29
Diskusi Kelompok PERDARAHAN PADA TONSILEKTOMI Nama anggota kelompok : Mariam Binti Abd Rasyid 540810011 14 Abdullah Fikri 540810010 92 Petricia Yunita 540810011 04 Rima Zanaria 540810010 70 Cynthia Lina 540810010 76 Sugianto Mukmin 540810010 67 Aditya Rafrendra 540810010 25 Nur Anisa Aulia 540810010 31 Febby Hazul Fajri 540810010 1

DISKUSI perdarahan TONSILEKTOMI

  • Upload
    cuntia

  • View
    91

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DISKUSI perdarahan TONSILEKTOMI

Diskusi Kelompok

PERDARAHAN PADA TONSILEKTOMI

Nama anggota kelompok :

Mariam Binti Abd Rasyid 54081001114Abdullah Fikri 54081001092Petricia Yunita 54081001104Rima Zanaria 54081001070Cynthia Lina 54081001076Sugianto Mukmin 54081001067Aditya Rafrendra 54081001025Nur Anisa Aulia 54081001031Febby Hazul Fajri 54081001019Dewi Zanaria 54081001035Ressei Amanda 54081001038Nina Novalia 54081001045

Pembimbing :

Dr. Yoan Levia M, Sp. THT-KL

BAGIAN / INSTALASI

ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROK

FAKULTAL KEDOKTERAN UNSRI / RSMH PALEMBANG

1

Page 2: DISKUSI perdarahan TONSILEKTOMI

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah dengan judul :

PERDARAHAN PADA TONSILITIS

Disusun Oleh :

Mariam Binti Abd Rasyid, S. Ked 54081001114Abdullah Fikri, S. Ked 54081001092Petricia Yunita, S. Ked 54081001104Rima Zanaria, S. Ked 54081001070Cynthia Lina, S. Ked 54081001076Sugianto Mukmin, S. Ked 54081001067Aditya Rafrendra, S. Ked 54081001025Nur Anisa Aulia, S. Ked 54081001031Febby Hazul Fajri, S. Ked 54081001019Dewi Zanaria, S. Ked 54081001035Ressei Amanda, S. Ked 54081001038Nina Novalia, S. Ked 54081001045

Yang akan dipresentasikan pada tanggal 17 juli 2012

Telah disahkan sebagai syarat dalam menyelesaikan KKS di Bagian Ilmu

Penyakit Telinga-Hidung-Tenggorok Kedokteran Universitas Sriwijaya Periode :

25 Juni 2012 – 30 Juli 2012

Palembang, Juli 2012

Dr. Yoan Levia Magdi Sp.THT-KL

2

Page 3: DISKUSI perdarahan TONSILEKTOMI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

DAFTAR ISI ...................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1

BABII TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................2

BAB III PEMBAHASAN ...............................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................17

BAB I

PENDAHULUAN

Tonsilektomi merupakan prosedur yang paling sering dilakukan dalam

sejarah operasi. Kontroversi mengenai tonsilektomi dilaporkan lebih banyak bila

dibandingkan dengan prosedur operasi manapun. Konsensus umum yang beredar

sekarang menyatakan bahwa tonsilektomi telah dilakukan dalam jumlah yang

tidak tepat (seharusnya) pada anak-anak pada tahun-tahun yang lalu. Besarnya

jumlah ini karena keyakinan para dokter dan orangtua tentang keuntungan

tonsilektomi dan bukan berdasarkan bukti ilmiah atau studi klinis. Pada dekade

terakhir, tonsilektomi tidak hanya dilakukan untuk tonsilitis berulang, namun juga

untuk berbagai kondisi yang lebih luas termasuk kesulitan makan, kegagalan

penambahan berat badan, overbite, tounge thrust, halitosis, mendengkur,

gangguan bicara dan enuresis.

Tingkat komplikasi, seperti perdarahan pascaoperasi berkisar antara 0,1-

8,1% dari jumlah kasus. Perdarahan pascaoperasi bisa terjadi segera dimana

3

Page 4: DISKUSI perdarahan TONSILEKTOMI

terjadi pada rentang waktu kurang dari 24 jam ataupun sekunder yang terjadi

setelah 24 jam pasca operasi tonsilektomi. Pendarahan ini terutama diperberat

karena pasien tidak dapat melihat langsung dan mengontrol pendarahannya.

