28
AYU FITROTUN NISA 201 0 LI LBM 5 ENTEROHEPATIK SGD 10 1. Mengapa kulit i!a"akan gatal "e#ak 1 $ulan te!ak%i!& Gatal/ Pruritus didefinisikan sebagai sensasi tidak nyaman pa menimbulkan keinginan untuk menggaruk daerah tertentu untuk m kelegaan. Klasifikasi Gatal : • Pruritoceptive itch : Akibat gangguan yang berasal darikulit. Misalnya inflamasi kering dan kerusakan kulit. !europathic itch : Akibat gangguan pada "alur aferen sara sentral. Misalnya pada herpes dan tumor. • !eurogenic itch : #idak ada gangguan pada saraf maupun kulit namu transmitter yang merangsang gatal. Misalnya morphin dan peny $gin"al kronis "aundice% • Psikogenic itch : Akibat gangguan psikologi. Misalnya parasitopho &aras 'ensoris Kulit Pada kulit terdapat u"ungsarafbebas yang merupakanreseptor nyeri $nosiseptor%. ("ung saraf bebasnya bisa mencapai bagian ba)ah epider saraf bebas terbagi men"adi dua "enis serabut saraf. 'erabut saraf A yang merupakan nosiseptor dan serabut saraf * tidak bermielin. 'era terdiri dari +,- mekanosensitif yang merupakan polimodal nosiseptor mekanoinsensitif. Polimodal nosiseptor merupakan serabut saraf yang meres terhadap semua "enis stimulus mekanik dan kimia)i. 'edangkan mekanoi tidak merespon terhadap stimulus mekanik namun memberi respo stimulus kimia)i. 'ekitar - dari mekanoinsensitif ini merupakan pruritos yaitu reseptor yang menimbulkan rasa gatal terutamadipengaruhi oleh histamine. 'erabut saraf A merupakan penghantar sinyal saraf Kecepatan hantarannya mencapai 0,m/detik. 'edangkanserabut saraf * merupakan penghantar sinyal saraf yang lambat. Kecepatan hantarannya 1 m/detik terlebih lagi pada serabut saraf * mekanoinsensiti , m/detik. 2al ini men"elaskan mengapa seseorang dapat merasakan ra beberapa saat setelah stimulus ter"adi. 3andingkan saat tangan kita benda panas. LILBM 5 ENTEROHEPATIK Page 1

Ayu f Nisa_li Lbm 5 Enterohepatik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

enterohepatik lbm 5

Citation preview

AYU FITROTUN NISA

AYU FITROTUN NISA2010

LI LBM 5 ENTEROHEPATIK

SGD 101. Mengapa kulit dirasakan gatal sejak 1 bulan terakhir?

Gatal/ Pruritus didefinisikan sebagai sensasi tidak nyaman pada kulit yang menimbulkan keinginan untuk menggaruk daerah tertentu untuk mendapatkan kelegaan.

Klasifikasi Gatal :

Pruritoceptive itch : Akibat gangguan yang berasal dari kulit. Misalnya, inflamasi, kering, dan kerusakan kulit.

Neuropathic itch : Akibat gangguan pada jalur aferen saraf perifer atau sentral. Misalnya, pada herpes dan tumor.

Neurogenic itch : Tidak ada gangguan pada saraf maupun kulit, namun terdapat transmitter yang merangsang gatal. Misalnya, morphin dan penyakit sistemik (ginjal kronis, jaundice)

Psikogenic itch : Akibat gangguan psikologi. Misalnya, parasitophobia.

Jaras Sensoris Kulit

Pada kulit, terdapat ujung saraf bebas yang merupakan reseptor nyeri (nosiseptor). Ujung saraf bebasnya bisa mencapai bagian bawah epidermis. Ujung saraf bebas terbagi menjadi dua jenis serabut saraf. Serabut saraf A bermielin yang merupakan nosiseptor dan serabut saraf C tidak bermielin. Serabut saraf C terdiri dari 80% mekanosensitif yang merupakan polimodal nosiseptor dan 20% mekanoinsensitif. Polimodal nosiseptor merupakan serabut saraf yang merespon terhadap semua jenis stimulus mekanik dan kimiawi. Sedangkan mekanoinsensitif tidak merespon terhadap stimulus mekanik, namun memberi respon terhadap stimulus kimiawi. Sekitar 5% dari mekanoinsensitif ini merupakan pruritoseptor yaitu reseptor yang menimbulkan rasa gatal, terutama dipengaruhi oleh histamine. Serabut saraf A merupakan penghantar sinyal saraf yang cepat. Kecepatan hantarannya mencapai 30m/detik. Sedangkan serabut saraf C merupakan penghantar sinyal saraf yang lambat. Kecepatan hantarannya hanya 12m/detik, terlebih lagi pada serabut saraf C mekanoinsensitif yang hanya 0,5m/detik. Hal ini menjelaskan mengapa seseorang dapat merasakan rasa gatal beberapa saat setelah stimulus terjadi. Bandingkan saat tangan kita terkena benda panas.

Gatal dapat timbul apabila pruritoseptor terangsang dan reseptor lainnya tidak terangsang. Tidak mungkin pada penghantaran sinyal, terdapat dua reseptor sekalgus yang terangsang oleh satu stimulus. Saat pruriseptor terangsang, seseorang akan mulai merasakan sensasi gatal sehingga timbul hasrat untuk menggaruk. Saat menggaruk, polimodal nosiseptor akan terangsang sehingga pruritoseptor akan berhenti terangsang. Hal ini memberikan penjelasan mengapa ketika seseorang menggaruk tubuhnya yang gatal, maka rasa gatal akan menghilang. Setelah garukan dihentikan, yang artinya polimodal nosiseptor berhenti terangsang, pruritoseptor sangat mungkin untuk kembali terangsang sehingga gatal akan timbul kembali. Polimodal nosiseptor juga dapat menimbulkan gatal, misalnya pada baju baru yang labelnya kasar akan menimbulkan sensasi gatal.Stimulus pada serabu saraf C melalui ganglion dorsal dan menyilang pada saraf tulang belakang ke sisi kontralateral dan masuk ke jalur spinotalamikus lateral menuju thalamus dan akhirnya mencapai korteks serebri sensori.

Mediator Penyebab Gatal pada Kulit

Histamin

Konsentrasi histamin yang rendah pada lapisan dermo-epidermal menyebabkan sensasi gatal, namun injeksi yang lebih dalam (deeper intracutaneus) menyebabkan nyeri. Histamin disintesis di dalam sel mast dan tersimpan pada granula sel mast. Ketika terjadi reaksi radang, sel mast terdegranulasi dan keluarlah histamin tersebut. Histamin terdiri dari dua macam, H1 dan H2. Histamin yang menyebabkan gatal adalah H1.

Serotonin

Amina jenis ini ditemukan pada platelet tapi tidak terdapat pada sel mast manusia. Serotonin dapat menyebabkan gatal melalui pelepasan histamine dari sel mast dermal.

