22
BAB I PENDAHULUAN Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya statum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku yang disebabkan golongan jamur dermatofita. Dermatofita merupakan golongan jamur yang mencerna keratin. Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Hingga kini dikenal sekitar 41 spesies dermatofita yang terbagi dari 2 spesies Epidermophyton, 17 spesien Microsporum, dan 21 spesien Trichophyton. 1 Dermatofitosis dibagi berdasarkan lokasi sehingga dikenal bentuk tinea kapitis, tinea barbe, tinea pedis et manum, tinea unguium, dan tinea korporis. 1 Tinea kapitis (ringworm of the scalp) merupakan dermatofitosis pada kulit kepala dan berhubungan dengan rambut yang disebabkan oleh spesies Microsporum dan Trichophyton. 1 Terdapat 3 cara penularan dermatofita yaitu infeksi antropofilik, infeksi zoofilik dan infeksi geofilik. 2 Tinea kapitis merupakan penyakit jamur yang sering terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. 3-4 Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tinea kapitis adalah higienitas yang buruk, kepadatan penduduk dan status sosial ekonomi yang rendah. Di negara-negara maju, Trichophyton tonsurans merupakan penyebab paling umum, sedangkan di negara-negara berkembang penyebab paling umum adalah Microsporum canis. 4 Kelainan pada tinea kapitis dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan kadang

Referat Tinea Kapitis No 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

taienea

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya statum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku yang disebabkan golongan jamur dermatofita. Dermatofita merupakan golongan jamur yang mencerna keratin. Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Hingga kini dikenal sekitar 41 spesies dermatofita yang terbagi dari 2 spesies Epidermophyton, 17 spesien Microsporum, dan 21 spesien Trichophyton.1

Dermatofitosis dibagi berdasarkan lokasi sehingga dikenal bentuk tinea kapitis, tinea barbe, tinea pedis et manum, tinea unguium, dan tinea korporis.1

Tinea kapitis (ringworm of the scalp) merupakan dermatofitosis pada kulit kepala dan berhubungan dengan rambut yang disebabkan oleh spesies Microsporum dan Trichophyton.1 Terdapat 3 cara penularan dermatofita yaitu infeksi antropofilik, infeksi zoofilik dan infeksi geofilik.2

Tinea kapitis merupakan penyakit jamur yang sering terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa.3-4 Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tinea kapitis adalah higienitas yang buruk, kepadatan penduduk dan status sosial ekonomi yang rendah. Di negara-negara maju, Trichophyton tonsurans merupakan penyebab paling umum, sedangkan di negara-negara berkembang penyebab paling umum adalah Microsporum canis.4

Kelainan pada tinea kapitis dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan kadang terjadi gambaran yang lebih berat yang disebut kerion. Dalam klinik tinea kapitis dapat dilihat sebagai tiga bentuk yaitu gray patch, kerion, dan black dot ringworm.1 Untuk menegakkan diagnosis maka dibutuhkan pemeriksaan penunjang seperti lampu wood, microskopis menggunakan KOH dengan mengambil sampel dengan kerokan pada lesi.1,3,5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tinea kapitis (Ringworn of the scalp) adalah suatu kelainan pada kulit dan rambut kepala yang di sebabkan oleh spesies dermatofita. Kelainan ini dapat di tandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia, dan kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang berat, yang di sebut kerion.1

2.2 Epidemiologi

Tinea kapitis merupakan penyakit yang sudah dianggap sebagai masalah kesehatan yang serius pada beberapa dekade dan sering muncul pada anak- anak usia antara 3 sampai 14 tahun.4 Namun pada orang dewasa jarang terjadi, hal ini terjadi akibat perubahan pada pH kulit kepala dan peningkatan asam lemak yang berguna sebagai proteksi atau sebagai jamurstatik.2,4

Tinea kapitis sering terjadi di daerah pedesaan dan tranmisi meningkat dengan higienitas yang buruk, kepadatan penduduk dan status sosial ekonomi yang rendah.4 Kejadian pada orang dewasa biasanya lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki, pada orang dengan imunitas yang rendah, dan pada orang yang berkulit hitam dibandingkan kulit putih.2 Ada tiga cara penularan dermatofita yaitu : 2

Infeksi antropofilik yang menyebar dari satu anak ke anak yang lain dapat hadir sebagai kasus sporadis. Terjadi penyebaran melalui kontak langsung atau melalui penyebaran udara dari spora dan penyebaran tidak langsung yaitu terkontaminasi dari benda-benda seperti sisir , sikat , topi dan lain sebagainya.

