44
1 Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9 LBM 2 MODUL 9 STEP 7 1. Apa yang menyebabkan lemah otot ? a. Gangguan muskuloskeletal yang menonjol adalah berkurangnya kekuatan otot. kelemahan otot disebabkan oleh terhambatnya atau terhentinya konduksi saraf dari spinal cord ke neuromusculo junction, yang satuannya disebut motor unit. b. Satu motor unit adalah beberapa serat otot yang mendapatkan inervasi oleh satu motor neuron (Fredericks et all 1996). c. Saraf yang menginervasi motor neuron berasal dari akar saraf tulang belakang. Satu akar saraf bisa menginervasi ribuan motor neuron. Sebaliknya satu otot mungkin disarafi oleh beberapa motor neuron yang berasal dari beberapa akar saraf tulang belakang (Martini 1998). d. Jadi bila ada satu akar saraf mengalami gangguan, maka sebagian serabut otot tidak mendapatkan inervasi; sedangkan serabut otot yang mendapat innervasi dari akar saraf lain masih mendapatkan konduksi saraf. e. Kelumpuhan (plegia) terjadi akibat banyaknya motor unit, atau semua, dalam satu otot yang tidak terkonduksi, sehingga otot tersebut tidak bisa dikontraksikan. f. kelemahan (parese) terjadi akibat hanya sebagian motor unit dalam satu otot yang masih terkonduksi saraf, sehingga masih mampu untuk mengkontraksikan otot tersebut. Oleh karena hanya sebagian serabut otot yang terinervasi yang bekerja untuk menggerakkan satu otot, penderita GBS lebih cepat lelah. g. Selanjutnya bila otot tidak bisa berkontraksi berarti bagian badan tersebut tidak bergerak. Bila hal ini terjadi dalam kurun waktu lama, yang akan terjadi bukan hanya kekuatan otot yang terganggu, tetapi juga akan terjadi pemendekan otot, dan keterbatasan luas gerak sendi (LGS). h. Jadi akibat berkurangnya konduksi saraf, akan mengurangi jumlah motor unit yang bekerja, bahkan mungkin tidak ada sama sekali, sehingga kelemahan otot atau lumpuh sama sekali, dan akan terjadi pemendekan otot, dan pada akhirnya keterbatasan LGS.

LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

Citation preview

Page 1: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

1Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

LBM 2 MODUL 9

STEP 7

1. Apa yang menyebabkan lemah otot ?

a. Gangguan muskuloskeletal yang menonjol adalah berkurangnya kekuatan otot. kelemahan otot disebabkan oleh terhambatnya atau terhentinya konduksi saraf dari spinal cord ke neuromusculo junction, yang satuannya disebut motor unit. 

b. Satu motor unit adalah beberapa serat otot yang mendapatkan inervasi oleh satu motor neuron (Fredericks et all 1996). 

c. Saraf yang menginervasi motor neuron berasal dari akar saraf tulang belakang. Satu akar saraf bisa menginervasi ribuan motor neuron. Sebaliknya satu otot mungkin disarafi oleh beberapa motor neuron yang berasal dari beberapa akar saraf tulang belakang (Martini 1998). 

d. Jadi bila ada satu akar saraf mengalami gangguan, maka sebagian serabut otot tidak mendapatkan inervasi; sedangkan serabut otot yang mendapat innervasi dari akar saraf lain masih mendapatkan konduksi saraf.

e. Kelumpuhan (plegia) terjadi akibat banyaknya motor unit, atau semua, dalam satu otot yang tidak terkonduksi, sehingga otot tersebut tidak bisa dikontraksikan. 

f. kelemahan (parese) terjadi akibat hanya sebagian motor unit dalam satu otot yang masih terkonduksi saraf, sehingga masih mampu untuk mengkontraksikan otot tersebut. Oleh karena hanya sebagian serabut otot yang terinervasi yang bekerja untuk menggerakkan satu otot, penderita GBS lebih cepat lelah.

g. Selanjutnya bila otot tidak bisa berkontraksi berarti bagian badan tersebut tidak bergerak. Bila hal ini terjadi dalam kurun waktu lama, yang akan terjadi bukan hanya kekuatan otot yang terganggu, tetapi juga akan terjadi pemendekan otot, dan keterbatasan luas gerak sendi (LGS). 

h. Jadi akibat berkurangnya konduksi saraf, akan mengurangi jumlah motor unit yang bekerja, bahkan mungkin tidak ada sama sekali, sehingga kelemahan otot atau lumpuh sama sekali, dan akan terjadi pemendekan otot, dan pada akhirnya keterbatasan LGS.

(http://www.fisiosby.com/index.php?option=com_content&task=view&id=11&Itemid=7)

2. Mengapa tidak terjadi demam?

PENYEBABBeberapa infeksi,peradangan,neoplasma, reaksi hipersensitif yang menyebabkan demam.

Demam secara luas dapat dibagi menjadi demam yang bersifat akut dan demam yang bersifat kronis.

DEMAM AKUTDemam akut banyak ditemukan pada keadaan perjalanan penyakit yang secara nyata disebabkan oleh infeksi yang terjadi pada saluran nafas bagian atas atau infeksi pada saluran kemih. Penyakit akibat virus, alergi obat (khususnya antibiotik), dan penyakit jaringan penyambung merupakan penyebab yang sangat penting. Jika gejala-gejala yang menyertai demam timbul akan membantu

Page 2: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

2Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

dalam mendiagnosa penyakit. Pada beberapa sebab penyakit, demam akan muncul dalam beberapa hari.

DEMAM KRONISPada sebagian besar pasien dengan demam yang berlangsung selama 1-2 minggu, penyebab

mendasar (utama) dapat segera ditemukan atau pasien secara spontan dapat sembuh dengan sendirinya. Seperti pada kasus sebelumnya (demam akut), penyakit akibat virus yang berlangsung lama, biasanya dianggap sebagai penyebab demam. Pada sebagian kecil pasien, pemeriksaan fisik dan tes dasar tidak dapat mengungkapakan penyebab demam yang belangsung lama. Beberapa pasien dianggap tidak memiliki pengetahuan dasar mengenai demam yang dideritanya jika demamnya mengalami peningkatan setiap hari pada pengukuran suhu oral hingga mencapai 38°C atau lebih tinggi selama tiga minggu tanpa penyebab yang pasti. Berdasarkan hasil penelitian mengenai definisi ada berbagai macam penyebab dan kejadian demam yang bersifat lama dapat dinilai.

Table 1. penyebab demam yang tidak diketahui asalnya        Infeksi (40%) – endocarditis ; abscesses; zoonoses ( Q fever, brucella, leptospira); Epstein-Barr

virus, cytomegalovirus; neoplasia (20%); hodgin’s disease; penyakit lymphoma lain; hypernephroma; leukemia dan hepatoma.

        Immune-mediaated (20%) – sistemik lupus erytromatosus: polymyalgia rheumatic; polyarteritis nodosa; stills disease dan idiopatic vasculitis

        Miscellaneous (20%)- tidak diagnose, obat demam (gold, phenytoin, penicillin) dan granulomatous disease (sacroid, crohn’s)

Page 3: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

3Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

Sumber : Whitby M. The febrile patient Aust Fam Physician 1993 Oct;22:10:1753-176

3. mengapa terjadi kelumpuhan otot otot wajah? paralisis   (atau kelemahan) pada   otot - otot   di   wajah , diduga akibat inflamasi pada nervus kranialis ketujuh yang dikenal sebagai nervus fasialis yang menstimulasi otot-otot wajah

Sumber : Whitby M. The febrile patient Aust Fam Physician 1993 Oct;22:10:1753-176

4. Bagaimana bisa terjadi hipestesi?ada gangguan system saraf,yaitu bisa terjadi di system saraf sensorik dan system saraf motorik.sehingga perjalanan rangsanganya yang diterima itu terganggu sehingga responya juga lambat.

5. Hal apa yang mendasari dokter tersebut menyarankan untuk melakukan pemeriksaan urin,darah,dan EMG? Electro Miography ( EMG ) / Nreve Conduction Study ( NCS )EMG / NCS merupakan tes yang aman dan non invasif yang digunakan untuk pemeriksaansaraf pada lengan dan kaki.EMG / NCS dapat memberikan informasi tentang :1. Adanya kerusakan pada saraf2. Lama terjadinya kerusakan saraf ( akut atau kronik )3. Lokasi terjadinya kerusakan saraf ( bagian proksimalis atau distal )4. Tingkat keparahan dari kerusakan saraf5. Memantau proses penyembyhan dari kerusakan sarafHasil dari EMG dan MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi fisik pasien dimana mungkin perlu dilakukan tindakan selanjutnya yaitu pambedahan.

WISHNU SUBROTO, S.St.FT. LBP (Low Back Pain)

EMG : - untuk melihat kekuatan kontraksi otot.Kelumpuhan ada 2 tingkat,yaitu :1) Lmn2) Umn

6. Mengapa penderita mengalami gangguan menelan ringan ?    Gejala saraf kranial  ± 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain

Japardi, Iskandar. 2002. Sindroma Guillain-Barre. USU digital library.

   Disfagia merupakan gejala kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung.Kegagalan dapat terjedi pada kelainan neuromuskular, sumbatan mekanik sepanjang saluran mulai dari rongga mulut sampai lambung serta gangguan emosi .Disfagia dapat disertai dengan rasa nyeri yang disebut odinofagia.

Berdasarkan difinisi menurut para pakar (Mettew, Scott Brown dan Boeis) disfagia dibagi berdasarkan letak kelainannya yaitu di rongga mulut, orofaring, esofagus atau berdasarkan mekanismenya yaitu dapat menelan tetapi enggan, memang dapat menelan atau tidak dapat

Page 4: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

4Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

menelan sama sekali, atau baru dapat menelan jika minum segelas air, atau kelainannya hanya dilihat dari gangguan di esofagusnya.

