of 82 /82
BAB I ILUSTRASI KASUS I.1 IDENTITAS PASIEN Nama : An. ABP Usia : 3 tahun 10 bulan Jenis kelamin : Perempuan Kebangsaan : Indonesia Suku bangsa : Batak Agama : Protestan Alamat : Jl. Perintis Jakarta timur I.2 IDENTITAS ORANG TUA AYAH IBU Nama Tn. I Ny. T Usia 35 tahun 30 tahun Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Suku bangsa Batak Batak Agama Protestan Protestan Pendidikan S1 D3 Pekerjaan Wiraswasta Ibu rumah tangga 1

Presentasi Kasus Diare Akut Suspect Infeksi SAluran Kemih

Embed Size (px)

Text of Presentasi Kasus Diare Akut Suspect Infeksi SAluran Kemih

BAB I ILUSTRASI KASUS

I.1

IDENTITAS PASIEN Nama Usia : An. ABP : 3 tahun 10 bulan

Jenis kelamin : Perempuan Kebangsaan : Indonesia

Suku bangsa : Batak Agama Alamat : Protestan : Jl. Perintis Jakarta timur

I.2

IDENTITAS ORANG TUA

AYAH

IBU

Nama Usia Jenis kelamin Suku bangsa Agama Pendidikan Pekerjaan Alamat

Tn. I 35 tahun Laki-laki Batak Protestan S1 Wiraswasta Jl. Perintis Jaktim

Ny. T 30 tahun Perempuan Batak Protestan D3 Ibu rumah tangga Jl. Perintis Jaktim

Hubungan pasien dengan orang tua adalah anak kandung.1

I.3

ANAMNESIS

Didapatkan keterangan secara allo anamnesis melalui orang tua pasien : Hari dan tanggal Tempat Keluhan utama Keluhan tambahan : 3 Agustus 2012 : Bangsal Anggrek 2 : Buang air besar cair sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. : Muntah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat penyakit sekarang: Pasien mengalami buang air besar cair sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Frekuensi buang air besar cair 7-8x/hari, berwarna kuning, menyemprot, berbau asam, lendir -, darah -, air > ampas. Pasien mengalami demam naik turun sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, demam turun setelah diberi obat penurun panas namun kemudian naik lagi, suhu tidak diukur, demam dirasakan tidak terus menerus. 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien juga mengalami mual dan muntah, muntah 2x/hari berisi air dan makanan. Nafsu makan pasien menurun sejak 2 hari SMRS, pasien masih mau minum susu namun makan hanya sedikit. Kedua orang tua pasien kemudian membawa pasien berobat ke dokter terdekat dengan rumahnya. Pasien diberikan obat oleh dokter tersebut yaitu proris, antibiotik dan domperidone. Setelah berobat namun keluhan pasien tidak kunjung membaik. Lalu orang tua pasien membawanya ke IGD RS Polri untuk berobat dan dinyatakan oleh dokter jaga IGD, untuk dirawat inap.

Riwayat penyakit dahulu: Penyakit Keterangan Penyakit Enteritis Desentri basiler Desenteri amuba Tifoid Keterangan (-) (-) (-) (-)

Faringitis / tonsillitis (-) Pneumonia Bronchitis Morbili (-) (-) (-)

2

Kejang Varicela Difteri Malaria

(-) (-) (-) (-)

Cacing Operasi Polio Reaksi Obat

(-) (-) (-) (-)

Riwayat kehamilan ibu Riwayat antenatal bulan Penyakit selama kehamilan Obat yang dikonsumsi : Selama mengandung, ibu pasen tidak pernah sakit. : Ibu pasien mengaku mengkonsumsi vitamin dan obat : Ibu teratur memeriksakan kandungan ke dokter setiap

penambah darah sebanyak 1 kali sehari.

Riwayat kelahiran Tempat kelahiran Penolong persalinan Cara persalinan Masa gestasi Keadaan bayi Berat badan lahir Panjang badan lahir 3375 gr 50 cm Rumah bersalin Bidan Persalinan spontan pervaginam 37 minggu

Riwayat postnatal Pemeriksaan oleh Keadaan anak : dokter : sehat

Riwayat perkembangan: Pertumbuhan gigi pertama Perkembangan psikomotor pasien3

: usia 5 bulan

Senyum Miring Tengkurap Duduk Merangkak Berdiri Berjalan

: Ibu pasien tidak ingat : Ibu pasien tidak ingat : usia 3 bulan : usia 7 bulan : usia 9 bulan : usia 11 bulan : usia 12 bulan

Kesan : status perkembangan pasien sesuai usia

Riwayat makanan Usia 0 2 bulan 2 4 bulan 4 6 bulan 6 8 bulan 8 10 bulan 10 12 bulan ASI / PASI Buah / biscuit Makanan padat dan lauk ASI ASI ASI ASI + PASI PASI PASI Buah Biskuit, buah Biskuit, buah Biskuit, buah +

Riwayat imunisasi Vaksin BCG Hepatitis B DPT Polio Campak Dasar 1x 3x 4x 4x 1x Ulangan 4

Riwayat keluarga Pernikahan orang tua Ayah Perkawinan ke Usia saat menikah Keadaan kesehatan 1 31 tahun Sehat Ibu 1 26 tahun sehat

Corak reproduksi Anak ke Tahun Jenis persalinan 1 2009 PPspt 3 tahun 6 bulan Usia Jenis kelamin Perempuan Berat badan lahir 3375 gram

Riwayat penyakit dalam keluarga Ayah : saat ini ayah pasien dalam keadaan sehat. Ibu : saat ini ibu pasien dalam keadaan sehat.

