapi berhubungan erat dengan kenaikan permintaan, terganggunya pasokan baik lokal maupun impor dan harga daging sapi internasional. Kenaikan permintaan daging sapi yang signifikan saat menjelang HBKN dan berpotensi pada harga daging sapi menjadi naik, apalagi jika tidak diimbangi dengan pasokan yang cukup. Rata-rata harga daging sapi tingkat eceran tahun 2012 mencapai Rp 74.991/kg atau naik 7,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu menjelang Lebaran, harga daging sapi di beberapa kota di
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 22
0
100
200
300
400
500
600
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Produksi Lokal Kebutuhan Konsumsi Impor Daging
000 ton
Produksi Daging Lokal
Kebutuhan KonsumsiDaging SapiDalam Negeri
Impor Daging Sapi
Indonesia menyentuh angka Rp 85.000/kg-Rp 100.000/kg atau naik sekitar 20 persen dari bulan sebelumnya.
4.1. Perkembangan Produksi dan Kebutuhan Konsumsi Daging Sapi Domestik
Ditengah hiruk pikuknya gangguan akan pasokan daging sapi di dalam negeri, perlu juga dicermati sejarah perkembangan produksi daging sapi yang selama ini pernah terjadi di Indonesia. Periode tahun 1984-2002, Indonesia juga pernah mengalami kondisi dimana produksi sapi potong lebih besar dari kebutuhan dimana impor daging sapi hampir tidak ada (Gambar 4.1). Namun mulai Tahun 2002, produksi daging sapi dalam negeri menunjukkan ada penurunan seiring dengan meningkatkan kebutuhan konsumsi di dalam negeri. Namun, hal ini masih bisa teratasi karena terlihat gap antar produki dan konsumsi masih relatif kecil. Hal ini dapat ditunjukkan dengan indikator harga yang relatif rendah. Pertumbuhan produksi daging sapi lokal periode 2005-2013 sebesar 5,53 persen, lebih tinggi dibandingkan periode 1998-2004 yaitu 4,39 persen dan periode 1984-1997 yaitu sebesar 2,14 persen.
Sumber: DitjennakKementan, BPS, Buku Statistik Peternakan Indonesia
Gambar 4.1. Perkembangan Produksi Daging sapi Lokal dan Kebutuhan Konsumsi Dalam Negeri
Sementara pertumbuhan Kebutuhan yang terus meningkat yaitu untuk
periode tahun 1985-1991 yaitu 5,0 persen; periode 1992-1998 yaitu 3,2 persen; periode 1999-2005 sebesar 7,0 persen dan periode 2006-2013 yaitu sebesar 10,8 persen. Selama tahun 2005-2010 kekurangan pasokan di dalam negeri dipenuhi dari luar (impor) untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat. Hal
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 23
ini ditunjukkan dengan impor daging sapi yang cenderung meningkat selama periode tersebut.
Seiring dengan kebutuhan daging sapi yang terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk, di sisi lain implementasi kebijakan pemerintah dalam rangka menjaga ketahanan pangan di dalam negeri dalam kerangka swasembada daging yang mulai dicanangkan sejak tahun 2010. Sejak dari tahun tersebut pemenuhan daging sapi dari luar mulai menurun, sementara pasokan daging sapi di dalam negeri juga mulai menurun. Dampak dari kebijakan ini mulai terlihat di bulan Juni tahun 2012 yang menyebabkan terganggunya pasokan baik dari dalam maupun dari luar. Pasokan daging sapi impor yang mulai menurun sejalan dengan kondisi pasokan daging sapi di dalam negeri yang juga cenderung menurun sementara kebutuhan di dalam negeri terus meningkat. Pasokan daging sapi yang mulai menurun akibat menurunnya jumlah sapi potong sehingga pasokan di dalam negeri mulai berkurang. Berkurangnya sapi potong dapat dilihat dari mulai menurunnya jumlah populasi sapi di sentra produksi, yaitu Jawa timur dan Bali tahun 2013 dibandingkan tahun 2011, sebesar 20 persen dan 29 persen (Aspidi, 2013). Kondisi ini menunjukkan bahwa pemotongan sapi potong yang tidak memperhatikan keberlanjutan produksi menyebabkan terjadinya kelangkaan sapi siap potong di dalam negeri yang saat ini tengah terjadi di tahun 2013 sementara kebutuhan masyarakat dan industri terhadap daging sapi cukup meningkat.
Daging sapi merupakan salah satu komoditas yang selama ini memberi andil pada perbaikan gizi masyarakat, khususnya kebutuhan protein hewani. Protein hewani sangat dibutuhkan dalam pembangunan manusia Indonesia karena erat hubungannya dengan kesehatan fisik dan perkembangan kecerdasan manusia. Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia memiliki tingkat konsumsi daging sapi masyarakat tahun 2010 mencapai 1,69 kg/kapita/tahun dan tahun 2011 mencapai 1,83 kg/kapita/tahun. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan pendidikan yang semakin baik, maka permintaan dan kebutuhan daging sapi di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat pula. Tahun 2012, konsumsi daging sapi mencapai 2,09 kg/kapita/tahun dan 2,2 kg/kapita/tahun (Menko Perekonomian, 2013).