Pasien sering tertelan dan terjadi aspirasi darah, ditambah lagi bahwa pasien

masih dalam keadaan nyeri paska operasi. Beberapa pasien pendarahannya

berhenti secara spontan. Beberapa mengalami episode pendarahan berulang.

BAB II

TONSILEKTOMI

I. Definisi

Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsil

palatina. Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil palatina dan jaringan

limfoid di nasofaring yang dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal.

II. Epidemiologi

Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, namun

hal ini bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap

memerlukan keterampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam

pelaksanaannya. Di AS karena kekhawatiran komplikasi, tonsilektomi

digolongkan pada operasi mayor. Di Indonesia, tonsilektomi digolongkan pada

operasi sedang karena durasi operasi pendek dan teknik tidak sulit.

4

Page 5: DISKUSI perdarahan TONSILEKTOMI

Pada awal tahun 1960 dan 1970-an, telah dilakukan 1 sampai 2 juta

tonsilektomi, adenoidektomi atau gabungan keduanya setiap tahunnya di Amerika

Serikat. Angka ini menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu dimana pada

tahun 1996, diperkirakan 287.000 anak-anak di bawah 15 tahun menjalani

tonsilektomi, dengan atau tanpa adenoidektomi. Dari jumlah ini, 248.000 anak

(86,4%) menjalani tonsiloadenoidektomi dan 39.000 lainnya (13,6%) menjalani

tonsilektomi saja. Tren serupa juga ditemukan di Skotlandia. Sedangkan pada

orang dewasa berusia 16 tahun atau lebih, angka tonsilektomi meningkat dari 72

per 100.000 pada tahun 1990 (2.919 operasi) menjadi 78 per 100.000 pada tahun

1996 (3.200 operasi).

Di Indonesia, data nasional mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau

tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun, data yang didapatkan dari RSUPNCM

selama 5 tahun terakhir (1999-2003) menunjukkan kecenderungan penurunan

jumlah operasi tonsilektomi. Fenomena ini juga terlihat pada jumlah operasi

tonsiloadenoidektomi dengan puncak kenaikan pada tahun kedua (275 kasus) dan

terus menurun sampai tahun 2003 (152 kasus). Sedangkan data dari rumah sakit

Fatmawati dalam 3 tahun terakhir (2002-2004) menunjukkan kecenderungan

kenaikan jumlah operasi tonsilektomi dan penurunan jumlah operasi

tonsiloadenoidektomi.

III. Embriologi dan Anatomi Tonsil

1. Embriologi

Pada permulaan pertumbuhan tonsil, terjadi invaginasi kantong brakial ke

II ke dinding faring akibat pertumbuhan faring ke lateral. Selanjutnya terbentuk

fosa tonsil pada bagian dorsal kantong tersebut, yang kemudian ditutupi epitel.

Bagian yang mengalami invaginasi akan membagi lagi dalam beberapa bagian,

sehingga terjadi kripta. Kripta tumbuh pada bulan ke 3 hingga ke 6 kehidupan

janin, berasal dari epitel permukaan. Pada bulan ke 3 tumbuh limfosit di dekat

epitel tersebut dan terjadi nodul pada bulan ke 6, yang akhirnya terbentuk jaringan

ikat limfoid. Kapsul dan jaringan ikat lain tumbuh pada bulan ke 5 dan berasal

dari mesenkim, dengan demikian terbentuklah massa jaringan tonsil.

5

Page 6: DISKUSI perdarahan TONSILEKTOMI

2. Anatomi

Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring.

Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur

yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar

limfoid yang tersebar dalam fosa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding

posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius.

a. Tonsil Palatina

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam

fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot

palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval

dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang

meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa

tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil

terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:

- Lateral– m. konstriktor faring superior

- Anterior – m. Palatoglosus

- Posterior – m. Palatofaringeus

- Superior – palatum mole

- Inferior – tonsil lingual

Secara mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan ikat,

folikel germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri

dari jaringan linfoid).