  

EVALUASI KLINIK DISFAGIA.Perlu diingat bahwa masalah disfagia dapat timbul karna :Berdasarkan proses mekanisme deglutasinya dapat dibagi :

1. Sumbatan mekanik/Disfagia mekanik baik intraluminal atau ekstraluminal (penekanan dari luar lumen esofagus)

2. kelainan Neurologi/Disfagia neurogenik/disfagia motorik mulai dari kelainan korteks serebri, pusat menelan di batang otak sampai neurosensori-muskular.

3. Kelainan emosi berat/ Disfagia psikogenik. Berdasar proses mekanisme deglutasi diatas dibagi lagi menjadi :

1.      Transfer dysphagia kalau kelainannya akibat kelainan neuromotor di fase oral dan faringeal.

2.     Transit dysphagia bila disfagia disebabkan gangguan peristaltik baik primer/sekunder dan kurangnya relaksasi sfingter esofagus bagian bawah.

3.      Obstructive dysphagia bila disebabkan penyempitan atau stenosis di faring dan esofagus Berdasarkan letak organ anatomi dapat dibagi menjadi :

1. Disfagia gangguan fase oral2. Disfagia gangguan fase faringeal3. Disfagia gangguan fase esofageal

 Berdasarkan penyebab/etiologi dapat dibagi menjadi :

1.    Kelainan kongenital (K)2.    Inflamasi/radang (R)3.    trauma (T)4.    Benda asing (B)5.    Neoplasma (N)6.    Psikis (P)7.    kelainan endokrin (E)8.    kelainan kardio vaskuler (KV)9.    kelainan neurologi/saraf (S)10.Penyakit degeneratif (D)11.Iatrogenik seperti akibat operasi, kemoterapi dan radiasi (I)

Soepardi A Efianty. Penatalaksanaan disfagia secara komprehensif. Acara ilmiah penglepasan purna tugas Prof Dr. Bambang.2002

7. Apa hubungan BAB dan BAK dengan penyebab penyakit pada skenario? Ada lemah otot di usus. Pada saat BAB itu terjadi kontraksi Dianus itu terdapat otot volunteer dan involunter,jadi ototnya tidak mengalami

gangguan. Virusnya tidak sampai menginfeksi gastrointestinal.

BAB dan BAK dikendalikan oleh saraf otonom dan sadar.(cari gambar arkus gerak)

Page 5: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

5Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

8. Apa diagnosis penyakit pada scenario?

1.      Miastenia gravis akut, tidak muncul sebagai paralisis asendens, meskipun terdapat ptosis dan kelemahan okulomotor. Otot mandibula penderita GBS tetap kuat, sedangkan pada miastenia otot mandibula akan melemah setelah beraktivitas; selain itu tidak didapati defisit sensorik ataupun arefleksia.

2.      Thrombosis arteri basilaris, dibedakan dari GBS dimana pada GBS, pupil masih reaktif, adanya arefleksia dan abnormalitas gelombang F; sedangkan pada infark batang otak terdapat hiperefleks serta refleks patologis Babinski

3.      Paralisis periodik, ditandai oleh paralisis umum mendadak tanpa keterlibatan otot pernafasan dan hipo atau hiperkalemia.

4.      Botulisme, didapati pada penderita dengan riwayat paparan makanan kaleng yang terinfeksi. Gejala dimulai dengan diplopia disertai dengan pupil yang non-reaktif pada fase awal, serta adanya bradikardia; yang jarang terjadi pada pasien GBS.

5.     Tick paralysis, paralisis flasid tanpa keterlibatan otot pernafasan; umumnya terjadi pada anak-anak dengan didapatinya kutu (tick) yang menempel pada kulit.

6.       Porfiria intermiten akut, terdapat paralisis respiratorik akut dan mendadak, namun pada pemeriksaan urin didapati porfobilinogen dan peningkatan serum asam aminolevulinik delta.

7.    Neuropati akibat logam berat; umumnya terjadi pada pekerja industri dengan riwayat kontak dengan logam berat. Onset gejala lebih lambat daripada GBS.

8.     Cedera medulla spinalis, ditandai oleh paralisis sensorimotor di bawah tingkat lesi dan paralisis sfingter. Gejala hamper sama yakni pada fase syok spinal, dimana refleks tendon akan menghilang.

9.      Poliomyelitis, didapati demam pada fase awal, mialgia berat, gejala meningeal, yang diikuti oleh paralisis flasid asimetrik.

10.  Mielopati servikalis. Pada GBS, terdapat keterlibatan otot wajah dan pernafasan jika muncul paralisis, defisit sensorik pada tangan atau kaki jarang muncul pada awal penyakit, serta refleks tendon akan hilang dalam 24 jam pada anggota gerak yang sangat lemah dalam melawan gaya gravitasi.

·       DD untuk fase awal GBS: Mielitis akut, Poliomyelitis anterior akut, Porphyria intermitten akut, Polineuropati post difteri.

Japardi, Iskandar. 2002. Sindroma Guillain-Barre. USU digital library.

9. Apa yang dimaksud fisiologi gerak dari otot (otot lurik) yang normal?

TAHAP-TAHAP KONTRAKSI OTOT RANGKA Pelepasan muatan oleh neuron motorik Pelepasan transmitter (asetilkolin) di end-plate motorik. Pengikatan acetylkolin ke reseptor acetylkolin yang nikotinik. Peningkatan konduktasi Na+ dan K+ di membrane end-plate Pembentukan potensial end plate Pembentukan potensial aksi di serabut-serabut otot Penyebaran depolarisasi ke dalam di sepanjang tubulus T Pelepasan Ca2+ dari sisterna terminalis reticulum sarkoplasma serta difusi Ca2+ ke filament

tebal dan filament tipis. Pengikatan Ca2+ ke troponin C, seingga membuka tempat pengikatan myosin di molekul

aktin

Page 6: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

6Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

Pembentukan ikatan silang antar aktin dan myosin dan pergeseran filament tipis pada filament tebal, sehingga menghasilkan gerakan.

Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed. 22. Jakarta: EGC.

10. Eksitasi saraf?11. Neuro muscular junction?12. Unit motor and plate neuro muscular junction?

13. Apa saja jenis otot itu?Otot polosMempunyai inti satu di tengah, seran lintangnya tidak jelas, bekerja di bawah kesadaran. Biasanya terdapat di otot-otot saluran pencernaan, pernafasan.Otot rangkaMemiliki gambaran seran lintang yang jelas, biasanya tidak berkontraksi tanpa rangsangan dari syaraf, tidak memiliki hubungan anatomi dan fungsional di antar serabut ototnya, di bawah kendali volunteer.Otot jantung Otot jantung berpola serat lintang, tetapi membentuk sinsitium fungsional serta berkontraksi secara ritmik walaupun tanpa persyarafan eksternal, karena memiliki sel-sel pemacu, di miokardium yang mencetuskan impuls spontan

Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed. 22. Jakarta: EGC.

Page 7: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

7Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

1. Otot Lurik 

Sel berbentuk silindris , panjang > 4cm, inti sel lebih dari Satu

Sebagian besar sarkoplasma terisi oleh myofibril

Inti oval terletak dipinggir sel

>> myoglobin

>Glikogen

Dengan mikroskop cahaya :

o Pita gelap : A

o Pita terang : I

o Z line : garis yang membagi I bands

o Sarkomer

2. Otot Jantung

Dgn mikroskop : 

tampak bergaris Serabut otot tdk membentuk sinsitium 

Panjang sel 80 µm dan ø 15 µm 

Nukleus satu, bulat, letak ditengah 

Cardiac myoctes bercabang 

Pada potongan tranversal ukuran sel tidak sama 

Sambungan antar sel membentuk intercalated disc

3. Otot Polos

Bentuk fusiform, panjang ± 0.2 mm, ø 5-6 µm 

Punya satu inti terletak ditengah 

Dibawah mikroskop cahaya tidak tampak bergaris 

Myofilamen << 

Tersusun dlm lapisan sel ( bagian tebal sel berdampingan dgn ujung sel disebelahnya) 

Jenis otot polos : Multi unit dan Single unit ( gap junction)

http://www.slideshare.net/sugiritama/struktur-histologis-otot dr. Sugiritama, M.Kes

14. Apa manifestasi klinis dari penyakit tersebut?

Page 8: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

8Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

Japardi, Iskandar. 2002. Sindroma Guillain-Barre. USU digital library.

SGB

SGB (syndrome Guillain Barre)

GBS merupakan suatu kelompok heterogen dari proses yang diperantarai oleh imunitas, suatu kelainan yang jarang terjadi; dimana sistem imunitas tubuh menyerang sarafnya sendiri. Kelainan ini ditandai oleh adanya disfungsi motorik, sensorik, dan otonom. Dari bentuk klasiknya, GBS merupakan suatu polineuopati demielinasi dengan karakteristik kelemahan otot asendens yang simetris dan progresif, paralisis, dan hiporefleksi,

Page 9: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

9Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

dengan atau tanpa gejala sensorik ataupun otonom. Namun, terdapat varian GBS yang melibatkan saraf kranial ataupun murni motorik. Pada kasus berat, kelemahan otot dapat menyebabkan kegagalan nafas sehingga mengancam jiwa.

Penyebab

Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui, namun umumnya dicetuskan oleh infeksi saluran pernafasan atau pencernaan. Semua kelompok usia dapat terkena penyakit ini, namun paling sering terjadi pada dewasa muda dan usia lanjut. Pada tipe yang paling berat, sindroma Guillain-Barre menjadi suatu kondisi kedaruratan medis yang membutuhkan perawatan segera. Sekitar 30% penderita membutuhkan penggunaan alat bantu nafas sementara

Patagonesis dan Patofosiologi

Tidak ada yang mengetahui dengan pasti bagaimana GBS terjadi dan dapat menyerang sejumlah orang. Yang diketahui ilmuwan sampai saat ini adalah bahwa sistem imun menyerang tubuhnya sendiri, dan menyebabkan suatu penyakit yang disebut sebagai penyakit autoimun. Umumnya sel-sel imunitas ini menyerang benda asing dan organisme pengganggu; namun pada GBS, sistem imun mulai menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson saraf perifer, atau bahkan akson itu sendiri. Terdapat sejumlah teori mengenai bagaimana sistem imun ini tiba-tiba menyerang saraf, namun teori yang dikenal adalah suatu teori yang menyebutkan bahwa organisme (misalnya infeksi virus ataupun bakteri) telah mengubah keadaan alamiah sel-sel sistem saraf, sehingga sistem imun mengenalinya sebagai sel-sel asing. Organisme tersebut kemudian menyebabkan sel-sel imun, seperti halnya limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T yang tersensitisasi bersama dengan limfosit B akan memproduksi antibodi melawan komponen-komponen selubung myelin dan menyebabkan destruksi dari myelin.