Endopeptidase

Endopeptidase seperti tripsin atau papain dapat menyebabkan gatal. Tripsin adalah komponen penting dari sel mast dermal dan dilepaskan akibat aktivasi sel mast. Sel mast memperoleh triptase, dari kerja proteinase-activated receptor-2 (PAR-2) pada terminal saraf C yang berdekatan sehingga membangkitkan neuropeptida pruritogenik dari terminal yang sama. Hal ini memperlihatkan interaksi sistem imun dan sistem saraf dalam menyebabkan sensasi gatal. Selain tripsin, reaksi inflamasi juga menghasilkan interleukin-2 (IL-2) yang ikut berperan dalam timbulnya gatal.

Neuropeptida

Substansi P yang terdapat pada terminal neuron C dilepaskan sebagai akibat dari kerja triptase sel mast pada PAR-2 dan menyebabkan gatal dengan baik dengan aksi langsung maupun memicu pelepasan histamin oleh sel mast melalui reseptor NK-1. Dosis rendah dari morphin menyebabkan gatal dan efeknya adalah pelepasan prostaglandin dan degranulasi sel mast. Reseptor agonis opioid adalah pada saraf tulang belakang atau ganglia dorsal karena dosis rendah dari morphine dapat menyebakan gatal segmental.

Eicosanoid

Transformasi asam arakidonat (prostaglandin, leukotrin) memliki peran yang kuat dalam mediator inflamasi tapi tidak secara langsung menyebabkan gatal. Prostaglandin E (PGE) menyebabkan gatal melalui mediator lain. Konsentrasi rendah PGE pada satu area kulit menurunkan ambang batas timbulnya sensasi gatal akibat kerja histamin pada area tersebut.

Patofisiologi Pruritus

Pruritogen menyebabkan ujung serabut saraf C pruritoseptif teraktivasi. Serabut saraf C tersebut kemudian menghantarkan impuls sepanjang serabut saraf sensoris. Terjadi input eksitasi di Lamina-1 kornu dorsalis susunan saraf tulang belakang. Hasil dari impuls tersebut adalah akson refleks mengeluarkan transmiter yang menghasilkan inflamasi neurogenik (substansi P, CGRP, NKA, dll). Setelah impuls melalui pemrosesan di korteks serebri, maka akan timbul suatu perasaan gatal dan tidak enak yang menyebabkan hasrat untuk menggaruk bagian tertentu tubuh.

Gatal pada skenario bisa disebabkan oleh karena tingkat asam empedu yang tinggi terakumulasi pada kulit. Hal ini bisa karena adanya sumbatan pada pankreas yang bisa disebabkan oleh kerusakan sel sel pankreas ataupun adanya keganasan sehingga terjadi refluks dari garam empedu tersebut ke sirkulasi dan tertimbun di kulit yang menyebabkan gatal.

Dalam skenario penderita juga meminum alkohol yang bisa meningkatkan sekresi enzim pankreas dan menurunkan inhibitor dari tripsin, sehingga tripsin terakumulasi banyak, tripsin atau papain dapat menyebabkan gatal. Tripsin adalah komponen penting dari sel mast dermal dan dilepaskan akibat aktivasi sel mast.

Sumber :

Djuanda A, Hamzah M, Aisah S: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007; hal: 321-323Freddberg IM, Elsen AZ, Wolff K, et al: Fitzpatricks Dermatology General Medicine, 6th edition. New York: McGraw-Hill, 2003.2. Mengapa BB turun secara drastis?

Pankreas memroduksi sejumlah enzim yang berfungsi memecahkan makanan sehingga tubuh Anda dapat menyerap nutrisi yang terkandung dalam makanan. Tetapi tumor pankreas seringkali menghambat produksi atau penyaluran enzim ini.

Akibatnya, tubuh Anda tidak bisa dengan mudah menyerap nutrisi, yang kemudian membuat Anda terkena diare dan kehilangan berat badan yang drastis.

Sumber :

cpddokter.com - Continuing Profesional Development Dokter Indonesia http://cpddokter.com/home Menggunakan Joomla! Generated: 3 October, 2011, 16:41Berat badan turun lebih dari 10% dari berat badan ideal umum dijumpai pada pasien kanker pankreas.Pada mulanya terjadi secara bertahap kemudian menjadi progresif. Penurunan berat badan disebabkan berbagai faktor, antara lain : asupan makanan yang kurang, malabsorpsi lemak dan protein, dan peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi. ( TNF alfa dan IL 6 )

Sumber : Ilmu Panyakit Dalam Edisi 5 Jilid I hal 74o3. Apa interpretasi kadar amilase dan lipase tinggi di serum?

Pada pemakaian alkohol bisa menyebabkan peningkatan sekresi enzim enzim di pankreas, karena alkohol bersifat toxik dan merusak pankreas. Sehingga pada kerusakan pankreas akan terjadi peningkatahn pengeluaran enzim.

Amilse berasal dari kelenjar pankreas, air liur, hati untuk menghidroliss amilum menjadi maltosa. Dan meningkat pada gangguan pankreas.

Lipase diaktifkan oleh garam garam empedu untuk membantu menghidrolisis lemak dari asam lemak. Apabila ada gangguan absorpsi lemak maka enzim ini pun maningkat.

Sumber : Buku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik Klinis4. Mengapa didapati benjolan di epigastrium yang sulit digerakkan?

Pada pemeriksaan fisis didapatkan teraba massa tumor didaerah epigastrium. Letak pankreas pada retroperitoneal, berarti kalau teraba tumor didaerah ulu hati, tumornya sudah sangat besar, dan kadang-kadang teraba pembesaran kandung empedu (tanda Courvoisier positif). Bila ditemukan asites berarti sudah terjadi invasi kedalam peritoneum, dan biasanya cairannya hemoragis, kalau ditemukan hepatomegali yang keras irreguler berarti sudah metastase ke hati. Terjadi thromboflebitis yang berpindah (Trousseau Sign) & trombosis vena.

Sumber :

cpddokter.com - Continuing Profesional Development Dokter Indonesia http://cpddokter.com/home Menggunakan Joomla! Generated: 3 October, 2011, 16:415. Apa hubungan kebiasaan minum alkohol dan keluhan?

Alkohol mempunyai efek toksik yang langsung pada pankreas pada orang orang tertentu yang mempunyai kelainan enzimatik yang tidak diketahui. Teori lain adalah bahwa selain merangsang sfingter oddi sehingga terjadi spasme dan meningkatkan tekanan didalam saluran billier dan saluran saluran didalam pankreas, alkohol juga merangsang sekresi enzim pankreas, sehingga mengakibatkan pankreatitis.

Alkohol mengurangi jumlah inhibitor tripsin sehingga pankreas menjadi lebih mudah dirusak tripsin. Selanjutnya sekresi pankreas yang pekat yang ditemuakn pada pasien alkoholik, seringkali mengandung small protein plug yang berperan pada pembentukan batu di saluran saluran pankreas. Obstruksi saluran saluran pankreas yang kecil oleh plug ini dapat merusak asinus pankreas.

Sumber : Ilmu Panyakit Dalam Edisi 5 Jilid I hal 734

6. Mengapa konjungtiva palpebra tampak jaundice obstruktif?

Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon. (4)Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. (4)Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Kolesterol dan retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh. (4)Etiologi jaundice obstruktifSumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu dan cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu. (5)Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur sfingter papila vater. (5)Ringkasnya etiologi disebabkan oleh: koledokolitiasis, kolangiokarsinoma, karsinoma ampulla, karsinoma pankreas, striktur bilier. (4)

Gambaran klinis jaundice obstruktifJaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri jaundice obstruktif. Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang menjalar ke punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditimbulkan karsinoma pankreas. Jaundice yang dalam (dengan rona kehijauan) yang intensitasnya berfluktuasi mungkin disebabkan karsinoma peri-ampula. Kandung empedu yang teraba membesar pada pasien jaundice juga diduga sebuah malignansi ekstrahepatik (hukum Couvoissier).

