21
REFERAT TINEA KAPITIS Pembimbing : Dr. Retno Sawitri, Sp.KK Disusun oleh : Almira Dwina Ramadhani 1110103000077 Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Kota Bekasi Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Periode 25 November - 21 Desember 2013

Referat Tinea Kapitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tinea kapitis

Citation preview

Page 1: Referat Tinea Kapitis

REFERAT

TINEA KAPITIS

Pembimbing :

Dr. Retno Sawitri, Sp.KK

Disusun oleh :

Almira Dwina Ramadhani

1110103000077

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

RSUD Kota Bekasi

Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Periode 25 November - 21 Desember 2013

Page 2: Referat Tinea Kapitis

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena

hanya atas rahmat dan karunia-Nya akhirnya referat ini dapat terselesaikan.

Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW

beserta sahabat dan keluarganya.

Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan referat ini mengenai “Tinea

Kapitis” sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Bidang Ilmu Penyakit

Kulit dan Kelamin Fakultas kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di RSUD

Kota Bekasi periode 25 November-21 Desember 2013.

Dalam proses penulisan referat ini penulis banyak dibantu sehingga referat

ini dapat diselesaikan tepat waktu. Untuk penulis ingin mengucapkan terimakasih

kepada :

1. Dr. Retno Sawitri, Sp.KK, selaku Ketua Program Studi dan Pembimbing

Kepaniteraan Klinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Kota Bekasi.

2. Dr. Shinta, Sp.KK dan Dr. Helena Dharsana, selaku Pembimbing

Kepaniteraan Klinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Kota Bekasi.

3. Ibu Ida dan Ibu Muzaiyanah selaku perawat dibagian Poli Kulit dan

Kelamin di RSUD Kota Bekasi.

Penulis sadar bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga

kritik dan saran penulis terima sebagai masukan yang membangun untuk menjadi

lebih baik dan semoga referat ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bekasi, 9 Desember 2013

Penulis

Page 3: Referat Tinea Kapitis

iii

DAFTAR ISI

Halaman Judul .......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 2

2.1. Definisi ...................................................................................................... 2

2.2. Epidemiologi ............................................................................................. 2

2.3. Etiologi ...................................................................................................... 3

2.4. Klasifikasi ................................................................................................. 3

2.5. Patogenesis ................................................................................................ 4

2.6. Manifestasi Klinis ..................................................................................... 6

2.7. Diagnosis Banding .................................................................................. 10

2.8. Diagnosis................................................................................................. 11

2.9. Tatalaksana ............................................................................................. 13

BAB III SIMPULAN .......................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17

Page 4: Referat Tinea Kapitis

1

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat

tanduk, misalnya statum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku yang

disebabkan golongan jamur dermatofita.1 Dermatofita merupakan golongan jamur

yang mencerna keratin.1 Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti, yang

terbagi dalam 3 genus yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.1

Hingga kini dikenal sekitar 41 spesies dermatofita yang terbagi dari 2 spesies

Epidermophyton, 17 spesien Microsporum, dan 21 spesien Trichophyton.1

Dermatofitosis dibagi berdasarkan lokasi sehingga dikenal bentuk tinea kapitis,

tinea barbe, tinea pedis et manum, tinea unguium, dan tinea korporis.1

Tinea kapitis (ringworm of the scalp) merupakan dermatofitosis pada kulit

kepala dan berhubungan dengan rambut yang disebabkan oleh spesies

Microsporum dan Trichophyton.1-3

Terdapat 3 cara penularan dermatofita yaitu

infeksi antropofilik, infeksi zoofilik dan infeksi geofilik.4

Tinea kapitis merupakan penyakit jamur yang sering terjadi pada anak-

anak dibandingkan orang dewasa.2-5

Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

tinea kapitis adalah higienitas yang buruk, kepadatan penduduk dan status sosial

ekonomi yang rendah.3,5

Di negara-negara maju, Trichophyton tonsurans

merupakan penyebab paling umum, sedangkan di negara-negara berkembang

penyebab paling umum adalah Microsporum canis.5

Kelainan pada tinea kapitis dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-

