Upload
bagus-pattiwael
View
238
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Dermatofitosis mempunyai beberapa gejala klinik yang nyata, tergantung pada letak
anatomi dan etiologi agents. Secara klinis dermatofitosis terdiri atas tinea kapitis, tinea favosa
(hasil dari infeksi oleh Trichophyton schoenleinii), tinea corporis ( ringworm of glabrous skin ),
tinea imbrikata ( ringworm hasil infeksi oleh T. concentrikum ), tinea unguium ( ringworm of the
nail ), tinea pedis ( ringworm of the feet ), tinea barbae ( ringworm of the beard ) dan tinea
manum ( ringworm of the hand).1
Tinea kapitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur superfisial pada kulit
kepala, bulu mata dengan kecenderungan menyerang tangkai rambut dan folikel – folikel rambut.
Penyakit ini termasuk kepada mikosis superfisialis atau dermatofitosis. Beberapa sinonim yang
digunakan termasuk ringworm of the scalp dan tinea tonsurans. Di Amerika Serikat dan wilayah
lain di dunia insiden dari tinea kapitis meningkat.2
Gejala klinis tinea kapitis ditemukan berbeda – beda dari dermatofitosis non inflamasi
dengan sisik mirip dermatitis seboroik sampai inflamasi dengan lesi bersisik yang eritematous
dan kerontokan rambut atau alopesia dan dapat berkembang menjadi inflamasi yang berat berupa
abses yang dalam disebut kerion, yang mempunyai potensi menjadi jaringan parut dan
menyebabkan alopesia yang menetap. Keadaan penyakit ini tergantung pada interaksi antara host
dan agen penyebab.2
Tinea kapitis terkadang dikelirukan dengan dignosa lainnya yang mempunyai gambaran
klinis yang mirip. Dengan adanya hal ini, maka tinea kapitis ini harus dibedakan dengan
dermatitis seboroik, alopesia areata dan psoriasis.3
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menambah pengetahuan kita tentang tinea
kapitis sehingga kita dapat memahami betul tentang penyakit tinea kapitis ini. Karena terkadang
kita masih keliru dalam mendiagnosa, mengingat banyak penyakit lain yang gambaran klinisnya
mirip dengan penyakit ini. Di dalam referat ini akan dibahas mengenai definisi, etiologi, cara
penularan, jenis-jenis tinea kapitis, bagaimana mendiagnosa banding dengan penyakit lain, dan
cara pengobatan yang tepat. Dengan demikian, maka diharapkan kedepannya kita bisa cepat dan
tepat dalam mendiagnosa tinea kapitis serta bisa memberikan penatalaksanaan yang optimal
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Dermatofitosis adalah setiap infeksi fungal superfisial yang disebabkan oleh dermatofit
dan mengenai stratum korneum kulit, rambut dan kuku, termasuk onikomikosis dan berbagai
macam bentuk tinea. Disebut juga epidermomycosis dan epidermophytosis.1
Tinea kapitis adalah infeksi dermatofita pada kulit kepala, alis mata dan bulu mata yang
disebabkan oleh spesies dari genus Microsporum dan Trichophyton.2
2.2 SINONIM
Ringworm of the scalp and hair, tinea tonsurans, herpes tonsurans1
2.3 ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh spesies dermatofita dari genus Trichophyton dan
Microsporum, misalnya T. violaceum, T. gourvilii, T. mentagrophytes, T. tonsurans, M. audoinii,
M. canis, M. ferrugineum.1
2.3.1 Microsporum
Kelompok dermatofita yang bersifat keratofilik, hidup pada tubuh manusia (antropofilik)
atau pada hewan (zoofilik). Merupakan bentuk aseksual dari jamur. Terdiri dari 17 spesies, dan
yang terbanyak adalah:
Tabel 2.1 Spesies Microsporum
SPECIES CLASSIFICATION (NATURAL RESERVOIR)
Microsporum audouinii Anthropophilic
Microsporum canis Zoophilic (Cats and dogs)
Microsporum cooeki Geophilic (also isolated from furs of cats, dogs, and rodents)
Microsporum ferrugineum Anthropophilic
Microsporum gallinae Zoophilic (fowl)
2
Microsporum gypseum Geophilic (also isolated from fur of rodents)
Microsporum nanum Geophilic and zoophilic (swine)
Microsporum persicolor Zoophilic (vole and field mouse)
Koloni mikrosporum adalah glabrous, serbuk halus, seperti wool atau powder.