Riwayat penyakit anggota keluarga Anggota keluarga Sekitar rumah :: tidak ditemukan warga yang memiliki penyakit yang berarti

Data perumahan Rumah berukuran 12 x 12 m bertingkat satu dihuni oleh kedua orang tua pasien, pasien dan kakek nenek. Terdiri dari 3 buah kamar tidur berukuran 3 x 4 meter satu dapur, satu ruang tamu, dan dua kamar mandi. Kamar tidur orang tua dan pasien terletak di bagian depan, dengan 1 buah jendela berukuran 1 x 1 meter menghadap ke halaman rumah ditutup dengan kasa nyamuk berukuran 1x1 meter. Kamar kakek nenek terletak di5

bagian tengah dengan 1 buah jendela berukuran 1 x 1 meter ditutup dengan kasa nyamuk berukuran 1 x1 meter. Di ruang tamu dan dapur masing-masing terdapat 1 jendela berukuran 1 x1 meter dengan kasa nyamuk. Di kamar mandi terdapat ventilasi berukuran 50 x 30 cm. Di dalam kamar mandi terdapat kloset jongkok dan bak mandi yang dikuras setiap 3 kali sehari dengan cara disikat. Atap rumah terbuat dari asbes dan lantai dilapisi keramik. Rumah disapu dan dipel dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Air yang digunakan untuk minum dan masak adalah air isi ulang. Air yang digunakan untuk mandi dan mencuci adalah air sumur yang cukup bersih. Jarak antara sumber air dengan septic tank 8 meter

I.4

Pemeriksaan fisik : 3 Agustus 2012 : 22.00 WIB

Tanggal Jam

Pemeriksaan umum Keadaan umum Kesadaran : tampak sakit sedang : compos mentis

Tanda-tanda vital Laju nadi Laju pernafasan Suhu : 110 x / menit : 18 x/ menit : 36,5 0C

Data antropometri Berat badan : 23 kg

Tinggi badan : 102 cm

6

Pemeriksaan darah tepi 3 agustus 2012

Pemeriksaan

Hasil 3/8/2012

Nilai Normal

Hemoglobin

14.2 g/dl

L : 13 - 16

P : 12 - 14

Leukosit

20.900 /ul

5.000 - 10.000

Hematokrit

41 %

L : 40 - 48

P : 37 - 43

Trombosit

626.000/ ul

150.000 - 450.000

Natrium

143

135 - 145 mmol/L

Kalium

5.3

3.8 - 5.0 mmol/L

Chlorida

108

98 - 106 mmol/L

Pemeriksaan Urin 4 Agustus 2012 Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Warna

Kuning

Kejernihan

Keruh 5 8,5

Reaksi / pH

6.0

7

Berat jenis

1.020

1.000 1.030

Protein

-

Negatif

Bilirubin

-

Negatif

Glukosa

-

Negatif

Keton

-

Negatif

Darah / Hb

-

Negatif

Nitrit

-

Negatif

Urobilinogen

0.1

0.1 - 1.0 IU

Leukosit

+

Negatif

Sedimen: Leukosit

Banyak

/ LPB

Sedimen : Eritrosit

1-2

/ LPB

Sedimen : Sel epitel

+

Sedimen : Kristal

-

8

Sedimen : Silinder

-

/ LPK

Lain - lain : Bakteri

+

Pemeriksaan faeces 4 agustus 2012 Pemeriksaan Hasil

Warna

Kuning

Konsistensi

Lunak

Lendir

+

Leukosit

3-5

Eritrosit

1-2

Amoeba

-

Telur cacing

-

Lain - lain

-

9

Pemeriksaan hematologi 6 agustus 2012 Pemeriksaan Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Hitung Jenis Leukosit Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit LED Eritrosit 1 53 42 4 Kurang darah 4.13 0-1% 1-3% 2-6% 50 - 70 % 20 - 40 % 2-8% < 20 mm/jam Hasil 11.3 g/dl 7400 / ul 35 % 369.000 / ul Nilai Normal L : 13 - 16 P : 12 - 14

5.000 - 10.000 L : 40 - 48 P : 37 - 43

150.000 - 450.000

Pemeriksaan urinalisa 7 agustus 2012 Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Warna

Kuning

Kejernihan

Jernih 5 8,5 1.000 1.030

Reaksi / pH

7.0

Berat jenis

1.010

Protein

-

Negatif

10

Bilirubin

-

Negatif

Glukosa

-

Negatif

Keton

+

Negatif

Darah / Hb

-

Negatif

Nitrit

-

Negatif

Urobilinogen

0.1

0.1 - 1.0 IU

Leukosit

-

Negatif

Sedimen: Leukosit

1-2

/ LPB

Sedimen : Eritrosit

0-1

/ LPB

Sedimen : Sel epitel

+

Sedimen : Kristal

-

Sedimen : Silinder

-

/ LPK

Lain - lain

-

11

Pemeriksaan fungsi ginjal 8 agustus 2012 Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Ureum

13

10 - 50 mg/dl

Kreatinin

0.3

0.5 - 1.3 mg/dl

I.5

Diagnosis kerja

Diare Akut dehidrasi ringan-sedang, suspect infeksi saluran kemih

I.6

Tata laksana

IVFD Kaen 3B 20 tpm Injeksi ceftriaxone 2 x 500 mg Injeksi actacef 2 x 500 mg Paracetamol syrup 3 x 10 ml Domperidone syrup 2 x 5 ml Zinkid syrup 2 x 5 ml Lacto B 3 x 1 sachet Bicarbonat 3 x 15 mg

I.7

Prognosis: : bonam

Quo ad vitam

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

12

I.8

Follow up harian 3 agustus 2012 4 agustus 2012 Buang air besar cair 2x/hari, warna kuning. ,menyemprot, berbau asam, air > ampas +, Mual -, muntah -. 5 agustus 2012 Buang air besar cair 1x/hari, warna kuning. ,menyemprot, berbau asam, air < ampas +, Mual -, muntah -. Nadi: 120x/menit Laju nafas: 26x/menit Suhu: 37 C Diare akut dehidrasi ringansedang dengan perbaikan0

6 agustus 2012 Buang air besar cair 1x/hari, warna kuning. ,menyemprot, berbau asam, air < ampas +, Mual -, muntah -.

