52
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Etiologi pada ulserasi diabetik yaitu neuropati, penyakit arteri, dan deformitas kaki atau abnormalitas musculoskeletal. Neuropati perifer mempengaruhi sensorik, motorik, dan otonom. Neuropati sensorik mengganggu pasien mengenali tanda-tanda awal nyeri atau tekanan dari alaskaki atau infeksi, yang menjadi faktor risiko primer. Kontrol optimal kadar glukosa darah menurunkan insidensi kebanyakan morbiditas sistem organ terkait diabetes. Faktor risiko sekunder yaitu penyakit vaskuler perifer iskemik, yang biasanya progresif ke arah distal pada pasien diabetes. Faktor risiko ketiga terkait dengan defisiensi imun, sehingga pasien rentan terhadap infeksi organisme yang biasanya tidak mempengaruhi orang sehat. Faktor risiko untuk berkembangnya ulkus diabetik yaitu: (1) deformitas, (2) penyakit vaskuler perifer, (3) riwayat luka kaki sebelumnya, (4) amputasi sebelumnya, (5) neuropati. Faktor risiko penyokong lain yang harus diidentifikasi dan yaitu: (1) obesitas, (2) penyakit ginjal tahap lanjut, (3) alas kaki tidak sesuai, (4) malnutrisi, (5) penyakit vaskuler kolagen, (6) penggunaan steroid atau imunosupresan lain, dan (7) usia. Selain untuk mengetahui etiologi serta faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya luka diabetik, maka kelompok membahas tentang definisi, patofisiologi, tanda dan gejala

DFU MAKALAH kasus 5

  • Upload
    il-vani

  • View
    1.063

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DFU MAKALAH kasus 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Etiologi pada ulserasi diabetik yaitu neuropati, penyakit arteri, dan deformitas kaki

atau abnormalitas musculoskeletal. Neuropati perifer mempengaruhi sensorik, motorik,

dan otonom. Neuropati sensorik mengganggu pasien mengenali tanda-tanda awal nyeri

atau tekanan dari alaskaki atau infeksi, yang menjadi faktor risiko primer. Kontrol

optimal kadar glukosa darah menurunkan insidensi kebanyakan morbiditas sistem organ

terkait diabetes. Faktor risiko sekunder yaitu penyakit vaskuler perifer iskemik, yang

biasanya progresif ke arah distal pada pasien diabetes. Faktor risiko ketiga terkait dengan

defisiensi imun, sehingga pasien rentan terhadap infeksi organisme yang biasanya tidak

mempengaruhi orang sehat.

Faktor risiko untuk berkembangnya ulkus diabetik yaitu: (1) deformitas, (2) penyakit

vaskuler perifer, (3) riwayat luka kaki sebelumnya, (4) amputasi sebelumnya, (5)

neuropati. Faktor risiko penyokong lain yang harus diidentifikasi dan yaitu: (1) obesitas,

(2) penyakit ginjal tahap lanjut, (3) alas kaki tidak sesuai, (4) malnutrisi, (5) penyakit

vaskuler kolagen, (6) penggunaan steroid atau imunosupresan lain, dan (7) usia.

Selain untuk mengetahui etiologi serta faktor-faktor yang menyebabkan

berkembangnya luka diabetik, maka kelompok membahas tentang definisi, patofisiologi,

tanda dan gejala serta manajemen keperawatan pada luka diabetic dalam makalah ini

berdasarkan kasus pemicu.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat diangkat yaitu bagaimana mengidentifikasi

patofisiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, manajemen luka diabetik.

C. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini yaitu memberikan pengetahuan terhadap

patofisiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, manajemen luka diabetik.

Page 2: DFU MAKALAH kasus 5

D. Metode Penulisan

Adapun metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan

metode deskriptif yaitu dengan mengumpulkan beberapa literatur-literatur dari internet

maupun dari buku-buku yang berhubungan dengan patofisiologi, klasifikasi, tanda dan

gejala, manajemen luka diabetik.

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah ini meliputi :

BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan,

metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : Pembahasan yang terdiri dari definisi, patofisiologi, respon lokal dan luas

luka, penatalaksanaan serta manajemen pada luka diabetic

BAB III : Pembahasan kasus.

BAB IV : Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran

Page 3: DFU MAKALAH kasus 5

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Ulkus diabetik.

Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes mellitus

berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan

setempat. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya

komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang

lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat

berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob. Pasien

diabetes sangat beresiko terhadap kejadian luka dikaki (Litzelman, 1993) dan merupakan

jenis luka kronis yang sangat sulit penyembuhannya. Perawtan luka diabetes khususnya

dikaki relatif mahal, namun menjadi lebih berkualitas dibanding pasien harus kehilangan

salah satu anggota tubuhnya.

Ada banyak alasan mengapa klien diabetes beresiko tinggi terhadap kejadian luka

dikaki diantaranya diakibatkan karena kaki yang sulit bergerak terutama jika klien dengan

obesitas, neoropati sensorik, iskhemia sehingga proses penyembuhan menjadi lambat

akibat konstriksi pembuluh darah.

Adanya gannguan sistem imunitas, pada klien diabetes menyebabkan luka mudah

terinfeksi dan jika terkontaminasi bakteri akan menjadi ganren sehingga makin sulit pada

perawatannya serta beresiko terhadap amputasi.

B. Klasifikasi ulkus diabetika

Untuk tujuan klinis praktis, kaki diabetika dapat dibagi menjadi 3 katagori, yaitu

kaki diabetika neuropati, iskemia dan neuroiskemia. Pada umumnya kaki diabetika

disebabkan oleh faktor neuropati (82%) sisanya adalah akibat neuroiskemia dan murni

akibat iskemia.

Pada ulkus yang dilator belakangi neuropati ulkus biasanya bersifat kering,fisura,

kulit hangat, kalus, warna kulit normal dan lokasi biasanya di plantar, lesi sering berupa

punch out. Sedangkan lesi akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit dingin dan

lokasi tersering adalah di jari. Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti; tepi, dasar,

ada/tidak pus, eksudat, edema, kalus, kedalaman ulkus perlu dinilai dengan bantuan probe

Page 4: DFU MAKALAH kasus 5

steril. Probe dapat membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus

melibatkan tendon, tulang atau sendi.

a. Diabetika neuropatib. Iskemia

c. Neuroiskemia

Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut Wagner, terdiri dari

6 tingkatan :

0. Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.

1. Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.

2. Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.

3. Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.

4. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari kaki, bagian

depan kaki atau tumit.

