Upload
anggri-septyan
View
271
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
komen untuk membangun..salam teman sejawat>>>
Citation preview
PRESENTASI KASUSTETANUS
Pembimbingdr. Dikdik Suparman., SpS
Disusun olehYanova Trimujasmara 01310296
FAKULTAS KEDOKTERAN MALAHAYATISMF ILMU PENYAKIT SYARAF
RSUD KOTA BANJAR2007
TRAUMA KAPITIS
DEFINISI
Trauma kapitis dapat diartikan sebagai jumlah deformitas jaringan yang diakibatkan
oleh suatu kekuatan mekanis. Trauma kapitis merupakan suatu trauma mekanik yang
secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala dan mengakibatkan gangguan
fungsi neurologis
KLASIFIKASI TRAUMA KAPITIS
Penangananan pasien trauma kapitis berdasarkan faktor: status klinis dan
keadaan patologi intrakranial.
Klasifikasi yang diterapkan pada bagian bedah saraf FKUP/RSHS adalah
berdasarkan pada tingkat kesadaran pasien ketika tiba di rumah sakit:
Tingkat I : Penderita sadar dan orientasi baik tanpa kelainan neurologis.
Dapat terjadi nyeri kepala, muntah atau mual. Dapat juga
terjadi PTA (Post Traumatik Amnesia).
Tingkat II: Terjadi penurunan kesadaran (letargi) tetapi masih dapat
mengikuti perintah sederhana. Atau penderita sadar dengan
kelainan neurologis, misalnya: hamiparese, afasia, dan lain-
lain.
Tingkat II: Penderita pengalami penurunan kesadaran dan tidak dapat
menuruti perintah sederhana, misalnya: mengangkat tangan.
dapat mengeluarkan suara tetapi tidak jelas yang diucapkan.
Motor respon bervariasi dari dapat melokalisasi nyeri sampai
flaccid.
Tingkat IV: Tidak didapatkan fungsi otak
Menurut Narayan, trauma kapitis dapat diklasifikasikan berdasarkan
mekanisme, beratnya trauma dan morfologi.
I. berdasarkan mekanisme terjadinya trauma kapitis:
Luka tertutup.
Luka penetrasi
II. Berdasarkan morfologi
1. Fraktur tengkorak
a. Permukaan tengkorak: ● ”Linear” atau “Stellate”.
● “Depressed” atau “nondeprsessed”
b. Basis
2. Lesi Intrakranial
a. Fokal :
Epidural
Subdural
Intraserebral
b. Diffuse :
“Mild concussion”.
“Classical concussion”.
“Diffuse axonal injury”.
PATOFISIOLOGI
Adanya kekuatan benturan pada kepala pada saat terjadinya trauma dapat
menyebabkan deformasi oleh karena akselerasi, deselerasi dan rotasi. Kerusakan otak
ditimbulkan oleh karena:
a. Kompresi (terjadi dorongan/desakan pada jaringan otak)
b. “Tension” (terjadi robekan pada sebagian jaringan otak)
c. “Shearing” (terjadi pergeseran dari sebagian jaringan otak ke bagian lain)
Akselerasi adalah pukulan dengan benda tumpul yang menyebabkan kepala
dalam posisi diam menjadi bergerak. Jejas akselerasi diakibatkan adanya akselerasi
angular atau linear. Keadaan ini menyebabkan isi ruang tengkorak bergerak mengenai
tonjoloan tulang dan tepi membran durameter. Dapat terjadi memar atau kontusi pada
batang otak, permukaan bawah lobus oksipital atau permukaan superior serebelum
oleh karena terbentur pada tepi tentorium serebeli. Permukaan atas korpus kolosum
juga dapat terbentur pada tepi falx serebri. Bagian atas dari lobus frontalis dan
temporalis mudah mengalami kerusakan pada cedera kepala dengan arah
antereposterior dan superoinferior karena terbentur pada ujung tulang-tulang yang
memisahkan fosa anterior dan fossa media.
Deselerasi adalah cedera kepala dimana kepala bergerak membentur benda solid
yang diam. Deselerasi dengan kecepatan tinggi dapat menyebabkan jejas “coup” dan
“contracoup”. Menurut Gurjian, ciri khas biomekanik dari coup-cotrecoup dan
kontusio adalah sebagai berikut:
1. Coup kontusio disebabkan oleh efek langsung dari tulang yang
membentur
2. Contracoup kontusio disebabkan oleh gerakan otak terhadap
permukaan tulang yang tidak rata
3. Bila kepala relatif diam. Benturan langsung menyebabkan coup lesi,
tanpa efek contracoup.
