Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    1/32

    1

    HEPATITIS KRONIS

    DOVI PRATAMA

    PENDAHULUAN

    Hepatitis kronis adalah terjadinya peradangan dan nekrosis hati yang berlangsung minimal 6

    bulan.1

    KLASIFIKASI DARI HEPATITIS KRONIS1,2

    Berdasarkan penyebab/etiologio Hepatitis viral kronis: Hepatitis B, B plus D, C dan virus-virus laino Hepatitis autoimun: tipe 1, 2, dan 3o Hepatitis kronis karena obat-obatano Hepatitis disebabkan kelainan genetik: penyakit Wilson, def 1 antitripsin

    Berdasarkan pemeriksaan histopatologis dapat dibagi 3 yaitu:1. Hepatitis Kronik Persisten

    Terdapatnya infiltrasi sel-sel radang di daerah portal, fibrosis periportal sedikit sekali

    atau tidak ada, arsitektur lobular normal, limiting plate pada hepatosit utuh, piece

    meal necrosis (-). Umumnya pasien asimtomatik atau mengalami gejala konstitusi

    ringan (lemah, anoreksia, mual). Pada pemeriksaan fisik hati membesar, lembek,

    kenyal. Limpa tidak teraba, ikterik ringan. Pada laboratorium peningkatan ringan

    aktivitas aminotransferase. Perkembangan menjadi hepatitis kronik aktif dan sirosis

    sangat jarang terjadi, terutama pasien hepatitis kronis persisten idiopatik atau

    autoimun.

    2. Hepatitis Kronik LobularTerdapat fokus nekrosis dan peradangan dalam lobulus hati. Secara morfologis mirip

    hepatitis akut yang sedang sembuh perlahan. Limiting plate utuh, fibrosis periportal

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    2/32

    2

    sedikit atau tidak ada, arsitektur lobulus normal. Jarang menjadi hepatitis kronis aktif

    dan sirosis.

    Dapat dianggap varian hepatitis kronik persisten dengan komponen lobuler dengan

    gambaran klinis/laboratoriumnya serupa. Kadang-kadang aktivitas klinis meningkat

    spontan, mirip hepatitis akut, perburukan sementara gambaran histologis.

    3. Hepatitis Kronik AktifDitandai oleh nekrosis hati yang terus-menerus, peradangan portal/periportal dan

    lobuler serta fibrosis. Keparahan dari ringan sampai berat. Dapat menimbulkan

    sirosis, gagal hati, dan kematian.

    Bentuk ringan: erosi ringan dari limiting plate dengan beberapa piece meal nekrosis

    tanpa nekrosis bridging atau penumpukan rosette.

    Bentuk berat: septa fibrous meluas ke kolumna sel hati, pembentukan rosette,

    nekrosis bridging sel hepar, saluran porta dan vena sentralis, juga antara portal.

    Jika terkena multilobulus dan mengenai seluruh hati terjadi perburukan cepat bahkan

    gagal hati akut.

    Klinis walaupun ada yang asimtomatik, tapi sebagian besar dengan konstitusi ringan

    sampai berat, terutama rasa lelah. Lebih sering ditemukan hipertensi portal, kadar

    aminotransferase cenderung lebih tinggi dan ikterik (hiperbilirubinemia). Pada 20-

    50% biopsi juga sudah mengalami sirosis, bersamaan dengan hepatitis kronik

    aktifnya.

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    3/32

    3

    HEPATITIS VIRAL KRONIK

    1. HEPATITIS VIRUS B KRONIK

    PENDAHULUAN

    Pengidap hepatitis B kronik diketahui dengan terdapatnya HbsAg dalam darah lebih dari 6

    bulan.3

    Hepatitis B kronik tidak selamanya harus didahului oleh serangan hepatitis B akut. Pada

    beberapa keadaan, hepatitis akut langsung diikuti oleh perjalanan ke arah kronisitas. Keadaan

    lain, walaupun seperti akut, ternyata sudah terjadi hepatitis kronis. Kira-kira 10% orang dewasa

    dan 90% neonatus yang terinfeksi akut menjadi kronis. Insidensi ditemukannya HbsAg

    mendekati 5% penduduk dunia (300 juta orang). Lebih dari 10%nya tinggal di SubSahara dan

    Asia Tenggara. Dari yang terinfeksi secara kronis 20%nya akan menjadi sirosis atau

    hepatoseluler karsinoma (HCC) dan sekitar 1-2 juta orang pertahun yang akan meninggal

    dunia.1-5

    PATOGENITAS INFEKSI HEPATITIS B KRONIK

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    4/32

    4

    Virus hepatitis B bersifat tidak sitopatik, kerusakan hepatosit terjadi akibat lisis hepatosit

    melalui mekanisme imunologis. Kesembuhan dari infeksi VHB bergantung pada integritas

    sistem imunologis seseorang. Infeksi kronis terjadi jika terdapat gangguan respon imunologis

    terhadap infeksi virus. Selama infeksi akut, terjadi infiltrasi sel-sel radang antara lain limfosit T

    yaitu sel NK (Non spesific Killer) dan sel T sitotoksik. Antigen virus, terutama HbcAg dan

    HbeAg, yang diekspresikan pada permukaan hepatosit bersama-sama dengan glikoptotein HLA

    kelas I, mengakibatkan hepatosit yang terinfeksi menjadi target untuk lisis oleh limfosit T.

    walaupun ekspresi HLA oleh hepatosit normal cukup memadai, ekspresi ini akan semakin

    diperkuat oleh peningkatan aktivitas interferon endogen yang diproduksi selama fase awal

    infeksi virus. Interferon juga akan mengaktifkan enzim seluler termasuk 2-5 oligoadenilat

    sintetase, endonuklease dan protein kinase. Enzim-enzim tersebut akan menghambat sintesis

    protein virus dengan cara degradasi mRNA atau menghambat proses translasi. Perubahan-

    perubahan akibat interferon ini akan menimbulkan suatu status antiviral pada hepatosit yang

    tidak terinfeksi, dan mencegah reinfeksi selama proses lisis hepatosit yang terinfeksi.

