23
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI 1 PRAKTIKUM II SIROSIS HATI Disusun oleh : 1. Rupa Lesty G1F009059 2. Muhammad Furqon G1F009067 3. Putri Kusuma Wardani G1F010001 4. Rara Amalia Fadiah G1F010003 5. Rahminawati Ritonga G1F010005 6. Winanti Handayani G1F010007 7. Sani Zakkia Alawiyah G1F010009 8. Ifa Muttiatur R. G1F010011 9. Rahmawati Fitria I. G1F010013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Laporan Akhir Sirosis Hati

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Akhir Sirosis Hati

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI 1

PRAKTIKUM II

SIROSIS HATI

Disusun oleh :

1. Rupa Lesty G1F009059

2. Muhammad Furqon G1F009067

3. Putri Kusuma Wardani G1F010001

4. Rara Amalia Fadiah G1F010003

5. Rahminawati Ritonga G1F010005

6. Winanti Handayani G1F010007

7. Sani Zakkia Alawiyah G1F010009

8. Ifa Muttiatur R. G1F010011

9. Rahmawati Fitria I. G1F010013

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN FARMASI

PURWOKERTO

2012

Page 2: Laporan Akhir Sirosis Hati

I. Subjek

Data Base Pasien:

Nama : Ny. Sfn

Umur : 53 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

MRS : 29/4/2005

KRS : 16/5/2005

Riwayat Penyakit : Perut membesar 1 bulan yang lalu, nafas terasa berat, 10 bulan

lalu masuk rumah sakit, diagnosis sirosis hepatika.

Diagnosa : CH, SBP, Hipoalbumin, Hipokalemia.

II. Objek

Data Klinik :

Tekanan Darah pasien mengalami tekanan darah tinggi pada hari pertama

170/90 menunjukkan pasien menderita hipertensi porta, yang merupakan

fulminan dari sirosis hepatik.

Page 3: Laporan Akhir Sirosis Hati

Data Laboratorium:

Kenaikan kadar SGOT dan SPGT. Kenaikan kadar ini timbul dalam serum

akibat kebocoran dari sel yang rusak sehingga menjelaskan adanya kelainan

atau kekacauan fungsi hati yang actual.

Nilai Hb menurun, hal ini menyebabkan pasien anemia sebagai indikasi

adanya kelainan fungsi hepar.

Nilai protein albumin yang rendah karena kemampuan sel hati yang berkurang

untuk memproduksi albumin ini dan juga nilai globulin yang naik merupakan

cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.

Kadar gula darah yang melebihi nilai normal, hal ini disebabkan hati tidak

mampu memetabolisme asupan glukosa menjadi glikogen.

III. Asessment

Page 4: Laporan Akhir Sirosis Hati

Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan

kronik pada hati, diikuti proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi, sehingga timbul

kerusakan dalam susunan parenkim hati. Patofisiologi sirosis adalah adanya factor etiologi

menyebabkan peradangan dan kerusakan nekrosis meliputi daerah yang luas (hapatoseluler),

terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya

septa fibrosa difus dan modul sel hati. Jaringan parut ini menghubungkan daerah portal yang

satu dengan yang lain atau portal dengan sentral (bridging nekrosis). Beberapa sel tumbuh

kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran, dan ini menyebabkan distorsi

percabangan pembuluh hepatic dan gangguan aliran daerah portal dan menimbulkan

hipertensi portal. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules,

sinusoid, retikuloendotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif jaringan kolagen berubah dari

reversible menjadi irreversible bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah

portal dan parenkhim hati sel limfosit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin

sebagai mediator fibrinogen, septa aktif ini berasal dari portal menyebar ke parenkim hati. 

Ada dua kemungkinan pathogenesis dari sirosis hati pada pasien ini, yaitu :

1. Teori mekanisme

Yaitu proses kelanjutan hepatitis virus menjadi sirosis hati dimana nekrosis conjuent,

reticulum nodul menjadi collaps merupakan kerangka terjadinya daerah parut yang luas.

Bagian parenkim hati bertahan hidup dan berkembang menjadi nodul regenerasi.