Sumber : Buku Ajar Ilmu Bedah7. Bagaimana pemeriksaan courvoirsiers sign?

8. Mengapa didapati berak steatorrhea?

Steatorea adalah suatu kondisi dimana terjadi kelebihan lemak dalam tinja. Lemak tersebut tidak terabsorpsi dengan baik, jadi tnja akan berwarna terang, lembek, berbau busuk dan jumlahnya sangat banyak.

Hal tersebut berkaitan dengan terganggunya aliran dari garam empedu. Fungsi normal garam empedu sbb :

a). Elmusifikasi lemak. Garam empedu mengemulsi globulus lemak besar dalam usus halus kemudian menghasilkan globulus lemak lebih kecil dan area permukaan yang lebih luas untuk kerja enzim.

b) Absorpsi lemak. Garam empedu membantu absorpsi zat terlarut lemak dengan cara memfasilitasi jalurnya menembus membran sel.

c). Pengeluaran kolesterol dari tubuh. Garam empedu berkaitan dengan kolesterol dan lesitin untuk membentuk agregasi kecil disebut mecelli yang dibuang melalui feces.

4). Kendali pada sekresi dan aliran empedu.Sekresi empedu diatur oleh faktor saraf (impuls parasimpatik) dan hormon (sekretin dan CCK) yang sama dengan yang mengatur sekresi cairan pankreas.

Apabila terdapat lemak pada di feses, berati terdapat gangguan absorbsi lemak yang bisa disebabkan karena adanya sumbatan bisa pada kandung empedu atau pankreas, sehingga garam empedu tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya.

Dengan adanya proliferasin kanker pankreas mengurangi kemampuan untuk menciptakan enzim yang memecah asupan lemak, jadi jumlah lemak dalam kotoran manusia meningkat signifikan.

Sumber :

cpddokter.com - Continuing Profesional Development Dokter Indonesia http://cpddokter.com/home Menggunakan Joomla! Generated: 3 October, 2011, 16:419. Apa intepretasi dari hasil USG?

10. Mengapa stercobilinogen negatif?

Stercobilinogen merupakan hasil oksidasi dari bilirubin direct oleh bakteri usus yang berguna untuk mewarnai feses. Apabila terjadi sumbatan post hepatal ( ductus ductus pankreas ) maka tidak terbentuk sterkobilinogen yang menyebabkan fesesnya seperti dempul.

Sumber :

cpddokter.com - Continuing Profesional Development Dokter Indonesia http://cpddokter.com/home Menggunakan Joomla! Generated: 3 October, 2011, 16:4111. DD?

KARSINOMA PANKREAS

1. Definisi

tumor ganas yang berasal dari sel-sel yang melapisi saluran pankreas.

http://www.medicastore.com/2. Klasifikasi

Berdasarkan klasifikasi WHO, tumor primer eksokrin pankreas dibagi menjadi:

A. Jinak : 1. Serous cystadenoma

2. Mucinous cystadenoma

3. Intraductal papillary-mucinous adenoma

4. Mature cystic teratoma B. Perbatasan/borderline

1. Mucinous cystic tumor with moderate dysplasia

2. Intraductal papillary-mucinous tumor with moderate dysplasia

3. Solid pseudopapillary tumor C. Ganas : 1. Ductal adenocarcinoma

2. Serous/mucinous cystadenocarcinoma

3. Intraductal papillary-mucinous tumor

Menurut lokasinya

1. carcinoma hulu pancreas(terbanyak 2/3 kasus

2. carcinoma korpus pancreas

3. karsinoma ekor pancreas

menurut asal/jenis sel

1. adenokarsinoma saluran pancreas

2. tumor pulau langerhans

3. kista adenokarsinoma

BEDAH

American Joint Committee for Cancer: TNM System for Staging of Pancreatic Carcinoma

StageTNM

0TisNoMo

IAT1N0M0

IBT2N0M0

IIAT3N0M0

IIBT1N1M0

T2N1M0

T3N1M0

III T4ANY NM0

IVANY TANY NM1

T3 may be resectable

T4 are mostly unresectable

3. Etiologi

faktor resiko eksogen

kebiasaan makan lemak tinggi dan kolesterol

pecandu alkohol

kebiasaan merokok, minum kopi

beberapa zat karsinogen

faktor resiko endogen

DM

Pankreatitis kronik

Kalsifikasi pankreas

Pankreatolitiasis

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Ed.3. FKUI

Penyebabnya tidak diketahui, tetapi adenokarsinoma pankreas 2-3 kali lebih sering terjadi pada perokok berat.

Resiko terjadinya adenokarsinoma pankreas meningkat pada penderita pankreatitis kronis.

http://www.medicastore.com/4. Patogenesis

5. Manfestasi klinis

a. rasa nyeri di epigastrium

b. nyeri seperti ditusuk-tusuk, menghilang dengan duduk dengan membungkuk

c. berat badan menurun

d. timbul ikterus

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Ed.3. FKUI

secara khusus tidak menyebabkan gejala sampai tumornya tumbuh besar. Jadi, ketika terdiagnosis, tumor sudah menyebar keluar pankreas menuju ke kelenjar getah bening di dekatnya atau ke hati atau paru-paru.

Gejala pertama yang khas adalah nyeri dan penurunan berat badan. Penderita mengalami nyeri perut (biasanya nyeri yang hebat di perut bagian atas yang menjalar ke punggung) dan penurunan berat badan minimal 10% dari berat badan sebelumnya. Sekitar 80% kanker terjadi di kepala pankreas (bagian pankreas yang dekat dengan usus dua belas jari dan saluran empedu utama), sehingga gejala awalnya yang khas adalah sakit kuning (jaundice) yang disebabkan adanya penyumbatan pada saluran empedu utama. Pada penderita dengan sakit kuning, kuning tidak hanya terjadi di kulit, tetapi juga di bagian putih mata (sklera) dan jaringan lainnya. Sakit kuning disertai dengan rasa gatal yang menyeluruh.

Tumor di badan dan ekor pankreas (bagian tengah dan bagian yang paling jauh dari usus dua belas jari), bisa menyumbat pembuluh balik yang berasal dari limpa dan menyebabkan pembesaran limpa dan varises (pembesaran dan pembengkakan pembuluh balik yang berkelok-kelok) di sekeliling lambung dan kerongkongan.