5. Ulkus dengan kematian jaringan tubuh pada seluruh kaki.

C. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala ulkus diabetika yaitu :

a. Sering kesemutan.

b. Nyeri kaki saat istirahat.

c. Sensasi rasa berkurang.

d. Kerusakan Jaringan (nekrosis).

e. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea.

f. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.

g. Kulit kering.

D. Diagnosis Ulkus diabetika

Diagnosis ulkus diabetika meliputi :

a. Pemeriksaan Fisik : inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus pada kulit

atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang atau hilang,

palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang. Pemeriksaan Doppler

ultrasound adalah penggunaan alat untuk memeriksa aliran darah arteri maupun vena.

Pemeriksaan ini ntuk mengidentifikasi tingkat gangguan pada pembuluh darah arteri

maupun vena. Dengan pemeriksaan yang akurat dapat membantu proses perawatan

yang tepat. Pemeriksaan ini sering disebut dengan Ankle Brachial Pressure Index.

Page 5: DFU MAKALAH kasus 5

Pada kondisi normal, tekanan sistolik pada kaki sama dengan di tangan atau lebih

tinggi sedikit. Pada kondisi terjadi gangguan di area kaki, vena ataupun arteri, akan

menghasilkan tekanan sistolik yang berbeda. hasil pemeriksaan yang akurat dapat

membantu diagnostic ke arah gangguan vena atau arteri sehingga manajemen

perawatan juga berbeda.

Cara pemeriksaan ABPI adalah sebagai berikut :

a) Baringkan klien kurang lebih selama 20 menit.

b) Pastikan area kaki tidak ada sumbatan atau hambatan dari pakaian ataupun posisi.

c) Tutup area luka dengan lapisan melindungi cuff yang menekan.

d) Tempatkan cuff di atas ankle.

e) Doppler probe letakkan di dorsalis pedis dan anterior tibial pulse (dengan

konekting gel). Arah probe Doppler 450

f) Tekan cuff hingga bunyi pulse menghilang

g) Tekan cuff perlahan untuk menurunkan tekanan sampai terdengar bunyi pulse

lagi. Point ini disebut tekanan sistolik ankle.

h) Pindahkan cuff ke lengan di sisi yang sama dengan ekstremitas bawah.

i) Cari pulse brachial dengan dopler probe ( konekting gel).

j) Tekan cuff hingga bunyi pulse menghilang

k) Turunkan tekanan perlahan hingga terdengar bunyi pulse lagi, point ini disebut

tekanan sistolik brachial.

l) Hitung ABPI dengan membagi hasil sistolik ankle dengan hasil sistolik brachial.

Page 6: DFU MAKALAH kasus 5

ABPI= Tekanan sistolik ankle

Tekanan sistolik brachial

Hasil perhitungan di atas di interpretasi pada tabel di bawah ini.

< 0.5 0.5-0.7 0.7-0.8 > 0.8 > 1.2

Arterial ulcer Arterial dan

venus ulcer

Arterial dan

venous ulcer

Venous ulcer calcified

Gangguan

pembuluh

arteri

Gangguan

arteri dan vena

Gangguan

arteri dan vena

Gangguan

pembuluh

vena

Periksa ulang

Hasil pemeriksaan APBI tidak hanya berfungsi mendeteksi pulse pada pasien

diabetes tetapi juga sebagai panduan dalam “Bandaging” pada kasus “leg ulcer”

atau luka kaki.

b. Pemeriksaan Penunjang : X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium untuk

mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan menentukan kuman

penyebabnya.

E. Patogenesis Ulkus diabetika

Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang Diabetes mellitus adalah

ulkus diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut Trias

yaitu: Iskemik, Neuropati, dan Infeksi.

Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi

komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena

Page 7: DFU MAKALAH kasus 5

adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson menghilang,

penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat

berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila diabetisi tidak hati-hati dapat terjadi

trauma yang akan menjadi ulkus diabetika.

Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah

dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses

makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai

oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea,

kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis

jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.

Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit

karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki

dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga

mengakibatkan kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat

mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetika.

Proses angiopati pada penderita Diabetes mellitus berupa penyempitan dan

penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki,

akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul

ulkus diabetika.

Pada penderita DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima

(hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler

bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi

darah ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika.

Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan HbA1C yang

menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan oleh eritrosit

terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang menggangu sirkulasi jaringan dan

kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus

diabetika. Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit

menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat

dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan

mengganggu sirkulasi darah.

Penderita Diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL, trigliserida plasma

tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan menyebabkan hipoksia dan

Page 8: DFU MAKALAH kasus 5

cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang akan merangsang terjadinya

aterosklerosis.

Perubahan/inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan terjadi penumpukan lemak

pada lumen pembuluh darah, konsentrasi HDL (highdensity-lipoprotein) sebagai

pembersih plak biasanya rendah. Adanya faktor risiko lain yaitu hipertensi akan

meningkatkan kerentanan terhadap aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis

yaitu sirkulasi jaringan menurun sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.

Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya

dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah

tidak terkendali menyebabkan abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi

radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga bila

ada infeksi mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan oleh sistem phlagositosis-

bakterisid intra selluler.

Pada penderita ulkus diabetika, 50 % akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa

darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri

penyebab infeksi pada ulkus diabetika yaitu kuman aerobik Staphylokokus atau

Streptokokus serta kuman anaerob yaitu Clostridium perfringens, Clostridium novy, dan

Clostridium septikum. Hampir 2/3 pasien dengan ulkus kaki diabetik memberikan

komplikasi osteomielitis. Osteomielitis yang tidak terdeteksi akan mempersulit

penyembuhan ulkus. Oleh sebab itu setiap terjadi ulkus perlu dipikirkan kemungkinan

adanya osteomielitis. Diagnosis osteomielitis tidak mudah ditegakkan. Secara klinis bila

ulkus sudah berlangsung >2 minggu, ulkus luas dan dalam serta lokasi ulkus pada tulang

yang menonjol harus dicurigai adanya osteomielitis. Spesifisitas dan sensitivitas

pemeriksaan rontgen tulang hanya 66% dan 60%, terlebih bila pemeriksaan dilakukan

sebelum 10–21 hari gambaran kelainan tulang belum jelas. Seandainya terjadi gangguan

tulang hal ini masih sering sulit dibedakan antara gambaran osteomielitis atau artropati

neuropati. Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan karena di samping dapat mendeteksi

adanya osteomielitis juga dapat memberikan informasi adanya osteolisis, fraktur dan

dislokasi, gas gangren, deformitas kaki. Uji probe to bone menggunakan probe logam

steril dapat membantu menegakkan osteomielitis karena memiliki nilai prediksi positif

sebesar 89%. Untuk lebih memastikan osteomielitis pemeriksaan MRI sangat membantu

karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%.Namun diagnosis pasti

osteomielitis tetap didasarkan pada pemeriksaan kultur tulang

Page 9: DFU MAKALAH kasus 5

F. Bagan terjadinya luka diabetes

Diabetes melitus

neuropathy Trauma Kelainan vaskuler

motorik sensorik otonomik mikrovaskuler makrovaskuler

- Kelemahan otot/atropi

- Deformitas- Stress

abnormal- Tekanan

berlebihan pada plantar

- Terjadi kalus

Kehilangan sensasi pada ekstremitas/trauma tidak terasa

- Keringat berkurang

- Kulit kering,rusak dan timbul fisura

- Penurunan saraf simpatik (perubahan regulasi aliran darah)

