43
LAPORAN ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG BERMASALAH DI PELABUHAN PUSAT PENGKAJIAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2016

ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

LAPORAN

ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG BERMASALAH DI PELABUHAN

PUSAT PENGKAJIAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI

BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERDAGANGAN

KEMENTERIAN PERDAGANGAN

2016

Page 2: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

i Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT

yang telah memberikan rahmat, hidayah, kekuatan dan kemudahan

sehingga penulis dapat menyelesaikan kajian ini dengan baik dan sesuai

dengan waktu yang telah ditetapkan.

Kementerian Perdagangan sebagai salah satu instansi penerbit

perijinan yang menjadi bagian dalam pengurusan barang pada proses

bongkar muat di pelabuhan terus berupaya agar target dweeling time

dapat tercapai, melalui penyederhanaan perijinan melalui Deregulasi

kebijakan ekspor dan impor. Terkait dengan hal tersebut, Kementerian

Perdagangan berencana untuk melakukan identifikasi terhadap lalu lintas

barang yang masuk melalui beberapa pelabuhan utama di Indonesia.

Dalam rangka upaya mendorong daya saing perekonomian

Indonesia dan sekaligus mencapai target penurunan Dwelling Time di

pelabuhan, maka Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri melakukan

kajian terkait “Analisis Identifikasi Produk Impor Yang Bermasalah di

Pelabuhan”. Hasil analisis ini diharapkan dapat memetakan produk-

produk impor yang selama ini paling banyak bermasalah dalam

pengurusan waktu bongkar muat di pelabuhan agar dapat ditentukan

solusinya bagi pencapaian target dweeling time yang telah ditetapkan oleh

pemerintah.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran diharapkan dari semua pihak untuk tahap

pengembangan dan penyempurnaan kajian ini di masa akan datang.

Besar harapan penulis bahwa informasi sekecil apapun yang terdapat

dalam kajian ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan

bagi para pembaca.

Jakarta, Maret 2016

Tim Analisis

Page 3: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

ii Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v

BAB I .............................................................................................................1

PENDAHULUAN ...........................................................................................1

1.1. Latar Belakang ...................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah .............................................................................3

1.3. Tujuan ................................................................................................4

1.4. Output.................................................................................................4

1.5. Dampak / Manfaat ..............................................................................4

1.6. Ruang Lingkup Analisis ......................................................................5

1.7. Sistematika Laporan ...........................................................................5

BAB II ............................................................................................................7

TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................7

2.1. Dwelling Time .....................................................................................7

2.2. Ketentuan Proses Bongkar Muat di Pelabuhan ................................ 10

2.3. Benchmarking Negara Lain .............................................................. 11

BAB III ......................................................................................................... 13

METODE PENGKAJIAN ............................................................................. 13

BAB IV ........................................................................................................ 15

IDENTIFIKASI PRODUK YANG BERMASALAH DI PELABUHAN ............. 15

4.1. Identifikasi Jumlah Kontainer Menurut Pelabuhan Masuk ................ 15

4.2. Identifikasi Waktu Bongkar Muat Kontainer Menurut Jenis Produk .. 18

4.3. Identifikasi Permasalahan Bongkar Muat di Pelabuhan ................... 21

BAB V ......................................................................................................... 26

ANALISIS DAN PEMBAHASAN ................................................................. 26

5.1. Penyebab Produk yang Sering Bermasalah di Pelabuhan ............... 26

Page 4: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

iii Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

5.2. Peran Kemendag dalam Mengurangi Potensi Permasalahan di

Pelabuhan ............................................................................................... 27

5.3. Potensi Pengurangan Dwelling Time ............................................... 28

5.4. Mempelajari Proses Bongkar Muat di Pelabuhan Busan, Korea

Selatan .................................................................................................... 31

BAB VI ........................................................................................................ 34

PENUTUP ................................................................................................... 34

6.1. Kesimpulan ....................................................................................... 34

6.2. Rekomendasi ................................................................................... 36

Page 5: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

iv Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal.

Tabel 2.1 Target dan Realisasi Dwelling Time di Pelabuhan

Tanjung Priok 2015

9

Tabel 2.2 Tarif Pelayanan Jasa Petikemas di Pelabuhan Tanjung

Priok

11

Page 6: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

v Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Hal.

Gambar 1.1 Perkembangan Waktu Pengurusan Bongkar Muat

di Pelabuhan

2

Gambar 2.1 Proses Dwellling Time Impor 8

Gambar 4.1 Jumlah Arus Kontainer Seluruh Indonesia 16

Gambar 4.2 Jumlah Arus Kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok 17

Gambar 4.3 Volume Bongkar Muat di Pelabuhan Tanjung Priok 18

Page 7: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

1 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Melihat kenyataan bahwa kondisi geografis Indonesia merupakan

negara kepulauan dimana wilayah perairan jauh lebih luas dibanding

daratannya maka sudah merupakan hal yang wajar apabila pembangunan

dan pengaturan transportasi laut dewasa ini perlu mendapat perhatian

yang besar. Pelabuhan sebagai pintu gerbang perekonomian mutlak

harus dapat memberikan kontribusi antara lain penekanan distribution cost

yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier terhadap

pertumbuhan dan pendapatan nasional. Untuk itu, lamanya proses

bongkar muat di pelabuhan menjadi salah satu penyebab inefisiensi

dalam perekonomian di Indonesia.

Lamanya waktu bongkar muat barang di pelabuhan sering disebut

dengan istilah Dwelling Time. Proses Dwelling Time terbagi dalam tiga

tahapan yang meliputi aktivitas bongkar, penyimpanan dan penyiapan

dokumen peti kemas di pelabuhan (pre customs clearance), aktivitas

kepabeanan (customs clearance), dan pengangkutan serta pembayaran

yang melibatkan perbankan (post customs clearance).

Terkait dengan dunia kepelabuhan, Dwelling Time yang menjadi isu

hangat di berbagai media massa beberapa bulan terakhir adalah mengacu

kepada waktu tunggu kontainer sejak dibongkar dan ditimbun di dalam

area pelabuhan hingga dikeluarkannya kontainer tersebut dari pelabuhan.

Waktu tunggu tersebut mempengaruhi kelancaran arus barang di

pelabuhan dan kelancaran distribusi barang impor, serta kelancaran

proses produksi, sehingga Dwelling Time turut memiliki pengaruh

terhadap perekonomian di suatu negara.

Dalam terminologi kepelabuhan, penyebab meningkatnya waktu

proses Dwelling Time di pelabuhan banyak diakibatkan oleh sarana dan

Page 8: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

2 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

prasarana seperti kapasitas tempat penimbunan kontainer yang kurang

luas, jalanan yang macet, maraknya praktik pungutan liar atau pungli,

tumpang tindihnya perijinan, birokrasi yang rumit, dan panjangnya

prosedur yang harus diselesaikan. Itu belum termasuk disparitas biaya

penumpukan kontainer di pelabuhan yang lebih murah ketimbang

menyewa gudang penimbunan di luar pelabuhan sehingga banyak

importir yang lebih senang memanfaatkan pelabuhan sebagai tempat

untuk "menitipkan" kontainer impor mereka.

Berdasarkan data statistik, perkembangan jumlah lamanya waktu

dalam pengurusan bongkar muat di pelabuhan sepanjang periode Januari

2013-Mei 2015 menunjukkan adanya penurunan dengan rata-rata

lamanya waktu berkisar antara 5,47 hari hingga 9,24 hari. Data tersebut

menunjukkan masih belum tercapainya target yang ditetapkan oleh

pemerintah yaitu 4,7 hari.

Gambar 1.1. Perkembangan Waktu Pengurusan Bongkar Muat di

Pelabuhan Sumber: Ditjen Bea dan Cukai

Kementerian Perdagangan sebagai salah satu instansi penerbit

perijinan yang menjadi bagian dalam pengurusan barang pada proses

bongkar muat di pelabuhan terus berupaya untuk mengurangi waktu

pengurusan perijinan agar target dweeling time dapat tercapai. Langkah

7.91

8.66

6.756.37

8.45

9.24 9.21

8.60

7.46

8.57

7.006.66

8.32

7.72

6.04

6.616.33

6.32

5.74 5.855.47

5.605.805.93

6.335.92

5.635.59 6.09

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

10.00

Page 9: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

3 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

perbaikan yang telah dilakukan guna mendukung target pemerintah antara

lain adalah dengan melakukan penyederhanaan perijinan melalui

Deregulasi kebijakan ekspor dan impor. Terkait dengan hal tersebut,

Kementerian Perdagangan berencana untuk melakukan identifikasi

terhadap lalu lintas barang yang masuk dan keluar melalui beberapa

pelabuhan utama di Indonesia. Identifikasi ini akan sangat berguna bagi

pengambilan keputusan terutama terkait beberapa kebijakan yang

terdapat di Kementerian Perdagangan.