Infeksi menyebar dari hewan ke anak (Infeksi Zoofilik) melalui kontak langsung maupun dengan lingkungan disekitar hewan yang terinfeksi seperti karpet, pakaian, furnitur dan lain sebagainya.

Infeksi menyebar dari tanah ke manusia ( infeksi geofilik ) namun jarang terjadi.

2.3 Etiologi

Dermatofita ialah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini bersifat mencemarkankan keratin. Dermatofitosis termasuk kelas fungi imferfecti,yang terbagi dalam 3 genus, yaitu microporum, trichophyton, dan epidermophyton, (SIMMON, 1934).menurut RIPPON (1974) selain sifat keratofilik masih bnyak sifat yang sama di antara dermatofita, misalnya sifat faali, taksonomis,antigenic, kebutuhan zat makanan untuk pertumbuhannya, dan penyebab penyakit.

hingga kini di kenal sekitar 41 spesies dermatofita, masing-masing 2 epidermophyton, 17 spesies microporum, dan 21 spesies tricophyton. Pada tahun- tahun terakhir di temukan bentuk sempurna (perfec stage) yang terbentuk oleh dua koloni yang berlainan jenis kelaminnya.adanya bentuk sempurna ini menyebabkan dermatofita dapat di masukkan ke dalam family gymnoasscaceaae.Di kenal genus nannizzia dan arthroderma yang masing-masing di hubungkan dengan genus microporum dan tricophyton.

2.4 Patogenesis

Infeksi dermatofita melibatkan 3 step utama yaitu : 3

1. Perlekatan pada keratinosit

Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan keratin diantaranya sinar ultraviolet, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit serta asam lemak yang diproduksi oleh glandulasebasea juga bersifat fungistatik

2. Penetrasi melewati dan di antara sel

Setelah terjadi perlekatan, spora berkembang dan menembus stratum korneum dengan kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu memfasilitasi penetrasi jamur kejaringan. Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari epidermis.

3. Pembentukan respon penjamu

Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatofita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin tes hasilnya negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit. Antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi, dan barier epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.

Dermatofit ectothrix merupakan bentuk infeksi pada perifolikel stratum korneum, kemudian menyebar ke sekitar dan ke dalam batang rambut dari pertengahan hingga akhir anagen rambut sebelum masuk ke folikel untuk menembus korteks rambut.3,5 Arthroconidia kemudian mencapai korteks rambut sehingga pada pemeriksaan mikroskopis pada sediaan rambut yang diambil akan ditemukan arthroconidia dan dapat juga ditemukan hifa intrapilari. Invasi rambut oleh dermatofita , terutama M. audouinii ( anak ke anak , melalui tukang cukur , topi , kursi teater ) , M. canis ( muda hewan peliharaan ke anak dan kemudian anak ke anak ) , atau T. tonsurans.3,5Patogenesis pada arthroconidia endothrix sama seperti ectothrix yaitu awalnya menyerang stratum korneum dari kulit kepala, yang dapat diikuti oleh infeksi pada batang rambut namun arthroconidia tetap didalam batang rambut, menggantikan keratin intrapilari dan meninggalkan korteks yang intak.3,5 Hal ini yang menyebabkan rambut menjadi sangat rapuh dan pada permukaan kulit kepala akan ditemukan folikel yang hilang, meninggalkan titik hitam kecil black dot serta inflamasi yang parah yang ditemukan pada semua kasus.3,5

2.5 Manifestasi klinis

Tinea kapitis dapat hadir dengan beberapa gejala klinis, tergantung jenis organisme, jenis invasi pada rambut, tingkat resistensi dan respon inflamasi.6