- Penurunan/ penipisan struktur dinding membran kapiler darah

- Peningkatan aliran darah menyebabkan neuropati edema

Arteriosklerosis/ penyumbatan pembuluh darah besar/ iskemia

ostheoarthropathy

Penurunan respon imun terhadap infeksi

Ulserasi kaki diabetikum

GANGRENE

AMPUTASI

Berkurangnya nutrisi pada aliran darah kapiler

Page 10: DFU MAKALAH kasus 5

LUKA

DIABETES

G. Pengkajian Luka Diabetikum

a. Lokasi dan letak luka

Dapat digunakan sebagai indikator terhadap kemungkinan penyebab terjadinya

luka, sehingga luka dapat diminimalkan. Misalnya klien datang dengan letak luka

pada ibu jari kaki, penyebab tertinggi letak luka pada ibu jari kaki adalah akibat

penekanan karena penggunaan sepatu yang terlalu sempit, angka kejadian luka

diminimalkan dengan tidak lagi menggunakan sepatu yang sempit.

f. infeksib. stadium luka/RYB

e. status neurologik

c. luas luka

d. status vaskuler

a. Lokasi dan letak luka

Page 11: DFU MAKALAH kasus 5

b. Stadium luka

Stadium luka dapat dibedakan berdasarkan atas :

a) Partial thickness yaitu hilangnya lapisan epidermis hingga lapisan dermis paling

atas dan terbagi atas stadium I dan II

Stadium I : kulit berwarna merah, belum tampak adanya lapisan epidermis yang

hilang

Stadium II : hilangnya lapisan epidermis atau lecet sampai batas dermis paling

atas.

b) Full Thickness yaitu hilangnya lapisan dermis hingga lapisan subkutan dan

terbagi atas stadium III dan IV

Stadium III : rusaknya lapisan dermis bagian bawah hingga lapisan subkutan

Stadium IV : rusaknya lapisan subkutan hingga otot dan tulang.

Stadium Wagner untuk luka kaki diabetic

a. Superficial Ulcer

a) Stadium 0 yaitu tidak terdapat lesi . kulit dalam keadaan baik, tetapi dengan

bentuk tulang kaki yang menonjol / charcot arthropathies.

b) Stadium 1 yaitu hilangnya lapisan kulit hingga dermis dan kadang-kadang

tampak tulang yang menonjol.

b. Deep ulcers

a) Stadium 2 yaitu lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau tendon ( dengan

goa)

b) Stadium 3 yaitu Penetrasi hingga dalam, osteomyelitis, pyarhrosis, plantar

abses atau infeksi hingga tendon.

Page 12: DFU MAKALAH kasus 5

c. Gangrene

a) Stadium 4 yaitu gangrene sebagian, menyebar hingga sebagian dari jari kaki,

kulit sekitarnya selulitis, gangrene lembab/kering.

b) Stadium 5 yaitu seluruh kaki dalam kondisi nekrotik dan gangrene.

c. Warna dasar luka

Selama ini kita mengenal banyak sekali metode yang dipakai di klinik untuk

menentukan tingkatan atau stadium dan klasifikasi dari derajat keseriusan suatu luka.

Kemudahan yang ingin diperkenalkan untuk menilai derajat keseriusan luka adalah

menilai warna dasar luka.

Sistem ini bersifat konsisten , mudah dimengerti dengan bahasa sederhana dan sangat

tepat guna dalam membantu memilih tindakan dan terapi perawatan luka serta

mengevaluasi kondisi luka.

Sistem ini dikenal dengan sebutan RYB / Red Yellow Black ( Merah-Kuning-Hitam)

a) Red/Merah. Luka dengan dasar warna luka merah tua atau terang dan tampak

selalu lembab. Merupakan luka bersih, dengan banyak vaskularisasi, karenanya

mudah berdarah. Tujuan perawatan luka dengan warna merah dasar merah adalah

mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan lembab dan mencegah

terjadinya trauma dan perdarahan.

b) Yellow kuning. Luka dengan dasar luka warna luka kuning atau kecokelatan atau

kuning kehijauan atau kuning pucat adalah jaringan nekrosis. Merupakan kondisi

luka yang terkontaminasi atau terinfeksi dan avaskularisasi. Hal tersebut harus

dicermati bahwa semua luka kronis merupakan luka yang terkontaminasi namun

Page 13: DFU MAKALAH kasus 5

belum tentu terinfeksi. Terinfeksi tidaknya luka dapat dinilai dengan adanya

peningkatan jumlah leukosit darah dalam tubuh dan perubahan tanda infeksi lain

seperti peningkatan suhu tubuh. Tujuan perawatannya adalah dengan

meningkatkan system autolysis debridement agar luka berwarna merah, absorb

eksudate,menghilangkan bau tidak sedap dan mengurangi atau menghindari

kejadian infeksi.

c) Black/hitam. Luka dengan dasar warna luka hitam adalah jaringan nekrosis,

merupakan jaringan avaskularisasi. Tujuan perawatannya sama dengan dasar

warna luka kuning.

d. Bentuk dan ukuran luka

Pengkajian bentuk dan ukuran luka dapat dilakukan dengan pengukuran tiga dimensi

atau dengan pengambilan photography. Tujuannya untuk mengevaluasi tingkat

keberhasilan proses penyembuahan luka.

Page 14: DFU MAKALAH kasus 5

Hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran luka adalah mengukur dengan

menggunakan alat ukur yang tepat dan jika alat ukur tersebut digunakan berulangkali,

hindari terjadinya infeksi silang/nosokomial.

Pengukuran tiga dimensi dilakukan dengan mengkaji panjang, lebar dan

kedalaman luka, kemudian dengan menggunak kapas lidi steril, masukkan ke dalam

luka dengan hati-hati untuk menilai ada tidaknya goa, dan mengukurnya mengikuti

arah jarum jam.

e. Status vascular

Menilai status vascular berhubungan erat dengan pengangkutan atau penyebaran

oksigenn yang adekuat ke seluruh lapisan sel yang merupakan unsure penting dalam

proses penyembuhan luka.