Bila varises tersebut pecah, maka bisa terjadi perdarahan hebat, terutama dari kerongkongan.

http://www.medicastore.com/6. Diagnosis

PF :

a. kakektik

b. ikterik

c. anemik

d. abdomen : teraba massa di epigastrium, hepatomegali ireguler, teraba pembesaran kandung empedu

e. asites : invasi tumor ke peritoneum

Lab :

darah

a. serum lipase, serum amilase, glukosa darah

b. darah rutin : normal

c. LED meningkat

d. Pasien dengan anemia : HB dan hematokrit menurun

Serologis

a. CEA ( kadang-kadang terlihat peningkatan

b. CA 19-9 (Carbohydrate antigenic determinant 19-9) ( antibodi monoklonal yang mempunyai sensitifitas tinggi untuk adenokarsinoma saluran cerna terutama untuk karsinoma pankreas

Tinja

a. pasien dengan ikterus akibat bendungan : tinja akolik

b. pasien dengan perdarahan : tinja hitam seperti ter ( adanya melena

c. pasien dengan steatorea : tinja banyak mengandung lemak dan terapung, berbau lemak busuk

urin

tidak ada yang khas, kecuali pada pasien dengan ikterus akibat bendungan ditemukan urobilinogen dan bilirubin positif

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Ed.3. FKUI

Sulit untuk menegakkan diagnosis dini.

Jika dicurigai suatu adenokarsinoma pankreas, pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan adalah USG, CT scan dan endoskopi pankreatografi retrograd (tehnik sinar X yang menunjukkan struktur saluran pankreas).

Untuk memperkuat diagnosis, bisa diambil contoh dari pankreas untuk diperiksa dibawah mikroskop. Contoh jaringan diambil dengan memasukkan jarum melalui kulit dengan panduan CT scan atau USG. Bisa juga diambil contoh dari hati untuk mengetahui penyebaran dari kanker ini.

Jika dokter mencurigai suatu adenokarsinoma, tetapi pemeriksaan-pemeriksaan tersebut hasilnya normal, maka perlu dilakukan pembedahan untuk mengeksplorasi pankreas.

http://www.medicastore.com/7. DD

karsinoma kaput pancreas obstruksi ductus choledochus pankreatitis biliar

Kista pankreas Abses hepar hepatoma sirosis IPD

8. Penatalaksanaan

Nyeri yang bersifat sedang, bisa dikurangi dengan aspirin atau asetaminofen. Nyeri hebat di perut bagian atas bisa dikurangi dengan posisi membungkuk, menundukkan kepala dan menekuk lutut atau dengan obat-obatan seperti kodein atau morfin per-oral (melalui mulut).

Untuk 70-80% penderita dengan nyeri hebat, bisa dikurangi dengan suntikan penghambat nyeri pada saraf.

Rendahnya kadar enzim pencernaan bisa diobati dengan sediaan enzim per-oral (melalui mulut).

Jika terjadi diabetes (kencing manis), mungkin perlu diberikan insulin.

Satu-satunya harapan penyembuhan adalah pembedahan, yang dilakukan pada penderita yang kankernya belum menyebar. Pada pembedahan dilakukan pengangkatan pankreas saja atau pankreas dengan usus dua belas jari.

http://www.medicastore.com/9. Pencegahan

10. komplikasi

11. prognosis

pada penderita diabetes, Kurang dari 2% penderita yang bertahan hidup sampai 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Bahkan setelah pembedahanpun, hanya 10% penderita yang bertahan hidup selama 5 tahun.

http://www.medicastore.com/PANKREATITIS

DEFINISI

Pankreatitis adalah suatu penyakit inflamasi pankreas yang identik menyebabkan nyeri perut dan terkait dengan fungsinya sebagai kelenjar eksokrin, (meskipun pada akhirnya fungsi sebagai kelenjar endokrin juga terganggu akibat kerusakan organ pankreas).

The Second International Symposium on The Classification of Pancreatitis, (Marseille,1980) membuat klasifikasi sebagai berikut:

1.Pankreatitis akut

2.Pankreatitis kronik

1. Pankreatitis AkutPankreatitis akut adalah pankreatitis yang dikarakterisasi oleh nyeri berat di perut bagian atas dan meningkatnya level enzim pankreas di dalam darah. Pankreatitis akut bisa ringan ataupun berat tergantung manifestasi klinis, tes laboratorium, dan diagnosa. Perjalanan penyakit dari ringan self limited sampai berat yang disertai renjatan gangguan ginjal dan paru-paru yang bisa berakibat fatal.

Pankreatitis yang berat, enzim-enzim pankreas, bahan-bahan vasoaktif dan bahan-bahan toksik lainnya keluar dari saluran- saluran pankreas dan masuk ke dalam ruang pararenal anterior dan ruang-ruang lain seperti ruang-ruang pararenal posterior, lesser sac dan rongga peritoneum. Bahan ini mengakibatkan iritasi kimiawi yang luas. Bahan-bahan tersebut memasuki sirkulasi umum melalui saluran getah bening retroperitoneal dan jalur vena dan mengakibatkan berbagai penyulit sistemik seperti gagal pernapasan, gagal ginjal dan kolaps kardio-vaskuler.

A. Etiologi

Penyebab pankreatitis akut ditunjukkan pada Tabel 3.1. Batu empedu menjadi penyebab terbesar dari semua kasus pankreatitis yang ada, menyusul berikutnya penggunaan alkohol. Namun pada beberapa pasien tidak diketahui penyebabnya (idiophatic). Pankreatitis akut juga dapat terjadi setelah pasien menjalani endoscopic retrograde cholangiography (ERCP)ataupun setelah mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang ditunjukkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.1 Penyebab Pankreatitis Akut

B. PATOFISIOLOGI

Pankreatitis akut dimulai sebagai suatu proses autodigesti di dalam kelenjar akibat aktivasi prematur zimogen (prekursor dari enzim digestif) dalam sel-sel sekretor pankreas (asinar), sistem saluran atau ruang interstisial. Gangguan sel asini pankreas dapat terjadi karena beberapa sebab:

1. Obstruksi duktus pankreatikus. Penyebab tersering obstruksi adalah batu empedu kecil (microlithiasis) yang terjebak dalam duktus. Sebab lain adalah karena plug protein (stone protein) dan spasme sfingter Oddi pada kasus pankreatitis akibat konsumsi alkohol,

2. Stimulasi hormon cholecystokinin (CCK) sehingga akan mengaktivasi enzim pankreas. Hormon CCK terstimulasi akibat diet tinggi protein dan lemak (hipertrigliseridemia) dapat juga karena alkohol,

3. Iskemia sesaat dapat meningkatkan degradasi enzim pankreas. Keadaan ini dapat terjadi pada prosedur operatif atau karena aterosklerosis pada arteri di pankreas

Gangguan di sel asini pankreas akan diikuti dengan pelepasan enzim pankreas, yang selanjutnya akan merangsang sel-sel peradangan (makrofag, neutrofil, sel-sel endotel, dsb) untuk mengeluarkan mediator inflamasi (bradikinin, platelet activating factor [PAF]) dan sitokin proinflammatory (TNF-_, IL-1 beta, IL-6, IL-8 dan intercellular adhesive molecules (ICAM 1) dan vascular adhesive molecules (VCAM) sehingga menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat, teraktivasinya sistem komplemen dan ketidakseimbangan sistem trombo-fibrinolitik. Kondisi tersebut akhirnya memicu terjadinya gangguan mikrosirkulasi, stasis mikrosirkulasi, iskemia dan nekrosis sel-sel pankreas. Kejadian di atas tidak saja terjadi lokal di pankreas tetapi dapat pula terjadi di jaringan/organ vital lainnya sehingga dapat menyebabkan komplikasi lokal maupun sistemik.

