28
BAB I PENDAHULUAN Tonsilektomi merupakan prosedur yang paling sering dilakukan dalam sejarah operasi. Pada tahun 2006, di Amerika Serikat lebih dari 530.000 prosedur operasi tonsilektomi pada anak dilakukan pertahunnya. Kontroversi mengenai tonsilektomi dilaporkan lebih banyak bila dibandingkan dengan prosedur operasi manapun. Konsensus umum yang beredar saat ini menyatakan bahwa tonsilektomi pada anak telah dilakukan dalam jumlah yang tidak tepat (seharusnya) pada tahun- tahun yang lalu. Besarnya jumlah ini karena keyakinan para dokter dan orangtua tentang keuntungan tonsilektomi dan bukan berdasarkan bukti ilmiah atau studi klinis. Pada dekade terakhir, tonsilektomi tidak hanya dilakukan untuk tonsilitis berulang, namun juga untuk berbagai kondisi yang lebih luas termasuk kesulitan makan, kegagalan penambahan berat badan, overbite, tounge thrust, halitosis, mendengkur, gangguan bicara dan enuresis. Amercan Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery telah mengeluarkan rekomendasi resmi yang merupakan kesepakatan para ahli mengenai indikasi tindakan tonsilektomi. 1,2,3 Terdapat beberapa komplikasi operasi tonsilektomi, diantaranya nyeri tenggorokan, mual dan muntah pasca 1

Perdarahan Pada Tonsilektomi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Perdarahan Pada Tonsilektomi

BAB I

PENDAHULUAN

Tonsilektomi merupakan prosedur yang paling sering dilakukan dalam

sejarah operasi. Pada tahun 2006, di Amerika Serikat lebih dari 530.000 prosedur

operasi tonsilektomi pada anak dilakukan pertahunnya. Kontroversi mengenai

tonsilektomi dilaporkan lebih banyak bila dibandingkan dengan prosedur operasi

manapun. Konsensus umum yang beredar saat ini menyatakan bahwa tonsilektomi

pada anak telah dilakukan dalam jumlah yang tidak tepat (seharusnya) pada tahun-

tahun yang lalu. Besarnya jumlah ini karena keyakinan para dokter dan orangtua

tentang keuntungan tonsilektomi dan bukan berdasarkan bukti ilmiah atau studi

klinis. Pada dekade terakhir, tonsilektomi tidak hanya dilakukan untuk tonsilitis

berulang, namun juga untuk berbagai kondisi yang lebih luas termasuk kesulitan

makan, kegagalan penambahan berat badan, overbite, tounge thrust, halitosis,

mendengkur, gangguan bicara dan enuresis. Amercan Academy of

Otolaryngology-Head and Neck Surgery telah mengeluarkan rekomendasi resmi

yang merupakan kesepakatan para ahli mengenai indikasi tindakan

tonsilektomi.1,2,3

Terdapat beberapa komplikasi operasi tonsilektomi, diantaranya nyeri

tenggorokan, mual dan muntah pasca operasi, kesulitan makan, dan juga

perdarahan.2 Perdarahan pascaoperasi merupakan komplikasi yang penting, yang

memiliki potensi meningkatkan morbidatas dan kematian.4 Perdarahan pasca

operasi terjadi pada 0,1-8,1% dari jumlah kasus. Perdarahan pascaoperasi bisa

terjadi segera dimana terjadi pada rentang waktu kurang dari 24 jam ataupun

sekunder yang terjadi setelah 24 jam pasca operasi tonsilektomi. Pendarahan ini

terutama diperberat karena pasien tidak dapat melihat langsung dan mengontrol

pendarahannya. Pasien sering tertelan dan terjadi aspirasi darah, ditambah lagi

bahwa pasien masih dalam keadaan nyeri paska operasi. Beberapa pasien

pendarahannya berhenti secara spontan. Beberapa mengalami episod pendarahan

berulang.1, 4 Oleh karena itu sangat penting bagi tim medis untuk mengenali tanda-

tanda perdarahan post tonsilektomi dan bagaimana cara mengatasinya.