Akson adalah suatu perpanjangan sel-sel saraf, berbentuk panjang dan tipis; berfungsi sebagai pembawa sinyal saraf. Beberapa akson dikelilingi oleh suatu selubung yang dikenal sebagai myelin, yang mirip dengan kabel listrik yang terbungkus plastik. Selubung myelin bersifat insulator dan melindungi sel-sel saraf. Selubung ini akan meningkatkan baik kecepatan maupun jarak sinyal saraf yang ditransmisikan. Sebagai contoh, sinyal dari otak ke otot dapat ditransmisikan pada kecepatan lebih dari 50 km/jam.

Myelin tidak membungkus akson secara utuh, namun terdapat suatu jarak diantaranya, yang dikenal sebagai Nodus Ranvier; dimana daerah ini merupakan daerah yang rentan diserang. Transmisi sinyal saraf juga akan diperlambat pada daerah ini, sehingga semakin banyak terdapat nodus ini, transmisi sinyal akan semakin lambat.

Pada GBS, terbentuk antibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi terhadap adanya antigen atau partikel asing dalam tubuh, seperti bakteri ataupun virus. Antibodi yang bersirkulasi dalam darah ini akan mencapai myelin serta merusaknya, dengan bantuan sel-sel leukosit, sehingga terjadi inflamasi pada saraf. Sel-sel inflamasi ini akan mengeluarkan sekret kimiawi yang akan mempengaruhi sel Schwan, yang seharusnya membentuk materi lemak penghasil myelin. Dengan merusaknya, produksi myelin akan

Page 10: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

10Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

berkurang, sementara pada waktu bersamaan, myelin yang ada telah dirusak oleh antibodi tubuh. Seiring dengan serangan yang berlanjut, jaringan saraf perifer akan hancur secara bertahap. Saraf motorik, sensorik, dan otonom akan diserang; transmisi sinyal melambat, terblok, atau terganggu; sehingga mempengaruhi tubuh penderita. Hal ini akan menyebabkan kelemahan otot, kesemutan, kebas, serta kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk berjalan.10 Untungnya, fase ini bersifat sementara, sehingga apabila sistem imun telah kembali normal, serangan itu akan berhenti dan pasien akan kembali pulih.

Seluruh saraf pada tubuh manusia, dengan pengecualian pada otak dan medulla spinalis, merupakan bagian dari sistem saraf perifer, yakni terdiri dari saraf kranialis dan saraf spinal. Saraf-saraf perifer mentransmisikan sinyal dari otak dan medulla spinalis, menuju dan dari otot, organ, serta kulit. Tergantung fungsinya, saraf dapat diklasifikasikan sebagai saraf perifer motorik, sensorik, dan otonom (involunter).

Pada GBS, terjadi malfungsi pada sistem imunitas sehingga muncul kerusakan sementara pada saraf perifer, dan timbullah gangguan sensorik, kelemahan yang bersifat progresif, ataupun paralisis akut. Karena itulah GBS dikenal sebagai neuropati perifer.

GBS dapat dibedakan berbagai jenis tergantung dari kerusakan yang terjadi. Bila selubung myelin yang menyelubungi akson rusak atau hancur , transmisi sinyal saraf yang melaluinya akan terganggu atau melambat, sehingga timbul sensasi abnormal ataupun kelemahan. Ini adalah tipe demyelinasi; dan prosesnya sendiri dinamai demyelinasi primer.

Akson merupakan bagian dari sel saraf 1, yang terentang menuju sel saraf 2. Selubung myelin berbentuk bungkus, yang melapisi sekitar akson dalam beberapa lapis.

Pada tipe aksonal, akson saraf itu sendiri akan rusak dalam proses demyelinasi sekunder; hal ini terjadi pada pasien dengan fase inflamasi yang berat. Apabila akson ini putus, sinyal saraf akan diblok, dan tidak dapat ditransmisikan lebih lanjut, sehingga timbul kelemahan dan paralisis pada area tubuh yang dikontrol oleh saraf tersebut. Tipe ini terjadi paling sering setelah gejala diare, dan memiliki prognosis yang kurang baik, karena regenerasi akson membutuhkan waktu yang panjang dibandingkan selubung myelin, yang sembuh lebih cepat.

Tipe campuran merusak baik akson dan myelin. Paralisis jangka panjang pada penderita diduga akibat kerusakan permanen baik pada akson serta selubung saraf. Saraf-saraf perifer dan saraf spinal merupakan lokasi utama demyelinasi, namun, saraf-saraf kranialis dapat juga ikut terlibat.

Manifestasi Klinis

Pasien dengan GBS umumnya hanya akan mengalami satu kali serangan yang berlangsung selama beberapa minggu, kemudian berhenti spontan untuk kemudian pulih kembali.

Perjalanan penyakit GBS dapat dibagi menjadi 3 fase:

Page 11: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

11Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

1. Fase progresif. Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak timbulnya gejala awal sampai gejala menetap, dikenal sebagai 'titik nadir'. Pada fase ini akan timbul nyeri, kelemahan progresif dan gangguan sensorik; derajat keparahan gejala bervariasi tergantung seberapa berat serangan pada penderita. Kasus GBS yang ringan mencapai nadir klinis pada waktu yang sama dengan GBS yang lebih berat. Terapi secepatnya akan mempersingkat transisi menuju fase penyembuhan, dan mengurangi resiko kerusakan fisik yang permanen. Terapi berfokus pada pengurangan nyeri serta gejala.

2. Fase plateau. Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil, dimana tidak didapati baik perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah berhenti, namun derajat kelemahan tetap ada sampai dimulai fase penyembuhan. Terapi ditujukan terutama dalam memperbaiki fungsi yang hilang atau mempertahankan fungsi yang masih ada. Perlu dilakukan monitoring tekanan darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi, keseimbangan cairan, serta status generalis. Imunoterapi dapat dimulai di fase ini. Penderita umumnya sangat lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan khusus, serta fisioterapi. Pada pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang meradang serta kekakuan otot dan sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu proses penyembuhan dimulai. Lama fase ini tidak dapat diprediksikan; beberapa pasien langsung mencapai fase penyembuhan setelah fase infeksi, sementara pasien lain mungkin bertahan di fase plateau selama beberapa bulan, sebelum dimulainya fase penyembuhan.

3. Fase penyembuhan Akhirnya, fase penyembuhan yang ditunggu terjadi, dengan perbaikan dan penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti memproduksi antibody yang menghancurkan myelin, dan gejala berangsur-angsur menghilang, penyembuhan saraf mulai terjadi. Terapi pada fase ini ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk membentuk otot pasien dan mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot yang normal, serta mengajarkan penderita untuk menggunakan otot-ototnya secara optimal. Kadang masih didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama fase ini juga bervariasi, dan dapat muncul relaps. Kebanyakan penderita mampu bekerja kembali dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya tetap menunjukkan gejala ringan samapi waktu yang lama setelah penyembuhan. Derajat penyembuhan tergantung dari derajat kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi.

Terdapat enam subtipe sindroma Guillain-Barre, yaitu:

1. Radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP), yang merupakan jenis GBS yang paling banyak ditemukan, dan sering disinonimkan dengan GBS. Disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang membrane sel Schwann.

2. Sindroma Miller Fisher (MFS), merupakan varian GBS yang jarang terjadi dan bermanifestasi sebagai paralisis desendens, berlawanan dengan jenis GBS yang biasa terjadi. Umumnya mengenai otot-otot okuler pertama kali dan terdapat trias gejala, yakni oftalmoplegia, ataksia, dan arefleksia. Terdapat antibodi Anti-GQ1b dalam 90% kasus.

3. Neuropati aksonal motorik akut (AMAN) atau sindroma paralitik Cina; menyerang nodus motorik Ranvier dan sering terjadi di Cina dan Meksiko. Hal ini disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang aksoplasma saraf perifer. Penyakit ini musiman dan

Page 12: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

12Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

penyembuhan dapat berlangsung dengan cepat. Didapati antibodi Anti-GD1a, sementara antibodi Anti-GD3 lebih sering ditemukan pada AMAN.

4. Neuropati aksonal sensorimotor akut (AMSAN), mirip dengan AMAN, juga menyerang aksoplasma saraf perifer, namun juga menyerang saraf sensorik dengan kerusakan akson yang berat. Penyembuhan lambat dan sering tidak sempurna.

5. Neuropati panautonomik akut, merupakan varian GBS yang paling jarang; dihubungkan dengan angka kematian yang tinggi, akibat keterlibatan kardiovaskular dan disritmia.

6. Ensefalitis batang otak Bickerstaff's (BBE), ditandai oleh onset akut oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran, hiperefleksia atau refleks Babinski (menurut Bickerstaff, 1957; Al-Din et al.,1982). Perjalanan penyakit dapat monofasik ataupun diikuti fase remisi dan relaps. Lesi luas dan ireguler terutama pada batang otak, seperti pons, midbrain, dan medulla. Meskipun gejalanya berat, namun prognosis BBE cukup baik.

Diagnosis

* Kerusakan myelin pada GBS menyebabkan adanya gangguan fungsi saraf perifer, yakni motorik, sensorik, dan otonom. Manifestasi klinis yang utama adalah kelemahan motorik yang bervariasi, dimulai dari ataksia sampai paralisis motorik total yang melibatkan otot-otot pernafasan sehingga menimbulkan kematian. Awalnya pasien menyadari adanya kelemahan pada tungkainya, seperti halnya 'kaki karet', yakni kaki yang cenderung tertekuk (buckle), dengan atau tanpa disestesia (kesemutan atau kebas).