Pertumbuhan pada agar Sabouraud dextrose pada 25°C mungkin melambat atau sedikit cepat dan
diameter dari koloni bervariasi 1- 9 cm setelah 7 hari pengeraman. Warna dari koloni bervariasi
tergantung pada jenis itu. Mungkin saja putih seperti wol halus yang masih putih atau menguning
sampai cinamon2
2.3.2 Tricophyton
Trichophyton adalah suatu dermatofita yang hidup di tanah, binatang atau manusia.
Berdasarkan tempat tinggal terdiri atas anthropophilic, zoophilic, dan geophilic. Trichophyton
concentricum adalah endemic pulau Pacifik, Bagian tenggara Asia, dan Amerika Pusat.
Trichophyton adalah satu penyebab infeksi pada rambut, kulit, dan kuku pada manusia.2
Tabel 2.2 Spesies Trichophyton
SPECIES CLASSIFICATION (NATURAL RESERVOIR)
Ajelloi Geophilic
Concentricum Anthropophilic
Equinum zoophilic (horse)
Erinacei zoophilic (hedgehog)
Flavescens geophilic (feathers)
Gloriae Geophilic
Interdigitale Anthropophilic
Megnini Anthropophilic
Mentagrophytes zoophilic (rodents, rabbit) / anthropophilic
Phaseoliforme Geophilic
Rubrum Anthropophilic
3
Schoenleinii Anthropophilic
Simii zoophilic (monkey, fowl)
Soudanense Anthropophilic
Terrestre Geophilic
Tonsurans Anthropophilic
Vanbreuseghemii Geophilic
Verrucosum zoophilic (cattle, horse)
Violaceum Anthropophilic
Yaoundei anthropophilic
2.4 EPIDEMIOLOGI
Tinea kapitis sering mengenai anak – anak berumur antara 4 dan 14 tahun. Walaupun
jamur patogen yang terlibat banyak, Trichophyton tonsurans menjadi penyebab lebih dari 90%
kasus di Amerika Utara dan United Kingdom. Kasus – kasus di perkotaan biasanya didapatkan
dari teman – teman atau anggota keluarga. Kepadatan penduduk, hygien yang buruk dan
malnutrisi protein memudahkan seseorang mendapatkan penyakit ini. Kasus – kasus yang
disebabkan oleh Microsporum canis jarang terjadi dan di dapat dari anak anjing dan anak
kucing.2
Di Amerika Serikat, kejadian penyakit ini tidak lama tercatat oleh badan kesehatan
masyarakat, karena kebenaran insiden tidak di ketahui. Laporan insiden tertinggi ditemui pada
anak usia sekolah di Amerika dan Afrika.2 Tinea kapitis terjadi lebih dari 92,5 % dari
dermatofitosis pada anak – anak berumur kurang dari 10 tahun. Penyakit ini jarang pada orang
dewasa. Meskipun kejadiannya mungkin dapat dijumpai pada pasien – pasien tua.2 Di dunia
internasional tinea kapitis tersebar luas di beberapa daerah perkotaan di Amerika Utara, Sentral
Amerika dan Amerika Selatan, terdapat juga sebagian di Afrika dan India.1 Di Asia Tenggara,
angka infeksi telah dilaporkan menurun cepat dari 14 % ( rata – rata dari anak perempuan dan
laki – laki ) sampai 1,2 % pada 50 tahun terakhir karena keadaan sanitasi umum dan hygien
perorangan telah membaik. Di Selatan Eropa penyakit ini jarang.1
4
Insidens tinea kapitis dibandingkan dermatomikosis lain di Medan adalah 0,4% (1996-
1998), RSCM Jakarta 0,61 -0,87% (1989-1992), manado 2,2-6% (1990-1996) dan Semarang
0,2%. Di Surabaya kasus baru tinea kapitis antara tahun 2001-2006 insidennya dibandingkan
kasus baru dermatomikosis di Poli Dermatomikosis URJ Kulit dan Kelamin RSU Dr.Soetomo
antara 0,31% - 1,55%. Di Surabaya tersering tipe kerion (62,5%) daripada tipe Graypatch
(37,5%). Tipe Blackdot tidak ditemukan.3
2.5 PATOGENESIS
Infeksi ektotrik ( diluar rambut )
Infeksinya khas di stratum korneum perifolikulitis, menyebar sekitar batang rambut dan
di batang rambut bawah kutikula dari pertengahan sampai akhir anagen saja. Sebelum turun ke
folikel rambut untuk menembus kortek rambut. Hifa-hifa intrapilari kemudian turun ke batas