Dengan kata lain pankreatitis akut dimulai oleh adanya keadian yang menginisiasi luka kemudian diikuti kejadian selanjutnya memperberat luka, yang dapat digambarkan secara lebih jelas pada skema di bawah ini (Gambar 3.1).

Secara ringkas progresi pankreatitis akut dapat dibagi menjadi 3 fase berurutan, yaitu:

1. inflamasi lokal pankreas,

2. peradangan sistemik (systemic inflammatory response syndrome [SIRS]),

3.disfungsi multi organ (multiorgan dysfunctions [MODS]).

Berat ringannya pankreatitis akut tergantung dari respons inflamasi sistemik yang diperantarai oleh keseimbangan sitokin proinflammatory dan antiinflammatory, dan ada tidaknya infeksi baik lokal maupun sistemik. Pada keadaan dimana sitokin proinflammatory lebih dominan daripada sitokin antiinflammatory (IL-10, IL-1 receptor antagonist (IL- 1ra) dan soluble TNF receptor (sTNFR) keadaan yang terjadi adalah pankreatitis akut berat.

C. Klasifikasi

Bradley membagi pankreatitis berdasarkan fisiologik, tes laboratorium, dan parameter klinis menjadi:

Pankreatitis Akut Ringan; Biasanya tidak disertai komplikasi atau disfungsi organ

Pankreatitis Akut Berat; disertai gangguan fungsi pankreas, terjadi komplikasi lokal atau sistemik

Pankreatitis akut berat dapat didefinisikan sebagai pankreatitis akut yang disertai dengan gagal organ dan atau dengan komplikasi lokal (pembentukan abses, nekrosis dan pseudocyst). Menurut klasifikasi Atlanta, pankreatitis akut dikategorikan sebagai pankreatitis akut berat apabila memenuhi beberapa kriteria dari 4 kriteria:

1. Gagal organ, apabila dijumpai satu atau lebih, adanya: syok (tekanan sistolik 500 ml/24 jam);

2. Komplikasi lokal, seperti: pseudocyst, abses atau pankreatitis nekrotika;

3. Kriteria Ranson, paling tidak dijumpai 3 dari 11 kriteria (tabel 3);

4. APACHE II, paling tidak nilai skor >8 (tabel 3).

Berdasarkan patologi dibedakan menjadi:

1. Pankreatitis Akut Interstisial. Secara makroskopik pankreas membengkak secara difus dan pucat. Tidak terdapat nekrosis atau perdarahan, bila ada, minimal sekali. Secara mikroskopik, daerah interstisial melebar karena adanya edema ekstrasel, disertai sebaran sel leukosit PMN. Saluran pankreas diisi bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi asinus.

2. Pankreatitis Akut Nekrosis Hemoragik. Secara makroskopik, tampak nekrosis jaringan pankreas (lemak di tepi pankreas, parenkim) disertai perdarahan dan inflamasi yang dapat mengisi ruang retroperitoneal. Bila penyakit berlanjut, tampak abses dan timbulnya bakteri di jaringan nekrosis yang berdinding (abses purulen). Secara mikroskopik, adanya nekrosis lemak dan jaringan pankreas, kantong infiltrat yang meradang dan berdarah. Pembuluh darah di dalam dan di sekitar daerah nekrotik menunjukkan kerusakan mulai dari inflamasi perivaskular, vaskulitis, dan trombosis pembuluh darah. Bentuk pankreatitis ini lebih fatal dibanding pankreatitis akut interstisial

D. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi dapat bersifat lokal maupun sistemik, komplikasi lokal meliputi kumpulan cairan akut, nekrosis,abses, dan pseudosit (kumpulan getah pankreas dan pecahan jaringan yang selaputi dengan dinding berserat atau jaringan berbentuk granul) yang berkembang sekitar 4 6 minggu setelah serangan awal. Abses pankreatik biasanya merupakan infeksi sekunder dari nekrosis jaringan atau pseudosit dan terkait dengan keparahan penyakit. Kematian biasanya disebabkan nekrosis infeksi dan sepsis. Asites pankreatik terjadi ketika sekresi pankreas menyebar ke rongga peritoneal.

Komplikasi sistemik meliputi gangguan kardiovaskular, renal, pulmonary, metabolik, hemoragik, abnormalitas sistem saraf pusat. Shock adalah penyebab utama kematian. Hipotensi terjadi akibat hipovolemia, hypoalbuminemia, da rilis kinin serta sepsis. Komplikasi renal biasanya disebabkan hipovolemia. Komplikasi pulmonary berkembang ketika terjadi akumulasi cairan diantara rongga pleura dan menekan paru, acute respiratory distress syndrome (ARDS) ini akan menahan pertukaran gas, yang dapat menyebabkan hipoksemia. Pendarahan gastrointestinal terjadi akibat ruptur pseudosit. Pankreatitis akut berat biasanya diserta kebingungan dan koma.

Zhu et al, melaporkan frekuensi terjadinya gagal organ pada pasien dengan pankreatitis akut berat: gagal organ multipel (27%), gagal respirasi (46%), gagal ginjal (16,2%), gagal jantung (17,6%), gagal hati (18,9%) dan perdarahan saluran cerna (10,8%), dengan angka mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar 45%. Lebih jelasnya bagaimana komplikasi dapat terjadi diperlihatkan pada Tabel 3.3 dan Gambar 3.2.

Tabel 3.3 Mekanisme terjadinya komplikasi pankreatitis akut berat

E. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis bervariasi tergantung keparahan penyakit dan bagian yang mengalami keruskan, meskipun demikian pada umumnya terdapat gejala klasik yaitu nyeri midepigastrik, mual dan muntah.

Keluhan yang sangat menyolok adalah rasa nyeri yang timbul tiba-tiba, intens, terus menerus dan makin lama makin bertambah; lokasinya kebanyakan di epigastrium, dapat men- jalar ke punggung, kadang-kadang ke perut bagian bawah, nyeri berlanngsung beberapa hari. Gejala lain yakni mual, muntah-muntah dan demam.

Pada pemeriksaan jasmani didapatkan nyeri tekan di perut bagian atas, tanda-tanda peritonitis lokal, kadang-kadang bahkan peritonitis umum.

F. Diagnosis

Diagnosis: yang paling tepat adalah histologi pankreas, jika tidak diagnosis berdasarkan faktor etiologi, gejala, tes laboratorium, dan imaging technology.

a. Tes Laboratorium

Amylase Total serum amylase adalah tes yang paling sering digunakan.

Nilainya meningkat pada 6 - 12 jam setelah onset of symptoms dan tetap tinggi selama 3 - 5 hari pd kebanyakan kasus, kembali normal setelah 8-14 hari. Jika tetap tinggi kemungkinan terjadi nekrosis pankreas dan komplikasi lain

LipaseSerum lipase assays, spesifik untuk pankreas. Peningkatan Level serum lipase bertahan lebih lama dibanding amilase

. Tes Lain Serum immunoreactive cationic trypsin, elastase, dan phospholipase A2 ,trypsin activation peptide dan serum anionic trypsinogen

Diagnosis urin: rasio amylase dan creatinine clearance ratio (Cam/Ccr) tidak memberikan keuntungan

Leukocytosis; lebih dari 25,000 cells/mm3 terdapat pada 80% pasien

Hypocalcemia terjadi pada lebih dari 30% pasien akibat kombinasi hypoalbuminemia dan pengendapa kalsium di area nekrosis lemak.