Pengkajian status vaskuler meliputi :

a) Palpasi. Palpasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya denyut nadi, perabaan

pada daerah tibial atau dorsal pedis. Klien lanjut usia biasanya ada kesulitan

meraba denyut nadi, dapat dikerjakan dengan menggunakan stetoskop atau

ultrasonic dopler. Tingkatan denyut nadi : (1) absen/tidak teraba, (2) ada denyut

nadi sebentar, (3) teraba tappi kemudian hilang, (4) normal, (5) sangat jelas,

kemungkinan ada bendungan/aneurysm

b) Capillary refill. Waktu pengisian kapiler dievaluasi dengan memberi tekanan

pada ujung jari, setelah tampak kemerahan, segera lepaskan tekanan dan lihat

apakah pada ujung jari segera kembali ke kulit normal. Pada beberapa kondisi,

menurun atau menghilangnya denyut nadi, pucat, kulit dingin, kulit jari yang tipis

Page 15: DFU MAKALAH kasus 5

dan rambut yang tidak tumbuh, merupakan indikasi iskemia, dengan kapilari refill

lebih dari 40 detik.

Capillary refill time:

Normal 10-15 detik

Iskemia sedang 15-25 detik

Iskemia berat 25-40 detik

Iskemia sangat berat > 40 detik

c) Edema. Pengkajian ada tidaknya edema dilakukan dengan mengukur lingkar pada

midcalf, ankle, dorsum kaki kemudian dilanjutkan dengan menekan jari pada

tulang menonjol di tibia atau medial malleolus. Kulit yang edema akan tampak

lebih coklat kemerahan atau mengkilat, seringkali merupakan tanda adanya

gangguan darah balik vena. Tingkatan pada edema : 0 - 1/4 inch yaitu 1+ ( mild),

¼ - ½ inch yaitu 2+ (moderate), ½ - 1 inch yaitu 3+ (severe) temperature kulit

memberikan informasi tentang kondisi perfusi jaringan dan fase inflamasi, serta

merupakan variabel penting dalam menilai adanya peningkatan atau penurunan

perfusi jaringan terhadap tekanan. Cara melakukan penilaian dengan

menempelkan punggung tangan pada kulit sekitar luka dan membandingkannya

dengan kulit bagian lain yang sehat.

f. Status neurologic

Pengkajian status neurologic terbagi dalam pengkajian status fungsi motorik,

fungsi sensorik dan fungsi autonom.

Page 16: DFU MAKALAH kasus 5

a) Fungsi motorik. Pengkajian status fungsi motorik berhubungan dengan adanya

kelemahan otot secara umum, yang menampakkan adanya perubahan bentuk

tubuh, terutama pada kaki, seperti jari-jari yang menekuk atau mencengkeram dan

telapak kaki menonjol. Penurunan fungsi motorik menyebabkan penggunaan

sepatu atau sandal menjadi tidak sesuai terutama pada daerah sempit dan

menonjol sehingga akan menjadi penekanan terus menerus yang kemudian timbul

kalus dan disertai luka

b) Fungsi sensorik. Pengkajian fungsi sensorik berhubungan dengan penilaian

terhadap adanya kehilangan sensasi pada ujung-ujung ekstremitas. Banyak klien

dengan diabetic mengalami gangguan neuropati sensorik akan merasakan bahwa

luka yang baru saja terjadi padahal kenyataannya sudah terjadi pada beberapa

waktu sebelumnya.

c) Fungsi autonom. Pengkajian fungsi autonom pada klien diabetic dilakukan untuk

menilai tingkat kelembaban kulit. Biasanya klien akan mengatakan keringatnya

berkurang dan kulitnya kering. Penurunan factor kelembaban kulit akan

menandakan terjadinya lecet atau pecah-pecah (terutama pada ekstremitas)

akibatnya akan timbul fisura yang diikuti dengan formasi luka.

Page 17: DFU MAKALAH kasus 5

Gb.26. kulit yang kering dapat menyebabkan luka pada penderita diabetes.

g. Infeksi

Kejadian infeksi dapat diidentifikasi dengan adanya tanda-tanda infeksi secara

klinis seperti peningkatan suhu tubuh dan jumlah hitungan leukosit yang meningkat.

Pseudomonas aeuruginase danStaphylococcus aereus, keduanya merupakan

organisme patogenik yang paling sering muncul pada perawatan luka. Namun selama

komponen sistemik tubuh mampu mengatasi hal ini dan kolonisasi bakteri tidak

melebihi dari jumlah normal, teknik pencucian dan perawatan yang tepat cukup

mampu mengatasi hal tersebut. Luka yang terinfeksi didefinisikan apabila terjadi

peningkatan konsentrasi bakteri > 105 organisme/gram pada jaringan luka. Luka yang

terinfeksi seringkali ditandai dengan eritema yang semakin meluas, edema, cairan

berubah purulent, nyeri yang lebih sensitive, peningkatan temperature tubuh,

peningkatan jumlah sel darah putih dan timbul bau yang khas.

h. Faktor Risiko Ulkus diabetika

Gangren (diabetic foot ulcer) mempunyai beberapa faktor resiko seperti pada gambar I.2

Page 18: DFU MAKALAH kasus 5

Gambar I.2 Faktor resiko terjadinya foot ulcer (Frykberg, R.G., 2006)

Umumnya infeksi pada diabetic foot ulcer adalah polimikroba (gambar I.3) dengan

Staphylococcus serta Streptococcus adalah bakteri yang paling dominan menyebabkan

infeksi. Penanganan infeksi pada gangren memerlukan antibiotika yang sesuai. Pemilihan

antibiotik secara empiris berdasarkan tingkat keparahan dengan kriteria luka yang

mengancam ekstremitas (resiko amputasi) dan mengancam nyawa. Berikut ini adalah

antibiotik yang terpilih:

1. Non limb-threatening infection dengan kriteria ulcer berada pada lapisan

superficial, tanpa tanda iskemia, serta penyakit tulang dan sendi (misal

osteomylitis) : Untuk infeksi ini dapat digunakan antibiotika peroral yaitu

cephalosporin (cefadroxil, cephalexin), fluoroquinolon (levofloxacin), penicilin

(amoxilin/clavulanat), kotrimoxazol, doxycycline.

2. Limb-threatening infection dengan kriteria infeksi yang lebih serius dan akut, dijumpai

pada pasien diabetes dengan PAD, terjadi leukositosis serta gejala infeksi lain.