2. Teori Imunologis

Walaupun hepatitis akut dengan nekrosis confluent dapat berkembang menjadi sirosis

hati tapi proses tersebut terus melalui timgkat hepatitis kronik. Hepatitis kronik berhubungan

dengan hepatitis non B.

Pasien penderita sirosis hepar menyebabkan pasien menderita hipoalbumina, karena

hepar tidak dapat mensintesis albumin karena penurunan sintesis akibat nekrosis sel parenkim

hepar (Akbar, 2003). Salah satu fungsi hati memproduksi albumin yaitu komponen osmolar

utama pada plasma darah. Pada keadaan normal hanya 20-30% hepatosit yang memproduksi

albumin. Hati menghasilkan sekitar 12 gram albumin setiap harinya yaitu 25% dari total

sintesis protein hati dan separuh jumlah protein yang disekresikan (Murray et al,2009).

Komplikasi sirosis hepar berhubungan antara darah dan sel-sel hati hancur. Luka

parut dalam hati yang bersirosis menghalangi aliran darah melalui hati dan ke sel-sel hati.

Adanya rintangan pada aliran darah melalui hati, darah tersendat pada vena portal, dan

tekanan dalam vena portal meningkat sehingga pasien juga terkena hipertensi portal.. Karena

rintangan pada aliran dan tekanan-tekanan tinggi dalam vena portal, darah dalam vena portal

Page 5: Laporan Akhir Sirosis Hati

mencari vena-vena lain untuk mengalir kembali ke jantung. Hipertensi portal merupakan

gabungan antara penurunan aliran darah porta dan peningkatan resistensi vena portal.

Hipertensi portal ini menyebabkan tingginya tekanan darah pasien menjadi 170/90 pada hari

pertama. Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya hambatan aliran

vena porta atau peningkatan aliran darah kedalam vena splanikus. Obstruksi aliran darah

dalam sistem portal dapat terjadi oleh karena obstruksi vena porta atau cabang-cabang

selanjutnya (Sherlock, 1997). Hipertensi porta juga akan meningkatkan tekanan transudasi

terutama di daerah sinusoid dan kapilerusus. Transudat akan terkumpul di rongga

peritoneum dan selanjutnya menyebabkan asites. Akibat tingginya resistensi terhadap

aliran darah yang melintasi hati, aliran darah dialirkan kepembuluh-pembuluh mesentrika

(abdomen peritoneum). Peningkatan aliran menyebabkan peningkatan tekanan kapiler di

pembuluh rongga abdomen sehingga filtrasi bersih cairan keluar dari pembuluh dan masuk

kerongga peritoneum. Selain itu tekanan yang tinggi dihati itu sendiri menyebabkan cairan

mengalir keluar hati untuk masuk kerongga peritoneum. Sebagai respons terhadap perubahan

ini, tubuh akan meningkatkan aktivitas system saraf pusat simpatik dan sumber system renin-

angiotensin-aldosteron serta arginin vasopressin. Semuanya itu akan meningkatkan

reabsorbsi / penarikan garam (Na) dari ginjal dan diikuti dengan reabsorpsi air (H20)

sehingga menyebabkan semakin banyak cairan yang terkumpul sehingga pasien mengeluh

perut membesar. Untuk mengeluarkan cairan dari dalam rongga peritoneum pasien diberikan

obat diuretic yaitu furosemid dan spironolakton. Namun pemberian furosemid pada pasien ini

disertai pemberian infuse albumin, menurut penelitian pemberian infuse albumin dengan obat

diuretic dapat menguatkan respon obat diuretic terhadap asites. menyebabkan timbulnya

hipokalemia. Hipokalemia bisa terjadi karena disebabkan oleh faktor-faktor yang merangsang

berpindahnya kalium dari intravaskular ke intraseluler, antara lain beban glukosa, insulin,

obat adrenergic, bikarbonat dan sebagainya. Salah satu komplikasi yang cukup sering

dialami pasien dengan sirosis hati adalah infeksi akibat migrasi spontan bakteri dari lumen

usus ke dalam cairan asites yang dikenal sebagai peritonitis bakterialis spontan (PBS).

