23
MO HUKUM AGAMA DAN MORAL PASIEN DENGAN KANKER GANAS Kelompok 1 030.06.056 David RAZ 030.07.006 Adisti Putri Ryanda 030.07.190 Novi Elis Khumaesa 030.07.202 Petrus Okky Bertadi Y 030.08.030 Anggun Retnita 030.08.076 Dewi Setyowati Widjojo 030.08.078 Diah Permata Kinanti 030.08.114 Hani Amalia 030.08.115 Hasnan Habib 030.08.280 Muhamad Fathi bin Abdul L 030.08.286 Muhammad Syahfiq bin Isma 1

Makalah Kasus 3.Ham.doct

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kasus HAM

Citation preview

MO HUKUM AGAMA DAN MORALPASIEN DENGAN KANKER GANAS

Kelompok 1030.06.056David RAZ

030.07.006Adisti Putri Ryanda

030.07.190Novi Elis Khumaesa

030.07.202Petrus Okky Bertadi Y

030.08.030Anggun Retnita

030.08.076Dewi Setyowati Widjojo030.08.078Diah Permata Kinanti030.08.114Hani Amalia

030.08.115Hasnan Habib

030.08.280Muhamad Fathi bin Abdul L

030.08.286Muhammad Syahfiq bin Isma

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTIJAKARTA, 31 JANUARI 2011BAB I

PENDAHULUANInformed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.

BAB IILAPORAN KASUS

SESI 1

Nama pasien Ny. S, usia 35th datang berobat ke sebuah klinik bedah dengan keluhan utama tidak dapat buang air kecil. Setiap kali ingin bak, perlu ditolong dengan memakai kateter. Setelah pemeriksaan lengkap, termasuk dengan kolonoskopi, ditemukan adanya tumor pada daerah kolon yang mendesak vesica urinaria sehingga mengakibatkan kesulitan bak. Dokter menganjurkan untuk dilakukan tindakan pembedahan pengangkatan tumor mengingat tumornya belum seberapa besar. Ny.S dan keluarganya setuju saran dokter dan menandatangani informed consent.Setelah pembedahan dilakukan, doktermenemukan banyak terjadi perlengketan dan ternyata karsinoma primernya ada pada ovarium kiri. Dihadapkan pada kenyataan yang ada saat itu dan kondisi pasien yang tampak melemah, dokter segera memutuskan untuk melakukan reseksi kolon dan mengangkat ovariumnya tanpa konsultasi dulu dengan dokter obgyn.Identitas pasienNama: Ny. S

Usia: 35 th

Keluhan: susah buang air kecil

Pemeriksaan: pada kolonoskopi di temukan ada tumor di daerah kolon

Tindakan: pembedahan, pemasangan kateter

Pembahasan kasus

Prinsip bioetika ada 4 :

1. Medical education

: indikasi sesuai ; beneficence dan non maleficence.

Ada prosedur diagnosis dan informed consent.

2. Pasient of preference

: otonomi pasien

3. QOL ( Quality Of Life): tujuan untuk mempertahankan khidupan, beneficence,

non maleficence, dan otonomi pasien.

4. Kontekstual features

: aspek non medis (hukum, agama, ekonomi, keluarga)

Pada kasus ini pasien di anggap kompeten. Kriteria kompeten adalah :

Dianggap dewasa

Sadar

Bebas dari tekanan pihak lain

HUKUM

Jika dilihat dari segi hukum, kasus ini sedah sesuai dikarenakan dokter telah memberi penjelasan dan informasi yang cukup terhadap pasien. UU No.36 tahun 2009 pasal 8 menyatakan: setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun akan diterimanya dari tenaga kesehatan.Yang di maksud dengan informasi yang lengkap meliputi :

1. Diagnosis

2. Perencananaan terapi beserta keuntungan dan kerugiannya.

3. Kemungkinan komplikasi yang mungkin terjadi.

AGAMA

Melihat dari sudut pandang agama:

1. Islam

Bedasarkan Q.S Al Ambiyaa : 35 (Nabi-nabi)

Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.

