38
MAKALAH SGD KASUS 2 PERITONITIS Disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Sistem Digestif Disusun oleh: Kelompok 11 Endah Rahayu 2201101001 05 Shella 2201101001 06 Novi Hermawati 2201101001 07 Srikandi Puspa Amandaty 2201101001 08 Lidya 2201101001 09 Afini Dwi Purnamasari 2201101001 10 Netty Oktarina Sinaga 2201101001 11 Putri Ayu Prima 2201101001

MAKALAH KASUS 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Peritonitis

Citation preview

Page 1: MAKALAH KASUS 2

MAKALAH SGD KASUS 2PERITONITIS

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Sistem Digestif

Disusun oleh:

Kelompok 11

Endah Rahayu 220110100105

Shella 220110100106

Novi Hermawati 220110100107

Srikandi Puspa Amandaty 220110100108

Lidya 220110100109

Afini Dwi Purnamasari 220110100110

Netty Oktarina Sinaga 220110100111

Putri Ayu Prima Dewi 220110100112

Putri Yani Lubis 220110100113

Tian Pradiani 220110090114

Nabilah 2201101001

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2011

Page 2: MAKALAH KASUS 2

SGD KASUS 2

Seorang mahasiswa 18 tahun laki - laki di rawat di rumah sakit karena demam dan sakit

perut. Mengeluhkan nyeri difus yang menetap pada abdomen dan muntah setelah makan. Hasil x

ray : dada dan abdome normal ,leukosit 24000/ml dan test lab lain meliputi : test fungsi

hati , pankreas , ginjal normal, pasien pulang lagi kerumah tapi nyeri abdomen dan muntah terus

menerus suhu tubuh 38 C , N : 100X/ menit , respirasi 24 X/ menit, TD : 110/70 mmhg.

Pemeriksaan fisik tampak sakit akut dan mengeluh nyeri difus pada abdomen . paru paru dan

jantung normal. Abdomen tampak distensi . nyeri difus pada periumbilikal da kuadran bawah

kanan saat di palpasi , kaku dengan palpasi , bising usus kurang terdengar , dan frekuensi di

bawah normal hasil Lab : hematokrit 45% dan leukosit 20.000 /ml , serum amilase normal, test

fungsi hati ,elektrolit daan fungsi ginjal normal .

Dari ct scan memperlihatkan cairan terkumpul cairan di kuadran kanan bawah dengan

ektensi kedalam pelvis. Kemudian oasien di bawa kedalam ruang operasi , pada pembedahan

tampak apendik berlubang dengan abses periapendik meluas kedaerah panggul 700 ml berbau

busuk . pasien di pasang illeustomy . diobati dengan gentamisin , ampicilin , dan metronidazol

selama 2 minggu , hasil kultur cairan abses E-coli , bakteroide flagile , viridians streptococi dan

entrococci.