    Hepatitis virus B yang berlanjut menjadi kronik menunjukkan bahwa respons imunologis

    selular terhadap infeksi virus tidak baik. Jika respons imunologis buruk, lisis hepatosit yang

    terinfeksi tidak akan terjadi, atau berlangsung ringan saja. Virus terus berproliferasi sedangkan

    faal hati tetap normal. Kasus demikian disebut pengidap sehat. Di sini ditemukan kadar HbsAg

    serum tinggi dan hati mengandung sejumlah besar HbsAg tanpa adanya nekrosis hepatosit.6

    Pasien dengan respons imunologis yang lebih baik menunjukkan nekrosis hepatosit yang

    terus berlangsung, tetapi respons ini tidak cukup efektif untuk eliminasi virus dan terjadilah

    hepatitis kronik. Gangguan respons imunologis ini penting terutama pada pasien leukemia,

    gangguan ginjal atau transplantasi organ, penerima obat imunosupresif, homoseksual, pasien

    AIDS dan neonatus.1,6

    Kegagalan lisis hepatosit yang terinfeksi virus oleh limfosit T dapat terjadi akibat berbagai

    mekanisme:

    1. Fungsi sel T supresor yang meningkat2. Gangguan fungsi sel T sitotoksik3. Adanya antibodi yang menghambat pada permukaan hepatosit4. Kegagalan pengenalan ekspresi antigen virus atau HLA class I pada permukaan hepatosit.

    Kapasitas produksi atau respons terhadap interferon endogen yang kurang akan

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    5/32

    5

    menyebabkan gangguan ekspresi HLA class I tersebut sehingga tidak akan dikenal oleh

    sel limfosit T.1,6

    DIAGNOSTIK6

    Hepatitis kronik adalah penyakit yang berlangsung secara perlahan dan menyelinap.Keluhan

    yang ada tidak sejalan dengan beratnya kerusakan jaringan hati. Pada separuhnya, pasien datang

    dengan gejala penyakit hati kronik yang jelas seperti ikterus, asites atau gejala hipertensi portal.

    Jarang sekali ditemukan ensefalopati hepatik pada saat pertama kali pasien datang berobat.

    Kadang-kadang pasien datang sudah dengan karsinoma primer.

    Pada perjalanan penyakitnya bisa terjadi relaps yang ditandai dengan perasaan tambah lelah

    dan kadar transaminasi serum semakin meningkat. Keadaan ini berkaitan dengan serokonversi

    HbeAg menjadi Anti-Hbe. Serokonversi terjadi secara spontan pada 10-15% pasien, atau timbul

    setelah terapi interferon, sesudah penghentian terapi antikanker, cangkok organ atau pemberian

    kortikosteroid. DNA VHB dapat menetap positif walaupun sudah terjadi serokonversi.

    Eksaserbasi akut dengan DNA VHB positif tetapi HbeAg negatif terjadi pada keadaan

    viremia oleh virus mutan daerah pre-core. Pada keadaan reaktivasi ini pemeriksaan IgM anti-

    HBc positif. Akan tetapi reaktivasi dapat pula berupa perubahan HbeAg negatif menjadi HbeAg

    dan DNA VHB yang positif.

    Pada keadaan ini gambaran klinis bervariasi dari tanpa gejala sampai gagal hati fulminan.

    Kelainan hasil laboratorium tidka terlalu menyolok. Terdapat peninggian ringan kadar bilirubin,

    transaminase, dan -globulin. Kadar albumin biasanya normal. Kadar HbsAg dalam serum

    biasanya berbanding terbalik dengan beratnya hepatitis kronik. Pada tingkat lanjut, HbsAg sukar

    ditemukan di dalam darah, tetapi IgM Anti-HBc positif. HbeAg, Anti-Hbe, dan DNA VHB

    mungkin positif, mungkin pual negatif. Dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) DNA

    VHB bisa dideteksi bahkan pada kasus dengan HbsAg negatif.

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    6/32

    6

    Karakteristik dari fase infeksi HBV kronikDikutip dari 3

    Karakteristik Stage I

    Imun Tolerance

    Stage II

    Imun Klirens

    Satge III

    Residual HBV-

    DNA IntegrasiDerajat Replikasi Tinggi Rendah Tidak ada

    Usia (thn) 0-20 20-40 40

    Biokimia Hati Normal Mengarah ke

    hepatitis

    Normal (kadar

    albumin )

    Feto Protein Normal N / (dalam kanker)

    Hepatitis B virus

    DNA

    +++ + -/+

    HbeAg +++ + -

    Anti HbeAg - +/- +

    Inflamasi Hati Sedikit / - Prominen Tidak signifikan

    Histologi Hati Perubahan minimal,

    hepatitis kronis

    persisten

    Hepatitis kronik

    aktif

    Bridging lobular

    Nekrosis, sirosis

    Perubahan minimal

    Sirosis, HCC

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    7/32

    7

    PENANGANAN HEPATITIS B KRONISDikutip dari 3

    Infeksi HBV

    HbeAg Anti Hbe (+)

    HBV DNAHBV DNA

    ALT Normal ALT ALT ALT

    Diamati selama 3-6 bln

    Tanpa dekompensasi

    Interferon

    Respon Tdk respon

    Remisi

    menetapRemisi

    sementara

    Kambuh

    menetap

    Pengobatan Ulang: mungkin dgn

    Prednisolon + interferon

    Remisi Tidak

    Cari penyebab lain

    dari ALT & ikuti

    pengobatan

    OBSERVASI

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    8/32

    8

    PENCEGAHAN (VAKSINASI)

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    9/32

    9

    TERAPI/PENANGANAN PENDERITA HEPATITIS B KRONIK

    Tujuan terapi Hepatitis Kronik B3,6,7

    1. Menekan dan menghilangkan replikasi virus (HbeAg, HBV DNA)2. Kontrol jangka panjang nekroinflamasi dari hepatosit (GPT)3. Mencegah transformasi maligna dari hepatosit (Integrasi HBV DNA virus ke dalam DNA

    genom host)

    Ketiga hal di atas bertujuan mencegah sekuele sirosis hepatis atau KHP.

