27
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA Fakultas Kedokteran REFERAT Teknik Invasif Operatif pada Tonsilitis Pembimbing : dr. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KL dr. Tantri Kurniawati,Sp. THT-KL, M.Kes Disusun Oleh : Fransisca Hilda Carolina Pratiwi ( 112014222 ) RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN 1

Referat Tonsilektomi Dr Yus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

cdsfsfsffs

Citation preview

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANAFakultas Kedokteran

REFERATTeknik Invasif Operatif pada Tonsilitis

Pembimbing :dr. Yuswandi Affandi, Sp. THT-KLdr. Tantri Kurniawati,Sp. THT-KL, M.KesDisusun Oleh :Fransisca Hilda Carolina Pratiwi ( 112014222 )

RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANGILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKANKEPALA DAN LEHERKEPANITERAAN KLINIKPeriode 4 Mei 2015 s/d 6 Juni 2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada TUHAN yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun referat ini dengan baik dan benar serta tepat waktunya. Didalam referat ini, penulis akan membahaskan mengenai fraktur maxilofacial.Referat ini telah dibuat dengan pencarian melalui buku-buku rujukan dan juga penelusuran situs medikal serta telah mendapatkan beberapa bantuan dari pelbagai pihak untuk membantu dalam menyelesaikan tantangan dan hambatan selama proses mengerjakan referat ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini.Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada referat ini. Oleh karena itu, penulis mengundang pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang dapat membangun nilai kerja penulis ini.Kritikan yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan referat ini selanjutnya.Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan apabila ada kata-kata yang kurang berkenan penulis memohon maaf sebesar-besarnya. Akhir kata semoga referat ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Karawang, 13 Mei 2015

Penulis

Daftar isiKATA PENGANTAR 2DAFRAT ISI 3BAB I PENDAHULUAN 4BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Tonsilektomi 62.2 Epidemiologi62.3 Indikasi tonsilektomi 72.3.1 Indikasi Absolut 72.3.2 Indikasi Relatif 82.4 Kontraindikasi Tonsilektomi 92.5 Pelaksanaan bedah tonsilektomi 102.5.1 Gullotine 102.5.2 Teknik Diseksi 112.5.3 Electrosurgery 122.5.4 Radiofrekuensi 132.5.5 Skalpel Harmoni 132.5.6 Coblation 142.5.7 Intracapsular Parsial Tonsilectomy 152.5.8 Laser ( CO2-KTP ) 152.6 Adenoidektomi 16BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 18DAFTAR PUSTAKA 19BAB I PENDAHULUANTonsilektomi merupakan tindakan pembedahan tertua, berupa tindakan pengangkatan jaringan tonsila palatina dari fossa tonsilaris. Teknik tonsilektomi terus mengalami perkembangan, tahun 1827 tonsil diangkat menggunakan guillotine, pada saat itu dinamakan Primary enucleation, pertama kali digunakan oleh Physick. Tahun 1867, Meyer menggunakan pisau berbentuk lingkaran, mengangkat tonsila adenoid melalui cavitas nasi, pada pasien yang menderita penurunan pendengaran dan sumbatan hidung. Pada tahun 1910 Wilis dan Pybus melaporkan pengangkatan tonsil lengkap dengan kapsulnya. Pada tahun 1912, Sluder menemukan alat untuk mengambil tonsil sehingga keberhasilan pengambilan tonsil lengkap dengan kapsulnya mencapai 99,6 %. Teknik tonsilektomi lain terus dikembangkan seperti elektrokauter ditujukan untuk mengurangi terjadinya efek yang tidak diharapkan dari tonsilektomi.1Kontroversi seputar tonsilektomi telah lama terjadi, meskipun demikian di bidang THT tonsilektomi merupakan tindakan terbanyak dan biasa dilakukan.Tonsilektomi dengan atau tanpa adenoidektomi dilakukan sering dalam usaha untuk mengendalikan penyakit faring berulang, obstruksi jalan nafas atas, dan otitis media kronis. Indikasi absolut dilakukan tonsilektomi adalah timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis, hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindrome apnea waktu tidur, hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan penyerta, abses peritonsilar berulang atau abses yang meluas pada ruang sekitarnya.diskrasia darah, ketidakmampuan yang umum atau kegagalan untuk tumbuh, tonus otot yang lemah, sinusitis. Kontraindikasi untuk dilakukan tonsilektomi adalah infeksi pernafasan bagian atas yang berulang, infeksi sistemik atau kronis, demam yang tidak diketahui penyebabnya, pembesaran tonsil tanpa gejala-gejala obstruksi, rinitis alergika, asma, Pengobatan tonsilitis kronik sangat sulit dan lazim dilakukan tonsilektomi. Tonsilektomi dianggap sebagai tindakan yang kecil, namun dapat menimbulkan komplikasi baik durante maupun postoperasi, baik berupa abses paru dan pneumonitis yang diakibatkan aspirasi darah dan debris atau infeksi yang ada sebelumnya maupun perdarahan. Disamping itu tonsilektomi dapat menimbulkan berbagai masalah dan beresiko menimbulkan nyeri pasca tonsilektomi dan infeksi.1Adenoidektomi adalah tindakan bedah untuk membuang hipertrofi adenoid yang menyebabkan obstruksi. Indikasi adenoidektomi adalah obstruksi jalan nafas bagian atas kronis dengan akibat gangguan tidur, kor pulmonale atau sindrom apne waktu tidur, nasofaringitis purulen kronis walaupun penatalaksanaan medik adekuat, adenoiditis kronis atau hipertrofi adenoid berhubungan dengan produksi dan persistensi cairan telinga tengah.Frekuensi tonsilektomi dan adenoidektomi di Inggris tahun 1987-1993 telah dilakukan 70.000 - 90.000 tonsilektomi dan adenoidektomi per tahun. Di Skotlandia antara tahun 1990 1996 terjadi penurunan jumlah adenotonsilektomi, angka tonsilektomi pada anak menurun dari 602 per 100 000 menjadi 511 per 100 000, 44 % perempuan dan 54% dengan adenoidektomi. Di Amerika Serikat tonsilektomi dilakukan sampai 1.500.000 pada tahun 1970 dan 286.000 menjalani adenotonsilektomi, sedangkan tahun 1985 dilakukan 400.000 tonsilektomi. 1

