Upload
dika316
View
51
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
PRESENTASI KASUS diare jasndjsdkasjdnkjsandjsanjdsajndaj
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Diare merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas
anak di dunia yang menyebakan 1,6 -2,5 juta kematian pada anak tiap
tahunnya, serta merupakan 1/5 dari seluruh penyebab kematian. Survei
Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia menunjukkan penurunan angka
kematian bayi akibat diare dari 15,5% (1986) menjadi 13,95% (1995).
Penurunan angka kematian akibat diare juga didapatkan pada kelompok balita
berdasarkan survey serupa, yaitu 40% (1972), menjadi 16% (1986) dan 7,5%
(2001). Tetapi, penurunan angka mortalitas akibat diare tidak sebanding dengan
penurunan angka morbiditasnya.
Penurunan mortalitas ini merupakan salah satu wujud keberhasilan ORS
(Oral Rehydration Solution) untuk manajemen diare. Diare terbagi menjadi diare
akut dan kronik. Diare akut berdurasi dua minggu atau kurang, sedangkan diare
kronis lamanya lebih dari 2 minggu.
Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak di negara berkembang. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak.
Pada sebagian besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang
disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain
juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk
sindroma malabsorpsi. Diare menyebabkan hilangnya sejumlah
besar air dan elektrolit dan sering disertai dengan asidosis metabolic karena
kehilangan basa.
Diare juga erat hubungannya dengan kejadian kurang gizi. Setiap episode
diare dapat menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anoreksia dan
berkurangnya kemampuan menyerap sari makanan, sehingga apabila episodenya
berkepanjangan akan berdampak terhadap pertumbuhan dan kesehatan anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Diare akut adakah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir
dan darah yang berlangsung kurang dari 1 minggu. Pada bayi yang minum ASI
sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3-4 kali per hari, keadaan ini tidak
dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat
badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi
merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya
perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif
definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau
konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti
biasanya. Kadang-kadnag pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali
per hari, tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat disebut diare.
B. Epidemiologi
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab
kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah lima
tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak menunggal tiap tahunnya karena diare
dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang, Sebagai
gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di
Indonesia, hasil Riskesdas 2007 diperoleh diare masih merupakan penyebab
kematian bayi yang terbanyak yaitu
42% disbanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian
karena diare 25,2% disbanding pneumonia 15,5%
C. Cara Penularan dan Faktor Risiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak
langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja
penderita atau tidak langsung melalui lalat.Singkatnya, dapat dikatakan melalui
“4F” yakni Ifinger (jari), flies (lalat), fluid (cairan), dan field (lingkungan).
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara
lain:
Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4- 6 bulan pertama kehidupan
bayi
Tidak memadainya penyediaan air bersih
Pencemaran air oleh tinja
Kurangnya sarana kebersihan (MCK)
Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis
Gizi buruk Imunodefisiensi
Berkurangnya asam lambung
menurunnya motilitas usus
menderita campak dalam 4 minggu terakhir
Faktor genetic
Faktor lainnya:
Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur
6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI.
Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar
antibody ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan
makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan
kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada
saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen
merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan
infeksi atau penyakit yang berulangm yang membantu
menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang
lebih besar dan pada orang dewasa.
Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan
proporsi asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun
dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi
asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau
minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri, atau
kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi
asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak
enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari
adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan, dan berpindah-
pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak
geografis. Di daerah subtropik, diare karena bakteri lebih
sering terjasi pada musim panas, sedangkan diare karena
virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim
dingin. Di daerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang
disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun
dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan
diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim
hujan.
Epidemi dan pandemic
Vivrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat
menyebabkan epidemi dan pandemi yang mengakibatkan
tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua
golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan
oleh V. cholera 0.1 biotipe Eltor telah menyebar ke negara-
negara di Afrika, Amerika Latin, Asia, Timur tengah dan di
beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun
waktu yang sama Shigella dysentriaetipe 1 menjadi
penyebab wabah yang besar di Amerika Tengah dan
terakhir di Afrika Tengah dan Asia Selatan. Pada akhir
tahun 1992, dikenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang
menyebabkan epidemic di Asia dan lebih dari 11 negara
mengalami wabah.
D. Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman-
kuman pathogen telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80%
pada kasus yang datang di sarana kesehatan dan sekitar 50% kasus ringan di
masyarakat. Pada saat ini telah dapat diidentifikasikan tidak kurang dari 25
jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare oada anak dan bayi.
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya dalah golongan virus,
bakteri, dan parasit. Dua tipe dasar diare akut oleh karena infeksi adalah non
inflammatory dan inflammatory.
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh birus, perlekatan oleh
parasit, perlekatan dan / atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya, indlammatory
diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara kangsung
atau memproduksi sitokin.
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada
manusia adalah:
Golongan bakteri
1. Aeromonas 3. Campylobacter jejuni
2. Bacillus cereus 4. Clostridium perfringens
5. Clostridium defficile
6. Escherichia coli
7. Plesiomonas shigeloides
8. Salmonella
9. Shigella
Golongan virus
1. Astrovirus
2. Calcivirus (Norovirus,
Sapovirus)
3. Enteric adenovirus
4. Coronavirus
Golongan parasit
1. Balantidium coli
2. Blastocystis homonis
3. Cryptosporidium parvum
4. Entamoeba histolytica
Sumber= Nelson Textbook of Pediatric
10. Staphylococcus aureus
11. Vibrio cholera
12. Vibrio parahaemolyticus
13. Yersinia enterocolitica
5. Rotavirus
6. Norwalk virus
7. Herpes simplex virus*
8. Cytomegalovirus*
5. Giardia lamblia
6. Isopora belli
7. Strongyloides stercoralis
8. Trichuris trichiura
*umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita imunompromised
Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada
anak-anak yaitu Rotavirus, Escherichia coli, Shigella, Campylobacter jejuni, dan
Cryptosporidium.
Patogenesis terjadingan diare yang disebabkan virus yaitu virus
yang menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan
menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus pada usus halus. Biopsi usu
halus menunjukkan berbagai tingkat penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar
pada lamina propia. Perubahan-perubahan patologis yang diamati tidak
berkorelasi dengan keparahan gejala-gejala klinis dan biasanya sembuh sebelum
penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak terkena walaupun biasanya
dugunakan istilah “gastroenteritis”
walaupun pengosongan lambung tertunda telah didokumentasikan selama infeksi
virus Norwalk.
Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang
villus di usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi adsorbs usus halus terganggu.
Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk
kuboid yang belum matang sehingga fungsinya belum baik. Selanjutnya, cairan
dan makanan yang tidak terserap atau tercerna akan meningkatkan tekanan
koloid osmotik usus dan terjadi hiperperistalyik usus sehingga cairan beserta
makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus,
menimbulkan diare osmotic dari penyerapan aor dan nutrient yang tidak
sempurna.