4. Bila kepala bebas bergerak, benturan pada kepala menyebabkan lesi
contracoup tanpa lesi coup
☼ KERUSAKAN PRIMER PADA TRAUMA CAPITIS
Keadaan ini dibagi atas lima kategori umum yaitu :
1. Kerusakan kulit kepala (“scalp”):
Oleh karena bagian ini banyak pembuluh darah, maka laserasi yang besar
dapat mnyebabkan menghilangkan darah yang berarti sampai syok. Kerusakan
pada kulit kepala dapat merupakan tanda dari adanya suatu kerusakan otak
serta letaknya dan dapat merupakan tempat masuknya kuman sehingga terjadi
infeksi intracranial.
2. Fraktur tulang kepala
Fraktur tulang kepala (“skull fracture”)dapa terjadi akibat trauma tumpul atau
penetrasi (tembus). Fraktur tulang kepala biasanya dibagi atas:
Fraktur “linear” yang terdiri atas fraktur pada permukaan kranium dan
fraktur basis kranium
Fraktur “depressed”
3. Trauma kepala perforasi dan penetrasi
Istilah penetrasi biasanya digunakan untuk luka tembus akibat peluru dan
istilah perforasi digunakan untuk luka tusuk/bacok.
4. Lesi otak fokal
a. Hematoma traumatik terdiri dari:
Hematoma Epidural : merupakan akibat dari trauma tumpul pada otak
dan meningan. Fraktur (yang paling sering linear) dapat terjadi pada
30-91% kasus. Dengan adanya fraktur, terjadi gangguan terhadap
meningen di bawahnya dan trauma pada pembuluh darah (paling sering
cabang arteri meningea media). Oleh karena tulang temporal tipis dan
letaknya dekat dengan arteri meningea media maka 70-80% kasus
hematoma epidural berlokasi pada area temporal. Efek patologi dari
hematoma epidural yaitu trauma oleh karena kompresi jaringan otak di
bawahnya dan udema yang ditimbulkannya. Gejala klinisnya
tergantung lokasi hematoma. Pada saat tiba di rumah sakit, 30-60%
penderita mengalami gangguan kesadaran ringan ataupun tidak
mengalami ganguan kesadaran, lebih dari 20% penderita mengalami
gangguan kesadaran pada saat terjadinya trauma. Gambaran klinis
klasik dari hematoma epidural adalah adanya interval lucid dimana
pasien mula-mula mengalami pingsan pada saat kejadian kemudian
sadar dan kembali tidak sadar saat terjadi ekspansi hematoma. Keadaan
ini hanya terdapat pada 20-50% penderita.
Hematoma subdural : terdiri dari hematoma subdural akut dan kronis.
Hematoma subdural akut biasanya disebabkan oleh pecahnya “bridging
vein” atau oleh perdarahan intraserebral yang masuk ke ruang
subdural.
Hematoma subdural kronis biasanya terjadi pada orang tua dengan
faktor predisposisi yaitu adanya atrofi serebri.
Hematoma intraserebral : terjadi pada 15% cedera kepala berat. Dapat
tunggal atau multipel. Perdarahan timbul akibat robeknya pembuluh
darah kecil di otak.
b. Komacio, Kontusi dan laserasi cerebri
Komacio Cerebri (Gegar otak, insiden : 80%)
Adalah disfungsi neuron otak sementara yang disebabkan oleh trauma
kapitis tanpa menjukan kelainan mikroskopis jaringan otak.
Kesadaran menurun < 10 menit
Tanpa defisit neurologis
Bisa ditemukan amnesia retrogad atau anteretrogade
Tidak ditemukan kerusakan struktur jaringan otak
Diduga terjadi gangguan transfer axon
Beberapa bulan kemudian bisa ditemukan penurunan axon
dibatang otak
Kontusi
Adalah suatu keadaan yang disebabkan trauma kapitis yang menimbulkan
lesi perdarahan interstitial nyata pada jaringan otak tanpa terganggunya
kontinuitas jaringan dan dapat mengakibatkan gangguan neurologis yang
menetap. Kontusi terdiri dari area perdarahan perivaskuler dan jaringan
otak yang nekrosis. Kontusi biasanya berupa coup-contrecoup
Kesadaran menurun bila > 10 menit
Defisit neurologis : Ringan s/d berat (ringan 10-15 minggu).