Antibiotika yang dapat digunakan : Ampicilin/sulbactam, ticarcillin/clavulanat,

ceftazidime + klindamisin, cefotaxim ± klindamisin, Fluoroquinolon + klindamisin,

vancomisin + levofloxacin + metronidazol, imepenem/cilastin.

3. Life-threatening infection. Antibiotika yang dapat digunakan :

Ampicilin/sulbactam+aztreonam, Fluoroquinolon+vancomisin +metronidazol,

imepenem/cilastin (Frykberg, R.G., 2006)

Page 19: DFU MAKALAH kasus 5

Gambar I.3. Distribusi bakteri pada diabetic foot ulcer (Frykberg, R.G., 2006)

Faktor risiko terjadi ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut

Lipsky dengan modifikasi dikutip oleh Riyanto dkk. terdiri atas :

a. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah :

a) Umur ≥ 60 tahun.

b) Lama DM ≥ 10 tahun.

b. Faktor-Faktor Risiko yang dapat diubah, (termasuk kebiasaan dan gaya hidup) :

a) Neuropati (sensorik, motorik, perifer).

b) Obesitas.

c) Hipertensi.

d) Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.

e) Kadar glukosa darah tidak terkontrol.

f) Insusifiensi Vaskuler karena adanya Aterosklerosis yang disebabkan : Kolesterol

Total tidak terkontrol, Kolesterol HDL tidak terkontrol dan Trigliserida tidak

terkontrol.

g) Kebiasaan merokok.

h) Ketidakpatuhan Diet DM.

i) Kurangnya aktivitas Fisik.

j) Pengobatan tidak teratur.

Page 20: DFU MAKALAH kasus 5

k) Perawatan kaki tidak teratur.

l) Penggunaan alas kaki tidak tepat.

Faktor-faktor risiko terjadinya ulkus diabetika lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut :

a. Umur ≥ 60 tahun.

Umur ≥ 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus diabetika karena pada usia tua,

fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi penurunan sekresi

atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian

glukosa darah yang tinggi kurang optimal. Pada lansia umur > 60 tahun, didapatkan

hanya 12% saja pada usia tua dengan DM yang kadar glukosa darah terkendali, 8%

kadar kolesterol normal, hipertensi 40%, dan 50% mengalami gangguan pada

aterosklerosis, makroangiopati, yang factor-faktor tersebut akan mempengaruhi

penurunan sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah besar atau sedang di tungkai

yang lebih mudah terjadi ulkus diabetika.

b. Lama DM ≥ 10 tahun.

Ulkus diabetika terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus yang telah

menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena

akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami

makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang

mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki.

Penderita diabetik yang sering tidak dirasakan.

c. Neuropati.

Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan mikrosirkulasi,

berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang

mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi

neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik,

sehingga penderita dapat kehilangan indra perasa selain itu juga kelenjar keringat

menjadi berkurang, kulit kering dan mudah robek.

Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa berisiko tinggi terjadi ulkus

diabetika. Keberadaan neuropati berkaitan dengan kejadian ulkus diabetika.

d. Obesitas.

Pada obesitas dengan IMT ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT ≥ 2 kg/m2 (pria) atau BBR

lebih dari 120 % akan lebih sering terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin

melebihi 10 μU/ml, keadaan ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat

Page 21: DFU MAKALAH kasus 5

menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi

gangguan sirkulasi darah sedang/besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan

mudah terjadi ulkus/ganggren diabetika.

e. Hipertensi.

Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita Diabetes mellitus karena adanya

viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi

defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mm Hg

dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan

berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit

yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang

akan mengakibatkan terjadinya ulkus. Penelitian studi kasus kontrol oleh Robert di

Iowa menghasilkan bahwa riwayat hipertensi akan lebih besar 4 X terjadi ulkus

diabetika dengan tanpa hipertensi pada DM15.

f. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) dan kadar glukosa darah tidak terkendali.

Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasi

sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah.

Apabila Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 % akan menurunkan kemampuan

pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang

selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel otot polos subendotel. Kadar glukosa

darah tidak terkontrol ( GDP > 100 mg/dl dan GD2JPP > 144 mg/dl) akan

mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang, baik makrovaskuler maupun

mikrovaskuler salah satunya yaitu ulkus diabetika.

g. Kolesterol Total, HDL, Trigliserida tidak terkendali.

Pada penderita Diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar

trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (highdensity-

lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah (≤ 45 mg/dl).

Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl , kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl

akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan

hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya

aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen

pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai

darah ke pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut

nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan

kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus

Page 22: DFU MAKALAH kasus 5

yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Penelitian kasus kontrol oleh

Pract, pada penderita DM dengan kolesterol, HDL, trigliserida tidak terkontrol

mempunyai risiko ulkus diabetika 3 kali lebih tinggi dari pada kadar kolesterol,

trigliserida normal

h. Kebiasaan merokok.

Penelitian case control di California oleh Casanno dikutip oleh WHO pada penderita

Diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per hari mempunyai risiko 3 X untuk

menjadi ulkus diabetika dibandingkan dengan penderita DM yang tidak merokok.

Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok akan dapat

menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi

trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan

memperlambat clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis.

Aterosklerosis berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis

pedis, poplitea, dan tibialis juga akan menurun.

i. Ketidakpatuhan Diet DM

Kepatuhan Diet DM merupakan upaya yang sangat penting dalam pengendalian

kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati normal sehingga dapat

mencegah komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika. Kepatuhan Diet DM

mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu mempertahankan berat badan normal,

menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah,

memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki

sistem koagulasi darah.

j. Kurangnya aktivitas Fisik.

Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah,

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga

akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali maka

akan mencegah komplikasi kronik Diabetes mellitus. Olah raga rutin (lebih 3 kali

dalam seminggu selama 30 menit) akan memperbaiki metabolisme karbohidrat,

berpengaruh positif terhadap metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan

berat badan. Salah satu penelitian tentang efek olah raga pada penderita DM

menunjukkan bahwa olah raga akan menurunkan kadar trigliserida. Penelitian di

Swiss oleh Rocher dikutip oleh Wibisono pada penderita DM dengan neuropati, hasil

penelitian olah raga tidak teratur akan terjadi Ulkus diabetika lebih tinggi 4 kali

dibandingkan dengan olah raga yang teratur.

Page 23: DFU MAKALAH kasus 5

k. Pengobatan tidak teratur.

Pengobatan rutin pada penderita Diabetes mellitus tipe I, menurut hasil penelitian di

Amerika Serikat dikutip oleh Minadiarly didapatkan bahwa pengobatan intensif akan

dapat mencegah dan menghambat timbulnya komplikasi khronik, seperti ulkus

diabetika.

l. Perawatan kaki tidak teratur.