Indonesia dengan jumlah penduduk pada tahun 2011 yang mencapai 241 juta jiwa, atau naik sekitar 1,49 persen dibandingkan tahun sebelumnya, mengindikasikan kebutuhan akan daging sapi yang semakin bertambah dengan total kebutuhan daging sapi domestik mencapai 441.605 ton (belum termasuk industri dan horeka). Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, total produksi daging sapi dalam negeri tahun 2011 sebesar 465.823 ton. Produksi tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akan daging sapi baik untuk konsumsi rumah tangga, industri, dan horeka selama satu tahun. Pada 2012 jumlah penduduk Indonesia meningkat menjadi 243,9 juta jiwa dengan kebutuhan daging sapi mencapai 509,9 ribu ton dan jumlah pendudk tahun 2013 mencapai 250 juta jiwa dengan kebutuhan diperkirakan mencapai 629,4 ribu ton (LSM-FE UI, 2013)
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 24
Ketersediaan akan daging sapi saat ini diperkirakan masih belum dapat memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri, terutama pada bulan-bulan menjelang dan saat Hari-Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Pada peridoe waktu tersebut permintaan daging sapi meningkat cukup tinggi sedangkan peningkatan pasokan daging sapi itu tidak secepat dengan peningkatan permintaan. Pemenuhan pasokan yang tidak secepat peningkatan permintaan dikarenakan aspek dari sisi pasokan memiliki beberapa faktor yaitu kondisi dan keberadaan sapi siap potong, periode waktu impor, kinerja sistem distribusi serta kinerja rumah potong hewan. Faktor-faktor ini yang berdampak pada terjadinya gangguan pasokan untuk memenuhi kebutuhan permintaan. Pasokan sapi ataupun daging dari luar dipenuhi dari impor yang berasal dari Australia dan Selandia Baru. Harga daging sapi dalam negeri dari tahun ke tahun cenderung mengalami kenaikan.
Kenaikan permintaan daging sapi yang signifikan saat menjelang HBKN, terutama hari puasa dan lebaran potensi pada kenaikan harga daging sapi cukup tinggi. Berdasarkan pengalaman beberapa tahun, kenaikan harga daging sapi menjelang puasa dan lebaran naik sebesar 10-15 persen lebih tinggi dibandingkan hari raya Idul Adha, natal dan tahun baru. Fenomena harga di waktu-waktu ini yang berdampak pada kenaiakan harga daging sapi setiap tahun naik. Misalnya, rata-rata harga daging sapi tingkat eceran tahun 2012 mencapai Rp 74.991/kg atau naik 7,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu menjelang Lebaran,harga daging sapi di beberapa kota di Indonesia menyentuh angka Rp 85.000/kg-Rp 100.000/kg atau naik sekitar 5-10 persen persen dari bulan sebelumnya. Selama tahun 2013 (s.d September) rata-rata kenaikan harga daging sapi mencapai 20,4 persen atau harga daging sapi di tahun 2013 berada pada kisaran Rp 89.495/kg Rp 97.401/kg (BPS, 2013).
Ketidakmampuan produksi nasional dalam mencukupi kebutuhan daging sapi di Indonesia mengakibatkan pemerintah sampai saat ini masih melakukan impor daging sapi dari beberapa negara penghasil sapi antara lain Australia, dan Selandia Baru. Pemenuhan sapi dan atau daging sapi dari luar (impor) dilakukan dengan tujuan untuk membantu kesinambungan pasokan di dalam negeri dan dalam upaya mendorong peningkatan produktivitas sapi potong di dalam negeri. Selama kurun 2004-2010, impor daging sapi mengalami kenaikan dengan rata-rata per tahun mencapai 37,4 persen. Kenaikan impor tertinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu 69,5 persen dan 63,5 persen Tahun 2007. Pada tahun 2010, impor daging sapi sekitar 90.500 kemudian menurun sebesar 28,2 persen di tahun 2011 menjadi 65.000 ton dan di tahun 2012 turun menjadi 39,4 persen atau menjadi 39.400 ton. Pengurangan kuota impor terkait dengan upaya pemerintah mensukseskan swasembada daging sapi di tahun 2014, sementara disisi lain belum ada kesiapan baik peternak maupun industri dalam mengadapi rencana pengelolaan alokasi impor tersebut.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 25
4.2. Perkembagan Harga Daging Sapi Domestik dan Internasional
Perkembangan harga daging sapi di dalam negeri dari tahun ke tahun menunjukkan trend naik. Hal ini terlihat dari harga daging selama 6 (enam) tahun terakhir yang selalu naik setiap tahunnya. Data BPS menunjukkan bahwa rata-rata kenaikan harga daging sapi per tahun mencapai 8.97 persen. Dengan kenaikan harga tertinggi terjadi pada tahun 2013 yang mencapai 14,72 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari Rp 66.853/kg menjadi Rp 76.692/kg (Gambar 4.2). Selain harga daging sapi yang terus meningkat, fluktuasi harga daging juga relative berfluktuasi hal ini dapat dilihat dari indikator koefisien variasi harga (CV) dari tahun 2010 sampai 2012 yang terus naik yaitu dari 4,4 persen menjadi 8,4 persen. Selama tahun 2013 (s.d September fluktuasi harga daging sapi relative stabil akan tetapi pada tingkat harga yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata harga selama tahun 2012, yaitu Rp 92.370/kg. Harga daging sapi secara nasional tahun 2013 yang tertinggi terjadi di bulan Juli dan Agustus dengan harga masing-masing sebesar Rp 95.030 dan Rp 97.401 dimana pada bulan tersebut merupakan bulan puasa dan menjelang lebaran Idul Fitri tahun 2013. Kenaikan harga secara nasional tersebut juga dikarenakan oleh harga-harga di beberapa provinsi dan Ibu Kota provinsi mengalami kenaikan dan juga harga-harga di beberapa wilayah sentra produksi sapi di Indonesia, seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali serta Sulawesi Selatan.