Dalam rangka upaya mendorong daya saing perekonomian

Indonesia dan sekaligus mencapai target penurunan Dwelling Time di

pelabuhan, maka Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri melakukan

kajian terkait “Analisis Identifikasi Produk Impor Yang Bermasalah di

Pelabuhan”. Hasil analisis ini diharapkan dapat memetakan produk-

produk impor yang selama ini paling banyak bermasalah dalam

pengurusan waktu bongkar muat di pelabuhan agar dapat ditentukan

solusinya bagi pencapaian target dwelling time yang telah ditetapkan oleh

pemerintah.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang serta tujuan yang hendak diraih, maka

permasalahan yang akan dikaji dalam kajian ini adalah sebagai berikut:

1. Berapakah volume bongkar muat kontainer pada pelabuhan besar

di Indonesia?

2. Apa saja produk yang paling banyak dibongkar di pelabuhan?

3. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk proses pembongkaran

satu kontainer?

4. Apa saja produk yang sering mengalami permasalahan di

pelabuhan?

5. Apa saja yang menjadi penyebab permasalahan di pelabuhan?

Page 10: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

4 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari analisis ini adalah untuk:

a. Menganalisis jumlah kontainer dan produk yang dimuat dan

dibongkar berdasarkan pelabuhan masuk di Indonesia.

b. Menganalisis waktu bongkar muat kontainer di pelabuhan.

c. Mengidentifikasi produk yang sering bermasalah dan penyebab

permasalahan bongkar muat di pelabuhan.

d. Merumuskan rekomendasi kebijakan impor dalam mendukung target

Dwelling Time yang ditetapkan pemerintah.

1.4. Output

Kajian ini diharapkan dapat menghasilkan output sebagai berikut:

a. Analisis jumlah kontainer dan produk yang dimuat berdasarkan

pelabuhan masuk di Indonesia.

b. Analisis waktu bongkar muat kontainer di pelabuhan.

c. Identifikasi produk yang bermasalah dan penyebab permasalahan

bongkar muat di pelabuhan.

d. Rekomendasi kebijakan impor dalam mendukung target Dwelling

Time yang ditetapkan pemerintah.

1.5. Dampak / Manfaat

Hasil studi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam

penyusunan kebijakan impor, khususnya yang terkait dengan produk

impor yang bermasalah dalam proses bongkar muat di pelabuhan, jumlah

peti kemas yang bermasalah di pelabuhan dan faktor-faktor yang

mendasari terjadi permasalahan dalam proses bongkar muat di

pelabuhan.

Page 11: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

5 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

1.6. Ruang Lingkup Analisis

Analisis ini hanya dibatasi pada analisis perkembangan jumlah

kontainer yang masuk dan keluar dari beberapa pelabuhan utama di

Indonesia serta analisis permasalahan yang dihadapi dalam proses

bongkar muat barang di pelabuhan tersebut.

1.7. Sistematika Laporan

Bab I Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

1.2. Perumusan Masalah

1.3. Tujuan

1.4. Output

1.5. Dampak/Manfaat

1.6. Ruang Lingkup

1.7. Sistematika Laporan

Bab II Tinjauan Pustaka

2.1. Dwelling Time

2.2. Ketentuan Proses Bongkar Muat di Pelabuhan

2.3. Benchmarking Negara Lain

Bab III Metode Pengkajian

Bab IV Identifikasi Produk yang Bermasalah di Pelabuhan

4.1. Identifikasi Jumlah Kontainer Menurut Pelabuhan

Masuk

4.2. Identifikasi Waktu Bongkar Muat Kontainer Menurut

Jenis Produk

4.3. Identifikasi Permasalahan Bongkar Muat di Pelabuhan

Page 12: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

6 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

Bab V Analisis dan Pembahasan

5.1. Penyebab Produk yang Sering Bermasalah di

Pelabuhan

5.2. Peran Kemendag dalam Mengurangi Potensi

Permasalahan di Pelabuhan

5.3. Potensi Pengurangan Dwelling Time

5.4. Mempelajari Proses Bongkar Muat di Busan, Korea

Selatan

Bab VI Penutup

6.1. Kesimpulan

6.2. Rekomendasi

Page 13: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

7 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dwelling Time

Dwelling Time dalam perdagangan internasional menunjukkan waktu

yang sebenarnya konsinyasi tinggal di pelabuhan masuk, terhitung sejak

waktu selesai pembongkaran kargo dari transportasi sampai keluar dari

tempat penyimpanan di pelabuhan, setelah menyelesaikan semua

formalitas yang relevan (USAID, 2014).

Sedangkan menurut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Dwelling

Time diartikan sebagai waktu berapa lama petikemas (barang impor)

ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di pelabuhan sejak

dibongkar dari kapal sampai dengan barang impor keluar dari TPS.

Adapun Dwelling Time terbagi menajdi tiga bagian, yakni :

1. Pre-Customs Clearance : Waktu yang diperlukan sejak peti kemas

dibongkar dari kapal sampai dengan importir melakukan submit

Pemberitahuan Impor Barang (PIB) ke Bea Cukai.

2. Customs Clearance : Waktu yang dibutuhkan dari sejak PIB

diterima sampai dengan diterbitkannya Surat Persetujuan

Pengeluaran Barang (SPPB) oleh Bea Cukai.

3. Post-Customs Clearance : Waktu yang dibutuhkan dari sejak SPPB

sampai dengan pengeluaran barang impor dari Tempat Penimbunan

Sementara.

Terdapat beberapa aspek yang mempengaruhi Dwelling Time seperti

proses penumpukan kontainer di area penumpukan kontainer di

Pelabuhan. Container yard atau area penumpukan kontainer adalah salah

satu fasilitas utama dari pelabuhan kontainer untuk menyimpan kontainer

sebelum dapat dikeluarkan dari pelabuhan. Terdapat dua cara dalam

menangani kontainer di lapangan penumpukan kontainer. Opsi pertama

adalah langsung menempatkan kontainer pada chassis (sasis) dan opsi

Page 14: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

8 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

kedua adalah kedua dengan menumpuknya di tanah. Sistem sasis dapat

diakses dengan mudah, namun sistem ini membutuhkan area yang lebih

luas. Di sisi lain, menumpuk di sistem penumpukan di tanah tidak bisa

diakses langsung meskipun tidak memerlukan daerah yang luas. Menurut

Vis dan Koster (2003) sistem susun yang dominan digunakan saat ini

adalah susun di tanah karena memakan ruang yang sedikit. Tingkat

pemanfaatan fasilitas pelabuhan merupakan manajemen yang penting

yang dapat memandu keputusan terkait perencanaan dan investasi. Salah

satu alat untuk mengukur tingkat pemanfaatan fasilitas pelabuhan adalah

Yard Occupacy Ratio (YOR), yang merupakan rasio antara pemanfaatan

area penumpukan dan kapasitas area yang efektif.

Selain sistem penumpukan kontainer, aspek lain yang

mempengaruhi Dwelling Time adalah jumlah waktu yang diperlukan untuk

memproses dokumen untuk pembongkaran kontainer. Sistem dan

administrasi dokumen secara digital umumnya dapat memberikan dampak

pada pengurangan Dwelling Time. Pengaruh dari kedua aspek tersebut

dalam menentukan Dwelling Time, khususnya dalam penanganan

kontainer impor, dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Proses Dwellling Time Impor

Sumber : State of Logistics Indonesia 2015

Page 15: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

9 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

Berdasarkan laporan dari Dirjen Bea dan Cukai, kinerja Dwelling

Time di pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 2015 mencapai 5,5 hari,

sedikit lebih lama dari yang ditargetkan pemerintah yakni selama 4,7 hari,

dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 2.1. Target dan Realisasi Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung

Priok 2015

Uraian Target Realisasi

Pre customs

clearance 2,7 hari 3,6 hari

Customs clearance 0,5 hari 0,6 hari

Post customs

clearance 1,5 hari 1,3 hari

Total 4,7 hari 5,5 hari

Sumber : Ditjen Bea dan Cukai (2015)

Perlu dicatat bahwa Dwelling Time yang lebih pendek menandakan

pemanfaatan terminal kontainer yang lebih tinggi. Secara teori, rendahnya

Dwelling Time rata-rata kontainer merupakan ukuran penghematan biaya

untuk mengoptimalkan arus kontainer di terminal. Terutama pada terminal

dengan area penyimpanan yang terbatas, sedikit pengurangan Dwelling

Time akan berdampak signifikan pada kapasitas area penyimpanan.