daerah keratin, dimana rambut tumbuh dalam keseimbangan dengan proses keratinisasi, tidak
pernah memasuki daerah berinti. Ujung-ujung hifa-hifa pada daerah batas ini disebut Adamson’s
fringe, dan dari sini hifa berpolifrasi dan membagi menjadi atrokonidia yang mencapai korteks
rambut dan dibawa keatas pada permukaan rambut. Rambut-rambut akan patah tepat diatas
fringe tersebut, dimana rambutnya sekarang menjadi sangat rapuh sekali. Secara mikroskop
hanya atrokonidia ektotrik yang tampak pada rambut yang patah, walaupun hifa intrapilari ada
juga.3
Infeksi Endotrik ( didalam rambut )
Kurang lebih sama dengan ektotrik kecuali kutikula tidak terkena dan atrokonodia hanya
tinggal di dalam batang rambut menggantikan keratin intrapilari dan meninggalkan kortek yang
intak. Akibatnya rambutnya sangat rapuh dan patah pada permukaan kepala dimana penyanggah
dan dinding folikular hilang meninggalkan black dot. Infeksi endotrik juga lebih kronis karena
kemampuannya tetap berlangsung di fase anagen ke fase telogen.3
2.6 GEJALA KLINIS
Di dalam klinik tinea kapitis dapat di lihat sebagai 3 bentuk yang jelas :2
1. Grey patch ringworm.
Grey patch ringworm merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus
Microsporum dan sering ditemukan pada anak – anak. Penyakit mulai dengan papul merah yang
5
kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak yang menjadi pucat dan
bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu – abu dan tidak berkilat
lagi. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset
tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur, sehingga dapat terbentuk
alopesia setempat.1,2
Tempat – tempat ini terlihat sebagai grey patch. Grey patch yang di lihat dalam klinik
tidak menunjukkan batas – batas daerah sakit dengan pasti. Pada pemeriksaan dengan lampu
wood dapat di lihat flouresensi hijau kekuningan pada rambut yang sakit melampaui batas –
batas grey tersebut. Pada kasus – kasus tanpa keluahan pemeriksaan dengan lampu wood ini
banyak membantu diagnosis. Tinea kapitis yang disebabkan oleh Microsporum audouinii
biasanya disertai tanda peradangan ringan, hanya sekali – sekali dapat terbentuk kerion.2
Gambar 1. Gray patch Ringworm
2. Kerion
Kerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa pembengkakan
yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang yang padat disekitarnya. Bila
penyebabnya Microsporum caniis dan Microsporum gypseum, pembentukan kerion ini lebih
sering dilihat, agak kurang bila penyebabnya adalah Trichophyto violaceum. Kelainan ini dapat
menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap, parut yang menonjol kadang
– kadang dapat terbentuk.1
6
Gambar 2: kerion
3. Black dot ringworm
Black dot ringworm terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan Trichophyton
violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya menyerupai kelainan yang di sebabkan
oleh genus Microsporum. Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada rambut yang penuh
spora. Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberi gambaran khas, yaitu black
dot, Ujung rambut yang patah kalau tumbuh kadang – kadang masuk ke bawah permukaan kulit.1
Dalam hal ini perlu dilakukan irisan kulit untuk mendapatkan bahan biakan jamur Tinea
kapitis juga akan menunjukkan reaksi peradangan yang lebih berat, bila disebabkan oleh
Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyton verrucosum, yang keduanya bersifat zoofilik.