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Agus Sep
Okt
Nop Des Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Agus Sep
Okt
Nop Des Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Agus Sep
Okt
Nop Des Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agus Sep
Okt
'N
op Des Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agus Sep
Okt
'N
op Des Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun Jul
Agus Sep
2009 2010 2011 2012 2013
Harga Daging Sapi (Rp/Kg)
Kurs: 9.757SB:Inflasi : 11.06HDDM : Rp 53.875/kgHDI : US$ 3.14/kgImpor Daging: 45.580 ton
Kurs: 10.356Inflasi : 2.78%HDDM : Rp 59.543/kgHDI : US$ 2.64/kg
Kurs: 9.078Inflasi: 6.96%HDDM : Rp 63.023/kgHDI : US$ 3.35/kg
Kurs : 8.773Inflasi : 3.79%HDDM : Rp 66.853/kgHDI : US$ 4.04/kg
Kurs : 9.419Inflasi : 4.3%HDDM : Rp 76.692/kgHDI : US$ 4.14/kg
Kurs: 9.756Inflasi : HDDM: Rp 92.285/kgHDI : US$ 4.19/kg
: Puasa & Lebaran
Sumber: BPS (diolah)
Gambar 4.2. Perkembangan Harga Daging Sapi Di Dalam Negeri
Harga daging sapi di luar negeri cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data United States Departement of Agriculture Economic Research Service (USDA-ERS) selama periode tahun 2000 sampai dengan 2012, harga daging sapi internasional mengalami kenaikan sebesar 51,5 persen dengan rata-rata kenaikan per tahun sebesar 4,3 persen. Jika diamati pola perkembangannya, harga daging sapi internasional mengalami lonjakan yang relatif tinggi terjadi pada tahun 2003, kemudian tahun 2008 dan tahun
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 26
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus
2012 2013
Harga Daging Sapi Dunia (US$/kg) 4.06 4.00 4.06 4.11 4.13 4.06 3.86 3.86 3.82 3.89 4.06 4.13 4.11 4.15 4.11 4.08 4.00 4.06 4.04 3.97
3.60
3.70
3.80
3.90
4.00
4.10
4.20Harga Daging Sapi Dunia (US$/kg)
Sumber: Commodity Market Review, Worldbank (Agustus, 2013)
US$/kg
2011. Selama tahun 2003, harga daging sapi mengalami kenaikan sebesar 23,6 persen, dengan harga pada awal tahun 2003 sebesar US$6,79/kg dan akhir tahun mencapai US$8,49/kg. Kenaikan harga daging sapi internasional tahun 2003 seiring dengan ditemukan pertama kalinya kasus penyakit sapi gila (Mad Cow) di Amerika Serikat.
Setelah mengalami kenaikan yang relatif tinggi pada tahun 2003, harga daging sapi internasional kembali naik pada tahun 2008, dengan tingkat kenaikan selama tahun tersebut sebesar 6,3 persen dan selama tahun 2011 harga daging sapi international mengalami kenaikan sebesar 12,4 persen. Pada awal tahun 2012 harga daging sapi internasional mencapai US$10,2/kg dan pada bulan September 2012 sedikit turun menjadi US$9,89/kg. Secara umum, harga daging dunia selama tahun 2013 ada penurunan dibandingkan harga-harga yang terjadi selama tahun 2012.