    Penerapan secara serologis:7

    HbeAg (+) HbeAg (-) dan HbeAb (+)

    HBV DNAHBV DNA / (-)

    HbsAg (+) HbsAb (+)

    TERAPI NON SPESIFIK/NASEHAT3

    1. UmumPengidap dilarang menjadi donor darah, sperma, susu atau organ tubuh lainnya, pinjam

    meminjam alat cukur dan gosok. Pengidap harus memberitahukan status pengidapnya

    kepada dokter gigi, dokter pribadi, dan petugas laboratorium. Keluarga di rumah,

    istri/keluarga seharusnya diimunisasi bila HbsAg (-) dan HbsAb (-). Bila ibu pengidap

    hamil, diberitahu dokter kebidanan untuk segera mengimunisasi bayi yang baru lahir (pasif

    dan aktif).

    2. DietMakanan sehat bergizi untuk mempertahankan berat badan tetap normal. Dianjurkan diet

    tinggi kalori, protein, lemak secukupnya (diet hati). Bila sudah terjadi komplikasi sirosis hati

    terutama dengan asites dianjurkan restriksi lemak, garam, air, protein, sebaiknya diberikan

    vitamin.

    3. Latihan/kerjaPengidap asimtomatis bisa kerja dan olah raga seperti biasa. Bila timbul sirosis hati hindari

    latihan berat.

    4. Alkohol dan obat-obatan

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    10/32

    10

    Hindari hepatotoksik potensial, hindari minum alkohol secara rutin dan regular. Steroid dan

    obat imunosupresif akan memperberat infeksi laten dan dapat menimbulkan suatu hepatitis

    fatal.

    MEDIKAMENTOSA

    Pilihan terapi medikamentosa

    1. Interferon2. Nucleoside analogue3. Imunosupresif/steroid

    1. InterferonPenyuntikan subkutis selama 4 bulan (16 minggu) setiap hari dengan dosis 5 juta unit,

    atau 3 kali seminggu dengan dosis 10 juta unit, menyebabkan serokonversi 40% dari

    infeksi HBV replikatif (HbeAg dan DNA HBV terdeteksi dalam serum) menjadi

    nonreplikatif (anti HbeAg terdeteksi) disertai perbaikan gambaran histologi hati, dan pada

    10% HbsAg mungkin tidak terdeteksi lagi. Respon terhadap interferon meningkat pada

    pasien dengan kadar DNA HBV yang rendah sampai sedang (

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    11/32

    11

    2. LamivudineMerupakan nukleosida analog generai ke II. Mekanisme kerja menghambat replikasi

    virus, menghambat nekroinflamasi, memperbaiki histologi hati, mencegah sirosis hati dan

    KHP. Obat ini lebih toleran, efektif, ekonomis, efek samping tidak ada. Dapat digunakan

    tunggal, kombinasi dengan IFN, juga pada pemakaian IFN yang kurang berhasil atau

    kontraindikasi. Dosis 100 mg/hari. Penghentian pengobatan jika HbeAg menghilang atau

    terjadi serokonversi ke anti Hbe (pemeriksaan beberapa kali). Pada penelitian di Asia

    serokonversi HbeAg terjadi 22% dalam 1 tahun, 29% dalam 2 tahun dan 40% dalam 3

    tahun. Obat-obat golongan nukleosida analog generasi kedua yang lain: Lobucavir,

    Famciclovir, Adefovir.7

    3. SteroidSteroid tunggal tidak banyak berhasil dalam terapi hepatitis kronis. Pemberian jangka

    pendek (6 minggu) kemudian dihentikan tiba-tiba menimbulkan efek withdrawal terjadi

    fenomena rebound. Hasil penelitian dengan steroid obat tunggal maupun kombinasi

    dengan interferon ada yang mendukung dan ada yang tidak mendukung.3

    PROGNOSIS5 tahun survival rate pada pasien hepatitis kronis B dengan kelainan hati ringan adalah 97%,

    untuk kronik aktif 86% dan 55% untuk kronik aktif hepatitis denga sirosis. Imunisasi massal

    pada bayi yang baru lahir, anak di bawah umur 1,5 tahun adalah cara yang terbaik untuk

    mencegah hepatitis akut, kronis, sirosis hati, KHP.2

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    12/32

    12

    PENANGANAN PENDERITA INFEKSI VHB KRONIK3

    Pengidap kronik VHB

    (HbsAg (+) VE . 6 bulan)

    Nasehat non spesifik

    Latihan

    Alkohol dan Obat

    Evaluasi Awal

    HbeAg/anti HbeAg HBV DNABiokimia hati/SGPT

    USG hati biopsi hati

    HbeAg (+) ve

    HBV DNA (+) ve

    ALT/AST normal

    Minimal changes

    HbeAg (+) ve

    HBV DNA (+) ve

    ALT/AST

    Hepatitis kronis

    HbeAg (-) ve

    Anti Hbe (+) ve

    HBV DNA (+)

    Hep. Kronis

    HBV DNA (

    Sirosis Ha

    KHP Surveilans

    USG dan feto

    protein regular

    Terapi SpesifikObservasi

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    13/32

    13

    2. HEPATITIS DELTA KRONIS5

    PENDAHULUAN

    HDV dipercaya menginfeksi sekitar 5% dari pengidap 300 juta HbsAg di dunia, dimana

    angka tertinggi di Amerika Selatan dan Afrika. Kronisitas hepatitis D sama dengan hepatitis B,

    yaitu sekitar 10-15% dari hepatitis akut. Pada mereka pengguna obat-obat narkotika IV yang

    positif HbsAg terdapat peningkatan prevalensi HDV sebanyak 17-90%. Transmisi juga dapat

    melalui hubungan sexual dan perinatal.

    DIAGNOSTIK

    Superinfeksi hepatitis B terjadi bila seorang penderita hepatitis B kronis/pengidap terinfeksi

    HDV. Infeksi hepatitis D akut pada pengidap HbsAg ini biasanya akan berkembang ke arah

    kronis. Tingkat penyakit biasanya lebih berat pada hepatitis HBV-HDV kronis. Pemeriksaan

    serologi infeksi HDV melalui IgM anti HDV atau IgG anti HDV. HbcAb IgM dilakukan untuk

    membedakan koinfeksi (HbcAb IgM positif) dan superinfeksi (HbcAb IgM negatif).