Trichophyton rubrum sangat jarang menyebabkan tinea kapitis, walaupun demikian bentuk klinis
granuloma, kerion , alopesia dan black dot yang disebabkan Trichophyton rubrum pernah di
tulis.1,2
Gambar 3: Black dot ringworm
7
4. Favus
Kelainan di kepala dimulai dengan bintik-bintik kecil di bawah kulit yang berwarna
merah kekuningan dan berkembang menjadi krusta yang berbentuk cawan (skutula), serta ntibo
bau busuk seperti bau tikus “ntib odor”. Rambut di atas skutula putus-putus dan mudah lepas dan
tidak mengkilat lagi. Bila menyembuh akan meninggalkan jaringan parut dan alopesia yang
permanen. Penyebab utamanya adalah Trikofiton schoenleini, T. violasum dan T. ntibo. Oleh
karena Tinea kapitis ini sering menyerupai penyakit-penyakit kulit yang menyerang daerah
kepala, maka penyakit ini harus dibedakan dengan penyakit-penyakit bukan oleh jamur seperti:
Psoriasis vulgaris dan Dermatitis seboroika.2
Favus, favosa tinea juga disebut, adalah infeksi dermatophytic inflamasi kronis biasanya
disebabkan oleh Trichophyton schoenleinii. Jarang, favus disebabkan oleh Trichophyton
violaceum, Trichophyton mentagrophytes var quinckeanum, atau Microsporum gypseum.Favus
biasanya mempengaruhi kulit kepala rambut tetapi juga dapat menginfeksi kulit berbulu dan
kuku.Agen penyebab mouse favus adalah T mentagrophytes var quinckeanum, juga disebut
Trichophyton quinckeanum, yang dapat menyebabkan favus pada manusia, meskipun jarang.2
Favus adalah 1 dari 3 pola utama infeksi rambut (ectothrix, endothrix, favus).Biasanya,
rambut tidak seperti yang terinfeksi berat seperti dalam trichophytosis disebabkan oleh
Trichophyton tonsurans.Rambut dapat tumbuh, dan sering, rambut panjang diamati pada
keadaan penyakit.Fitur yang paling karakteristik adalah pembentukan ruang udara antara hifa
dalam rambut yang terinfeksi.Ruang udara ini (udara terowongan) bentuk sebagai akibat dari
otolisis hifa.Arthroconidia jarang terlihat dalam rambut.Rambut yang terinfeksi seperti yang
biasa disebut favus-jenis rambut. Dalam sera pasien, atibody terhadap jamur penyebab
ditemukan oleh aglutinasi arang dan uji imunodifusi, namun peran yang tepat dari atibody tidak
jelas.1
Menurut berat ringannya penyakit, 3 tahap utama dijelaskan.
Tahap pertama: Hanya eritema kulit kepala terlihat, terutama di sekitar folikel. Rambut
tidak longgar atau rusak.
Tahap kedua: Pembentukan scutula terlihat dengan awal kerontokan rambut.
Tahap Ketiga: Tahap paling parah melibatkan daerah yang luas dari kulit kepala
(setidaknya sepertiga); rambut rontok luas, atrofi, dan hasilnya jaringan parut.
Pembentukan scutula baru di pinggiran plak adalah umum.
8
Bentuk khas dari scutulum, kerak cangkir berbentuk kuning yang mengelilingi rambut dan
menembus pusat, adalah khas.Scutula membentuk plak padat, masing-masing terdiri dari miselia
dan puing-puing epidermis.Seringkali, infeksi bakteri sekunder terjadi pada plak.Penghapusan
Plak meninggalkan basis eritematosa lembab.Massa padat kerak kuning mungkin soliter atau
banyak, dan pada pasien yang terkena dampak parah, melibatkan seluruh kulit kepala.Bau
pemalu biasanya hadir.Kulit berbulu mungkin menunjukkan krusta kuning serupa.1
Pada kulit berbulu, favus adalah letusan papulovesikular dan papulosquamous di mana
scutula khas mungkin jelas.Sebagai sebuah onikomikosis, favosa tinea menyerupai bentuk-
bentuk tinea unguium.3
Gambar 4: Favus
2.7 DIAGNOSA
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan dengan lampu wood dan
pemeriksaan mikroskopik rambut langsung dengan KOH. Pada pemeriksaan mikroskopik akan
terlihat spora di luar rambut ( ektotriks ) atau di dalam rambut ( endotriks ).3
Diagnosis laboratorium dari dermatofitosis tergantung pada pemeriksaan dan kultur dari
kikisan lesi. Infeksi pada rambut ditandai dengan kerusakan yang ditemukan pada pemeriksaan.