merahan, alopesia dan kadang terjadi gambaran yang lebih berat yang disebut

kerion.1 Dalam klinik tinea kapitis dapat dilihat sebagai tiga bentuk yaitu gray

patch, kerion, dan black dot ringworm.1 Untuk menegakkan diagnosis maka

dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti lampu wood, microskopis

menggunakan KOH dengan mengambil sampel dengan kerokan pada lesi.1,2,6

Page 5: Referat Tinea Kapitis

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tinea kapitis adalah suatu infeksi pada kulit kepala dan rambut yang

disebabkan oleh spesies dermatofita.1-3

Dermatofita merupakan golongan jamur

yang menyebabkan dermatifitosis yang mempunyai sifat mencerna keratin.1

2.2 Epidemiologi

Tinea kapitis merupakan penyakit yang sudah dianggap sebagai masalah

kesehatan yang serius pada beberapa dekade dan sering muncul pada anak- anak

usia antara 3 sampai 14 tahun.3,5

Namun pada orang dewasa jarang terjadi, hal ini

terjadi akibat perubahan pada pH kulit kepala dan peningkatan asam lemak yang

berguna sebagai proteksi atau sebagai jamurstatik.4,5,7

Tinea kapitis sering terjadi di daerah pedesaan dan tranmisi meningkat dengan

higienitas yang buruk, kepadatan penduduk dan status sosial ekonomi yang

rendah.3,5

Kejadian pada orang dewasa biasanya lebih sering terjadi pada wanita

dibandingkan laki-laki, pada orang dengan imunitas yang rendah, dan pada orang

yang berkulit hitam dibandingkan kulit putih.4,7

Ada tiga cara penularan

dermatofita yaitu : 4

Infeksi antropofilik yang menyebar dari satu anak ke anak yang lain dapat

hadir sebagai kasus sporadis. Terjadi penyebaran melalui kontak langsung

atau melalui penyebaran udara dari spora dan penyebaran tidak langsung

yaitu terkontaminasi dari benda-benda seperti sisir , sikat , topi dan lain

sebagainya.

Infeksi menyebar dari hewan ke anak ( infeksi zoofilik ) melalui kontak

langsung maupun dengan lingkungan disekitar hewan yang terinfeksi

seperti karpet, pakaian, furnitur dan lain sebagainya.

Page 6: Referat Tinea Kapitis

3

Infeksi menyebar dari tanah ke manusia ( infeksi geofilik ) namun jarang

terjadi.

2.3 Etiologi

Tinea kapitis terjadi akibat dermatofita spesies Microsporum dan

Trichophyton.1-3

Setiap negara dan daerah memiliki perbedaan pada spesies

penyebab tinea kapitis misalnya di amerika serikat dan Eropa Barat 90 % kasus

tinea kapitis yang disebabkan oleh T. tonsurans dan jarang disebabkan M. Canis,

sedangkan di Eropa Timur dan Selatan serta Afrika Utara disebabkan oleh T.

violaceum.7 Di inggris kasus terbanyak disebabkan oleh infeksi M.canis yang di

dapatkan dari kucing.7 Spesies penyebab terjadinya tinea kapitis gray patch adalah

microsporum dan trikofiton. Pada tinea kapitis black dot terutama disebabkan

oleh Tricophyton tonsurans, T. violaceum dan T. mentagrophytes. Penyebab

utama tinea kapitis kerion adalah Microsporum canis, M. gypseum, T. tonsurans,

dan T. violaceum. Sedangkan pada tinea favus disebabkan oleh spesies T.

schoenleinii, T. violaceum, dan M. Gypseum.8

2.4 Klasifikasi 9

2.4.1 Infeksi Ektothrix

Invasi terjadi pada batang rambut luar. Hifa fragmen ke arthroconidia ,

menyebabkan kerusakan kutikula. Infeksi ini disebabkan oleh Microsporum

spp. (M. audouinii dan M. canis)

2.4.2 Infeksi Endothrix

Infeksi terjadi di dalam batang rambut tanpa kerusakan kutikula.

Arthroconidia ditemukan dalam batang rambut. Infeksi ini disebabkan oleh

Trichophyton spp. (T. tonsurans di Amerika Utara , T. violaceum di Eropa ,

Asia , sebagian Afrika).

Page 7: Referat Tinea Kapitis

4

"Black Dot " Tinea capitis

Merupakan varian endothrix yang menyerupai dermatitis seboroik.

Kerion

Merupakan varian endothrix dengan plak inflamasi.

Favus

Merupakan varian endothrix dengan arthroconidia dalam batang rambut.