Manifestasi klinis tinea kapitis pada tiap negara bervariasi dari rambut kusam, rambut patah dengan skala ringan sampai berat, nyeri, inflamasi.6 Kelainan pada tinea kapitis dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan kadang terjadi gambaran yang lebih berat yang disebut kerion, limfadenopati servical dan oksipital.1,6 Non-inflamasi atau gray patch1,3,6

Gejala klinis terutama disebabkan oleh M. Audouini dan M. Ferrigineum yang sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit timbul akibat invasi rambut ektothrix. Lesi bermula dari papul eritematosa yang kecil disekitar rambut, kemudian papul akan melebar dan membentuk bercak yang menjadi pucat dan bersisik mengelilingi batang rambut dan akhirnya menyebar secara sentrifugal yang melibatkan folikel rambut disekitarnya. Keluhan penderita adalah rasa gatal, warna rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilau. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri yag menyebabkan alopesia setempat.

Gambar 2.2 Tinea Kapitis Gray Patch 3,6

Black dot 1,3,6

Gejala yang timbul disebabkan oleh T. tonsurans dan T. violaceum. Lokasi arthrospores berada didalam batang rambut yang membuat rambut menjadi lebih rapuh. Pada permulaan penyakit, gambaran klinis menyerupai kelainan yang disebabkan oleh genus Microsporum. Rambut yang terinfeksi akan patah tepat pada muara folikel dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh dengan spora. Ujung rambut didalam folikel akan muncul gambaran black dot pada pemeriksaan klinis. Pada skala yang luas dengan rambut rontok yang minimal dan peradangan dapat menyerupai dermatitis seboroik atau psoriasis. Pada infeksi black dot sering terjadi inflamasi dimana peradangan terjadi dari folikulitis ke kerion. Pada beberapa kasus tinea kapitis black dot juga dapat ditemukan gangguan pada kuku dan rambut yang hilang.

Gambar 2.3 Tinea Kapitis Black Dot 3,6

Kerion 1,3,6,7

Kerion merupakan jenis tinea kapitis yang bersifat inflamasi dan merupakan tinea kapitis dengan peradangan yang berat. Hal ini disebabkan oleh organisme zoofilik seperti T. verrucosum dan T. mentogrophyte atau dermatofit geophilik semeprti M. Gypseum. Reaksi peradangan berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang yang padat disekitarnya sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil yang berkelompok dan kadang-kadang ditutupi sisik-sisik tebal. Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut (sikatriks) dan berakibat alopesia yang menetap. Jaringan parut yang menonjol kadang-kadang dapat terbentuk. Tinea kapitis anthropophilik dapat tiba-tiba menjadi inflamasi dan berkembang menjadi kerion akibat hipersensitivitas yang tinggi.

gambar 2.4 Kerion pada Kulit Kepala 32.6 diagnosis Banding1 Dermatitis Seboroik

Peradangan yang erat dengan keativan glandula sebasea yang aktif pada bayi dan insiden puncak pada usia 18-40 tahun. Manifestasi pada dermatitis seboroik didapatkan eritema, skuama yang berminyak dan kekuningan dengan batas tidak tegas, rambut rontok mulai dari verteks dan frontal. Krusta tebal dapat berbau tidak sedap dan meluas ke dahi, glabela, telinga postaurikular,leher, daerah supraorbital, liang telinga luar, lipatan nasolabial, sternal, payudara,interskapular, umbilikus, lipat paha dan anogenital

Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik merupakan peradangan kulit kronis dan residif, yang umumnya terjadi selama masa anak-anak yang berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan faktor genetik dimana dipengaruhi oleh kromosom 5q31-33. Manifestasi klinis di dapatkan pruritus hilang timbul sepanjang hari namun hebat pada malam hari, sehingga penderita akan menggaruk dan timbul berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi,krusta. Predileksi pada anak biasanya di muka dan pipi sedangkan dewasa pada lipat siku, lipat lutut, samping leher dan sekitar mata.

Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimunm bersifat kronik dan residif, di tandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan trasparan disertai fenomena tetesan lilin, auspitz dan kobner. Penyakit ini mengenai semua umur namun umumnya pada dewasa dan pria lebih banyak dibandingkan wanita. Predileksi psoriasis adalah skalp, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut serta lumbosacral.

Alopesia Areata

Etiologi alopesia areata sampai sekarang belum diketahui namun sering dihubungkan dengan infeksi fokal, kelainan endokrin dan stres emosional. Gejala klinis terdapat bercak berbentuk bulat atau lonjong dan terjadi kerontokan rambut pada kulit kepala, alis, janggut, dan bulu mata. Pada tepi daerah yang botak ada rambut yang terputus, bila dicabut terlihat bulbus yang atrofi. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan rambut banyak dalam fase anagen, folikel rambut terdapat berbagai ukuran, tetapi lebih kecil dan tidak matang, bulbus rambut didalam dermis dan dikelilingi oleh infiltrasi limfosit.

Pseudopelade Brocq

Pseudepelade brocq memiliki manifestasi yaitu kebotakan yang disertai kerusakan folikel rambut sehingga tampak sebagai bercak parut multipel yang bulat, lonjong atau tidak teratur dengan ukuran numular dan berwarna merah muda dengan permukaan yang berkilat. Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan reaksi inflamasi disekitar folikel dan perivaskular, atrofi epidermis, dan fibrosis tampak pada dermis.

2.7 Diagnosis

Diagnosis tinea capitis ditegakkan berdasarkan pada hasil gejala klinis dan hasil tes laboratorium. Tes laboratorium yang dapat digunakan yaitu :

Lampu Wood1,5

Filter sinar ultraviolet (Wood) memunculkan fluoresensi hijau dari beberapa jamur dermatofita , terutama spesies Microsporum. Lampu Wood adalah prosedur screening yang berguna untuk mengambil spesimen dari Infeksi Microsporum. Pada grey patch ringworm dapat dilihat fluoresensi hijau kekuning-kuningan pada rambut yang sakit melampaui batas-batas grey patch.

Pemeriksaan KOH1,6,7

Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop, mula-mula dengan pembesaran 10x10, kemudian pembesaran 10x45. Sediaan diambil dari kulit kepala dengan cara kerokan pada lesi yang diambil menggunakan blunt solid scalpel atau dengan menggunakan sikat.

Pengambilan sampel terdiri rambut sampai akar rambut serta skuama. Setelah sampel diambil kemudian sampel diletakkan di atas gelas alas, kemuadian ditambahkan 1-2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan rambut adalah 10% dan untuk kulit 20%. Setelah sediaan dicampurkan dengan KOH, ditunggu 15-20 menit untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercepat pelarutan makan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah di atas api kecil. Pada saat mulai keluar uap dari sediaan tersebut, pemanasan sudah cukup. Biala terjadi penguapan, maka akan terbentuk kristal KOH, sehingga tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Untuk melihat elemen jamur lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH misalnya tinta Parker super-chroom blue black.

Kultur1,6,8

Medium kultur yang digunakan untuk jamur dermatofit adalah sabouraud dextrose agar. Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamu. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan yaitu sabouraud dextros agar. Antibiotik seperti kloramfenikol dan cycloheximide ditambahkan ke media untuk mencegah pertumbuhan dari bakteri atau jamur kontaminan. Kerokan yang diambil pada lesi di kulit kepala dengan menggunakan sikat kemudian di ratakan di permukaan media kultur. Kebanyakan dermatofit tumbuh pada suhu 26oC dan diperlukan waktu tumbuh setelah 2 minggu untuk dilakukan pemeriksaan.