Lesi dapat dilepaskan dengan forsep tanpa disertai dengan trauma atau dikumpulkan dengan
potongan – potongan yang halus dengan ayakan halus atau sikat gigi.3
9
Sampel rambut terpilih di kultur atau dilembutkan dalam 10 – 20 % potassium hydroxide
( KOH ) sebelum pemeriksaan di bawah mikroskop. Pemeriksaan dengan preparat KOH ( KOH
mount ) selalu menghasilkan diagnosa yang tepat adanya infeksi tinea.1,2
Pada pemeriksaan lampu wood didapatlkan infeksi rambut oleh M. canis, M.ferrugineum,
akan memberikan flouresensi cahaya hijau terang hingga kuning kehijauan. Infeksi rambut oleh
T. schoeiileinii akan terlihat warna hijau pudar atau biru keputihan, dan hifa didapatkan di dalam
batang rambut. Pada rambut sapi T. verrucosum memperlihatkan fluoresensi hijau tetapi pada
manusia tidak berfluoresensi.2
Ketika diagnosa ringworm dalam pertimbangan, kulit kepala diperiksa di bawah lampu
wood. Jika fluoresensi rambut yang terinfeksi biasa, pemeriksaan mikroskopik cahaya dan
kultur. Infeksi yang disebabkan oleh spesies microsporum memberikan fluoresensi warna hijau.1
2.8 DIAGNOSA BANDING
Diagnosa banding untuk tinea kapitis terdapat dalam beberapa kondisi, tergantung dari
presentasi klinisnya. Dibawah ini tabel untuk mempermudah memilah diagnosis banding tinea
kapitis sesuai dengan gambaran klinisnya.6
Tabel 2.3 Diagnosis banding berdasarkan gambaran Klinis
Gambaran Klinis Diagnosa Banding
Grey patch Ringworm Psoriasis scalp Dermatitis Atopik
- Papul atau plak hipopigmentasi
- Plak eritematosa - plak eritematosa
- Plak berskuama- Bentuk kelainan oval
- Skuama tebal berwarna putih atau perak
- Berskuama
- Rambut berwarna abu-abu, dan mudah patah serta lepas dari akarnya
- Gatal - Rambut dapat rontok
- Linkenifikasi
- Keluhan rasa gatal
Blackdots- Bentuk kelainan oval- Rambut patah- Terdapat sisa ujung rambut yang patah
Alopecia areata- Bentuk kelainan oval- Gambaran kulit normal atau sedikit kemerehan- Tidak ada keluhan gatal
Trichotilomania- Bentuk kelainan oval- Rambut hilang- Kulit dasar normal
Favus- Papul eritematosa- Plak
Dermatitis Seboroik- Bayi: cradle cap, krusta tebal, pecah-pecah, berminyak
Psoriasis- Plak eritematosa- Skuama tebal, berwarna
10
- Sikatriks- Krusta berbentuk cawan (skutula) - Rambut ada/rontok
- Dewasa: Makula/plak, eritematosa/kekuningan, terdapat skuama dan krusta tipis-tebal yang basah/berminyak
putih/perak.- Gatal - Rambut dapat rontok
Kerion- Radang luas
Karbunkel- Nyeri- Radang luas eritematosa- abses berisi pus- Fistul
2.8.1 Alopecia Areata
Alopecia areata adalah keadaan rontoknya rambut yang bersifat rekuren dan nonscarring.
Biasanya bersifat jinak dan asymtomatik tetapi dapat menimbulkan stress emosi dan psikososial.