Sangat jarang di Eropa Barat dan Amerika Utara . Di beberapa bagian

dunia (Timur Tengah, Afrika Selatan) masih endemik .

Gambar 2.1 Gambaran Ektothrix dan Endothrix 3

2.5 Patogenesis

Infeksi dermatofita melibatkan 3 step utama yaitu : 3

1. Perlekatan pada keratinosit

Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa

melekat pada jaringan keratin diantaranya sinar ultraviolet, suhu,

kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan sphingosin yang

diproduksi oleh keratinosit serta asam lemak yang diproduksi oleh

glandulasebasea juga bersifat fungistatik

2. Penetrasi melewati dan di antara sel

Setelah terjadi perlekatan, spora berkembang dan menembus

stratum korneum dengan kecepatan yang lebih cepat daripada proses

Page 8: Referat Tinea Kapitis

5

desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan

enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma

dan maserasi juga membantu memfasilitasi penetrasi jamur kejaringan.

Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam

dari epidermis.

3. Pembentukan respon penjamu

Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan

organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed

Type Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam

melawan dermatofita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi

dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi minimal

dan trichopitin tes hasilnya negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema

dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit.

Antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan

dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan

proliferasi dan bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang

jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier epidermal

menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera

jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.

Dermatofit ectothrix merupakan bentuk infeksi pada perifolikel stratum

korneum, kemudian menyebar ke sekitar dan ke dalam batang rambut dari

pertengahan hingga akhir anagen rambut sebelum masuk ke folikel untuk

menembus korteks rambut.3,6

Arthroconidia kemudian mencapai korteks rambut

sehingga pada pemeriksaan mikroskopis pada sediaan rambut yang diambil akan

ditemukan arthroconidia dan dapat juga ditemukan hifa intrapilari. Invasi rambut

oleh dermatofita , terutama M. audouinii ( anak ke anak , melalui tukang cukur ,

topi , kursi teater ) , M. canis ( muda hewan peliharaan ke anak dan kemudian

anak ke anak ) , atau T. tonsurans.3,6

Page 9: Referat Tinea Kapitis

6

Patogenesis pada arthroconidia endothrix sama seperti ectothrix yaitu awalnya

menyerang stratum korneum dari kulit kepala, yang dapat diikuti oleh infeksi pada

batang rambut namun arthroconidia tetap didalam batang rambut, menggantikan

keratin intrapilari dan meninggalkan korteks yang intak.3,6

Hal ini yang

menyebabkan rambut menjadi sangat rapuh dan pada permukaan kulit kepala akan

ditemukan folikel yang hilang, meninggalkan titik hitam kecil “black dot” serta

inflamasi yang parah yang ditemukan pada semua kasus.3,6

2.6 Manifestasi klinis

Tinea kapitis dapat hadir dengan beberapa gejala klinis, tergantung jenis

organisme, jenis invasi pada rambut, tingkat resistensi dan respon inflamasi.6

Manifestasi klinis tinea kapitis pada tiap negara bervariasi dari rambut kusam,

rambut patah dengan skala ringan sampai berat, nyeri, inflamasi.6 Kelainan pada

tinea kapitis dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan

kadang terjadi gambaran yang lebih berat yang disebut kerion, limfadenopati

servical dan oksipital.1,6

Non-inflamasi atau gray patch1,3,6

Gejala klinis terutama disebabkan oleh M. Audouinii dan M.

Ferrigineum yang sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit timbul akibat

invasi rambut ektothrix. Lesi bermula dari papul eritematosa yang kecil

disekitar rambut, kemudian papul akan melebar dan membentuk bercak yang

menjadi pucat dan bersisik mengelilingi batang rambut dan akhirnya

menyebar secara sentrifugal yang melibatkan folikel rambut disekitarnya.

Keluhan penderita adalah rasa gatal, warna rambut menjadi abu-abu dan tidak

berkilau. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya sehingga mudah

dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri yag menyebabkan alopesia setempat.

Page 10: Referat Tinea Kapitis

7

Gambar 2.2 Tinea Kapitis “Gray Patch” 3,7

Black dot 1,3,6

Gejala yang timbul disebabkan oleh T. tonsurans dan T. violaceum.