Sikap dalam menghadapi penyakit :

a. Ikhlas dan sabar ( Q.S Al- Baqarah : 153)b. Berdoa (Q.S Al-Mumin : 60 )c. Berobat

Menurut hadits Nabi Muhammad SAW bahwa : berobat adalah wajib karena setiap penyakit ada obatnya (HR. Bukhari & Muslim). Kaidah berobat :

Pada ahlinya

Tidak menggunakan hal-hal yang diharamkan

Diperbolehkan dengan pengobatan Ruqiyah, yakni doa-doa bukan mantra.

Tidak keluarcdari daerah wabah

Tidak mengunjungi orang sehat bila berpenyakit menular

Bertawakal (Q.S Al- Anfaal : 2)

2. Kristen

Dalam agama kristen dikatakan bahwa hubungan dokter pasien adalah sebagai mitra. Dokter dikatakan sebagai media dalam menyembuhkan. Dalam kristen, sakit disebabkan oleh 2 hal :

First cause adalah dosa

Second cause adalah karena ulah manusia sendiri

Tujuannya adalah sebagai pemurnian diri, pembawa berkat,dan sebagai kesaksian.

3. Hindu

Penyakit berasala dari dalam dan dari luar. Hubungan dokter pasien dalam pandangan agama hindu berdasarkan Bhagavadgita (berusaha) Sloka 47.

4. Buddha

Sakit adalah dukha dan sebagai pelunasan karma. Manfaatnya : Pasien: mendekatkan diri ke tuhan

Keluarga: memberikan kasih sayangDalam agama buddha tidak menolak pengobatan asalkan tidak bertentangan dengan darma.

5. Sakit terjadi dikarenakan kelalaian manusia itu sendiri, bukan berasal dari tuhan sehingga harus diobati.Pembahasan Pada kasus ini dokter yang menangani pasien pada saat operasi langsung mengangkat ovarium kiri pasien tanpa konsultasi ke dokter obgyn terlebih dahulu.

Dari segi bioetika dan hukum.

Syarat legal suatu tindakan medi adalah :

1. Izin

2. Indikasi

3. Cara (sesuai dengan standar profesi medis) :

Teliti dan hati-hati

Sesuai standard

Dokter dengan bidang keahlian yang sama dan kemampuan rata-rata

Situasi dan kondisi yang sama

Proporsionalitas

Seharusnya dokter bedah konsul dan menanyakan ke keluarganya terlebih dahulu.

Pro dan Kontra tindakan dokter dalam kasus ini :

PROKONTRA

Dikarenakan terdapatnya Ca primer yang sudah bermetastaseDokter tidak mengajukan proxy consent ke keluarganya

Kondisi pasien melemahTidak teliti dalam memeriksa pasien

Sesuai dengan indikasiTidak mengkonsulkan tindakan yang dilakukan ke dokter obgyn terlebih dahulu

Tindakan dokter dalam berpraktik di lindungi hukumBisa di tuntut pasal ganti rugi oleh pasien

Proxy consent adalah informed consent yang diwakilkan kepada orang yang pemikirannya diperkirakan sama dengan pasien jika ia diminta memberi keputusan. Orang-orang yang dapat mewakilkan dalam proxy consent : Suami atau istri

Anak

Orangtua

Saudara kandung

Aspek yang muncul :

Bioetika: otonomi dilanggar

Hukum: UU No.36 pasal 58

Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan / atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.

Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.

Perlindungan hukum pasal 50 UU No.29 th 2004 tentang praktik kedokteran

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :

Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai standard profesi dan standard prosedur operasional

Memberikan pelayanan medis menurut standard profesi dan standar prosedur operasional.