Hampir sepertiga kasus PBS berlanjut dengan penurunan fungsi ginjal yang merupakan

predictor paling kuat terhadap mortalitas. Tidak jarang perbaikan infeksi terjadi tanpa disertai

perbaikan fungsi ginjal. Gangguan fungsi ginjal terkait dengan aktifasi sistem renin-

angiotensin akibat menurunnya volume darah arteri efektif. Penurunan volume darah efektif

sendiri kemungkinan disebabkan vasodilatasi perifer yang dicetuskan oleh sitokin-sitokin di

plasma dan cairan asites. Tujuan pemberian albumin adalah sebagai pengembang volume

plasma sehingga mencegah perburukan fungsi ginjal (Follo,1994). Penelitian paling terkenal

Page 6: Laporan Akhir Sirosis Hati

mengenai penggunaan albumin pada PBS adalah studi oleh Paul Sort dan kawan-kawan pada

126 pasien yang dibagi dalam dua kelompok untuk membandingkan terapi cefotaxime dengan

cefotaxime plus albumin. Berdasarkan hasil yang diperoleh ini dapat disimpulkan bahwa

penggunaan antibiotik plus albumin pada pasien peritonitis bakterialis spontan dapat

menurunkan insidensi gangguan fungsi ginjal dan bahkan angka kematian (Guarner,1995)

(Sort,1999).

Data laboratorium yang berhubungan dengan diagnose pasien yang pertama adalah

nilai SGOT dan SPGT. Kenaikan kadar enzim transaminase bukan merupakan petunjuk berat

ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran

dari sel yang rusak sehingga menjelaskan adanya kelainan atau kekacauan fungsi hati yang

actual (Barkaukass, 1994). Data lab yang kedua didapati nilai Hb menurun, hal ini

menyebabkan pasien anemia sebagai indikasi adanya kelainan fungsi hepar. Data lab yang

ketiga adalah nilai protein albumin yang rendah karena kemampuan sel hati yang berkurang

untuk memproduksi albumin ini dan juga nilai globulin yang naik merupakan cerminan daya

tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress. Data lab yang selanjutnya adalah kadar

gula darah yang melebihi nilai normal, hal ini disebabkan hati tidak mampu memetabolisme

asupan glukosa menjadi glikogen.

IV. PLAN

Page 7: Laporan Akhir Sirosis Hati

Tujuan terapi yang dilakukan adalah untuk menghilangkan keluhan yaitu berupa

demam, batuk dan sesak napas. Menurunkan tekanan darah karena hipertensi pada vena porta

hepatica yang diakibatkan oleh sirosis hati. Mengurangi asites (pembesaran perut pasien),

mengobati SBP (Spontaneous Bacterial Peritoneum). Mencegah perburukan kondisi

hipoalbumin dan hipokalemia pasien. Selain itu, dilakukan pula terapi non farmakologis

untuk mencegah memburuknya kondisi pasien dan mencegah komplikasi. Berikut adalah

komposisi terapi yang diresepkan oleh dokter:

1. Mengurangi dan mengobati asites dan SBP

o Diuretik

AASLD practice guidelines merekomendasikan terapi diuretik untuk mengurangi

asites (perut membesar akibat penumpukan cairan intersel di perut) dimulai dengan

penggunaan kombinasi antara furosemide dan spironolactone, karena bila spironolactone

digunakan sendiri terdapat delay waktu onset selama 14 hari (Dipiro, 2005).

o Furosemide

Dosis : injeksi 1x40 mg i.v

Indikasi : manajemen edem yang terasosiasi dengan kegagalan hati kongestif

dan penyakit hati dan ginjal. Sendiri atau kombinasi dengan antihipertensif pada

treatment untuk hipertensi.

Mekanisme : Bekerja pada ginjal dengan memblok simport Na/K/Cl pada loop

henle. Aksinya menghambat reabsorpsi Na dan Cl, sehingga menyebabkan efek

diuretic. Selain itu, karena reabsorpsi K juga dihambat, sehingga banyak ion K yang

terbawa melalui urin, sehingga diuretic ini dikenal menyebabkan efek samping

hipokalemia yang cukup signifikan (Ikawati Z, 2006).