S

Buang air besar cair 2x/hari, warna kuning. ,menyemprot, berbau asam, air > ampas +, Mual -, muntah -.

O

Nadi: 100x/menit Laju nafas: 25x/menit Suhu: 36,5 C0

Nadi: 120x/menit Laju nafas: 28x/menit Suhu: 38 C Diare akut dehidrasi ringansedang dengan perbaikan0

Nadi: 100x/menit Laju nafas: 24x/menit Suhu: 36,50C Diare akut dehidrasi ringan-sedang dengan perbaikan

A

Diare akut dehidrasi ringan-sedang

P

-

IVFD K3B 20 tpm

-

IVFD K3B 20 tpm

-

IVFD K3B 20 tpm

-

IVFD K3B 20 tpm

-

Inj. Ceftriaxon 2x500 mg

-

Inj. Ceftriaxon 2x500 mg

-

Inj. Ceftriaxon 2x500 mg

-

Inj. Ceftriaxon 2x500 mg

-

Lacto B 3x1 sachet

-

Lacto B 3x1 sachet

-

Lacto B 3x1 sachet

-

Lacto B 3x1 sachet

-

Zinkid syr 2x1 cth

-

Zinkid syr 2x1 cth

-

Zinkid syr 2x1 cth

-

Zinkid syr 2x1 cth

-

Domperidone syr 2x1 cth

-

Domperido ne syr 2x1 cth

-

Paracetamol syr 3x1 cth (k/p)

-

Paracetamol syr 3x1 cth

-

Paracetamol

-

(k/p)13

syr 3x1 cth

-

Paracetamol syr 3x1 cth

-

7 agustus 2012 S Buang air besar cair 1x/hari, warna kuning. ,menyemprot, berbau asam, air < ampas +, Mual -, muntah -. O Nadi: 104x/menit Laju nafas: 24x/menit Suhu: 360C A Diare akut dehidrasi ringan-sedang dengan perbaikan

8 agustus 2012 Demam

Nadi: 120x/menit Laju nafas: 24x/menit Suhu: 380C Diare akut dehidrasi ringan-sedang dengan perbaikan, suspect infeksi saluran kencing

P

-

IVFD K3B 20 tpm Inj. Actacef 2x500 mg Lacto B 3x1 sachet Zinkid syr 2x1 cth Paracetamol syr 3x1 cth (k/p)

-

IVFD K3B 20 tpm Inj. Actacef 2x500 mg Lacto B 3x1 sachet Zinkid syr 2x1 cth Paracetamol syr 3x1 cth (k/p) Bicnat 3 x 1 mg

14

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. Definisi Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3x perhari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan atau tanpa darah dan atau lendir.3 Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besar lebih dari 3-4 kali perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistesinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistesinya cair, keadaaan ini sudah dapat disebut diare.1, 4 B. Cara penularan dan faktor resiko Cara penularan diare pada umumnya melalui fekal oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. (4F= field, flies, fingers, fluid).1 Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain tidak memberikan ASI secara penuh selama 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan atau MCK, kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain15

hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik. 1 1. Faktor umur Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, berkurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa.1 2. Infeksi asimtomatik Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi yang asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.1 3. Faktor musim Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. di daerah tropis, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Didaerah tropis (termasuk Indonesia) diare yang disebabkan rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri terus meningkat pada musim hujan.1

16

4. Epidemi dan pendemi Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemik dan pandemik yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua golongan usia. Sejak tahun 1961, cholera yang disebabkan oleh v. cholera 0.1 biotipe eltor telah menyebar ke negara-negara di Afrika, Amerika Latin, Asia, Timur Tengah, dan beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun waktu yang sama Shigella dysentriae 1 menjadi penyebab wabah yang besar di Amerika Tengah dan terakhir di Afrika Tengah dan Asia Selatan. Pada tahun 1992 dikenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemik di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.1

C. Mekanisme daya tahan tubuh Infeksi virus atau bakteri tidak selamanya akan menyebabkan terjadinya diare karena tubuh mempunyai mekanisme daya tahan tubuh. Usus adalah organ utama yang berfungsi sebagai baris terdepan terhadap invasi dari berbagai bahan yang berbahaya yang masuk ke dalam lumen usus. Bahan-bahan ini antara lain mikroorganisme, antigen toksin, dan lain-lain. Jika bahan-bahan ini dapat menembus barier mekanisme daya tahan tubuh dan masuk kedalam sirkulasi sistemis, terjadilah bermacam-macam reaksi seperti infeksi, alergi atau keadaan autoimunitas.3 1. Daya pertahanan tubuh nonimunologi3 a. Flora usus Bakteri yang terdapat dalam usus normal (flora usus normal), dapat mencegah pertumbuhan yang berlebihan dari kuman patogen yang secara potensial dapat menyebabkan penyakit. Setelah lahir, usus sudah dihuni oleh bermacam-macam mikroorganisme yang merupakan flora usus normal.