Namun, mengingat fakta bahwa area penyimpanan terminal kontainer

yang digunakan oleh pengirim / penerima barang (baik untuk impor dan

ekspor kargo) sebagai node overflow dalam rantai pasokan mereka,

Dwelling Time cenderung diatur oleh pengirim barang dan pada akhirnya

memiliki kecenderungan untuk mengalami peningkatan. Sehingga kualitas

layanan menjadi bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi dwellingi

time, tetapi biaya penyimpanan di pelabuhan juga berkontribusi. Jadi,

penurunan Dwelling Time kontainer impor tidak hanya berpengaruh pada

peningkatan jumlah kontainer yang dapat ditanagani, tetapi juga

mengurangi biaya logistik umum karena mengurangi lead time dalam

rantai pasokan (State of Logistics Indonesia, 2015).

Page 16: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

10 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

2.2. Ketentuan Proses Bongkar Muat di Pelabuhan

Undang-undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran

menjelaskan bahwa tugas untuk menjamin kelancaran arus barang di

pelabuhan merupakan tanggung jawab dari Otoritas Pelabuhan dan Unit

Penyelenggara Pelabuhan. Otoritas Pelabuhan merupakan lembaga

pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi

pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan

yang diusahakan secara komersial. Sementara Unit Penyelenggara

Pelabuhan merupakan lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas

yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, pengawasan

kegiatan kepelabuhanan, dan pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan

untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial.

Salah satu kegiatan arus barang di Pelabuhan adalah kegiatan

usaha bongkar muat barang dari dan ke kapal, yang diatur dalam

Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor PM 60 tahun 2014 tentang

Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang Dari dan Ke

Kapal. Dalam Peraturan tersebut disebutkan bahwa kegiatan usaha

bongkar muat meliputi kegiatan stevedoring, cargodoring, dan

receiving/delivery. Stevedoring merupakan pekerjaan membongkar barang

dari kapal ke dermaga/tongkang/truk ke dalam kapal sampai dengan

tersusun dalam palka kapal dengan menggunakan derek kapal atau derek

darat. Cargodoring merupakan pekerjaan melepaskan barang dari tali/jala

di dermaga dan mengangkut dari dermaga ke gudang/lapangn

penumpukan barang atau sebaliknya. Sementara receiving/delivery

merupakan pekerjaan memindahkan barang dari timbunan/tempat

penumpukan di gudang/lapangan penumpukan dan menyerahkan sampai

tersusun di atas kendaraan di pintu gudang/lapangan penumpukan atau

sebaliknya.

Kegiatan bongkar muat tersebut hanya boleh dilakukan oleh badan

usaha yang didirikan khusus untuk bongkar muat barang di pelabuhan

Page 17: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

11 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

yang memiliki izin usaha bongkar muat barang. Berdasarkan Pasal 112

ayat (1) huruf PP 20 Tahun 2010, izin tersebut diberikan oleh Gubernur

pada lokasi pelabuhan tempat kegiatan berdasarkan pemenuhan

persyaratan administrasi dan teknis.

Selain mengatur pelaksana dan kegiatan bongkar muat di

pelabuhan, kementerian Perhubungan juga mengatur pedoman

perhitungan tarif pelayanan jasa bongkar muat melalui Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor KM 35 tahun 2007 tentang Pedoman Perhitungan

Tarif Pelayanan Jasa Bongkar Muat Barang Dari dan Ke Kapal di

Pelabuhan. Berdasarkan peraturan tersebut, besarnya tarif bongkar muat

memperhitungkan upah tenaga kerja, kesejahtaeraan tenaga kerja,

Asuransi, Supervisi, pemeliharaan alat, dan administrasi pelabuhan.

Adapun tarif pelayanan jasa petikemas di Pelabuhan Tanjung Priok

tertuang pada Surat Edaran PT. Jakarta Internasional Container Terminal

Nomor HM.608/1/11/JITC-2014, dengan rincian tarif sebagai berikut :

Tabel 2.2. Tarif Pelayanan Jasa Petikemas di Pelabuhan Tanjung

Priok

Masa Petikemas Isi Petikemas Kosong

0-3 hari Tidak dipungut biaya Tidak dipungut biaya

4-10 hari 500% dari tarif dasar 200% dari tarif dasar

≥ 11 hari 750% dari tarif dasar 300% dari tarif dasar

Catatan : Tarif dasar penumpukan sebesar Rp. 27.200,-/hari (kontainer 20’) dan Rp. 54.400,-/hari (kontainer 40’) Sumber : PT Pelindo II (Persero)

2.3. Benchmarking Negara Lain

Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan terbesar ke-22

untuk jumlah kontainer di tahun 2013. Adapun 5 (lima) pelabuhan

kontainer terbesar di dunia adalah Shanghai (RRT), Singapura, Shenzen

(RRT), Hong Kong, dan Busan (Korea Selatan) dengan jumlah volume

Page 18: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

12 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

masing-masing sebesar 33,6 juta Teus, 32,6 juta Teus, 23,3 juta Teus,

22,4 juta Teus, dan 17,7 juta Teus (http://www.worldshipping.org/).

Selain sebagai pelabuhan dengan volume terbesar di dunia, Dwelling

Time di Pelabuhan Shanghai, RRT juga merupakan yang tercepat, yakni

hanya sekitar 12-24 jam. Lama Dwelling Time di Pelabuhan Singapura

juga tercatat sebagai yang tercepat di dunia yakni hanya 1 (satu) hari.

Adapun menurut catatan OECD, lamanya Dwelling Time impor di

pelabuhan Hong Kong di tahun 2010 adalah 5-7 hari, sedikit lebih lama

dibanding Pelabuhan Tanjung Pelepas Malaysia yang mencapai 4 (empat)

hari. Sementara di India, Dwelling Time tercatat lebih lama yakni

mencapai 8-9 hari (http://www.cbec.gov.in/htdocs-cbec/dwell_time).

Meneladani pelabuhan terbesar dan tercepat, Pelabuhan Shanghai,

banyak hal yang dapat dicontoh oleh pelabuhan Indonesia. Pelabuhan

Shanghai beroperasi 24 jam sehari, tujuh hari seminggu. Dengan 38.000

staf (21.000 karyawan penuh waktu dan 17.000 pekerja pelabuhan) serta

peningkatan lalu lintas kontainer tahunan sebesar 30% setiap tahun,

pelabuhan itu sendiri dianggap sebagai penyokong pertumbuhan ekonomi

paling cepat di dunia. Hal tersebut karena pelabuhan Shanghai

merupakan bagian penting dari rencana pembangunan nasional

pemerintah pusat di RRT. Prioritas utama Pemerintah RRT adalah untuk

membuat pusat pelayaran internasional dengan menjadikan pelabuhan

Shanghai sebagai pelabuhan besar yang kuat. Pada saat yang sama,

pemerintah RRT juga meningkatkan layanan logistik sehingga konsumen

dapat memanfaatkan pelabuhan Shanghai dan dapat memenuhi

kebutuhan bisnis stakeholder di seluruh dunia.

Page 19: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

13 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

BAB III

METODE PENGKAJIAN

Pada studi ini, data yang digunakan adalah berupa data primer dan

data sekunder. Data primer didapatkan dari in-depth interview terhadap

pemangku kepentingan. Sementara, data sekunder diperoleh dari instansi

dan lembaga terkait dan diyakini ke-valid-an datanya.

Untuk mengevaluasi seberapa besar potensi kerugian yang timbul

akibat lamanya waktu proses bongkar muat di pelabuhan dalam kaitannya

dengan prosedur ekspor maupun impor, digunakan perhitungan simulasi.