BAB IIPEMBAHASAN2.1 Definisi TonsilektomiTonsilektomi adalah operasi pengangkatan tonsil palatina baik unilateral maupun bilateral. Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil palatina dan jaringan limfoid di nasofaring yang dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal.2 Adapun pengertian lain yang menyebutkan bahwa tonsilektomi adalah pembedahan eksisi tonsil palatina untuk mencegah tonsilitis yang berulang. Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, namun hal ini bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap memerlukan keterampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam pelaksanaannya. Di AS karena kekhawatiran komplikasi, tonsilektomi digolongkan pada operasi mayor. Di Indonesia, tonsilektomi digolongkan pada operasi sedang karena durasi operasi pendek dan teknik tidak sulit.

Gambar 1. TonsilitisDiunduh dari: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/8/84/Throat_with_Tonsils_0011J.jpeg pada tanggal 21 Mei 2015 pukul 13.50

2.2 EpidemiologiPada Amerika operasi tonsilektomi masih merupakan operasi yang paling sering dikerjakan pada anak. Pada tahun 1959, 1,4 juta tonsilektomi dikerjakan pada Amerika Serikat. Pada tahun 1987, jumlah operasi yang dikerjakan menurun hingga 260.000. Indikasi operasi berubah dari indikasi karena infeksi, menjadi karena obstruksi jalan nafas.3 Di Indonesia, data nasional mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau tonsiladenoiktomi belum ada. Namun, data yang didapatkan dari RSUPNCM selama 5 tahun terakhir (1999-2003) menunjukkan kecenderungan penurunan jumlah operasi tonsilektomi. Fenomena ini juga terlihat pada jumlah operasi tonsiloadenoidektomi dengan puncak kenaikan pada tahun kedua (275 kasus) dan terus menurun sampai tahun 2003 (152 kasus).2 2.3 Indikasi TonsilektomiTonsilektomi atau lebih populer dikenal dengan istilah operasi amandel, telah dikenal oleh masyarakat awam sejak dahulu, dan sejak diperkenalkan tonsilektomi dengan cara Guillotine (1828), kecenderungan melakukan pembedahan ini untuk menyembuhkan berbagai penyakit saluran napas atas semakin meningkat. Tonsilektomi biasanya dilakukan pada dewasa muda yang menderita episode ulangan tonsilitis, selulitis peritonsilaris, atau abses peritonsilaris. Tonsilitis kronis dapat menyebabkan hilangnya waktu bekerja yang berlebihan. Anak-anak jarang menderita tonsilitis kronis atau abses peritonsilaris. Paling sering, mereka mengalami episode berulang tonsilitis akut dan hipertrofi penyerta. Beberapa episode mungkin disebabkan oleh virus atau bakteri. Diskusi kemudian mengenai kapan saat atau setelah berapa kali episode tindakan pembedahan dibutuhkan. Pedoman-pedoman yang biasanya dapat diterima sekarang ini ditunjukkan pada bagian ini.4