2.8 Tatalaksana

Prinsip managemen untuk tinea kapitis yaitu terdiri dari pengobaan sistemik, pengobatan topikal dan tindakan preventif.6 Tujuan pengobatan adalah untuk mencapai klinis dan kesembuhan secepat mungkin serta mencegah penyebaran.2,4

Terapi Topikal 1,2,5,6

Pengobatan topikal antijamur tidak dianjurkan untuk terapi tunggal dalam pengobatan tinea kapitis. Namun hal ini mungkin dapat mengurangi penularan kepada orang lain dengan menurunkan pertumbuhan spora jamur. Selenium sulfida, shampo ketokonazol dan shampo povidone iodine digunakan seminggu 2-3 kali, untuk mengurangi spora jamur dan infeksivitas. Pada saat menggunakan shampo sebaiknya didiamkan selama 5 menit sebelum dibilas. Penggunaan obat-obat topikal konvensional yang digunakan misalnya asam salisilat 2-4%, asam benzoat 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, asam undesilenat 2-5% dan zat warna (hijau brilian 1% dalam cat Castellani) dikenal banyak ibat topikal baru. Obat-obat baru ini diantaranya tolnaftat 2%, tolsiklat, haloprogin, derivat-derivat imidazol, siklopiroksolamin dan naftifine masing-masing 1%.

Terapi Oral

Obat antimitotik digunakan untuk penetrasi folikel rambut.6 Gold standar terapi oral untuk tinea kapitis pada empat dekade adalah griseofulvin.6 Obat baru yang dapat digunakan untuk alternatif terapi tinea kapitis adalah flukonazole, ketokonazole,itrakonazole, dan terbinafine.6 Griseofulvin1,2,4

Merupakan turunan dari spesies penicillium mold. Griseofulvin sebagai fungistatik dengan efek inhibitor RNA jamur, DNA, menghambat sintesis asam nukleat, microtubular assembly, dan merusak sintesis dinding sel. Dosis rekomendasi untuk tinea kapitis adalah 20mg/kg/hari untuk micronized form dan 15mg/kg/hari untuk ultramicronized form atau 0,5-1 gr untuk orang dewasa, dan 0,25-0,5 gr untuk anak-anak. Lama pengobatan umumnya 6-12 minggu. Terapi tergantung pada organisme ( misalnya infeksi T. tonsurans mungkin memerlukan pengobatan jangka panjang ) tetapi bervariasi antara 8 dan 10 minggu . Efek samping termasuk mual dan ruam pada 8 15 % .

Obat ini kontra indikasi pada kehamilan. Griseofulvin tidak larut dalam air dan absorbsinya buruk dari saluran pencernaan. Sehingga untuk mempertinggi absorpsi obat dalam usus, sebaiknya obat dimakan bersama-sama makanan yang banyak mengandung lemak seperti susu, kacang, mentega. Efek samping griseofulvin jarang dijumpai, namun keluhan utama ialah sefalgia pada 15% penderita. Efek sampig lainnya dapat berupa gangguan traktus digestinus ialah nausea, vomitus, dan diare. Griseovulvin juga bersifat fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.

Antijamur Golongan Azole1,2,4-6

Obat antijamur golongan azole termasuk ketokonazole,itrakonazole dan flukonazole. Mereka bekerja dengan menghambatan pembentukan ergosterol dalam jamur dengan inhibitor sitokrom p450-dependent enzymes di dalam membran sel.

Untuk tinea kapitis dosis itraconazole umumnya diberikan 3-5 mg / kg/ hari selama empat sampai enam minggu atau 2 x 100-200 mg/hari. Itraconazole memiliki spektrum yang sangat luas terhadap jamur , termasuk aspergillus dan dermatofit. Kontraindikasi pada pasien dengan gagal jantung kongestif.

Ketokonazole merupakan obat jamur yang bersifat fungistatik dapat diberikan obat sebanyak 200 mg/hari selama 10 hari- 2 minggu pada pagi hari setelah makan. Kontraindikasi ketokonazol adalah pada penderita kelainan hepar.

Flukonazol memberikan efek yang efektif terhadap berbagai organisme yang berbeda termasuk Trichophyton dan spesies Microsporum. Flukonazol , berbeda dengan antijamur azol lainnya karena sangat larut dalam air dan memiliki bioavailabilitas yang sangat baik. Dosis flukonazol berkisar 1,5-6 mg/kg/hari. Penggunaan flukonazol merupakan kontraindikasidalamkombinasi dengan astemizol dan terfenadine serta tidak dianjurkanpada pasien dengan penyakit hati atau disfungsi ginjal atau dikombinasi dengan eritromisin.

