Case Based Discussion, tinea kapitis grey patch ringworm

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tinea kapitis grey patch ringwom, ilmu penyakit kulit kelamin, dermatofitosis

Citation preview

CASE BASED DISCUSSIONTINEA CAPITIS GREY PATCH RINGWORM

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh program pendidikan profesi dokterBagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di RSI Sultan Agung Semarang

Disusun Oleh :Noviana Puspitasari01.209.5968

Pembimbing : dr. Pasid Harlisa, Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNGSEMARANG2015HALAMAN PENGESAHAN

Nama: Noviana PupitasariNIM: 01.209.5968Fakultas: KedokteranUniversitas: Universitas Islam Sultan AgungTingkat: Program Pendidikan Profesi DokterBagian: Ilmu Penyakit Kulit dan KelaminJudul: Tinea Capitis Grey Patch RingwormPembimbing: dr. Pasid Harlisa, Sp.KK

Semarang, Juni 2015Pembimbing Kepaniteraan KlinikBagian Ilmu Penyakit Kulitdan Kelamin RSI Sultan Agung

dr. Pasid Harlisa, Sp.KK

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangTinea kapitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur superficial pada kulit kepala, dengan kecenderungan menyerang tangkai rambut dan folikel-folikel rambut. Penyakit ini termasuk mikosis superfisialis atau dermatofitosis. Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita, yaitu Tricophyton, Microsporum, dan Epidermophyton.Dermatofitosis mempunyai beberapa gejala klinik yang nyata, tergantung pada letak anatomi dan etiologi agents. Secara klinis dermatofitosis terdiri atas tinea kapitis, tinea favosa , tinea corporis, tinea imbrikata, tinea unguium, tinea pedis, tinea barbae, dan tinea manum. Manifestasi klinis tinea kapitis berbeda-beda dari dermatofitosis non inflamasi dengan sisik mirip dermatitis seboroik sampai inflamasi dengan lesi bersisik yang eritematous dan kerontokan rambut atau alopesia dan dapat berkembang menjadi inflamasi yang berat berupa abses yang dalam disebut kerion, yang mempunyai potensi menjadi jaringan parut dan menyebabkan alopesia yang menetap. Tinea kapitis terkadang dikelirukan dengan dignosa lainnya yang mempunyai gambaran klinis yang mirip. Dengan adanya hal ini, maka tinea kapitis ini harus dibedakan dengan dermatitis seboroik, alopesia areata dan psoriasis.Tujuan penulisan tugas ini adalah untuk menambah pengetahuan kita tentang tinea kapitis. Karena terkadang kita masih keliru dalam mendiagnosa, mengingat banyak penyakit lain yang gambaran klinisnya mirip dengan penyakit ini. Dengan demikian, maka diharapkan kedepannya kita bisa cepat dan tepat dalam mendiagnosa tinea kapitis serta bisa memberikan penatalaksanaan yang optimal.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISIDermatofitosis adalah setiap infeksi fungal superfisial yang disebabkan oleh dermatofita dan mengenai stratum korneum kulit, rambut dan kuku. Tinea kapitis adalah infeksi dermatofita pada kulit kepala, alis mata dan bulu mata yang disebabkan oleh spesies dari genus Microsporum dan Trichophyton.B. ETIOLOGIPenyakit ini disebabkan oleh spesies dermatofita dari genus Trichophyton dan Microsporum, misalnya T. violaceum, T. gourvilii, T. mentagrophytes, T. tonsurans, M. audoinii, M. canis, M. ferrugineum.Microsporum Kelompok dermatofita yang bersifat keratofilik, hidup pada tubuh manusia (antropofilik) atau pada hewan (zoofilik). Merupakan bentuk aseksual dari jamur.

Gambar 2.1 : jamur microsporum

Tricophyton Trichophyton adalah suatu dermatofita yang hidup di tanah, binatang atau manusia. Berdasarkan tempat tinggal terdiri atas anthropophilic, zoophilic, dan geophilic.