2.3.1 Indikasi AbsolutIndikasi-indikasi untuk tonsilektomi yang absolut adalah berikut ini:1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan napas yang kronis2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea waktu tidur yang menyebabkan:a. Obstruksi jalan napas (sleep apnea),b. Kesulitan menelan, danc. Gangguan dalam berbicara3. Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan penyerta4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma), terutama pada tonsil yang membesar secara unilateral patut dicurigai sebagai limfoma pada anak-anak dan karsinoma epidermoid pada orang dewasa. 5. Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya. Pada anak anak, tonsilektomi dilakukan 4-6 minggu setelah abses sudah diberikan perawatan. Pada orang dewasa, serangan kedua dari abses peritonsilernya akan menjadi indikasi yang absolut6. Infeksi tenggorokan yang rekuren. Ini merupakan indikasi yang paling umum. Infeksi yang rekuren didefinisikan sebagai:a.Tujuh atau lebih episode dalam 1 tahun, ataub.Lima atau lebih episode dalam 2 tahun, atauc.Tiga episode per tahun dalam 3 tahun, ataud.Dua minggu atau lebih tidak mengikuti sekolah atau bekerja dalam 1 tahun7. Tonsilitis. Terutama tonsitis yang menyebabkan kejang demam.5,62.3.2 Indikasi RelatifSeluruh indikasi lain untuk tonsilektomi dianggap relatif. Indikasi yang paling sering adalah episode berulang dari infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A. Biakan tenggorokan standar tidak selalu menunjukkan organisme penyebab dari episode faringitis yang sekarang. Biakan permukaan tonsil tidak selalu menunjukkan flora yang terdapat di dalam tonsil. Demikian juga, keputusan untuk mengobati dengan antibiotik tidak selalu bergantung pada hasil biakan saja. Sprinkle menunjukkan bahwa walaupun sebagian besar sakit tenggorokan disebabkan oleh infeksi virus, Streptococcus pyogenes merupakan bakteri penyebab pada 40% pasien dengan tonsilitis eksudatifa rekurens. Streptokokus grup B dan C, adenovirus, virus EB, dan bahkan virus herpes juga dapat menyebabkan tonsilitis eksudatifa. Ia percaya bahwa kasus-kasus tertentu adenotonsilitis berulang disebabkan oleh virus yang dalam keadaan tidak aktif (dormant) yang terdapat dalam jaringan tonsilaris.6Sekarang ini, tonsilektomi mungkin hanya satu-satunya jalan untuk menetapkan lebih banyak flora mulut normal pada pasien-pasien tertentu dengan adenotonsilitis berulang. Keputusan akhir untuk melakukan tonsilektomi tergantung pada kebijaksanaan dokter yang merawat pasien. Mereka sebaiknya menyadari kenyataan bahwa tindakan ini merupakan prosedur pembedahan mayor yang bahkan hari ini masih belum terbebas dari komplikasi-komplikasi yag serius. Sekarang ini, di samping indikasi-indikasi absolut, indikasi tonsilektomi yang paling dapat diterima pada anak-anak adalah berikut ini:1. Tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus menetap dan patogenik (keadaan karier)2. Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional (misalnya, penelanan)3. Hiperplasia dan obstruksi yang menetap enam bulan setelah infeksi mononukleosis (biasanya pada dewasa muda)4. Riwayat demam reumatik dengan kerusakan jantung yang berhubungan dengan tonsilitis rekurens kronis dan pengendalian antibiotik yang buruk5. Radang tonsil kronis menetap yang tidak memberikan respons terhadap penatalaksanaan medis (biasanya dewasa muda)6. Hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas orofasial dan gigi geligi yang menyempitkan jalan napas bagian atas7. Tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati servikal persisten.5,6Jika terdapat infeksi streptokokus yang berulang, mungkin terdapat karier pada orang-orang yang tinggal serumah, dan biakan pada anggota keluarga dan pengobatan dapat menghentikan siklus infeksi rekuren.Pertimbangan dan pengalaman ahli dalam menilai manfaat indikasi-indikasi ini yang akan diberikan pada pasien, tentu saja semuanya sama penting. Seperti juga indikasi pembedahan, tentu terdapat non-indikasi dan kontraindikasi tertentu yang juga harus diperhatikan, karena telah menjadi mode untuk melakukan jenis pembedahan ini untuk mengatasi masalah-masalah ini.