Interaksi : menaikkan efek ACE inhibitor (Lacy CF et al., 2006)

o Spironolactone

Dosis : 1x100 mg pada waktu makan

Indikasi : Hipokalemia dan sirosis hati yang diikuti dengan edema atau asites.

Mekanisme : Antagonis aldosteron dimana aldosterom menginduksi reabsorpsi ion

Na dan sekresi ion K pada tubulus distal ginjal. Termasuk obat golongan diuretik

hemat kalium.

Page 8: Laporan Akhir Sirosis Hati

Interaksi : Penggunaan bersamaan spironolakton dengan diuretik hemat kalium

lainnya, suplemen kalium, antagonis reseptor angiotensin, kotrimoksazol (dosis besar)

dan inhibitor ACE dapat meningkatkan risiko hiperkalemia, terutama pada pasien

gangguan ginjal (Anonim,2007).

Penggunaan obat diuretic ini dapat menyebabkan hipoelektrolit di dalam tubuh seperti

kalium, natrium, dan klorida sehingga diperlukan suplai elektrolit tersebut dari luar tubuh.

Untuk menanggulangi hipokalemia digunakan KSR yang mengandung KCl untuk menyuplai

kebutuhan tubuh akan kalium.

o KSR

Dosis : 1x1 hari

Mekanisme : sebagai suplemen kalium, dapat dibenarkan, mengingat furosemid

merupakan diuretik yang boros kalium, sehingga dapat memicu terjadinya

hipokalemia (Dipiro, 2006)

Interaksi : Diuretik hemat kalium, siklosporin, ACE inhibitor meningkatkan resiko

hiperkalemia.

Indikasi : Pencegahan & pengobatan hipokalemia (Anonim, 2007).

Penggunaan diuretic juga dapat menurunkan kadar ion Na dan Cl dalam tubuh karena

diuretic ini menghambat reabsopsi ion-ion tersebut, maka dibutuhkan suplai ion tersebut

melalui infuse IVFD NS 0,9% kandungan Fruktosa dan dekstrosa disini untuk membantu

tubuh menyuplai sumber energy dalam bentuk gula sederhana. Diketahui bahwa fungsi hati

adalah untuk metabolisme karbohidrat, sehingga sirosis hati dapat menurunkan fungsi hati

untuk memproduksi gula sederhana dari karbohidrat.

o IVFD NS 0,9%

Komposisi : Dextrose 5%+NaCl 0,9%

Mekanisme : menggantikan elektrolit yang hilang dalam tubuh akibat asites

Indikasi : sumber karbohidrat sederhana dan elektrolit Na dan Cl

Interaksi : tidak ada interaksi dengn obat lain dalam resep ini

Dosis : 20 tetes

Page 9: Laporan Akhir Sirosis Hati

Kegagalan hati dalam memetabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dapat juga

dibantu oleh suatu imunomodulator berupa vitamin B6 yang akan membantu fungsi hati

dalam metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.

o Vitamin B6

Dosis : 3x1 PO

Indikasi : membantu dalam metabolisme protein, karbohidrat dan lemak dalam

hati

Mekanisme : precursor untuk pyrodoxin, yang berfungsi dalam metabolisme

protein, karbohidrat dan lemak; pyrodoxin juga membantu dalam pelepasan liver dan

penyimpanan otot glikogen dan dalam sintesis GABA (dalam SSP) dan heme (Lacy

CF et al., 2006).

o Hepasil (hepatoprotektor)

Dosis : 3x1 kapsul setelah makan, dianjurkan untuk meminum obat ini 1-2

jam setelah makan.

Indikasi : Membantu mengobati gejaja penyakit kuning dan menjaga kesehatan

fungsi hati

Mekanisme : Hepasil merupakan hepatoprotektor yang berguna untuk mengatasi

kerusakan sel hati. Komponen yang terkandung didalamnya memberikan

perlindungan terhadap virus, kuman atau toksin.