Perawatan kaki diabetisi yang teratur akan mencegah atau mengurangi terjadinya

komplikasi kronik pada kaki. Penelitian di Spain yang dilakukan oleh Calle dkk. pada

318 diabetisi dengan neuropati dilakukan edukasi perawatan kaki kemudian diikuti

selama 3-6 tahun dihasilkan pada kelompok I (223 responden) melaksanakan

perawatan kaki teratur dan kelompok II (95 responden) tidak melaksanakan

perawatan kaki, pada kelompok I terjadi ulkus sejumlah 7 responden dan kelompok II

terjadi ulkus sejumlah 30 responden. Kelompok I dilakukan tindakan amputasi

sejumlah 1 responden dan kelompok II sejumlah 19 responden. Hasil penelitian pada

diabetisi dengan neuropati yaitu kelompok yang tidak melakukan perawatan kaki 13

kali risiko terjadi ulkus diabetika dibandingkan kelompok yang melakukan perawatan

kaki secara teratur.

m. Penggunaan alas kaki tidak tepat.

Diabetisi tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa menggunakan alas kaki

yang tepat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus diabetika,

terutama apabila terjadi neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau

hilang. Penelitian eksperimental oleh Gayle tentang tekanan pada kaki karena

penggunaan alas kaki yang tidak tepat dengan kejadian ulkus diabetika,

menghasilkan bahwa penggunaan alas kaki tidak tepat menyebabkan tekanan yang

tinggi pada kaki sehingga risiko terjadi ulkus diabetika 3 kali dibandingkan dengan

penggunaan alas kaki yang tepat.

Page 24: DFU MAKALAH kasus 5

i. Pencegahan dan Pengelolaan Ulkus diabetic

Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetik untuk mencegah komplikasi lebih lanjut

adalah :

a. Memperbaiki kelainan vaskuler.

b. Memperbaiki sirkulasi.

c. Pengelolaan pada masalah yang timbul ( infeksi, dll).

d. Edukasi perawatan kaki.

e. Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil laboratorium lengkap)

dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah maupun menghilangkan

keluhan/gejala dan penyulit DM.

f. Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.

g. Menghentikan kebiasaan merokok.

h. Merawat kaki secara teratur setiap hari, dengan cara :

a) Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih.

b) Membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air, suam-suam kuku dengan

memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan sempurna dan hati-hati terutama

diantara jari-jari kaki.

c) Memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit yang retak-retak,

supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok antara jari-jari kaki (contoh: krem

sorbolene).

d) Tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi kering dan retak-

retak.

e) Menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki secara lurus

dan kemudian mengikir agar licin. Memotong kuku lebih mudah dilakukan sesudah

mandi, sewaktu kuku lembut.

f) Kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati oleh podiatrist. Jangan

menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang bias tergelincir; dan ini dapat

menyebabkan luka pada kaki. Jangan menggunakan penutup kornus/corns. Kornus-

kornus ini seharusnya diobati hanya oleh podiatrist.

g) Memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat kalus, bula, luka dan lecet.

h) Menghindari penggunaan air panas atau bantal panas.

i) Penggunaan alas kaki tepat, dengan cara :

1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.

2. Memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan nyaman dipakai.

Page 25: DFU MAKALAH kasus 5

3. Sebelum memakai sepatu, memerika sepatu terlebih dahulu, kalau ada batu dan

lain-lain, karena dapat menyebabkan iritasi/gangguan dan luka terhadap kulit.

4. Sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu jari kaki) dan

tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki.

5. Sepatu baru harus dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati.

6. Memakai kaus kaki yang bersih dan mengganti setiap hari.

7. Kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai bahan sintetis,

karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat.

8. Memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin.

9. Menghindari trauma berulang, trauma dapat berupa fisik, kimia dan termis, yang

biasanya berkaitan dengan aktivitas atau jenis pekerjaan.

j) Menghidari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor misalnya adrenalin, nikotin.

k) Memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki setiap control walaupun

ulkus diabetik sudah sembuh.

j. Manajemen perawatan luka diabetic

a. Pencucian luka

Pencucian bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang bersih, sisa

balutan yang digunakan dan sisa metabolic tubuh pada cairan luka. Mencuci dapat

meningkatkan, memperbaiki, dan mempercepat proses penyembuhan luka dan

menghindari kemungkinan terjadinya infeksi.

Pencucian luka merupakan aspek yang paling penting mendasar dalam manajemen

luka. Merupakan basis untuk proses penyembuhan luka yang baik, karena luka akan

sembuh dengan baik jika luka dalam kondisi bersih.

Teknik pencucian pada luka.

Teknik pencucian pada luka antara lain dengan swabbing, scrubbing, showering,

hydrotherapi, whirlpool, dan bathing.

mencuci dengan teknik swabbing dan scrubbing tidak terlalu dianjurkan pada

pencucian luka, karena dapat menyebabkan trauma pada jaringan granulasi dan

epithelium, juga membuat bakteri terdistribusi bukan mengangkat bakteri. pada saat

scrubbing atau menggosok dapat menyebabkan luka menjadi terluka sehingga dapat

meningkatkan inflamasi ( persisten inflamasi). teknik showering (irigasi), whirpool,

dan bathing adalah teknik yang paling sering digunakan dan banyak riset yang

mendukung teknik ini. keuntungan dari teknik ini adalah dengan teknik tekanan yang

Page 26: DFU MAKALAH kasus 5

cukup dapat mengangkat bakteri yang terkolonisasi, mengurangi terjadinya trauma

dan mencegah terjadinya infeksi silang serta tidak menyebabkan luka mengalami

trauma.

b. Debridement

Nekrotik adalah perubahan morfologi yang diindikasi kan oleh adanya sel

matiyang disebabkan oleh degradasi enzim secara progresif, ini merupakan respon

yang normal dari tubuh terhadap jaringan yang rusak.

Gbr. Autolisis Debridemang

Jaringan nekrotik dapat dibedakan menjadi 2 bentuk :

a) Eschar yang berwarna hitam, keras, serta dehidrasi

impermeable dan lengket pada permukaan luka.

b) Slough-basah, kuning, berupa cairan dan tidak lengket pada luka.

Jaringan nekrotik dapat menghalangi proses penyembuhan luka dengan

menyediakan tempat untuk pertumbuhan bakteri.untuk menolong penyembuhan

luka, tindakan debridement sangat dibutuhkan.

Debridement dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti mekanikal,

surgical, enzimatik, autolysis, dan biochemical.

Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis,

Ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan

nekrotik. Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim

eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan

residu-residu protein. Contohnya, kolagenasi akan melisikan kolagen dan elastin.