Step 1

1. Difus : lokal / setempat

2. Abses periapendik : busuk di permukaan umba cacing , diselaput / rongga

3. Illeustomy :pembedahan di area ileum (pelubangan pada area illeum

4. Periumbilical:

5. Distensi : tegang / keras

6. Bakteride flagile : bakteri penyebab pembusukan pada ileum

7. viridians : bakteri pembusuk

8. ekstensi : penyebaran / meluas

9. enterococci : bakteri pembusuk

Page 3: MAKALAH KASUS 2

Step 2

1. Etiologi terjadinya nyeri difus ?

2. Mengapa nyerinya setempat ?

3. Kenapa bising usus kurang terdengar ?

4. Jenis cairan , asal cairan ?

5. Kenapa dilakukan test fungsi hati ,pankreas, dan ginjal ?

6. Indiksi obat ?

7. Indikaasi dan perawatan illeustomy ?

8. Dampak/akibat operasi ?

9. Penyebab mmuntah setelah makan ?

10. Kenpa abdomen tampak distensi?

11. Jenis bakteri yangpaling berpengararuh pada abses?

12. Sifat bakteri ?

13. Hasil lab mengindikasikan apa ?

14. Tindakan perawat terhadap pasien dengan dipasang illeustomi?

15. Etiologi nyeri abdomen dan muntah terus menerus ?

16. Kenpa pada saat pembedahan , apendiks berlubang ?

17. Kenapa di lakukan pemeriksaan test serum amilase ?

18. Intervensi untuk asupan nutrisi yang tepat ?

19. Kenapa pemberian obat hanya 2 minggu ?efek samping?

20. Diagnosa medis?

21. Tindakan perawat terhadap pasien dengan dipasang illeustomi?

22. Etiologi nyeri abdomen dan muntah terus menerus ?

23. Kenpa pada saat pembedahan , apendiks berlubang ?

24. Kenapa di lakukan pemeriksaan test serum amilase ?

25. Intervensi untuk asupan nutrisi yang tepat ?

26. Kenapa pemberian obat hanya 2 minggu ?efek samping?

Step 3

3. Terjadi gangguan peeristaltik usus melemah

10. Terjadi perforasi

13. Leukosit

Page 4: MAKALAH KASUS 2

20. Peritonitis

Step 4 LO

1. Etiologi terjadinya nyeri difus ?2. Mengapa nyerinya setempat ?

4. Jenis cairan , asal cairan ?

5. Kenapa dilakukan test fungsi hati ,pankreas, dan ginjal ?

6. Indiksi obat ?

7. Indikaasi dan perawatan illeustomy ?

8. Dampak/akibat operasi ?

9. Penyebab mmuntah setelah makan ?

11. Jenis bakteri yangpaling berpengararuh pada abses?

12. Sifat bakteri ?

14. Tindakan perawat terhadap pasien dengan dipasang illeustomi?

15. Etiologi nyeri abdomen dan muntah terus menerus ?

16. Kenpa pada saat pembedahan , apendiks berlubang ?

17. Kenapa di lakukan pemeriksaan test serum amilase ?

18. Intervensi untuk asupan nutrisi yang tepat ?

19. Kenapa pemberian obat hanya 2 minggu ?efek samping?

21. Tindakan perawat terhadap pasien dengan dipasang illeustomi?

22. Etiologi nyeri abdomen dan muntah terus menerus ?

23. Kenpa pada saat pembedahan , apendiks berlubang ?

24. Kenapa di lakukan pemeriksaan test serum amilase ?

25. Intervensi untuk asupan nutrisi yang tepat ?

26. Kenapa pemberian obat hanya 2 minggu ?efek samping?

Page 5: MAKALAH KASUS 2

Step 5

PERITONITISPATOFISIOLOGI

EBP :

TENTANG LAPARATOMY KOMPLIKASI LAPARATOMY ILEUSTOMY

KONSEP:

DEFINISI ETIOLOGI MANIFESTASI KLASIFIKASI KOMPLIKASI PROGNOSIS

ASKEP

1. PENGKAJIAN

-PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

-PEMERIKSAAN FISIK

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN3. INTERVENSI

PENATALAKSANAAN PENCEGAHAN

Page 6: MAKALAH KASUS 2

A. DEFINISI

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa ronggaabdomen dan

meliputi visera yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limfe merupakan penyulit berbahaya yang dapat

terjadi dalam bentuk akut maupun kronis / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan

dannyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Peritonitis sering

disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitarnya melalui perforasi usus seperti rupture

appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkunganyang steril. Selain

itu juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi

ulkus atau empedu dari perforasi kantung empedu atau laserasi hepar. Pada wanita sangat

dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau rupturnya

kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal.

B. ETIOLOGI

Peritonitis biasanya disebabkan oleh :

1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.

Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu

atau usus buntu.

Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak berlangsung

terus menerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan peritoneum cenderung mengalami

penyembuhan bila diobati.

2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual

3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis

kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia)

4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites) dan

mengalami infeksi

Page 7: MAKALAH KASUS 2

5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.

Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan

dapat memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama

pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.

6. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.

Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut.

7. Iritasi tanpa infeksi.

Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sarung tangan

dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.

Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan penyulitnya

misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus abdominalis. Ileus

obstruktif dan perdarahan oleh karena perforasi organ berongga karena trauma abdomen.

a.Bakterial : Bacteroides, E.Coli, Streptococus, Pneumococus, proteus, kelompok Enterobacter-

Klebsiella, Mycobacterium Tuberculosa.

b.Kimiawi : getah lambung,dan pankreas, empedu, darah, urin, benda asing (talk, tepung).

C. MANIFESTASI KLINIS

1. Nyeri difus pada abdomen

2. Mual, muntah, distensi abdomen

3. Penurunan peristltik sampai hilang (bising usus tak terdengar)

4. Suhu badan meningkat, demam tinggi

5. Nadi meningkat, hipotensi

6. Leukosit meningkat

7. Adanya darah atau cairan di dalam rongga peritoneum

8. Terbatasnya output urine.

D. KLASIFIKASI

Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Peritonitis bakterial primer

Page 8: MAKALAH KASUS 2

Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum

peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat

monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial

primer dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Spesifik: misalnya Tuberculosis

b. Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis.

Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan

intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.

Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus

eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.

2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal

atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis

yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini.

Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob

dalam menimbulkan infeksi.

Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu

peritonitis. Kuman dapat berasal dari:

a) Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum

peritoneal.

b) Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh

bahan kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.

c) Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya

appendisitis.

3. Peritonitis Tersier,

misalnya:

a) Peritonitis yang disebabkan oleh jamur.

Page 9: MAKALAH KASUS 2

b) Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.

Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya

empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.

c) Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:

1) Aseptik/steril peritonitis

2) Granulomatous peritonitis

3) Hiperlipidemik peritonitis

4) Talkum peritonitis.

E. KOMPLIKASI

Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bacterial akut sekunder, dimana komplikasi tsb

dibagi menjadi :

1) Komplikasi Dini

Septicemia dan syok septic

Syok hipovolemik

Abses residual intraperitoneal

Portal pyemia (missal abses hepar)

2) Komplikasi Lanjut

Adhesi

Obstruksi intestinal rekuren

Komplikasi pasca/post operasi yang paling umu adalah :

Eviserasi luka

Pembentukan abses

Komplikasi Lain

Apendektomi

Bedah usus

Pancreatitis

Dialysis peritoneal

Perdarahan gastrointestinal

Page 10: MAKALAH KASUS 2

F. PROGNOSIS

Prognosis untuk peritonitis tergantung pada jenis kondisi. Sebagai contoh,

prospek orang-orang dengan peritonitis sekunder cenderung menjadi buruk, terutama di

kalangan orang tua, orang dengan sistem kekebalan rendah, dan mereka yang memiliki gejala

selama lebih dari 48 jam sebelum pengobatan. Prospek jangka panjang bagi orang dengan

peritonitis primer karena penyakit hati juga cenderung menjadi buruk. Namun, prognosis

untuk peritonitis primer pada anak-anak secara umum sangat baik setelah perawatan dengan

antibiotik.

Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada

peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen.

Mortalitas tetap tinggi antara 10% - 40%

Prognosa lebih buruk pada usia lanjut dan bila peritonitis sudah berlangsung lebih dari 48

jam.

Lebih cepat diambil tindakan lebih baik prognosanya.

G. LAPARATOMI

a. Pengertian Laparatomi Eksplorasi

Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah

laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang

dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan.

b. Tidakan yang sering dilakukan :

Herniotorni, gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepateroktomi,

splenorafi/splenotomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan fistulotomi atau

fistulektomi. Tindakan bedah kandungan yang sering dilakukan dengan teknik

sayatan arah laparatomi adalah berbagai jenis operasi uterus, operasi pada tuba fallopi

dan operasi ovarium (Prawirohardjo), yaitu: histerektomi baik itu histerektomi total,

histerektomi sub total, histerektomi radikal, eksenterasi pelvic dan salingo-

coforektomi bilateral. Selain tindakan bedah dengan teknik sayatan laparatomi pada

Page 11: MAKALAH KASUS 2

bedah digestif dan kandungan, teknik ini juga sering dilakukan pada pembedahan

organ lain, menurut Spencer (1994) antara lain ginjal dan kandung kemih.

c. Indikasi dilakukannya laparatomi :

Trauma abdomen (tumpul atau tajam)

Peritonitis

Perdarahan saluran pencernaan (Internal Blooding)

Sumbatan pada usus halus dan besar

Masa pada abdomen.

d. Empat cara melakukan laparatomi :

1) Midline incision

2) Paramedian, yaitu : panjang (12,5 cm) ± sedikit ke tepi dari garis tengah

3) Transverse upper abdomen incision, yaitu : sisi di bagian atas, misalnya

pembedahan colesistotomy dan splenektomy

4) Transverse lower abdomen incision, yaitu : 4 cm di atas anterior spinal iliaka, ±

insisi melintang di bagian bawah misalnya : pada operasi appendictomy.

e. Komplikasi laparatomi :

1) Ventilasi paru tidak adekuat

2) Gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aritmia jantung

3) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

4) Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan

f. Post laparatomi

Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada

pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut.