    Pemeriksaan serologi lain adalah HDV RNA.

    TERAPI

    Pasien HBV-HDV terinfeksi kurang berespon terhadap interferon dibanding dengan HBV

    saja. Penelitian terbaru Lamivudine cukup baik untuk terapi HBV-HDV koinfeksi.

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    14/32

    14

    3. HEPATITIS C KRONIS

    PENDAHULUAN

    Prevalensi hepatitis virus C (HCV) meningkat di seluruh dunia. WHO memperkirakan lebih

    dari 170 juta individu di seluruh dunia terjangkit HCV.8

    Insiden HCV di Indonesia sampai saat ini belum ada data pasti, namun dari pemeriksaan

    terhadap penderita HCV (+) dilaporkan terdapat 44,8% HCV RNA (+), dan HCV RNA (+) ini

    lebih banyak ditemukan pada usia tua dan ekonomi rendah.9

    Kadar HCV dalam cairan tubuh seperti saliva, sperma, urin, feses dan sekresi vagina amat

    rendah dibandingkan di dalam serum. Transmisi HCV melalui hubungan seksual hanya kurang

    dari 3-7%. Hal ini dapat dieliminir lagi dengan pemakaian kondom. Insiden meningkat pada free

    sex, mempunyai penyakit seksual yang menular, homoseksual, lama kawin dan meningkatnya

    jumlah virus.

    Hepatitis virus C mempunyai kemampuan untuk bermutasi dalam replikasi RNA (quasi

    spesies) yang pada akhirnya akan mempunyai sensitivitas yang berbeda terhadap

    penatalaksanaan. Tingkatan perubahan (diversity) akan berbanding lurus dengan resistensi

    terhadap terapi interferon.

    Ada enam genotip utama dan sejumlah subtipe dari HCV berdasarkan pendekatan

    molekular. HCV genotip 1, khususnya 1b, tidak berespon terhadap terapi sama seperti genotip 2

    dan 3. Genotip 1 juga dihubungkan dengan penyakit liver yang lebih berat dan resiko yang lebih

    tinggi untuk mendapat HCC.8,10

    PATOGENESA

    Bila seorang terinfeksi HCV sebagian kecil akan sembuh sempurna dan sebagian besar

    menjadi kronis dengan terbentuknya antibodi terhadap virus C (anti HCV). Reaksi imunologis

    bersifat humoral dan selular dimana sistem humoral membentuk IgM anti HCV dan imunologik

    selular mengaktivasi sel sitotoksik untuk menghancurkan virus C dengan bantuan MHC (mayor

    histocompability) dan interferon, dimana interferon melalui enzim 2,5 oligo adenylate sintetase

    menghambat pembentukan protein virus (replikasi virus).

    Bila sel T sitotoksik mampu mengeliminasi virus akan terjadi penyembuhan dan bila gagal

    akan menjadi hepatitis kronik. Walaupun anti HCV negatif selama lebih dari 6 bulan dan

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    15/32

    15

    transaminase normal namun kalau masih ditemukannya HCV RNA (+) maka penderita dianggap

    sebagai pengidap hepatitis C.2,10

    Koinfeksi dengan HBV juga telah dihubungkan peningkatan keparahan hepatitis C kronik

    dan mempercepat laju ke arah sirosis. Tambahan koinfeksi dengan HBV mempengaruhi

    perkembangan ke arah HCC.

    Perjalanan Penyakit Hepatitis CDikutip dari 11

    Hepatitis Virus C

    Hepatitis Akut

    RNA-HCV 2-7 hari

    Sembuh/Resolusi

    RNA-HCV (-)

    IgM anti HCV (-)

    ALT Normal

    Carier Hep C

    RNA-HCV (+)

    IgM anti HCV (-)

    ALT Normal

    Hep C Kronis

    RNA-HCV (+)

    IgM anti HCV (+)

    ALT Meninggi

    20-30% 20-30%60-80%

    Sirosis / Hepatoma Sirosis

    Hepatoma

    20%

    Anti HCV 6-12 bln

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    16/32

    16

    DIAGNOSIS8

    Karena gejala klinis sangat minimal maka pemeriksaan penunjang memang mempunyai

    peranan yang sangat penting.

    Diagnosis ditegakkan dengan: Anti HCV positif Marker of infectionHCV RNA positif Marker of viremia

    BEBERAPA PEMERIKSAAN PENUNJANG ANTARA LAIN:

    1. LaboratoriumTes anti bodi Hepatitis C

    Skrining serologis anti HCV mencakup enzim immunoassay (EIA) yaitu EIA 1 dan EIA

    2 yang 97% spesifik. Cara ini untuk membedakan kasus akut dan kronis. EIA generasi

    ketiga sudah dapat mendeteksi antibodi 4-10 minggu setelah terinfeksi. Rekombinan

    imunoblot assay (RIBA) yaitu RIBA-2 digunakan untuk konfirmasi infeksi HCV dengan

    hasil EIA positif pada populasi resiko rendah.

    HCV RNA dengan PCR digunakan untuk mendeteksi infeksi dalam 1-3 minggu terpapar.

    Sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%.

    Viral load test diperiksa secara kualitatif digunakan untuk memperkirakan hasil anti HCV

    yang sepertinya menggambarkan progresifitas penyakit.

    Genotip virus penting dalam terapi penderita, akan membantu dalam melihat hasil dan

    lama terapi. Secara klinis perbedaan yang relevan adalah antara genotip 1 dan genotip 2

    dan 3. Genotip 1 biasanya diterapi 12 bulan sedang yang lain 6 bulan.

    Pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum pengobatan:

    Anti HCV anti bodi EIA Genotip HCV RNA kuantitatif; reverse transcriptase PCR lebih sensitif dari DNA

    Pemeriksaan ALT dan AST, bilirubin dan level albumin Skrining koinfeksi

    2. USG hati dan sistem biliar untuk menyingkirkan kemungkinan diagnostik lain.3. Biopsi hati

    Biopsi hati sebenarnya tidak diharuskan pada awal pengobatan, dilakukan untuk menilai

    aktivitas penyakit hati yang dihubungkan dengan HCV. Evaluasi histologis dari biopsi

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    17/32

    17

    hati dapat meramalkan prognosa dan progresifitas penyakit. Temuan biopsi juga dapat

    menyingkirkan penyebab lain sehingga dianjurkan pada pemeriksaan awal infeksi HCV.