Simulasi didasarkan pada data sirkulasi jumlah kontainer di beberapa

pelabuhan utama di Indonesia selam kurun 5 tahun terakhir. Diharapkan,

melalui simulasi akan diperoleh nilai dari dampak kerugian atas waktu

proses yang terjadi terhadap kontainer tersebut.

Untuk mempertajam asumsi dari metode simulasi, ditambahkan

dengan informasi tambahan dari in-depth interview yang akan

memberikan gambaran mengenai masalah yang dihadapi dalam proses

bongkar muat yang tidak dapat diperoleh dari gambaran data sekunder

yang ada.

Selain itu, digunakan pula gap analysis yang mengacu pada studi

USAID (2014) dan Centre for WTO Studies, Indian Institute of Foreign

Trade (2012). Gap Analysis mencakup perbandingan kinerja pada saat

ini dengan kinerja yang ingin dicapai (ideal). Penilaian kinerja didasarkan

atas pemanfaatan sumber daya untuk mencapai hasil yang lebih potensial

dengan mengadopsi konsep ekonomi production possibilites frontier.

Fungsi metodologi ini juga merupakan identifikasi perbedaan yang muncul

antara alokasi optimum dari sumber daya dengan alokasi yang ada saat

ini. Sehingga diharapkan dapat diperoleh pada bagian mana bisa

dilakukan perbaikan dan pengembangan untuk mencapai kondisi ideal.

Untuk itu, diperlukan juga suatu benchmark dan penilaian mendalam agar

Page 20: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

14 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

nantinya permasalahan dan celah yang ditemukan dapat benar – benar

dikembangkan dan tepat guna dan tepat tujuan.

Adapun dalam kaitannya denga studi ini, untuk mendapatkan

benchmark dan mendeterminasi ruang untuk pengembangan, hal – hal

penting yang perlu diukur adalah pada proses dari Pre Clearance hingga

Post Clearance.

Page 21: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

15 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

BAB IV

IDENTIFIKASI PRODUK YANG BERMASALAH DI PELABUHAN

4.1. Identifikasi Jumlah Kontainer Menurut Pelabuhan Masuk

Berdasarkan kondisi geografis, pengelolaan pelabuhan di

Indonesia terbagi menjadi 4 (empat) wilayah, yakni dibawah wewenang

operator pelabuhan PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I sampai dengan

PT. Pelindo IV. Wilayah kerja PT Pelindo I meliputi Provinsi Nanggroe

Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utata (Sumut), Riau dan Kepulauan

Riau (Kepri). PT. Pelindo I memiliki tugas utama untuk mengelola

Pelabuhan Belawan, Medan; Pelabuhan Dumai, Dumai; dan Pelabuhan

Batam, Batam.

PT Pelindo II atau IPC merupakan operator pelabuhan terbesar di

Indonesia memiliki misi untuk selalu memberikan layanan kelas dunia

kepada para pengguna jasanya sehingga bisa turut memberikan

kontribusi untuk pertumbuhan nasional. PT Pelindo II memiliki 12 cabang

pelabuhan yang tersebar di wilayah bagian barat Indonesia, yaitu

Pelabuhan Tanjung Priok; Pelabuhan Bengkulu; Pelabuhan Sunda

Kelapa; Pelabuhan Panjang; Pelabuhan Palembang; Pelabuhan Cirebon;

Pelabuhan Pontianak; Pelabuhan Jambi; Pelabuhan Teluk Bayur;

Pelabuhan Pangkal Balam; Pelabuhan Banten; dan Pelabuhan Tanjung

Pandan.

Adapun PT Pelindo III, operator pelabuhan terbesar kedua setelah

PT Pelindo II, mengelola pelabuhan paling banyak dibanding PT Pelindo

lainnya, yakni mencapai 43 pelabuhan yang tersebar di 7 Provinsi yaitu

Jawa Timur; Jawa Tengah; Kalimantan Selatan; Kalimantan Tengah; Bali;

Nusa Tenggara Barat; dan Nusa Tenggara Timur. Sedangkan PT Pelindo

IV mengelola 22 pelabuhan di Kawasan Indonesia Timur meliputi wilayah

Kalimantan Timur, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Page 22: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

16 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

Pada tahun 2014, total arus kontainer di seluruh pelabuhan

Indonesia mencapai 13,9 juta Teus, naik rata-rata 5,7% per tahun. Volume

tersebut didominasi oleh Pelindo II dan Pelindo III yang masing-masing

memberikan kontribusi sebesar 46,4% dan 31,2% dari total volume

kontainer di Indonesia. Adapun jumlah arus kontainer yang mengalami

peningkatan terbesar adalah arus kontainer di Pelindo IV, yakni naik rata-

rata 8,7% per tahun selama 2010-2014, diikuti Pelindo III yang naik 6,5%

per tahun.

Gambar 4.1. Jumlah Arus Kontainer Seluruh Indonesia

Sumber : Pelindo I - IV

Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan terbesar di

Indonesia, dengan arus kontainer mencapai 41% dari total arus kontainer

di Indonesia tahun 2014, yakni mencapai 5,7 juta teus. Selama 2010-

2014, arus kontainer di Tanjung Priok naik 5,3% per tahun, meskipun

sedikit mengalami penurunan di tahun 2014 dibanding tahun 2013. Arus

2010 2011 2012 2013 2014

Pelindo IV 1,280,338 1,349,961 1,590,376 1,590,376 1,793,574

Pelindo III 3,244,829 3,940,146 3,940,146 4,130,874 4,337,555

Pelindo II 5,397,543 5,913,617 6,468,567 6,589,587 6,442,968

Pelindo I 1,111,398 1,277,709 1,304,237 1,335,139 1,322,543

Total Indonesia 11,034,108 12,481,433 13,303,326 13,645,976 13,896,640

-

2,000,000

4,000,000

6,000,000

8,000,000

10,000,000

12,000,000

14,000,000

16,000,000

TEU

s

Page 23: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

17 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok didominasi oleh terminal Jakarta

International Container Terminal (JITC) dan terminal Konvensional,

masing-masing sebesar 2,4 juta dan 2,5 juta teus. Pada Semester

pertama di tahun 2015, arus kontainer di pelabuhan tersebut mencapai

2,6 juta teus.

Gambar 4.2. Jumlah Arus Kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok

Sumber : Pelindo II

Volume kontainer di pelabuhan Tanjung Priok juga mendominasi

dibanding volume bongkar muat curah dan kargo. Di tahun 2014, total

volume bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok mencapai 52,6 juta ton,

terdiri dari volume kontainer 20,7 juta ton; volume curah kering (dry bulk)

12,7 juta ton; liquid cargo 8,5 juta ton; bag cargo 1,9 juta ton, dan general

cargo 8,8 juta ton. Selama 2010-2014, volume general cargo di tanjung

priok mengalami penurunan, sementara volume kontainer mengalami

peningkatan signifikan, yakni naik rata-rata 11,6% per tahun.

Page 24: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

18 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

Gambar 4.3. Volume Bongkar Muat di Pelabuhan Tanjung Priok

Sumber : PT Pelabuhan Tanjung Priok

4.2. Identifikasi Waktu Bongkar Muat Kontainer Menurut Jenis

Produk

Sebagaimana diketahui bahwa target pemerintah untuk Dwelling

Time nasional adalah 4,7 hari. Pada tahun 2015 lalu, lama Dwelling Time

di Pelabuhan Tanjung Priok mencapai 5,5 hari. Namun demikian, dengan

beberapa perbaikan yang telah dilakukan, lama Dwelling Time di

Pelabuhan Tanjung Priok pada akhir Maret 2016 ini sudah mencapai

sekitar 4 hari.

Meninjau pelabuhan Tanjung Perak dan Belawan, ternyata kedua

pelabuhan tersebut memiliki Dwelling Time yang lebih lama dibanding

dengan Tanjung Priok. Pada awal tahun ini, Dwelling Time impor di

Pelabuhan Tanjung Perak mencapai sekitar 6 hari, sementara di Belawan

tercatat sekitar 5 hari. Hal terseBut membuktikan bahwa jumlah atau

volume bongkar muat di sebuah pelabuhan bukan faktor utama yang

menentukan lamanya Dwelling Time.