Tujuan Perawatan Post Laparatomi

1) Mengurangi komplikasi akibat pembedahan

2) Mempercepat penyembuhan

3) Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum

operasi

Page 12: MAKALAH KASUS 2

4) Mempertahankan konsep diri pasien

5) Mempersiapkan pasien pulang

Komplikasi post laparatomi

1) Tromboplebitis

Tromboplebitis post opersi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi. Bahaya

besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh

darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati dan otak.

Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan

kaos kaki TED yang dipakai klien sebelum mencoba ambulatif.

2). Infeksi

Infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi. Organisme yang

paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aureus,

organisme ;gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan. Untuk

menghindari infeksi luka yang pali penting adalah perawatan luka dengan

mempertahankan aseptik dan antiseptik.

3). Dehisensi Luka atau Eviserasi

Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah

keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab dehisensi atau

eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan,

ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan

muntah.

Proses penyembuhan luka

a). Fase pertama (Inflamasi)

Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak/rapuh. Sel-

sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut

bening digunakan sebagai kerangka.

b). Fase kedua (Proliferatif)

Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran

sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan

Page 13: MAKALAH KASUS 2

kuat dan kemerahan.

c). Fase ketiga (Maturasi)

Sekitar 2 sampai 10 minggu kolagen terus menerus ditimbun, timbul jaringan-

jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.

d). Fase keempat (fase terakhir)

Pada fase penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.

Intervensi untuk meningkatkan penyembuhan

1). Meningkatkan intake makanan tinggi kalori dan tinggi protein ( TKTP)

2). Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid

3). Pencegahan infeksi

h. Pengembalian Fungsi Fisik

Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan

nafas dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini. Latiahn-latihan fisik

diantaranya latihan nafas dalam, latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki,

menggerakan otot-otot bokong. Latihan alih baring dan turun dari tempat

tidur, semuanya dilakukan hari ke 2 post operasi.

H. ILEUSTOMI

a. Definisi Ileostomy / Ileostomi

Tindakan bedah membuat suatu opening antara usus halus dengan dinding abdomen yang biasanya berasal dari ileum distal atau bahkan lebih proximal dari usus halus.

b. Ruang lingkup

Usus halus

c. Indikasi ileostomi

- Atresia jejunuilial

- Meconium plug ileus

- Necrotizing Enterocolitis

Page 14: MAKALAH KASUS 2

- Total aganglionosis Penyakit Hirchsprung

- Intussusepsi yang mengalami nekrosis

d. Pemeriksaan Penunjang

- Foto polos abdomen 3 posisi

Tehnik operasi

Secara singkat tehnik dari ileostomi dapat dijelaskan sebagai beriku. Setelah penderita diberi narkose dengan endotracheal penderita diletakkan dalam posisi supine.Desinfeksi lapangan operasi dengan larutan antiseptik kemudian dipersempit dengan linen steril.Penempatan stoma adalah hal yang sangat penting. Quadrant kanan dan kiri bawah abdomen merupakan tempat yang dianggap ideal untuk stoma. Alternatif lain dapat dipergunakan quadrant atas , umbilicus atau midline.

Beberapa type dari ileostomi :

1. Double loop ileostomy

2. Devided ileostomy

3. Mikulicz ileostomy

4. Bishop-koop ileostomy

5. Santuli ileostomy

Untuk mempertahankan konfigurasi dinding perut dibawah stoma dilakukan traksi menggunakan Kocher clamps pada dermis , fascia dan peritonium. Kurang lebih diameter 2 – 3 cm dieksisi, lemak diincisi dan dilakukan insisi longitudinal kurang lebih 3 – 4 cm disepanjang lapisan dengan menggunakan 2 – 3 retraktor setiap lapisan. Hal ini dilakukan bersamaan dengan menekan ke atas dengan satu jari dari dalam dinding abdomen dan jari lain mempertahankan kocher clamps. Musculus rectus kemudian disisihkan secara vertical dengan arteri clamps dan perdarahan dirawat. Kemudian fascia posterior dan peritonium dipotong dengan melindungi bagian bawah abdomen.Kemudian 2 jari dimasukkan dari bawah untuk memastikan opening cukup untuk mengakomodasi ileum.Jari tengah harus dapat keluar masuk sampai interphalang dan ujung jari tengah dapat terlihat. Hal ini untuk mencegah terjadinya komplikasi opening yang terlalu besar yaitu hernia atau prolaps atau terlalu kecil dengan obstruksi simtom.Ileum kemudian dibawa ke dinding abdomen dengan babcock clamp secara lurus dan diamati jangan sampai mesentrium terpelintir. Tepi mesenterium kemudian dijahit anterior dinding abdomen dengan interrupted atau continous suture.Penjahitan dimulai dari tepi stoma dengan meninggalkan 2,5 cm gap sampai ke ligament falciforme jangan sampai merusak

Page 15: MAKALAH KASUS 2

vascularisasi mesentrium. Penjahitan stabilisasi dilakukan dengan 3.0 non absorbable pada lapisan seromuscular ileum dan peritoniumdisekeliling internal aperture.