Gambar 2.3 : Jamur Trichophyton

C. CARA PENULARANTerjadinya penularan dermatofitosis adalah melalui 3 cara yaitu :1. AntropofilikTransmisi dari manusia ke manusia. Ditularkan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lantai kolam renang dan udara di sekitar rumah sakit/klinik, dengan atau tanpa reaksi peradangan ( silent carrier)2. Zoofilik Transmisi dari hewan ke manusia. Ditularkan melalui kontak langsung maupun tidak langsung melalui bulu binatang yang terinfeksi dan melekat di pakaian, atau sebagai kontaminan pada rumah/ tempat tidur hewan. Sumber penularan utama adalah anjing, kucing, sapi, kuda, dan mencit.3. Geofilik Transmisi dari tanah ke manusia. Secara sporadic menginfeksi manusia dan menimbulkan reaksi radang. Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit jamur harus dapat mengatasi pertahanan tubuh non spesifik dan spesifik. Jamur harus mempunyai kemampuan melekat pada kulit dan mukosa pejamu, serta kemampuan untuk menembus jaringan pejamu, dan mampu bertahan dalam lingkungan pejamu, menyesuaikan diri dengan suhu dan keadaan biokimia pejamu untuk dapat berkembang biak dan menimbulkan reaksi jaringan atau radangTerjadinya infeksi dermatofit melalui tiga langkah utama, yaitu : perlekatan pada keratinosit, penetrasi melewati dan diantara sel, serta pembentukan respon pejamu.Ada beberapa faktor yang dapat mempermudah penularan infeksi jamur :1. Faktor virulensi dari jamurVirulensi jamur tergantung dari sifatnya apakah antropofilik, zoofilik, atau geofilik. Jamur antropofilik menyebabkan perjalanan penyakit yang kronik dan residif karena reaksi penolakan tubuh yang sangat ringan. Sementara jamur geofilik menyebabkan gejala akut ringan sampai sedang dan mudah sembuh.2. Keutuhan kulitKulit yang intak tanpa adanya lesi lebih sulit untuk terinfeksi jamur.3. Faktor suhu dan kelembapanKondisi tubuh yang banyak berkeringat menyebabkan lingkungan menjadi lembap sehingga mempermudah tumbuhnya jamur.4. Faktor sosial ekonomiInfeksi jamur secara umum lebih banyak menyerang masyarakat golongan sosial ekonomi menengah ke bawah karena rendahnya kesadaran dan kurangnya kemampuan untuk memelihara kebersihan diri dan lingkungan.5. Faktor umur dan jenis kelaminTinea capitis sering terjadi pada anak-anak dan lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan perempuan

D. EPIDEMIOLOGITinea kapitis sering mengenai anak anak berumur antara 4 dan 14 tahun. Walaupun jamur patogen yang terlibat banyak, Trichophyton tonsurans menjadi penyebab lebih dari 90% kasus di Amerika Utara dan United Kingdom. Kepadatan penduduk, hygien yang buruk dan malnutrisi protein memudahkan seseorang mendapatkan penyakit ini. Kasus kasus yang disebabkan oleh Microsporum canis jarang terjadi dan di dapat dari anak anjing dan anak kucing.Tinea kapitis terjadi lebih dari 92,5 % dari dermatofitosis pada anak anak berumur kurang dari 10 tahun. Penyakit ini jarang pada orang dewasa. Meskipun kejadiannya mungkin dapat dijumpai pada pasien pasien tua.Di Asia Tenggara, angka infeksi telah dilaporkan menurun cepat dari 14 % ( rata rata dari anak perempuan dan laki laki ) sampai 1,2 % pada 50 tahun terakhir karena keadaan sanitasi umum dan hygien perorangan telah membaik. Insidens tinea kapitis dibandingkan dermatomikosis lain di Medan adalah 0,4% (1996-1998), RSCM Jakarta 0,61 -0,87% (1989-1992), Manado 2,2-6% (1990-1996) dan Semarang 0,2%. Di Surabaya kasus baru tinea kapitis antara tahun 2001-2006 insidennya dibandingkan kasus baru dermatomikosis di Poli Dermatomikosis URJ Kulit dan Kelamin RSU Dr.Soetomo antara 0,31% - 1,55%. Di Surabaya tersering tipe kerion (62,5%) daripada tipe Graypatch (37,5%). Tipe Blackdot tidak ditemukan.E. PATHOGENESISInfeksi ektotrik ( diluar rambut )Infeksinya khas di stratum korneum perifolikulitis, menyebar sekitar batang rambut dan di batang rambut bawah kutikula dari pertengahan sampai akhir anagen saja. Sebelum turun ke folikel rambut untuk menembus kortek rambut. Hifa-hifa intrapilari kemudian turun ke batas daerah keratin, dimana rambut tumbuh dalam keseimbangan dengan proses keratinisasi, tidak pernah memasuki daerah berinti. Ujung-ujung hifa-hifa pada daerah batas ini disebut Adamsons fringe, dan dari sini hifa berpolifrasi dan membagi menjadi atrokonidia yang mencapai korteks rambut dan dibawa keatas pada permukaan rambut. Rambut-rambut akan patah tepat diatas fringe tersebut, dimana rambutnya sekarang menjadi sangat rapuh sekali. Secara mikroskop hanya atrokonidia ektotrik yang tampak pada rambut yang patah, walaupun hifa intrapilari ada juga.