Penggunaan antibiotika dalam jangka panjang dapat mengganggu keseimbangan flora usus, menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan dari kuman-kuman non patogen yang mungkin juga telah resisten terhadap antibiotika. Pertumbuhan kuman patogen dalam usus akan dihambat karena adanya persaingan dengan flora usus normal. Hal ini terjadi karena adanya kompetisi17

terhadap substrat yang mempengaruhi pertumbuhan kuman yang optimal (pH menurun, daya oksidasi reduksi menurun, dan sebagainya) atau karena terbentuknya zat anti bakteri terhadap kuman patogen yang disebut colicines. b. Sekresi usus Mucin (Glikoprotein dalam usus) dan kelenjar ludah penting untuk mencegah perlekatan kuman-kuman Streptococcus, Staphylococcus, Lactobacilus pada mukosa mulut sehingga pertumbuhan kuman tersebut dapat dihambat dan dengan sendirinya mengurangi jumlah mikrooganisme yang masuk ke dalam lambung. Mucin serupa terdapat pula dalam mucus yang dikeluarkan oleh sel epitel usus atau disekresi oleh usus secara kompetitif mencegah melekatnya dan berkembang biaknya mikroorganisme di epitel usus. Selain itu mucin juga dapat mencegah penetrasi zat-zat toksik seperti alergen, enterotoksin dan lain-lain. c. Pertahanan lambung Asam lambung dan pepsin mempunyai peranan penting sebagai penahan masuknya mikroorganisme, toksin dan antigen ke dalam usus. d. Gerak peristaltik Gerak peristaltik merupakan suatu hal yang sangat penting dalam usaha mencegah perkembangbiakan bakteri dalam usus. Dan juga ikut mempercepat pengeluaran bakteri bersama tinja. Hal ini terlihat bila karena sesuatu sebab gerak peristaltis terganggu (operasi, penyakit, kelainan bawaan dan sebagainya), sehingga menimbulkan stagnasi isi usus. e. Filtrasi hepar Hepar, terutama sel kupfer dapat bertindak sebgaai filtrasi terhadap bahanbahan yang berbahaya. Yang diabsorbsi oleh usus dan mencegah bahan-bahan yang berbahaya tadi masuk kedalam sirkulasi sistemik. f. Lain-lain lisosim (mempunyai daya bakteriostatik) garam-garam empedu membantu mencegah perkembangbiakan kuman Natural antibodi : menghambat perkembangan beberapa bakteri pathogen, tetapi tidak mengganggu pertumbuhan flora usus normal. Natural antibody ini18

mungkin merupakan hasil dari reaksi cross imunity terhadap antigen yang sama yang terdapat pula pada beberapa mikroorganisme. 2. Pertahanan imunologik lokal3 Saluran pencernaan dilengkapi dengan sistem imunologik yang terdapat penetrasi antigen ke dalam epitel usus. Limfosit dan sel plasama terdapat dalam jumlah yang berlebihan dalam usus, baik sebagai bagian dari plaque peyeri di ileum dan apendiks maupun tersebar secara difus di dalam lamina propria usus kecil dan usus besar. Reaksi imunologik lokal ini tidak tergantung dari sistem imunologik sistemik. Reaksi ini terjadi karena rangsangan antigen dari permukaan epitel usus. Yang termasuk dalam pertahanan imunologik lokal adalah: a. Secretory Immunoglobulin A (SIgA) IgA diketahui terbanyak terdapat pada sekresi eksternal sedangkan IgG dalam cairan tubuh internal. Strukur SIgA berlainan dengan antibodi yang terdapat dalam serum, berbentuk dimer dari IgA yang diikat oleh rantai polipeptida. Dimer IgA ini dibuat dalam sel plasma yang terdapat dibawah permukaan epitel usus yang kemudian akan diikat lagi oleh suatu glikoprotein yang dinamakan sekretori komponen (SC). Dengan ikatan yang terakhir SIgA akan lebih tahan terhadap pengrusakan oleh enzim proteolitik (tripsin dan kemotripsin) yang terdapat dalam usus. Bagaimana proses proteksi dari SigA ini yang sesungguhnya belum jelas, walaupun ada yang menyatakan bahwa SIgA yang terdapat dalam lapisan mukosa usus halus dapat mencegah melekatnya mikroorganisme dan antigen pada epitel usus sehingga bakteri tidak dapat berkembangbiak. Sejumlah SIgA terdapat pula pada kolostrum. Hal ini sangat penting sebagai proteksi terhadap usus bayi yang baru lahir. b. Cell Mediated Immunity (CMI) Dikemukakan bahwa peranan limfosit dalam CMI terletak pada plaque peyeri di ileum. walaupun demikian peranan CMI dalam proteksi usus masih dalam taraf penelitian.

19

c. Imunoglobulin lain IgG terdapat dalam jumlah kecil dalam usus dan mudah rusak dalam lumen usus. Hanya bila mukosa usus mengalami peradangan IgG bersama-sama dengan sel plasma terdapat dalam jumlah cukup banyak di usus dan merupakan proteksi temporer terhadap kerusakan usus lebih lanjut. IgM dapat menggantikan fungsi IgA bila karena suatu sebab terjadi defisiensi IgA. IgE tidak jelas peranannya dalam proteksi usus.

D. Anatomi dan fisiologi 1) Usus halus Memanjang dari pylorus hingga caecum. pada neonatus memiliki panjang 275 cm dan tumbuh mencapai 5 sampai 6 meter pada dewasa. Epitel usus halus tersusun atas lapisan tunggal sel kolumnar disebut juga enterosit. Permukaan epitel ini menjadi 300 kali lebih luas dengan adanya villus dan kripta. Villus berbeda dalam bentuk dan densitas pada masing-masing regio usus halus. Di duodenum villus tersebut lebih pendek, lebih lebar, dan lebih sedikit, meyerupai bentuk jari dan lebih tinggi pada jejunum, serta menjadi lebih kecil dan lebih meruncing di ileum. Densitas terbesar didapatkan di jejunum. Diantara villus tersebut terdapat kripta (Lieberkuhn) yang merupakan tempat proliferasi enterosit dan pembaharuan epitel. terdapat perbedaan tight junction antara jejunum dan ileum, tight junction ini berperan penting dalam regulasi permeabilitas epitel dengan melakukan kontrol terhadap aliran air dan solute paraseluler. Terdapat berbagai macam jenis sel dengan fungsinya masing-masing yaitu: 1 Sel Goblet Merupakan sel penghasil mucus yag terpolarisasi. Mukus yang disekresi sel goblet menghampar diatas glikokaliks berupa lapisan yang kontinu, membentuk barier fisikokimia, memberi perlindungan pada epitel permukaan. Mucus ini paling banyak didapatkan pada gaster dan duodenum Sel Kripta Sel kripta yang tidak berdiferensiasi merupakan tipe sel yang paling banyak terdapat di sel kripta Lieberkuhn. Merupakan prekursor sel penyerap villus, sel20