* Umumnya keterlibatan otot distal dimulai terlebih dahulu (paralisis asendens Landry),1 meskipun dapat pula dimulai dari lengan. Seiring perkembangan penyakit, dalam periode jam sampai hari, terjadi kelemahan otot-otot leher, batang tubuh (trunk), interkostal, dan saraf kranialis.

* Pola simetris sering dijumpai, namun tidak absolut. Kelemahan otot bulbar menyebabkan disfagia orofaringeal, yakni kesulitan menelan dengan disertai oleh drooling dan/atau terbukanya jalan nafas, serta kesulitan bernafas.

* Kelemahan otot wajah juga sering terjadi pada GBS, baik unilateral ataupun bilateral; sedangkan abnormalitas gerak mata jarang, kecuali pada varian Miller Fisher.

* Gangguan sensorik merupakan gejala yang cukup penting dan bervariasi pada GBS. Hilangnya sensibilitas dalam atau proprioseptif (raba-tekan-getar) lebih berat daripada sensibilitas superfisial (raba nyeri dan suhu).1 Sensasi nyeri merupakan gejala yang sering muncul pada GBS, yakni rasa nyeri tusuk dalam (deep aching pain) pada otot-otot yang lemah, namun nyeri ini terbatas dan harus segera diatasi dengan analgesik standar. dan arefleksia. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu umumnya ringan; bahkan Disfungsi kandung kencing dapat terjadi pada kasus berat, namun sifatnya transien; bila gejalanya berat, harus dicurigai adanya penyakit medulla spinalis. Tidak dijumpai

Page 13: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

13Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

demam pada GBS; jika ada, perlu dicurigai penyebab lainnya. Pada kasus berat, didapati hilangnya fungsi otonom, dengan manifestasi fluktuasi tekanan darah, hipotensi ortostatik, dan aritmia jantung.

Pemeriksaan penunjang

1. Cairan serebrospinal (CSS) Yang paling khas adalah adanya disosiasi sitoalbuminik, yakni meningkatnya jumlah protein (100-1000 mg/dL) tanpa disertai adanya pleositosis (peningkatan hitung sel). Pada kebanyakan kasus, di hari pertama jumlah total protein CSS normal; setelah beberapa hari, jumlah protein mulai naik, bahkan lebih kanjut di saat gejala klinis mulai stabil, jumlah protein CSS tetap naik dan menjadi sangat tinggi. Puncaknya pada 4-6 minggu setelah onset. Derajat penyakit tidak berhubungan dengan naiknya protein dalam CSS. Hitung jenis umumnya di bawah 10 leukosit mononuclear/mm

2. Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) dan elektromiografi (EMG) Manifestasi elektrofisiologis yang khas dari GBS terjadi akibat demyelinasi saraf, antara lain prolongasi masa laten motorik distal (menandai blok konduksi distal) dan prolongasi atau absennya respon gelombang F (tanda keterlibatan bagian proksimal saraf), blok hantar saraf motorik, serta berkurangnya KHS. Pada 90% kasus GBS yang telah terdiagnosis, KHS kurang dari 60% normal.

3. EMG menunjukkan berkurangnya rekruitmen motor unit Dapat pula dijumpai degenerasi aksonal dengan potensial fibrilasi 2-4 minggu setelah onset gejala, sehingga ampilitudo CMAP dan SNAP kurang dari normal. Derajat hilangnya aksonal ini telah terbukti berhubungan dengan tingkat mortalitas yang tinggi serta disabilitas jangka panjang pada pasien GBS, akibat fase penyembuhan yang lambat dan tidak sempurna. Sekitar 10% penderita menunjukkan penyembuhan yang tidak sempurna, dengan periode penyembuhan yang lebih panjang (lebih dari 3 minggu) serta berkurangnya KHS dan denervasi EMG.

4. Pemeriksaan darah Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear sedang dengan pergeseran ke bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal dan fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis; eosinofilia jarang ditemui. Laju endap darah dapat meningkat sedikit atau normal, sementara anemia bukanlah salah satu gejala.

5. Dapat dijumpai respon hipersensitivitas antibodi tipe lambat, dengan peningkatan immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM, akibat demyelinasi saraf pada kultur jaringan. Abnormalitas fungsi hati terdapat pada kurang dari 10% kasus, menunjukkan adanya hepatitis viral yang akut atau sedang berlangsung; umumnya jarang karena virus hepatitis itu sendiri, namun akibat infeksi CMV ataupun EBV.

6. Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan adanya perubahan gelombang T serta sinus takikardia. Gelombang T akan mendatar atau inverted pada lead lateral. Peningkatan voltase QRS kadang dijumpai, namun tidak sering.

7. Tes fungsi respirasi (pengukuran kapasitas vital paru) akan menunjukkan adanya insufisiensi respiratorik yang sedang berjalan (impending).

Page 14: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

14Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

8. Pemeriksaan patologi anatomi, umumnya didapati pola dan bentuk yang relatif konsisten; yakni adanya infiltrat limfositik mononuklear perivaskuler serta demyelinasi multifokal. Pada fase lanjut, infiltrasi sel-sel radang dan demyelinasi ini akan muncul bersama dengan demyelinasi segmental dan degenerasi wallerian dalam berbagai derajat Saraf perifer dapat terkena pada semua tingkat, mulai dari akar hingga ujung saraf motorik intramuskuler, meskipun lesi yang terberat bila terjadi pada ventral root, saraf spinal proksimal, dan saraf kranial. Infiltrat sel-sel radang (limfosit dan sel mononuclear lainnya) juga didapati pada pembuluh limfe, hati, limpa, jantung, dan organ lainnya.

Diagnosis GBS umumnya ditentukan oleh adanya kriteria klinis dan beberapa temuan klinis yang didukung oleh pemeriksaan elektrofisiologis dan cairan serebrospinal (CSS),

Kriteria Diagnostik untuk Sindroma Guillain-Barre

Temuan yang dibutuhkan untuk diagnosis

 

* Kelemahan progresif kedua anggota gerak atau lebih

* Arefleksia 

Temuan klinis yang mendukung diagnosis  

* Gejala atau tanda sensorik ringan

* Keterlibatan saraf kranialis (bifacial palsies) atau saraf kranial lainnya

* Penyembuhan dimulai 2-4 minggu setelah progresivitas berhenti

* Disfungsi otonom

* Tidak adanya demam saat onset

* Progresivitas dalam beberapa hari hingga 4 minggu

* Adanya tanda yang relatif simetris

Temuan laboratorium yang mendukung diagnosis: 

* Peningkatan protein dalam CSS dengan jumlah sel <10 sel/ lμ

* Temuan elektrofisiologis mengenai adanya demyelinasi: melambatnya atau terbloknya hantaran saraf

Page 15: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

15Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

 

Diagnosis Banding

GBS harus dibedakan dari kondisi medis lainnya dengan gejala kelemahan motorik subakut lainnya, antara lain sebagai berikut:

1. Miastenia gravis akut, tidak muncul sebagai paralisis asendens, meskipun terdapat ptosis dan kelemahan okulomotor. Otot mandibula penderita GBS tetap kuat, sedangkan pada miastenia otot mandibula akan melemah setelah beraktivitas; selain itu tidak didapati defisit sensorik ataupun arefleksia.

2. Thrombosis arteri basilaris, dibedakan dari GBS dimana pada GBS, pupil masih reaktif, adanya arefleksia dan abnormalitas gelombang F; sedangkan pada infark batang otak terdapat hiperefleks serta refleks patologis Babinski

3. Paralisis periodik, ditandai oleh paralisis umum mendadak tanpa keterlibatan otot pernafasan dan hipo atau hiperkalemia.

4. Botulisme, didapati pada penderita dengan riwayat paparan makanan kaleng yang terinfeksi.13 Gejala dimulai dengan diplopia13 disertai dengan pupil yang non-reaktif pada fase awal, serta adanya bradikardia; yang jarang terjadi pada pasien GBS.

5. Tick paralysis, paralisis flasid tanpa keterlibatan otot pernafasan; umumnya terjadi pada anak-anak dengan didapatinya kutu (tick) yang menempel pada kulit.

6. Porfiria intermiten akut, terdapat paralisis respiratorik akut dan mendadak, namun pada pemeriksaan urin didapati porfobilinogen dan peningkatan serum asam aminolevulinik delta.

7. Neuropati akibat logam berat; umumnya terjadi pada pekerja industri dengan riwayat kontak dengan logam berat. Onset gejala lebih lambat daripada GBS.

8. Cedera medulla spinalis, ditandai oleh paralisis sensorimotor di bawah tingkat lesi dan paralisis sfingter. Gejala hamper sama yakni pada fase syok spinal, dimana refleks tendon akan menghilang.

9. Poliomyelitis, didapati demam pada fase awal, mialgia berat, gejala meningeal, yang diikuti oleh paralisis flasid asimetrik.

10. Mielopati servikalis. Pada GBS, terdapat keterlibatan otot wajah dan pernafasan jika muncul paralisis, defisit sensorik pada tangan atau kaki jarang muncul pada awal penyakit, serta refleks tendon akan hilang dalam 24 jam pada anggota gerak yang sangat lemah dalam melawan gaya gravitasi.

Victor Maurice, Ropper Allan H. Adams and Victor's Principles of neurology. 7th edition. USA: the McGraw-Hill Companies; 2001. p.1380-87. 

Page 16: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

16Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

Poliomyelitis

o Definisi 

Poliomielitis merupakan suatu penyakit infeksi akut oleh sekelompok virus ultramikroskop yang bersifat neurotrofik yang awalnya menyerang saluran pencernaan dan pernapasan yang kemudian menyerang susunan saraf pusat melalui peredaran darah. Poliomielitis dapat disebabkan oleh virus tt (Brunchilde), tipe II (Lansing) dan tipe III (Leon).

Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi

o Etiologi

Virus poliomielitis mempunyai predileksi pada sel-sel kornu anterior, sumsum tulang belakang dan batang otak yang akan menyebabkan kerusakan sel-sel saraf dan terjadi paralisis jenis lower motor neuron yangbersifat flaksid dengan sensibilitas yang normal. Jumlah kerusakan dari motor unit akan memberikan gambaran beratnya kelumpuhan.

Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi

o Patologi 

o Klasifikasi 

Dari segi klinis, poliomielitis dibagi atas dua tipe, yaitu: 

o Tipe bulbar :Tipe ini lebih jarang ditemukan dan yang terkena adalah batang otak. 

o Bentuk spinal : Merupakan bentuk yang lebih sering ditemukan. Kelainan spinal merupakan kelainan yang akanmemberikan komplikasi ortopedi. 

o Manifestasi klinis

Terutama ditemukan pada anak-anak di bawah 5 tahun tetapi kadang-kadang dapat ditemukan pada anakremaja.

Penyakit berkembang melalui beberapa tahap, yaitu:

1. Fase inkubasi

Biasanya berakhir setelah 2 minggu.

2. Fase gejala umum

influensa

Page 17: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

17Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

nyeri kepala

rasa nyeri tulang belakang dan anggota gerak

malaise 

gejala-gejala mencret berlangsung sampai dengan 3 hari.

1. Fase paralisis mendadak

Fase ini berlangsung 3 hari sampai paling lama 2 bulan. Paralisis berlangsung sangat cepat biasanya beberapa jam sampai dengan 2 bulan. Variasi gejala paralisis tergantung dari bentuk kerusakan sel-sel saraf. Pada saat ini belum diperlukan tindakan khusus ortopedi. 

Pengobatan yang diberikan meliputi:

Isolasi penderita

Perawatan dengan posisi yang menyenangkan

Pencegahan nyeri dan spasme otot

Pemberian obat-obat sedatif

Pencegahan deformitas dan kontraktur otot

Pada fase paralisis mendadak ini harus disingkirkan kelainan-kelainan lain yang menyerupai peny poliomielitis.

1. Fase penyembuhan

Parese atau paralisis dapat bersifat reversibel dan ireversibel. 

Ada dua faktor yang mempengaruhi keadaan ini, yaitu: 

Beratnya kelumpuhan pada masa permulaan

Distribusi kerusakan yang terjadi

Pengobatan yang diberikan meliputi:

Penilaian kelumpuhan otot secara cermat segera setelah nyeri otot menghilang atau akhir paralisis akut berakhir (setelah 2 bulan) yaitu dengan pemeriksaan gambaran kekuatan otot (muscle chart) setiap bulan dalam 4 bulan pertama, setiap 2 bulan dalam 8 bulan berikutnya dan setiap 4 bulan sekali dalam tahun kedua.

Fisioterapi : Mekanoterapi merupakan jenis fisioterapi yang paling bermanfaat pada kelainan ini dan berguna untuk mencegah kontraktur, reedukasi otot dan melatih penderita untuk berjalan. 

Fase menahun atau fase paralisis residual

Pada fase menahun, pemulihan kekuatan otot sudah tidak diharapkan lagi apalagi bila penderita datang dengan tanpa pengobatan sebelumnya sehingga terdapat kontraktur terutama pada anggota gerak bawah yaitu pada panggul, lutut dan

Page 18: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

18Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

pergelangan kaki. Pada fase ini tindakan operatif bertujuan mengoreksi deformitas, mengembalikan keseimbangan otot dan stabilisasi sendi. 

Pengobatan meliputi:

Tindakan operasi

Operasi-operasi yang dapat dilakukan misalnya koreksi kontraktur pada panggul, koreksi sendi lutut dan sendi pergelangan kaki, serta dapat dilakukan operasi pemindahan otot untuk mengembalikan fungsi otot yang lemah.

Pemakaian alat-alat penguat atau alat bantu anggota gerak berupa ortotiks atau penyangga.Pengobatan bertujuan agar penderita dapat berjalan sendiri dan mandiri.

Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi

Diagnosis

Monoparesis / paraparesis flaksida dengan nyeri otot yang jelas

Tidak ada gangguan sensibilitas

Riwayat demam, nyeri kepala, ISPA/diare(+)

Tanda rangsangan meningeal

Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi

Pemeriksaan penunjang:

Lab darah,urin,feses

Lab LCS: Protein meningkat, Pleiositis, glukosa normal

Isolasi virus dari feses/orofaring

Pedoman Pelayanan Medik dan Standar Terapi Penyakit Syaraf

    Gambaran Klinis :

Terutama ditemukan pada anak-anak di bawah 5 tahun tetapi kadang-kadang dapat ditemukan pada anakremaja.

Penyakit berkembang melalui beberapa tahap, yaitu:

1. Fase inkubasi

Biasanya berakhir setelah 2 minggu.

2. Fase gejala umum

influensa

Page 19: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

19Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

nyeri kepala

rasa nyeri tulang belakang dan anggota gerak

malaise 

gejala-gejala mencret berlangsung sampai dengan 3 hari 

3. Fase paralisis mendadak

Fase ini berlangsung 3 hari sampai paling lama 2 bulan. Paralisis berlangsung sangat cepat biasanya beberapa jam sampai dengan 2 bulan. Variasi gejala paralisis tergantung dari bentuk kerusakan sel-sel saraf. Pada saat ini belum diperlukan tindakan khusus ortopedi. 

Pengobatan yang diberikan meliputi:

Isolasi penderita

Perawatan dengan posisi yang menyenangkan

Pencegahan nyeri dan spasme otot

Pemberian obat-obat sedatif

deformitas dan kontraktur otot

Pada fase paralisis mendadak ini harus disingkirkan kelainan-kelainan lain yang menyerupai peny poliomielitis.

4. Fase penyembuhan

Parese atau paralisis dapat bersifat reversibel dan ireversibel. 

Ada dua faktor yang mempengaruhi keadaan ini, yaitu: 

Beratnya kelumpuhan pada masa permulaan

Distribusi kerusakan yang terjadi

Pemulihan kelumpuhan otot dapat terjadi pada 3-6 bulan pertama dan masih dapat diharapkan sampai dengan 2 tahun. Hal ini juga merupakan patokan dalam pengobatan. Fase ini merupakan fase yang terpenting dalam bidang ortopedi karena disamping pengobatan ortopedi dapat dilakukan juga pencegahan terjadinya deformitas.

Tujuan pengobatan pada fase penyembuhan yaitu:

Mengharapkan pemulihan maksimal fungsi otot

Mengembalikan dan mempertahankan ruang lingkup gerakan sendi umum

Mencegah deformitas

Mengoreksi dan mengembalikan keadaan fisiologis dari anggota gerak normal bila keadaan memungkinkan

Page 20: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

20Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

 

Pengobatan yang diberikan meliputi:

Penilaian kelumpuhan otot secara cermat segera setelah nyeri otot menghilang atau akhir paralisis akut berakhir (setelah 2 bulan) yaitu dengan pemeriksaan gambaran kekuatan otot (muscle chart) setiap bulan dalam 4 bulan pertama, setiap 2 bulan dalam 8 bulan berikutnya dan setiap 4 bulan sekali dalam tahun kedua.

o Fisioterapi

Mekanoterapi merupakan jenis fisioterapi yang paling bermanfaat pada kelainan ini dan berguna untuk mencegah kontraktur, reedukasi otot dan melatih penderita untuk berjalan. 

Fase menahun atau fase paralisis residual

Pada fase menahun, pemulihan kekuatan otot sudah tidak diharapkan lagi apalagi bila penderita datang dengan tanpa pengobatan sebelumnya sehingga terdapat kontraktur terutama pada anggota gerak bawah yaitu pada panggul, lutut dan pergelangan kaki. Pada fase ini tindakan operatif bertujuan mengoreksi deformitas, mengembalikan keseimbangan otot dan sta

 

Miastenia Gravis

Myasthenia gravis adalah gangguan autoimun yang merusak komunikasi antara syaraf dan otot, mengakibatkan peristiwa kelemahan otot.

* Myasthenia gravis bisa diakibatkan dari kerusakan pada sistem kekebalan.* Orang biasanya mengalami kelopak mata layu dan penglihatan ganda, dan otot biasanya menjadi lelah dan lemah setelah olahraga.* Reaksi terhadap obat yang diberikan lewat infus membantu dokter memastikan apakah seseorang telah mengalami myasthenia gravis.* Elektromiografi, tes darah, dan tes imaging diperlukan untuk memastikan diagnosa tersebut.* Beberapa obat-obatan bisa meningkatkan kekuatan otot dengan cepat, dan lainnya bisa memperlambat kemajuan pada gangguan tersebut.

Myasthenia gravis lebih sering terjadi pada para wanita. Yang biasanya terjadi pada wanita berusia antara 20 dan 40 tahun. Meskipun begitu, gangguan tersebut bisa mempengaruhi para pria atau wanita pada usia berapapun. Jarang, terjadi selama masa kanak-kanak.

Pada myasthenia gravis, sistem kekebalan menghasilkan antibodi yang menyerang

Page 21: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

21Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

salah satu jenis reseptor pada otot samping pada simpul neuromukular-reseptor yang bereaksi terhadap neurotransmiter acetycholine. Akibatnya, komunikasi antara sel syaraf dan otot terganggu. Apa penyebab tubuh untuk menyerang reseptor acetylcholine sendiri-reaksi autoimun-tidak diketahui. Berdasarkan salah satu teori, kerusakan kelenjar thymus kemungkinan terlibat. Pada kelenjar thymus, sel tertentu pada sistem kekebalan belajar bagaimana membedakan antara tubuh dan zat asing. Kelenjar thymus juga berisi sel otot (myocytes) dengan reseptor acetylcholine. Untuk alasan yang tidak diketahui, kelenjar thymus bisa memerintahkan sel sistem kekebalan untuk menghasilkan antibodi yang menyerang acetylcholine. Orang bisa mewarisi kecendrungan terhadap kelainan autoimun ini. sekitar 65% orang yang mengalami myasthenia gravis mengalami pembesaran kelenjar thymus, dan sekitar 10% memiliki tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Sekitar setengah thymoma adalah kanker (malignant). Beberapa orang dengan gangguan tersebut tidak memiliki antibodi untuk reseptor acetylcholine tetapi memiliki antibodi terhadap enzim yang berhubungan dengan pembentukan persimpangan neuromuskular sebagai pengganti. Orang ini bisa memerlukan pengobatan berbeda.