Infeksi Endotrik ( didalam rambut )Kurang lebih sama dengan ektotrik kecuali kutikula tidak terkena dan atrokonodia hanya tinggal di dalam batang rambut menggantikan keratin intrapilari dan meninggalkan kortek yang intak. Akibatnya rambutnya sangat rapuh dan patah pada permukaan kepala dimana penyanggah dan dinding folikular hilang meninggalkan black dot. Infeksi endotrik juga lebih kronis karena kemampuannya tetap berlangsung di fase anagen ke fase telogen.F. MANIFESTASI KLINISDi dalam klinik tinea kapitis dapat di lihat sebagai 3 bentuk yang jelas :1. Grey patch ringworm.Grey patch ringworm merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak anak. Penyakit mulai dengan papul merah yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu abu dan tidak berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur, sehingga dapat terbentuk alopesia setempat.Pada pemeriksaan dengan lampu wood dapat di lihat flouresensi hijau kekuningan pada rambut yang sakit melampaui batas batas grey tersebut. Pada kasus kasus tanpa keluahan pemeriksaan dengan lampu wood ini banyak membantu diagnosis. Tinea kapitis yang disebabkan oleh Microsporum audouinii biasanya disertai tanda peradangan ringan, hanya sekali sekali dapat terbentuk kerion.

Gambar 1. Grey patch Ringworm2. KerionKerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang yang padat disekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum caniis dan Microsporum gypseum, pembentukan kerion ini lebih sering dilihat, agak kurang bila penyebabnya adalah Trichophyton violaceum. Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap, parut yang menonjol kadang kadang dapat terbentuk.

Gambar 2: kerion3. Black dot ringwormBlack dot ringworm terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan Trichophyton violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya menyerupai kelainan yang di sebabkan oleh genus Microsporum. Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberi gambaran khas, yaitu black dot. Dalam hal ini perlu dilakukan irisan kulit untuk mendapatkan bahan biakan jamur Tinea kapitis juga akan menunjukkan reaksi peradangan yang lebih berat, bila disebabkan oleh Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyton verrucosum, yang keduanya bersifat zoofilik. Trichophyton rubrum sangat jarang menyebabkan tinea kapitis, walaupun demikian bentuk klinis granuloma, kerion , alopesia dan black dot yang disebabkan Trichophyton rubrum pernah di tulis.

Gambar 3: Black dot ringworm4. FavusBentuk tinea capitis ini jarang ditemukan, terutama disebabkan oleh T.violaceum dan T.gypsum. Merupakan proses lanjut dari kerion disertai penghancuran batang rambut yang sangat parah. Kelainan pada kepala dimulai dengan bintik-bintik kecil berwarna merah kekuningan di bawah kulit yang kemudian berkembang menjadi krusta yang berbentuk cawan atau skutula. Rambut di atas skutula ini menjadi tidak berkilau, putus-putus, dan mudah dicabut. Yang khas dari bentuk infeksi ini adalah lesinya yang berbau seperti tikus atau sering disebut mousy odor. Bila menyembuh, lesi meninggalkan jaringan parut dan menyebabkan alopesia yang permanen.