paneth, sel enteroendokrine, sel goblet dan mungkin juga sel M. Sel kripta yang tidak berdiferensiasi ini mensistesis dan mengekspresikan komponen sekretori pada membrane basolateral, dimana molekul ini bertindak sebagai reseptor untuk sintesis IgA oleh lamina propria sel plasma. Sel Paneth Terdapat di basis kripta. memiliki granula eosinophilic sitoplasma dan basofil. Granula lisosom dan zymogen didapatkan juga pada sitoplasma, meskipun fungsi sekretori sel panet belum diketahui, diduga membunuh bakteri dengan lisosom dan immunoglobulin intrasel, menjaga keseimbangan flora normal usus. Sel Enteroendokrin Merupakan sekumpulan sel khusus neuroskretori, sel enteroendokrin terdapat di mukosa saluran cerna, melapisi kelenjar gaster, villus, dan kripta usus. Sel enteroendokrine mensekresi neuropeptide seperti gastrin, sekretin, motilin, neurotensin, glucagon, enteroglukagon, VIP, GIP, neurotensin, cholesistokinin dan somatostatin. Sel M merupakan sel epitel khusus yang melapisi folikel limfoid. Penyerapan air dan elektrolit pada usus halus terjadi melalui 2 cara : 5 a. Transport aktif : penyerapan Na+ dan glukosa secara aktif dilaksanakan oleh enterosit yang terdapat pada mukosa usus halus. Enterosit menyerap 1 molekul glukosa dan Na+, dan bersama-sama dengan absorbsi glukosa dan Na+ ini secara aktif juga terabsorbsi air. Glukosa masuk ke dalam ruang interseluler atau subseluler, kemudian masuk peredaran darah. Na+ masuk ke dalam sirkulasi berdasarkan proses enzimatik Na-K-ATPase yang terdapat pada basal dan lateral enterosit. Proses ini dikenal dengan istilah pompa Na (sodium pump). Dengan masuknya Na+ secara aktif ke dalam peredaran darah, tekanan osmotik meningkat dan memperbanyak terjadinya penyerapan air.b. Transport Pasif : terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotik. Setelah Na+

masuk ke dalam sirkulasi melalui mekanisme pompa Na, tekanan osmotik plasma meningkat dan akan menarik air, glukosa dan elektrolit secara pasif.21

E. Etiologi Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non-inflamatory dan inflammatory.1 Enteropatogen menimbulkan non-inflamatory diare melalui produksi

enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.1,6 GOLONGAN BAKTERI Aeromonas Bacillus cereus Canpilobacter jejuni Clostridium perfringens Clostridium defficile Eschercia coli Plesiomonas shigeloides Salmonella Shigella Staphylococcus aureus Vibrio cholera Vibrio parahaemolyticus Yersinia enterocolitica Tabel 1. Penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia GOLONGAN VIRUS Astrovirus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Enteric adenovirus Corona virus Rotavirus Norwalk virus Herpes simplek virus Cytomegalovirus GOLONGAN PARASIT Balantidiom coli Blastocystis homonis Crytosporidium parvum Entamoeba histolytica Giardia lamblia Isospora belli Strongyloides stercoralis Trichuris trichiura

22

Tabel 2. Frekuensi Enteropatogen penyebab diare pada anak usia 90 mEq/L), dan perbedaan osmotikum kurang dari 20 mOsm/L.6

25

Osmotik Volume tinja Puasa Na+ tinja Reduksi pH tinja 6

Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihidroxy, serta asam lemak rantai panjang. Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifasi protein kinasi. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilase membrane protein sehingga megakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Disisi lain terjadi peningkatan pompa natrium , dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl-.1 Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas. Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi, Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan statis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada Thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan berbagai peyakit lain.1

26

Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan sekretorik.1 Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction, menginduksi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi. Efek infeksi bakterial pada tight junction akan memepengaruhi susunan anatomis dan fungsi absorbsi yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Bakes J dkk 2003 menunjukan bahwa peranan bakteri enteral patogen pada diare terletak perubahan barier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada celualar cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh ini bisa pada kedua komponen tersebut atau salah satu komponen saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi klorida yang akan diikuti natrium dan air. Sebagai contoh Clostridium difficile akan menginduksi kerusakan cytoskeleton maupun protein, Bacteroides frigilis menyebabkan degradasi proteolitik protein tight junction, V. cholera mempengaruhi distribusi protein tight junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.1,9 G. Manifestasi klinis Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.1 Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga akan meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps27

kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat.1 Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen antara lain : vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomyelitis, meningitis,

pneumonia, hepatitis, peritonitis dan septik tromboplebitis. Gejala neurologik dari infeksi usus bisa berupa parestesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamate), hipotoni dan kelemahan otot. Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus terjadi pada perut bagian bawah serta rectum menunjukan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah symptom yang nonspesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena mikroorganisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti enterik virus, bakteri yang memproduksi enteroroksin, giardia, dan cryptosporidium. Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukkan bahwa saluran makan bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya

imunodefisiensi atau penyakit.