Selain fasilitas, teknologi dan informasi, Sumber Daya Manusia

(SDM), dan birokrasi perizinan, masih banyak faktor-faktor yang

mempengaruhi lamanya Dwelling Time, termasuk moral hazard dari

Page 25: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

19 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

pelaku usaha sendiri. Meskipun Dwelling Time di Tanjung Perak dan

Belawan lebih lama dibanding Tanjung Priok dan belum dapat mencapai

target pemerintah, namun demikian, hal tersebut tidak menjadi persoalan

yang besar baik bagi pemerintah daerah ataupun pelaku usaha di wilayah

tersebut. Hal tersebut dimungkinkan karena lama pengurusan di

pelabuhan selama 5-6 hari tersebut masih dianggap wajar dan tidak

terlalu membebani pelaku usaha. Ditambah dengan kapasitas lapangan

penumpukan kontainer yang belum mencapai maksimum.

Kembali pada Pelabuhan Tanjung Priok, dimana pada awal tahun

ini sudah mencapai Dwelling Time sekitar 4 hari (kurang dari target

pemerintah), tidak memungkinkan terjadi proses bongkar muat yang

melebihi dari rata-rata Dwelling Time yang tercatat. Sebagai misal,

sebagaimana catatan dari KSO, masih terdapat kontainer yang lamanya

pengurusan di pelabuhan melebihi rata-rata Dwelling Time dan bahkan

lebih dari 30 hari. Dari data rekapitulasi 5 kontainer penyumbang Dwelling

Time terbesar selama periode tanggal 3 Agustus 2015 sampai dengan 08

Maret 2016 terlihat bahwa rata-rata lama pengurusan kontainer paling

lama adalah lebih dari 20 hari. Dari jumlah kontainer penyumbang

Dwelling Time terlama tersebut, sebanyak 19% merupakan barang yang

diatur impornya dan mewajibkan adanya Laporan Surveyor (LS),

sedangkan sisanya 81% merupakan kontainer yang tidak diatur impornya

(non-Lartas). Lima komoditas/jenis produk impor yang mewajibkan

dokumen LS yang menyumbang lamanya Dwelling Time adalah Barang

Berbasis Sistem Pendingin (BBSP), Besi atau Baja, Elektronika, Limbah

Non B3, dan Baja Paduan dengan lama pengurusan mulai dari 7 hari

sampai dengan 31 hari.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari diskusi dengan Bea

Cukai, PT Pelindo I, II, dan III, serta Otoritas Pelabuhan, maka dapat

disimpulkan bahwa, produk-produk yang sering bermasalah di Pelabuhan

dan berpotensi menimbulkan lamanya Dwelling Time, antara lain :

Page 26: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

20 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

1. Barang yang diatur impornya oleh lebih dari satu instansi.

Pengaturan impor oleh lebih dari satu instansi dapat berpotensi

menimbulkan masalah seperti inefisiensi pengurusan izin impor baik

dari segi waktu, biaya, dan tenaga, yang berdampak pada lamanya

barang impor menumpuk di pelabuhan.

Contoh : Produk pertanian dan peternakan (diatur oleh Kementerian

Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Badan Karantina); produk

perikanan (diatur oleh Kementerian Perdagangan, Kementerian

Kelautan dan Perikanan, dan Badan Karantina); Produk Kosmetik dan

Makanan Minuman (diatur oleh Kementerian Perdagangan dan

BPOM).

2. Barang yang menyangkut keselamatan dan keamanan lingkungan

hidup.

Barang berbahaya dan beracun dapat mencemari lingkungan dan

bahkan menimbulkan penyakit berbahaya bagi manusia di sekitarnya,

sehingga dibutuhkan persyaratan yang lebih ketat untuk melakukan

importasi. Oleh karena itu, pengurusan impor untuk barang yang

menyangkut keselamatan dan keamanan lingkungan hidup berpotensi

menimbulkan permasalahan di pelabuhan.

Contoh : limbah berbahaya dan beracun; pakaian bekas.

3. Produk jadi/ barang konsumsi.

Produk jadi atau barang konsumsi berpotensi menimbulkan masalah

karena sebagain besar importirnya adalah trader yang tidak memiliki

gudang sendiri, sehingga importir cenderung membiarkan

kontanernya ditumpuk di pelabuhan.

Contoh : produk tertentu

4. Barang yang sulit dalam menentukan kode HS-nya.

Sulitnya penentuah kode HS bagi suatu barang akan menghambat

proses pengurusan impor di pelabuhan.

Contoh : gaharu; garam.

Page 27: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

21 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

4.3. Identifikasi Permasalahan Bongkar Muat di Pelabuhan

Sejalan dengan semakin meningkatnya perkembangan ekonomi

dewasa ini di Indonesia, terutama mengenai kegiatan perdagangan

internasional, sehingga menghasilkan frekuensi arus barang dan jasa

melalui pelabuhan-pelabuhan di Indonesia yang semakin meningkat.

Seiring dengan meningkatnya frekuensi arus barang melalui pelabuhan,

timbul beberapa permasalahan dalam pelaksanaannya di lapangan.

Permasalahan yang terjadi terkait proses bongkar muat di

pelabuahan telah menjadi cerita klasik sejak beberapa tahun terakhir.

Berbagai permasalahan tersebut telah menjadi penghambat dalam

perkembangan sistem perlogistikan di Indonesia. Permasalahan tersebut

menyebabkan terganggunya kelancaran arus barang hingga

meningkatnya biaya logistik. Akibatnya, pengusaha harus menanggung

biaya yang lebih mahal karena tingginya biaya logistik. Tingginya biaya

logistik di Indonesia akan mengakibatkan inefisiensi dalam perekonomian

dan akan menurunkan daya saing bangsa.

Pemerintah perlu segera mencarikan pemecahan atas

permasalahan yang dihadapi terkait dengan proses bongkar muat barang

di pelabuhan. Solusi yang ditawarkan salah satunya adalah dengan

memberikan tenggat waktu penyelesaian proses bongkar muat. Kini,

pemerintah telah menargetkan waktu Dwelling Time selama 4,7 hari.

Target waktu tersebut menjadi acuan bagi beberapa kementerian/lembaga

terkait dalam mengukur waktu tempuh dalam proses bongkar muat barang

di pelabuhan mulai dari pengurusan dokumen hingga barang keluar dari

area pelabuhan.

Guna mengetahui kendala dan permasalahan yang dihadapi, Tim

melakukan kunjungan ke beberapa tempat antara lain ke Surabaya, Jawa

Timur. Berdasarkan hasil kunjungan lapangan ke Surabaya, Tim

memperoleh hasil survey yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan

Cukai. Ditjen Bea dan Cukai mendapatkan beberapa fakta menarik terkait

terjadinya kendala dalam pelaksanaan proses bongkar muat barang di

Page 28: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

22 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

pelabuhan. Pihak Bea dan Cukai telah memetakan kendala yang terjadi

dalam tiap tahap yakni pre clearance, customs clearance, dan post

clearance.

Pada tahap pre clearance, kendala-kendala yang dirasakan para

pemangku kepentingan antara lain sebagai berikut:

a. Pihak pelayaran tidak memberikan notice arrival

b. Pembayaran Delivery Order (D/O) melalui transfer antar bank dan

adanya perbedaan waktu antar negara

c. Ada pelayaran yang melayani penggambilan D/O s.d pukul14.00

d. Importir terlambat dalam memperoleh informasi BC 1.1

e. Importir tidak segera melakukan pembayaran karena masalah

keuangan

f. Ijin impor sementara dari Daglu >= 10 hari

g. Kekurangpahaman pengurusan Standar Nasional Indonesia (SNI)

h. Importasi sayuran dan buah-buahan menunggu Pemeriksaan dari

karantina sampai terbit KT-9

i. Perijinan dari karantina hewan harus menunggu adanya BC 1.1

j. Pemeriksaan oleh Karantina tidak dilakukan di Tempat Pemeriksaan

Fisik Terpadu (TPFT) dan membutuhkan waktu 3 hari

k. Dokumen pelengkap tidak valid (Form D)

l. Original document lama diterima oleh Importir, sehingga pengajuan

PIB menjadi lambat

m. Waktu pelayanan BPPOM s.d. Pukul 12 dan Perijinan berlaku 2 tahun

n. Laporan Surveyor (LS) belum dibuat di port of loading

o. Regulasi barang impor tertentu dari Disperindag tidak pasti

p. Kesalahan pengetikan dokumen pelengkap

q. Proses pemeriksaan fisik oleh surveyor kadang cukup lama

r. Perijinan dari K/L tidak bisa di upload ke Indonesia National Single

Window (INSW)