Maturasi dari stoma dilakukan setelah dinding abdomen ditutup dan ujung stoma ditutup untuk mengurangi kontaminasi.Apabila diragukan suplai pembuluh darah ileum dapat direseksi kembali. Terdapat delapan titik suture pada stoma dan dilakukan secara vertical untuk mencegah ischemi.Melengkapi pembentukan akhir dari ileostomi dipasang kantong ileostomi bag.

Yang harus diperhatikan dari stoma adalah warna stoma , swelling operasi dari mucocutan.

e. Komplikasi operasi

1. Iritasi

2. Perdarahan

3. Infeksi

4. Hernia parastoma

5. Prolaps usus (keluarnya usus)

6. Retraksi (tonjolan masuk ke dalam)

f. Mortalitas

Tergantung penyakit yang mendasari dilakukannya operasi ileostomi.

g. Perawatan Pasca BedahYang harus diperhatikan sesudah operasi adalah vitalitas dari usus yang dikeluarkan.

h. Follow-Up

Penderita pasca ileostomi harus diperhatikan intake dari cairan dan kalori agar tidak terjadi malnutrisi. Reanastomose dapat dilakukan 3 – 6 minggu pasca operasi.

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Anamnesa

1) Identitas

Nama : Mahasiswa A

Page 16: MAKALAH KASUS 2

Usia : 18 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : -

Alamat : -

Suku bangsa : -

Diagnose medis : Peritonitis

2) Keluhan Utama :

Klien mengeluh nyeri difus yang menetap pada abdomen dan muntah

setelah makan.

3) Riwayat Penyakit Sekarang :

Klien mengeluh nyeri difus yang menetap pada abdomen dan muntah

setelah makan. Klien mengalami nyeri abdomen dan muntah terus menerus. Nyeri

difus pada periumbilikal dan kuadran bawah kanan saat di palpasi kaku. Pada

pembedahan tampak apendiks berlubang dengan abses periapendik meluas ke

daerah panggul 300 ml berbau busuk.

4) Riwayat Penyakit Dahulu : -

5) Riwayat Penyakit Keluarga : -

6) Riwayat Psikososial : -

b. Pengkajian Fisik

TTV

Suhu : 38oC

N : 100x/menit

RR : 24x/menit

TD : 110/70 mmHg

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : Tampak sakit akut, abdomen tampak distensi

Palpasi : Abdomen distensi, kuadran kanan bawah kaku

Page 17: MAKALAH KASUS 2

Auskultasi : Bising usus tak terdengar

Perkusi : -

2. Pemeriksaan Diagnostik

a) X-Ray

Menunjukkan dada dan abdomen normal

b) Tes fungsi hati, pancreas dan tes fungsi ginjal : Normal

c) Tes elektrolit : Normal

d) CT-Scan

Memperlihatkan terkumpulnya cairan dibawah kuadran bawah kanan

dengan ekstensi ke dalam pelvis.

e) Kultur cairan

Abses E.Coli, bakteoride flagille, viridians, streptococci, enterococci

o Hasil/Data Lab

Leukosit : 24.000/ µL, 20.000/ µL

Hematokrit : 45%

Serum amylase : Normal

o Obat-obatan : Gentamicin, Ampicilin, Metronidazole

o Pemeriksaan Penunjang Lain

a) Pemeriksaan Laboratorium

Leukosit meningkat, kadang-kadang lebih dari 20.000

Hematokrit meningkat

Asidosis metabolic : PH=7,31 ; PCO2=40 ; BE= -4 (penderita peritonitis)

Protein/albumin serum menurun karena perpindahan cairan

Kultur : organisme penyebab mungkin teridentifikasi dari darah, eksudat

b) Pemeriksaan Radiologi

1. X-ray

Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior,lateral) didapatkan :