Sumber : FAO (Juli 2013) dan Commodity Market Review, World Bank (Agustus 2013), diolah
Gambar 4.3 Perkembangan Harga Daging Sapi Internasional, 2012-2013
Menurunnya harga daging sapi di pasar internasional dikarenakan kegiatan
pemotongan hewan di RPH sudah kembali aktif setelah melewati musim dingin sehingga pasokan sapi potong cukup banyak. Kondisi ini menyebabkan suplai daging dunia menjadi bertambah dan berdampak pada harga dunia yang mulai menurun dibandingkan harga pada bulan Agustus 2013. (wawancara ASPIDI, 26 Agustus 2013). Perkembangan harga daging dan indeks harga pangan dunia dapat dilihat pada Gambar 4.3.
4.3. Perkembangan Harga Daging Sapi di Beberapa Daerah Sentra Produksi
Berdasarkan monitoring harga di beberapa daerah sentra produksi, terjadi fluktuasi harga daging sapi tingkat konsumen antar waktu dan antar provinsi. Fluktuasi harga terbesar antar waktu terjadi pada tahun 2012. Sementara itu juga terdapat fluktuasi harga antar wilayah atau provinsi di Indonesia. Harga daging
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 27
sapi tertinggi terjadi di Provinsi Aceh dan terendah terjadi di Nusa Tenggara Timur.
Tingginya harga daging sapi di Provinsi Aceh disebabkan oleh adanya tradisi meugang yang sudah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Aceh untuk membeli daging bagi keluarganya menyambut Ramadhan. Daging sapi disajikan sebagai lauk utama, sehari sebelum Ramadhan tiba atau Hari Raya. Tak peduli kaya atau miskin, setiap kepala keluarga harus berusaha membeli minimal satu atau dua kilo daging untuk keluarganya. Bagi keluarga mampu, bahkan akan membeli sampai lima kilo untuk dihabiskan selama bulan Ramadhan sebagai menu sahur.
Gambar 4.4
Rata-rata Perkembangan Harga Daging Sapi Di Beberapa Daerah Sentra Produksi Di Indonesia
Berdasarkan pola musiman, kenaikan harga daging sapi secara signifikan terjadi pada waktu/periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Setidaknya selama empat tahun terakhir, harga daging sapi tertinggi terjadi disaat HBKN, terutama menjalng puasa dan hari lebaran Idul Fitri. Hal ini dikarenakan permintaan yang tinggi dari efek psikologis konsumen yang cenderung membeli daging lebih banyak pada periode tersebut serta adanya ekspektasi dan perilaku pedagang yang cenderung meningkatkan harga secara tidak wajar. Pada tahun 2009, harga daging sapi tertinggi terjadi pada saat menjelang lebaran hingga lebaran dan tahun 2010, harga daging sapi tertinggi terjadi pada saat menjelang Idul Adha. Tahun 2011, harga daging sapi tertinggi terjadi pada saat Bulan Puasa. Sementara itu, harga daging sapi untuk tahun 2012 terus merangkak naik dari awal tahun hingga lebaran dan tetap berada pada posisi tinggi setelah lebaran sehingga diperkirakan menjelang Idul Adha harga daging sapi naik mencapai Rp 110.000/kg-Rp 120.000/kg.
http://4.bp.blogspot.com/-VyuY47GkQI4/UKdgp18dzGI/AAAAAAAAABg/OI6N_HEiIVM/s1600/Harga+antar+provinsi.PNGhttp://4.bp.blogspot.com/-VyuY47GkQI4/UKdgp18dzGI/AAAAAAAAABg/OI6N_HEiIVM/s1600/Harga+antar+provinsi.PNG
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 28
Untuk mengantisipasi kenaikan harga daging sapi, pemerintah melakukan berbagai upaya menstabilkan harga daging sapi. Salah satu langkah awal untuk mengetahui gejolak harga daging sapi nasional adalah dengan membuat suatu pemetaan tingkat kebutuhan daging sapi berdasarkan permintaan, seperti pasar tradisional, pasar ritel modern, industri pengolahan serta horeka (hotel, katering dan restoran) yang terdapat di 3 (tiga) provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Ketiga wilayah tersebut diperkirakan memiliki tingkat kebutuhan daging sapi yang cukup tinggi dimana hampir 80 persen dipenuhi dari impor dan sekitar 60 persen dari impor juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan Jabodetabek (Aspidi, 2013). Hasil survei dan pemetaan terhadap kebutuhan daging selama tahun 2013 sebesar 629,4 ribu ton dalam satu tahun. Fluktuasi harga daging sapi terjadi antar waktu masih dapat dikatakan wajar selama masyarakat masih memiliki daya beli dan dapat menjangkau dari ketersediaan daging tersebut. Harga daging sapi yang kurang wajar terjadi bilamana besaran harga tersebut sudah meresahkan masyarakat dan ketersediaan daging terganggu karena adanya gangguan dari sisi pasokan. Secara nasional harga dan produksi daging sapi merupakan agregasi dari data secara nasional di beberapa kota/propinsi di Indonesia, maka analisis perkembangan gejolak harga daging sapi di sentra konsumsi dalam rangka konsolidasi dan koordinasi stabilisasi harga dilakukan. Analisis secara deskriptif dihasilkan berdasarkan temuan di wilayah survei yang telah dilaksanakan di Kota Bandung dan Kota Surabaya. Kedua wilayah ini sebagai representasi dari wilayah yang paling tinggi tingkat konsumsi daging sapi selain di Kota Jakarta dan sebagai salah satu sentra produksi.