Dalam kasus ini terjadi human error berupa rule based mistake. Dalam perencanaan sudah salah.SESI 2

Setelah operasi, kondisi pasien tampak membaik dan dokter segera memberikan kemoterpai serta penyinaran. Akibat efek samping kemoterapi dan penyinaran itu, Ny. S, merasakan penderitaan yang luar biasa, tidak bisa makan karena mersasa sangat mual dan nyeri yang kadang-kadang hampir tidak tertahankan. Ny. S lalu menolak terapi medis dan memilih pengibatan alternatif.

Karena semua upaya terapi tidak memberikan manfaat apapun dan malah menimbulkan banyak masalah, Ny. S, akhirnya mengambil keputusan untuk menolak terapi apapun dan memilih tinggal di rumah bersama dengan keluarganya. Ia menyadari bahwa penyakitnya tidak bisa diobati dan hidupnya tidak akan lama lagi.Pembahasan Efek samping dari kemoterapi: mual dan nyeri.

Masalah: tidak bisa makan dan beralih ke pengobatan alternatif.

BIOETIKA

Berdasarkan 4 prinsip dasar bioetika :

1. Beneficence : hak menolak terapi tidak bersifat absolut, tetapi hal ini bertentangan dengan prinsip otonom.2. Non Maleficence

3. Justice 4. Otonomi pasien : merupakan hak pasien memilih pengobatan alternatifSikap sebagai dokter dalam menghadapi kasus ini :

Memeberikan saran yang terbaik, contohnya adalah untuk tetap melakukan kemoterapi

Edukasi efek baik dan buruknya pengobatan alternatif dan resiko yang dapat terjadi jika menghentikan kemoterapi.

AGAMA

Melihat dari sudut pandang :

1. Islam Menurut hadits Nabi Muhammad SAW bahwa : berobat adalah wajib karena setiap penyakit ada obatnya (HR. Bukhari & Muslim). Kaidah berobat :

Pada ahlinya

Tidak menggunakan hal-hal yang diharamkan

Diperbolehkan dengan pengobatan Ruqiyah, yakni doa-doa bukan mantra.

Tidak keluarcdari daerah wabah

Tidak mengunjungi orang sehat bila berpenyakit menular

Bertawakal (Q.S Al- Anfaal : 2)

Dalam islam pengobatan alternatif tidak dilarang. Dalam Ajaran Islam, kita yakin bahwa Allah menurunkan berbagai kemudahan dan kesenangan, disamping itu Dia juga memberikan cobaan kepada umat-Nya melalui penyakit. Barang siapa yang diberikan penyakit oleh Allah, jika ia menjalaninya dengan kesabaran dan tawadhu kepada Allah, maka ia akan diberi pahala yang berlipat-ganda, itu janji Allah pada umat-Nya. Dan jika hal itu dilaksanakan oleh manusia, maka janji Allah akan terlaksana.

Namun, jika yang terjadi sebaliknya, maka Allah telah menjanjikan ganjarannya. Dan Allah juga telah menciptakan berbagai obat untuk menyembuhkan.

Yang sering digunakan sebagai obat alternatif berdasarkan tauhid : bawang putih, Jahe, ginseng, temulawak, kurma, air zam-zam.

2. Kristen Protestan

Dalam pandangan agama kristen pengobatan alternatif tidak dilarang,tetapi tidak di telan bulat-bulat, dalam arti jika sudah berhubungan dengan hal mistis maka tidak di anjurkan. Kita harus mencari tahu terlebih dahulu pengobatan alternatif apa yang cocok dan aman.

3. Hindu

Dalam agama hindu pengobatan alternatif harus ada perundingan dokter-pasien terlebih dahulu dan tidak menyimpang dari kode etik. Contoh pengobatan alternatif dalam hindu adalah Ayurveda.

4. Buddha Dalam agama Buddha, pengobatan alternatif tidak dilarang. Contohnya adalah naturopathy, diet gizi, refleksologi dll.

5. Katolik

?Pembahasan

Masalah yang terjadi : Ny. S menolak semua pengobatan.