Silymarin mempercepat pembentukan protein yang merupakan komponen utama sel

hati sehingga hepasil berperan aktif dalam proses regenerasi sel-sel hati. Kombinasi

silymarin, Oleum Xanthorhizae, dan curcumin merupakan antiinflamasi yang mempercepat

penurunan kadar SGOT/SGPT. Curcuma mempunyai sifat meningkatkan koleretik dan

kolekinetik getah empedu sehingga membantu metabolisme lemak dan mengurangi rasa

kembung.

Hepasil juga dapat dipakai untuk mengatasi gangguan gastrointestinal karena curcuma

sejak dulu dipercaya dapat dipakai untuk meningkatkan nafsu makan.

Untuk mengobati SBP digunakan antibiotik cefotaxim. Walaupun penggunaan

transfuse albumin tidak akan menakikan kadar albumin secara nyata untuk menanggulangi

hipoalbumin namun tetap diperlukan untuk menstabilkan kadar albumin dalam tubuh agar

Page 10: Laporan Akhir Sirosis Hati

tidak terus menurun karena kegagalan fungsi hati dalam memproduksi albumin. Hipoalbumin

dapat menyebabkan cairan tubuh keluar dari sel ke intersel sehingga memperburuk kondisi

asites pasien. Selain itu diketahui berdasarkan penelitian paling terkenal mengenai

penggunaan albumin pada SBP adalah studi oleh Paul Sort dan kawan-kawan pada 126

pasien yang dibagi dalam dua kelompok untuk membandingkan terapi cefotaxime dengan

cefotaxime plus albumin. Gangguan fungsi ginjal terjadi pada 33% pasien yang mendapat

cefotaxime saja dan hanya 8% pada kelompok yang mendapat cefotaxime plus albumin.

Selain itu angka kematian untuk kelompok yang hanya mendapat cefotaxime mencapai 29%,

sedangkan kelompok yang mendapat cefotaxime dan albumin jauh lebih rendah, yaitu sebesar

10%. Berdasarkan hasil-hasil ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan antibiotik plus

albumin pada pasien peritonitis bakterialis spontan dapat menurunkan insidensi gangguan

fungsi ginjal dan bahkan angka kematian. Tulisan lain merekomendasikan untuk memberi

infus albumin sebagai pendamping antibiotika segera setelah diagnosis SBP ditegakkan (Sort

P et al., 1999)

Tabel 1. Antibiotika vs kombinasi antibiotika dan albumin  pada SBP

Sehingga digunakan cefotaxime dan transfusi albumin 25% dalam 100 cc.

o Cefotaxime

Dosis : i.v 1-2 g tiap 8-12 jam maks 12 g sehari

Indikasi : pengobatan infeksi pada saluran pernapasan, kulit dan struktur kulit,

tulang dan sendi, saluran kencing dan telah terbukti dapat mengobati meningitis.

Cefotaxim secara aktif melawan kebanyakan bakteri gram negative bacilli tapi tidak

termasuk pseudomonas dan aktif melawan bakteri gram positif.

Mekanisme : menginhibisi sintesis dinding sel bakteri dengan cara berikatan

dengan satu atau lebih protein terikat penicillin yang memiliki peran dalam

menginhibisi langkah-langkah akhir transpeptidasi dari sintesis peptidoglikan dalam

dinding sel bakteri sehingga dapat menginhibisi pembentukan dinding sel.

Interaksi : tidak ada interaksi dengan obat lain dalam resep ini.

Page 11: Laporan Akhir Sirosis Hati

o Transfusi albumin

Dosis : 25% dalam 100 cc

Indikasi : Pengantian sementara albumin pada penyakit berhubungan

dengan proteinplasma yang rendah seperti syndrome nefrotik, penyakit hati tahap

akhir yangdapat mengurangi atau menurunkan edema yang trerjadi

Mekanisme : Mempertahankan tekanan onkotik plasma agar tidak terjadi asites, membantu

metabolisme dan tranportasi berbagai obat-obatan dan senyawa endogen

dalam tubuh terutama substansi lipofilik (fungsi metabolit, pengikatanzat dan transport

carrier) (Hasan I et al., 2008)