28

Rotavirus Gejala klinis : Masa Tunas Panas Mual, muntah Nyeri perut Nyeri kepala lamanya sakit 17-72 jam + Sering Tenesmus 5-7 hari

Shigella

Salmonella

ETEC

EIEC

Kolera

24-48 jam ++ Jarang Tenesmus, kramp + >7hari

6-72 jam ++ Sering Tenesmus,kolik + 3-7 hari

6-72 jam + 2-3 hari

6-72 jam ++ Tenesmus, kramp variasi

48-72 jam Sering Kram 3 hari

Sifat tinja: Volume Frekuensi Konsistensi Darah Bau Warna Leukosit Lain-lain Sedang 5-10x/hari Cair Langu Kuning hijau anorexia Sedikit >10x/hari Lembek + Merah-hijau + Kejang+ Sedikit Sering Lembek Kadang Busuk Kehijauan + Sepsis + Banyak Sering Cair Tak berwarna Meteorismus Sedikit Sering Lembek + Merah-hijau Infeksi sistemik+ Banyak Terus menerus Cair Amis khas Seperti air cucuian beras -

Tabel 5. Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab

H. 1.

Diagnosis Anamnesis Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare, frekuensi,

volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah volume dan frekuensinya. Kencing biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-829

jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare memberi oralit, membawa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.1 2. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda tambahan lainya ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.1 Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare. Subjektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King dan MMWR.1Symptom Minimal dehidrasi, BB9%

kehilangan

kehilangan BB 3%-9%

30

Cappilary refill Ekstremitas Kencing

Normal Hangat Normal

Memanjang Dingin Berkurang

Memanjang, minimal Dingin,mottled, sianotik Minimal

Tabel.6 Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003Penilaian Lihat: Keadaan umum Mata Air mata Mulut dan lidah Rasa haus Baik,sadar Normal Ada Basah Minum biasa,tidak haus *Gelisah,rewel Cekung Tidak ada Kering *haus ingin minum banyak *lesu,lunglai/tidak sadar Sangat cekung Kering Sangat kering *malas minum atau tidak bias minum Periksa: turgor kulit Hasil pemeriksaan Kembali cepat Tanpa dehidrasi *kembali lambat Dehidrasi ringan/sedang Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau lebih tanda lain Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B *kembali sangat lambat Dehidrasi berat Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau lebih tanda lain Rencana terapi C A B C

Tabel 7. Penetuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995 Skor Maurice King Bagian Tubuh Yang diperiksa Keadaan umum Nilai untuk gejala yang ditemukan 0 Sehat 1 2

Gelisah, cengeng, Mengigau, ko apatis, ngantuk ma atau syok

31

Kekenyalan kulit Mata Ubun-ubun besar Mulut

Normal Normal Normal Normal

Sedikit kurang Sedikit cekung Sedikit cekung Kering

Sangat kurang Sangat cekung Sangat cekung Kering & siarrosis

Denyut nadi/menit kuat < 120 Sedang (120-140) Lemah > 140 Skor Maurice King. Berdasarkan skor yang terdapat pada seorang penderita dapat ditentukan derajat dehidrasinya : - Jika mendapat nilai 0 - 2 : dehidrasi ringan - Jika mendapat nilai 3 - 6 : dehidrasi sedang - Jika mendapat nilai 7 - 12: dehidrasi berat 3. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:1 darah : darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika

32

tinja: a. Pemeriksaan makroskopik Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enteroksin virus, protozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yanga mengandung darah atau mucus bisa disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin bakteri enteronvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila

terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides. Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak terlalu banyak berkolerasi dengan penyebab diare. Warna hijau tua berhubungan dengan adanya warna empedu akibat garam empedu yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada keadaan bacterial overgrowth. Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau obat yang dapat menyebabkan warna merah dalam tinja seperti rifampisin.

Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja yang berbusa menunjukkan adanya gas dalam tinja akibat fermentasi bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan berkilat menunjukan adanya lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja menggambarkan kelainan di kolon , khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja yang sangat berbau menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri anaerob di kolon. Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan untuk menentukan adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja tersebut adalah asam lemak rantai pendek yang dihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak diserap di usus halus sehingga masuk ke usus besar yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila pH tinja 105

Diperkirakan ISK 95% 90% 80% Diragukan, ulangi

2 x biakan > 105 1 x biakan > 105 5 x biakan 104 - 105 104 5 x biakan 104: Klinis simtomatik Klinis asimtomatik

Diperkirakan ISK, ulangi Tidak ada ISK48

< 104

Tidak ada ISK

4.7 Terapi Terapi ISK bervariasi bergantung kepada gejala ISK yang muncul. Saat memulai terapi, diperlukan memberikan terapi yang sesuai dengan keadaan pasien. Terapi antimikroba pada tahap awal secara oral maupun parenteral memiliki efektifitas yang sama. Penggunaan antimikroba perlu disesuaikan dengan pola sensitivitas antimikroba di wilayah tersebut sebagai terapi empiris lalu disesuaikan dengan patogen pada hasil kultur. Durasi penggunaan antibiotik dapat berkisar antara 7-14 hari.9 Algoritma tatalaksana ISK pada anak dapat dilihat pada gambar 1.