2.4 Kontraindikasi TonsilektomiTerdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbang manfaat dan risiko. Kontraindikasi tonsilektomi ialah, sebagai berikut:1. Kadar hemoglobin yang kurang dari 10 g%2. Adanya infeksi akut dari saluran napas atas, bahkan tonsilitis akut. Perdarahan dapat semakin meyakinkan bukti infeksi akut3. Anak-anak di bawah usia 3 tahun, yang memiliki risiko buruk terhadap operasi4. Cleft palate yang overt atau submukosa5. Kelainan perdarahan seperti leukemia, purpura, anemia aplastik atau hemofilia6. Saat polio sedang bersifat epidemik7. Penyakit sistemik yang tidak terkontrol, seperti diabetes, penyakit jantung, hipertensi atau asma8. Tonsilektomi dihindari selama periode menstruasi.5

2.5 Pelaksanaan bedah tonsilektomiMetode dan teknik pembedahanBerbagai teknik dan instrumen untuk tonsilektomi telah dikembangkan. Sampai saat ini teknik tonsilektomi yang optimal dengan morbiditas yang rendah masih menjadi kontroversi, masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan..Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik Guillotine dan diseksi.72.5.1 Guillotine Tonsilektomi cara guillotine dikerjakan secara luas sejak akhir abad ke 19, dan dikenal sebagai teknik yang cepat dan praktis untuk mengangkat tonsil. Namun tidak ada literatur yang menyebutkan kapan tepatnya metode ini mulai dikerjakan. Tonsilotom modern atau guillotine dan berbagai modifikasinya merupakan pengembangan dari sebuah alat yang dinamakan uvulotome. Uvulotome merupakan alat yang dirancang untuk memotong uvula yang edematosa atau elongasi.Greenfield Sluder pada sekitar akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 merupakan seorang ahli yang sangat merekomendasikan teknik Guillotine dalam tonsilektomi. Beliau mempopulerkan alat Sluder yang merupakan modifikasi alat Guillotin.Di Indonesia, terutama di daerah tonsilektomi cara guillotine masih lazim dilakukan dibandingkan cara diseksi.Kepustakaan lama menyebutkan beberapa keuntungan teknik ini yaitu cepat, komplikasi anestesi kecil, biaya kecil.7

Gambar 2. Cara tonsilektomiDiunduh dari http://healthy2life.blogspot.com/2008/07/tonsillectomy.html pada tanggal 21 Mei 2015 pukul 14.55