2. Menurunkan tekanan darah pasien

Pasien yang menggunakan diuretic furesemide tidak diperkenankan menggunakan

obat antihipertensi golongan ACE inhibitor karena terdapat interaksi obat. Sehingga pada

kasus ini digunakan obat antihipertensi beta bloker berupa propanolol.

o Propanolol

Dosis : 3x10 mg PO

Indikasi : menejemen hipertensi, anginapektoris, pheochromositoma, esensial

tremor, supraventricular aritmias (seperti atrial fibrilasi dan flutter, avenodal re-

entrant tachyicardias), ventricular takikardi, mencegah infark miokardial, profilaksis

sakit kepala dan migren, treatment simptomatik dari hipertropik subaortic stenosis

(hipertropik obstructive kardiomiopati).

Mekanisme : obat beta bloker non selektif yang bersifat tidak selektif dan dapat

mengikat reseptor β1 maupun β2. Reseptor β1 merupakan reseptor adrenergik utama di

jantung yang menyebabkan efek peningkatan kontraksi otot jantung dan frekuensi

denyut jantung (efek kronotropik dan ionotropik positif). Reseptor β2 merupakan

reseptor yang dijumpai di sepanjang saluran pernapasan dan otot polos bronkus, dan

liver. Senyawa antagonis reseptor disebut juga beta bloker memiliki mekanisme kerja

sebagai antagonis kompetitif terhadap neurotransmitter pada reseptor tersebut

sehingga mampu menghambat respon terhadap perangsangan saraf simpatik (Ikawati

Z, 2006).

Interaksi: tidak ada interaksi dengan obat lain dalam resep ini.

Page 12: Laporan Akhir Sirosis Hati

3. Menghilangkan keluhan (Demam, Batuk, Sesak napas, dan mual)

Pada kasus kegagalan hati tidak diperkenankan menggunakan obat-obat yang

dimetabolime besar-besaran dihati karena akan memberatkan kerja hati sehingga

memperburuk keadaan hati. Obat antipiretik yang paling banyak digunakan adalah

paracetamol namun paracetamol dimetabolisme maksimal di hati sehingga pada kasus ini

untuk menghilangkan demam digunakan Sistenol.

o Sistenol

Komposisi : Tiap kaplet mengandung Parasetamol 500 mg, asetilsisteina 200 mg.

Dosis : 3x1 per tablet

Indikasi : demam yang berhubungan dengan flu dan masuk angina, sakit kepala

dan keadaan sangat nyeri dan gangguan pernapasan dengan sekresi yang berlebihan.

Interaksi obat : antikoagulan Koumarin, Indanedion.

Mekanisme obat : Sistenol mengandung parasetamol 500 mg, n-asetilsistein 200 mg.

N-asetilsistein merupakan suatu anti oksidan, yaitu sumber glutation yang efektif

mencegah proses oksidasi pada tubuh (Oksidasi ialah hancurnya jaringan tubuh

karena radikal bebas. Sebagai antioksidan, di duga berfungsi sebagai protektor kanker

dengan pasien yang belum menderita kanker. Antioksidan juga bersifat menghambat

apoptosis (kematian sel terprogram) justru memicu terjadinya kanker pada pasien

yang sedang menderita kanker karena kerusakan atau perubahan DNA.

Pada kasus ini pasien mengalami batuk berdahak, maka digunakan suatu mukolitik

ambroxol bukan bromheksin karena bromheksin akan dimetabolisme membentuk

metabolitnya yaitu ambroxol sehingga penggunaan bromheksin dapat memperberat kerja hati

dalam metabolisme obat tersebut.

o Ambroxol

Dosis : 3x1 30mg

Mekanisme : menghancurkan atau memecah asam mucopolysaccharide sehingga

mengencerkan dan menipiskan lapisan mukus sehingga lebih mudah dikeluarkan

melalui batuk.

Interaksi : -

Page 13: Laporan Akhir Sirosis Hati

Indikasi : Penyakit saluran napas akut dan kronis yang disertai sekresi bronkial

yang abnormal, khususnya pada eksaserbasi dan bronkitis kronis, bronkitis asmatik,

asma bronkial.