Pada usus halus, enterosit viluus sebelah atas adalah sel-sel yang
terdiferensiasi, yang mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis
disakharida dan fungsi penyerapan seperti transport air dan elektrolit melalui
pengangkut bersama (kotransporter) glukosa dan asam amino. Enterosit kripta
merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak mempunyai enzim
hidrofilik tepi bersilia dan merupakan pansekresi (sekretor) air dan elektrolit.
Dengan demikian infeksi virus selektif sel-sel ujung villus usus menyebabkan
ketidakseimbangan rasio penyerapan cairan usus terhadap sekresi dan
malabsorbsi karbohidrat kompleks, terutama laktosa.
Pada hospes normal, infeksi ekstra-intestinal sangat jarang, walaupun
penderita terganggu imun dapat mengalami keterlibatan hari dan ginjal. Kenaikan
kerentanan bayi (disbanding dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa)
sampai morbiditas berat dan mortalitas gastroenteritis virus dapat berkaitan
dengan sejumlah faktor termasuk penurunan fungsi cadangan usus, tidak ada
imunitas spesifik, dan penurunan mekanisme pertahanan hospes nonspesifik
seperti asam lambung dan mukus. Enteritis virus sangat memperbesar
permeabilitas usus terhadap makromolekul lumen dan telah dirumuskan
menaikkan risiko alergi makanan.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transport ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP
dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E. coli
agak berbeda dengan pathogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hamper
sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa usus halus
sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik. Toksin shigella juga dapat masuk
ke dalam serabut otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini
dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.
Di samping itu, penyebab diare non-infeksi yang dapat menimbulkan
diare pada anak antara lain:
Kesulitan makan
Defek Anatomis
Malrotasi
Penyakit Hirchsprung
Short Bowel Syndrome
Malabsorpsi
Defisiensi disakaridase
Malabsorpsi glukosa-
galaktosa
Endokrinopati
Thyrotoksikosis
Penyakit Addison
Sindroma Adrenogenital
Keracunan makanan
Logam berat
Mushrooms
Neoplasma
Neuroblastoma
Phaeochromocytoma
Sindroma Zollinger-Ellison
Lain-lain
Atrofi mikrovilli
Stricture
Cystic fibrosis
Cholestosis
Penyakit Celiac
Infeksi non- gastrointestinal
Alergi susu sapi
Penyakit Crohn
Sumber: Nelsonn Textbook of pediatric
E. Patofisiologi / Patogenesis
Secara umum, diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses
absorbs atau sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbsi dan
gangguan sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi
non-infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi
infeksi
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme
yang saling tumpang tindih. Menurut mekanisme diare, maka dikenal diare akibat
gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar daripada
kapasitas absorpsi. Di sini diare dapat terjadi akibat kelainan di usus halus,
mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah. Apabila fungsi
usus halus normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon menurun atau
sekresi di kolon meningkat. Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan
motilitas, inflamasi, dan imunologi.
1. Gangguan absorpsi atau diare osmotik
Secara umum, terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti
celiac sprue, atau karena:
a. Mengkonsumsi magnesium hidroksida
b. Defisiensi sukrase-isomaltase adanya lactase defisien pada anak yang lebih
besar
c. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal
pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara
lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat
permeable, air akan mengalir kea rah lumen jejunum sehingga air
akan banyak terkumpul dalam lumen usus. Natrium akan mengikuti
masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan
intraluminal yang besar dengan kadar natrium yang normal. Sebagian
kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap
tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap
seperti Mg, glukose, sukrose, laktose, maltose, di segmen ileum dan
melebihi kemampuan absorpsi kolon sehingga terjadilah diare. Bahan-
bahan seperti karbohidrat dari jus buah atau bahan yang mengandung
sorbitol dalam jumlah yang berlebihan akan memberikan dampak yang
sama.
2. Malabsorpsi umum
Keadaan seperti short bowel syndrome, celiac, protein, peptide, tepung, asam
amino, dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotic pada
lumen usus. Kerusakan sel (yang secara normal akan menyerap natrium dan
air) dapat disebabkan virus atau kuman, seperti Salmonella, Shigella, atau
Campylobacter. Sel tersebut juga dapat rusak karena inflammatory bowel
disease idiopatik, akibat toksin atau obat-obatan tertentu. Gambaran
karakteristik penyakit yang menyebabkan malabsorbsi usus halus adalah
atropi villi. Lebih lanjut, mikroorganisme tertentu (bakteri tumbuh lampau,
giardiasis, dan enteroadheren E. coli) menyebabkan malabsorbsi nutrien dengan
merubah faal membrane brush border trigliserid diakibatkan
insuffisiensi eksokrin pankreas menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan
mengakibatkan diare osmotic.
Gangguan atau kegagalan ekskresi pancreas menyebabkan kegagalan pemecahan
kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya menyebabkan maldigesti,
malabsorbsi dan akhirnya menyebabkan diare osmotik. Steatorrhe berbeda
dengan malabsorbsi protein dan karbohidrat dengan asam lemak rantai panjang
intraluminal, tidak hanya menyebabkan diare osmotik, tetapi juga menyebabkan
pacuan sekresi klorida sehingga diare tersebut dapat disebabkan malabsorpsi karbihidrat
oleh karena kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa, dan defisiensi
congenital lactase, pemberian obat pencahar; laktulose, pemberian Mg hydroxide
(misalnya susu Mg), malabsorpsi karbohidrat yang berlebihan pada hipermotilitas pada
kolon iritabel. Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan cepat,
menyebabkan kekambuhan diare. Pemberian makan/minum yang tinggi KH, setelah
mengalami diare, menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus yang menyebabkan
kerusakan mukosa sehingga menyebabkan gangguan sekresi enzim lactase,
menyebabkan gangguan absorpsi nutrisi laktose.
3. Gangguan sekresi atau diare sekretorik
Hiperplasia kripta
Teoritis adanya hyperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat
menyebakan sekresi intestinal dan diare. Pada umumnya, penyakit ini
menyebabkan atrofi vili.
Luminal secretagogues
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin
bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia,
garam empedu bentuk dihydroxy, serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan
konsentrasi intrasel cAMP, cGMP atau Ca++ yang selanjutnya akan
mengaktifkan protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan
menyebabkan fosfolirasi membran protein sehingga mengakibatkan
perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi lain
terjadi peningkatan pompa natrium dan natrium masuk ke dalam lumen
usus bersama Cl-.
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-
ATPase. Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadarcAMP
intraseluler, meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian
menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa obat menyebabkan sekresi
intestinal. Penyakit malabsorpsi seperti reseksi ileum dan penyakit Crihn
dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan peningkatan
konsentrasi garam empedu dan lemak.
Blood-Borne Secretagogues
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang, umumnya
disebabkan oleh enterotoksin E. coli atau Cholera. Berbeda dengan negara
berkembang, di negara maju, diare sekretorik jarang ditemukam, apabila
ada kemungkinan disebakan oleh obat atau tumor seperti ganglioneuroma
atau neuroblastoma yang menghasilkan hormone seperti VIP. Pada orang
dewasa, diare sekretorik berat disebabkan neoplasma pankreas, sel non-
beta yang menghasilkan VIP, Polipeptida pankreas, hormone sekretorik
lainnya (sindroma watery diarrhea hypokalemia achlorhydria (WDHA)).