Gambaran kulit yang ditinggalkan halus dan sedikit kemerahan. Gambaran daerah yang
kehilangan rambut kebanyakan berbentuk oval. Tidak ada perubahan epidermal yang terjadi dan
berhubungan dengan hilangnya rambut.6
2.8.2 Dermatitis Seboroik
Gambaran klinis pada dermatitis seboroik pada kulit kepala dapat bervariasi, dari ringan,
berskuama halus sampai tersebar, dan tebal. Dermatitis ini dapat menyebar dari kepala menuju
dahi dan dibelakang dapat sampai pada leher dan bawah telinga pada samping kiri dan
kanannya.7 Ruamnya pada bayi usia dua sampai sepuluh minggu sangat khas yang disebut cradle
cap, dengan krusta tebal, pecah-pecah dan berminyak. Sedangkan pada dewasa dapat berupa
makula atau plak, kemerahan atau kekuningan, terdapat skuama dan krusta tipis sampai tebal
yang kering, basah atau berminyak.5
2.8.3 Trichotillomania
Adalah sebuah kelainan kompulsif yang menghasilkan kebotakan dimana pasien
mencabut rambutnya sendiri. Trichotillomania adalah salah satu kelainan kejiwaan primer yang
pencetusnya adalah diri sendiri. Biasanya pasien mengakui bahwa ia mencabut rambutnya
sendiri, yang biasanya dilakukan saat pasien melakukan aktivitas seperti membaca, menulis,
menonton televisi atau mengendarai mobil. Lesinya biasanya berupa hilangnya rambut dengan
dasarnya berupa kulit normal.8
2.8.4 Psoriasis scalp
11
Psoriasi pada kulit kepala adalah kelainan kulit yang menghasilkan peningkatan,
kemerahan dan seringkali patch bersisik. Kelaian ini dapat berupa multiple patch pada kulit
kepala, dapat mengenai seluruh kulit kepala dan dapat juga menyebar sampai ke dahi, leher
bagian belakang dan dibawah telinga. Penyakit ini tidak menular, seperti halnya tipe psoriasis
yang lain penyebab pasti belum diketahui. Banyak yang percaya bahwa penyakit ini adalah hasil
dari kelainan sistem imun yang menyebabkan bertambah cepatnya waktu pergantian kulit. Gejala
klinis pada penyakit ini adalah adanya plak kemerahan, sisik berwarna putih/perak, gatal,
rontoknya rambut dan kulit kering. Meskipun psoriasis bukanlah penyebab rontoknya rambut,
tetapi intensitas garukan dan tindakan paksa untuk melepas sisik, dan juga faktor stress dapat
menyebabkan rontoknya rambut.5
2.8.5 Karbunkel
Furunkel adalah radang folikel rambut dan sekitarnya. Karbunkel adalah kumpulan
furunkel. Biasanya etiologinya adalah staphylococcus aureus. Gambaran klinisnya, keluhan
pasien biasanya nyeri, kelainan berupa nodul eritematosa berbentuk kerucut, ditengahnya
terdapat pustul. Kemudian melunak menjadi abses yang berisi pus dan jaringan nekrotik lalu
memecah membentuk fistel.1
2.8.5 Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang
umumnya mengenai bayi atau anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan IgE dalam
serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Kelainan kulit berupa papul, yang
kemudian mengalami ekskoriasi dan linkenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural).1
2.9 PENATALAKSANAAN
1. Terapi sistemik
Griseofulvin
Pada tahun 1958, Williams dan Marten mendokumentasikan efektivitas terapi oral
dengan griseofulvin pada tinea kapitis , dan penggunaan obat ini telah secara signifikan
mengurangi angka penyakit secara epidemic. Berkat ditemukannya griseofulvin penggunaan X-
ray untuk pembotakan yang telah digunakan sebelum itu oleh Sabouraud pada awal abad 19 telah
mulai ditinggalkan begitu juga penggunaan thallium asetat. Walau bagaimanapun tinea kapitis
terus berlanjut menjadi penyakit yang biasanya diderita oleh anak-anak dan biasanya menyentuh 12
10%-20% dari populasi bila terjadi wabah epidemik. Sejak akhir tahun 1950, Griseofulvin telah
dijadikan gold standart pada tinea kapitis, meskipun dosis dan durasinya berbeda pada tiap
pasien, secara umum dosis yang digunakan adalah 10-20 mg/kg/hari selama delapan sampai
duabelas minggu. Griseofulvin adalah obat fungistatik dan berfungsi menghambat sintesis
asamnukleid dan mengganggu perkembangbiakan inti sel dalam metaphase yang akhirnya
mencegah pembentukan dinding sel jamur. Griseofulvin pun memiliki efek anti-inflamasi. Obat
ini tersedia dalam bentuk tablet, dan biasanya direkomendasikan untuk diminum bersamaan
dengan makanan berlemak, karena hal itu akan meningkatkan absorpsi obat dan meningkatkan
bioavailabilitasnya. Durasi dari terapi tergantung dari mikroorganisme penyebabnya
(T.Tonsurans membutuhkan terapi yang lebih lama). Efek samping obat ini adalah mual dan
erupsi eksantematosa pada 8%-15% kasus, dan obat ini berkontraindikasi pada kehamilan.
