7
SIROSIS HATI Definisi Sirosis hati adalah penyakit hati kronis dimana terjadi kerusakan sel hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta proliferasi jaringan ikat yang difus untuk menahan terjadinya nekrosis parenkim atau timbulnya inflamasi. Klasifikasi secara morfologi berdasarkan besar kecilnya nodul yaitu : 1. Makronoduler (Ireguler, multilobuler) 2. Mikronoduler (Reguler, monolobuler) 3. Campuran (Kombinasi antara makro dan mikro noduler). . Klasifikasi secara etiologi : 1. Etiologi yang diketahui penyebabnya seperti : Hepatitis virus B dan C, alkohol, metabolik, kolestasis kronik, obstruksi aliran vena hepatik, gangguan imunologis,obat dan zat toksik, manutrisi dll. 2. Etiologi yang tidak diketahui penyebabnya. Dinamakan sirois kriptogenik atau heterogenous. Klasifikasi secara Fungsional/Klinis : 1. Kompensasi (Laten, sirosis dini, tanda klinis belum nyata) 2. Dekompensasi (Tanda klinis telah nyata, Aktif disertai kegagalan hati dan hipertensi portal). Secara umum diambil kesimpulan bahwa seorang pasien sirosis hati ditegakan diagnosis atas dasar kalsifikasi morfologi, etiologi dan fungsional. Misalnya : Sirosis hati makronodular (Morfologi), akibat hepatitis B (Etiologi), dengan kegagalan hati yang disertai hipertensi portal (Fungsional/klinis). Anamnesa Keluhan pasien sirosis hati tergantung pada fase penyakitnya. Pada fase kompenasi : Asimtomatik Keluhan samar-samar/tidak khas seperti : Badan lemah, Cepat lelah Nafsu makan berkurang Badan terasa makin kurus Pengurangan massa otot terutama daerah pectoralis mayor Perut terasa lekas kenyang Kembung dan mual. Pada fase dekompensasi: Perut membesar. Kaki yang memengkak. Mata menjadi kuning. 1

Sirosis hati

Embed Size (px)

DESCRIPTION

m

Citation preview

Page 1: Sirosis hati

SIROSIS HATI

Definisi

Sirosis hati adalah penyakit hati kronis dimana terjadi kerusakan sel hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta proliferasi jaringan ikat yang difus untuk menahan terjadinya nekrosis parenkim atau timbulnya inflamasi.

Klasifikasi secara morfologi berdasarkan besar kecilnya nodul yaitu :1. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)2. Mikronoduler (Reguler, monolobuler)3. Campuran (Kombinasi antara makro dan mikro noduler).

.Klasifikasi secara etiologi :

1. Etiologi yang diketahui penyebabnya seperti : Hepatitis virus B dan C, alkohol, metabolik, kolestasis kronik, obstruksi aliran vena hepatik, gangguan imunologis,obat dan zat toksik, manutrisi dll.

2. Etiologi yang tidak diketahui penyebabnya. Dinamakan sirois kriptogenik atau heterogenous.

Klasifikasi secara Fungsional/Klinis :1. Kompensasi (Laten, sirosis dini, tanda klinis belum nyata)2. Dekompensasi (Tanda klinis telah nyata, Aktif disertai kegagalan hati dan hipertensi portal).

Secara umum diambil kesimpulan bahwa seorang pasien sirosis hati ditegakan diagnosis atas dasar kalsifikasi morfologi, etiologi dan fungsional. Misalnya : Sirosis hati makronodular (Morfologi), akibat hepatitis B (Etiologi), dengan kegagalan hati yang disertai hipertensi portal (Fungsional/klinis).

AnamnesaKeluhan pasien sirosis hati tergantung pada fase penyakitnya.

Pada fase kompenasi : Asimtomatik Keluhan samar-samar/tidak khas seperti :

Badan lemah, Cepat lelah Nafsu makan berkurang Badan terasa makin kurus Pengurangan massa otot terutama daerah pectoralis mayor Perut terasa lekas kenyang Kembung dan mual.

Pada fase dekompensasi: Perut membesar. Kaki yang memengkak. Mata menjadi kuning. Gangguan perdarahan :

Perdarahan gusi Epistaksis Gangguan siklus haid Haid berhenti.

Keluhan lain akibat komplikasi Perdarahan saluran cerna bagian atas berupa hematemesis dan melena. Penurunan kesadaran berupa ensefalopati hepatik sampai koma hepatik.