4.4. Persepsi Secara Kualitatif Hasil Diskusi di Daerah
Bandung
Permasalahan yang dihadapi dalam penyediaan kebutuhan/konsumsi daging sapi di dalam negeri adalah pasokan. Selama ini intervensi lebih banyak dilakukan dari sisi permintaan, sementara sisi penawaran lebih sering diabaikan. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhanpun terus meningkat. Jika kondiri ini terus berlanjut dengan tidak disertai penambahan pasokan maka berdampak pada terganggunga stabilitas harga daging sapi dari kondisi normal. Fakta data dilapangan menunjukkan bahwa harga daging sapi akan naik jika memasuki bulan puasa dan lebaran dengan kenaikan relatif lebih tinggi dibandingkan hari-hari besar lainnya, seperti serta Idul Adha, natal serta perayaan hajatan. Di luar bulan puasa dan lebaran, kenaikan harga daging sapi tidak terlalu signifikan dan cenderung stabil. Kenaikan harga daging sapi menjelang puasa dan lebaran mencapai kisaran 10-15 persen, sedangkan menjelang hari raya Idul Adha kenaikan harga sekitar 5-10 persen. Pada hari raya Idul Adha kenaikan harga terjadi dari Sapi siap potong, namun permintaan masyarakat terhadap daging sapi di pasar relatif turun pada waktu tersebut.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 29
86,000
88,000
90,000
92,000
94,000
96,000
98,000
100,000
102,000
104,000
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept
Bandung
Rp/kg
Gambar 4.5 Perkembangan Harga Daging Sapi di Jawa Barat
Kenaikan harga daging sapi juga terjadi karena terganggunya pasokan sehingga kesinambungan pasokan cenderung menurun. Menurunnya kesinambungan pasokan ini dikarenakan banyak sapi betina yang dipotong. Bahkan akhir-akhir ini juga terdapat sapi perah yang sudah afkir dipotong untuk mencukupi kebutuhan namun tekstur daging yang relatif kurang bagus.
Naiknya harga daging sapi di kota Bandung karena pasokan yang kurang. Hal ini dijelaskan oleh Dinas Pertanian kota Bandung yang menyebutkan bahwa pasokan daging lokal ke kota bandung yang masuk ke Rumah Potong Hewan (RPH) selama tahun 2011-2013 mengalami penurunan 50 persen yang menyebabkan harga daging sapi naik ditingkat RPH. Sementara itu, pedagang membeli sapi hidup di RPH dan kemudian menjual ke pasar melalui beberapa tahapan dan memerlukan biaya. Beberapa biaya yang harus ditanggung oleh pedagang setelah lepas dari RPH, yaitu ongkos di RPH, ongkos angkut, ongkos ngarakrak, ongkos memisahkan daging satu dengan daging lainnya yang terdapat dalam 1 ekor sapi. Tahapan-tahapan dengan masing-masing biaya yang harus dikeluarkan berdampak pada naiknya harga daging sapi di pasar. Selain itu, terganggunya pasokan menyebabkan harga daging sapi di Bandung sampai dengan akhir Agustus 2013 mencapai Rp 88.000/kg dan bahkan hingga minggu pertama bulan September harga daging sapi sudah mencapai Rp 98.000/kg.
Berdasarkan data Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat pasokan sapi potong selama tahun 2013 sampai dengan Bulan Agustus 2013 untuk wilayah Bandung sebanyak 239 ribu ekor. Kenaikan harga daging sapi yang dihadapi provinsi Jawa Barat, khususnya di Ibukota provinsi dikarenakan beberapa permasalahan utama yang dihadapi sebagai berikut:
Wilayah sentra peternakan di Bandung relatif sedikit dan tersebar di beberapa wilayah
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 30
Dalam memenuhi kebutuhan daging sapi di wilayah Bandung, dimana saat ini konsumsi daging sapi rumah tangga di wilayah Bandung mencapai 590 ribu ton belum termasuk hotel restoran dan catering, mendatangkan sapi dari luar daerah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Jawa Timur, Jawa Tengah dan Bali. Sapi hidup yang berasal dari NTT, NTB dan Jawa Timur sebagian besar berupa sapi bakalan yang diternakan oleh peternak yang ada di Kabupaten/Kota Bandung. Sementara Sapi yang berasal dari Bali biasanya dalam bentuk sapi siap potong yang langsung masuk ke rumah potong hewan (RPH). Namun, daging yang berasal dari sapi Bali memiliki tekstur yang kurang enak sehingga tidak semua konsumen mempunyai preferensi terhadap jenis daging ini.