Page 29: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

23 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

Sementara itu, pada tahap customs clearance ditemukan beberapa

kendala sebagai berikut:

a. Dokumen belum lengkap sehingga tertunda penyerahannya ke Bea

dan Cukai

b. Respon terkadang lama diterima oleh importir (memakan waktu satu

jam)

c. Pelayanan redress Bill of Lading (B/L) perlu dipercepat

d. Perbedaan antara kode di B/L dan di pengemas

e. Biaya bongkar buruh melebihi yg ditetapkan TPS

f. Persetujuan Hi-Co memerlukan waktu lama

g. Kontainer yang sudah diperiksa dikembalikan ke Container yard

h. Pemeriksaan lab dirasakan masih lama

i. Beban Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen (PFPB) disarankan

agar tidak terlalu banyak

j. K/L tidak melakukan update data lartas yang terdapat pada INSW

k. Pergerakan kontainer diatas sift 2, sehingga pemeriksaan fisik hanya

bisa dilakukan besoknya

l. Permasalahan sistem baik PDE, INSW, maupun CEISA

m. Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) tidak segera

dilunasi karena kondisi keuangan perusahaan

Sedangkan kendala yang dihadapi ditahap post customs clearance

antara lain sebagai berikut:

a. Pencetakan/pelayanan Equipment Interchange Receipt (EIR) atau

dukumen sah yang menerangkan kondisi fisik petikemas secara detil di

TPS sampai Pukul 17

b. Kontainer tidak segera dikeluarkan dari TPS karena jumlah buruh di

importir kurang

Ditjen Bea dan Cukai pun mencatat kendala lainnya yang

menghambat proses bongkar muat barang di pelabuhan pada tahapan pre

customs clerance yaitu rendahnya kesadaran importir untuk segera submit

Pemberitahuan Impor Barang (PIB), kurangnya koordinasi antar instansi

Page 30: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

24 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

terkait perijinan Larangan dan Pembatasan (Lartas), dan sering terjadinya

gangguan pada portal Indonesia National Single Window (INSW).

Sedangkan pada tahapan customs clearence, kendala yang dihadapi yaitu

masih lamanya waktu saat penyerahan hardcopy dokumen jalur kuning

dan merah, masih lamanya penarikan kontainer untuk periksa fisik, dan

lamanya pengurus barang dalam pendampingan periksa fisik. Disamping

itu, kendala yang terjadi pada tahapan post customs clearance yaitu

masih adanya Tempat Penimbunan Sementara (TPS), Shipping Line,

trucking dan Depo Kontainer yang belum buka 24/7, dan belum

diterapkannya penyerahan Delivery Order (D/O) secara elektronik (D/O

Online).

Selain kendala dalam pengurusan dokumen, terdapat kendala lain

yang menyumbang terjadinya Dwelling Time yakni masih banyaknya

importir yang termasuk dalam jalur Merah. Importir jalur Merah merupakan

jenis importir yang pengeluaran Barang Impor dari kawasan pabean (port)

dengan pemeriksaan fisik barang terlebih dahulu, dan dilakukan penelitian

dokumen setelah penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang

(SPPB). Untuk melakukan penetapan jalur tersebut, terdapat persyaratan

dan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi. Jadi pihak Bea Cukai tidak bisa

sembarangan dalam melakukan penetapan jalur. Adapun kriteria

penetapan Jalur Merah tersebut antara lain:

a. Importir baru

b. Importir yang termasuk dalam kategori risiko tinggi (High risk importer)

c. Barang yang di impor termasuk barang impor sementara

d. Barang Operasional Perminyakan (BOP) golongan II

e. Barang re-impor

f. Barang impor yang terkena pemeriksaan acak (Random inspection)

g. Barang impor tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah

h. Barang impor yang termasuk dalam komoditi berisiko tinggi atau

berasal dari negara yang berisiko tinggi

Page 31: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

25 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

Penetapan importir kedalam Jalur Merah sebagai salah satu upaya

dari Ditjen BC untuk memastikan bahwa barang-barang yang diimpor

tersebut sesuai dengan yang tertera didokumen dan diizinkan masuk ke

wilayah pabean Indonesia berdasarkan ketentuan bea dan cukai serta

untuk pencegahan terhadap tindak pidana kepabeanan dan cukai, yakni

penyelundupan. Akibat pemeriksaan fisik barang dan dokumen, maka

dibutuhkan waktu yang cukup lama pada proses bongkar muat barang di

pelabuhan. Untuk itu, salah satu langkah yang dilakukan pemerintah untuk

mengurangi Dwelling Time adalah dengan mengurangi jumlah importir

yang masuk dalam kategori Jalur Merah.

Page 32: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

26 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

BAB V

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1. Penyebab Produk yang Sering Bermasalah di Pelabuhan

Terdapat 4 jenis produk yang sering bermasalah di pelabuhan,

yakni Barang yang diatur impornya oleh lebih dari satu instansi; Barang

yang menyangkut keselamatan dan keamanan lingkungan hidup; Produk

jadi/ barang konsumsi; dan Barang yang sulit dalam menentukan kode

HS-nya. Faktor-faktor penyebab produk yang sering bermasalah di

pelabuhan tersebut dibagi menjadi 2, yakni penyebab permasalahan yang

berkaitan dengan regulasi dan penyebab non regulasi. Dari sisi regulasi,

hal-hal yang menjadi penyebab permasalahan di pelabuhan antara lain :

Perizinan impor yang tumpang tindih antar kementerian/lembaga,

sehingga pengurusan izin menjadi lebih lama.

Kurangnya transparansi Bea Cukai.

Koordinasi dan integrasi antara kementerian/lembaga kurang serta

cenderung ego-sectoral.

Kurangnya sosialisasi peraturan ke pelaku usaha.

Adanya beberapa peraturan yang belum terintegrasi dengan INSW.

Sementara faktor non regulasi yang sering menjadi penyebab

produk sering bermasalah di pelabuhan antara lain :

Fasilitas pelabuhan kurang memadai dan masih banyak yang bersifat

konvensional serta belum dapat mengakomodir cuaca buruk.

Sistem di Syahbandar, Otoritas Pelabuhan, Pelindo dan Bea Cukai

belum terintegrasi.

Adanya oknum pemerintah yang menghambat proses pengurusan

barang di pelabuhan.

Penempatan pejabat bea cukai yang kurang berkompeten dalam

memutuskan penyelesaian permasalahan di pelabuhan.

Pengetahuan pelaku usaha terkait proses impor kurang.

Page 33: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

27 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

Kesengajaan pelaku usaha untuk menumpuk kontainer di pelabuhan

karena berbagai alasan seperti belum memiliki uang untuk membayar

Bea Masuk dan biaya-biaya jasa lainnya; atau karena biaya

penumpukan di pelabuhan lebih murah dibanding sewa gudang di luar

pelabuhan.

Jumlah buruh pelabuhan yang belum memadai.

5.2. Peran Kemendag dalam Mengurangi Potensi Permasalahan di

Pelabuhan

Peran Kementerian Perdagangan dalam mengurangi potensi

permasalahan di pelabuhan hanya terbatas pada pengurangan

permasalahan regulasi. Mengingat sebagian besar perizinan ekspor impor

berada di Kementerian Perdagangan, maka sebagai upaya untuk

mengurangi permasalahan di pelabuhan, Kementerian Perdagangan

harus terus melakukan deregulasi peraturan terkait ketentuan impor.

Selain itu, Kementerian Perdagangan sebaiknya juga menerapkan sistem

yang berbeda dalam melakukan sosialisasi peraturan terkait

perdagangan, yakni jangan hanya melalui forum sosialisasi dan

mencantumkan dalam website, namun juga proaktif mengirimkan email

terkait peraturan baru yang diterbitkan ke semua daftar eksportir dan

importir yang masuk ke dalam database perdagangan.

Dalam pelaksanaan pengurusan izin, Kementerian Perdagangan

juga sangat berperan terkait lamanya pengurusan perizinan. Sehingga

perubahan SOP terkait waktu dan transparansi pengurusan izin di

Kementerian Perdagangan diharapkan dapat mengurangi potensi

permasalahan di pelabuhan secara signifikan. Trensparansi pengurusan

izin tersebut dapat dimulai dengan digitalisasi seluruh sistem perizinan

atau merubah pola pengurusan perizinan menjadi on-line, sehingga

mengurangi dampak negatif akibat pengurusan izin secara transaksional.

Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan Kementerian

Perdagangan, bekerjasama dengan kementerian/lembaga terkait lainnya

Page 34: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

28 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

antara lain adalah melakukan koordinasi dan integrasi dalam menyusun

dan mengimplementasikan peraturan atau regulasi terkait kegiatan ekspor

impor. Selain itu, Kementerian beserta Bea Cukai harus bersama-sama

menegakkan implementasi Permendag Nomor 48/M-DAG/PER/7/2015

tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor, dimana barang boleh masuk

ke pelabuhan jika perizinannya sudah lengkap. Hal tersebut akan sangat

membantu dalam mengurangi potensi permaslahan di pelabuhan,

khususnya terkait masalah dokumen perizinan.

5.3. Potensi Pengurangan Dwelling Time

Dwelling Time telah menjadi isu nasional dan menarik banyak

perhatian publik sejak pertengahan tahun 2015 lalu. Publik mengganggap

bahwa lamanya waktu Dwelling Time telah menurunkan tingkat daya

saing. Untuk itu, perlu dilakukan upaya perbaikan dalam penanganan

Dwelling Time sehingga dapat menurunkan biaya logistik sekaligus

meningkatkan efisiensi perekonomian Indonesia. Pada akhirnya, seluruh

upaya pemerintah dalam menurunkan Dwelling Time akan meningkatkan

daya saing bangsa Indonesia diantara bangsa-bangsa lain di dunia.

Ditjen Bea dan Cukai mencatat bahwa tahapan paling krusial dalam

penanganan Dwelling Time berada pada tahapan pre customs clearance

yakni pembenahan pada sektor perijinan yang berada pada

kementerian/lembaga teknis terkait. Saat ini terdapat 18

kementerian/lembaga yang memiliki keterkaitan langsung dengan

perijinan di pre customs clearance antara lain:

No. Kementerian/Lembaga

1. Kementerian Perdagangan

2. Badan POM

3. Karantina Hewan

4. Karantian Tumbuhan

Page 35: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

29 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

No. Kementerian/Lembaga

5. Pusat Karantina Ikan

6. Kementerian Perindustrian

7. Kementerian ESDM

8. Bapeten

9. Kementerian Kehutanan

10. Ditjen Postel Kemenkominfo

11. Kementerian Pertanian

12. Kementerian Kesehatan

13. POLRI

14. Kementerian Lingk. Hidup

15. Kementerian Pertahanan

16. Kementerian Perhubungan

17. Bank Indonesia

18. Ditjen Bea Dan Cukai

Berdasarkan catatan waktu yang dicatat oleh Ditjen Bea dan

Cukai, pada bulan Mei 2015 Dwelling Time yang terjadi yakni selama 6,09

hari dengan rincian sebagai berikut:

a. Pre customs clearance : 4,13 hari

b. Customs clearance : 0,82 hari

c. Post customs clearance : 1,14 hari

Catatan waktu tersebut masih diatas target Dwelling Time yang

dicanangkan oleh pemerintah yaitu selama 4,7 hari. Dengan mengacu

pada realisasi waktu Dwelling Time tersebut diatas, maka capaian waktu

terlama berada pada tahapan pre customs clearance yaitu mencapai

Page 36: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

30 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

waktu 4,13 hari. Tahapan pre customs clearance ini menyangkut proses

perijinan yang berada di kementerian/lembaga teknis tersebut diatas.

Guna mengurangi lamanya waktu Dwelling Time, pemerintah perlu

mengambil langkah-langkah strategis. Salah satu upaya terobosan yang

telah dilakukan pemerintah untuk mempersingkat waktu perijinan adalah

dengan diterbitkannya Paket Kebijakan Ekonomi Jilid I yang didalamnya

menyangkut upaya Deregulasi dan Debirokratisasi sektor perijinan.

Kebijakan Deregulasi dan Debirokratisasi yang diterbitkan

pemerintah mencakup beberapa Paket Kebijakan. Didalam beberapa

paket tersebut diantaranya mencakup sektor perijinan di bidang

perdagangan. Di dalam Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I, terdapat

sekitar 134 peraturan perundang-undangan yang menjadi bagian dari

Deregulasi Kebijakan dimana 32 diantaranya merupakan bagian dari

tugas Kementerian Perdagangan. Adapun tujuan utama dari deregulasi

tersebut adalah untuk mendukung upaya peningkatan kelancaran arus

barang dalam rangka ekspor, impor dan distribusi barang di dalam negeri

serta meningkatkan iklim usaha yang sehat dan berdaya saing.

Poin penting dari kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang

telah dilakukan oleh Kementerian Perdagangan adalah ke depannya

pelayanan perizinan dan non perizinan dilakukan melalui sistem elektronik

dimana proses perizinan ekspor impor akan dilakukan secara mandatory

online melalui Indonesia National Single Window (INSW) dengan tanda

tangan elektronik (digital signature). Dengan mekanisme tersebut,

diharapkan dapat meningkatkan efisiensi waktu dan biaya pengurusan

perizinan serta meningkatkan transparansi dan kepastian berusaha. Guna

menyukseskan mekanisme mandatory online tersebut, maka harus

didukung oleh Sistem Informasi Perdagangan (SIP) yang lengkap, akurat,

cepat, dan tepat guna yang melibatkan K/L terkait (Direktorat Jenderal

Bea dan Cukai, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Badan Pusat

Statistik, pemerintah daerah, dan K/L lainnya) sebagaimana diamanatkan

dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Selain

Page 37: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

31 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

fungsi perijinan, INSW dapat pula digunakan untuk mendukung

mekanisme post audit.

Penerapan sistem perijinan online akan mengurangi jumlah

dokumen yang harus dilampirkan sekaligus mengurangi rantai proses

perijinan. Dengan diterapkannya perijinan online diharapkan akan dapat

mengurangi waktu proses pengurusan perijinan di Kementerian

Perdagangan. Sistem perijinan online memiliki 2 (dua) keuntungan yaitu

disisi pelaku usaha dapat mengurangi potensi biaya-biaya yang tidak perlu

dan mempercepat waktu pengurusan perijinan. Disisi pemerintah,

perijinan online akan mengurangi potensi timbulnya praktek transaksional

antara pegawai Kementerian Perdagangan dengan pelaku usaha.

5.4. Mempelajari Proses Bongkar Muat di Pelabuhan Busan, Korea

Selatan

Busan Port (Pelabuhan Busan) di Korea Selatan menghubungkan

500 pelabuhan di 100 negara di dunia dan merupakan pelabuhan logistik

hub di Asia Timur Laut pada abad ke-21. Untuk mengakomodasi cepatnya

peningkatan lalu lintas kontainer di kawasan tersebut, Busan Port

Authority (BPA) terus memperluas fasilitas pelabuhan dan sistem

distribusi, disamping mempercepat pembangunan Busan New Port.

Beberapa Upaya BPA dalam meningkatkan Daya Saing Busan

Port, antara lain :

Mendorong Busan Port menjadi hub transshipment untuk industri

pelayaran global.

Menerapkan langkah-langkah pemotongan biaya untuk distribusi.

Memperluas penerapan aplikasi untuk insentif transshipment kargo

dengan pembebasan biaya masuk pelabuhan untuk T / S kargo dan

pengurangan biaya masuk dan izin untuk kapal.

Pemberian insentif transshipment (untuk perusahaan pelayaran

dengan lebih dari 5.000 TEUs dalam penanganan tahunan).

Page 38: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

32 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

Penerapan efisiensi dan percepatan pengurusan customs clearance,

karantina dan sistem inspeksi.

Memperluas jaringan global yang mempromosikan peluang bisnis

pelabuhan di luar negeri untuk menghasilkan barang transshipment

dan mendorong Pelabuhan Aliansi dengan pelabuhan di China dan

Jepang.

Busan port merupakan pelabuhan terbesar ke-6 di dunia dengan

volume kontainer mencapai 18,6 juta Teus di tahun 2014. Adapun

Dwelling Time untuk impor di Busan Port saat ini tercatat 6 hari. Busan

Port memiliki ketentuan yang disebut dengan free time, yakni 3 hari untuk

ekspor dan 6 hari untuk ekspor yang artinya, jika pengurusan kontainer di

pelabuhan masih dibawah free time tersebut, maka kontainer tidak

dipungut biaya penumpukan. Namun jika melebihi free time tersebut,

maka dikenakan biaya USD 10/box/hari.