Diare yang disebabkan tumor ini termasuk jarang. Semua kelainan mukosa
usus, berakibat sekresi air dan mineral berlebihan pada vilus dan kripta
serta semua enterosit terlibat dan dapat terjadi mukosa usus dalam keadaan
normal.
4. Diare akibat gangguan peristaltik
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi
perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik
peningkatan ataupun penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan
diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang
menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi
akan meningkatkan absorbs. Kegagalan motilitas usus yang berat
menyebabkan stasis intestinal berakibat inflamasi,
dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat
hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan
karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada bayi. Gangguan
motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu dan berbagai penyakit lain.
5. Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit,
mukus, protein, dan seringkaili sel darah merah dan sel darah putih
menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan
dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik.
Bakteri enteral pathogen akan mempengaruh struktur dan fungsi tight
junction, menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan
kaskade inflamasi. Efek infeksi bacterial pada tight junction akan
mempengaruhi susunan protein. Penelitian oleh Berkes J. dkk 2003
menunjukkan bahwa peranan bakteri enteral pathogen pada diare terletak
pada perubahan barrier tight junction oleh toksin atau produk kuman
yaitu perubahan pada cellular cytoskeleton dan spesifik tight junction.
Pengaruh itu bisa pada kedua komponen tersebut atau salah satu komponen
saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi chloride yang akan diikuti
natrium dan air. Sebagai contoh C. difficile akan menginduksi kerusakan
cytoskeleton maupun protein, Bacteroides fragilis menyebabkan degradasi
proteolitik protein tight junction, V. cholera mempengaruhi
distribusi protein tight junction, sedangkan EPEC
menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.
6. Diare terkait imunologi
Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III,
dan IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan
allergen makanan. Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropatu,
sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada Coeliac disease dan protein loss
enteropaties. Pada reaksi tipe I, allergen yang masuk tubuh menimbulkan
respon imun dengan dibentuknya IgE yang selanjutnya akan diikat oleh
reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil. Bila terjadi aktivasi
akibat pajanan berulang dengan antigen yang spesifik, sel mast akan
melepaskan mediator seperti histamin, ECF-A, PAF, SRA-A, dan
prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi reaksi komplek antigen-antibodi
dalam jaringan atau pembuluh darah yang mengaktifkan komplemen.
Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan Macrophage Chemotactic
Factor yang akan merangsang sel mast dan basofil melepas berbagai
mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler, di sini tidak terdapat
peran antibody. Antigen dari luar dipresentasikan sel APC (Antigen
Presenting Cell) ke sel Th1 yang MHC-II dependen. Terjadi pelepasan
berbagai sitokin seperti MIF, MAF, dan IFN- oleh Th1. Sitokin tersebut akan
mengaktifasi makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan.
Berbagai mediator diatas akan menyebabkan luas permukaan mukosa
berkurang akibat kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh
natrium dan air.
F. Manifestasi / Gejala Klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi
neurologic. Gejala gastrointestinal berupa diare, kram perut, dan muntah.
Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang
mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan
elektrolit ini
bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal
ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis netabolik, dan hipokalemia. Dehidrasi
merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
hipovolemia, kolaps kardiovaskuler, dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonic,
dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dan
dehidrasi berat.
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik pathogen
antara lain: vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomielitis,
meningitis, pneumonia, hepatitis, peritonitis, dan septic trombophlebitis. Gejala
neurologic dari infeksi usus bisa berupa paresthesia (akibat makan ikan, kerang,
monosodium glutamat), hipotoni dan kelemahan otot (C. botulinum).
Manifestasi immune mediated ekstraintestinal biasanya terjadi setelah
diarenya sembuh, contoh:
Tabel 1 Manifestasi immune mediated ekstraintestinal dan enteropatogen terkait
Manifestasi Enteropatogen terkait
Reaktive arthritis Salmonella, Shigella, Yersinia,
Camphylobacter, Clostridium difficile
Guillain Barre Syndrome Camphylobacter
Glomerulonephritis Shigella, Camphylobacter, Salmonella
IgA nephropathy Camphylobacter
Erythema nodusum Yersinia, Camphylobacter, Salmonella
Hemolytic anemia Camphylobacter, Yersinia
Hemolytic Uremic Syndrome (HUS) S. dysentrie, E. coli
Sumber: Nelson Textbook of Pediatrics
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare.
Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah
serta rectum menunjukkan terkenanya usus besar.
Mual dan muntah adalah symptom yang non spesifik akan tetapi muntah
mungkin disebabkan oleh karena organism yang menginfeksi saluran cerna bagian
atas seperti enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan
Cryptosporidium.
Muntah juga sering terjadi pada non-inflammatory diare. Biasanya
penderita tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat,
watery diare, menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas terkena. Oleh karena
pasien immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang
adanya imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat penting.
Tabel 2 Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab.
Gejala
klinik
Rotavirus Shigella Salmonell
a
ETEC EIEC Kolera
Masa
tunas
17-72 jam 24-48
jam
6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 47-72
jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual
muntah
Sering Jarang Sering + - -
Nyeri
perut
Tenesmus Tenesmu
s kramp
Tenesmus
kolik
- Tenesmu
s kramp
Sering
kramp
Nyeri
kepala
- + + - - -
Lamanya
sakit
5-7 hari > 7 hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
Sifat tinja
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10 /har
i
>
10x/hari
Sering sering Sering Terus
meneru
s
Konsistens
i
Cair Lembek
sering
Lembek Cair Lembek Cair
Darah - ± Kadang - + -
Bau Langu Busuk + - Amis
khas
Warna Kuning
hijau
Merah
hijau
Kehijauan Tak
berwarna
Merah-
hijau
Seperti
air
cucian
beras
Leukosit - + + - - -
Lain-lain anoreksia Kejang
±
Sepsis + Meteorismu
s
Infeksi
sistemik
±
G. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir, dan darah.
Bila disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang,
jarang, atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman
yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai
seperti batuk, pilek, otitis media, campak.
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: member oralit,
membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang
diberikan serta riwayat imunisasinya.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernafasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda utama dehidrasi: kesadara, rasa haus, dan turgor kulit abdomen
dan tanda-tanda tambahan lainnya, seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak,
mata cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut,
dan lidah kering atau basah.
Pernafasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis
metabolic. Bisingusus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi.
Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat
dehidrasi yang terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare
dan subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King,
kriteria MMWR, dan lainnya.