Beberapa studi telah membandingkan penggunaan Griseovulfin dengan ketokonazole sebagai
terapi tinea kapitis pada anak-anak dan telah dinyatakan bahwa ketokonazole aman dan efektif
meskipun belum menunjukan kemampuan yang lebih baik daripada griseovulfin, yang dimana
menunjukan efek yang lebih cepat. Griseovulfin aman dan efektif pada anak selama diberikan
pada dosis yang sesuai.4
Terbinafine
Terbinafin adalah sebuah allylamine fungisidal yang mempunyai afinitas tinggi untuk
keratin dan bekerja pada membrane sel dari jamur. Obat ini efektif pada semua jenis dermatofit.
Obat ini seefektif griseovulfin dan aman untuk terapi spesies Trichophyton pada anak, sementara
untuk spesies Microsporum masih diperdebatkan; tetapi telah dianjurkan pada kasus ini
membutuhkan terapi lebih lama (lebih dari 4 minggu) dan dengan dosis yang tinggi. Dosis obat
ini tergantung dari berat badan pasien, biasanya 3 sampai 6 mg/kg/ hari. Dalam hal efek
samping, keluhan gastrointestinal pada 5% kasus dan erupsi obat pada 3% kasus. Pada studi yang
melibatkan 50 anak, yang dimana 49 anak menderita tinea dengan spesies Trichophyton dan
hanya 1 anak yang menderita tinea dari spesies microsporum, didapatkan kesembuhan 86 %
secara klinis dan histologi setelah terapi selama 2 minggu; peneliti pada kasus ini menganjurkan
penambahan 2 minggu untuk menterapi anak dengan tinea dengan jenis Microsporum. Pada studi
lain yang mengevaluasi terapi terbinafin pada 152 anak, kesembuhan secara klinis dan mikologi
sangat baik dengan persentase 96%; dalam studi ini peneliti ini merekomendasikan terapi selama
4 minggu pada tinea kapitis pada anak.4
Golongan Azole:
Ketokonazole
13
Ketokenazol bersifat fungistatik. Pada kasus-kasus resisten terhadap griseofulvin dapat
diberikan obat ini sebanyak 200 mg per hari selama 10 hari- 2 minggu pada pagi hari setelah
makan. Ketokonazol merupakan kontraindikasi untuk penderita kelainan hepar.1
Itrakonazole
Itrakonazole mempunyai aktifitas fungistatik dan fungisidal, meskipun lebih banyak
berfungsi sebagai fungstatik dengan memakan ergosterol pada membran sel jamur yang akhirnya
membuat perubahan permeabilitas membran sel. Dosis yang direkomendasikan adalah 100
mg/hari selama 4 minggu atau 5 mg/kg/ hari pada anak-anak, dimana sama efektif dengan
griseofulvin dan terbinafine (table 4). Obat ini sangat lipofilik dan keratinofilik dan obat ini
bertahan dalam stratum korneum selama 3 sampai 4 minggu setelah pemberian.4 Obat ini cocok
sebagai pengganti ketokonazol yang mempunyai sifat hepatotoksik terutama bila diberikan lebih
dari 10 hari.
Flukonazole
Flukonazole adalah obat anti jamur yang memiliki spectrum luas dan dapat diberikan
pada dermatofit dan juga spesies kandida. Obat ini memiliki bioavailabilitas yang baik, rendah
dalam ikatan dengan protein dan memiliki waktu paruh yang panjang. Dalam studi yang meneliti
anak-anak dengan T. tonsurans, obat ini didapatkan efektif dan aman dalam dosis 6 mg/kg/ hari
selama 20 hari.4
Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat digunakan pada tinea kapitis lesi kerion. Penggunaan kotikosteroid
harus hati-hati pada pasien seperti ini dan kontraindikasi dalam pemberiannya harus ditepikan.
Kortikosteroid intralesi dapat digunakan pada lesi yang terlokalisir sedangkan, kortikosteroid
sistemik harus diberikan pada kondisi lesi yang difus, yang biasanya digunakan secara umum
adalah prednisone pada dosis 1 mg/kg/hari selama 1-2 minggu.4
2. Terapi topikal
Terapi topikal saja biasanya tidak direkomendasikan untuk penyakit ini karena preparat
topikal tidak berprenetrasi secara adekuat pada kulit kepala. Pada tahun 1982, Allen dkk,
melaporkan bahwa dengan menggunakan shampoo yang mengandung selenium sulfide 2%
14
cukup efektif dalam mengurangi spora pada kulit kepala pasien anak yang diterapi pararel
dengan griseofulin dan akhir-akhir ini penggunaan shampoo yang mengandung ketoconazole 2%
juga menghasilkan hasil yang sama. Pasien harus dianjurkan untuk menggunakan shampoo 3 kali
dalam seminggu dan membiarkannya meresap paling minimal 5 menit sebelum dibasuh.