Gambar 4: FavusG. DIAGNOSIS Diagnosa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan dengan lampu wood dan pemeriksaan mikroskopik rambut langsung dengan KOH. Pada pemeriksaan mikroskopik akan terlihat spora di luar rambut ( ektotriks ) atau di dalam rambut ( endotriks ). Diagnosis laboratorium dari dermatofitosis tergantung pada pemeriksaan dan kultur dari kikisan lesi. Infeksi pada rambut ditandai dengan kerusakan yang ditemukan pada pemeriksaan. Sampel rambut terpilih di kultur atau dilembutkan dalam 10 20 % potassium hydroxide ( KOH ) sebelum pemeriksaan di bawah mikroskop. Pemeriksaan dengan preparat KOH ( KOH mount ) selalu menghasilkan diagnosa yang tepat adanya infeksi tinea. Pada pemeriksaan lampu wood didapatkan infeksi rambut oleh M. canis, M.ferrugineum, akan memberikan flouresensi cahaya hijau terang hingga kuning kehijauan. Infeksi rambut oleh T. schoeiileinii akan terlihat warna hijau pudar atau biru keputihan, dan hifa didapatkan di dalam batang rambut. Pada rambut sapi T. verrucosum memperlihatkan fluoresensi hijau tetapi pada manusia tidak berfluoresensi. Ketika diagnosa ringworm dalam pertimbangan, kulit kepala diperiksa di bawah lampu wood. Jika fluoresensi rambut yang terinfeksi biasa, pemeriksaan mikroskopik cahaya dan kultur. Infeksi yang disebabkan oleh spesies microsporum memberikan fluoresensi warna hijau.

H. DIAGNOSA BANDINGDiagnosa banding untuk tinea kapitis terdapat dalam beberapa kondisi, tergantung dari presentasi klinisnya. Dibawah ini tabel untuk mempermudah memilah diagnosis banding tinea kapitis sesuai dengan gambaran klinisnya.

Tabel 2.3 Diagnosis banding berdasarkan gambaran KlinisGambaran KlinisDiagnosa Banding

Grey patch RingwormPsoriasis scalpDermatitis Atopik

- Papul atau plak hipopigmentasi- Plak eritematosa- plak eritematosa

- Plak berskuama bentuk kelainan oval- Skuama tebal berwarna putih atau perak- Berskuama

- Rambut berwarna abu-abu, dan mudah patah serta lepas dari akarnya- Gatal - Rambut dapat rontok- Likenifikasi

- Keluhan rasa gatal

Blackdots Bentuk kelainan oval Rambut patah Terdapat sisa ujung rambut yang patah

Alopecia areata Bentuk kelainan oval Gambaran kulit normal atau sedikit kemerahan Tidak ada keluhan gatalTrichotilomania Bentuk kelainan oval Rambut hilang Kulit dasar normal

Favus Papul eritematosa Plak Sikatriks Krusta berbentuk cawan (skutula) Rambut ada/rontok

Dermatitis Seboroik Bayi: cradle cap, krusta tebal, pecah-pecah, berminyak Dewasa: Makula/plak, eritematosa/kekuningan, terdapat skuama dan krusta tipis-tebal yang basah/berminyakPsoriasis Plak eritematosa Skuama tebal, berwarna putih/perak. Gatal Rambut dapat rontok

Kerion- Radang luasKarbunkel Nyeri Radang luas eritematosa abses berisi pus Fistul

I. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan penunjang awal yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan dengan sinar Wood. Pada infeksi jamur dengan tipe invasi ektotriks, rambut yang terinfeksi tampak memberikan fluoresensi hijau kekuningan. Sedangkan pada tipe invasi endotriks penyinaran dengan sinar Wood tidak memberikan fluoresensi.Pemeriksaan dengan sinar Wood dilakukan sebelum pengumpulan bahan untuk pemeriksaan mikologik agar dapat mengetahui lebih jelas batas daerah yang terkena infeksi.