Beberapa jenis debridement yang sering dipakai adalah papin, DNAse dan

fibrinolisin. Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena

luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara

alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan

hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit

tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta

memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang disterilkan sering

digunakan untuk debridemen biologi. Belatung menghasilkan enzim yang dapat

menghancurkan jaringan nekrotik. Debridemen bedah merupakan jenis

debridemen yang paling cepat dan efisien.

Page 27: DFU MAKALAH kasus 5

Tujuan debridemen bedah adalah untuk:

a) mengevakuasi bakteri kontaminasi,

b) mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan,

c) Menghilangkan jaringan kalus,

d) mengurangi risiko infeksi lokal.

Cara yang paling efektif dalam membuat dasar luka yang baik adalah dengan

metode autolysis debridement. Autolysis debridement adalah suatu cara peluruhan

jaringan nekrotik yang dilakukan oleh tubuh sendiri dengan syarat utama lingkungan

luka harus dalam keadaan lembab. Pada keadaan lembab, proteolytic enzim secara

selektif akan melepas jaringan nekrosis dari tubuh. Pada keadaan melunak jaringan

nekrosis akan mudah lepas dengan sendirinya ataupun dibantu dengan surgical atau

mechanical debridement.

Tindakan debridement lain yang biasa digunakan adalah dengan cara

biomechanical menggunakan magots atau larva. Larva akan dengan sendirinya secara

selektif memakan jaringan nekrosis sehingga dasar luka menjadi merah.

c. Dressing

Memilih balutan merupakan suatu kebutuhan suatu keputusan yang harus dilakukan

untuk memperbaiki kerusakan jaringan integument. Berhasil tidaknya luka membaik,

tergantung pada kemampuan perawat dalam memilih balutan yang tepat, efektif dan

efisien.

Tujuan Memilih Balutana) Balutan dapat mengontrol kejadian infeksi /

Melindungi luka dari trauma dan invasi bakteri

b) Mampu Mempertahankan Kelembaban'

c) Mempercepat Prosespenyembuhan Luka,

d) Absorbs Cairan Luka

e) Nyaman Digunakan,Steril Dan Cost Effective.

Tehnik dressing pada luka diabetes yang terkini menekankan metode moist wound healing

atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila

eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan

Page 28: DFU MAKALAH kasus 5

bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeable terhadap gas. Tindakan dressing

merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat penyembuhan lesi.

Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga

dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi.Berikut ini akan dikenalkan beberapa jenis

bahan topical terapi yang dapat digunakan untuk penatalaksanaan perawatan luka diabetic,

diantaranya adalah calcium alginate, hydrokoloid, hydroaktif gel, metcovazin, gamgee,

polyurethane foam, silver dressing.

Calcium Alginate

Berasal dari rumput laut, dapat berubah menjadi gel jika bercampur dengan luka. Berupa

jenis balutan yang dapat menyerap jumlah cairan luka yang berlebihan. Dan keunggulannya

adalah kemampuannya menstimulasi proses pembekuan darah jika terjadi perdarahan

minorserta barier terjadi kontaminasi oleh psedomonas.

Hydrokoloid

Jenis topikal terapi yang berfungsi untuk mempertahankanluka dalam keadaan lembab,

melindungi luka dari trauma, dan menghindari dari resiko infeksi, mampumenyerap eksudat

minimal. Baik digunakan pada luka yang berwarna merah, abses tau luka yang terinfeksi.

Bentuknya adaberupa lembaran tipis serta pasta. Keunggulannya adalah berbentuk lembaran,

tidak memerlukan balutan lain diatasnya sebagai penutup, cukup ditempel dan ganti jika

sudah bocor.

Page 29: DFU MAKALAH kasus 5

Contoh produk hydrocoloid

Hydroaktif gel

Jenis topikal terapi yang mampu melakukan peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri.

Banyak mengandung air, akan membuat suasana luka yang kering karena jaringan nekrosis

menjadi lembab. Air yang berbentuk gel akan masuk kesela-sela jaringan yang mati dan

kemudian akan menggembung jaringan nekrosis seperti lebam mayat yang kemudian akan

memisahkan antara jaringan yang sehat dan jaringan mati. Pada keadaan lunak inilah

biasanya akan lebih mudah melakukan surgical debridemang atau biarkan tubuh sendiri yang

melakukannya.

Polyurethane Foam

Jenis balutan dengan daya serap yang tinggi, sehingga sering digunakan pada keadaan luka

yang cukup banyak mengeluarkan eksudat/cairan tang berlebihan dan pada dasar luka yang

berwarna merajh sajka. Kemampuannya menampung cairan dapat memperpanjang waktu

penggantian balutan. Selain itu balutan ini juga tidak memerlukan balutan tambahan,

langsung dapat ditempel pada luka, dan membuat dasar luka menjadi rata, terutama pada

hypergranulasi

Gamgee, balutan anti mikrobial dan pengikat bakteri

Gamgee adalah jenis topikal terapi berupa tumpukan bahan balutan yang tebal dengan daya

serap cukup tinggi dan diklaim jika bercampur dengan cairan luka dapat mengikat

bakteri.palingh sering digunakan sebagain balutan tambahan setelah balutan utama yang

Page 30: DFU MAKALAH kasus 5

menempel pada luka. Beberapa balutan pada jenis ini ada yang mengandung antimikrobial

dan hydrophobic atau mengikat bakteri.

Metcovazin

Jenis topical terapi dengan paten wocare klinik. Sangat mudah digunakan karena hanya

tinggal mengoles saja. Bentuk salep, berwarna putih dan kemasan. Berfungsi untuk support

autolisis debridement (meluruhkan jaringan nekrosis / mempersiapkan dasar luka berwarna

merah) menghindari trauma saat membuka balutan, mengurangi bau tidak sedap,

mempertahankan suasana lembab dan suport granulasi. Keunggulannya dapat digunakan

untuk semua warna dasar luka dan mempersiapkan dasar luka menjadi sehat.

Silver dressing

Kondisi infeksi yang ssulit ditangani, luka mengalami fase statis, dasar luka menebal seperti

membentuk agar-agar atau yang dikenal dengan biofilm, penggunaan silver dressing

merupakan pilihan paling tepat. Pada keadaan ini luka mengalami sakit yang berat, eksudat

dapat menjadi purulen dan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Dressing ini digunakan

dalam jumlah pemakaian 4 x ganti balutan dimana silver menempel pada luka sekurangnya 5-

7 hari saja. dengan daya.