Ileus merupakan penemuan yg tak khas pada peritonitis

Usus halus dan usus besar dilatasi

Page 18: MAKALAH KASUS 2

Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi

Foto dada : Dapat menunjukkan peninggian diafragma

2. CT-Scan : Mengidentifikasi fluida di perut atau organ yg terinfeksi

3. USG

4. Scintigraphy

5. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah Keperawatan1 Ds: klien mengeluh

nyeri difus di abdomen

Do: abdomen tampak distensi, nyeri difus pada periumbilikal di kuadran kanan bawah saat dipalpasi

Obstruksi lumen apendiks↓

Mucus yang diproduksi mukosa↓

mengalami bendungan↓

Meningkatkan tekanan intralumen ↓

atau dinding apendiks↓

Aliran darah berkurang↓

Edema↓

Inflamasi↓

Apendiksitis↓

Nyeri↓

PERITONITIS↓

Nyeri periumbilikal↓

GG. RASA NYAMAN: NYERI

Gg. Rasa nyaman: nyeri

2 Do: CT scan menunjukkan terkumpul caira di kanan bawah dengan eksistensi ke dalam pelvis

Inflamasi↓

Pengaktifan neutrofil dan makrofag↓

Merangsang sel endotel hipotalamus↓

Memicu pengeluaran mediator kimia

Gg. Keseimbangan cairan & elektrolit

Page 19: MAKALAH KASUS 2

(histamine, bradikianin, prostaglandin)

Meningkatkan permeabilitas kapiler↓

Karena pervorasiTerkumpul cairan di kuadran kanan

bawah↓

Terkumpul cairan di kuadran kanan bawah

↓Hipovolemia

↓GG. KESEIMBANGAN CAIRAN

& ELEKTROLIT3 Do: T=38o

Ds: mengeluh demamInflamasi

↓Pengaktifan neutrofil dan makrofag

↓Merangsang sel endotel hipotalamus

↓Memicu pengeluaran mediator kimia

(histamine, bradikianin, prostaglandin)

Meningkatkan permeabilitas kapiler↓

Memicu kerja thermostat di ↓

Hipotalamus↓

Set point meningkat↓

Suhu 380C↓

HIPERTERMI

Hipertermi

4 Ds: mengeluh muntah setelah makan

Inflamasi↓

Pengaktifan neutrofil dan makrofag↓

Mengaktifakan kerja sel saraf di lambung

↓HCl meningkat di lambung

↓Mual, muntah

Ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan

Page 20: MAKALAH KASUS 2

Saluran cerna terganggu↓

Tidak mampu mencerna makanan↓

Tidak mampu mencerna makanan↓

Intake nutrisi tidak adekuat↓

KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI DARI KEBUTUHAN

5 Do:-Ds:-

Inflamasi↓

Apendiksitis↓

Nyeri↓

PERITONITIS↓

Dilakukan tindakan laparatomi↓

Luka bedah↓

Septikemia↓

RESTI PENYEBARAN INFEKSI

Resti penyebaran infeksi

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

PRE OP

1. Nyeri akut

b.d agen

Nyeri pasien Mandiri

1. Kaji dan catat kondisi 1. Mengindikasikan

Page 21: MAKALAH KASUS 2

cedera biologis

yg

menginflamasi

peritoneum

ditandai

dengan klien

mengeluh

nyeri.

hilang/terkontrol.

Kriteria hasil :

-nyeri klien

berkurang

-klien tidak tampak

gelisah

-klien dapat

beristirahat dengan

nyaman

-TTV klien dalam

batas normal

keluhan nyeri kilen yaitu

dgn memperhatikan

lokasi,intensitas,frekuensi,

waktu.

2. Berikan posisi yang

nyaman.

3. Monitor TTV

4.Ciptakan lingkungan yg

tenang dan membatasi

pengunjung.

Kolaborasi

1. Pemberian analgetik

sesuai indikasi.

kebutuhan untuk

intervensi dan juga tanda-

tanda perkembangan

komplikasi.

2. Dapat mengurangi

ketegangan abdomen

sehingga nyeri berkurang.

3. Respon autoimun

meliputi tekanan

darah,nadi,RR,suhu yg

menjadi tanda keluhan

nyeri.

4. Suasana yang tenang

dapat mengurangi

stimulus nyeri.

Kolaborasi

1. Menghilangkan reflek

spasme/kontraksi usus

halus dan membantu

dalam manajemen nyeri.