Lama Dwelling Time selama 6 hari tersebut dianggap sedikit lama

oleh BPA, karena seharusnya bisa 3-4 hari. Namun demikian, pemerintah

Korea Selatan tidak memberikan perhatian khusus terhadap lamanya

Dwelling Time dan tidak terjun langsung dalam pengurusan Dwelling Time

dan proses bongkar muat di pelabuhan. Bahkan, pemerintah tidak

memiliki target lamanya Dwelling Time yang harus dipenuhi. Pemerintah

Korea Selatan memberikan kepercayaan kepada BPA dan pelaku usaha

sendiri dalam proses bongkar muat di pelabuhan, dimana fasilitas sudah

disediakan dengan baik, SDM yang ada juga profesional, dan terdapat

kepentingan tersendiri dari pelaku usaha untuk segera mengeluarkan

kontainer dari pelabuhan. Namun demikian, pemerintah memberikan

perlakuan khusus bagi produk strategis, yakni produk bahan baku yang

digunakan pada industri di Korea Selatan. Insentif tersebut diberikan

berupa kemudahan periznan dan prioritaspengurusan bongkar muat di

pelabuhan.

Page 39: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

33 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

Menurut BPA, pemerintah Indonesia agar mulai memperhatikan

hal-hal kecil namun berdampak besar. Selain itu, untuk mengurangi lama

Dwelling Time, perizinan sudah harus selesai ketika kapal masuk atau

ketika barang akan masuk pelabuhan. Pemerintah juga harus merubah

sistem customs menjadi lebih bersahabat dan transparan serta

meningkatkan kepercayaan kepada pelaku usaha. Di sisi operasional,

sebaiknya pemerintah Indonesia melakukan upaya pengembangan

stacking and handling technologies, optimalisasi dan efisiensi lapangan

penumpukan kontainer, serta membangun depo penumpukan kontainer

kosong yang berada di luar terminal pelabuhan.

Page 40: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

34 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis Identifikasi Produk Impor Yang Bermasalah di

Pelabuhan, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pada tahun 2014, total arus kontainer di seluruh pelabuhan Indonesia

mencapai 13,9 juta Teus, naik rata-rata 5,7% per tahun. Volume

tersebut didominasi oleh Pelindo II dan Pelindo III yang masing-

masing memberikan kontribusi sebesar 46,4% dan 31,2% dari total

volume kontainer di Indonesia.

2. Pada tahun 2015 lalu, lama dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok

mencapai 5,5 hari. Namun demikian, dengan beberapa perbaikan

yang telah dilakukan, lama dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok

pada akhir Maret 2016 ini sudah mencapai sekitar 4 hari. Adapun

dwelling time impor di Pelabuhan Tanjung Perak mencapai sekitar 6

hari, sementara di Belawan tercatat sekitar 5 hari.

3. Dari data rekapitulasi 5 kontainer penyumbang Dwelling Time terbesar

selama periode tanggal 3 Agustus 2015 sampai dengan 08 Maret

2016 terlihat bahwa rata-rata lama pengurusan kontainer paling lama

adalah lebih dari 20 hari. Dari jumlah kontainer penyumbang dwelling

time terlama tersebut, sebanyak 19% merupakan barang yang diatur

impornya dan mewajibkan adanya Laporan Surveyor (LS), sedangkan

sisanya 81% merupakan kontainer yang tidak diatur impornya (non-

Lartas). Lima komoditas/jenis produk impor yang mewajibkan

dokumen LS yang menyumbang lamanya dwelling time adalah Barang

Berbasis Sistem Pendingin (BBSP), Besi atau Baja, Elektronika,

Limbah Non B3, dan Baja Paduan dengan lama pengurusan mulai

dari 7 hari sampai dengan 31 hari.

Page 41: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

35 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

4. Produk-produk yang sering bermasalah di Pelabuhan dan berpotensi

menimbulkan lamanya dwelling time, antara lain 1. Barang yang diatur

impornya oleh lebih dari satu instansi; 2.Barang yang menyangkut

keselamatan dan keamanan lingkungan hidup; 3. Produk jadi/ barang

konsumsi; dan 4. Barang yang sulit dalam menentukan kode HS-nya

5. Dari sisi regulasi, hal-hal yang menjadi penyebab permasalahan di

pelabuhan antara lain :

Perizinan impor yang tumpang tindih antar kementerian/lembaga,

sehingga pengurusan izin menjadi lebih lama.

Kurangnya transparansi Bea Cukai.

Koordinasi dan integrasi antara kementerian/lembaga kurang

serta cenderung ego-sectoral.

Kurangnya sosialisasi peraturan ke pelaku usaha.

Adanya beberapa peraturan yang belum terintegrasi dengan

INSW.

Sementara faktor non regulasi yang sering menjadi penyebab produk

sering bermasalah di pelabuhan antara lain :

Fasilitas pelabuhan kurang memadai dan masih banyak yang

bersifat konvensional serta belum dapat mengakomodir cuaca

buruk.

Sistem di Syahbandar, Otoritas Pelabuhan, Pelindo dan Bea

Cukai belum terintegrasi.

Adanya oknum pemerintah yang menghambat proses pengurusan

barang di pelabuhan.

Penempatan pejabat bea cukai yang kurang berkompeten dalam

memutuskan penyelesaian permasalahan di pelabuhan.

Pengetahuan pelaku usaha terkait proses impor kurang.

Page 42: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

36 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

Kesengajaan pelaku usaha untuk menumpuk kontainer di

pelabuhan karena berbagai alasan seperti belum memiliki uang

untuk membayar Bea Masuk dan biaya-biaya jasa lainnya; atau

karena biaya penumpukan di pelabuhan lebih murah dibanding

sewa gudang di luar pelabuhan.

Jumlah buruh pelabuhan yang belum memadai.

6.2. Rekomendasi

Adapun rekomendasi yang dapat disarankan antara lain :

1. Mengingat sebagian besar perizinan ekspor impor berada di

Kementerian Perdagangan, maka sebagai upaya untuk mengurangi

permasalahan di pelabuhan, Kementerian Perdagangan harus terus

melakukan deregulasi peraturan terkait ketentuan impor secara

selektif. Selain itu, Kementerian Perdagangan sebaiknya juga

menerapkan sistem yang berbeda dalam melakukan sosialisasi

peraturan terkait perdagangan, yakni jangan hanya melalui forum

sosialisasi dan mencantumkan dalam website, namun juga proaktif

mengirimkan email terkait peraturan baru yang diterbitkan ke semua

daftar eksportir dan importir yang masuk ke dalam database

perdagangan.

2. Dalam pelaksanaan pengurusan izin, Kementerian Perdagangan

diharapkan dapat melakukan perubahan SOP terkait waktu dan

transparansi pengurusan izin di Kementerian Perdagangan sehingga

dapat mengurangi potensi permasalahan di pelabuhan secara

signifikan. Transparansi pengurusan izin tersebut dapat dimulai

dengan digitalisasi seluruh sistem perizinan atau merubah pola

pengurusan perizinan menjadi on-line, sehingga mengurangi dampak

negatif akibat pengurusan izin secara transaksional.

Page 43: ANALISIS IDENTIFIKASI PRODUK IMPOR YANG …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/...di_Pelabuhan_lengkap.pdf · yang berdampak pada daya beli, daya saing, dan efek multiplier

37 Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP, Kementerian Perdagangan

3. Kementerian Perdagangan bekerjasama dengan kementerian/

lembaga terkait lainnya diharapkan melakukan koordinasi dan

integrasi dalam menyusun dan mengimplementasikan peraturan atau

regulasi terkait kegiatan ekspor impor. Selain itu, Kementerian

Perdagngan beserta Bea Cukai harus bersama-sama menegakkan

implementasi Permendag Nomor 48/M-DAG/PER/7/2015 tentang

Ketentuan Umum di Bidang Impor, dimana barang boleh masuk ke

pelabuhan jika perizinannya sudah lengkap. Hal tersebut akan sangat

membantu dalam mengurangi potensi permasalahan di pelabuhan,

khususnya terkait masalah dokumen perizinan.