Gambar 5. Tinea capitis dengan pemeriksaan sinar Wood

Pemeriksaan mikologik baik dalam bentuk sediaan basah maupun biakan diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis. Pengambilan bahan dilakukan dengan mencabut rambut pada bagian kulit yang mengalami kelainan dan kulit daerah tersebut dikerok untuk mengumpulkan sisik kulit. Untuk membuat sediaan basah, bahan yang telah diambil untuk sediaan diletakkan di atas gelas alas kemudian diberikan larutan KOH 10% untuk melarutkan keratin. Melalui mikroskop dapat terlihat adanya makrospora maupun mikrospora pada sediaan yang diambil dari rambut. Spora tersebut dapat tersusun di luar rambut pada tipe invasi ektotriks maupun di dalam rambut pada invasi endotriks. Terkadang dapat juga ditemukan adanya hifa.Sementara pada sediaan yang diambil dari kerokan kulit, tampak adanya hifa sebagai 2 garis sejajar yang terbagi oleh sekat dan bercabang. Pada infeksi kulit yang sudah lama atau telah diobati, tampak adanya spora yang berderet atau artrospora.

Gambar 6. Sediaan jamur dengan KOH

Gambar 7. Gambaran mikroskopik hifaJ. PENATALAKSANAANPenatalaksanaan awal yang mudah dilakukan dan memberikan hasil yang cukup baik adalah dengan memotong rambut yang terkena infeksi jamur. Pengobatan tinea capitis melalui obat-obatan dilakukan dengan pemberian terapi sistemik maupun topikal. Anti jamur sistemik yang dapat diberikan antara lain :1. GriseofulvinMerupakan obat pilihan utama untuk tinea capitis. Griseofulvin adalah metabolit sekunder dari jamur Penicillium griseofulvin. Obat ini menghambat pertumbuhan dan reproduksi jamur dengan menghambat pembentukan mikrotubula di sitoplasma.Dosis griseofulvin untuk dewasa adalah 0,5 1 gram, sedangkan untuk anak-anak diberikan 10 mg/kg BB/hari. Pada kasus tinea capitis yang disebabkan oleh T.tonsurans, dosis dapat ditingkatkan hingga 20 mg/kg BB/hari. Untuk mempertinggi absorpsi dalam usus, obat sebaiknya dimakan bersama makanan yang banyak mengandung lemak. Terapi griseofulvin membutuhkan waktu hingga 6 minggu agar obat mencapai pembuluh darah di stratum basale dari kulit. Setelah sembuh klinis, terapi dilanjutkan selama 2 minggu agar tidak menjadi residif.Efek samping griseofulvin jarang dijumpai, namun pada beberapa penderita dapat terjadi sakit kepala dan gangguan pencernaan berupa nausea, vomitus, dan diare.

2. KetokonazolKetokonazol merupakan anti jamur spektrum luas yang dapat digunakan pada kasus infeksi jamur yang resisten terhadap griseofulvin. Dosis sebesar 200 400 mg per hari diberikan pada pagi hari setelah makan selama 10 hari hingga 2 minggu.Selama terapi dengan ketokonazol, perlu dilakukan pemeriksaan enzim hepar secara rutin minimal sebulan sekali karena obat ini bersifat hepatotoksik. Terapi harus segera dihentikan apabila terjadi peningkatan SGPT hingga 2 3 x nilai normal. Selain bersifat hepatotoksik, ketokonazol memberikan efek samping berupa sakit kepala, rasa mual, dan terhambatnya sintesis hormon androgen.Ketokonazol merupakan kontraindikasi pada pasien dengan hipersensitivitas, ibu hamil dan menyusui, serta pasien dengan gangguan hepar.