2.5.2 Teknik Diseksi Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi. Hanya sedikit ahli THT yang secara rutin melakukan tonsilektomi dengan teknik Sluder. Di negara-negara Barat, terutama sejak para pakar bedah mengenal anestesi umum dengan endotrakeal pada posisi Rose yang mempergunakan alat pembuka mulut Davis, mereka lebih banyak mengerjakan tonsilektomi dengan cara diseksi. Cara ini juga banyak digunakan pada pasien anak.Walaupun telah ada modifikasi teknik dan penemuan peralatan dengan desain yang lebih baik untuk tonsilektomi, prinsip dasar teknik tonsilektomi tidak berubah. Pasien menjalani anestesi umum (general endotracheal anesthesia). Teknik operasi meliputi: memegang tonsil, membawanya ke garis tengah, insisi membran mukosa, mencari kapsul tonsil, mengangkat dasar tonsil dan mengangkatnya dari fossa dengan manipulasi hati-hati. Lalu dilakukan hemostasis dengan elektokauter atau ikatan. Selanjutnya dilakukan irigasi pada daerah tersebut dengan salin. 7Bagian penting selama tindakan adalah memposisikan pasien dengan benar dengan mouth gag pada tempatnya. Lampu kepala digunakan oleh ahli bedah dan harus diposisikan serta dicek fungsinya sebelum tindakan dimulai. Mouth gag diselipkan dan bilah diposisikan sehingga pipa endotrakeal terfiksasi aman diantara lidah dan bilah. Mouth gag paling baik ditempatkan dengan cara membuka mulut menggunakan jempol dan 2 jari pertama tangan kiri, untuk mempertahankan pipa endotrakeal tetap di garis tengah lidah. Mouth gag diselipkan dan didorong ke inferior dengan hati-hati agar ujung bilah tidak mengenai palatum superior sampai tonsil karena dapat menyebabkan perdarahan. Saat bilah telah berada diposisinya dan pipa endotrakeal dan lidah di tengah, wire bail untuk gigi atas dikaitkan ke gigi dan mouth gag dibuka. Tindakan ini harus dilakukan dengan visualisasi langsung untuk menghindarkan kerusakan mukosa orofaringeal akibat ujung bilah. Setelah mouth gag dibuka dilakukan pemeriksaan secara hati-hati untuk mengetahui apakah pipa endotrakeal terlindungi adekuat, bibir tidak terjepit, sebagian besar dasar lidah ditutupi oleh bilah dan kutub superior dan inferior tonsil terlihat. Kepala di ekstensikan dan mouth gag dielevasikan. Sebelum memulai operasi, harus dilakukan inspeksi tonsil, fosa tonsilar dan palatum durum dan molle.7Mouth gag yang dipakai sebaiknya dengan bilah yang mempunyai alur garis tengah untuk tempat pipa endotrakeal (ring blade). Bilah mouth gag tersedia dalam beberapa ukuran. Anak dan dewasa (khususnya wanita) menggunakan bilah no. 3 dan laki-laki dewasa memerlukan bilah no. 4. Bilah no. 2 jarang digunakan kecuali pada anak yang kecil. Intubasi nasal trakea lebih tepat dilakukan dan sering digunakan oleh banyak ahli bedah bila tidak dilakukan adenoidektomi.7Berbagai teknik diseksi baru telah ditemukan dan dikembangkan disamping teknik diseksi standar, yaitu:2.5.3 Electrosurgery (Bedah listrik)7Awalnya, bedah listrik tidak bisa digunakan bersama anestesi umum, karena mudah memicu terjadinya ledakan. Namun, dengan makin berkembangnya zat anestetik yang nonflammable dan perbaikan peralatan operasi, maka penggunaan teknik bedah listrik makin meluas.Pada bedah listrik transfer energi berupa radiasi elektromagnetik (energi radiofrekuensi) untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0.1 hingga 4 MHz. Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan konduksi saraf atau jantung. Pada teknik ini elektroda tidak menjadi panas, panas dalam jaringan terbentuk karena adanya aliran baru yang dibuat dari teknik ini. Teknik ini menggunakan listrik 2 arah (AC) dan pasien termasuk dalam jalur listrik (electrical pathway). 7Teknik bedah listrik yang paling paling umum adalah monopolar blade, monopolar suction, bipolar dan prosedur dengan bantuan mikroskop. Tenaga listrik dipasang pada kisaran 10 sampai 40 W untuk memotong, menyatukan atau untuk koagulasi. Bedah listrik merupakan satu-satunya teknik yang dapat melakukan tindakan memotong dan hemostase dalam satu prosedur. Dapat pula digunakan sebagai tambahan pada prosedur operasi lain. 72.5.4 Radiofrekuensi7Pada teknik radiofrekuensi, elektroda disisipkan langsung ke jaringan. Densitas baru di sekitar ujung elektroda cukup tinggi untuk membuat kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang. Pengurangan jaringan juga dapat terjadi bila energi radiofrekuensi diberikan pada medium penghantar seperti larutan salin. Partikel yang terionisasi pada daerah ini dapat menerima cukup energi untuk memecah ikatan kimia di jaringan. Karena proses ini terjadi pada suhu rendah (400C-700C), mungkin lebih sedikit jaringan sekitar yang rusak. Alat radiofrekuensi yang paling banyak tersedia yaitu alat Bovie, Elmed Surgitron system (bekerja pada frekuensi 3,8 MHz), the Somnus somnoplasty system (bekerja pada 460 kHz), the ArthroCare coblation system dan Argon plasma coagulators. Dengan alat ini, jaringan tonsil dapat dibuang seluruhnya, ablasi sebagian atau berkurang volumenya. Penggunaan teknik radiofrekuensi dapat menurunkan morbiditas tonsilektomi. Namun masih diperlukan studi yang lebih besar dengan desain yang baik untuk mengevaluasi keuntungan dan analisa biaya dari teknik ini.72.5.5 Skalpel harmonik7Skalpel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan mengkoagulasikan jaringan dengan