b. Fosa Tonsil

Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas

anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot

konstriktor faring superior. Pilar anterior mempunyai bentuk seperti kipas pada

rongga mulut, mulai dari palatum mole dan berakhir di sisi lateral lidah. Pilar

posterior adalah otot vertikal yang ke atas mencapai palatum mole, tuba

eustachius dan dasar tengkorak dan ke arah bawah meluas hingga dinding lateral

esofagus, sehingga pada tonsilektomi harus hati-hati agar pilar posterior tidak

6

Page 7: DISKUSI perdarahan TONSILEKTOMI

terluka. Pilar anterior dan pilar posterior bersatu di bagian atas pada palatum

mole, ke arah bawah terpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding

lateral faring.

c. Kapsul Tonsil

Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat,

yang disebut kapsul. Walaupun para pakar anatomi menyangkal adanya kapsul

ini, tetapi para klinisi menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang

menutupi 4/5 bagian tonsil.

d. Plika Triangularis

Diantara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil terdapat

plika triangularis yang merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak

masa embrio. Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan

tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil

atau terpotongnya pangkal lidah.

3. Pendarahan

Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis eksterna, yaitu

1) A. maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris dan A.

palatina asenden; 2) A. maksilaris interna dengan cabangnya A. palatina

desenden; 3) A. lingualis dengan cabangnya A. lingualis dorsal; 4) A. faringeal

asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh A. lingualis dorsal

dan bagian posterior oleh A. palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut

diperdarahi oleh A. tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh A. faringeal

asenden dan A. palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang

bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar

kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.

4. Aliran getah bening

Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah

bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah M.

Sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju

7

Page 8: DISKUSI perdarahan TONSILEKTOMI

duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan

sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.

5. Persarafan

Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui

ganglion sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus.

6. Imunologi Tonsil

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-

0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan

T pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil

terdapat sistim imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran), makrofag,

sel dendrit dan APCs (antigen presenting cells) yang berperan dalam proses

transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis imunoglobulin

spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG.

Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk

diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2

fungsi utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif;

2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan

antigen spesifik.

Tonsil Faringeal (Adenoid)

Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan

limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut

tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau

kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di

bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai

kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di

nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat

meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid

bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai

ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.

8

Page 9: DISKUSI perdarahan TONSILEKTOMI

IV. Indikasi Tonsilektomi

Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat

perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini.

Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat

ini, indikasi yang lebih utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil.

Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi

tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi

relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada

keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa

usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi.

1. Indikasi Absolut (AAO)

a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas,

disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner

b. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan

drainase

c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam

d. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi

anatomi

a. Indikasi Relatif (AAO)

a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun

dengan terapi antibiotik adekuat

b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik

dengan pemberian terapi medis

c. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier

streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik β-

laktamase resisten

Pada keadaan tertentu seperti pada abses peritonsilar (Quinsy), tonsilektomi

dapat dilaksanakan bersamaan dengan insisi abses.

9

Page 10: DISKUSI perdarahan TONSILEKTOMI

Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus

dibedakan apakah mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau hanya sebagai

kandidat. Dugaan keganasan dan obstruksi saluran nafas merupakan indikasi

absolut untuk tonsilektomi. Tetapi hanya sedikit tonsilektomi pada dewasa yang

dilakukan atas indikasi tersebut, kebanyakan karena infeksi kronik. Akan tetapi

semua bentuk tonsilitis kronik tidak sama, gejala dapat sangat sederhana seperti

halitosis, debris kriptus dari tonsil (“cryptic tonsillitis”) dan pada keadaan yang

lebih berat dapat timbul gejala seperti nyeri telinga dan nyeri atau rasa tidak enak

di tenggorok yang menetap. Indikasi tonsilektomi mungkin dapat berdasarkan

terdapat dan beratnya satu atau lebih dari gejala tersebut dan pasien seperti ini

harus dipertimbangkan sebagai kandidat untuk tonsilektomi karena gejala tersebut

dapat mempengaruhi kualitas hidup walaupun tidak mengancam nyawa.

V. Kontraindikasi

Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi,

namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap

memperhitungkan imbang “manfaat dan risiko”. Keadaan tersebut adalah:

1. Gangguan perdarahan

2. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat

3. Anemia

4. Infeksi akut yang berat

VI. Teknik Operasi Tonsilektomi

1. Cara Guillotine  

Diperkenalkan pertama kali oleh Philip Physick (1828) dari Philadelphia,

sedangkan cara yang masih digunakan sampai sekarang adalah modifikasi Sluder.