Shampoo tersebut harus digunakan sampai pasien secara klinis dan histologi sembuh.4 Dapat juga
digunakan shampoo ketokonasol 1-2% 2-3x/minggu.5
2.10 PROGNOSIS
Proses penyebaran spora jamur mungkin bertahan beberapa bulan meskipun sedang
dilakukan terapi; oleh karena itu sangat perlu untuk terus memantau keadaan pasien. Penyebab
terjadinya kegagalan terapi yang termasuk didalamnya yaitu reinfeksi, organisme jamur yang
relatif tidak sensitive terhadap obat, absorbsi obat yang tidak terlalu optimal dan kurangnya
kepatuhan pasien karena pengobatan yang lama. T.tonsurans dan Microsporum adalah spesies
jamur yang seringkali pesisten terhadap terapi. Jikalau jamur masih dapat diisolasi dari lesi pada
kulit yang telah diterapi dengan maksimal, tetapi secara klinis ada perbaikan, yang
direkomendasikan dari keadaan ini adalah terus memberikan terapi yang sama selama satu bulan
lagi.
BAB III
RINGKASAN
15
Tinea kapitis yang disebut juga Ringworm of the scalp and hair/tinea tonsurans/herpes
tonsurans, adalah penyakit dermatofit yang yang menyerang kulit kepala dan rambut. Penyakit
ini ditandai dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan bila terjadi keadaan klinis yang
berat disebut kerion. Secara klinis tinea kapitis terbagi menjadi tiga bentukan khas yaitu Grey
patch ringworm, kerion dan black dot ringworm.
Penyakit ini disebabkan oleh spesies dermatofita dari genus Trichophyton dan
Microsporum, misalnya T. violaceum, T. gourvilii, T. mentagrophytes, T. tonsurans, M. audoinii,
M. canis, M. ferrugineum.
Tinea kapitis kebanyakan menginfeksi anak – anak yang berumur antara 4 dan 14 tahun.
Trichophyton tonsurans menjadi penyebab lebih dari 90% kasus di Amerika Utara dan United
Kingdom. Kepadatan penduduk, hygien yang buruk dan malnutrisi protein memudahkan
seseorang mendapatkan penyakit ini.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan dengan lampu wood dan
pemeriksaan mikroskopik rambut langsung dengan KOH atau kultur jamur. Pada pemeriksaan
mikroskopik akan terlihat spora di luar rambut atau di dalam rambut.
Secara garis besar pengobatan Tinea kapitis membutuhkan waktu yang lama dan
ketelatenan pasien. Obat-obat yang digunakan yaitu topikal dan sistemik. Penggunaan topikal
saja akan sulit sekali menyembuhkan penyakit ini, jadi biasanya preparat topikal dikombinasikan
dengan sistemik. Contoh obat topikal seperti shampoo selenium sulfat, dan ketokonazole
sedangkan preparat sistemik dapat berupa griseovulfn, ketokonazole, terbinafrin dan lain.lain.
Prognosis penyakit ini tergantung keadaan klinis, keparahan, dan ketelatenan terapi.
Terapi yang non adekuat dapat mengakibatkan reaktivasi dari penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima.
Balai penerbitan FKUI. Jakarta: Universitas Indonesia 2009
16
2. Wolff, Klaus. Fitzpatrick dermatology in general medicine. edisi ketujuh. The McGraw-Hill
companies US. 2008
3. Siregar. Atlas Berwarna Saripati Penyakit kulit. EGC: Jakarta 2004
4. Rebollo, López-Barcenas, and Arenas. Tinea capitis. Review artikel. Departamento de
Dermatología. Actas Dermosifiliogr. 2008;99:91-100
5. Fakultas Kedokteran Unair. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kedua. AUP. Surabaya:
Universitas Airlangga 2013
6. Muller SA, Winkelmann RK. Alopecia areata. An evaluation of 736 patients. Arch
Dermatol. Sep 1963;88:290-7.
7. Schwartz RA, Janusz CA, Janniger CK. Seborrheic dermatitis: an overview. Am Fam
Physician. Jul 1 2006;74(1):125-30.
8. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,
Fourth Edition. 4th ed. Washington, DC: American Psychiatric Publishing; 2000.
17