Tabel 3 Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003
Simptom Minimal atau
tanpa dehidrasi,
Kehilangan BB <
3%
Dehidrasi Ringan
– Sedang,
Kehilangan BB 3-
9%
Dehidrasi Berat,
Kehilangan BB >
9%
Kesadaran Baik Normal, lelah,
gelisah, irritable
Apatis, letargi,
tidak sadar
Denyut Jantung Normal Normal -
meningkat
Takikardi,
bradikardia pada
kasus berat
Kualitas nadi Normal Normal – melemah Lemah, kecil, tidak
teraba
Pernafasan Normal Normal – cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik
Capillary refill Normal Memanjang Memanjang,
minimal
Ekstremitas Normal Dingin Dingin, mottled,
sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal
Sumber: adaptasi dari Dugaan C, Santosham M, Glaso RI, MMWR 1992 dan
WHO 1995
Tabel 4 Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995
Penilaian A B C
Lihat:
* Keadaan umum
*mata
*air mata
*mulut dan lidah
*rasa haus
Baik, sadar
Normal
Ada
Basah
Minum biasa
(tidak haus)
Gelisah, rewel
Cekung
Tidak ada
Kering
Haus, ingin
minum banyak
Lesu, lunglai atau tidak
sadar
Sangat cekung dan
kering
Kering
Sangat kering
Malas minum atau
tidak bisa minum
Periksa : turgor
Kulit
Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat lambat
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan-
sedang
Dehidrasi berat
Terapi Rencana Terapi A Rencana Terapi
B
Rencana Terapi C
Sumber: adaptasi dari Dugaan C, Santosham M, Glaso RI, MMWR 1992 dan
WHO 1995
Tabel 5 Penentuan derajat dehidrasi menurut system pengakaan-Maurice King (1974)
Bagian tubuh yang
Diperiksa
Nilai untuk gejala yang ditemukan
0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng,
apatis, ngantuk
Mengigau, koma,
atau syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering & sianosis
Denyut nadi/menit Kuat < 120 Sedang 1(120-140) Lemah > 140
Sumber: Sunoto 1991
Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, 1, atau 2 sesuai
dengan table, kemudian dijumlahkan. Bilai nilai 0-2 maka ringan, 3-6 maka
sedang dan 7-12 adalah berat.
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare
akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat, contohnya pemeriksaan
darah lengkap, kultur urin, dan tinha pada sepsis atu infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan diare akut:
Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa
darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika
Urin: urin lengkap, kultur, dan tes kepekaan terhadap antibiotika
Tinja
Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium
tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah
biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa, atau
disebabkan oleh infeksi di luar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebakan
infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri
enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau
parasit usus seperti: E. histolytica, B. coli, dan T. trichiura.
Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali
pada infeksi E. histolytica darah sering terdapat pada
permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis
darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada
Tes Laboratorium Organisme diduga/identifikasi
Mikroskopik: lekosit pada tinja Invasif atau bakteri yang
memproduksi sitotoksin
Trophozoit, kista, oocysts,
spora
G. lamblia, E. histolytika,
Cryptosporidium, I. belli,
Cyclospora
Rhabditiform lava Strongyloides
Spiral atau basil gram (-)
berbentuk S
Campylobacter jejuni
Kultur tinja: Standard E. coli, Shigella, Salmonella,
Camphylobacter jejuni
Kultur tinja: Spesial Y. enterocolitica, V. cholera, V.
parahaemolyticus, C. difficile,
E.coli, O157:H7
Enzym immunoassay atau latex
aglutinasi
Rotavirus, G. lamblia, enteric
adenovirus, C. difficile
Serotyping E. coli, O 157 : H7, EHEC, EPEC
Latex aglutinasi setelah broth
enrichment
Salmonella, Shigella
Test yang dilakukan di
laboratorium riset
Bakteri yang memproduksi toksin,
EIEC, EAEC, PCR untuk genus
virulen
infeksi dengan Salmonella, Giardia, Crytosporidium, dan
Strongyloides.
Tabel 6 Tes laboratorium tinja yang digunakan untuk mendeteksi enteropatogen
Sumber: Supraoto10
Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya leukosit
dapat memberikan informasi tentang penyebab diare, letak
anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Leukosit
dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang
menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada
pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasive atau
kuman yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella,
Salmonella, C. jejuni, EIEC, C.difficile, Y. enterolytica, V.
parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P.
shigelloides. Leukosut yang ditemukan pada umumnya adalah
leukosit PMN, kecuali pada S. typhii leukosit mononuklear.
Tidak semua penderita kolitis terdapat leukosit pada tinjanya,
pasien yang terinfeksi dengan E. hystolitica pada umumnya
leukosit pada tinja minimal. Parasit yang menyebabkan diare
pada umumnya tidak memproduksi leukosit dalam jumlah
banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk
mencari telur atau parait kecuali terdapat riwayat baru saja
bepergian ke daerah resiko tinggi, kultur tinja negative untuk
enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien
immunocompromised. Pasien yang dicurigai menderita diare
yang disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis, dan
strongylodiasis di mana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau
biopsi duodenum atau yeyunum bagian atas mungkin
diperlukan. Karena organism ini hidup di saluran cerna bagian
atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan tinja. Biopsi
duodenum adalah metoda yang spesifik dan sensitive untuk
diagnosis giardiasis, strongylodiasisdan protozoa yang
membentuk spora. E. hystolitica dapat didiagnosis dengan cara
pemeriksaan mikroskopik tinja segar. Trophozoit biasanya
ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada tinja
yang berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk
menemukan kista amuba. Pemeriksaan serial mungkin
diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi intermitten.
Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan
konsentrasi antibody juga tersedia. Serologis test untuk amuba
hamper selalu positif pada disentri amuba akut dan amubiasis
hati.
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat
Hemolytic Uremic Syndrome (HUS), diare dengan tinja
berdarah, bila terdapat leukosit pada tinja, KLB diare dan pada
penderita immunocompromised.
Oleh karena bakteri tertentu seperti Y. enterocolitica,
V. cholera, V. Parahaemolyticus, Aeromonas, C. difficile, E.
coli
0157:H7 dan Camphylobacter membutuhkan prosedur
laboratorium khusus untuk identifikasinya, perlu diberi catatan
pada label apabila ada salah satu dicurigai sebagai penyebab
diare yang terjadi. Deteksi toksin C. difficile sangat berguna
untuk diagnosis antimicrobial kolitis. Proctosigmoidoscopy
mungkin membantu dalam menegakkan diagnosis pada
penderita dengan symptom colitis berat atau penyebab
inflammatory enteritis syndrome tidak jelas setelah dilakukan
pemeriksaan laboratorium terapi.
H. Penatalaksanaan
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata
Laksana Pengobatan diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Tata laksana ini sudah
mulai diterapkan di rumah sakit- rumah sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya
strategi dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan
menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu,
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi
semua
kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang
dirawat di rumah sakit, yaitu:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua
Rehidrasi denga oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah Berikan
segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Oralit formula
lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia Selatan yang terutama
disebabkan karena disentri, yang menyebabkan berkurangnya lebih banyak
elektrolit tubuh, terutama natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak terjadi
akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini
dengan tingkat sanitasi yang lebih baik adalah disebakan oleh karena virus. Diare
karena virus tersebut tidak menyebakan kekurangan elektrolit seberat pada disentri.
Karena itu, para ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat
osmolaritas yang lebih rendah. Osmolaritas larutan baru lebih mendekati
osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya
hipernatremia.
Oralit
Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan oralit ini
sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik
daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga
menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi
pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%.
Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF
untuk diare akut non-kolera pada anak.