3. ItrakonazolMerupakan anti jamur derivat azol yang cukup efektif dengan efek hepatotoksik yang lebih rendah. Obat diberikan dengan dosis 100 200 mg per hari selama 2 minggu. Efek samping itrakonazol antara lain berupa gangguan pencernaan, sakit kepala, dan terkadang ditemukan adanya dermatitis eksfoliatif.

4. TerbinafinTerbinafin merupakan salah satu anti jamur dari golongan alilamin yang efektif untuk dermatofitosis. Obat ini bekerja menghambat pembentukan skualen, yaitu suatu zat hidrokarbon tidak jenuh yang membentuk membran sel. Beberapa ahli mengatakan terbinafin dapat mengurangi kemungkinan terjadinya relaps dari infeksi jamur.Dosis terbinafin untuk anak-anak tergantung dari berat badannya. Pada anak dengan berat badan di bawah 20 kg diberikan terbinafin 62,5 mg per hari, dan pada anak dengan berat badan 20 40 kg diberikan 125 mg per hari. Sementara untuk orang dewasa diberikan dosis 250 mg per hari.Efek samping terbinafin yang tersering adalah gangguan pencernaan berupa nausea, vomitus, nyeri lambung, serta diare atau konstipasi. Gangguan pengecapan dan sefalgia ringan dapat terjadi namun presentasinya lebih kecil.

Pemberian kortikosteroid sistemik sebagai anti inflamasi diindikasikan pada kerion stadium dini. Dapat diberikan adalah prednison 3 x 5 mg sehari atau prednisolon 3 x 4 mg sehari selama 2 minggu. Kortikosteroid diberikan bersama-sama dengan griseofulvin atau terbinafin.Di samping pengobatan secara sistemik, diperlukan pengobatan topikal untuk membantu mempercepat penyembuhan. Mencuci rambut dengan shampo yang mengandung selenium sulfida dapat mengurangi penyebaran infeksi pada stadium awal karena mengurangi jumlah spora yang viabel dalam rambut.Obat-obatan topikal konvensional yang masih banyak digunakan sebagai terapi tinea capitis antara ain asam salisil 2 4%, asam benzoat 6 12%, sulfur 4 6%, vioform3%, asam undesilenat 2 5%, dan zat warna hijau brilian 1% dalam cat Castellani. Selain obat tersebut, kini banyak ditemukan obat topikal baru seperti tolnaftat 2%, derivat imidazol, siklopiroksolamin, dan naftilin 1%.

K. PENCEGAHANUntuk mencegah terkena infeksi tinea capitis dapat dilakukan dengan :1. Menghindari kontak yang erat dengan penderita tinea capitis2. Menjaga kebersihan diri dengan mandi setelah beraktivitas dan berkeringat3. Mengeringkan badan dengan baik setiap setelah mandi4. Mencuci pakaian, sprei, dan barang-barang pribadi lainnya secara rutin5. Tidak menggunakan sisir, alat cukur, dan handuk secara bersama-sama.

L. PROGNOSISProses penyebaran spora jamur mungkin bertahan beberapa bulan meskipun sedang dilakukan terapi; oleh karena itu sangat perlu untuk terus memantau keadaan pasien. Penyebab terjadinya kegagalan terapi yang termasuk didalamnya yaitu reinfeksi, organisme jamur yang relatif tidak sensitive terhadap obat, absorbsi obat yang tidak terlalu optimal dan kurangnya kepatuhan pasien karena pengobatan yang lama. T.tonsurans dan Microsporum adalah spesies jamur yang seringkali pesisten terhadap terapi. Jikalau jamur masih dapat diisolasi dari lesi pada kulit yang telah diterapi dengan maksimal, tetapi secara klinis ada perbaikan, yang direkomendasikan dari keadaan ini adalah terus memberikan terapi yang sama selama satu bulan lagi.