1

Page 2: Perdarahan Pada Tonsilektomi

2

BAB II

TONSILEKTOMI

2.1. Definisi

Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan satu atau kedua tonsil palatina.

Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil palatina dan jaringan limfoid di

nasofaring yang dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal.1,2,3,5

2.2. Epidemiologi

Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, namun

tidak berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap memerlukan

keterampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam pelaksanaannya. Di

AS karena kekhawatiran komplikasi, tonsilektomi digolongkan pada operasi

mayor. Di Indonesia, tonsilektomi digolongkan pada operasi sedang karena durasi

operasi pendek dan teknik tidak sulit.

Pada awal tahun 1960 dan 1970-an, telah dilakukan 1 sampai 2 juta

tonsilektomi, adenoidektomi atau gabungan keduanya setiap tahunnya di Amerika

Serikat. Angka ini menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu dimana pada

tahun 1996, diperkirakan 287.000 anak-anak di bawah 15 tahun menjalani

tonsilektomi, dengan atau tanpa adenoidektomi. Dari jumlah ini, 248.000 anak

(86,4%) menjalani tonsiloadenoidektomi dan 39.000 lainnya (13,6%) menjalani

tonsilektomi saja. Tren serupa juga ditemukan di Skotlandia. Sedangkan pada

orang dewasa berusia 16 tahun atau lebih, angka tonsilektomi meningkat dari 72

per 100.000 pada tahun 1990 (2.919 operasi) menjadi 78 per 100.000 pada tahun

1996 (3.200 operasi).1

Di Indonesia, data nasional mengenai jumlah operasi tonsilektomi atau

tonsiloadenoidektomi belum ada. Namun, data yang didapatkan dari RSUPNCM

selama 5 tahun terakhir (1999-2003) menunjukkan kecenderungan penurunan

jumlah operasi tonsilektomi. Fenomena ini juga terlihat pada jumlah operasi

tonsiloadenoidektomi dengan puncak kenaikan pada tahun kedua (275 kasus) dan

terus menurun sampai tahun 2003 (152 kasus). Sedangkan data dari rumah sakit

Fatmawati dalam 3 tahun terakhir (2002-2004) menunjukkan kecenderungan

2

Page 3: Perdarahan Pada Tonsilektomi

3

kenaikan jumlah operasi tonsilektomi dan penurunan jumlah operasi

tonsiloadenoidektomi.1

2.3. Embriologi dan Anatomi Tonsil

2.3.1. Embriologi

Pada permulaan pertumbuhan tonsil, terjadi invaginasi kantong

brakial ke II ke dinding faring akibat pertumbuhan faring ke lateral.

Selanjutnya terbentuk fosa tonsil pada bagian dorsal kantong tersebut, yang

kemudian ditutupi epitel. Bagian yang mengalami invaginasi akan membagi

lagi dalam beberapa bagian, sehingga terjadi kripta. Kripta tumbuh pada

bulan ke 3 hingga ke 6 kehidupan janin, berasal dari epitel permukaan. Pada

bulan ke 3 tumbuh limfosit di dekat epitel tersebut dan terjadi nodul pada

bulan ke 6, yang akhirnya terbentuk jaringan ikat limfoid. Kapsul dan

jaringan ikat lain tumbuh pada bulan ke 5 dan berasal dari mesenkim,

dengan demikian terbentuklah massa jaringan tonsil.1

2.3.2. Anatomi 1, 6, 7

Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi

faring. Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal

(adenoid). Unsur yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring

dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam fosa Rosenmuller, di

bawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius.

a. Tonsil Palatina

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di

dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior

(otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil

berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai

10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu

mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal

sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:

- Lateral– m. konstriktor faring superior

- Anterior – m. Palatoglosus

- Posterior – m. Palatofaringeus

Page 4: Perdarahan Pada Tonsilektomi

4

- Superior – palatum mole

- Inferior – tonsil lingual

Gambar 1. Cavum oral

Secara mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan

ikat, folikel germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel

(terdiri dari jaringan linfoid). Tedapat klasifikasi ukuran tonsil palatine,

yaitu :