Di negara-negara maju cara ini sudah jarang digunakan dan di Indonesia cara ini

hanya digunakan pada anak-anak dalam anestesi umum. Teknik

a. Posisi pasien telentang dalam anestesi umum. Operator di sisi kanan

berhadapan dengan pasien.

10

Page 11: DISKUSI perdarahan TONSILEKTOMI

b. Setelah relaksasi sempurna otot faring dan mulut, mulut difiksasi dengan

pembuka mulut. Lidah ditekan dengan spatula.

c. Untuk tonsil kanan, alat guillotine dimasukkan ke dalam mulut melalui

sudut kiri.

d. Ujung alat diletakkan diantara tonsil dan pilar posterior, kemudian kutub

bawah tonsil dimasukkan ke dalam Iubang guillotine. Dengan jari telunjuk

tangan kiri pilar anterior ditekan sehingga seluruh jaringan tonsil masuk ke

dalam Iubang guillotine.

e. Picu alat ditekan, pisau akan menutup lubang hingga tonsil terjepit.

f. Setelah diyakini seluruh tonsil masuk dan terjepit dalam lubang guillotine,

dengan bantuan jari, tonsil dilepaskan dari jaringan sekitarnya dan

diangkat keluar. Perdarahan dirawat.

2. Cara diseksi

Cara ini diperkenalkan pertama kali oleh Waugh (1909).  Cara ini

digunakan pada pembedahan tonsil orang dewasa, baik dalam anestesi umum

maupun lokal. Teknik :

a. Bila menggunakan anestesi umum, posisi pasien terlentang dengan kepala

sedikit ekstensi. Posisi operator di proksimal pasien.

b. Dipasang alat pembuka mulut Boyle-Davis gag.

c. Tonsil dijepit dengan cunam tonsil dan ditarik ke medial

d. Dengan menggunakan respatorium/enukleator tonsil, tonsil dilepaskan dari

fosanya secara tumpul sampai kutub bawah dan selanjutnya dengan

menggunakan jerat tonsil, tonsil diangkat. Perdarahan dirawat.

3. Cryogenic tonsilectomy  

Tindakan pembedahan tonsil dapat menggunakan caracryosurgery yaitu proses

pendinginan jaringan tubuh sehingga terjadi nekrosis. Bahan pendingin yang

dipakai adalah freon dan cairan nitrogen.

11

Page 12: DISKUSI perdarahan TONSILEKTOMI

4. Electrosterilization of tonsil 

Merupakan suatu pembedahan tonsil dengan cara koagulasi listrik pada jaringan

tonsil.

VII. Komplikasi

Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi

umum maupun lokal, sehingga komplikasi yang ditimbulkannya merupakan

gabungan komplikasi tindakan bedah dan anestesi. Sekitar 1:15.000 pasien yang

menjalani tonsilektomi meninggal baik akibat perdarahan maupun komplikasi

anestesi dalam 5-7 hari setelah operasi.

1. Komplikasi anestesi

Komplikasi terkait anestesi terjadi pada 1:10.000 pasien yang menjalani

tonsilektomi dan adenoidektomi (brookwood ent associates). Komplikasi ini

terkait dengan keadaan status kesehatan pasien. Adapun komplikasi yang dapat

ditemukan berupa:

- Laringospasme

- Gelisah pasca operasi

- Mual muntah

- Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi

- Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hippotensi dan

henti jantung

- Hipersensitif terhadap obat anestesi

2. Komplikasi bedah

a. Perdarahan

Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1% dari jumlah kasus). Perdarahan

dapat terjadi selama operasi, segera sesudah operasi atau di rumah. Kematian

akibat perdarahan terjadi pada 1:35.000 pasien. Sebanyak 1 dari 100 pasien

kembali karena masalah perdarahan dan dalam jumlah yang sama membutuhkan

transfusi darah.

12

Page 13: DISKUSI perdarahan TONSILEKTOMI

Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama dikenal sebagai early

bleeding, perdarahan primer atau “reactionary haemorrage” dengan

kemungkinan penyebabnya adalah hemostasis yang tidak adekuat selama operasi.