49

Gambar 1. Algoritme tatalaksana ISK pada anak16

Pengobatan secara oral atau parenteral memiliki efektivitas yang sama. Pemilihan obat harus berdasarkan pola sensitivitas jika tersedia pada wilayah tersebut dan tes sensitivitas dari uropatogen yang diisolasi. Tujuan dari tatalaksana ISK akut adalah mengeliminasi infeksi akut, mencegah komplikasi, dan mengurangi kecenderungan kerusakan ginjal. Sebagian besar anak dapat diterapi secara oral. Pasien yang tidak dapat mentoleransi secara oral harus mendapatkan terapi secara parenteral sampai didapatkan perbaikan klinis, biasanya dalam 24-48 jam, hingga mampu menerima pengobatan dan cairan secara oral. Pilihan obat oral untuk ISK antara lain sefalosporin, amoksisilin dengan asam klavulanik, atau trimethoprim sulfametoksasol (TMP-SMX). Rute pengobatan baik secara oral maupun parenteral (yang kemudian berubah menjadi oral) harus berlangsung selama 7 sampai 14 hari.9 Tabel 4. Agen Antimikroba Empiris untuk Terapi Oral ISK9 Agen antimikroba Amoksisilin klavulanat Sulfonamid TMP-SMX 6-12 mg/kg TMP dan 30-60 mg/kg SMX per hari dalam 2 dosis Sulfisoksasol Sefalosporin Cefixime Cefpodoxime Cefprozil Cefuroxime axetil Cefalexin 8 mg/kg/hari dalam 1 dosis 10 mg/kg/hari dalam 2 dosis 30 mg/kg/hari dalam 2 dosis 20-30 mg/kg/hari dalam 2 dosis 50-100 mg/kg/hari dalam 4 dosis 120-150 mg/kg/hari dalam 4 dosis Dosis 20-40 mg/kg/hari dalam 3 dosis

50

Tabel 5. Agen Antimikroba Empiris untuk Terapi Parenteral ISK9Agen Antimikroba Ceftriaxone Cefotaxime Ceftazidime Gentamicin Tobramycin Piperacillin Dosis 75 mg/kg/24 jam 150 mg/kg per hari, dibagi tiap 6-8 jam 100-150 mg/kg per hari dibagi tiap 8 jam 7.5 mg/kg per hari dibagi tiap 8 jam 5 mg/kg per hari dibagi tiap 8 jam 300 mg/kg per hari dibagi tiap 6-8 jam

Hingga saat ini sering digunakan antibiotik untuk profilaksis kemungkinan terjadinya rekurensi di masa mendatang. Studi yang dilakukan di Australia oleh Craig dkk (2009), menggunakan dosis TMP-SMX 2 mg/kg TMP dan 10 mg/kg SMX selama satu tahun menunjukkan adanya penurunan terjadinya rekurensi.12 Pada studi Cochrane juga menunjukkan adanya penurunan terjadinya rekurensi dengan diberikan antibiotik profilaksis, namun hal ini tidak memberikan keuntungan yang cukup baik dan meningkatkan kemungkinan terjadinya resistensi.17

4.8 Komplikasi ISK Pada anak - anak dengan ISK dapat terjadi sepsis , sepsis dapat terjadi pada 18% anak usia 1 - 3 bulan dan 6% pada anak usia 4 - 8 bulan. Meningitis dapat terjadi terutama pada anak usia kurang dari 3 bulan karena adanya sepsis. Sepsis jarang terjadi pada anak usia di atas satu tahun. Komplikasi lainnya adalah abses ginjal dan batu. Eradikasi awal dari infeksi mencegah terjadinya parut ginjal / renal scarring dan insufisiensi ginjal. Parut ginjal dapat menyebabkan gagal ginjal dengan konsekuensi kegagalan pertumbuhan dan hipertensi. Risiko komplikasi tersebut setelah ISK berulang tidak diketahui, tetapi meningkat pada anak dengan uropati obstruktif dan refluks vesikoureter / vesicoureteral refluks (VUR) derajat tinggi.18 Piliasi bakteri adalah faktor penting yang berpengaruh terhadap derajat renal scarring. Scarring terbesar terjadi akibat rekombinan E. coli mannose-sensitive-piliated, sedangkan scarring derajat rendah terjadi akibat E. coli nonpiliated. Perbedaan ini, secara hipotesis, mungkin merupakan reaksi inflamasi dari bakteri dengan pili. Pili bakteri51

mempengaruhi produksi superoksida oleh PMN. Radikal bebas tersebut bermigrasi ke ginjal, dan kemungkinan dapat menyebabkan kerusakan parenkim ginjal yang pada akhirnya menyebabkan renal scarring. Obat anti inflamasi, seperti glukokortikoid, ulinastatin, dan dapsone, menghambat renal scarring secara signifikan. Obat - obatan tersebut memiliki aktivitas anti inflamasi kuat melalui berbagai jalur, termasuk menghambat produksi radikal bebas oleh polimorfonuklear (PMN).12 VUR adalah aliran refluks urin dari kandung kemih ke ginjal. Kelainan ini sering ditemukan pada penderita ISK. Dalam keadaan normal urin dapat melewati ureterovesical junction memasuki kandung kemih, namun mencegah regurgitasi kembali ke ureter terutama pada saat berkemih. Dengan mekanisme ini, ginjal terlindung dari tekanan tinggi di dalam kandung kemih dan infeksi. Fungsi valvular ini terganggu dan menyebabkan terjadinya refluks. Selain itu, tekanan kandung kemih yang lebih tinggi secara abnormal semakin meningkatkan terjadinya refluks dan pada beberapa kasus menyebabkan terjadinya pielonefritis sekunder.16 Refluks vesikoureter dibagi menjadi derajat I-V:1 Derajat I: Zat kontras sampai ureter saja, ureter tidak dilatasi. Derajat II: Kontras sampai pielum dan kaliks, juga tidak ada dilatasi, dan kaliks masih normal. Derajat III: Ureter dan pelvis dilatasi dan berkelok-kelok (bisa ringan atau sedang). Derajat IV: Ureter dilatasi sedang, dan berkelok-kelok, pielum, dan kaliks dilatasi sedang. Sudut forniks menjadi tumpul. Derajat V: Ureter berdilatasi hebat dan berkelok-kelok, pielum, dan kaliks berdilatasi dan pada beberapa kaliks terlihat papillary impressions. Adanya VUR dapat memperbesar kemungkinan terjadinya kerusakan ginjal hingga pada akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal kronis. Refluks yang terjadi dapat dalam keadaan steril maupun terkontaminasi. Pada keadaan steril dapat terjadi reaksi autoimun, menimbulkan reaksi fibrotik, dan terjadi kerusakan akibat adanya tubulus yang mengalami dilatasi. Pada keadaan terkontaminasi refluks dapat menimbulkan reaksi inflamasi yang hebat sehingga menyebabkan kerusakan pada ginjal lebih cepat terjadi.52