Gambar 2. Hubungan ukuran tonsil dan besarnya obstruksi pernapasanan

yang terjadi

Ukuran ini berkaitan dengan ada atau tidaknya tanda-tanda obstruksi

pernapasan. Tonsil +1 biasanya diikuti dengan tanda obstruksi pernapasan

Page 5: Perdarahan Pada Tonsilektomi

5

25%, tonsil + 225-50%, tonsil +3 50-75%, dan tonsil + 4 dengan tanda

obstruksi > 75%.1

b. Fosa Tonsil

Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu

batas anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya

adalah otot konstriktor faring superior. Pilar anterior mempunyai bentuk

seperti kipas pada rongga mulut, mulai dari palatum mole dan berakhir di

sisi lateral lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang ke atas mencapai

palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak dan ke arah bawah

meluas hingga dinding lateral esofagus, sehingga pada tonsilektomi harus

hati-hati agar pilar posterior tidak terluka. Pilar anterior dan pilar posterior

bersatu di bagian atas pada palatum mole, ke arah bawah terpisah dan masuk

ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring.

c. Kapsul Tonsil

Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran

jaringan ikat, yang disebut kapsul. Walaupun para pakar anatomi

menyangkal adanya kapsul ini, tetapi para klinisi menyatakan bahwa kapsul

adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian tonsil.

d. Plika Triangularis

Diantara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil

terdapat plika triangularis yang merupakan suatu struktur normal yang telah

ada sejak masa embrio. Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat

pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering terjadi adalah

terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.

e. Pendarahan

Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis eksterna,

yaitu 1) A. maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris

dan A. palatina asenden; 2) A. maksilaris interna dengan cabangnya A.

palatina desenden; 3) A. lingualis dengan cabangnya A. lingualis dorsal; 4)

A. faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh

A. lingualis dorsal dan bagian posterior oleh A. palatina asenden, diantara

Page 6: Perdarahan Pada Tonsilektomi

6

kedua daerah tersebut diperdarahi oleh A. tonsilaris. Kutub atas tonsil

diperdarahi oleh A. faringeal asenden dan A. palatina desenden. Vena-vena

dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring.

Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan

pleksus faringeal.

Gambar 3. Pembuluh darah yang memperdarahi tonsil palatina

f. Aliran getah bening

Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah

bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah M.

Sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju

duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan

sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.

g. Persarafan

Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui

ganglion sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus.

h. Imunologi Tonsil

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit,

0,1-0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi

limfosit B dan T pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-

75%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistim imun kompleks yang terdiri atas sel

M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan APCs (antigen presenting cells)

yang berperan dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga

Page 7: Perdarahan Pada Tonsilektomi

7

terjadi sintesis imunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit

T, sel plasma dan sel pembawa IgG.

Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk

diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil

mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan bahan

asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan

sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.

2.3.3. Tonsil Faringeal (Adenoid)

Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari

jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau

segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah

ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun

mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai

bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di

dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama

ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa

Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada

masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran

maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.

2.4. Indikasi Tonsilektomi

Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat

perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini.

Dulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat

ini, indikasi yang lebih utama adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil.

Untuk keadaan emergency seperti adanya obstruksi saluran napas, indikasi

tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi (indikasi absolut). Namun, indikasi

relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency dan perlunya batasan usia pada

keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa

usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi.1

1. Indikasi Absolut (AAO)

Page 8: Perdarahan Pada Tonsilektomi

8

a. Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas,

disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner

b. Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan

drainase

c. Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam

d. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi

anatomi

2. Indikasi Relatif (AAO)

a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun

dengan terapi antibiotik adekuat

b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik

dengan pemberian terapi medis

c. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier

streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik β-

laktamase resisten

Pada keadaan tertentu seperti pada abses peritonsilar (Quinsy), tonsilektomi

dapat dilaksanakan bersamaan dengan insisi abses.