Page 31: DFU MAKALAH kasus 5

d. Edukasi pasien dan keluarga

Edukasi bagi pasien dan keluarga dengan diabetes sangat penting. Hal ini disebabkan

penyakit diabetes adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat

dikontrol dengan pola hidup sehat (makan sesuai kebutuhan dan olahraga teratur) dan

menggunakan oral maupun insulin.

Lima Pilar Menuju Sehat

Aplikasi perawatan luka

1. pengkajian: catat riwayat pasien dan keluhan utama.

2. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan dalam melakukan pengkajian dan perawatan luka.

3. Cuci tangan.

4. Buka luka perlahan, hindari terjadinya perdarahan / terauma pada luka. Tidak perlu

menggunakan pinset dalam membuka balutan, cukup menggunakan tangan yang

menggunakan sarung tangan.

KONTROL TEKANAN DARAH

KONTROL GULA DARAH

DIIT

PENDIDIKAN LATIHAN

Page 32: DFU MAKALAH kasus 5

5. Luka dikaji dengan seksama sesuai dengan cara mengkaji luka, jangan lupa

dokumentasikan dengan tepat hal-hal yang harus ditulis dan diambil gambar luka. Jika

harus dilakukan pengambilan kultur, sesuaikan dengan prosedur cara pengambilan

kultur.

6. Cuci luka, boleh dilakukan dengan perendaman air hangat atau air yang mengandung

antiseptik. Hati-hati dalam mencuci luka jangan sampai menyebabkan trauma,

terakhir jika luka tidak terdapat infeksi dapat dibilas dengan NS 0,9 % saja atau jika

ada infeksi dapat menggunakan larutan antiseptik lain, kemudian bilas dengan NS 0,9

% atau hanya dengan larutan Feracrylum 1%.

7. Siapkan alas bersih dan mulailah dengan merawat luka. ganti sarung tangan saat akan

melakukan pembalutan.

8. Pilih topikal terapi sesuai dengan kondisi luka, misalnya sesuai dengan warna dasar

luka, bentuk luka, luas dan kedalamannya, terinfeksi atau tidak.

9. Tutup luka dengan seksama, jangan sampai ada luka yang tampak kelihatan dari luar,

ukur ketebalan kasa atau bahan topikal yang ditempelkan keluka harus mampu

membuat suasana luka optimal (moisture balance) dan memsuport luka kearah

perbaikan/segera sembuh.

10. Jika terdapat edema, lakukan pemeriksaan tentang penggunaan balutan kompresi

(dopler).

11. Perhatikan kualitas hidup pasien, hindari pasienm tidak bisa melakukan aktifitasnya

setelah dikenakan balutan.

12. Jelaskan pada pasien kapan harus kembali lagi untuk melakukan penggantian balutan

dan kontrol gula darah.

13. Rapika semua alat-alat dan perhatikan tentang pembuangan sampah medis.

Page 33: DFU MAKALAH kasus 5

BAB III

KASUS

KASUS PEMICU 5

Bapak lulu 34 tahun mengeluh adanya luka diabetic di kaki kiri, bernanah sejak 1 minggu 2

bulan yang lalu, awalnya karena gatal dan sering digaruk. Keluhan luka di bagian punggung

kaki dengan luas 25 cm, kondisi klien lemah, GDS 340 mg/dl, ada demam dengan suhu 38’c,

nadi 86 x/menit, RR 20 x/menit. Klien mengalami luka selama 6 hari dengan kondisi yang

tidak baik dan pernah klien mendeteksi perawatan dalam mandiri dengan menggunakan

revanol, TD 140/90 mmHg, diet DM (+), terapi latibet + metformin.

Page 34: DFU MAKALAH kasus 5

e

m

LUKA DFU KRONIS

PEMERIKSAAN FISIK :

A. MUSKULOSKELETAL

B. NEUROLOGI

C. VASKULER

D. INTEGUMENT

PENGKAJIA N LABORATORIUM :

- GDS 340 mg/dl

- Kadar Leukosit

AMPUTASI

PENGKAJIAN DIAGNOSIS :

- ABPI

- RYB

- PEMERIKSAAN SENSORI

TERAPI ANTIBIOTIK :

a) Non limb threatening infection

b) Limb threatening infection

c) Life threatening infection

Terapi obat : latibet, methformin

Pengkajian luka

- Lokasi dan letak luka

- Stadium luka/ wagner scale ,RYB

- luas luka

- status vaskuler

- status neurologi

- infeksi

WOUND BED :

a. Calcium Alginate

b. Hydrokoloid

c. Polyurethane foam

d. Hydroaktif gel

e. Gamge

f. metcovazin

Factor resiko DFU :

- DM

- Hipertensi

- Obesitas

- Kolesterol

- Neuropati

- Glikolosis hb

- Ketidakpatuhan diet DM

- Kurangnya aktivitas fisik

- Perawatan kaki tidak t’atur

- Pengobatan tdk t’atur

- P’ggunaan alas kaki tdk tepat

Manajemen luka :

a. Cleansing

b. Debridement

c. Dressing

d. Edukasi kesehatan

Masalah keperawatan :

a. Infeksi b/d tingginya kadar gula darah.

b. Perubahan persepsi sensori b/d ketidak seimbangan insulin

c. Kelelahan b/d penurunan produksi energy metabolic

d. Ketidakberdayaan b/d penyakit jangka panjang

e. Kurang pengetahuan tentang tanda &`gejala DM, diet, pengobatan b/d kurang informasi.

Page 35: DFU MAKALAH kasus 5

BAB IV

PENUTUP

a. Kesimpulan

Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes mellitus yang

berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian

jaringan setempat. Etiologi pada ulserasi diabetik yaitu neuropati, penyakit arteri, dan

deformitas kaki atau abnormalitas musculoskeletal. Neuropati perifer mempengaruhi

sensorik, motorik, dan otonom. Umumnya infeksi pada diabetic ulcer adalah

polimikroba dengan Staphylococcus serta Streptococcus adalah bakteri yang paling

dominan menyebabkan infeksi. Oleh karena itu penanganan infeksi memerlukan

antibiotika yang sesuai. Pemilihan antibiotik secara empiris berdasarkan tingkat

keparahan dengan kriteria luka yang mengancam ekstremitas (resiko amputasi) dan

mengancam nyawa.

b. Saran

Jagalah kaki pasien anda seperti menjaga kaki anda sendiri, optimis selalu

dalam melakukan perawatan apapun, jangan putus asa dalam menjalankan perawatan,

yakinlah bahwa kemampuan kita berada dalam merawat, sedangkan kesembuhan

hanya Allah SWT yang menentukan.

Page 36: DFU MAKALAH kasus 5

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi : 8. Vol : 3

Jakarta:EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC

Gitarja, Widasari Sri. 2008. Perawatan luka diabetes. Bogor : Wocare Indonesia