Berat berminggu-minggu
Ditemukan kelainan struktur diotak berupa perdarahan
interstitial
Bila perdarahan tumpul membentuk suatu hematom : Disebut
perdarahan intraserebral
Ada memar, tidak ada robek, kesadaran menurun
Laserasi Cerebri
Ditemukan diskontinuitas jaringan otak
Pasien sadar bila mengenai daerah – daerah yang tidak
berbahaya
Tidak memberi kelainan secara fisik, sadar penuh
Robek lebih besar di tempat vital kelainan neurologis
bahkan menimbulkan kematian
Robek kecil Reversibel Akan direabsorbsi. Contoh :
bacokan
c. Perdarahan subaraknoid
d. Perdarahan intraventrikuler
e. Trauma batang otak
f. Jejas saraf kranial
g. Kerusakan pembuluh darah intrakranial
h. Lesi Hipotalamus dan hipofise
i. Jejas medulla spinalis yang menyertai trauma kapitis
5. Lesi otak difus
a. “Concussion”
Menurut Greenberg, concussion adalah kehilangan kesadaran (kurang dari
6 jam) tanpa gambaran abnormal pada CT akibat suatu trauma kapitis.
b. “Diffuse axonal injury”. (DAI)
Definisi menurut Greenberg: DAI merupakan lesi primer oleh karena
trauma kapitis rotasional akselerasi/deselerasi pada bentuk yang berat yang
dapat menyebabkan fokus hemoragik pada korpus kolosum dan batang
otak bagian rostral dorsolateral, dengan bukti mikroskopik adanya jejas
difus pada akson. Sering merupakan penyebab kehilanagn kesadaran pada
pasien yang langsung koma setelah trauma kepala tanpa adanya massa
(SOL) pada gambaran CT (meskipun DAI dapat juga bersamaan dengan
hematoma subdural atau epidural).
☼ KERUSAKAN SEKUNDER PADA TRAUMA CAPITIS
Keadaan ini berupa semua kejadian pasca trauma selain dari mekanisme lesi
trauma kapitis yang aktual (fokal atau difus).
Kerusakan otak sekunder terdiri dari:
Gangguan sistemik: hipoksia, hipotensi, hiperkarbia, hipertermia dan
ketidak seimbangan elektrolit.
Gangguan intrakranial: udema serebri, peningkatan tekanan intrakranial
dan kejang
DIAGNOSIS
Anamnesis Untuk kepastian
Klinis : Bisa somnolen, spoor atau langsung koma
Pemeriksaan penunjang :
Foto shedel
Foto sinus dan basis cranii
Foto cervical : untuk dislokasi fraktur bahaya pada Med. Spinalis
Gagal nafas Meninggal.
C III – C IV : Pusat nafas
CT Scan kepala
Lab rutin dan toxikologi. Untuk Toxikologi beri B1 = 100 mg IV Sadar
PENATAKLASANAAN PASIEN TRAUMA KAPITIS
1. PENATALAKSANAAN UMUM
a. Pertolongan pertama di tempat kecelakaan :
Sebaiknya pertolongan pertama pada korban kecelakaan lalu lintas
diberikan oleh orang yang mengetahui bagaimana memberikan pertolongan
pertama pada kecelakaan (P3K).
Sebagai contoh: mengangkat korban yang pingsan dengan bantuan dua
orang, korban dipindahkan dari kerumunan orang. Jika penderita muntah,
kepala dimiringkan. Dilakukan penekanan pada tempat yang berdarah.
Hubungi kantor polisi yang terdekat dan ambulans untuk mengangkut korban
ke rumah sakit.
b. Pertolongan dalam ambulans.
Ambulan yang ideal adalah yang dilengkapi oleh personal yang
mengetahui cara-cara memberikan pertolongan pertama P3K disertai alat-alat
dan obat-obatan bilamana diperlukan. Prinsip-prinsip resusitasi
kardiopulmonal harus diterapkan selama pasien dalam ambulans. Jalan nafas
harus bersih, jika pasien muntah, muntahan harus dihisap dengan alat
penghisap lala kepala diekstensikan jika tidak ada kecurigaan adanya fraktur
tulang servikal. Jika frekuensi pernafasan kurang dari 5 kali permenit,
dilakukan pernafasan buatan dengan “ambubag” sampai frekuensinya 14 kali
permenit. Jika terjadi tanda-tanda syok, harus secepatnya diatasi dengan
pemberian larutan RL 30-40 tetes permenit sampai tekanan darah diatas 100
mmHg. Penyebab syok harus dicari. Misalnya jika terjadi perdarahan, harus
segera dihentikan.