Saat mempertimbangkan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus

dibedakan apakah mereka mutlak memerlukan operasi tersebut atau hanya sebagai

kandidat. Dugaan keganasan dan obstruksi saluran nafas merupakan indikasi

absolut untuk tonsilektomi. Tetapi hanya sedikit tonsilektomi pada dewasa yang

dilakukan atas indikasi tersebut, kebanyakan karena infeksi kronik. Akan tetapi

semua bentuk tonsilitis kronik tidak sama, gejala dapat sangat sederhana seperti

halitosis, debris kriptus dari tonsil (“cryptic tonsillitis”) dan pada keadaan yang

lebih berat dapat timbul gejala seperti nyeri telinga dan nyeri atau rasa tidak enak

di tenggorok yang menetap. Indikasi tonsilektomi mungkin dapat berdasarkan

terdapat dan beratnya satu atau lebih dari gejala tersebut dan pasien seperti ini

harus dipertimbangkan sebagai kandidat untuk tonsilektomi karena gejala tersebut

dapat mempengaruhi kualitas hidup walaupun tidak mengancam nyawa.1

2.5. Kontraindikasi

Page 9: Perdarahan Pada Tonsilektomi

9

Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi,

namun bila sebelumnya dapat diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap

memperhitungkan imbang “manfaat dan risiko”. Keadaan tersebut adalah:1,3

1. Gangguan perdarahan

2. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat

3. Anemia

4. Infeksi akut yang berat

2.6. Teknik Operasi Tonsilektomi

Terdapat beberapa teknik operasi tonsilektomi. Pemelihan teknik operasi

tersebut difokuskan pada mortalitas seperti nyeri, perdarahan peri dan paska

operasi, durasi operasi, serta kemampuan dan pengalaman ahli bedah, dan juga

ketersedian teknologi yang mendukung. Di Indonesia teknik terbanyak yang

dilakukan adalah teknik Gullotine dan diseksi1

1. Cara Guillotine  

Diperkenalkan pertama kali oleh Philip Physick (1828) dari Philadelphia,

sedangkan cara yang masih digunakan sampai sekarang adalah modifikasi Sluder.

Di negara-negara maju cara ini sudah jarang digunakan dan di Indonesia cara ini

hanya digunakan pada anak-anak dalam anestesi umum. Teknik :

a. Posisi pasien telentang dalam anestesi umum. Operator di sisi kanan

berhadapan dengan pasien.

b. Setelah relaksasi sempurna otot faring dan mulut, mulut difiksasi dengan

pembuka mulut. Lidah ditekan dengan spatula.

c. Untuk tonsil kanan, alat guillotine dimasukkan ke dalam mulut melalui

sudut kiri.

d. Ujung alat diletakkan diantara tonsil dan pilar posterior, kemudian kutub

bawah tonsil dimasukkan ke dalam Iubang guillotine. Dengan jari telunjuk

tangan kiri pilar anterior ditekan sehingga seluruh jaringan tonsil masuk ke

dalam Iubang guillotine.

e. Picu alat ditekan, pisau akan menutup lubang hingga tonsil terjepit.

Page 10: Perdarahan Pada Tonsilektomi

10

f. Setelah diyakini seluruh tonsil masuk dan terjepit dalam lubang guillotine,

dengan bantuan jari, tonsil dilepaskan dari jaringan sekitarnya dan

diangkat keluar. Perdarahan dirawat.

2. Cara diseksi

Cara ini diperkenalkan pertama kali oleh Waugh (1909).  Cara ini

digunakan pada pembedahan tonsil orang dewasa, baik dalam anestesi umum

maupun lokal. Teknik :

a. Bila menggunakan anestesi umum, posisi pasien terlentang dengan kepala

sedikit ekstensi. Posisi operator di proksimal pasien.

b. Dipasang alat pembuka mulut Boyle-Davis gag.

c. Tonsil dijepit dengan cunam tonsil dan ditarik ke medial

d. Dengan menggunakan respatorium/enukleator tonsil, tonsil dilepaskan dari

fosanya secara tumpul sampai kutub bawah dan selanjutnya dengan

menggunakan jerat tonsil, tonsil diangkat. Perdarahan dirawat.