    Tapi ada juga bila hanya tidak dijumpai adanya remisi menetap.

    PENATALAKSANAAN12

    Indikator respon pengobatan yang diharapkan adalah klirens virus, ditunjukkan dengan tidak

    terdapatnya HCV RNA di serum dengan menggunakan test yang paling sensitif. Respon virus

    pada akhir pengobatan (End of Treatment Viral Response = ETVR) dinyatakan dengan tidak

    dijumpainya HCV RNA pada akhir pengobatan. Respon virus menetap (Sustained Viral

    Response = SVR) dinyatakan dengan HCV RNA pada 6 bulan setelah menyelesaikan

    pengobatan.

    RESPON VIRUS MENETAP (SVR)

    SVR adalah berkorelasi baik dengan manfaat perubahan fibrosis hati, pencegahan HCC dan

    perbaikan klinis lain. Alanin Aminotransferase (ALT) sebagai indikator biokimia hepatitis

    mempunyai beberapa kelemahan antara lain:

    1. Penggunaan ALT untuk menggambarkan suatu respon (ETR atau SR) mempunyai angkakesalahan 15%

    2. Penggunaan ALT untuk menggambarkan tidak respon mempunyai angka kesalahan 10-50% tergantung pada adanya sirosis, penggunaan regimen interferon yang lebih kuat atau

    produk interferon seperti pegylated (PEG)-IFN

    MANFAAT PENGOBATAN ANTIVIRAL PADA HEPATITIS KRONIS C

    1. Regresi fibrosis2. Mengurangi angka terjadinya HCC3. Mengurangi laju terjadinya komplikasi lain seperti gagal hati dan angka kematian oleh

    karena penyebab hati.

    4. Meningkatkan kualitas hidup

    Hal berikut di bawah ini mempengaruhi hasil pengobatan:

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    18/32

    18

    1. Usia2. Jenis kelamin3. Variabilitas virus4. Titer HCV RNA5. Keparahan fibrosisPasien dengan ALT serum normal tidak diterapi. Pasien dengan tidak ada atau fibrosis yang

    minimal tidak penting sekali diterapi dengan antiviral. Bila telah ditetapkan untuk tidak diterapi

    maka pasien ini harus diikuti untuk melihat progresi penyakitnya, mencakup biopsi liver ulangan

    untuk melihat tingkatan fibrosis, setiap 3-7 tahun. Pasien dengan fibrosis nyata yang berisiko

    menjadi sirosis dengan sirosis kompensata harus dipertimbangkan pemberian terapi antiviral.

    Pasien dengan sirosis dan gagal hati secara umum tidak boleh diterapi dengan antivirus

    HCV. Sebaliknya harus dipertimbangkan untuk dilakukan transplantasi hati.

    Yang mempengaruhi hasil pengobatan: usia, jenis kelamin, variabilitas virus, titer HCV

    RNA, keparahan fibrosis.

    TERAPI PASIEN YANG BELUM PERNAH DITERAPI SEBELUMNYA12

    Rekomendasi dari Konsensus Asia Pasifik tentang penatalaksanaan Hepatitis C kronik

    adalah terapi kombinasi dengan interferon/ribavirin. Lama terapi 6 bulan untuk genotip 2 dan 3

    atau genotip 1 dengan beban virus rendah (2.000.000 virus ekivalen/ml). Pemakaian IFN dosis

    tinggi setiap hari selama 4-6 minggu pertama pengobatan (terapi induksi) memperbaiki efikasi

    antiviral tetapi belum dapat dibuktikan meningkatkan SVR. Jika terapi kombinasi tidak tersedia

    atau kontraindikasi maka monoterapi IFN dan regimen khusus atau produk lain yang menambah

    efikasi masih mempunyai peranan.

    PASIEN YANG TIDAK MEMBERI RESPON VIRUS MENETAP

    Yang termasuk golongan ini adalah pasien yang respon tetapi kemudian relaps ataupun yang

    tidak respon sama sekali, walaupun pada beberapa pasien ini ada terlihat manfaat perlambatan

    progresi ke arah fibrosis dan perbaikan klinis.

    Rekomendasi Konsensus Asia Pasifik:

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    19/32

    19

    Terapi ulangan harus dipertimbangkan pada pasien yang relaps setelah ETR terhadap

    pengobatan sebelumnya dengan regimen yang kini dipertimbangkan suboptimal, misal IFN 3

    juta U, tiga kali seminggu selama 6 bulan.

    Rekomendasi yang dianjurkan antara lain:

    a. IFN 3 juta U, 3x/minggu, selama 6 bulan ditambah ribavirin 1000-1200 mg/hari, sesuaidengan berat badan.

    b. Monoterapi IFN optimal seperti dosis yang lebih tinggi dan/atau waktu yang lebih lama,atau penggunaan produk iFN yang lebih kuat.

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    20/32

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    21/32

    21

    Efek Samping Ribavirin dan Interferon

    Efek samping segera berupa flu like symptom, mual, iritabilitas, insomnia, diare, gangguan

    pendengaran, visual, dan anoreksia. Efek samping jangka panjang berupa penurunan berat badan,

    sering buang air besar, banyak tidur, efek psikologis (anxietas, depresi, dan iritabilitas), rambut

    rontok, insomnia, trombositopenia dan lekopenia. Ribavirin (7-10%) dapat menimbulkan anemia

    hemolitik.

    PROGNOSA

    Infeksi HCV bersifat self limiting hanya pada sejumlah kecil kelompok, selainnyaberkembang menjadi kronis.

    20% berkembang menjadi sirosis setelah 20 tahun, dan 1-4% dari antaranya menjadiHCC setiap tahunnya setelah 30 tahun. HCC lebih sering pada penderita yang alkoholis,

    sirosis dan koinfeksi dengan HBV.