PENYEBAB

Gangguan tersebut kemungkinan dipicu oleh infeksi, operasi, atau penggunaan obat-obatan tertentu, seperti nifedipine atau verapamil (digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi), quinine (digunakan untuk mengobati malaria), dan procainamide (digunakan untuk mengobati kelainan ritme jantung).

Neonatal myasthenia terjadi pada 12% bayi yang dilahirkan oleh wanita yang mengalami myasthenia gravis. Antibodi melawan acetylcholine, yang beredar di dalam darah, bisa lewat dari wanita hamil terus ke plasenta menuju janin. Pada beberapa kasus, bayi mengalami kelemahan otot yang hilang beberapa hari sampai beberapa minggu setelah lahir. Sisa 88% bayi tidak terkena.

GEJALAGejala klinik

Adalah kelemahan otot-otot lurik yang bertambah, berulang/terus menerus dan membaik setelah istirahat.

Gejala

- Diplopia

- Sakit kepala

- Gangguan menelan

- Lekas lelah setelah aktivitas secara terus menerus (Pedoman Pelayanan Medik dan Standar Terapi Penyakit Syaraf)

Gambaran Umum

Page 22: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

22Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

Awitan (kelemahan otot) biasanya tak jelas (insidious), tapi bila sudah berkembang sangat cepat , dan sering didahului oleh emosional upset dan infeksi (biasanya infeksi saluran nafas bagian atas)

Kelemahan otot pada MG sangat khas yaitu berupa kelemahan okulofasiobulbar yang fluktuatif (ptosis, diplopia, pusing kesulitan mengunyah dan menelan, bicara sengau)

Pada tingkat lanjut dapat terjadi kelemahan otot seluruh tubuh termasuk diafragma ( seluruh otot lurik dapat terkena, tapi otot polos dan jantung tidak dapat terkena)

Diagnosis

1. Gejala klinik

2. Tes farmakologik (Edrophonium, Neostigmin, kurare)

3. Pemeriksaan EMG

4. Pemeriksaan Laborat (radioimmuno assay untuk menemukan human antireseptor IgC dalam serum)

5. Pemeriksaan Radiologik

6. Pemeriksaan “stapedius reflex decay”

Peristiwa pada gejala-gejala yang memperburuk (exacerbation) adalah sering terjadi. Pada waktu yang lain, gejala-gejala kemungkinan kecil atau tidak ada.

Gejala-gejala yang paling sering terjadi adalah :

* Kelopak mata lemah dan layu.* Otot mata lemah, yang menyebabkan penglihatan ganda.* Kelemahan berlebihan pada otot yang terkena setelah digunakan.

Kelemahan tersebut hilang ketika otot beristirahat tetapi berulang ketika digunakan kembali.

Pada 40% orang dengan myasthenia gravis, otot mata terlebih dahulu terkena, tetapi 85% segera mengalami masalah ini. Pada 15% orang, hanya otot-otot mata yang terkena, tetapi pada kebanyakan orang, kemudian seluruh tubuh terkena, kesulitan berbicara dan menelan dan kelemahan pada lengan dan kaki adalah sering terjadi. Pegangan tangan bisa berubah-ubah antara lemah dan normal. Berubah-ubahnya pegangan ini disebut pegangan milkmaid. Otot leher bisa menjadi lemah. Sensasi tidak terpengaruh.

Ketika orang dengan myasthenia gravis menggunakan otot secara berulang-ulang, otot tersebut biasanya menjadi lemah. Misalnya, orang yang dahulu bisa menggunakan palu dengan baik menjadi lemah setelah memalu untuk beberapa menit. Meskipun begitu, kelemahan otot bervariasi dalam intensitas dari jam ke jam dan dari hari ke hari, dan rangkaian penyakit tersebut bervariasi secara luas. Sekitar 15% orang mengalami peristiwa berat (disebut myasthenia crisis), kadangkala dipicu oleh infeksi. Lengan dan kaki menjadi sangat lemah, tetapi bahkan kemudian, mereka tidak kehilangan rasa. Pada beberapa orang, otot diperlukan untuk pernafasan yang melemah. Keadaan

Page 23: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

23Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

ini mengancam nyawa.

DIAGNOSA

Dokter menduga myasthenia gravis pada orang dengan peristiwa kelemahan, khususnya ketika mata atau otot wajah terkena atau ketika kelemahan meningkat dengan penggunaan pada otot yang terkena dan hilang dengan istirahat. Karena acetylcholine receptor rusak, obat-obatan yang meningkatkan acetylcholine bisa digunakan untuk membantu memastikan diagnosa. Edrophonium, disuntikkan melalui intravena, sangat sering digunakan. Orang diminta untuk melatih otot yang terkena sampai capai. Kemudian mereka diberikan obat. Jika secara sementara dan cepat memperbaiki kekuatan otot, didiagnosa myasthenia gravis adalah ha yang mungkin.

Tes diagnosa lainnya diperlukan untuk memastikan diagnosa. Mereka termasuk electromyography (perangsangan otot, kemudian merekam kegiatan listrik mereka) dan tes darah untuk mendeteksi antibodi terhadap acetylcholine receptor dan kadangkala antibodi lain hadir pada orang dengan gangguan tersebut. Tes darah juga dilakukan untuk memeriksa gangguan lain. Computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) pada dada dilakukan untuk menilai kelenjar thymus dan untuk memastikan apakah thymoma ada.

PENGOBATAN

Obat-obatan kemungkinan digunakan untuk membantu meningkatkan kekuatan dengan cepat atau untuk menekan reaksi autoimun dan memperlambat kemajuan gangguan tersebut.

Obat-obatan yang meningkatkan jumlah acetylcholine, seperti pyridostigmine (diminum), bisa meningkatkan kekuatan otot. Kapsul beraksi lama tersedia untuk malam hari digunakan untuk membantu orang yang mengalami kelemahan berat atau kesulitan menelan ketika mereka bangun di pagi hari. Dokter harus secara bertahap menyesuaikan dosis tersebut, yang bisa meningkat selama peristiwa kelemahan. Meskipun begitu, dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan kelemahan yang sulit untuk dibedakan dari penyebab gangguan tersebut. Juga, keefektifan obat-obatan ini bisa berkurang dengan penggunaan jangka panjang. Peningkatan kelemahan, yang kemungkinan disebabkan penurunan keefektifan obat tersebut, harus diteliti oleh dokter dengan keahlian mengobati myasthenia gravis.

Efek samping yangs sering terjadi pada pyridostigmine termasuk kram perut dan diare. Obat-obatan yang memperlambat kegiatan pada saluran pencernaan, seperti atropine atau propantheline, kemungkinan diperlukan untuk menetralkan efek ini.

Untuk menekan reaksi autoimun, dokter bisa juga meresepkan kortikosteroid, seperti prednison, atau immunosuppressant, seperti cyclosporine atau azathioprine. Obat-obatan ini diminum. Kebanyakan orang membutuhkan untuk menggunakan kortikosteroid dengan tidak terbatas. Ketika kortikosteroid mulai diminum, gejala-gejala awalnya bisa memburuk, tetapi kemajuan terjadi dalam beberapa bulan. Dosis tersebut kemudian dikurangi hingga dosis minimum yang masih efektif. Kortokosteroid, ketika digunakan untuk waktu yang lama, bisa memiliki efek samping ringan atau berat. Dengan demikian, azathioprine kemungkinan diberikan sehingga kortikosteroid tersebut bisa dihentikan atau dosisnya dikurangi. Dengan azathioprine, perbaikan memerlukan waktu sekitar 18 bulan.

http://cariobat.blogspot.com/2010/03/miastenia-gravis-myasthenia-gravis.html

Page 24: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

24Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

Mengapa reflex fisiologis menurun dan reflex patologis negative??

Gejala Klinis SGB.

1. Kelumpuhan Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe lower motor neuron. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenderen ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke badan dan saraf kranialis. Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat dari bagian distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian proksimal.

2.Gangguan sensibilitasParestesi biasanya lebih jelas pada bagian distal ekstremitas, muka juga bisa dikenai dengan distribusi sirkumoral. Defisit sensoris objektif biasanya minimal dan sering dengan distribusi seperti pola kaus kaki dan sarung tangan. Sensibilitas ekstroseptif lebih sering dikenal dari pada sensibilitas proprioseptif. Rasa nyeri otot sering ditemui seperti rasa nyeri setelah suatu aktifitas fisik

3.Saraf KranialisSaraf kranialis yang paling sering dikenal adalah N.VII. Kelumpuhan otot-otot muka sering dimulai pada satu sisi tapi kemudian segera menjadi bilateral, sehingga bisa ditemukan berat antara kedua sisi. Semua saraf kranialis bisa dikenai kecuali N.I dan N.VIII. Diplopia bisa terjadi akibat terkenanya N.IV atau N.III. Bila N.IX dan N.X terkena akan menyebabkan gangguan berupa sukar menelan, disfonia dan pada kasus yang berat menyebabkan kegagalan pernafasan karena paralisis n. laringeus.

4.Gangguan fungsi otonomGangguan fungsi otonom dijumpai pada 25 % penderita SGB. Gangguan tersebut berupa sinus takikardi atau lebih jarang sinus bradikardi, muka jadi merah (facial flushing), hipertensi atau hipotensi yang berfluktuasi, hilangnya keringat atau episodic profuse diaphoresis. Retensi urin atau inkontinensia urin jarang dijumpai. Gangguan otonom ini jarang yang menetap lebih dari satu atau dua minggu.

5.Kegagalan pernafasanKegagalan pernafasan merupakan komplikasi utama yang dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan baik. Kegagalan pernafasan ini disebabkan oleh paralisis diafragma dan kelumpuhan otot-otot pernafasan, yang dijumpai pada 10-33 persen penderita.

6.PapiledemaKadang-kadang dijumpai papiledema, penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Diduga karena peninggian kadar protein dalam cairan otot yang menyebabkan penyumbatan villi arachoidales sehingga absorbsi cairan otak berkurang.