Lokasi arthrospores berada didalam batang rambut yang membuat rambut

menjadi lebih rapuh. Pada permulaan penyakit, gambaran klinis menyerupai

kelainan yang disebabkan oleh genus Microsporum. Rambut yang terinfeksi

akan patah tepat pada muara folikel dan yang tertinggal adalah ujung rambut

yang penuh dengan spora. Ujung rambut didalam folikel akan muncul

gambaran “black dot” pada pemeriksaan klinis. Pada skala yang luas dengan

rambut rontok yang minimal dan peradangan dapat menyerupai dermatitis

seboroik atau psoriasis. Pada infeksi black dot sering terjadi inflamasi dimana

peradangan terjadi dari folikulitis ke kerion. Pada beberapa kasus tinea kapitis

black dot juga dapat ditemukan gangguan pada kuku dan rambut yang hilang.

Page 11: Referat Tinea Kapitis

8

Gambar 2.3 Tinea Kapitis “Black Dot” 3,7

Kerion 1,3,6,8

Kerion merupakan jenis tinea kapitis yang bersifat inflamasi dan

merupakan tinea kapitis dengan peradangan yang berat. Hal ini disebabkan

oleh organisme zoofilik seperti T. verrucosum dan T. mentogrophyte atau

dermatofit geophilik semeprti M. Gypseum. Reaksi peradangan berupa

pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang

yang padat disekitarnya sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil

yang berkelompok dan kadang-kadang ditutupi sisik-sisik tebal. Kelainan ini

dapat menimbulkan jaringan parut (sikatriks) dan berakibat alopesia yang

menetap. Jaringan parut yang menonjol kadang-kadang dapat terbentuk. Tinea

kapitis anthropophilik dapat tiba-tiba menjadi inflamasi dan berkembang

menjadi kerion akibat hipersensitivitas yang tinggi.

Page 12: Referat Tinea Kapitis

9

Gambar 2.4 Kerion pada Kulit Kepala 3

Favus 3,6,8

Favus merupakan gejala tinea yang jarang, gejala di sebabkan T.

schoenleinii. Organisme dapat mempengaruhi kulit dan kuku juga hal ini di

tandai dengan warna krusta kekuningan yang dikenal sebagai skutula disekitar

rambut. Skutula memiliki berbau yang khas yaitu berbau tikus “moussy odor”

dan rambut secara ekstensif akan hilang menjadi alopesia dan atrofi.

Gambar 2.5 Tinea Kapitis Favus 3,9

Page 13: Referat Tinea Kapitis

10

2.7 Diagnosis Banding1

Dermatitis Seboroik

Peradangan yang erat dengan keativan glandula sebasea yang aktif

pada bayi dan insiden puncak pada usia 18-40 tahun. Manifestasi pada

dermatitis seboroik didapatkan eritema, skuama yang berminyak dan

kekuningan dengan batas tidak tegas, rambut rontok mulai dari verteks dan

frontal. Krusta tebal dapat berbau tidak sedap dan meluas ke dahi, glabela,

telinga postaurikular,leher, daerah supraorbital, liang telinga luar, lipatan

nasolabial, sternal,payudara,interskapular, umbilikus, lipat paha dan

anogenital

Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik merupakan peradangan kulit kronis dan residif, yang

umumnya terjadi selama masa anak-anak yang berhubungan dengan

peningkatan kadar IgE dalam serum dan faktor genetik dimana dipengaruhi

oleh kromosom 5q31-33. Manifestasi klinis di dapatkan pruritus hilang timbul

sepanjang hari namun hebat pada malam hari, sehingga penderita akan

menggaruk dan timbul berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi,

eksudasi,krusta. Predileksi pada anak biasanya di muka dan pipi sedangkan

dewasa pada lipat siku, lipat lutut, samping leher dan sekitar mata.

Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimunm bersifat

kronik dan residif, di tandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas

tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan trasparan disertai

fenomena tetesan lilin, auspitz dan kobner. Penyakit ini mengenai semua

umur namun umumnya pada dewasa dan pria lebih banyak dibandingkan

wanita. Predileksi psoriasis adalah skalp, ekstremitas bagian ekstensor

terutama siku serta lutut serta lumbosacral.