Pertolongan yang baik dan maksimal yang diberikan dalam ambulans
selama dalam perjalanan ke rumah sakit (jalan nafas, respirasi dan sirkulasi)
akan banyak menentukan prognosa penderita
c. Pertolongan di ruang gawat darurat.
Pada prinsifnya pertolongan di ruang gawat darurat melanjutkan apa
yang telah dilakukan selama dalam ambulans.
- Resusitasi stabil ( Airwa, Breathing, Circulating )- Nilai kondisi pasien CKR atau CBB- Fraktur terbuka dan perdarahan epidural atau subdural Bedah syaraf- Bila perlu resusitasi lanjutan ICU- CKR / S/B stabil dirawat diruang syaraf- Jaga keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa- Bila tekanan intra kranial tinggi : Kepala ditinggikan, larutan
hiperosmolar, hiperventilasi- Berikan nutrisi enteral secepat mungkin, cegah hiper katabolisme- Berikan antibiotik- Berikan anti kejang bila perlu- Cegah aspirasi dan dekubitus- Menurunkan tekanan intrakranial : Dengan manitol 20 %, Gkliserol 10 %
d. Pemeriksaan fisik neurologi:
Setelah tanda vital ditentukan dan distabilkan serta letak trauma
ditentukan berdasarkan inspeksi, pemeriksaan neurologi merupakan perioritas
selanjutnya dalam mengevaluasi pasien dengan trauma kapitis.
Pemeriksaan awal:
Perhatian terhadap tanda vital sangat penting dalam penanganan trauma
kapitis. Pertahankan jalan nafas yang bersih, nadi dan tekanan darah yang
adekuat. Peningkatan tekanan darah dan penurunannya denyut jantung
merupakan penyebab terjadinya tegangan tinggi intrakranial dan terjadi
penekanan medulla.
Tingkat kesadaran : pemantauan tingkat kesadaran dilakukan dengan memakai
Glasgow Coma Scale (GCS). Melalui GCS dapat ditentukan gangguan
kesadaran sebagai :
1. Ganggaun ringan (GCS 9-14)
2. Sedang (GCS 6-8) dan
3. Berat (GCS 3-5).
Pupil. Observasi pupil sangat penting dalam memantau pasien trauma kapitis.
Adanya gangguan pupil dapat menandakan adanya herniasi dan ancaman
kematian.
Gerak bola mata. Pergerakan bola mata merupakan tanda penting dari aktifitas
fungsional formasi retikular dan kelompok nukleus batang otak
Pemeriksaan lanjut:
Segera setelah pasien sadar dan dapat melakukan perintah sederhana.
Pemeriksaan neurologis yang lengkap harus dilakukan. Pemeriksaan yang
dilakukan antara lain:
- Pemeriksaan kranium
- Pemeriksaan saraf otak
- Pemeriksaan fungsi memori
- Pemeriksaan fungsi berbahasa
- Pemeriksaan koordinasi, dan lain-lain.
e. Pemeriksaan radiologis:
1. Foto Polos Kranium
2. Angiograti Serebral
3. Ventrikulografi
4. Computed Tomography
5. Magnetic Resonance Imaging
2. PENATALAKSANAAN KHUSUS
a. Gangguan pernapasan
Pada penderita trauma kapitis, lebih kurang 20% diantaranya terdapat
gangguan pernapasan dengan penyebab antara lain : aspirasi, udem pulmonum
dan insufisiensi pernapasan.
Jalan napas harus diperhatikan pada setiap penderita trauma kapitis, jika
terjadi tanda-tanda penyumbatan jalan napas dapat dilakukan :
Bersihkan jalan napas ( kepala dimiringkan, keluarkan/hisap muntahan darah
atau benda asing). Jika perlu dipasang pipa endotrakeal terutama pasien
dengan GCS < atau = 8. Periksa analisa gas darah. Jika perlu
dilakukantrakeostomi dan pemasangan ventilator.
b. Gangguan kardiovaskuler
Hipotensi merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada trauma kapitis,
tetapi jika terjadi merupakan suatu hal yang berbahaya
Penyebab hipotensi diklasifikasikan menjadi :
Ektra kranial : ☼ Hipovolemia (penyebab tersering adalah
perdarahan intra abdominal).