Pemeriksaaan Fisik1. kelainan kulit

Spider nevi ditemukan pada daerah yang mendapat vaskularisasi vena cava superior seperti : Wajah

1

Page 2: Sirosis hati

Leher Dada Punggung Lengan atas Dorsum manus

Kulit bertambah gelap akibat bertambahnya melanin. Eritema palmaris. Telapak tangan bisa terlihat purpura akibat turunnya kadar tombosit dan protrombin.

2. Jari tangan seperti tabuh genderang/clubbing 3. Liver nails4. Rambut ketiak dan pubis jarang atau tidak ada 5. Pada pria dapat ditemukan ginekomastia6. Asites 7. Caput Medusae.8. Edema tungkai dan sakral.9. Atropi testis10. Hemoroid 11. Foetor hepatikum12. Subfebril akibat infeksi sekunder,penghancuran sel terus menerus atau akibat aktivitas sirosis itu sendiri berupa transformasi

kearah keganasan/karsinoma hepatis. 13. Hepatomegali,konsistensi kenyal, tepi yang tumpul, nyeri tekan (+). Biasanya pada fase awal.14. Splenomegali.

Pemeriksaan Penunjang1. Urine.

Urobilinogen dan bilirubin bila ada ikterus. Natrium berkurang bila ada ascites.

2. Feses. Sterkobilinogen berkurang bila ada ikterus Melena bila ada perdarahan SCBA Hematoksezia bila ada hemoroid.

3. Hematologi. Anemia normokrom normositer ringan. Kadang makrositer akibat defisiensi asam folat dan Vitamin B12. Bila terjadi perdarahan saluran cerna maka akan terjadi anemia hipokrom. Leukopenia dan trombositopenia akibat hipersplenisme.

4. Tes faal hati. SGOT, SGPT dan gamma GT ↑ bilirubin, transaminase dan gamma GT tak meningkat pd sirosis in aktif.

5. Albumin ↓6. Kolinesterase ↓

↑ pada perbaikan. Bila bertahan di bawah normal, prognosis jelek.

7. Elektrolit darah. Pada encelopati bila Na < 4 meq/ menunjukan telah terjadi sindroma hepatorenal.

8. Protrombin time ↑9. Kadar gula darah ↑, terutama pada fase lanjut 10. Petanda serologi virus untuk menentukan etiologi yang disebabkan infeksi virus.11. Alfa feto protein untuk menilai adanya transformasi keganasan.

Pemeriksaan penunjang lain :1. Radiologis.

a) Foto thorak : Peninggian diafragma biateral karena terdorong cairan asies yang banyak. Efusi pleura terjadi akibat infiltrasi cairan asites.

b) Splenoportography utk melihat aliran vena lienalis, vena portae dan kilateral-kolateralnya.c) Percutaneus transhepatic portograhy utk hal serupa dgn splenoportography dgn hasil lebih sempurna dan lebih jelas.d) Dgn barrium swallow dapat terlihat adanya varicess esofagus.

2

Page 3: Sirosis hati

2. USG.a) Pada fase awal : Hepatomegali, permukaan irreguler, tepi tumpul dan terdapat peninggian densitas gema kasar heterogen.b) Pada fase lanjut : Perubahan gambaran USG yaitu penebalan permukaan hati yg irreguler, pada parenkim terdapat

peningkatan gema kasar heterogen pada superfisial dan terdapat penurunan gema pada profunda. Tepi tumpul, gambaran vena hepatika berkelok-kelok.

c) Pada fase lebih lanjut : Pengecilan hati, permukaan irreguler, tepi tumpul, gambaran gema di parenkim berdensitas meninggi kasar heterogen.Vena hepatika terputus-putus yg menggambarkan makin berkelok-kelok. Vena porta melebar. Terlihat daerah bebas gema antara ati dan dinding perut menandakan adanya asites. Terdapat spenomegali.

d) Kriteria hipertensi portal antara lain : Pelebaran vena porta lebih dari 1,3 cm Splenomegali disertai pelebaran vena lienalis lebih dari 1,0 cm Terjadinya sistem kolateral yang terlihat satu atau lebih yaitu adanya vena umbilikalis, vena koronaria dan vena

mesenterika inferior.

3. Sidik hati.Zat radiofarmaka berkurang dgn distribusi yang kurang merata disertai peningkatan aktivitas di limpa dan sumsum tulang. Tampak gambaran hati mengecil.

4. Peritoneoskopi.Tampak permukaan hati yg berbenjol-benjol, tepi tumpul, pembesaran limpa, dilatasi pembuluh darah di ligamentum tees dan terdapat asites.