kerusakan jaringan minimal. Teknik ini menggunakan suhu yang lebih rendah dibandingkan elektrokauter dan laser. Dengan elektrokauter atau laser, pemotongan dan koagulasi terjadi bila temperatur sel cukup tinggi untuk tekanan gas dapat memecah sel tersebut (biasanya 1500C-4000C), sedangkan dengan skalpel harmonik temperatur disebabkan oleh friksi jauh lebih rendah (biasanya 500C -1000C). Sistim skalpel harmonik terdiri atas generator 110 Volt, handpiece dengan kabel penyambung, pisau bedah dan pedal kaki. Alatnya memiliki 2 mekanisme memotong yaitu oleh pisau tajam yang bergetar dengan frekuensi 55,5 kHz sejauh lebih dari 80 m (paling penting), dan hasil dari pergerakan maju mundur yang cepat dari ujung pemotong saat kontak dengan jaringan yang menyebabkan peningkatan dan penurunan tekanan jaringan internal, sehingga menyebabkan fragmentasi berongga dan pemisahan jaringan. Koagulasi muncul ketika energi mekanik ditransfer kejaringan, memecah ikatan hidrogen tersier menjadi protein denaturasi dan melalui pembentukan panas dari friksi jaringan internal akibat vibrasi frekuensi tinggi. Skalpel harmonik memiliki beberapa keuntungan dibanding teknik bedah lain, yaitu: Dibandingkan dengan elektrokauter atau laser, kerusakan akibat panas minimal karena proses pemotongan dan koagulasi terjadi pada temperatur lebih rendah dan charring, desiccation (pengeringan) dan asap juga lebih sedikit. Tidak seperti elektrokauter, skalpel harmonik tidak memiliki energi listrik yang ditransfer ke atau melalui pasien, sehingga tidak ada stray energi (energi yang tersasar) yang dapat menyebabkan shock atau luka bakar.7 Dibandingkan teknik skalpel, lapangan bedah terlihat jelas karena lebih sedikit perdarahan, perdarahan pasca operasi juga minimal. Dibandingkan dengan teknik diseksi standar dan elektrokauter, teknik ini mengurangi nyeri pascaoperasi. Teknik ini juga menguntungkan bagi pasien terutama yang tidak bisa mentoleransi kehilangan darah seperti pada anak-anak, pasien dengan anemia atau defisiensi faktor VIII dan pasien yang mendapatkan terapi antikoagulan.72.5.6 Coblation7 Teknik coblation juga dikenal dengan nama plasma-mediated tonsillar ablation, ionised field tonsillar ablation; radiofrequency tonsillar ablation; bipolar radiofrequency ablation; cold tonsillar ablation.7Teknik ini menggunakan bipolar electrical probe untuk menghasilkan listrik radiofrekuensi (radiofrequency electrical) baru melalui larutan natrium klorida. Keadaan ini akan menghasilkan aliran ion sodium yang dapat merusak jaringan sekitar. Coblation probe memanaskan jaringan sekitar lebih rendah dibandingkan probe diatermi standar (suhu 600C (45-850C) dibanding lebih dari 1000C). 7National Institute for clinical excellence menyatakan bahwa efikasi teknik coblation sama dengan teknik tonsilektomi standar tetapi teknik ini bermakna mengurangi rasa nyeri, tetapi komplikasi utama adalah perdarahan. 72.5.7 Intracapsular partial tonsillectomy7Intracapsular tonsillectomy merupakan tonsilektomi parsial yang dilakukan dengan menggunakan mikrodebrider endoskopi. Meskipun mikrodebrider endoskopi bukan merupakan peralatan ideal untuk tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang dapat menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam membersihkan jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya.7Pada tonsilektomi intrakapsular, kapsul tonsil disisakan untuk menghindari terlukanya otot-otot faring akibat tindakan operasi dan memberikan lapisan pelindung biologis bagi otot dari sekret. Hal ini akan mencegah terjadinya perlukaan jaringan dan mencegah terjadinya peradangan lokal yang menimbulkan nyeri, sehingga mengurangi nyeri pasca operasi dan mempercepat waktu pemulihan. Jaringan tonsil yang tersisa akan meningkatkan insiden tonsillar regrowth. Tonsillar regrowth dan tonsilitis kronis merupakan hal yang perlu mendapat perhatian khusus dalam teknik tonsilektomi intrakapsuler. Tonsilitis kronis dikontraindikasikan untuk teknik ini.7Keuntungan teknik ini angka kejadian nyeri dan perdarahan pasca operasi lebih rendah dibanding tonsilektomi standar. Tetapi masih diperlukan studi dengan desain yang baik untuk menilai keuntungan teknik ini.2.5.8 Laser (CO2-KTP)7Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP (Potassium Titanyl Phospote) untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. Teknik ini mengurangi volume tonsil dan menghilangkan recesses pada tonsil yang meyebabkan infeksi kronik dan rekuren. LTA dilakukan selama 15-20 menit dan dapat dilakukan di poliklinik dengan anestesi lokal. Dengan teknik ini nyeri pascaoperasi minimal, morbiditas menurun dan kebutuhan analgesia pascaoperasi berkurang. Tekhnik ini direkomendasikan untuk tonsilitis kronik dan rekuren, sore throat kronik, halitosis berat atau obstruksi jalan nafas yang disebabkan pembesaran tonsil.72.6 Adenoidektomi Pada hipertrofi adenoid dilakukan tindakan bedah adenoidektomi dengan cara kuretase memakai alat khusus ( adenotom ). Kontraindikasi operasi adalah celah palatum atau insufisiensi palatum karena operasi ini dapat mengakibatkan rinoalia aperta.Indikasi adenoidektomi sebagai berikut :1. Sumbatan : sumbatan hidung yang menyebabkan bernapas melalui mulut, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, kelainan bentuk wajah muka dan gigi ( adenoid face ).