BIOETIKA

Sikap sebagai dokter dalam menghadapi kasus ini :

Memberikan edukasi kepada keluarga pasien.

Memberikan support

Dokter yang menangani Death and Dying :

Penungkapan diagnosis

Kualitas hidup pasien

Withholding withdrawing alat bantu hidup pasien Perawatan paliatifDalam bioetika terdapat 4 fase pasien dengan penyakit yang mematikan.

1. Fase marah2. Fase menawar3. Fase depresi4. Fase menyerah

Pada kasus ini pasien termasuk ke dalam fase menyerah, karena ia sudah menolak semua pengobatan yang diberikan. Bisa disebut juga letting die.AGAMA

1. Islam

Dalam agama islam sakit/penyakit merupakan sebuah ujian.

Nabi Muhammad bersabda :

barangsiapa yang memperoleh limpahan kebaikkan, maka akan diberi cobaan terlebih dahulu. (HR. Bukhari )

tidak satu musibah pun yang menimpa seorang muslim berupa kesusahan, kecuali dihapuskan Allah SWT dengan itu sebagian kesalahan-kesalahannya (HR. Bukhari)

Sikap dalam menghadapi penyakit :

a. Ikhlas dan sabar ( Q.S Al- Baqarah : 153)

b. Berdoa (Q.S Al-Mumin : 60 )

c. Berobat

Menurut hadits Nabi Muhammad SAW bahwa : berobat adalah wajib karena setiap penyakit ada obatnya (HR. Bukhari & Muslim). Kaidah berobat :

Pada ahlinya Tidak menggunakan hal-hal yang diharamkan Diperbolehkan dengan pengobatan Ruqiyah, yakni doa-doa bukan mantra. Tidak keluarcdari daerah wabah Tidak mengunjungi orang sehat bila berpenyakit menular Bertawakal (Q.S Al- Anfaal : 2)Hukum Makruh Mengharap Mati

Dalam hadits Nabi Muhammad dikatakan bahwa : janganlah mengharap mati, jika terpaksa maka ucapkanlah : Ya Allah hidupkanlah jika hidup itu lebih baik, dan wafatkanlah jika wafat itu lebih berguna.

Islam sangat menjunjung tinggi kehidupan.2. Kristen Protestan

Pada awalnya manusia diciptakan sebaik-baiknya. Kematian muncul karena hasil dosa manusia yang memberontak kepada Allah. Dalam agama kristen letting Die di perbolehkan jika:

Kekurangan sarana (waktu, teknologi, kemampuan/keahlian) Jika ia sangat menderita dalam pengobatan medis

3. Katolik

Mengharap mati / bunuh diri bertentangan dengan prinsip menghormati hidup. Manusia adalah sebagai penjaga kehidupan. Nyawa manusia diberkan oleh tuhan. Oleh karena itu manusia berkewajiban menjaganya.

Allah mempercayakannya kepada manusia untuk dijaga (KGK 2280)4. Hindu

Manusia tidak boleh menentukan hidup atau mati. Mengharap mati bertentangan dengan ajaran ahimsa. Hanya tuhan (Sang Hyang Widhi Wasa) yang berwenang menentukan lahir, hidup, dan mati manusia (utpati, sthiti, dan pralina).5. Buddha

Dalam Buddha , melanggar sila pertama (membunuh). Penolakkan pengobatan merupakan tindakan mnghukum diri sendiri dan putus asa.

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

Informed consentInformed Consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan ini bisa dalam bentuk lisan maupun tertulis. Pada hakikatnya Informed Consent adalah suatu proses komunikasi antara dokter dan pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap pasien (ada kegiatan penjelasan rinci oleh dokter), sehingga kesepakatan lisan pun sesungguhnya sudah cukup. Penandatanganan formulir Informed Consent secara tertulis hanya merupakan pengukuhan atas apa yang telah disepakati sebelumnya. Formulir ini juga merupakan suatu tanda bukti yang akan disimpan di dalam arsip rekam medis pasien.UU Praktik Kedokteran Dalam Undang-Undang Republika Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, telah diatur tentang Informed Consent ini pada Pasal 45 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi yang isinya antara lain:

Ayat 1: setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

Ayat 2: Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap.