Umumnya terjadi dalam 8 jam pertama. Perdarahan primer ini sangat berbahaya,

karena terjadi sewaktu pasien masih dalam pengaruh anestesi dan refleks batuk

belum sempurna. Darah dapat menyumbat jalan napas sehingga terjadi asfiksia.

Perdarahan dapat menyebabkan keadaan hipovolemik bahkan syok.

Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam disebut dengan late/delayed

bleeding atau perdarahan sekunder. Umumnya terjadi pada hari ke 5-10

pascabedah. Perdarahan sekunder ini jarang terjadi, hanya sekitar 1%.

Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, bisa karena infeksi sekunder

pada fosa tonsilar yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan perdarahan

dan trauma makanan yang keras.

b. Nyeri

Nyeri pascaoperasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf

glosofaringeus atau vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yang

menyebabkan iskemia dan siklus nyeri berlanjut sampai otot diliputi kembali oleh

mukosa, biasanya 14-21 hari setelah operasi.

Nyeri tenggorok muncul pada hampir semua pasien pascatonsilektomi.

Penggunaan elektrokauter menimbulkan nyeri lebih berat dibandingkan teknik

“cold” diseksi dan teknik jerat. Nyeri pascabedah bisa dikontrol dengan

pemberian analgesik. Jika pasien mengalami nyeri saat menelan, maka akan

terdapat kesulitan dalam asupan oral yang meningkatkan risiko terjadinya

dehidrasi. Bila hal ini tidak dapat ditangani di rumah, perawatan di rumah sakit

untuk pemberian cairan intravena dibutuhkan.

3. Komplikasi lain

Dehidrasi, demam, kesulitan bernapas, gangguan terhadap suara (1:10.000),

aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi velopharingeal, stenosis

faring, lesi di bibir, lidah, gigi dan pneumonia.

13

Page 14: DISKUSI perdarahan TONSILEKTOMI

BAB III

DISKUSI

3.1 PERTANYAAN

1. Apa saja tanda pendarahan post tonsilektomi? bagaimana menilainya?

2. Apa yang menjadi penyebab perdarahan ?

3. Bagaimana penatalaksanaannya ?

3.2 DISKUSI

1. Tanda perdarahan post tonsilektomi :

a. Bila pasien belum sadar, terdengar nafas yang berbunyi.

b. Keluarnya darah dari mulut atau hidung segera pascaoperasi

tonsilektomi.

c. Pasien merasa mual dan bisa muntah karena menelan darah.

14

Page 15: DISKUSI perdarahan TONSILEKTOMI

2. Pendarahan tonsilektomi dapat terjadi :

a. Pendarahan Saat Pembedahan

- Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan

faktor operatornya sendiri. Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat

jaringan parut yang berlebihan atau adanya infeksi akut seperti tonsilitis akut

atau abses peritonsil.

- Perdarahan yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena kecil yang

robek umumnya berhenti spontan atau dibantu dengan tampon tekan.

- Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari pembuluh darah

yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan kauterisasi. Bila

dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fosa tonsil diletakkan tampon

atau gelfoam,  kemudian pilar anterior dan pilar posterior dijahit. Bila masih

juga gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna.

- Dari laporan berbagai kepustakaan, umumnya perdarahan yang terjadi pada

cara guillotine lebih sedikit dari cara diseksi

b. Pendarahan Pasca Pembedahan

- Pendarahan Primer atau segera

o Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca bedah.

Keadaan ini cukup berbahaya karena pasien masih dipengaruhi

obat bius dan refleks batuk belum sempurna sehingga darah

dapat menyumbat jalan napas.

o Penyebabnya diduga karena hemostasis yang tidak adekuat

selama operasi atau terlepasnya ikatan

- Pendarahan Sekunder

o Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pasca bedah. Umumnya

terjadi pada hari ke 5 – 10.

o Jarang terjadi dan penyebab tersering adalah infeksi serta

trauma akibat makanan; dapat juga oleh karena ikatan jahitan

yang terlepas, jaringan granulasi yang menutupi fosa tonsil

terlalu cepat terlepas sebelum luka sembuh sehingga pembuluh

15

Page 16: DISKUSI perdarahan TONSILEKTOMI

darah di bawahnya terbuka dan terjadi perdarahan. Perdarahan

hebat jarang terjadi karena umumnya berasal dari pembuluh

darah permukaan.