7.Perjalanan penyakitPerjalan penyakit ini terdiri dari 3 fase, seperti pada gambar 1. Fase progresif dimulai dari onset penyakit, dimana selama fase ini kelumpuhan bertambah berat sampai mencapai maksimal. Fase ini berlangsung beberapa dari sampai 4 minggu, jarang yang melebihi 8 minggu.Segera setelah fase progresif diikuti oleh fase plateau, dimana kelumpuhan telah mencapai maksimal dan menetap. Fase ini bisa pendek selama 2 hari, paling sering selama 3 minggu, tapi jarang yang melebihi 7 minggu.Fase rekonvalesen ditandai oleh timbulnya perbaikan kelumpuhan ektremitas yang berlangsung selama beberapa bulan.Seluruh perjalanan penyakit SGB ini

Page 25: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

25Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

berlangsung dalam waktu yang kurang dari 6 bulan.

Sindroma Guillain-Barre (SGB). dr-teetha

Sindroma Guillain-Barre (SGB)BAB IPENDAHULUAN

Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan keluarganya karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat menimbulkan kematian, meskipun pada umumnya mempunyai prognosa yang baik.Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory

Page 26: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

26Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

Demyelinating Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, menyerang semua umur. SGB merupakan suatu penyakit autoimun, dimana proses imunologis tersebut langsung mengenai sistem saraf perifer. Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita penyakit ini dan pada pemeriksaan patologis tidak ditemukan tanda-tanda radang.Periode laten antara infeksi dan gejala polineuritis memberi dugaan bahwa kemungkinan kelainan yang terdapat disebabkan oleh suatu respons terhadap reaksi alergi saraf perifer. Pada banyak kasus, infeksi sebelumnya tidak ditemukan, kadang-kadang kecuali saraf perifer dan serabut spinal ventral dan dorsal, terdapat juga gangguan medula spinalis dan medula oblongata.Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk SGB. Pengobatan secara simtomatis dan perawatan yang baik dapat memperbaiki prognosisnya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiParry mengatakan bahwa SGB adalah suatu polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis

2.2 SejarahPada tahun 1859, seorang neurolog Perancis, Jean-Baptiste Landry pertama kali menulis tentang penyakit ini, sedangkan istilah landry ascending paralysis diperkenalkan oleh Westphal. Osler menyatakan terdapatnya hubungan SGB dengan kejadian infeksi akut. Pada tahun 1916, Guillain, Barre dan Strohl menjelaskan tentang adanya perubahan khas berupa peninggian protein cairan serebrospinal (CSS) tanpa disertai peninggian jumlah sel. Keadaan ini disebut sebagai disosiasi sitoalbuminik. Nama SGB dipopulerkan oleh Draganescu dan Claudian. Menurut Lambert dan Murder mengatakan bahwa untuk menegakkan diagnosa SGB selainberdasarkan gejala klinis, pemeriksaan LCS, juga adanya kelainan pada pemeriksaan EMG dapat membantu menegakkan diagnosa. Terdapat perlambatan kecepatan hantar saraf pada EMG.

2.3 EpidemiologiPenyakit ini terjadi di seluruh dunia, kejadiannya pada semua musim. Dowling dkk mendapatkan frekwensi tersering pada akhir musism panas dan musim gugur dimana terjadi peningkatan kasus influenza. Pada penelitian Zhao Baoxun didapatkan bahwa penyakit ini hampir terjadi pada setiap saat dari setiap bulan dalam setahun, sekalipun demikian tampak bahwa 60% kasus terjadi antara bulan Juli s/d Oktober yaitu pada akhir musim panas dan musim gugur. Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang pertahun. Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinic melakukan penelitian mendapatkan insidensi rate 1.7 per 100.000 orang. Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak spesifik. Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak. Penelitian Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I,

Page 27: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

27Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

II, III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama. Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi pada bulan April sampai dengan Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau.2.4 EtiologiEtiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:1. Infeksi2. Vaksinasi3. Pembedahan4. Penyakit sistematik:a. Keganasanb. Systemic lupus erythematosusc. Tiroiditisd. Penyakit Addison5. Kehamilan atau dalam masa nifasSGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinalInfeksi akut yang berhubungan dengan SGBInfeksi Definite Probable PossibleVirus CMV HIV InfluenzaEBV Varicella-zoster MeaslessVaccinia/smallpox MumpsRubellaHepatitisCoxsackieEcho

Bakteri Campilobacter Typhoid Borrelia B Jejeni ParatyphoidMycoplasma BrucellosisPneumonia ChlamydiaLegionellaListeria

2.5 PatogenesaMekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yangmenimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi. Proses demyelinisasi saraf tepi

Page 28: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

28Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

pada SGBdipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus.Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului SGB akan timbul autoantibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan sistim saraf-saraf perifer.Infeksi-infeksi meningokokus, infeksi virus, sifilis ataupun trauma pada medula spinalis, dapat menimbulkan perlekatan-perlekatan selaput araknoid. Di negara-negara tropik penyebabnya adalah infeksi tuberkulosis. Pada tempat-tempat tertentu perlekatan pasca infeksi itu dapat menjirat radiks ventralis (sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak segenap radiks ventralis terkena jiratan, namun kebanyakan pada yang berkelompokan saja, maka radiks-radiks yang diinstrumensia servikalis dan lumbosakralis saja yang paling umum dilanda proses perlekatan pasca infeksi. Oleh karena itu kelumpuhan LMN paling sering dijumpai pada otot-otot anggota gerak, kelompok otot-otot di sekitar persendian bahu dan pinggul. Kelumpuhan tersebut bergandengan dengan adanya defisit sensorik pada kedua tungkai atau otot-otot anggota gerak.Secara patologis ditemukan degenerasi mielin dengan edema yang dapat atau tanpa disertai infiltrasi sel. Infiltrasi terdiri atas sel mononuklear. Sel-sel infiltrat terutama terdiri dari sel limfosit berukuran kecil, sedang dan tampak pula, makrofag, serta sel polimorfonuklear pada permulaan penyakit. Setelah itu muncul sel plasma dan sel mast.Serabut saraf mengalami degenerasi segmental dan aksonal. Lesi ini bisa terbatas pada segmen proksimal dan radiks spinalis atau tersebar sepanjang saraf perifer. Predileksi pada radiks spinalis diduga karena kurang efektifnya permeabilitas antara darah dan saraf pada daerah tersebut.2.6 Peran imunitas selulerDalam sistem kekebalan seluler, sel limfosit T memegang peranan penting disamping peran makrofag. Prekursor sel limfosit berasal dari sumsum tulang (bone marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam jaringan limfoid dan peredaran.Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi antigen harus dikenalkan pada limfosit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah menelan (fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan imunogen lain akan memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma interferon serta alfa TNF. Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan berperan dalam membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan pengambilan makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin disamping menghasilkan TNF dan komplemen.

2.7 Gambaran KlinisPenyakit infeksi dan keadaan prodromal :Pada 60-70 % penderita gejala klinis SGB didahului oleh infeksi ringan saluran nafas atau saluran pencernaan, 1-3 minggu sebelumnya. Sisanya oleh keadaan seperti berikut : setelah suatu pembedahan, infeksi virus lain atau eksantema pada kulit, infeksi bakteria, infeksi jamur, penyakit limfoma dan setelah vaksinasi influensa.Masa latenWaktu antara terjadi infeksi atau keadaan prodromal yang mendahuluinya dan saat timbulnya gejala neurologis. Lamanya masa laten ini berkisar antara satu sampai 28 hari, rata-rata 9 hari. Pada masa laten ini belum ada gejala klinis yang timbul.Keluhan utamaKeluhan utama penderita adalah prestasi pada ujung-ujung ekstremitas, kelumpuhan ekstremitas atau keduanya. Kelumpuhan bisa pada kedua ekstremitas bawah saja atau terjadi serentak pada keempat anggota gerak.Gejala Klinis1.KelumpuhanManifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe lower motor neuron. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari kedua ekstremitas bawah kemudian menyebar secara asenderen ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis. Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian menyebar ke

Page 29: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

29Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

badan dan saraf kranialis. Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat dari bagian distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian proksimal.2.Gangguan sensibilitasParestesi biasanya lebih jelas pada bagian distal ekstremitas, muka juga bisa dikenai dengan distribusi sirkumoral. Defisit sensoris objektif biasanya minimal dan sering dengan distribusi seperti pola kaus kaki dan sarung tangan. Sensibilitas ekstroseptif lebih sering dikenal dari pada sensibilitas proprioseptif. Rasa nyeri otot sering ditemui seperti rasa nyeri setelah suatu aktifitas fisik.3.Saraf KranialisSaraf kranialis yang paling sering dikenal adalah N.VII. Kelumpuhan otot-otot muka sering dimulai pada satu sisi tapi kemudian segera menjadi bilateral, sehingga bisa ditemukan berat antara kedua sisi. Semua saraf kranialis bisa dikenai kecuali N.I dan N.VIII. Diplopia bisa terjadi akibat terkenanya N.IV atau N.III. Bila N.IX dan N.X terkena akan menyebabkan gangguan berupa sukar menelan, disfonia dan pada kasus yang berat menyebabkan kegagalan pernafasan karena paralisis n. laringeus.4.Gangguan fungsi otonomGangguan fungsi otonom dijumpai pada 25 % penderita SGB. Gangguan tersebut berupa sinus takikardi atau lebih jarang sinus bradikardi, muka jadi merah (facial flushing), hipertensi atau hipotensi yang berfluktuasi, hilangnya keringat atau episodic profuse diaphoresis. Retensi urin atau inkontinensia urin jarang dijumpai. Gangguan otonom ini jarang yang menetap lebih dari satu atau dua minggu.5.Kegagalan pernafasanKegagalan pernafasan merupakan komplikasi utama yang dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan baik. Kegagalan pernafasan ini disebabkan oleh paralisis diafragma dan kelumpuhan otot-otot pernafasan, yang dijumpai pada 10-33 persen penderita.6.PapiledemaKadang-kadang dijumpai papiledema, penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Diduga karena peninggian kadar protein dalam cairan otot yang menyebabkan penyumbatan villi arachoidales sehingga absorbsi cairan otak berkurang.7.Perjalanan penyakitPerjalan penyakit ini terdiri dari 3 fase, seperti pada gambar 1. Fase progresif dimulai dari onset penyakit, dimana selama fase ini kelumpuhan bertambah berat sampai mencapai maksimal. Fase ini berlangsung beberapa dari sampai 4 minggu, jarang yang melebihi 8 minggu.Segera setelah fase progresif diikuti oleh fase plateau, dimana kelumpuhan telah mencapai maksimal dan menetap. Fase ini bisa pendek selama 2 hari, paling sering selama 3 minggu, tapi jarang yang melebihi 7 minggu.Fase rekonvalesen ditandai oleh timbulnya perbaikan kelumpuhan ektremitas yang berlangsung selama beberapa bulan.Seluruh perjalanan penyakit SGB ini berlangsung dalam waktu yang kurang dari 6 bulan.