Page 14: Referat Tinea Kapitis

11

Alopesia Areata

Etiologi alopesia areata sampai sekarang belum diketahui namun

sering dihubungkan dengan infeksi fokal, kelainan endokrin dan stres

emosional. Gejala klinis terdapat bercak berbentuk bulat atau lonjong dan

terjadi kerontokan rambut pada kulit kepala, alis, janggut, dan bulu mata.

Pada tepi daerah yang botak ada rambut yang terputus, bila dicabut terlihat

bulbus yang atrofi. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan rambut banyak

dalam fase anagen, folikel rambut terdapat berbagai ukuran, tetapi lebih kecil

dan tidak matang, bulbus rambut didalam dermis dan dikelilingi oleh infiltrasi

limfosit.

Pseudopelade Brocq

Pseudepelade brocq memiliki manifestasi yaitu kebotakan yang

disertai kerusakan folikel rambut sehingga tampak sebagai bercak parut

multipel yang bulat, lonjong atau tidak teratur dengan ukuran numular dan

berwarna merah muda dengan permukaan yang berkilat. Pada pemeriksaan

histopatologi didapatkan reaksi inflamasi disekitar folikel dan perivaskular,

atrofi epidermis, dan fibrosis tampak pada dermis.

2.8 Diagnosis

Diagnosis tinea capitis ditegakkan berdasarkan pada hasil gejala klinis dan

hasil tes laboratorium. Tes laboratorium yang dapat digunakan yaitu :

Lampu Wood1,6,9

Filter sinar ultraviolet (Wood) memunculkan fluoresensi hijau dari

beberapa jamur dermatofita , terutama spesies Microsporum. Lampu Wood

adalah prosedur screening yang berguna untuk mengambil spesimen dari

Infeksi Microsporum. Pada grey patch ringworm dapat dilihat fluoresensi

hijau kekuning-kuningan pada rambut yang sakit melampaui batas-batas grey

patch.

Page 15: Referat Tinea Kapitis

12

Pemeriksaan KOH1,6,9

Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop,

mula-mula dengan pembesaran 10x10, kemudian pembesaran 10x45. Sediaan

diambil dari kulit kepala dengan cara kerokan pada lesi yang diambil

menggunakan blunt solid scalpel atau dengan menggunakan sikat.

Pengambilan sampel terdiri rambut sampai akar rambut serta skuama.

Setelah sampel diambil kemudian sampel diletakkan di atas gelas alas,

kemuadian ditambahkan 1-2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH

untuk sediaan rambut adalah 10% dan untuk kulit 20%. Setelah sediaan

dicampurkan dengan KOH, ditunggu 15-20 menit untuk melarutkan jaringan.

Untuk mempercepat pelarutan makan dapat dilakukan pemanasan sediaan

basah di atas api kecil. Pada saat mulai keluar uap dari sediaan tersebut,

pemanasan sudah cukup. Biala terjadi penguapan, maka akan terbentuk kristal

KOH, sehingga tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Untuk melihat elemen

jamur lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH misalnya

tinta Parker super-chroom blue black.

Kultur1,6,9

Medium kultur yang digunakan untuk jamur dermatofit adalah

sabouraud dextrose agar. Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk

menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan

spesies jamu. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis

pada media buatan yaitu sabouraud dextros agar. Antibiotik seperti

kloramfenikol dan cycloheximide ditambahkan ke media untuk mencegah

pertumbuhan dari bakteri atau jamur kontaminan. Kerokan yang diambil pada

lesi di kulit kepala dengan menggunakan sikat kemudian di ratakan di

permukaan media kultur. Kebanyakan dermatofit tumbuh pada suhu 26oC dan

diperlukan waktu tumbuh setelah 2 minggu untuk dilakukan pemeriksaan.

Page 16: Referat Tinea Kapitis

13

2.9 Tatalaksana

Prinsip managemen untuk tinea kapitis yaitu terdiri dari pengobaan sistemik,

pengobatan topikal dan tindakan preventif.6 Tujuan pengobatan adalah untuk

mencapai klinis dan kesembuhan secepat mungkin serta mencegah penyebaran.2,4

Terapi Topikal 1,2,5,6

Pengobatan topikal antijamur tidak dianjurkan untuk terapi tunggal dalam

pengobatan tinea kapitis. Namun hal ini mungkin dapat mengurangi penularan

kepada orang lain dengan menurunkan pertumbuhan spora jamur. Selenium

sulfida, shampo ketokonazol dan shampo povidone iodine digunakan seminggu 2-

3 kali, untuk mengurangi spora jamur dan infeksivitas. Pada saat menggunakan

shampo sebaiknya didiamkan selama 5 menit sebelum dibilas. Penggunaan obat-

obat topikal konvensional yang digunakan misalnya asam salisilat 2-4%, asam

benzoat 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, asam undesilenat 2-5% dan zat warna