Tabel 7 Komposisi Oralit Baru
Oralit Baru Osmolaritas Rendah Mmol/liter
Natrium 75
Klorida 65
Glucose, anhydrous 75
Kalium 20
Sitrat 10
Total Osmolaritas 245
Ketentuan pemberian oralit formula baru
a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang untuk
persediaan 24 jam
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan
ketentuan:
o Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50-100 ml tiap kali BAB
o Untuk anak 2 tahun atau lebih: berikan 100-200ml tiap BAB
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa
larutan harus dibuang.
Zinc diberikan selama 10 hari berturur-turut
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan
nafsu makan anak.
Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir karena
memilik evidence based yang bagus. Beberapa penelitian telah membuktikannya.
Pemberian zinc yang dilakukan di awal masa diare selam 10 hari ke depan secara
signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien. Lebih lanjut, ditemukan
bahwa pemberian zinc pada pasien anak penderita kolera dapat menurunkan
durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan.
Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara
kehidupan yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi
fisiologis, zinc berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan,
perkembangan seksual, kekebalan seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu
makan. Zinc juga berperan dalam system kekebalan tubuh dan meripakan
mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi.
Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan
pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna
dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc
pada diare dapat meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus,
meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush
border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan
pathogen dari usus. Pengobatan dengan zinc cocok diterapkan di negara-negara
berkembang seperti Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya
kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan
daya imunitas yang kurang memadai. Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi
dan volume buang air besar sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya
dehidrasi pada anak.
Dosis zinc untuk anak-anak
Anak di bawah umur 6 bulan : 10mg (½ tablet) per hari
Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh
dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matangm ASIm
atau oralit, Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan
dalam air matang atau oralit.
ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama
pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti
nutrisis yang hilang. Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya
perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan.
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau
kolera. Pemberian antibiotic yang tidak rasional justru akan memperpanjang
lamanya diare karena akan megganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium
difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu,
pemberian antibiotic yang tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman
terhdao antibiotic, serta menambah biaya pengobatan yang tidak perlu. Pada
penelitian multiple ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap
antibiotic yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan
trimetoprim sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik
terjadi melalui mekanisme berikut inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik
oleh bakteri, perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibiotik dan
perubahan permeabilitas membran terhadap antibiotic.
Nasihat pada ibu atau pengasuh: kembali segera jika demam, tinja berdarah,
berulang, makan atau minum sedikit, sangat halus, diare makin sering, atau belum
membaik dalam 3 hari.
Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik dapat
membantu penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat
memperpendek lamanya sakit dan memberantas organism penyebabnya. Dalam
merawat penderita dengan diare dan dehidrasi terdapat beberapa pertimbangan
terapi:
1. Terapi cairan dan elektrolit
2. Terapi diet
3. Terapi non spesifik dengan antidiare
4. Terapi spesifik dengan antimikroba
Walaupun demikian, berdasarkan penelitian epidemiologis di Indonesia
dan negara berkembang lainnya, diketahui bahwa sebagian besar penderita diare
biasanya masih dalam keadaan dehidrasi ringan atau belum dehidrasi. Hanya
sebagian kecil dengan dehidrasi lebih berat dan memerlukan perawatan di sarana
kesehatan. Perkiraan secara kasar menunjukkan dari 1000 kasus diare yang ada di
masyarakat, 900 dalam keadaan dehidrasi ringan, 90 dalam keadaan dehidrasi
sedang dan 10 dalam keadaan dehidrasi berat, 1 diantaranya disertai komplikasi
serta penyakit penyerta yang penatalaksanaannya cukup rumit. Berdasarkan data
diatas, sesuai dengan panduan WHO, pengobatan diare akut dapat dilaksanakan
secara sederhana yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per oral serta
melanjutkan pemberian makanan, sedangkan terapi non-spesifik dengan anti diare
tidak direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi.
Pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi
berat.
Terapi Cairan dan Pemberian Makanan ada GEA tanpa Penyulit
Dehidrasi Rehidrasi
Waktu
Cairan Pencegahan
Dehidrasi
Makan Minum
Tanpa
dehidrasi
- - 10-20 cc/kgBB
/ tiap BAB,
Oralit
ASI diteruskan.
Susu formula
diteruskan
dengan
mengurangi
makanan
berserat, ekstra
1 porsi
Ringan-
sedang
4 jam 75 cc (½ gelas)
oralit/kgBB atau
ad libitum sampai
tanda-tanda
dehidrasi hilang
Idem Dapat
ditangguhkan
sampai anak
menjadi segar
Berat 4 jam IVFD RL 30cc/kg
BB 7½
tetes/kgBB/menit,
Oralit ad libitum
segera setelah
Idem Idem
anak bisa minum
Monitoring dilakukan tiap 1 jam
Setelah
rehidrasi
Idem penderita tanpa dehidrasi
Patokan koreksi cairan melalui NGD (Nasogastrik Drip) adalah:
- Nadi masih dapat diraba dan masih dapat dihitung
- Tidak ada meteorismus
- Tidak ada penyulit yang mengharuskan kita memakai cairan IV
- Dikatakan gagal jika dalam 1 jam pertama muntah dan diare terlalu banyak
atau syok bertambah berat.
1. Pengobatan diare tanpa dehidrasi
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga untuk
mencegah dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam, kuah sayur-sayuran,
dan sebagainya. Pengobatan dapat dilaukan di rumah oleh keluarga penderita.
Jumlah cairan yang diberikan adalah 10ml/kgBB atau untuk anak usia < 1
tahun adalah 50-100ml, 1-5 tahun adalah 100-200ml, 5-12 tahun adalah 200-
300ml dan dewasa adalah 300-400ml setiap BAB.
Untuk anak di bawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok
dengan cara 1 sendok setiap 1-2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh
dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari cangkir atau
gelas dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama
10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3
menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. Selain
cairan rumah tangga ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus
diberikan. Makanan diberikan sedikit-sedikit tetapi sering (lebih kurang 6 kali
sehari) serta rendah serat. Buah-buahan diberikan terutama pisang. Makanan
yang merangsang (pedas, asam, terlaly banyak lemak) jangan diberikan dulu
karena dapat menyebabkan diare bertambah hebat dan keadaan anak
bertambah berat serta jatuh dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang, obati
dengan cara pengobatan dehidrasi ringan-sedang.
2. Pengobatan diare dehidrasi ringan-sedang
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang harud dirawat di sarana
kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah
oralit yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB. Bila berat badannya tidak
diketahui, meskipun cara ini kurang tepat, perkiraan kekurangan cairan dapat
ditentukan dengan menggunakan umur penderita, yaitu untuk umur < 1 tahun
adalah 300ml, 1-5 tahun adalah 600ml, > 5 tahun adalah 1200 ml dan dewasa
adalah 2400ml. Rentang nilai volume cairan ini adalah perkiraan, volume
yang sesungguhnya diberikan ditentukan dengan menilai rasa haus penderita
dan memantau tanda-tanda dehidrasi.
Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberi lagi.