Pada akhirnya dapat menyebabkan komplikasi lebih lanjut berupa hipertensi dan end

stage renal disease.1,19 Gambar 2. Derajat VUR16

53

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan Infeksi saluran kemih (ISK) pada anak merupakan infeksi yang sering terjadi pada anak. Manifestasi klinis yang terjadi seringkali memberikan gambaran yang tidak khas dapat menyebabkan adanya kemungkinan untuk tidak mendapatkan terapi. Hal ini tentunya memerlukan kemampuan diagnosis yang baik sehingga terapi dapat diberikan secara tepat. Komplikasi yang terjadi dapat bersifat kompleks dan dapat berbahaya. Diagnosis dan penanganan awal yang tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi dan penyembuhan yang maksimal

54

DAFTAR PUSTAKA1. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar GastroenterologiHepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK GastroenterologiHepatologi IDAI. 2010:87-110 2. WHO. Diarrhoeal Disease (Updated February 2009). In

http:www.Who.int/vaccine_research/disease/diarrhoeal/en/index html. [diunduh tanggal 10 agustus 2012] 3. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:1-24 4. Soenarto et al. Burden of Severe Rotavirus Diarrhea In Indonesia. The Journal of Infectious disease 200: S188-94, 2009. 5. Suraatmaja Sudaryat. Masalah Rehidrasi Oral dalam Kapita Selekta

Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:44-53 6. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19th edition. United Stated of Amrica, Lippincot wiliams 7. Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta: Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005. 8. WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten Kota. Jakarta: WHO Indonesia.2009. 9. Suandi IKG. Manajemen nutrisi pada gastroenteritis dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:84-100. 10. Arimbawa dkk. Peranan probiotik pada keseimbangan flora normal usus dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:100-111 11. Rusdidjas, Ramayati R. Infeksi saluran kemih. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editor. Buku ajar nefrologi anak edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2010: 142-63. 12. Elder JS. Urinary tract infections in Nelson Textbook of Pediatrics 19th edition. Philadelphia: WB Saunders Company. 2011.55

13. Shortliffe LMD, McCue JD. Urinary Tract Infection at Age Extremes: Pediatrics and Geriatrics. The American Journal of Medicine 2002; 113 (1A), p 55s 66s. 14. Heffner VA, Gorelick MH. Pediatric Urinary Tract Infection. Clin Ped Emerg Med 2008; 9, p 233-7. 15. Wald ER. Genitourinary infection in Feigin & Cherrys Textbook of Pediatric Infectious Disease. 6th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2009: 549-69. 16. Yang SSD, Chiang IN, Lin CD, Chang SJ. Advances in non-surgical treatments for urinary tract infections in children. World J Urol 2012; 30, p 6975. 17. Zaffanello M, Malerba G, Cataldi L, et al. Genetic risk for recurrent urinary tract infections in humans: a systematic review. J Biomed Biotechnol. 2010; 321082. 18. Avner JR. Acute fever. Pediatr Rev 2009: 30, p 5-11. 19. Roberts KB, Downs SM, Finnel ME, et al. Urinary tract infection: Clinical practice guideline for the diagnosis and management of the initial UTI in febrile infants and children 2 to 24 months. Pediatrics 2011; 128(3), p 595-610.20. Rodriguez LM, Robles B, Marugan JM, Suarez A, Santon F. Urinary interleukin 6

is useful in distinguishing between upper and lower urinary tract infections. Pediatr Nephrol 2008: 23, p 429-33. 21. Supavekin S, Kucivilize K, Hunnangkul S, Sriprapaporn J, Pattaragan A, Sumboonnanonda A. The relation of vesicoureteral reflux and renal scarring in childhood urinary tract infection. J Med Assoc Thai 2006; 89(2), p S41-7.22. Craig JC, Simpson JM, Williams GJ. Antibiotic prophylaxis and recurrent urinary

tract infection in children. N Engl J Med 2009; 361, p 1748-59. 23. Brian SA dan Sarah HC. Urinary tract infection in children. Am Fam Physician; 72(12), p 2483-8. 24. Kassis I, Kovalski Y, Magen D, Berkowitz D, Zelikovic I. Early Performance of Voiding Cystourethrogram after Urinary Tract Infection in Children. IMAJ 2008;10, p 4536. 25. Preda I, Jedal U, Sixt R, Stokland E, Hansson S. Value of Ultrasound in Evaluation of Infants With First Urinary Tract Infection. The Journal of Urology 2010; 183, p 1984-8.56

26. Feld LG. Mattoo TK. Urinary tract infections and vesicoureteral reflux in infants and children. Pediatr Rev 2010; 31, p 451-63. 27. Williams G, Craig JC. Long-term antibiotics for preventing recurrent urinary tract infection in children. Cochrane Database of Systematic Reviews 2011, Issue 3. Art. No.: CD001534. DOI: 10.1002/14651858.CD001534.pub3. 28. Hoberman A, Keren R. Antimicrobial prophylaxis for urinary tract infection in children. N Engl J Med 2009; 361, p 1804-6. 29. Tambunan T. Nefropati refluks. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editor. Buku ajar nefrologi anak edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2010: 164-81.

57