    Dengan terapi baru yang direkomendasi, mencakup PEG IFN dan ribavirin, sustainedrespond sebesar 60%.

    PENCEGAHAN

    Tidak ada produk yang disediakan untuk mencegah hepatitis virus C Pengembangan imunoprofilaksis untuk penyakit ini masih sulit Pasien dengan HCV harus dinasehatkan untuk berhenti menggunakan alkohol Selama hubungan seksual agar menggunakan pengaman Skrining pasien dengan resiko tinggi dan memulai pengobatan yang tepat dapat

    membatasi insiden terjadinya sirosis dan HCC

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    22/32

    22

    4. HEPATITIS AUTOIMUN

    Hepatitis autoimun (HAI) adalah suatu kesatuan dari sindroma heterogen hepatitis kronis

    yang ditandai dengan inflamasi dan nekrosis hepatoselular yang berkelanjutan, biasanya dengan

    fibrosis dan cenderung untuk berkembang menjadi sirosis atau gagal hati. Dapat juga sebagai

    akut bahkan fulminan.2

    Kejadian HAI lebih sering pada wanita dibanding laki-laki (4:1). HAI dibandingkan dengan

    penyakit hati lainnya merupakan kasus yang jarang. Prevalensi diperkirakan 50-200/1.000.000

    kasus di Eropa Utara dan populasi Kaukasian Amerika Utara, dimana 20% sebagai hepatitis

    kronik. Secara epidemiologik penyakit ini diduga terkait dengan HLDASR4. HAI memiliki

    mortalitas yang tinggi dan remisi yang rendah. Tanpa pengobatan, 50% pasien dengan HAI berat

    akan meninggal dalam 5 tahun.13

    ETIOLOGI

    Pada HAI agen-agen seperti virus, bakteri, zat kimia, obat-obatan dan genetik bertanggung

    jawab sebagai pencetus terjadinya proses autoimun terhadap diri sendiri secara terus-menerus.

    Akhir-akhir ini lebih difokuskan pada virus sebagai pencetus. Semua virus hepatotropik mayor

    diduga menyebabkan HAI yaitu virus campak, HAV, HBV, HCV, HDV, Herpes Simplex Virus

    tipe I dan Epstein Barr Virus.2

    PATOGENESIS2

    Patogenesis terjadinya HAI sampai saat ini masih belum jelas. Bukti yang ada

    menampakkan adanya progresifitas secara langsung menyerang sel hati. Autoimunitas ini

    mungkin diturunkan secara genetik dan spesifisitas kerusakan hati dapat dicetuskan oleh

    lingkungan. Sebagai contoh, pasien hepatitis A dan B yang self limited dapat terjadi HAI.

    Bukti yang mendukung patogenesis HAI adalah:

    1. Lesi histopatologi hati dominan terdiri dari sel-sel T sitotoksik dan sel plasma2. Terdapatnya sirkulasi autoantibodi (nuclear, smooth muscle, thyroid) faktor rheumatoid

    dan hiperglobulinemia

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    23/32

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    24/32

    24

    Asimtomatik

    Observasi tanpa terapi

    memelihara toleransi diri (self tolerance). Akibat terjadinya presentasi autoantigen, aktivitas

    imunosit dan penghancuran sel hati.

    Pada pemeriksaan laboratorium, yang menyolok adalah peninggian SGOT/SGPT.

    Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan limfoplasmositik dan infiltrasi radang yang disertai

    bridging necrosis.

    Diagnosa ditegakkan dengan menemukan ANA, SMA, anti LKM 1, anti SLA dan

    peninggian imunoglobulin dengan kadar 1,5 sampai 2 kali normal.

    TERAPI:14

    Simtomatik

    Prednison 30-40 mg/hari

    Azatriopin 50-100 mg/hari

    Sampai SGPT

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    25/32

    25

    5. HEPATITIS AKTIF KRONIKA YANG BERHUBUNGAN DENGAN OBAT2, 15

    Keseluruhan gambaran hepatitis aktif kronika dapat dihubungkan dengan reaksi obat. Obat

    tersebut antara lain metildopa, isoniazid, ketokonazole dan nitrofurantoin. Gambaran klinis

    mencakup ikterus dan hepatomegali. Kadar globulin dan transaminase serum meningkat serta

    bias ditemukan sel LE didalam darah. Biopsi hati memperlihatkan hepatitis aktif kronika dan

    bahkan sirosis. Nekrosis hati membentuk jembatan (bridging) tidak terlalu berat. Perbaikan klinis

    dan biokimia mengikuti penghentian obat. Eksaserbasi hepatitis mengikuti pemaparan ulang ke

    obat. Reaksi obat harus dipertimbangkan dalam etiologi pasien maupun dengan sindroma klinik

    hepatitis aktif kronika.

    HEPATOTOKSISITAS METILDOPA

    Perubahan kecil dalam uji hati dilaporkan sekitar 5% pada pasien. Kelainan ini khas

    berubah meskipun pemberian obat berlanjut. Kurang dari 1% pasien cedera hati akut menyerupai

    hepatitis virus atau kronik aktif atau jarang reaksi kolestasis. Tampak 1-20 minggu setelah

    metildopa dimulai 50% kasus dibawah 4 minggu. Demam, anoreksia, malaise tampak selama

    beberapa hari sebelum ikterik. Sekitar 15% pasien gambaran dengan hepatotoksisitas metildopa,

    gambaran klinis, biokimia dan histologi adalah pasien hepatitis kronik aktif dengan atau tanpa

    nekrosis yang menjembatani dan sirosis makronodular. Dengan penghentian obat, penyakit

    biasanya berubah walaupun progrestifitas telah tampak pada beberapa pasien.

    HEPATOTOKSISITAS ISONIAZID

    Pada kira-kira 10% orang dewasa yang mendapat obat anti tuberkulosa isoniazid

    mengalami peningkatan kadar aminotransferase serum selama beberapa minggu pertama terapi,

    sepertinya hal ini merupakan respon adaptif terhadap metabolik toksik dari obat tersebut.

    Diteruskannya pengobatan atau tidak bergantung kepada kadar aminotransferase serum (

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    26/32

    26

    berkaitan dengan usia, meningkat setelah usia 35 tahun. Frekuensi tertinggi diatas 50 tahun.