Terbinafine1,2,4-6,8

Terbinafine adalah fungisidal terhadap kedua Trichophyton dan Microsporum spp. Terbinafine adalah obat allylamine sebagai antijamur spektrum. Terbinafine bekerja dengan memblok pembentukan ergosterol pada membran sel jamur dengan menghambat squalene epoksidase yang mengarah ke akumulasi squalene . Obat ini dimetabolisme di hati dan diekskresikan terutama dalam urin . Terbinafine tersedia sebagai krim atau dalam bentuk tablet (250mg) . Di beberapa negara tablet pediatrik tersedia ( 125mg ) . Dosis 62,5 mg-250 mg sehari tergantung pada berat badan atau dosis dewasa adalah 250 mg sedangkan pada anak-anak digunakan berdasarkan pada berat badan yaitu : < 20 kg (62,5 mg/hari) , 20 40 kg (125 mg/ hari) dan > 40 kg (250 mg/hari). Durasi pengobatan dilakukan selama 4 minggu, namun jika penyebabnya adalah T. tonsurans membutuhkan pengobatan selama satu bulan. Efek samping terinafine ditemukan pada 10% pada penderita yaitu gangguan gastrointestinal seperti nausea, vomitus, nyeri lambung, diare, konstipasi, umumnya ringan. Sefalgia ringan dan dilaporkan 3,3-7% gangguan fungsi hepar.

BAB III

SIMPULAN

Tinea kapitis (ringworm of the scalp) merupakan dermatofitosis pada kulit kepala dan berhubungan dengan rambut yang disebabkan oleh spesies Microsporum dan Trichophyton.1-3 Tinea kapitis sering muncul pada anak- anak usia antara 3 sampai 14 tahun dan jarang terjadi pada dewasa.3 Manifestasi klinis tinea kapitis pada tiap negara bervariasi dari rambut kusam, rambut patah dengan skala ringan sampai berat, nyeri, inflamasi serta dapat juga ditemukan alopesia parsial dengan beberapa tingkat peradangan, limfadenopati servical dan oksipital.6

Pengobatan untuk tinea kapitis sebagai gold standar adalah griseofulvin sedangkan obat baru yang dapat digunakan untuk alternatif terapi tinea kapitis adalah flukonazole, ketokonazole, itrakonazole, dan terbinafine. Untuk mengurangi penularan dapat menggunakan selenium sulfida, shampo ketokonazol dan shampo povidone iodine digunakan seminggu 2 kali, untuk mengurangi spora jamur dan infeksivitas. Namun pengobatan ini tidak dapat digunakan sebagaiterapi tunggal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Unandar Budimulja. Mikosis: dalam Prof.Dr. dr. Adhi Djuanda, dkk Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta : FKUI. 2013; p.95-100

2. E.M Higgins, dkk. Guideline for The Management of Tinea Capitis.British Journal of Dermatology. 2000; 143:53-58

3. Shannon Verma, Michael P. Hefferman. Superficial Fungal infection :Dermatophytosis, Onychomycosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, dkk. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th ed. Volume 1 & 2. New York Mc Graw Hill, 2008 : p 1807-1813

4. Health Protection Agency. Tinea Capitis in The United Kingdom: A report on its diagnosis, management and prevention. London : Health Protection Agency, March 2007

5. N rebollo, dkk. Tinea Capitis. Review Article. Actas Dermosifiliogr. 2008;99:91-100

6. Maha A, Dayel, Iqbal Bukhari. Tinea Capitis. The Gulf Journal of Dermatology and Venereology.Vol.1. No.1. 2004

7. Robin Graham-Brown, Tony Burns. Dermatologi. Edisi 8. Jakarta : Erlangga. 2005 ; p. 35

8. Brendan P. Kelly. Superficial Fungal Infections : Pediatrics in Review. American Academy of Pediatrics. 2012;33;e22