Jawa Barat dan Bandung khususnya, terancam kekurangan pasokan. Dengan meningkatnya harga sapi dan daging, Bandung akan terancam kekurangan pasokan sapi lokal karena sapi yang berasal dari sentra produksi yang memasok ke Bandung akan berkurang karena tidak ada aturan tataniaga di dalam negeri. Kondisi ini bisa saja terjadi dimana jika harga sapi di daerah sentra produksi tinggi maka peternak tidak akan menjual ke luar wilayah dengan alasan harga kurang bersaing dan lebih menguntungkan menjual di daerahnya. Kondisi ini menjadikan para pedagang sapi dengan leluasa melakukan perdagangan. Karena tidak ada aturan tataniaga maka tidak sedikit distributor juga berperan sebagai pedagang. Situasi ini yang membuat harga menjadi naik dan tidak menentu.
Kekacauan harga yang terjadi saat ini dikarenakan perilaku pasar. Perilaku pasar yang berubah menyebabkan penentuan harga ditentukan oleh pedagang. Para pedagang tidak mau mengeluaran stock daging sapinya yang ada dan lebih memilih menyimpannya di dalam refrigerator. Mereka akan mengeluarkan stock daging sapi jika stock di pasar memang tidak ada dengan harga yang lebih tinggi, namun dengan kualitas yang sudah menurun.
Pemerintah Daerah (Jawa Barat) melakukan upaya-upaya mengatasi kenaikan harga dalam upaya stabilisasi harga di wilayah Jawa Barat, antara lain:
Melakukan operasi pasar. Namun, operasi pasar dengan menjual daging sapi murah saat ini kurang efektif menurunkan harga di pasar tradisional. Kasus Operasi pasar yang dilakukan oleh Bulog untuk daging sapi beku, ada dua mekanisme. Pertama, mekanisme melalui pemerintah propinsi dengan Disperindag dan kedua, mekanisme dengan asosiasi pedagang daging sapi. Kondisi yang sudah berjalan, Bulog menerapkan mekanisme yang pertama yaitu melalui Pemerintah provinsi dengan Disperindag. Kebijakan ini tidak efektif menurunkan harga karena terjadi penolakan di pasar tradisional.
Peningkatan bibit unggul melalui upaya inseminasi buatan (IB) dan kawin alam yang dilakukan dengan control yang sangat ketat.
Menjaga keberlanjutan pasokan sapi akan mengangkat kembali peran rumah potong hewan (RPH) untuk mengoptimalkan kembali kapasitas produksinya melalui revitalisasi RPH.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 31
Pemerintah Daerah telah berupaya untuk menstabilkan harga daging sapi dan telah menganggarkan biaya sebesar 10 miliar dari anggaran pendapatan daerahnya (APBD).
Surabaya
Surabaya merupakan salah satu wilayah sentra produksi sapi di wilayah Jawa. Meski demikian, daerah ini juga mengalami jumlah penduduk yang cukup besar hampir sama dengan Jawa Barat sehingga tingkat konsumsipun juga meningkat sehingga terjadi juga kenaikan harga daging meski tidak signifikan. Kenaikan harga lebih dikarenakan tingkat permintaan konsumsi yang cukup tinggi terutama bulan puasa dan lebaran. Sebagai sentra produksi, Jawa Timur juga menjadi wilayah pemasok sapi potong untuk beberapa wilayah seperti Yogyakarta, DKI dan Jawa Barat. Namun demikian, jumlah sapi potong yang dikirm ke luar wilayah relative lebih besar dibandingkan sapi bakalan yang masuk. Meski sudah ada kebijakan pemerintah daerah melalui Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur yang membatasi sapi siap potong yang keluar dibatasi pada sapi dengan berat 400kg, namun belum disertai dengan pengawasan. Para peternak lebih memilih menjual sapinya ketika harga di wilayah lain cukup tinggi (mekanisme pasar). Menurut catatan Bank Indonesia (2013) bahwa jumlah konsumsi daging sapi di wilayah Jawa Timur cenderung terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun peningkatan konsumsi tersebut tidak diiringi dengan peningkatan produksi. Sebagai wilayah produsen sapi di Indonesia, Jawa Timur memasok sekitar 50 persen dari total produksinya untuk pasar nasional. Permintaan daging sapi lokal Jawa Timur yang stabil meningkat setiap tahun menyebabkan kemampuan suplai nasional Jawa Timur menurun.