2. Resiko

tinggi Infeksi

Dapat

meminimalkan

komplikasi infeksi.

Criteria hasil :

Tanda-tanda sepsis

tidak ada.

Mandiri

1. Pantau tanda dan gejala

infeksi.

2. Ajari tentang cara

penceghahan penularan

infeksi.

1. Mengetahui

perkembangan dari infeksi

dan membantu untuk

intervensi selanjutnya.

2. Dengan mengetahui

cara pencegahan

diharapkan dapat

meminimalkan komplikasi

infeksi.

Page 22: MAKALAH KASUS 2

3. Monitor pemberian

antibiotic dan efek

sampingnya.

4. Lakukan teknik steril.

Kolaborasi

1. Pemberian antibiotic

sesuai indikasi.

2. Pemberian antiinflamasi

sesuai indikasi.

3.Dengan memonitor

pemberian antibiotic dapat

mencegah komplikasi

lebih lanjut.

4. Dapat mencegah

terjadinya infeksi silang.

Kolaborasi

1. Mencegah infeksi

lanjut.

2. Mencegah inflamasi

lebih lanjut.

3. Defisit

volume cairan

b.d pindahnya

cairan

intravaskuler

ke

ekstravaskuler.

Tidak terjadi

deficit volume

cairan.

Kriteria hasil :

-Input dan output

seimbang

-Vital sign dalam

batas normal

-Akral hangat

-CRT < 3 detik

Mandiri :

1. Awasi vital sign setiap 3

jam sesuai indikasi.

2. Observasi capillary refill

3. Observasi intake &

output, catat warna

urine/konsentrasi,BJ

4. Anjurkan untuk minum

1500-2000 ml/hari sesuai

toleransi.

Kolaborasi

1. Pemberian cairan

intravena

1. Membantu

mengidentifikasi fluktuasi

cairan intravaskuler.

2. Indikasi keadekuatan

sirkulasi perifer.

3. Penurunan haluaran

urine pekat dengan

peningkatan BJ diduga

dehidrasi.

4. Untuk memenuhi

kebutuhan cairan tubuh

peroral.

Kolaborasi

1. Dapat meningkatkan

jumlah cairan tubuh,untuk

mencegah terjadinya syok

hipovolemik.

4. Resiko Tidak terjadi 1. Kaji riwayat nutrisi 1. Mengidentifikasi

Page 23: MAKALAH KASUS 2

tinggi

perubahan

nutrisi kurang

dari kebutuhan

tubuh b.d

intake nutrisi

yg tidak

adekuat akibat

mual.

gangguan

kebutuhan nutrisi.

Criteria hasil :

-Tidak ada tanda-

tanda malnutrisi

-Menunjukkan BB

yang seimbang

termasuk makanan yg

disukai.

2. Observasi dan catat

masukan makanan pasien.

3. Timbang BB setiap hari

4. Berikan makanan sedikit

tapi sering

5. Berikan dan bantu oral

hygiene.

6.Hindari makanan yg

mengandung dan

merangsang gas.

defisiensi, menduga

kemungkinan intervensi.

2. Mengawasi masukan

kalori/kualitas kekurangan

konsumsi makanan.

3. Mengawasi penurunan

BB

4. Makanan sering dapat

menurunkan kelemahan

dan meningkatkan

masukan juga mencegah

distensi gaster.

5. Meningkatkan nafsu

makan dan masukan

peroral.

6. Menurunkan distensi

dan iritasi gaster.

POST OP

1. Nyeri akut

b.d agen

cedera fisik

(trauma/luka

insisi post op)

Nyeri pasien

hilang/terkontrol.

Kriteria hasil :

-nyeri klien

berkurang

-klien dapat

beristirahat dengan

nyaman

-TTV klien dalam

batas normal

1. Kaji dan catat kondisi

keluhan nyeri kilen yaitu

dgn memperhatikan

lokasi,intensitas,frekuensi,

waktu.

2. Kontrol dan kurangi

kebisingan.

3. Instruksikan pasien untuk

melakukan teknik relaksasi.

Mengindikasikan

kebutuhan untuk

intervensi dan juga tanda-

tanda perkembangan

komplikasi.

2. Suasana yg tenang

dapat mengurangi

stimulus nyeri.

3. Memfokuskan perhatian

pasien,membantu

menurunkan tegangan otot

dan meningkatkan proses

Page 24: MAKALAH KASUS 2

Kolaborasi

1. Pastikan klien menerima

analgesic.

penyembuhan.