(hijau brilian 1% dalam cat Castellani) dikenal banyak ibat topikal baru. Obat-

obat baru ini diantaranya tolnaftat 2%, tolsiklat, haloprogin, derivat-derivat

imidazol, siklopiroksolamin dan naftifine masing-masing 1%.

Terapi Oral

Obat antimitotik digunakan untuk penetrasi folikel rambut.6 Gold standar

terapi oral untuk tinea kapitis pada empat dekade adalah griseofulvin.6 Obat baru

yang dapat digunakan untuk alternatif terapi tinea kapitis adalah flukonazole,

ketokonazole,itrakonazole, dan terbinafine.6

Griseofulvin1,2,4-6,10

Merupakan turunan dari spesies penicillium mold. Griseofulvin sebagai

fungistatik dengan efek inhibitor RNA jamu, DNA, menghambat sintesis asam

nukleat, microtubular assembly, dan merusak sintesis dinding sel. Dosis

rekomendasi untuk tinea kapitis adalah 20mg/kg/hari untuk micronized form

dan 15mg/kg/hari untuk ultramicronized form atau 0,5-1 g untuk orang dewasa

dan 0,25-0,5 g untuk anak-anak. Lama pengobatan umumnya 6-12 minggu.

Terapi tergantung pada organisme ( misalnya infeksi T. tonsurans mungkin

Page 17: Referat Tinea Kapitis

14

memerlukan pengobatan jangka panjang ) tetapi bervariasi antara 8 dan 10

minggu . Efek samping termasuk mual dan ruam pada 8 ± 15 % .

Obat ini kontra indikasi pada kehamilan. Griseofulvin tidak larut dalam

air dan absorbsinya buruk dari saluran pencernaan. Sehingga untuk

mempertinggi absorpsi obat dalam usus, sebaiknya obat dimakan bersama-

sama makanan yang banyak mengandung lemak seperti susu, kacang,

mentega. Efek samping griseofulvin jarang dijumpai, namun keluhan utama

ialah sefalgia pada 15% penderita. Efek sampig lainnya dapat berupa gangguan

traktus digestinus ialah nausea, vomitus, dan diare. Griseovulvin juga bersifat

fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.

Antijamur Golongan Azole1,2,4-6,10

Obat antijamur golongan azole termasuk ketokonazole,itrakonazole

dan flukonazole. Mereka bekerja dengan menghambatan pembentukan

ergosterol dalam jamur dengan inhibitor sitokrom p450-dependent enzymes di

dalam membran sel.

Untuk tinea kapitis dosis itraconazole umumnya diberikan 3-5 mg / kg/

hari selama empat sampai enam minggu atau 2 x 100-200 mg/hari.

Itraconazole memiliki spektrum yang sangat luas terhadap jamur , termasuk

aspergillus dan dermatofit. Kontraindikasi pada pasien dengan gagal jantung

kongestif.

Ketokonazole merupakan obat jamur yang bersifat fungistatik dapat

diberikan obat sebanyak 200 mg/hari selama 10 hari- 2 minggu pada pagi hari

setelah makan. Kontraindikasi ketokonazol adalah pada penderita kelainan

hepar.