Asites pada pasien akan menyebabkan ketidaknyamanan pasien pada bagian perut

sampai dada. Pasien akan mengalami mual, sehingga pasien perlu diberikan antiemitik

berupa domperidone yang tidak memiliki efek hepatotoksik seperti metoclor.

o Domperidone

Dosis : 3 × 1 tablet 10 mg

Indikasi : Mual-mual akut, pengobatan simpton dispepsi fungsional.

Komposisi : Tiap tablet mengandung 10 mg domperidone.

Mekanisme : Domperidone merupakan antagonis dopamine yang mempunyai kerja

antiemetick. Efek antiemetic disebabkan oleh kombinasi efek peripheral (gastro

kinetic dengan antagonis terhadap resptor dopamine yang terletak diluar sawak otak

dipostrema). Meningkatkan pengosongan lambung dalam bentuk cairan dan

menambah tekanan pada sfingter esophagus (Lacy CF et al., 2006).

Secara singkat komposisi terapi yang kami sarankan adalah sebagai berikut:

Hari ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1

0

1

1

1

2

1

3

1

4

1

5

1

6

1

7

1

8

IVFD NS

0,9%

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Furosemide

inj 1x40 mg

iv

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Spironolacto

ne 1x100 mg

PO

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Propanolol √ √ √ √ √ √ √ √

Trans

albumun

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Page 14: Laporan Akhir Sirosis Hati

25% dalam

100 cc

Vit B6 3x1

PO

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Cefotaxime √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Sistenol √ √ √ √

Ambroxol

3x1

√ √ √ √ √ √ √

KSR 1x1 PO √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Domperidone

3x 1 tab

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Hepasil 3x1

kapsul

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

V. Monitoring

1. Gangguan volume cairan; lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

terganggunya mekanisme pengaturan (penurunan plasma protein)

Ditandai dengan; asites, ketidakseimbangan elektrolit, Pasien mengatakan perutnya

membesar dan terasa begah, badan terasa lelah/lemas.

Monitoring :

- Diberikan furosemide setiap hari dengan injeksi 1x40 mg, adanya interaksi

furosemide dengan albumin menyebabkan hipoklemia untuk mengatasi interaksi

diberikan KSR 1x1 hari.

- Monitor intake dan output cairan. Ukur kehilangan gastrointestinal dan

perkirakan kehilangan tak kasat mata, contoh; keringat dll.

- Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan dan diet.

- Tingkatkan dan dorong oral hygiene dengan sering.

2. Resiko gangguan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak

Adekuat, Berikan diet 1700 kkal (sesuai terapi) dengan tinggi serat dan tinggi

karbohidrat.

3. Untuk monitoring asites diberikan dieit rendah garam.

Page 15: Laporan Akhir Sirosis Hati

4. health education (pendidikan kesehatan),  Ajarkan klien cara mengatasi masalah.

Tentukan pada penyebab dan masalah dan tulis keuntungan dan kerugian dari pilihan

pasien.

Page 16: Laporan Akhir Sirosis Hati

Daftar Pustaka

Barkaukass, et.al (1994), Health & Physical Assessment. Missouri : Mosby

Dipiro, 2005, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, The

McGraw-Hill Companies, Inc.,USA.

Follo A, Llovet JM, Navasa M, et al. Renal impairment after spontaneous bacterial

peritonitis in cirrhosis: incidence, clinical course, predictive factors and prognosis.

Hepatology 1994; 20:1495-501

Guarner C, Runyon BA. Spontaneous peritonitis: pathogenesis, diagnosis, and

management. Gastroenterologist 1995; 3:311

Hasan, Irsan, dkk. 2008. Peran Albumin dalam Penatalaksanaan Sirosis Hati. Divisi Hepatologi,

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM –Jakarta

Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L., 2006, Drug Information

Handbook, 14th Edition, AphA, Lexi-Comp Inc, Hudson, Ohio.

Sort P, Nasava M, Arroyo V, et al. Effect of intravenous albumin on renal impairment and

mortality in patient with cirrhosis and spontaneous bacterialis peritonitis. N Engl J

M 1999; 341:403-9.

Sherlock.S. 1997. Penyakit Hati dan Sistim Saluran Empedu, Oxford, England Blackwell