Penyebab perdarahan post tonsilektomi adalah :

a. Teknik pembedahan yang jelek , misalnya terbukanya kembali pembuluh

darah kecil pada luka operasi, atau pembuluh darah yang tidak terikat atau

terkauter.

b. Kelainan status hematologi dan hemodinamik

c. Perawatan post operasi. Misalnya : infeksi pada lokasi operasi, trauma

oleh makanan yang keras, terkelupasnya scar superfisial pada luka

operasi.

Untuk menghindari terjadinya perdarahan post tonsilektomi maka prosedur

pembedahan yang dianjurkan adalah :

1. Persiapan pasien :

a. riwayat penyakit yang komplit

b. pemeriksaan fisik khusus terhadap adanya kecenderungan

terjadinya perdarahan

c. uji penyaringan darah yang paling sering dilakukan adalah: hitung

jenis komplit, tromboplastin parsial, waktu perdarahan dan waktu

pembekuan, dan jumlah trombosit

d. pasien sebaiknya tidak makan aspirin selam 2 minggu sebelum

pembedahan .

2. Pertimbangan teknis pembedahan : aliran darah yang berasal dari lima

pembuluh darah arteri :

- bagian dorsum lingua berasal dari a. Lingualis

- palatina asenden dan tonsila berasal dari a. Maksilaris eksterna

- faring asenden dari a. Karotis aksterna

16

Page 17: DISKUSI perdarahan TONSILEKTOMI

- palatina desenden dari a. Maksilaris interna : kelainan pembuluh

darah pada daerah ini dapat menyebabkan kesulitan tertentu pada

pembedahan.

Faktor demografi, indikasi pembedahan, teknik anestesi, penggunaan obat-obatan

hemostasis dapat juga mempengaruhai resiko terjadi perdarahan post

tonsilektomi.

3. Penatalaksanaan perdarahan post tonsilektomi :

Yang penting pada perawatan pasca tonsilektomi adalah

o Baringkan pasien pada satu sisi tanpa bantal,

o Ukur nadi dan tekanan darah secara teratur

o Awasi adanya gerakan menelan karena pasien mungkin

menelan darah yang terkumpul di faring dan

o Napas yang berbunyi menunjukkan adanya lendir atau darah di

tenggorok. Bila diduga ada perdarahan, periksa fosa tonsil.

Bekuan darah di fosa tonsil diangkat, karena tindakan ini dapat

menyebabkan jaringan berkontraksi dan perdarahan berhenti

spontan. Bila perdarahan belum berhenti, dapat dilakukan

penekanan dengan tampon yang mengandung adrenalin 1:1000.

Selanjutnya bila masih gagal dapat dicoba dengan pemberian

hemostatik topikal di fosa tonsil dan hemostatik parenteral

dapat diberikan. Bila dengan cara di atas perdarahan belum

berhasil dihentikan, pasien dibawa ke kamar operasi dan

dilakukan perawatan perdarahan seperti saat operasi.

o Untuk pendarahan sekunder, penanganan sama dengan

penanganan pendarahan primer.

17

Page 18: DISKUSI perdarahan TONSILEKTOMI

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams GL. Boies LR, Jr. Highler PA. Boies Buku Ajar THT.

Edisi 6. Effendi H. Santoso RAK. Editor. Penerbit Buku Kedokteran EGC,

1993

2. Post-tonsillectomy hemorrhage: incidence, prevention and

management. Available from : URL : http://www.pedisurg.com/index.htm

3. Treatment Protocol Reduces Risk for Bleeding Available from :

http://www15.medica.de/htm

4. postoperative tonsillar bleeding. Available from :

http://www.findarticles.com

18

Page 19: DISKUSI perdarahan TONSILEKTOMI

5. Protocol Before, After Tonsillectomy Reduces Risk for Children

with Bleeding Disorders. Available from : URL :

http://www.medilexicon.com

6. Hasil rapat Tim Ahli Tonsilektomi pada Anak dan Dewasa, 2004

HTA Indonesia.

7. Drake A. Carr MS. Tonsillectomy. October, 2004. Available at:

http://www.emedicine.com/ent/topic315.htm

8. Dorland, WA Newman. Dalam: Kamus Kedokteran Dorland.

Edisi ke-29. 2002. Jakarta: EGC.

9. Soepardi EA, Iskandar HN. Editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.

10.

19