Kolaborasi

1. Memastikan klien

menerima obat pereda

nyeri.

2. Resiko

Infeksi b.d

invasi bakteri

pada insisi.

Tidak terjadi

infeksi.

Criteria hasil :

-Keadaan

temperature

normal

-Tidak terdapat

tanda-tanda infeksi

-Memantau factor

resiko lingkungan

dan perilaku

seseorang.

Mandiri

1.Pantau suhu dengan teliti

dan tanda infeksi lainnya.

2. Gunakan teknik aseptic

yg cermat untuk semua

prosedur invasive.

3. Tempatkan pasien dalam

ruangan khusus.

4. Cuci tangan sebelun dan

sesudah seluruh kontak

perawatan dilakukan.

Kolaborasi

1. Pemberian antibiotik

1. Mendeteksi

kemungkinan infeksi.

2. Untuk mencegah

kontaminasi

silang/menurunkan resiko

infeksi.

3. Meminimalkan

terpaparnya pasien dari

sumber infeksi.

4. Meminimalkan pajanan

pada organisme infektif.

Kolaborasi

1. Mencegah terjadinya

infeksi.

PENATALAKSANAAN

a) Penggantian cairan,koloid,elektrolit adalah fokus utama penatalaksanaan medis.

b) Pemberian analgesik untuk mengatasi nyeri

c) Antiemetik untuk mengatasi mual dan muntah.

d) Intubasi Usus dan pengisapan membantu mengurangi distensi abdomen dan

meningkatkan fungsi usus.

Page 25: MAKALAH KASUS 2

e) Terapi oksigen dengan masker atau kanul akan meningkatkan oksigenasi secara

adekuat.Intubasi jalan napas dan ventilasi kadang di butuhkan.

f) Terapi antibiotik masif

Gentamicin

Merupakan suatu antibiotika golonganaminoglikosida yg efektif untuk

menghambat kuman-kuman penyebab infeksi kulit primer maupun

sekunder seperti staphylococcus.

Indikasi

Septikemia,meningitis,infeksi saluran kemih.

Kontraindikasi

Hipersensitifitas.

Dosis

Dewasa : 3-5 mg/kgBB/hari

Anak-anak : 6-7,5 mg/kgBB/hari

Bayi : 7,5 mg/kgBB/hari

Efek Samping

Ototoksisitas,Nefrotoksisitas dan efek samping pada janin.

Ampicilin

Salah satu antibiotik semi sintetik gol.penicilin yang cukup murah.

Indikasi

Trikomoniasis,Amebiasis

Kontraindikasi

Penderita yang hipersensitifitas terhadap metrodinazole dan kehamilan

trisemester pertama.

Efek Samping

Mual,sakit kepala,anoreksia,diare,konstipasi.

PENCEGAHAN

Page 26: MAKALAH KASUS 2

Pencegahan bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian appendicitis.

Upaya pencegahan primer dilakukan secara menyeluruh kepada masyarakat. Upaya yang

dilakukan antara lain:

a. Diet tinggi serat

Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insidens

timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet tinggi

serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran pencernaan. Serat dalam

makanan mempunyai kemampuan mengikat air, selulosa, dan pektin yang membantu

mempercepat sisi-sisa makanan untuk diekskresikan keluar sehingga tidak terjadi

konstipasi yang mengakibatkan penekanan pada dinding kolon.

b. Defekasi yang teratur

Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi pengeluaran feces. Makanan yang

mengandung serat penting untuk memperbesar volume feces dan makan yang teratur

mempengaruhi defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari

mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan

keteraturan pola aktivitas peristaltik di kolon. Frekuensi defekasi yang jarang akan

mempengaruhi konsistensi feces yang lebih padat sehingga terjadi konstipasi. Konstipasi

menaikkan tekanan intracaecal sehingga terjadi sumbatan fungsional appendiks dan

meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Pengerasan feces memungkinkan adanya

bagian yang terselip masuk ke saluran appendiks dan menjadi media kuman/bakteri

berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan pada appendiks.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3.EGC : Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall (2000). Aplication of Practice Clinical. 6th Ed. Editor: Ester

Monica, Skp. Alih Bahasa: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Edisi 6.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Page 27: MAKALAH KASUS 2

Doenges, E., Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta.

Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.

FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara : Jakarta

Griffith, Winter H. 1994. Buku Pintar Kesehatan. Arcan : Jakarta