    Hepatotoksisistas diperberat dengan alkohol dan rifampisin.

    HEPATOTOKSISITAS ASPIRIN

    Bila seseorang makan aspirin dengan dosis 2-3, 5 mg/hari akan dapat timbul gejala hepatitis

    setelah 1-8 bulan. Hepatitis yang timbul secara klinis, laboratorium dan histopatologi mirip

    dengan gambaran hepatitis kronik aktif.

    HEPATOTOKSISITAS NITROFURANTOIN

    Obat ini telah disertai dengan ikterus kolestatik dan hepatitis aktif kronika empat minggu

    sampai 11 tahun setelah memulai obat ini. Biasanya pasien membaik bila obat dihentikan. Tetapi

    sirosis dapat berkembang dan pasien bisa meninggal dengan gagal hati progresif fatal.

    Mekanismenya bisa sitotoksisitas langsung ke senyawa induk atau ke metabolit.

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    27/32

    27

    6. DEFISIENSI -1 ANTI TRIPSIN

    -1 anti tripsin disintesa dalam retikulum endoplasma kasar dalam hati. Terdiri dari 80-90%

    -1 globulin serum yang merupakan penghambat tripsin dan protease lain in vitro.

    PATOGENESA PENYAKIT HATI

    Kerusakan hati bukan dikarenakan penurunan -1 antitripsin di sirkulasi, tetapi adanya

    akumulasi -1 antitripsin. Pada defisiensi -1 antitripsin homozigot, transport protein dari

    retikulum endoplasmic ke aparatus golgi terganggu, yang mengakibatkan kerusakan intrasel,

    tetapi belum jelas bagaimana terjadi kerusakan hati.

    GAMBARAN KLINIS

    10-20% homozigot defisiensi -1 antitripsin akan mengalami disfungsi hati. Pada empat

    bulan pertama kehidupan akan terjadi ikterus hepatitis-kolestasis dalam berbagai tingkat

    keparahan. Bisa fatal, tetapi biasanya mereda pada usia sekitar 6 atau 7 bulan dengan gejala sisa

    hepatomegali. Masa relatif sehat diikuti oleh sirosis dan komplikasinya dapat dalam masa kanak-

    kanak atau awal masa dewasa, dan terjadi peninggian tekanan portal atau acites. Sirosis yang

    terjadi dapat tetap terkompensasi selama bertahun-tahun, tetapi juga dapat menjadi parah yaitu

    25% meninggal selama masa kanak-kanak. Penyakit ini jarang pada orang dewasa. Dilaporkan

    terdapat 5 pasien dengan defisiensi -1 antitripsin homozigot dari 469 pasien penderita penyakit

    hati kronik dan kelimannya dan kelimanya mempunyai riwayat ikterus neonatal.

    DIAGNOSA

    Setiap pasien sirosis hati, tanpa memandang usia dan dengan riwayat ikterik neonatal juga

    dengan kelainan thorax (emphisema) haruslah dicurigai sebagai penderita defisiensi -1

    antitripsin. Untuk konfirmasi dapat diukur kadar -1 antitripsin dalam serum.

    TERAPI

    Terapi penggantian dengan -1 antitripsin sintetik atau berasal dari plasma telah digunakan

    untuk mengobati penyakit paru. Transplantasi hati telah berhasil dilakukan. Fenotip resipien

    cepat berubah ke fenotip donor.

    7. PENYAKIT WILSON17

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    28/32

    28

    PENDAHULUAN

    Penyakit yang jarang ini, terutama pada orang muda, ditandai oleh sirosis hepatis,

    degenerasi ganglia basalis otak serta cincin pigmentasi coklat kehijauan dalam tepi kornea

    (cincin Kayser-Fleiser).

    Penyakit ini tersebar diseluruh dunia, tetapi terutama dalam Yahudi dari asal usul Eropa

    Timur, orang Arab, Italia, Jepang, China, Indian dan masyarakat yang mempunyai angka

    perkawinan antar keluarga yang tinggi. Prevalensinya sekitar 1 dalam 30.000 dengan frekuensi

    pembawanya sekitar 1 dalam 90.

    Diturunkan autosom resesif dan kedua orang tua harus membawa gen abnormal. Cara

    herediter ini menggambarkan bahwa cacat gen tunggal bertanggung jawab bagi gangguan

    ekspresi tembaga bilier dan berkurangnya kadar seruloplasmin.

    Peningkatan jumlah tembaga, yang tertimbun dalam jaringan, bertanggung jawab bagi

    perubahan hati, neurologi, cincin Kayser-Fleisher dan kornea dan lesi dalam ginjal dan organ

    lain.

    Eksresi tembaga billier rendah. Eksresi tembaga urine meninggkat. Tetapi kadar tembaga

    serum hampir selalu berkurang. Seruloplasmin (-2 globulin yang bertanggung jawab untuk

    pemindahan tembaga di dalam plasma) berkurang. Masukkan tembaga diet harian yang normal 4

    mg, dari itu 2 mg diserap dan dieksresikan dalam empedu, sehingga pasien dalam keadaan

    seimbang. Pada penyakit Wilson, hanya 0,2-0,4 mg dapat dieksresikan dalam empedu dengan 1

    mg ke dalam urin sehingga timbul keseimbangan tembaga yang positif.

    PATOLOGI

    - Hati memperlihatkan semua tingkatan perubahan dari fibrosis periporta melalui nekrosissubmasif ke sirosis makronodular kasar.

    - Ginjal memperlihatkan perubahan perlemakan dan hidropik dengan penimbunan tembagadalam tubulus contortus proximalis.

    - Cincin Kayser-Fleisher karena pigmen yang mengandung tembaga ditimbun dalammembrana descement ditepi permukaan posterior kornea.

    GAMBARAN KLINIS

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    29/32

    29

    Keracunan umum jaringan dengan tembaga. Pada anak-anak, terutama terlibat hati (bentuk

    hepatic) kemudian perubahan neuropsikiatri menjadi semakin nyata (bentuk neurologi). Pasien

    setelah usia 20 tahun biasanya mempunyai gejala neurologi. Dua jenis keadaan ini dapat

    tumpang tindih, kebanyakan pasien bergejala atau telah terdiagnosa antara usia 5-30 tahun.