Gambar 1. Perjalanan alamiah SGB skala waktu dan beratnya kelumpuhan bervariasi antara berbagai penderita SGB (3).1.Variasi klinisDi samping penyakit SGB yang klasik seperti di atas, kita temui berbagai variasi klinis seperti yang dikemukakan oleh panitia ad hoc dari The National Institute of Neurological and Communicate Disorders and Stroke (NINCDS) pada tahun 1981 adalah sebagai berikut :- Sindroma Miller-Fisher- Defisit sensoris kranialis- Pandisautonomia murni- Chronic acquired demyyelinative neuropathy.2.Pemeriksaan laboratoriumGambaran laboratorium yang menonjol adalah peninggian kadar protein dalam cairan otak : > 0,5 mg% tanpa diikuti oleh peninggian jumlah sel dalam cairan otak, hal ini disebut disosiasi sito-albuminik. Peninggian kadar protein dalam cairan otak ini dimulai pada minggu 1-2 dari onset penyakit dan mencapai puncaknya setelah 3-6 minggu. Jumlah sel mononuklear < 10 sel/mm3. Walaupun demikian pada sebagian kecil penderita tidak ditemukan peninggian kadar protein dalam cairan otak. Imunoglobulin serum bisa meningkat. Bisa timbul hiponatremia pada beberapa penderita yang disebabkan oleh SIADH (Sindroma Inapproriate Antidiuretik Hormone).3.Pemeriksaan elektrofisiologi (EMG)Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosis SGB adalah :- Kecepatan hantaran saraf motorik dan sensorik melambat-

Page 30: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

30Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

Distal motor retensi memanjang- Hantaran gelombang-f melambat, menunjukkan perlambatan pada segmen proksimal dan radiks saraf.Di samping itu untuk mendukung diagnosis pemeriksaan elektrofisiologis juga berguna untuk menentukan prognosis penyakit : bila ditemukan potensial denervasi menunjukkan bahwa penyembuhan penyakit lebih lama dan tidak sembuh sempurna.2.8 Diagnosa BandingGejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan kriteriadiagnostik dari NINCDS, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus dibedakandengan keadaan lain, seperti:Mielitis akutaPoliomyelitis anterior akutaPorphyria intermitten akutaPolineuropati post difteriBotulisme

2.9 TerapiPada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).KortikosteroidKebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.PlasmaparesisPlasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan factor autoantibodi yang beredar. Pemakaian plasmaparesis padaSGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).Pengobatan imunosupresan:1. Imunoglobulin IVPengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.

2. Obat sitotoksikPemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:1. 6 merkaptopurin (6-MP)2. Azathioprine3. CyclophosphamidEfek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala.

Perawatan Umum dan FisioterapiPerawatan yang baik sangat penting dan terutama ditujukan pada perawatan kulit, kandung kemih, saluran pencernaan, mulut, faring dan trakhea. Infeksi paru dan saluran kencing harus segera diobati. Respirasi diawasi secara ketat, terhadap perubahan kapasitas vital dan gas darah yang menunjukkan permulaan kegagalan pernafasan. Setiap ada tanda kegagalan pernafasan maka

Page 31: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

31Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

penderita harus segera dibantu dengan pernafasan buatan. Jika pernafasan buatan diperlukan untuk waktu yang lama maka trakheotomi harus dikerjakan.Fisioterapi yang teratur dan baik juga penting. Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru. Gerakan pasti pada kaki yang lumpuh mencegah deep voin thrombosis spint mungkin diperlukan untuk mempertahakan posisi anggota gerak yang lumpuh, dan kekakuan sendi dicegah dengan gerakan pasif.Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen) maka fisioterapi aktif dimulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot. Disfungsi otonom harus dicari dengan pengawasan teratur dari irama jantung dan tekanan darah. Bila ada nyeri otot dapat diberikan analgetik.

2.10 PrognosisKajian yang dilakukan oleh Berger dan Pulley, (2000) memperlihatkan bahwa prognosis SGB tergantung pada progresivitas penyakit, derajat degenerasi aksonal, dan umur pasien. Kajian yang dilakukan Seneviratne, (2000) serta Spies dan Sheikh, (2001) terhadap berbagai penelitian terdahulu menghasilkan beberapa faktor prediktor prognosis SGB.

Tabel 6. Faktor prediktor prognosis SGB yang buruk

Faktor prediktor Keterangan1. Prediktor klinik Usia tua, didahului oleh infeksi gastrointestinal,tergantung pada ventilator,progresivitas yang cepat,defisit motorik berat

2. Etiologi CMV dan Campylobacter jejuni

3. Marker biokimiawi Antibodi anti GM1

4. Neurofisiologi Derajat degenerasi aksonal dan CMAP rendah yang persisten

Faktor prediktor prognosis yang buruk dalam penelitian Lyu dkk, (1997) adalah :(1) Usia > 40 tahun(2) Amplitudo CMAP yang rendah(3) Perlunya ventilasi mekanik.Sebuah penelitian prospektif lain dengan waktu follow-up 1 tahun terhadap 79 pasien SGB dilakukan oleh Ress dkk, (1998) memperlihatkan bahwa usia tua ( ≥ 60 tahun) merupakan faktor prediktor prognosis yang buruk untuk tidak tercapainya pemulihan sempurna (p=0.05; odds ratio 0.35; 95% CI 0.12-1.00). Penelitian lain oleh Kuwabara dkk, (2001) menunjukkan bahwa refleks tendo yang positif merupakan salah satu prediktor tercapainya pemulihanSGB yang cepat (skala Hughes meningkat 2 skor dalam waktu 14 hari) (44% : 9%, p=0,01).

Tabel 7. Prognosis SGB dari berbagai penelitian terdahuluPeneliti(tahun) Tempat Metode dan subjek Gambaran prognosis Jumlah (%)Lyu, dkk Taiwan Prospektif (median follow-up - Pulih hampir sempurna 127(87%)

Page 32: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

32Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

(1997) 12,8bulan); 145/167follow-up - Independen 18 (13%)lengkap

Ress, dkk Inggris Prospektif 1 tahun; Pulih hampir sempurna 49 (62%)(1999) 79 pasien SGB Tidak sempurna 30 (38%)- Tidak dapat lari 14 (18%)- Berjalan dengan bantuan 7 (9%)- Tidak dapat bangun 3 (4%)- Meninggal dunia 6 (8%)Kuwabara, Jepang Prospektif 6 bulan; - Pulih cepat (2 minggu) 9 (11%)dkk (2001) 80 pasien SGB - Pulih dalam 6 bulan 65 (81%)- Tidak dapat berjalan 6 (8%)sendiri setelah 6 bulan

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanAdapun kesimpulan yang dapat diambil dari serangkaian pembahasan di atas adalah sebagai berikut :1. Sindrom Guillain-Barre (SGB) adalah salah satu kelainan poliradikulopati menyangkut demielinasi inflamasi bisa akut maupun subakut yang mengarah pada paralisis ascenden dan ditandai oleh kelemahan, parestesia, dan hiporefleksia2. Mekanisme autoimun dipercaya bertanggung jawab pada sindrom ini.3. Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus.4. Sindroma Guillain-Barre (SGB) secara khas digambarkan dengan kelemahan motorik yang progresif dan arefleksia.5. Terapi meliputi farmakoterapi dan terapi fisik,6. Prognosis SGB tergantung pada progresivitas penyakit, derajat degenerasi aksonal, dan umur pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Arnason B.G.W. 1985. Inflammatory polyradiulopathy in Dick P.J. et al Peripheral neuropathy. Philadelphia : WB. Sounders.Asbury A.K. 1990. Gullain-Barre Syndrome : Historical aspects. Annals of Neurology (27): S2-S6Asbury A.K. and David R. Crnblath. 1990. Electrophysiology in Guillain-Barre Syndrome. Annals of Neurology (27): S17Bosch E.P.. 1998. Guillain-Barre Syndrome : an update of acute immuno-mediated polyradiculoneuropathies. The Neurologist (4); 211-226Chandra B. 1983. Pengobatan dengan cara baru dari sindroma gullain-barre. Medika (11); 918-922Guillain-Barre Syndrome, an overview for the Layperson, 9th ed. Guillain-Barre Syndrome Foundation International 2000.Hurwitz E.S. Guillain-Barre Syndrome and the 1978-1979 influenza vaccine. The New England Med.

Page 33: LBM 2 Mod.9 Bagus Ayu

33Bagus Ayu. LBM 2 MODUL 9

(304); 1557-1561Morariu M.A. 1979. major Neurological syndrome. Illinois : Charles C. Thomas Publisher.Parry G.J. 1993. Guillain-Barre Syndrome . New York : Theime Medical PublisherVan der Meche et all. 1992. A randomized trial comparing intravenous globulin and plasma exchange injury Guillain-Barre Syndrome. The New England JournaL of Med. 326(April 23); 1123-1129Van Doom P.A. and Van der Meche. 1990. Guillain-Barre Syndrome, optimum management. Clin. Immunother. 2(2): 89-99Visser L.H. et all. 1995. Guillain-Barre Syndrome without sensory loss (acute motor neuropathy). A subgroup with specific clinical, electrodiagnostic and laboratory features. Brain (118); 841-847