☼ Trauma thorax
Intra kranial : ☼ Laserasi kulitn kepala
☼ Jejas pada sinus atau pembuluh darah
lainnya.
☼ Jejas pada medula
Pengobatan hipotensi harus ditujukan terhadap penyebabnya.
Evaluasi yang akurat dengan pemeriksaan foto polos/CT abdomen dan thorax
jika perlu harus dilakukan. Pemberian cairan RL harus segera dilakukan
sebaiknya sejak ditempat kejadian, dan diteruskan sampai tekanan darah
normal dan jumlah urin cukup. Kemudian diikuti dengan pemberian elektrolit,
hematokrit dan analisa gas darah.
Pada penderita dengan trauma medulla spinalis dan terjadi syok harus
diberikan dopamin dan dilakukan pengukuran tekanan vena sentralis agar
tidak terjadi oedem paru karena overload cairan
pemasangan monitoring EKG dan pemantauan intensive terhadap jantung
sangat diperlukan. Terapi diberikan sesuai gejala klinik dan gambaran EKG
yang ada.
c. Tekanan tinggi intrakranial (TTIK)
Melakukan pemantauan tekanan intrakranial pada penderitra trauma kapitis
dengan GCS kurang dari 8 penting untuk pengobatan trauma kapitis berat.
Penurunan kesadaran terdapat pada 40% pasien trauma kapitis dengan
penyebabnya antara lain peningkatan tekanan intrakaranial.
Pengobatan terhadap tekanan tinggi intrakranial berhubungan dengan
prognosa pasien. Berdasarkan data yang ada hasil pengobatan yang baik jika
tekanan intrakranial kurang 15 mmHg. Tekanan intrakranial ini harus
dipertahankan 10-15 mmHg.
d. Cairan dan elektrolit
Keseimbangan cairan dalam tubuh perlu diperhatikan karena berhubungan
dengan osmolaritas darah. Osmolaritas normal dalam darah adalah : 285-304
mOsm)/L
Osmolaritas : 2 X ( Na+) + (K+) + BUN/2,8
Pemantauan cairan yang masuk dan keluar, Na, K, BUN dan hematokrit yang
berguana untuk memantau keadaan osmolaritas dalam tubuh sehingga
komplkasi berupa oedem serebri dan akibat langsung dari gangguan elektrolit
dapat dihindari.
KOMPLIKASI CEDERA KEPALA BERAT
1. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya
leptomeningen dan terjadi 2-6% pasien dengan cedera kepala tertutup.
Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi kepala setelah beberapa hari
pada 85% pasien. Drainase lumbal dapat mempercepat proses ini.
2. Fistel Karotis-kavernosus ditandai oleh trias gejala : eksofthalmus, kemosis,
dan bruit orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.
3. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai
hifopisis, menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik.
4. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera ( dlm 24 pertama), dini (minggu
pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
PROGNOSIS
Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai prognostik yang besar.
Skor 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau tetap dalam kondisi vegetatif,
sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan meninggal atau
vegetatif hanya 5-10%
KESIMPULAN
Trauma kapitis merupakan salah satu penyebab tertinggi angka kematian dan
kecatatan.
Pemahaman mengenai patomekanisme, patofisiologi dan patologi trauma kapitis
sangat penting dalam penaganan trauma kapitis karena sangat berhubungan
dengan prognosa pasien.
Penanganan pasien trauma kapitis harus dimulai sejak ditempat kejadian sampai
di rumah sakit rujukan. Penatalaksanaan disesuaikan dengan derajat beratnya
trauma kapitis dan komplikasi ektrakranial yang terjadi. Pemantauan pasien
harus secara intensive di ICU
Prognosa pasien trauma kapitis tergantung dari beratnya derajat penyakit dan
komplikasi yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Mahar Mardjono.,Prof.DR, Priguna Sidharta., Prof.DR. Neurologi Klinis
Dasar. Dian Rakya. Jakarta 2003
Richard S. Snell,M.D., Ph.D., Neuroanatomi Klinik Edisi II, EGC, Jakarta
1996
Jack deGroot., Neuroanatomi Korelatif Edisi-21, EGC, Jakarta 1997
Lumbantobing.S.M., Prof.DR.dr., Neurologi Klinik “Pemeriksaan Fisik dan
Mental” Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta 2006
www.google.com
www.medicastore.com
www.kompas.com