Sebaliknya bila dengan bolume di atas kelopak nata menjadi bengkak,
pemberian oralit harus dihentikan sementara dan diberikan minum air putih
atau air tawar. Bila oedem kelopak mata sudah hilang dapat diberikan lagi.
Apabila oleh karena sesuatu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan secara
per-oral, oralit dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama
dengan kecepatan 20ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam keadaan penderita
dievaluasi, apakah membaik, tetap atau memburuk. Bila keadaan penderita
membaik dan dehidrasi teratasi pengobatan dapat dilanjutkan di rumah dengan
memberikan oralit dan makanan dengan cara seperti pada pengobatan diare
tanpa dehidrasi. Bila memburuk dan penderita jatuh dalam keadaan dehidrasi
berat, penderita tetap dirawat di sarana kesehatan dan pengobatan yang terbaik
adalah pemberian cairan parenteral.
3. Pengobatan diare dehidrasi berat
TRP (Terapi Rehidrasi Parenteral)
Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di Puskesmas atau Rumah Sakit.
Pengobatan yang terbaik adalah dengan terapi rehidrasi parenteral. Pasien
yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberi oralit sampai
cairan infuse terpasang. Di samping itu, semua anak harus diberi oralit selama
pemberian cairan intravena (± 5ml/kgBB/jam), apabila dapat minum
dengan baik, biasanya dalam 3-4jam (untuk bayi) atau 1-2jam (untuk anak
yang lebih besar). Pemberian tersebut dilakukan untuk member tambahan basa
dan kalium yang mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup dengan
pemberian cairan intravena. Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan
Ringer Laktat dengan dosis 100ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk <1tahun 1
jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 5 jam berikutnya 70cc/kgBB. Di atas 1
tahun ½ jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 2½ jam berikutnya 70cc/kgBB.
Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan IV dapat
dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan
evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yang sesuai yaitu pengobatan diare
dengan dehidrasi ringan sedang atau pengobatan diare tanpa dehidrasi.
4. Cairan Rehidrasi Oral
Pada tahun 1975, WHO dan Unicef menyetujui untuk mempromosikan CRO
tunggal yang mengandung natrium 90 mmol/L, kalium 20 mmol/L, chlorida
80 mmol/L, basa 30 mmol/L, dan glukosa 111 mmol/L (2%).
Komposisi ini dipilih untuk memingkinkan satu jenis larutan saja untuk
digunakan pada pengobatan diare yang disebabkan oleh bermacam sebab
bahan infeksius yang disertai dengan berbagai derajat kehilangan elektrolit.
Contoh diare Rotavirus berhubungan dengan kehilangan natrium bersama tinja
30-40 mEq/L, ETEC 50-60 mEq/L, dan V. cholera > 90-120 mEq/L. CRO-
WHO (Oralit) telah terbukti selama lebih dari 25 tahun efektif baik untuk
terapi maupun rumatan pada anak dan dewasa dengan semua tipe diare
infeksi.
Walaupun demikian, dari hasil-hasil riset klinik berikutnya, pada metaanalisa
mendukung penggunaan CRO yang osmolaritasnya rendah. CRO dengan
osmolaritasnya yang lebih rendah berkaitan dengan muntah lebih sedikit,
keluaran tinja yang lebih sedikit, berkurangnya pemberian intravena
dibandingkan dengan CRO standard, pada bayi dan anak non kolera.
Pada kolera tidak ada perbedaan klinik antara penderita yang diberi CRO
osmolaritas rendah dengan CRO standard kecuali angka kejadian hiponatremi.
Atas dasar hasil tersebut WHO dan Unicef mengadakan konsultasi tentang
penggunaan CRO dengan osmolaritas lebih rendah untuk digunakan secara
global. Pada tahun 2002 WHO mengumumkan CRO formula baru yang sesuai
dengan rekomendasi tersebut dengan 75 mEq/L natrium, 75 mmol/L glukosa
dan osmolaritas total 245 mOsm/L. CRO formula baru ini juga
direkomendasikan untuk digunakan pada anak dan dewasa dengan kolera,
meskipun post-marketing surveilans sedang dilakukan untuk memastikan
keamanan dan indikasinya.
5. CRO baru
Resep untuk memperbaiki CRO antara lain menambahkan substrat untuk
kontransport natrium (contoh: asam amino glycine, alanine, dan glutamine)
atau substitusi glukosa dengan komplek karbohidrat (CRO berbasis beras atau
cereal). Asam amino tidak menunjukkan lebih efektif daripada CRO
tradisional dan lebih mahal. CRO berbasis beras dapat direkomendasikan bila
cukup latihan dan penyediaan di rumah dapat dilakukan, dan mungkin sangat
efektuf untuk mengobati dehidrasi karena kolera.
Walaupun demikian, kemudahan dan keamanan CRO paket di negara
berkembang dan secara komersial tersedia CRO di negara maju, maka CRO
standard tetap merupakan pilihan utama dari sebagian besar klinisi.
Potential additive pada CRO termasuk mampu melepaskan SCFA (amylase
resistant starch derivate dari jagung) dan partially hydrolyzed guar gum.
Mekanisme kerja yang diharapkan adalah meningkatkan uptake natrium oleh
kolon terikat pada transport SCFA. Kemungkinan lain dari perbaikan
komposisi CRO masa depan adalah penambahan probiotik, prebiotik, send,
dan protein polimer.
6. Seng (Zinc)
Defisiensi seng sering didapatkan pada anak-anak di negara berkembang dan
dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun dan meningkatnya kejadian
penyakit infeksi yang serius. Seng merupakan mikronutrien komponen
berbagai enzim dalam tubuh, yang penting antara lain untuk sintesis DNA.
Pada sistematik review dari 10 RCT yang semuanya dilakukan di negara
berkembang pada tahun 1999 didapatkan bahwa suplementasi seng dengan
dosis minimal setengah dari RDA Amerika Serikat untuk seng, ternyata dapat
menurunkan insiden diare sebanyak 15% dan prevalensi diare sampai 25%,
kurang lebih sama dengan hasil yang dicapai upaya preventive yang lain
seperti perbaikan hygiene sanitasi dan pemberian ASI. Sejak tahun 2004,
WHO dan UNICEF telah menganjurkan penggunaan seng pada anak dengan
diare dengan dosis 20 mg per hari selama 10-14 hari, dan pada bayi < 6 bulan
dengan dosis 10 mg per hari selama 10-14 hari.
7. Pemberian makanan selama diare
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan
setelah sembuh. Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrient
sebanyak anak mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair,
nafsu makannya timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan
pemberian makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal
termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga
memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak dikurangi.
Sebaliknya, pembatasan makanan akan menyebabkan penurunan berat badan
sehingga diare menjadi lebih lama dan kembalinya fungsi usus akan lebih
lama. Makanan yang diberikan pada anak diare tergantung kepada umur,
makanan yang disukai, dan pola makan sebelum sakit serta budaya setempat.
Pada umumnya, makanan yang tepat untuk anak diare sama dengan yang
dibutuhkan dengan anak sehat. Bayi yang minum ASIharus diteruskan
sesering mungkin dan selama anak mau. Bayi yang tidak minum ASI harus
diberi susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam. Pengenceran susu
atau penggunaan susu rendah atau bebas laktosa secara rutin tidak diperlukan.