Gambar 3. Adenoid faceDiunduh dari https://www.pinterest.com/gorurtugba/adenoid-face/ pada tanggal 21 Mei 2015 pukul 15.112. Infeksi : adenoiditis berulang / kronik, otitis media efusi berulang / kronik, otitis media akut berulang.3. Kecurigaan neoplasma jinak/ ganas.Teknik adenoidektomi terbagi atas dua cara yaitu :81. Eksisi melalui mulut8Merupakan teknik yang paling banyak digunakan. Adenoid dikeluarkan melalui mulut setelah mulut dibuka dengan menggunakan suatu alat dan menarik langit-langit mulut. Suatu cermin digunakan untuk melihat adenoid karena adenoid terletak pada rongga hidung bagian belakang melalui pendekatan ini beberapa instrumen dapat dimasukan. Cold surgical techniqueCurette adenoid : merupakan patokan dan metode konvensional yang sukses dilakukan. Alat adenoid currete mempunyai sisi yang tajam dan bengkok. Untuk mengangkat adenoit digunakan mata pisau yang tajam setelah terlebih dahulu memposisikan nasofaring. Perdarahan dapat dikontrol dengan elektrocauter.Adenoid punch : penekanan pada adenoid dengan menggunakan satu instrumen bengkok yang mempunyai celah dan ditempatkan di atas adenoid kemudia celah itu ditutup dan pisau bedah mengangkah adenoid. Magill forceps : adalah suatu instrumen yang berbentuk bengkok yang digunakan untuk mencabut jaringan sisa pada adenoid Elektrocauter dengan suction bovie Teknik kedua dengan menggunakan elektrocauter dengan suatu suction bovie yang berfungsi mencabut jaringan adenoid Surgical microdebriderAhli bedah lain sudah menggunakan metode microdebrider, sebagian orang yang menganggapnya lebih efektif. Perdarahan pasti terjadi pada pengangkatan tetapi sebagian besar dilaporkan perdarahan dengan menggunakan tradisional currete. Mikrodebrider memindahkan jaringan adenoid yag sulit di jangkau oleh teknik lain2. Eksisi melalui hidung8Satu-satunya teknik bermanfaat untuk memindahkan adenoid melalui rongga hidung dengan menggunakan alat mikrodebrider. Dengan prosedur ini, jika terjadi perdarahan dikontrol dengan menggunakan cauter suction