Ayat 3: Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup: diagnosis dan tata cara tindakan medis tujuan tindakan medis yang dilakukan alternative tindakan lain dan resikonya risikonya dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan Ayat 4: Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.

Ayat 5: Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.

Dalam penjelasan atas UU Nomor 29 Tahun 2004 tersebut disebutkan bahwa pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan. Namun, apabila pasien yang bersangkutan berada di bawah pengampuan, persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat antara lain suami/istri/ibu kandung, anak-anak kandung atau saudara-saudara kandung.

Memberi Informasi Kepada keluarga Pasien

Jadi sesungguhnya yang terutama dokter wajib memberikan informasi dan minta persetujuan kepada pasiennya, kalau pasiennya tidak bisa berkomunikasi baru persetujuan dimintakan kepada salah satu keluarga terdekat. Akan tetapi di Indonesia, sesuai dengan adat kebudayaan kita, ternyata dokter juga dituntut memiliki kewajiban moril untuk memberi informasi kepada keluarga pasien, karena hal ini merupakan bentuk kepedulian pasien tersebut.

Letting Die

Kita di Indonesia sebagai umat yang beragama dan benfalsafah/berazaskan Pancasila percaya pada kekuasaan mutlak dan Tuhan Yang Maha Esa. Segala sesuatu yang diciptakannya serta penderitaan yang dibebankan kepada makhluknya mengandung makna dan maksud tertentu. Dokter harus mengerahkan segala kepandaiannya dan kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan memelihara hidup akan tetapi tidak untuk mengakhirinya. (Kode Etik Kedokteran Indonesia Pasal 7d)

Bahwa dalarn menghadapi pasien di akhiri hayatnya, dimana ilmu teknologi kedokteran sudah tidak berdaya lagi untuk memberikan kesembuhan, hendaknya berpegang kepada pedoman sebagai berikut:1. Sampaikan kepada pasien. dan atau keluarganya keadaan yang sebenarnya dan sejujur-jujurnya mengenai penyakit yang diderita pasien.2. Dalam keadaan dimana ilmu dan teknologi kedokteran sudah tidak dapat lagi diharapkan untuk memberi kesembuhan, maka upaya perawatan pasien bukan lagi ditujukan untuk memperoleh kesembuhan melainkan harus Iebih ditujukan untuk memperoleh kenyamanan dan meringankan penderitaan.3. Bahwa tindakan menghentikan usia pasien pada tahap menjelang ajalnya, tidak dapat dianggap sebagai suatu dosa, bahkan patut dihormati. Namun demikian dokter wajib untuk terus merawatnya, sekalipun pasien dipindah ke fasilitas Iainnya.4. Beban yang menjadi tanggungan keluarga pasien harus diusahakan seringan mungkin; dan apabila pasien meninggal dunia, seyogyanya bantuan diberikan kepada keluarganya yang ditinggal.5. Bahwa apabila pasien dan atau keluarga pasien menghendaki menempuh cara "pengobatan alternatif", tidak ada alasan untuk melarangnya selama tidak membahayakan bagi dirinya.6. Bahwa dalam menghadapi pasien yang secara medis tidak memungkinkan lagi untuk disembuhkan, termasuk penderita "dementia" lanjut, disarankan untuk memberikan "Perawatan Hospis"

(Revisi Kode Etik Kedokteran Indonesia).

BAB IVKESIMPULANDAFTAR PUSTAKA

1. Sampurna, Budi. 2007. Bioetik Dan Hukum Kedokteran. Jakarta : FKUI

2. http://www.ilunifk83.com/t254-euthanasia

3. http://www.ilunifk83.com/t143-informed-consent19