Berbagai jenis pemeriksaan laboratorium tersebut memiliki sensitivitas yang beragam yang dapat dilihat pada Imaging test

Pemeriksaan foto rontgen perut standar bisa memperlihatkan pelebaran usus atau memperlihatkan satu atau lebih batu empedu.

Pemeriksaan USG bisa menunjukkan adanya batu empedu di kandung empedu dan kadang-kadang dalam saluran empedu, selain itu USG juga bisa menemukan adanya pembengkakan pankreas.

CT scan bisa menunjukkan perubahan ukuran dari pankreas dan digunakan pada kasus-kasus yang berat dan kasus-kasus dengan komplikasi (misalnya penurunan tekanan darah yang hebat).

ERCP (tehnik sinar X yang menunjukan struktur dari saluran empedu dan saluran pankreas) biasanya dilakukan hanya jika penyebabnya adalah batu empedu pada saluran empedu yang besar.

Endoskopi dimasukkan melalui mulut pasien dan masuk ke dalam usus halus lalu menuju ke sfingter Oddi. Kemudian disuntikkan zat warna radioopak ke dalam saluran tersebut. Zat warna ini terlihat pada foto rontgen. Bila pada rontgen tampak batu empedu, bisa dikeluarkan dengan menggunakan endoskop.

PANKREATITIS KRONIK

Pankreatitis kronik merupakan peradangan pankreas menahun yang biasanya menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi pankreas. Pada kebanyakan pasien bersifat irreversible. Terjadi kerusakan permanen sehingga menyebabkan gangguan fungsi eksokrin dan endokrin.

A. Etiologi

Di Amerika Serikat, penyebab paling sering dari pankreatitis kronis adalah alkoholisme. Penyebab lainnya adalah faktor keturunan dan penyumbatan saluran pankreas yang disebabkan oleh penyempitan saluran atau kanker pankreas. Pankreatitis akut jarang menyebabkan penyempitan pada saluran pankreas yang akan mengarah pada terjadinya pankreatitis kronis. Pada banyak kasus, penyebab pankreatitis kronis tidak diketahui. Di negara-negara tropis (Indonesia, India, Nigeria), pankreatitis kronis dengan sebab yang tidak diketahui yang terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, bisa menyebabkan diabetes dan penumpukan kalsium di pankreas.

B. Patofisiologi

Sebagian besar kasus pankreatitis kronis disebabkan oleh alkohol, tetapi mekanisme pasti bagaimana alkohol menyebabkan pankreatitis kronis belu diketahui. Sepertinya alkohol menginduksi pankreatitis bermula dari inflamasi yang berkembang menjadi nekrosis selular dengan tahapan seperti yang ditunjukkan pada skema di bawah ini (Gambar 3.4).

Gambar 3.4 Patogeneis alkohol menginduksi Pankreatitis kronis

Kerusakan jaringan pankreas menyebabkan berkurangnya sekresi enzim pankreas dan hormon-hormon seperti insulin. Malabsorpsi lemak dan protein terjadi jika sekresi enzim berkurang sampai 90%

C. Manifestasi Klinis

Gejala pankreatitis kronis umumnya terbagi dalam dua pola. Yang pertama, penderita mengalami nyeri perut bagian tengah yang menetap, yang beratnya bervariasi. Yang kedua, penderita mengalami episode pankreatitis yang hilang timbul, dengan gejala yang mirip dengan pankreatitis akut ringan sampai sedang. Nyerinya kadang-kadang berat dan berlangsung selama beberapa jam atau beberapa hari.

Pada kedua pola tersebut, sejalan dengan perkembangan penyakitnya, sel-sel yang menghasilkan enzim pencernaan, secara perlahan mengalami kerusakan, sehingga akhirnya rasa nyeri tidak timbul. Dengan menurunnya jumlah enzim pencernaan, makanan tidak diserap secara optimal, dan penderita akan mengeluarkan tinja yang banyak dan berbau busuk. Tinja bisa berwarna terang dan berminyak dan bahkan bisa mengandung tetesan-tetesan minyak. Gangguan penyerapan juga menyebabkan turunnya berat badan.

Secara ringkas, terdapat empat gejala klasik pada pankreatitis kronis, yaitu:

Nyeri perut

Malabsorpsi

Berat badan turun

Diabetes

D. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala atau adanya riwayat pankreatitis akut. Pemeriksaan darah kurang bermanfaat dalam mendiagnosis pankreatitis kronis, tetapi bisa menunjukan adanya peningkatan kadar amilase dan lipase. Pemeriksaan darah juga dapat digunakan untuk mengetahui kadar gula darah , yang mungkin akan meningkat.

Foto rontgen perut dan pemeriksaan USG bisa menunjukan adanya batu pada pankreas. Endoskopi pankreatografi retrograd (tehnik sinar X yang memperlihatkan struktur dari saluran pankreas) bisa memperlihatkan saluran yang melebar, penyempitan saluran atau batu pada saluran. CT scan bisa memperlihatkan adanya perubahan ukuran, bentuk dan tekstur dari pankreas.

Malabsorpsi lemak dapat diketahui dengan sudan staining pada feses. Pemeriksaan adanya kalsifikasi, steatorrhea, dan diabetes dikenal sebagai diagnosis triad. Biopsi jaringan pankreas melalui laparoskopi atau laparotomi adalah cara terbaik untuk menegaskan diagnosis pankreatitis kronik. Jika tidak ada sampel histologi, teknik imaging sangat membantu mendeteksi kalsifikasi, penyebab nyeri lainnya, dan untuk membedakan pankreatitis kronik dengan kanker pankreas.

PANKREATITIS AKUT

Tujuan pengobatan adalah menghentikan proses peradangan dan antodigesti atau menstabilkan sedikitnya keadaan klinis sehingga memberi kesempatan resolusi penyakit. Pasien pankreatitis menerima terapi suportif yang teridiri dari kontrol nyeri secara efektif, penggantian cairan, dan nutrisi pendukung. Oleh karena itu manajemen pankreatitis akut, biasanya terdiri dari:

Manajemen Cairan

Nutrisi Pendukung

Untuk mengistirahatkan saluran cerna

Diberikan nutrisi secara enteral maupun parenteral

Manajemen nyeri

Selain itu dapat juga dilakukan intervensi radiologi dan ERCP atau terapi bedah. Manajemen terapi yang diberikan tersebut dibagi dalam terapi farmakologi dan non farmakologi.

A. Terapi Non Farmakologi

a. Nutrisi Pendukung

Pemberian nutrisi pendukung dilakukan untuk mengistirahatkan saluran cerna sehingga mengurangi stimulasi terhadap pankreas juga karena terjadinya malnutrisi. Malnutrisi diakibatkan metabolisme pada pasien dengan pankreatitis akut berat menyerupai keadaan sepsis, yang ditandai dengan hiperdinamik, hipermetabolik, dan hiperkatabolik.

Dalam beberapa tahun lalu pemberian nutrisi yang direkomendasikan adalah nutrisi parenteral melalui vena sentral. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa pemberian nutrisi per-oral akan merangsang produksi enzim pankreas sehingga justru akan memperberat penyakit. Namun seiring dengan penelitian klinis konsep telah berubah, justru sebaiknya nutrisi diberikan secara enteral.