BAB IIPENUTUP

3.1 Kesimpulan Tonsilektomi merupakan tindakan operasi tersering pada bidang THT. Tonsilektomi merupakan tindakan pembedahan tertua, berupa tindakan pengangkatan jaringan tonsila palatina dari fossa tonsilaris. Tonsilektomi dapat dikerjakan dengan indikasi yang tepat sehingga didapatkan keuntungan nyata, mengingat peranan tonsil sebagai bagian system pertahanan tubuh.Berbagai teknik dan instrumen untuk tonsilektomi telah dikembangkan. Sampai saat ini teknik tonsilektomi yang optimal dengan morbiditas yang rendah masih menjadi kontroversi, masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik Guillotine dan diseksi. Selain Guillotine dan diseksi juga terdapat metode dan teknik tonsilektomi yang lain seperti electrosurgery, radiofrekuensi, skalpel harmonik, coblation, intracapsular parsial tonsilektomy, laser ( CO2-KTP ), dari masing-masing metode dan teknik ini memiliki kelebihan masing-masing. Adenoidektomi dilakukan jika terdapat indikasi seperti obstruksi jalan napas, infeksi adenoid dan kecurigaan neoplasma jinak maupun ganas. Terdapat 2 teknik adenoidektomi yaitu eksisi melalui mulut atau eksisi melalui hidung, namun yang sering digunakan adalah eksisi melalui mulut.

Daftar pusataka1. Kajian Manfaat Tonsilektomi dalam Cermin Dunia Kedokteran diunduh dari www.kalbefarma.com.com/cdk tanggal 21 Mei 2015 pukul 13.482. Bailey BJ. Tonsillectomy. In: Bailey BJ, Calhour KH, Friedman NR, Newlands SD, Vrabec JT, editors. Atlas of Head and Neck Surgery- Otolaryngology. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 2001.2nd edition.p.327-2- 327-6 3. Tonsillectomy. Diunduh dari : reference.medscape.com/article/872119-overview. Pada tanggal 21 Mei 2015 pukul 14.00 4. Data operasi Tonsiloadenoidektomi tahun 1999-2003 Bagian THT FKUI-RSUPNCM.5. Behrbohm H, Kaschke O, Nawka T, Swift A. Ear, nose, and throat diseases. 3rd ed. Germany: Georg Thieme Verlag; 2009.p.268.6. Adam G L, Boies L R, Higler P A (Alih bahasa : Wijaya C). Boeis buku ajar penyakit THT edisi 6. Tonsilektomi. EGC:Jakarta; 2013. h. 337-41.7. Sumber: Dhingra PL, Dhingra S, Dhingra D. Disease of ear, nose and throat & head and neck surgery. 6th ed. India: Elsevier; 2014.p.428-30.8. MaQlay J. Adenoidectomy.[online]. 2006 March 23]; Available from: http://www.emedicine.com/oph/topic410.htm

3