5. CT Scan

6. ERCPDigunakan untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstra hepatik.

Terapi Penting diperhatikan ada tidaknya hipertensi portal dan kegagalan faal hati

1. Pada sirosis tanpa hipertensi portal dan kegagalan faal hati : Diberikan diit tinggi kalori dan tinggi protein 2500 kkl Protein 80-100 gr/hari. Hindari alkohol zat hepatotoksik. Bila perlu, tambahkan roboransia.

2. Pada sirosis dgn kegagalan hati dan hipertensi portal.a) Istirahatb) Diit. Bila tanpa tanda-tanda koma hepatikum :

Diberikan diit 1500-2000 kkl dgn protein 1gr/kgbb/hari. Diit rendah garam Pembatasan cairan 1-1,5 liter pehari. Hindari alkohol dan zat hepatotoksik

c) Diuretikum. Bila dalam 4 hari dgn terapi dietetik BB tidak turun > 1 kg. Spironolacton dimulai dgn dosis rendah yaitu 25mg. Bila 3 hari tidak ada perubahan dosis ditingkatkan atau digabung dgn diuretik lain seperti furosemid.

d) Peritoneo-Venous shunt. Bila diuretikum tidak berhasile) Paracentesis.

Pengeluaran cairan maksimal 2 liter/hari. Perlu diperhatikan adanya komplikasi berupa

Infeksi Hiponatremi Koma hepatkum yg dicetuskan gangguan keseimbangan elektrolit Kehilangan protein tubuh Perdarahan Perforasi usus

3. Penatalaksanaan komplikasi3

Page 4: Sirosis hati

a. Perdarahan saluran cerna bagian atas. 1. Tindakan umum:

Pengelolaan jalan pernafasan (Airway), Bantuan Pernafasan (Breathing) dan bantuan sirkulasi (Circulation) Bila stabil maka dirawat utk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi Untuk pasien dgn resiko tinggi perlu tindakan lebih agresif seperti :

Pemasangan IV line paling sedikit 2 dgn angiocath besar minimal no 18. Penting utk tranfusi. Disarankan pasang CVP.

Oksigen sungkup/kanula. Bila ada gangguan A-B perlu dipasang ETT.Mencatat input dan output cairan, harus dipasang kateter urine.Memonitor tekanan darah,nadi, saturasi oksigen dan keadaan lainnya sesuai komorbid yang ada.

Melakukan bilas lambung agar mempermudah dalam tindakan endoskopi. Dalam melaksanakan tindakan umum ini terhadap pasien dapat diberikan terapi :

Transfusi utk mempertahankan hematokrit > 25%Pemberian vitamin KObat penekan sintesa asam lambung (PPI).Terapi lainnya sesuai dgn komorbid.

2. Tindakan/Terapi khusus : Terapi medikamentosa dgn obat vassoaktif :

Oktreoid Somatostatin Glipresin (Terlipressin)

Terapi mekanik dgn balon Sengstaken blackmore atau minesota Terapi endoskopi dgn cara skleroterapi dan ligasi. Terapi secara radiologik dgn pemasangan TIPS (Transjugular intrahepatic portosistemic shunting) dan

perkutaneus obliterasi spleno porta Terapi pembedahan berupa :

Shunting Transeksi esofagus + devaskulasasi + splenektomiDevaskularisasi + Splenektomi.

Outcame pasien ruptura Varises esofagus sangat bergantung kepada berbagai faktor antara lain :a. Beratnya penyakit hati (Kriteria Child Pugh)b. Ada tidaknya Varises gaster, walaupun disebutkan dapat diatasi dgn semacam glue

(Histoakrilat)c. Komorbid yang lain seperti ensefalopati,koagulopati, hepato renal sindroma dan infeksi.

KOMA HEPATIKUM

Nama lain : Hepatik encepalopati Portal systemic encepalopathy (PSE).

Gejala karakteristik : Hilangnya kesadaran penderita Gangguan neuromuskular abnormal Flapping tremor Tremor Fetor hepatikum Kadar amoniak serum ↑

Patofisiologi

Hati kehilangan fungsi detoksifikasi berbagai macam substansi toksik baik secara oksidasi, reduksi, hidrolisa atau konjugasi. Pada sirosis hati timbul gangguan metabolisme protein dan berkurang pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Amoniak yg merupakan metabolit asam amino pd seluruh tubuh (terutama dalam usus dgn bantuan flora normal) diubah oleh

hati menjadi urea yg kemudian di buang ke usus (25%) dan ginjal (75%).