Berdasarkan penelitian, pemberian nutrisi parenteral dapat mengakibatkan:

1. Atrofi jaringan limfoid usus (GALT/gut associated lymphoid tissue) yang merupakan sumber utama imunitas mukosa,

2. Terganggunya fungsi limfosit Sel T dan sel B, menurunnya aktivitas kemotaksis leukosit dan fungsi fagositosis sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri (bacterial overgrowth),

3. Meningkatnya permeabilitas dinding usus yang dapat mempermudah terjadinya translokasi bakteri, endotoksin, dan antigen masuk ke dalam sirkulasi.

Pemberian nutrisi enteral berdasarkan penelitian lebih menguntungkan karena:

1. Dapat melindungi fungsi barrier usus,

2. Menurunkan produksi mediator proinflamatori sehingga risiko translokasi bakterial dan endotoksin menurun.

Nutrisi yang diberikan secara oral, nasogatrik maupun melalui duodenum dapat meningkatkan produksi enzim pankreas. Namun nutrisi enteral melalui nasojejunal tube (NJT) tidak merangsang produksi enzim. Hal ini dibuktikan oleh Zhao et al, pada pasien dengan pankreatitis akut berat, pemberian nutrisi enteral dikombinasi dengan nutrisi parenteral vs dengan nutrisi parenteral saja disimpulkan: kadar TNF-_, IL-6, kadar CRP lebih rendah pada kelompok nutrisi enteral, dan kadar enzim pankreas tidak terpacu dengan pemberian nutrisi enteral.Nutrisi enteral diberikan segera setelah dilakukan resusitasi cairan, dapat diberikan 48 jam pertama bila kondisi sudah stabil, dan tidak ada kontraindikasi seperti: adanya syok, perdarahan gastrointestinal masif, obstruksi intestinal, fistula jejunum atau enteroparalisis berat. Ada tiga alternatif pemberian nutrisi enteral pada pankreatitis akut berat:

(1) nasojejunal tube,

(2) gastrostomy/jejunostomy tube,

(3) jejunostomi secara bedah.

Pemberian secara NJT lebih terpilih karena lebih aman, non-invasif dan lebih mudah dikerjakan dengan bantuan endoskopi/fluoroskopi.

b. Intervensi radiologi dan ERCP

Mengangkat batu empedu dengan ERCP atau pembedahan biasanya dapat mengatasi Pankreatitis akut dan mencegah kambuh kembali. Meskipun demikian pada saat ini terapi pankreatitis akut berat telah bergeserdari tindakan pembedahan awal ke perawatan intensif agresif. Seiring dengan berkembangnya radiologi dan endoskopi intervensi, tindakan bedah dapat diminimalisasi.

Tindakan ERCP, drainase endoskopis dan perkutaneus baik dengan panduan USG maupun CT scan dapat diindikasikan pada komplikasi pankreatitis berat seperti: timbunan cairan peripankreatik, pseudocyst dan abses lambat. Pseudocyst yang didefinisikan sebagai adanya timbunan cairan yang menetap lebih dari 4 minggu, terjadi akibat rupturnya duktus pankreatikus dapat didrainase secara endoskopis dengan keberhasilan sekitar 83%.

Batu empedu yang bermigrasi dan terjebak di ampula merupakan penyebab tersering pankreatitis akut (acute biliary pancreatitis). Batu empedu ditemukan pada tinja sebesar 85-95% pada pasien yang menderita pankreatitis akut. ERCP merupakan prosedur endoskopik untuk mengevaluasi sistem bilier dan sistem duktus pankreatikus. Beberapa studi membuktikan bahwa ERCP yang dilakukan pada 2472 jam dari onset klinis pada pasien pankreatitis akut berat yang terbukti dengan obstruksi bilier, kolangitis dan peningkatan bilirubin dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas.

Pasien yang menjalani ERCP seringkali dikombinasi dengan tindakan sfingterotomi endoskopis tanpa memandang ada/tidaknya batu di duktus biliaris. Pada pasien dengan kolangitis memerlukan tindakan sfingterotomi endoskopis atau drainase duktus dengan stent perlu dilakukan untuk menghilangkan obstruksi bilier.

b. Terapi Bedah

Tindakan bedah diindikasikan pada pankreatitis akut berat:

1. Pankreatitis nekrotik akut terinfeksi,

2. Pankreatitis nekrotik steril dengan pankreatitis akut fulminan (ditandai dengan menurunnya kondisi pasien akibat gagal organ multipel yang muncul dalam beberapa hari sejak onset gejala),

3. Pankreatitis akut dengan perdarahan usus.

Tujuan tindakanbedah adalah untuk membersihkan jaringan nekrotik sebersih mungkin dengan menyisakan jaringan pankreas yang masih viabel.

Tindakan debridement (necrotomy) merupakan gold standard pada pankreatitis nekrosis akut terinfeksi dan nekrosis peripankreatik. Pankreatitis nekrotik akut steril tidak perlu tindakan bedah, cukup konservatif kecuali terjadi pankreatitis akut fulminan. Berdasarkan penelitian, dari 172 pasien dengan nekrosis steril mortalitas terjadi sebanyak 13,1% pada kelompok yang menjalani pembedahan dibandingkan yang konservatif hanya 6,2%. Tindakan bedah dilakukan pada minggu ke 3-4 setelah onset gejala karena intervensi pada minggu awal meningkatkan risiko mortalitas >65% karena komplikasi pulmonal/kardial.

B. Terapi Farmakologi

a. Manajemen Nyeri

Untuk mengatasi nyeri perut diberikan analgesik. Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam memilih analgetik adalah efikasi dan keamanan. Dahulu tritmen biasanya diawali dengan pemberian meperidine secara parenteral (50-100 mg tiap 3-4 jam), karena tidak mengakibatkan pankreatitis. Sekarang ini, banyak rumah sakit yang membatasi atau malah tidak menggunakannya lagi karena tidak seefektif narkotik lainnya dan dikontraindikasikan pada pasien gangguan ginjal. Selain kurang efekif, juga dibutuhkan dosis dan frekuensi yang lebih tinggi. Hal yang terpenting adalah bahwa metabolit aktif meperidine berakumulasi pada pasien gagal ginjal dan dapat menyebabkan kejang atau psikosis.

Parenteral morfin lebih direkomendasikan. Tetapi penggunaannya terkadang harus dihindari karena dapat menyebabkan spasm sphincter of Oddi, meningkatkan serum amylase, dan (jarang) pankreatitis. Hidromorfon lebih disukai karena memiliki waktu paruh yang lebih panjang. Belum ada bukti bahwa obat antsekretori dapat mencegah eksaserbasi nyeri perut.

b. Pembatasan Komplikasi Sistemik Dan Pencegahan Nekrosis Pankres

Manajemen CairanPenggantian cairan dan suport sistem pernafasan, kariovaskular, hepatobiliary dapat mengurangi komplikasi. Meskipun belum ada bukti metode untuk mencegah komplikasi, terdapat hubungan erat antara hemokonsentrasi dengan nekrosis pankreas. Oleh karena itu penggantian cairan sangat penting utuk mengkoreksi volume intravaskular. Selain itu prognosis pasien sangat tergantung dengan restorasi cairan yang cepat dan adekuat, sesuai dengan jumlah cairan yang masuk ke rongga peritoneal. Pasien pankreatitis akut mungkin terjadi penyisipan cairan 4-12 L ke rongga peritoneal akibat inflamasi.