Pemberian susu rendah laktosa atau bebas laktosa mungkin diperlukan untuk
sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul kembali atau
bertambah hebat sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan
pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH < 6) dan terdapat bahan yang
mereduksi dalam tinja > 0,5%. Setelah diare berhenti, pemberian tetap
dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali dengan susu atau formula
biasanya diminum secara bertahap selama 2-3 hari.
Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan
lunak atau padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energy
diit harus berasal dari makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering
(6kali atau lebih) dan anak dibujuk untuk makan. Kombinasi susu formula
dengan makanan tambahan seperti sereal pada umumnya dapat ditoleransi
dengan baik pada anak yang telah disapih. Pada anak yang lebih besar, dapat
diberikan makanan yang terdiri dari makanan pokok setempat misalnya nasi,
kentang, gandum, roti, atau bakmi. Untuk meningkatkan kandungan energinya
dapat ditambahkan 5-10ml minyak nabati untuk setiap 100 ml makanan.
Minyak kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya akan karoten. Campur
makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan sayur-sayuran, serta
ditambahkan tahu, tempe, daging, atau ikan. Sari buah segar atau pisang baik
untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang
mengandung banyak gula seperti sari buah manis yang diperdagangkan,
minuman ringan, sebaiknya dihindari.
8. Pemberian makanan setelah diare
Meskipun anak diberi makanan sebanyak dia mau selama diare, beberapa
kegagalan pertumbuhan mungkin dapat terjadi terutama bila terjadi anoreksia
hebat. Oleh karena itu, perlu pemberian ekstra makanan yang kaya akan zat
gizi beberapa minggu setelah sembuh untuk memperbaiki kurang gizi dan
untuk mencapai serta mempertahankan pertumbuhan normal. Berikan ekstra
makanan pada saat anak merasa lapar, pada keadaan semacam ini biasanya
anak dapat menghabiskan tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya.
9. Terapi medikamentosa
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare, seperti
antibiotika, antidiare, adsorben, antiemetic, dan obat yang mempengaruhi
mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja,
banyak diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan sebagian besar tidak
direkomendasikan untuk anak umur kurang dari 2-3 tahun. Secara umum,,
dikatakan bahwa obat-obat tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare
akut.
Antibiotik
Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh
karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self-limited
dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotika.
Hanya sebagian kecil (10-20%) yang disebabkan oleh bakteri pathogen seperti V.
cholera, Shigella, Enterotoksigenik E. coli, Salmonella, Campylobacter, dan
sebagainya.
Tabel 8 Antibiotika pada diare
Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif
Kolera Tetracycline
12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Erythromycin
12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Shigella dysentery Ciprofloxacin
15 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari
Pivmecillinam
20 mg/kgBB
4x sehari selama 5 hari
Ceftriaxone
50-100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5
hari
Amoebiasis Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari (10
hari pada kasus berat)
Giardiasis Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari
Sumber : WHO 2006
Obat antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan
praktis dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak.
Beberapa dari obat-obat ini berbahaya. Produk yang termasuk dalam kategori
ini adalah:
Adsorben
Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal,
cholesteramine. Obat-obat ini dipromosikan untuk pengobatan
diare atas dasar kemampuannya untuk mengikat dan menginaktifasi
toksin bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta
dikatakan mempunyai kemampuan melindungi mukosa usus. Walaupun
demikian, tidak ada bukti keuntungan praktid dari penggunaan obat ini
untuk pengobatan rutin diare akut pada anak.
Antimotilitas
Contoh: loperamide, hydrochloride, diphenoxylate dengan atropine,
tincture opii, paregoric, codein.
Obat-obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa
akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari itu
dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat fatal atau
dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi dari
organism penyebab. Dapat terjadi efek sedative pada dosis normal.
Tidak satu pun dari obat-obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak
dengan diare.
Bismuth Subsalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja
pada anak dengan diare akut sebanyak 30% akan tetapi, cara ini jarang
digunakan.
Kombinasi Obat
Banyak produk kombinasi adsorben, antimikroba, antimotilitas atau
bahan lain. Produsen obat mengatakan bahwa formulasi ini baik untuk
digunakan pada berbagai macam diare. Kombinasi obat semacam ini
tidak rasional, mahal dan lebih banyak efek samping daripada bila obat ini
digunakan sendiri-sendiri. Oleh karena itu, tidak ada tempat untuk
menggunakan ibat ini pada anak dengan diare.
Obat-obat lain:
Anti muntah
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat
menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi
oral. Oleh karena itu, obat anti muntah tidak digunakan pada anak dengan
diare, muntah karena biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi.
Cardiac stimulant
Renjatan pada diare akut disebabkan oleh karena dehidrasi dan hipovolemi.
Pengobatan yang tepat adalah pemberian cairan parenteral dengan elektrolit
yang seimbang. Penggunaan cardiac stimulant dan obat vasoaktif seperti
adrenalin, nicotinamide, tidak pernah diindikasikan.
Darah atau plasma
Darah, plasma, atau plasma expander tidak diindikasikan untuk anak dengan
dehidrasi oleh karena diare. Yang dibutuhkan adalah penggantian dari
kehilangan air dan elektrolit. Walaupun demikianm terapi rehidrasi tersebut
dapat diberikan untuk penderita dengan hipovolemia oleh karena renjatan
septik.
Steroid
Tidak memberikan keuntungan dan tidak diindikasikan
Tabel 9 Beberapa Penyulit Gastroenteritis Akut dan Penanggulangannya
Jenis Penyulit Jumlah cairan Terapi
Medikamentosa
Ket
KKP I-II Sesuai GEA
murni
Sesuai kausa /
penyakit
penyerta
KKP II Maras : 250
cc/kgBB
Kwash : 200
cc/kgBB
Broncopneumonia ¾ kebutuhan Sesuai BP *
Ensefalitis ¾ kebutuhan Sesuai Ensefalitis
Meteorismus ¾ kebutuhan Antibiotic
profilaksis
**
Meningitis
Purulenta
¾ kebutuhan Sesuai menpur
Dehidrasi
hipertonik
Sesuai skema
di bawah
Sesuai etiologi ***
Gagal Ginjal Akut 30 cc kg/BB +
volume urin 1
hari
sebelumnya +
12% setiap
kenaikan suhu
10C
Sesuai GGA
Impending
Decomp Cordis
¾ kebutuhan Digitalisasi
* Diberikan pada bronkopneumonia dimana anak sangat sesak dan sistim
kardiovaskular tidak mungkin menerima terapi rehidrasi cepat
** Akibat lanjut dari meteorismus adalah terjadinya ballooning effect,
langkah-langkah; untuk mengatasi ini adalah dengan melakukan
dekompresi :
- Dari atas dengan sonde lambung yang dihisap secara berkala
- Dari bawah dengan memasang schorstein
- Menghentikan makanan peroral (sesuai dengan beratnya meteorismus),
member makanan parenteral sedini mungkin, memberikan antibiotika
profilaksis.