Flukonazol memberikan efek yang efektif terhadap berbagai organisme

yang berbeda termasuk Trichophyton dan spesies Microsporum. Flukonazol ,

berbeda dengan antijamur azol lainnya karena sangat larut dalam air dan

memiliki bioavailabilitas yang sangat baik. Dosis flukonazol berkisar 1,5-6

mg/kg/hari. Penggunaan flukonazol merupakan kontraindikasidalam

Page 18: Referat Tinea Kapitis

15

kombinasi dengan astemizol dan terfenadine serta tidak dianjurkanpada pasien

dengan penyakit hati atau disfungsi ginjal atau dikombinasi dengan

eritromisin

Terbinafine1,2,4-6,10

Terbinafine adalah fungisidal terhadap kedua Trichophyton dan

Microsporum spp. Terbinafine adalah obat allylamine sebagai antijamur

spektrum. Terbinafine bekerja dengan memblok pembentukan ergosterol pada

membran sel jamur dengan menghambat squalene epoksidase yang mengarah

ke akumulasi squalene . Obat ini dimetabolisme di hati dan diekskresikan

terutama dalam urin . Terbinafine tersedia sebagai krim atau dalam bentuk

tablet (250mg) . Di beberapa negara tablet pediatrik tersedia ( 125mg ) . Dosis

62,5 mg-250 mg sehari tergantung pada berat badan atau dosis dewasa adalah

250 mg sedangkan pada anak-anak digunakan berdasarkan pada berat badan

yaitu : < 20 kg (62,5 mg/hari) , 20 – 40 kg (125 mg/ hari) dan > 40 kg (250

mg/hari). Durasi pengobatan dilakukan selama 4 minggu, namun jika

penyebabnya adalah T. tonsurans membutuhkan pengobatan selama satu bulan.

Efek samping terinafine ditemukan pada 10% pada penderita yaitu gangguan

gastrointestinal seperti nausea, vomitus, nyeri lambung, diare, konstipasi,

umumnya ringan. Sefalgia ringan dan dilaporkan 3,3-7% gangguan fungsi

hepar.

Page 19: Referat Tinea Kapitis

16

BAB III

SIMPULAN

Tinea kapitis (ringworm of the scalp) merupakan dermatofitosis pada kulit

kepala dan berhubungan dengan rambut yang disebabkan oleh spesies

Microsporum dan Trichophyton.1-3

Tinea kapitis sering muncul pada anak- anak

usia antara 3 sampai 14 tahun dan jarang terjadi pada dewasa.3 Manifestasi klinis

tinea kapitis pada tiap negara bervariasi dari rambut kusam, rambut patah dengan

skala ringan sampai berat, nyeri, inflamasi serta dapat juga ditemukan alopesia

parsial dengan beberapa tingkat peradangan, limfadenopati servical dan oksipital.6

Pengobatan untuk tinea kapitis sebagai gold standar adalah griseofulvin

sedangkan obat baru yang dapat digunakan untuk alternatif terapi tinea kapitis

adalah flukonazole, ketokonazole, itrakonazole, dan terbinafine. Untuk

mengurangi penularan dapat menggunakan selenium sulfida, shampo ketokonazol

dan shampo povidone iodine digunakan seminggu 2 kali, untuk mengurangi spora

jamur dan infeksivitas. Namun pengobatan ini tidak dapat digunakan sebagai

terapi tunggal. 1,2,4-6,10

Page 20: Referat Tinea Kapitis

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Unandar Budimulja. Mikosis: dalam Prof.Dr. dr. Adhi Djuanda, dkk Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta : FKUI. 2008; p.92-99

2. E.M Higgins, dkk. Guideline for The Management of Tinea Capitis.British

Journal of Dermatology. 2000; 143:53-58

3. Shannon Verma, Michael P. Hefferman. Superficial Fungal infection

:Dermatophytosis, Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam :

Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI,

dkk. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. Volume 1 &

2. New York Mc Graw Hill, 2008 : p 1807-1813

4. Health Protection Agency. Tinea Capitis in The United Kingdom: A report

on its diagnosis, management and prevention. London : Health Protection

Agency, March 2007

5. N rebollo, dkk. Tinea Capitis. Review Article. Actas Dermosifiliogr.

2008;99:91-100

6. Maha A, Dayel, Iqbal Bukhari. Tinea Capitis. The Gulf Journal of

Dermatology and Venereology.Vol.1. No.1. 2004

7. Robin Graham-Brown, Tony Burns. Dermatologi. Edisi 8. Jakarta :

Erlangga. 2005 ; p. 35

8. Prof.Dr.R.S.Siregar. Penyakit Kulit Jamur. Edisi 2. Jakarta : EGC.2004;

p.24

9. Klaus Wolff, Richard Allen Johnson, dkk. Fitzpatrick’s Color Atlas &

Synopsis of Cinival Dermatology 5th ed.New York Mc Graw Hill. 2007

10. Brendan P. Kelly. Superficial Fungal Infections : Pediatrics in Review.

American Academy of Pediatrics. 2012;33;e22

Page 21: Referat Tinea Kapitis