Vasodilatasi akibat respons inflamasi, muntah, dan nasogastrik juga menyebabkan hypovolemia dan kehilangan cairan dan elektrolit. Pada pankreatitis berat pembuluh darah di dan sekitar pankreas mungkin ruptur dan menyebabkan perdarahan. Pemberian koloid secara intravena mungkin diperlukan untuk mempertahankan volume dan tekanan darah karena kehilangan cairan kaya protein.

Obat-obatanSejumlah obat diteliti efikasinya dalam mencegah komplikasi pankreas diantaranya adalah:

Antagonis H2, , proton pump inhibitor

protease inhibitor: gabexate, aprotinin

platelet-activating factor antagonist: lexipafant

Somatostatin dan Octreotide

O Inhibitor potent sekresi enzim pankreas

O Mengurangi kematian tetapi tidak mengurangi komplikasi

c. Pencegahan Infeksi

Salah satu penyebab kematian pada pankreatitis akut berat adalah karena pankreatitis nekrotika akut. Pankreas yang mengalami nekrosis dapat bersifat steril atau terinfeksi. Pankreas yang terinfeksi mempunyai mortalitas lebih tinggi (1050%) dibandingkan yang steril (10%). Risiko pankreatitis nekrotika akut terinfeksi tergantung dari luasnya area nekrosis. Semakin luas nekrosis semakin besar risiko infeksi.

Penyebab infeksi terbanyak adalah: Echerichia coli (32%), Enterococcus (25%), Klebsiella (15%), Staphylococcus epidermidis (15%), Staphylococcus aureus (14%), Pseudomonas (7%) dan Candida (11%). Infeksi lebih banyak bersifatmonomikrobial (66%) dibandingkan polimikrobial (34%). Invasi bakterial ke jaringan pankreas dapat terjadi melalui beberapa cara: translokasi bakterial dari colon, refluks cairan bilier melalui duodenum, penyebaran secara hematogen atau melalui saluran limfatika. Saat ini diketahui translokasi bakteri dari lumen saluran cerna merupakan sumber utama bakteri yang mencapai dan menyebabkan nekrosis pankreas/abses yang merupakan salah satu bentuk komplikas lokal. Hal ini disebabkan penurunan motilitas saluran cerna sehingga memperlama eliminasi bakteri dan memungkinkan bakteri berproliferasi di intestin. Integritas mukosa, yang dipertahankan oleh normal enterik di villi adalah salah satu faktor utama mekanisme perlindungan saluran cerna. Kegagalan barier intestinal dan juga pertumbuhan bakteri yang sangat besar akibat perubahan motilitas tersebut dan imunosupresi akan meningkatkan kontaminasi pankreas oleh translokasi bakteri pada pasien pankreatitis akut berat.

Pemberian antibiotika profilaksis pada pankreatitis nekrotika akut masih kontroversial. Salah satu keberatannya adalah meningkatnya resistensi mikroba dan risiko meningkatnya infeksi nosokomial akibat organisme nonenterik. melaporkan pemberian antibiotika awal pada pasien yang mengalami nekrosis pankreas akut dengan cefuroxime 4,5 g/hari dibandingkan dengan plasebo dapat menurunkan mortalitas dan risiko sepsis (p=0,01).

Untuk efektivitas pengobatan antibiotika yang diberika adalah antibiotika broad spectrum yang dapat menembus barier sehingga mencapai tempat infeksi, seperti metronidazole, cefotaxime, piperacillin, mezlocillin,ofloxacin, and ciprofloxacin. Apabila diberikan secara profilaktik disarankan lama pemberian berkisar antara 7-14 hari.

Pemeriksaan aspirasi jarum halus yang dipandu dengan USG/CT scan sebaiknya dilakukan untuk membedakan nekrosis pankreas akut bersifat steril atau terinfeksi dan melakukan kultur dan sensitivitas sebagai pedoman pemberian antibiotika yang tepat. Aspirasi jarum halus relatif aman dan memberikan hasil yang akurat, dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas untuk menegakkan nekrosis pankreas terinfeksi sebesar masing masing 90% dan 96%.

d. Pankreatitis Post-ERCPPankreatitis yang terjadi akibat trauma setelah ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography) biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri. Jika memerlukan pengobatan yang diberikan adalah Somatostatin dan gabexate

4.2 MANAJEMEN PANKREATITIS KRONIK

A. Terapi Non farmakologi

Selama suatu serangan, yang sangat penting adalah menghindari alkohol. Menghindari semua makanan dan hanya menerima cairan melalui infus, dapat mengistirahatkan pankreas dan usus juga bisa mengurangi rasa nyeri.

Untuk mengurangi serangan, dianjurkan makan 4-5 kali/hari, yang mengandung sedikit lemak dan protein, dan banyak karbohidrat. Alkohol harus tetap dihindari.

Bila sakit berlanjut, kemungkinan telah terjadi komplikasi, seperti masa peradangan di kepala pankreas atau suatu pseudokista. Masa peradangan memerlukan terapi pembedahan. Pseudokista yang menyebabkan nyeri sejalan dengan perkembangannya, mungkin harus menjalani dekompresi (pengurangan penekanan).

Pada pecandu alkohol yang mengalami penyembuhan, pengangkatan sebagian pankreas dilakukan hanya pada mereka yang dapat mengatasi diabetes yang akan terjadi setelah pembedahan

B. Terapi Farmakologi

Tetapi pereda nyeri golongan narkotik, masih sering diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri. Bila penderita terus menerus merasakan nyeri dan tidak ada komplikasi, biasanya dokter menyuntikan penghambat nyeri ke saraf pankreas sehingga rangsangannya tidak sampai ke otak. Bila cara ini gagal, mungkin diperlukan pembedahan. Jika saluran pankreasnya melebar, pembuatan jalan pintas dari pankreas ke usus halus, akan mengurangi rasa nyeri pada sekitar 70-80% penderita. Jika salurannya tidak melebar, sebagian dari pankreas mungkin harus diangkat. Bila kepala pankreas terkena, bagian ini diangkat bersamaan dengan usus dua belas jari. Pembedahan ini dapat mengurangi nyeri pada 60-80% penderita.

Dengan meminum tablet atau kapsul yang mengandung ekstrak enzim pankreas pada saat makan, dapat membuat tinja menjadi kurang berlemak dan memperbaiki penyerapan makanan, tapi masalah ini jarang dapat teratasi. Bila perlu, larutan antasid atau penghambat H2 dapat diminum bersamaan dengan enzim pankreas. Dengan pengobatan tersebut, berat badan penderita biasanya akan meningkat, buang air besarnya menjadi lebih jarang, tidak lagi terdapat tetesan minyak pada tinjanya dan secara umum akan merasa lebih baik.

Jika pengobatan diatas tidak efektif, penderita dapat mencoba mengurangi asupan lemak. Mungkin juga dibutuhkan tambahan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E dan K).

Sumber : www.usu.ac.id

Ilmu Penyakit dalam Edisi V jilid ILI LBM 5 ENTEROHEPATIKPage 3