4

Page 5: Sirosis hati

Ketika amoniak ↑ sehingga masuk ke dalam otak dan bereaksi dgn alfa ketoglutarat menjadi asam glutamat. Kemudian molekul amoniak bereaksi dengan asam glutamat menjadi glutamin.

Toksin utama lainnya adalah fenol dan hidroksi fenilamin berupa beta fenil etanolamin dan oktopamin yg berfungsi sebagai neurotransmiter palsu.

Pada penderita ensefalopati kadar oktopamin dalam serum dan urine ↑. Sintesis neurotransmiter ini dikontrol oleh konsentrasi asam amino prekursor di otak. Asam amino rantai cabang dan aromatik berlomba untuk memasuki blood brain barrier yang mana kemungkinannya

dihambat pada ensefalopati sistemik portal. Pada penyakit hati berat dan menahun kadar asam amino aromatik seperti tirosin, fenil alanin dan triptopan ↑. Hal ini disebabkan gangguan faal hati terutama pada proses deaminasi. Selain itu ditemukan kadar merkaptan ↑ dalam urine dan udara ekspirasi Pada penderita sirosis hati bila diberikan metionin peroral dapat timbul ensepalopati tanpa hiperamonemia karena metionin

dapa diuraikan flora normal menjadi merkaptan. Ensefalopati tidak timbul bila diberikan bersama-sama antibiotik peroral atau perenteral. Merkaptan bekerja dgn cara mengganggu aktivitas enzim Na-K-ATP ase dari membran sel saraf dan menghambat

detoksikasi amonia. Selain itu terdapat juga potensiasi toksisitas dari merkaptan dan amoniak.

Terapi

Terapi pada koma hepatikum primer sulit dilakukan karena penderita biasanya jatuh dalam koma yg dalam dan biasanya bersifat irreversibel disebabkan fibrosis sel hati yang meluas.

1. Tindakan Umum Diberikan cairan glukosa 10 % 2-3 liter/hari. Bila disertai retensi natrium, edema, asites dan hiponatremia maka diberikan larutan NaCl 3%. Bila disertai hipokalemi maka berikan KCl 40 mEq/L gr/24 jam. Bila timbul hipokalsemia berikan Ca glukonat atau Ca Laktat IV. Bila terjadi asidosis berikan Na Bikarbonat IV. Bila terjadi alkalosis berikan HCl 0,2 N IV. Atau garam arginin HCl. Bila terjadi sianosis dan hipoksia yang bukan disebabkan anemia dapat di beri oksigen. Bila gelisah jgn diberi sedativa misalnya barbiturat. Sebaiknya diberi antihistamin atau klorhidrat per rektal. Semua makanan yang mengandung protein dihentikan. Tetapi dalam fase penyembuhan dapat diberikan protein dalam

dosis rendah 4 porsi.

2. Detosifikasi Pengosongan kolon/Lavement dgn magnesium sulfat 15 gr dlm 400 cc air per os atau per sonde kemudian dilakukan

klisma air hangat 1 liter sekaligus. Sebaiknya lavement dilakukan tiap hari. Menetralisir amoniak dalam darah dgn menyuntikan asam glutamat sebagai natrium atau kalium glutamat yg akan

mengikat amoniak dan membentuk glutamin. Sterilisasi usus dgn antibiotik dgn antibiotik yg tidak diserap usus misalnya kanamisin atau neomisin sirup. Tujuannya

untuk membunuh bakteri yang mengandung urease. Pemberian laktulosa.tujuannya utk mengurangi bakteri proteolitik karena turunnya pH. Laktulosa diberikan 200 gr

sehari dlm bentuk larutan sebanyak 400 cc, 50% melalui sonde. Pemberian asam amino rantai cabang (BCAA). Tujuannya utk mencegah koma hepatikum melalui mekanisme BCAA

menahan masuknya AAA melewati blood brain barrier dan menurunkan katabolisme protein dan mengurangi kadar amoniak darah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hadi S. Gastroenterologi. Edisi ke enam. Bandung : Alumni 1995.2. Nurdjanah S. Sirosis hati. dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Edisi keempat. Jakarta : Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam FKUI, 2006 :443 – 4463. Tarigan P. Sirosis hati. dalam Noer HMS et al, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta : Balai penerbit

FKUI, 1996 : 271 – 2794. Jumhana A, Perdarahan akut saluran cerna bagian atas. Course on medical emergencies and treatment. Bandung : Bagian

ilmu penyakit dalam FK Unpad, 2007 : 71 - 80

5