Meski kenaikan harga daging sapi di wilayah Jawa Timur cenderung lebih rendah dibandingkan wilayah lainnya, ini menjadi pertanyaan mengapa kondisi ini bisa terjadi padahal sebagai wilayah sentra produksi pasokan selalu tersedia. walaupun juga mengalami peningkatan. Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur (2013) menyatakan bahwa sudah ada kesepakatan kebijakan untuk tidak menerima impor daging sapi dan pelarangan pemotongan sapi produktif. Produksi sapi lokal cukup untuk memenuhi permintaan daging sapi di Jawa timur bahkan surplus yang disalurkan untuk memasok permintaan sapi nasional. Impor yang akan dilakukan untuk stabilisasi harga sebaiknya jangan berupa daging sapi namun berupa sapi siap potong dan sapi bakalan. Impor dalam bentuk sapi siap potong dan sapi bakalan akan berdampak positif karena akan menghidupkan penggemukan sapi dan rumah potong hewan.
Dengan kondisi pasokan dan perilaku konsumsi di wilayah Jawa Timur, khususnya Surabaya maka dapat dilihat perkembangan harga daging sapi di wilayah tersebut. Harga daging sapi berkisar antara Rp 85.000/kg untuk grade bawah dan Rp 90.000/kg untuk grade menengah-atas (Informasi kepala Pasar Wonokromo, September 2013). Sedangkan jika dibandingkan dengan harga
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 32
76,000
78,000
80,000
82,000
84,000
86,000
88,000
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept
Surabaya
Rp/kg
tahun 2012, harga daging sapi sebesar 65.000/kg untuk grade bawah dan Rp 70.000/kg untuk grade menengah-atas. Sejak awal tahun 2013 sampai dengan bulan Juni, harga daging sapi berkisar antara Rp 80.000 - 85.000/kg. Kenaikan harga daging sapi mulai terjadi sejak awal bulan Juli 2013.
Gambar 4.6 Perkembangan Harga Daging sapi di Jawa Timur
Perkembangan harga daging sapi cenderung memiliki pola yang sama yaitu terus mengalami peningkatan yang signifikan pada bulan puasa dan lebaran, dan kemudian menurun setelah melewati puasa dan lebaran. Kenaikan harga daging sapi tahun 2013 cenderung lebih tinggi karena beberapa hal, yaitu (i) kenaikan permintaan, (ii) terganggunya pasokan di dalam negeri serta (iii) dan harga bahan bakar minyak. Terganggunya pasokan daging sapi di dalam negeri, diperkuat oleh persepsi hasil diskusi di pasar Wonokromo Surabaya menginformasikan bahwa telah terjadi penurunan suplai sapi potong di ahun 2013. Saat ini, jumlah pedagang daging sapi di Pasar Wonokromo sekitar 25 pedagang. Normalnya pemotongan sapi rata-rata 5-7 ekor/hari, namun sekarang rata-rata sapi yang dipotong per pedagang antara 2 sampai 3 ekor/hari. Jumlah tersebut mengalami penurunan karena jumlah supply sapi berkurang sehingga banyak pedagangan yang gulung tikar.
Dalam mendukung stabilisasi harga daging di wilayah Surabaya, PD Pasar Wonokromo melaksanakan operasi pasar saat menjelang lebaran tahun 2013. Upaya ini merupakan inisiatif sendiri dalam rangka membantu konsumen mengingat harga daging sapi yang terus mengalami kenaikan. Daging sapi untuk operasi pasar tersebut berasal dari sapi lokal yang dipotong di RPH dan didistribusikan oleh PD Pasar ke pasar-pasar di wilayah Surabaya. Namun, upaya operasi pasar daging sapi tersebut mendapatkan penolakan dari pedagang terutama di Pasar Wonokromo karena dianggap menyebabkan kerugian bagi pedagang. Kondisi ini menunjukkan bahwa peran pedagang dalam penentuan harga daging sapi cukup besar.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 33
Sebagian besar daging sapi di pasar berasal dari sapi yang dipotong sendiri oleh pedagang di RPH setempat dan bukan berasal dari distributor. Di Surabaya sendiri terdapat dua buah RPH yang melayani pemotongan sapi untuk wilayah Surabaya. Masih terbatasnya jumlah RPH yang aktif, menyebabkan peran ganda dari pedagang yang merangkap sebagai distributor. Hal ini yang menyebabkan perbedaan harga daging di pasar yang berbeda terutama bagi pasar yang jauh dari rumah potong hewan (RPH).
Persepsi dari hasil survei juga menunjukkan bahwa pada dasarnya impor daging sapi ditolak oleh para pedagang dan persepsi konsumen terhadap daging sapi impor kurang diminati dengan alasan kualitas daging yang kurang bagus dibandingkan daging sapi segar. Berdasarkan persepsi tersebut menunjukkan bahwa daging impor tidak bisa memenuhi kebutuhan dan selera masyarakat setempat. Selain faktor adanya keraguan akan tata cara penyembelihan dan kehalalan daging sapi impor.