*** Dasar klinis diagnosis dehidrasi hipertonis:
- Klinis : turgor yang relatif baik, rasa haus yang sangat nyata,
kejangyang biasanya timbul setelah terapi cairan
- Labor : kadar Na+ serum lebih dari 150mEq/L
I. Komplikasi
Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapa
diantaranya membutuhkan pengobatan khusus.
Gangguan Elektrolit
Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar
natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang
cepat sangat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak.
Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik
dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan
cairan 0,45% saline – 5 % dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan
cairang menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar
natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan,
bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium
pasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline – 5 %
dextrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada
setiap 500ml cairan infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya
pemberian diet normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian
oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.
Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hipontremia (Na < 130
mol/L). Hipontremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan
pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif
untuk terapi dari hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak
berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan
rehidrasi yaitu memakai Ringer Laktat atau Normal Saline. Kadar
Natrium koreksi (mEq/L) = 125-kadar Na serum yang diperiksa
dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8
jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak
boleh melebihi 2 mEq/L.
Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB iv pelan-pelan dalam
5-10 menut dengan monitor detak jantung.
Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan
menurut kadar K : jika kalium 2,5 – 3,5 mEq/L diberikan per oral 75
mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara
intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya:
(3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 2mEq/kgBB/24 jam) diberikan
dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 – kadar K
terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB).
Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus,
gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah
dan kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit
dan memberikan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah
diare berhenti.
Kegagalan Upaya Rehidrasi Oral
Kegagalan upaya rehidrasi oral dapat terjadi pada keadaan tertentu misalnya
pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, muntah yang
menetap, tidak dapat minum, kembung dan ileus paralitik, serta malabsorbsi
glukosa. Pada keadaan-keadaan tersebut mungkin penderita harus diberikan cairan
intravena.
Kejang
Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang
sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebut dapat disebabkan oleh
karena hipoglikemi, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk,
hiperpireksia, kejang terjadi bila panas tinggi, misalnya melebihi 400C,
hipernatremi atau hiponatremi.
J. Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara:
1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare
Kuman-kuman pathogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-
oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada
cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif, meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Penggunaan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis
buang air besar dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host)
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan
dapat mengurangi resiko diare, antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member makan
dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak
c. Imunisasi campak
Akhir-akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik, prebiotik, dan
seng dalam pencegahan diare.
Probiotik
Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang
difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan
mikroflora intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan
pemberian probiotik dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak
minum ASI. Pada sistematik review yang dilakukan Komisi Nutrisi ESPGHAN
(Eropean Society of Gastroenterology Hepatology and Nutrition) pada tahun
2004, didapatkan laporan-laporan yang berkaitan dengan peran probiotik untuk
pencegahan diare. Saavedra dkk tahun 1994, melaporkan pada penelitiannya
bahwa susu formula yang disuplementasi dengan Bifidobacterium lactis dan
Streptococcus thermophilus bila diberikan pada bayi dan anak usia 5-24 bulan
yang dirawat di Rumah Sakit dapat menurunkan angka kejadian diare dari 31%
menjadi 7%, infeksi rotavirus juga berkurang dari 39% pada kelompok placebo
menjadi 10% pada kelompok probiotik. Penelitian Phuapradit P. dkk di Thailand
pada tahun 1999 menunjukan bahwa bayi yang minum susu formula yang
mengandung probiotik Bifidobacterium Bb 12 dan Streptococcus thermophylus
lebih jarang menderita diare oleh karena infeksi rotavirus.
Oberhelman RA dkk tahun 2002 melaporkan penggunaan Lactobacillus GG
di Peru pada komunitas dengan resiko tinggi diare dapat menurunkan episode diare
terutama pada anak-anak usia 18-29 bulan dibandingkan dengan placebo (4,7 v 5,9
episod/anak/thn dengan p=0,0005), akan tetapi penelitian yang sama di Finlandia
tahun 2001 tidak menemukan adanya efek proteksi pada konsumsi jangka lama
susu formula yang disuplementasi dengan probiotik.
D’Souza dkk tahun 2002 melaporkan bahwa probiotik jika diberikan
bersama-sama dengan antibiotika mengurangi resiko “Antibiotic Associated
Diaorrhea”.
Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui
perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti
mikroba terhadap beberapa pathogen usus, kompetisi nutrient, mencegah adhesi
kuman pathogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik
terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrient dan imunomodulasi.
Disimpulkan bahwa beberapa probiotik potential mempunyai efek
protektif terhadap diare, tetapi masih diperlukan penelitian dan evaluasi lebih
lanjut termasuk efektifitas dan keamanannya, walaupun sejauh ini penggunaan
probiotik pada percobaan klini dikatakan aman.
Surveilans diperlukan untuk mencari kemungkinan efek samping seperti
infeksi pada kelompok resiko tinggi antara lain bayi premature dan pasien
immunocompromised.
Prebiotik
Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan.
Umumnya kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang
pertumbuhan flora intestinal yang menguntungkan kesehatan.
Oligosacharida yang ada di dalama ASI dianggap sebagai prototype
prebiotik karena dapat merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria di
dalam kolon bayi yang minum ASI, Data menunjukan angka kejadian diare akut
lebih rendah pada bayi yang minum ASI. Tetapi pada dua penelitian RCT di Peru
tahun 2003, bayi-bayi di komunitas yang diberi cereal yang disuplementasi dengan
Fruktooligosakarida (FOS) tidak menunjukan penurunan angka kejadian diare.
Penemuan lain yang dilakkan di Yogyakarta pada tahun 1998, suatu penelitian
RCT yang melibatkan 124 penderita diare dengan tanpa melihat penyebabnya
menunjukkan adanya perbedaan bermakna lamanya diare, dimana pada penderita
yang mendapat FOS lebih pendek masa diarenya disbanding placebo.
Rekomendasi penggunaannya untuk aspek pencegahan diare akut masih
perlu menunggu penelitian-penelitian selanjutnya.
K. Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare hasilnya sangat baik dengan
morbiditas dan mortalitas yang minimal. Penderita dipulangkan apabila ibu sudah
dapat/sanggup membuat/memberikan oralit kepada anak dengan cukup walaupun
diare masih berlangsung dan diare bermasalah atau dengan penyakit penyerta
sudah diketahui dan diobati
DAFTAR PUSTAKA
1. Subagyo B. Nurtjahjo NB. Diare Akut, Dalam: Juffrie M, Soenarto SSY,
Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS, penyunting. Buku ajar
Gastroentero-hepatologi:jilid 1. Jakarta : UKK Gastroenterohepatologi
IDAI 2011; 87-120
2. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson
eds. Nelson textbook of Pediatrics 17ed. Saunders. 2004 : 1272-6
3. WHO, UNICEF. Oral Rehydration Salt Production of the new ORS.
Geneva. 2006
4. Field M. Intestinal ion transport and the pathophysiology of diarrhea. J.
Clin Invest. 2003; 111(7): 931-943
5. Buku Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya – Rumah Sakit Mohammad Hoesin, 2010.