    BENTUK HEPATIK

    - Hepatitis fulminan. Ditandai oleh ikterus progresif, asites serta gagal hati dan ginjal,biasanya pada anak atau orang muda.

    - Hepatitis aktif kronika. Biasanya pada usia 10-30 tahun sebagai hepatitis aktif kronikdengan ikterus, kadar transaminase tinggi dan hipergammaglobulinemia, perubahan

    neurologi muncul 2-5 tahun kemudian. Gambaran ini bisa sangat menyerupai bentuk lain

    hepatitis aktif kronika. Hal ini menekankan keperluan untuk menyaring semua pasien

    yang demikian untuk penyakit Wilson.

    - Sirosis. Pasien bisa tampil dengan sirosis yang berkembang pelan-pelan. Gambaran klinismencakup spider vaskular, splenomegali, acites dan hipertensi portal.

    - Karsinoma hepatoseluler sangat jarang.Bentuk-bentuk lain: bentuk neuropsikiatri dan perubahan ginjal

    TES LABORATORIUM

    - Kadar tembaga dan seruloplasmin serum biasanya berkurang- Eksresi tembaga urin 24 jam meningkat- Pada orang yang dikontraindikasikan biopsi hati dan kadar seruloplasmin serumnya

    normal, maka penggabungan radio tembaga yang diberikan perorang ke seruloplasmin

    bisa bersifat diagnostik.

    BIOPSI HATI

    Kandungan tembaga harus diukur dengan aktivasi neuron

    TERAPI

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    30/32

    30

    Terapi dimulai dengan 1,2g d-penisilamin hidroklorida oral dalam empat dosis yang

    diminum sebelum makan. Penisilamin mengchelate tembaga dan meningkatkan eksresi urin

    sebanyak 1000-3000 ug/hari. Jika tidak ada perbaikan ditingkatkan 1,5-2 gr/hari. Perbaikan

    dengan memudarnya cincin Kayser-Fleisher dan berkurangnya gejala neurologi. Diet rendah

    tembaga sedikit bermanfaat, tetapi makanan yang mengandung tinggi tembaga seperti: coklat,

    kacang, jamur, hati, kerang harus dihindari.

    PROGNOSIS

    Penyakit Wilson yang tidak diobati akan progresif dan fatal. Bahaya terbesar adalah pasien

    tetap tidak terdiagnosa dan meninggal tidak diobati. Prognosis juga tergantung atas respon

    terhadap terapi penisilamin kontinu selama 6 bulan. Kematian akibat gagal hati, perdarahan

    varises esofagus atau infeksi yang dapat terjadi akibat ketidakmampuan neurologi.

  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    31/32

    31

    KEPUSTAKAAN

    1. Sherlock S, Dooley J. Chronic Hepatitis. In: Diseases of the Liver and Billiary System.9th ed. London : Blackwell; 1993. P.293-321.

    2. Isselbacher KJ, Dienstag JL. Chronic Hepatitis. In: Fauci (eds). Harrisons Principles ofInternal Medicine. 14

    thed. New York : Mc Graw Hill; 1998.p.1697-1704.

    3. Yu HK, Guan R. Hepatitis B current strategies for prevention and management. Medicalprogress 1997;2:21-8.

    4. Pyrsopoulus NT. Hepatitis B. Available from:http://www.emedicine.com/med/topic992.htm

    5. Wolf CD. Hepatitis, Viral. Available from: http://www.emedicine.com/med/topic3180.htm

    6. Abdurarachman SA. Hepatitis virus kronik. Dalam: Waspadji (edt). Buku Ajar IlmuPenyakit Dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1996. Hal 266-270.

    7. Malik AH, Lee WM. Vhronic hepatitis B virus infection: treatment strategies for the nextmilenium. Annals of Internal Medicine 2000;9:723-9.

    8. Dhawan VK. Hepatitis C. Available from:http://www.emedicine.com/med/topic999.htm9. Akbar N. Hepatitis infection in general population. Departement of Internal Medicine

    University of Indonesia School of Medicine. In: Journal of Internal Medicine 1997;

    3:181-6.

    10.Davis GL. Hepatitis C. In: Shiff ER (eds). Sh iffs Diseases of the liver. 8th ed.Philadeplhia: Lippincott; 1919.p.757-91.

    11.Tarigan P. Kuliah penatalaksanaan hepatitis virus C kronik FK USU.

    http://www.emedicine.com/med/topic992http://www.emedicine.com/med/topic992http://www.emedicine.com/med/topic992http://www.emedicine.com/med/topic3180http://www.emedicine.com/med/topic3180http://www.emedicine.com/med/topic999.htmhttp://www.emedicine.com/med/topic999.htmhttp://www.emedicine.com/med/topic999.htmhttp://www.emedicine.com/med/topic999.htmhttp://www.emedicine.com/med/topic3180http://www.emedicine.com/med/topic992
  • 7/28/2019 Dovi Lbm 3(Hepatitis Kronis) Enterohepatik

    32/32

    12.Farrell GC. Management of Hepatitis C. Draft working party reports from the AsiaPacific consensus on prevention and management of chronic hepatitis B and C 1999.

    Kyoto. Japan.

    13.Manns MP. Autoimun hepatitis. In: Shiff ER (eds). Shiffs diseases of the liver. 8th ed.Philadephia: Lippincott; 1919.p.919-35.

    14.Akbar N. Diagnosis dan penatalaksanaan hepatitis autoimun. Pertemuan Ilmiah Tahunan2001. Jakarta. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FKUI. Hal 27-29.

    15.Sherlock S, Dooley J. Drugs and the liver. In: Diseases of the liver and billiary system.9

    th

    ed. London: Blackwell; 1993.p.322-356.

    16.Sherlock S, Dooley J. 1 antitrypsin deficiency. In: Diseases of the liver and billiarysystem. 9

    thed. London : Blackwell;1993.p.425-7.

    17.Sherlock S, Dooley J. Wilsons disease. In: Disease of the Liver and Billiary System. 9 thed. London: Blackwell;1993.p.400-7.