Upaya Pemerintah Daerah Jawa Timur (Surabaya) dalam mengatasi kenaikan harga dan upaya stabilisasi harga daging sapi, adalah:
Melakukan operasi pasar. Dalam implementasinya, operasi pasar dengan menjual daging sapi murah saat ini kurang efektif menurunkan harga di pasar tradisional. Seperti halnya di Jawa Barat, Operasi pasar yang dilakukan oleh Bulog untuk daging sapi beku di Jawa Timur melalui mekanisme koordinasi antara Pemerintah Provinsi dengan Disperindag. Sama sepertihalnya di Jawa Barat, kebijakan ini tidak efektif menurunkan harga karena terjadi penolakan di pasar tradisional.
Melakukan revitalisasi rumah potong hewan (RPH) yang ada di Kabupaten/Kota untuk mengoptimalkan kembali kapasitas produksinya sehingga keberlanjutan pasokan sapi potong tetap terjaga dan mengangkat kembali peran rumah potong hewan (RPH).
Sedang berupaya melakukan pengaturan mekanisme distribusi pasokan sapi hidup antar daerah. Namun, kebijakan ini masih dalam rancangan karena masalah kewenangan yang akan menjadi tanggungjawab Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 34
BAB V
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA ECERAN DAGING DI DALAM NEGERI
5.1. Kebutuhan dan Penyediaan Daging Sapi di Dalam Negeri
Konsumsi perkapita daging sapi selama periode 1996 hingga 2011 secara
umum cenderung mengalami penurunan sebesar 4,6 persen. Konsumsi daging
sapi pada tahun 1996 adalah sebesar 0,6 kg/kapita/tahun. Pada tahun 2011
konsumsi daging sapi kg/perkapita/tahun berubah menjadi 0,5 kg/kapita/tahun.
Selama tahun 2013 sampai dengan Maret, konsumsi daging sapi Indonesia
sebesar 0,38kg/kapita/tahun (0,008kg/kapita/minggu) (Susenas, Maret 2013).
Menurut data Susenas, konsumsi langsung daging sapi oleh Rumah Tangga
relative kecil. Hal ini dikarenakan masih ada alternatif sumber protein hewani lain
yaitu daging ayam, ikan dan telur ayam. Meski terjadi telah terjadi peningkatan
dari sisi pendapatan namun tidak secara signifikan meningkatkan konsumsi
langsung rumah tangga terhadap daging sapi.
Tabel 5.1 Tingkat Konsumsi Pangan: Daging Sapi, Daging Ayam dan Telur (kg/kap/th)
Kelompok Pangan
Daging sapi Daging ayam Telur
1996 0,6 3,5 5,0 1999 0,5 1,7 3,4 2002 0,5 3,3 5,4 2005 0,5 4,0 5,9 2008 0,4 3,8 6,2 2011 0,5 4,3 6,8 Laju Perub. (%) (4,6) 9,2 9,4
Sumber : SUSENAS (diolah) Keterangan : ( )= penurunan/negatif
Produksi daging sapi lokal selama periode 1998-2004 rata-rata naik 4,39
persen atau menjadi 344,08 ribu ton. Sementara untuk impor sapi bakalan ex
impor, produksi rata-rata naik 27,86 persen menjadi 46,17 ribu ton, sehingga total
produksi daging sapi (lokal dan impor) selama periode waktu tersebut naik
sebesar 3,20 persen menjadi 390,2 ribu ton. Pertumbuhan impor selama periode
waktu tersebut mencapai 9,12 persen menjadi 11,80 ribu ton dan kebutuhan
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Eceran Daging Sapi Dalam Negeri 35
Rata-rata pertumbuhan
(%)
Produksi Daging
Impor Daging
Kebutuhan Konsumsi Produksi
Lokal
Bakalan Eks Impor
Setara Daging
Total Produksi
1984-1997 2.14 48.45 3.42 48.79 5.06
1998-2004 4.39 27.86 3.20 9.12 7.15
2005-2013 5.53 2.29 3.29 15.61 6.82
daging sapi rata-rata naik sebesar 7,15 persen atau menjadi 350,30 ribu ton
(Tabel 5.2).
Selama periode tahun 2005-2013, produksi daging sapi lokal rata-rata naik
5,53 persen menjadi 420 ribu ton. Sementara untuk impor sapi bakalan ex
impor, produksi rata-rata naik 2,29 persen menjadi 45,16 ribu ton, sehingga total
produksi daging sapi (lokal dan impor) selama periode waktu tersebut naik
sebesar 3,29 persen menjadi 465,16 ribu ton. Pertumbuhan impor selama
periode waktu tersebut mencapai 15,61 persen menjadi 22,40 ribu ton dan
kebutuhan daging sapi rata-rata naik sebesar 6,82 persen atau menjadi 549,70
ribu ton (Tabel 5.2).
Tabel 5.2. Produksi Daging Sapi Dalam Beberapa Periode Tahun
Sumber: Ditjen Kementan dan MenkoPerekonomian, 2013
5.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Harga Daging Sapi di Dalam Negeri 5.