BAB IIILAPORAN KASUSA. IdentitasNama: An.M.RUmur: 4tahunJenis Kelamin: Laki-LakiAgama: IslamAlamat: Karangroto RT 04 RW 08 Genuk, Semarang

B. AnamnesisAllonamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 5 Juni 2015 pukul 11.00 WIB.

Keluhan Utama Keluhan Subjektif : Gatal pada kepalaKeluhan Objektif : kulit kepala seperti ada sisik berwarna putih

Riwayat Penyakit Sekarang Onset : 1 bulan yang lalu Lokasi : kepala Kualitas : sisik semakin banyak, kepala lebih gatal, rambut rontok. Kuantitas : bercak seperti sisik di kepala awalnya ada satu dan kecil, lama-lama semakin banyak dan berukuran lebih besar Faktor yang memperberat : Berkeringat Faktor yang memperingan : tidak tau Gejala penyerta : -

Kronologis : Pasien datang ke poli Kulit dan Kelamin RSISA dengan keluhan utama di kepala seperti ada sisik berwarna putih disertai gatal sejak 1 bulan yang lalu SMRS. Awalnya keluhan berupa bercak bulat putih kecil di kulit kepala yang menyerupai sisik yang semakin banyak dan semakin besar ukurannya. Rambut di sekitar bercak yang bersisik menjadi patah dan rontok dan kepala terlihat botak. Gatal dirasakan setiap saat dan lebih berat saat pasien berkeringat, tidak ada nyeri. Pasien belum pernah berobat. Riwayat Penyakit Dahulu Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya Pasien tidak punya alergi

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada penyakit serupa pada keluarga ataupun lingkungan sekitar. Riwayat atopi disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi Pasien sering dan suka sekali bermain dengan kucing. Ayah pasien bekerja di pabrik, ibu pasien adalah ibu rumah tangga, biaya pemeriksaan ditanggung oleh BPJS PBI. Kesan ekonomi kurang.

C. Pemeriksaan Fisik1. Status GeneralisTensi: -Nadi: -Suhu: -Berat Badan: 15kgKeadaan Umum: BaikKesadaran: Compos mentisThoraks: Dalam batas normalAbdomen: Dalam batas normalEkstremitas: Dalam batas normal1. Status Dermatologi Lokasi I : kulit kepalaUKK: macula hipopigmentasi, bentuk bulat, berbatas tegas, skuama. Rambut di sekitar lesi mengalami patah 10-15mm dari folikel rambut. Rambut mudah dicabut dengan tangan tanpa rasa sakit.

D. Diagnosa Bandinga. Tinea Kapitis Grey patch ringwormb. Sebopsoriasisc. Dermatitis atopiE. Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan lampu Wood tampak lesi berpendar menjadi kuning kehijauan.

Pemeriksaan KOH terdapat hifa dan spora

Kultur

F. Diagnosa KerjaTinea Kapitis Grey Patch Ringworm

G. TerapiR/ Griseofulvin tab 250mg No. X 1 dd I tab dcR/ Selenium sulfide shampoo tube No.I u.e

H. Edukasia. Menjaga kebersihan diri dengan mandi setelah beraktivitas dan berkeringatb. Mengeringkan badan dengan baik setiap setelah mandic. Mencuci pakaian, sprei, dan barang-barang pribadi lainnya secara rutind. Tidak menggunakan sisir, alat cukur, dan handuk secara bersama-sama.e. Rutin dan patuh dalam pengobatan karena pengobatan memerlukan waktu lamaf. Tidak bermain dengan penyebab penularan misalnya kucing

I. Prognosa Ad vitam: ad bonam Ad sanam: ad bonam Ad Kosmetikam: ad bonam

DAFTAR PUSTAKADjuanda, A., dkk, 2009, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Balai penerbitan FKUI. Jakarta: Universitas IndonesiaSiregar, 2004, Atlas Berwarna Saripati Penyakit kulit. EGC: Jakarta Rebollo, Lpez-Barcenas, and Arenas. Tinea capitis. Review artikel. Departamento de Dermatologa. Actas Dermosifiliogr. 2008;99:91-100Schwartz RA, Janusz CA, Janniger CK. Seborrheic dermatitis: an overview.Am Fam Physician. Jul 1 2006;74(1):125-30.Verma. S, Heffernan. MP, 2008, Fungal Disease. In, Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Ed.7th. Vol 1 & 2. New York, Amerika. P.1807-1818