3. Cryogenic tonsilectomy  

Tindakan pembedahan tonsil dapat menggunakan caracryosurgery yaitu

proses pendinginan jaringan tubuh sehingga terjadi nekrosis. Bahan pendingin

yang dipakai adalah freon dan cairan nitrogen.1

4. Teknik elektrokauter

Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai

kauterisasi untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi berupa

radiasi elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio

yang digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0,1 hingga 4Mhz.

Pada teknik ini elektroda tidak menjadi panas, panas dalam jaringan terbentuk

karena adanya aliran baru yang dibuat dari teknik ini. Teknik ini menggunakan

listrik 2 arah (AC) dan pasien termasuk dalam jalur listrik (electrical pathway).

Teknik bedah listrik yang paling paling umum adalah monopolar blade,

monopolar suction, bipolar dan prosedur dengan bantuan mikroskop. Tenaga

listrik dipasang pada kisaran 10 sampai 40 W untuk memotong, menyatukan atau

untuk koagulasi.

Page 11: Perdarahan Pada Tonsilektomi

11

5. Teknik Radiofrekuensi

Pada teknik ini elektrode radiofrekuensi disisipkan langsung ke jaringan.

Densitas baru di sekitar ujung elektrode cukup tinggi untuk membuka kerusakan

bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah

jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang.

6. Teknik Skapel Harmonik

Skalpel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan

mengkoagulasi jaringan dengan kerusakan jaringan minimal. Teknik ini

menggunakan suhu yang lebih rendah dibandingkan elektrokauter dan laser.

Dengan elektrokauter atau laser, pemotongan dan koagulasi terjadi bila temperatur

sel cukup tinggi untuk tekanan gas dapat memecah sel tersebut (biasanya 1500C-

4000C), sedangkan dengan skalpel harmonik temperatur disebabkan oleh friksi

jauh lebih rendah (biasanya 500C -1000C). Sistim skalpel harmonik terdiri atas

generator 110 Volt, handpiece dengan kabel penyambung, pisau bedah dan pedal

kaki. 

Dan terdapat beberapa teknik operasi tonsilektomi lainnya.

2.7. Komplikasi

Tonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi

umum maupun lokal, sehingga komplikasi yang ditimbulkannya merupakan

gabungan komplikasi tindakan bedah dan anestesi. Sekitar 1:15.000 pasien yang

menjalani tonsilektomi meninggal baik akibat perdarahan maupun komplikasi

anestesi dalam 5-7 hari setelah operasi.1,2,8

2.7.1. Komplikasi anestesi

Komplikasi terkait anestesi terjadi pada 1:10.000 pasien yang

menjalani tonsilektomi dan adenoidektomi (brookwood ent associates).

Komplikasi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien. Adapun

komplikasi yang dapat ditemukan berupa:

- Laringospasme

- Gelisah pasca operasi

- Mual muntah

Page 12: Perdarahan Pada Tonsilektomi

12

- Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi

- Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hippotensi dan

henti jantung

- Hipersensitif terhadap obat anestesi

2.7.2. Komplikasi bedah

a. Perdarahan

Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1% dari jumlah kasus).

Perdarahan dapat terjadi selama operasi, segera sesudah operasi atau di rumah.

Kematian akibat perdarahan terjadi pada 1:35.000 pasien. Sebanyak 1 dari 100

pasien kembali karena masalah perdarahan dan dalam jumlah yang sama

membutuhkan transfusi darah.

Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama dikenal sebagai early

bleeding, perdarahan primer atau “reactionary haemorrage” dengan

kemungkinan penyebabnya adalah hemostasis yang tidak adekuat selama

operasi. Umumnya terjadi dalam 8 jam pertama. Perdarahan primer ini sangat

berbahaya, karena terjadi sewaktu pasien masih dalam pengaruh anestesi dan

refleks batuk belum sempurna. Darah dapat menyumbat jalan napas sehingga

terjadi asfiksia. Perdarahan dapat menyebabkan keadaan hipovolemik bahkan

syok.

Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam disebut dengan late/delayed

bleeding atau perdarahan sekunder. Umumnya terjadi pada hari ke 5-10

pascabedah. Perdarahan sekunder ini jarang terjadi, hanya sekitar 1%.

Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, bisa karena infeksi sekunder

pada fosa tonsilar yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan

perdarahan dan trauma makanan yang keras.

b. Nyeri

Nyeri pascaoperasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf

glosofaringeus atau vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yang

menyebabkan iskemia dan siklus nyeri berlanjut sampai otot diliputi kembali

oleh mukosa, biasanya 14-21 hari setelah operasi.

Page 13: Perdarahan Pada Tonsilektomi

13

Nyeri tenggorok muncul pada hampir semua pasien pascatonsilektomi.

Penggunaan elektrokauter menimbulkan nyeri lebih berat dibandingkan teknik

“cold” diseksi dan teknik jerat. Nyeri pascabedah bisa dikontrol dengan

pemberian analgesik. Jika pasien mengalami nyeri saat menelan, maka akan

terdapat kesulitan dalam asupan oral yang meningkatkan risiko terjadinya

dehidrasi. Bila hal ini tidak dapat ditangani di rumah, perawatan di rumah

sakit untuk pemberian cairan intravena dibutuhkan.

c. Komplikasi lain

Dehidrasi, demam, kesulitan bernapas, gangguan terhadap suara

(1:10.000), aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi velopharingeal,

stenosis faring, lesi di bibir, lidah, gigi dan pneumonia.

BAB III

DISKUSI

Page 14: Perdarahan Pada Tonsilektomi

14

3.1. PERTANYAAN

1. Apa saja tanda pendarahan post tonsilektomi? bagaimana menilainya?

2. Apa yang menjadi penyebab perdarahan ?

3. Bagaimana penatalaksanaannya ?

3.2. DISKUSI

1. Tanda perdarahan post tonsilektomi :1,2, 3, 4, 8

a. Bila pasien belum sadar, terdengar nafas yang berbunyi.

b. Keluarnya darah dari mulut atau hidung segera pascaoperasi

tonsilektomi.

c. Pasien merasa mual dan bisa muntah karena menelan darah.

d. Warna kulit pasien memucat, tekanan darah yang rendah, dan

frekuensi nadi > 100 x/menit merupakan tanda bahwa perdarahan

sedang berlangsung

2. Pendarahan tonsilektomi dapat terjadi :1, 2, 8, 9,10

a. Saat Pembedahan

Hal ini sangat terkait dengan teknik operasi yang dilakukan.

- Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan

pasien dan faktor operatornya sendiri. Perdarahan mungkin lebih

banyak bila terdapat jaringan parut yang berlebihan atau adanya

infeksi akut seperti tonsilitis akut atau abses peritonsil.

- Perdarahan yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena

kecil yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantu dengan

tampon tekan.

- Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari pembuluh

darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan

kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada

fosa tonsil diletakkan tampon atau gelfoam,  kemudian pilar

14

Page 15: Perdarahan Pada Tonsilektomi

15

anterior dan pilar posterior dijahit. Bila masih juga gagal, dapat

dilakukan ligasi arteri karotis eksterna.

- Dari laporan berbagai kepustakaan, teknik operasi yang dikenal

sebagai teknik “hot” (elektrokauter, radiofrekuensi, kobalasi, dan

sebagainya) dapat mengurangi morbiditas dan resiko perdarahan

paskaoperasi.

b. Pasca Pembedahan

- Pendarahan Primer atau segera

o Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca bedah.

Keadaan ini cukup berbahaya karena pasien masih dipengaruhi

obat bius dan refleks batuk belum sempurna sehingga darah

dapat menyumbat jalan napas.

o Penyebabnya diduga karena hemostasis yang tidak adekuat

selama operasi atau terlepasnya ikatan

- Pendarahan Sekunder

o Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pasca bedah. Umumnya

terjadi pada hari ke 5 – 10.

o Jarang terjadi dan penyebab tersering adalah infeksi serta

trauma akibat makanan; dapat juga oleh karena ikatan jahitan

yang terlepas, jaringan granulasi yang menutupi fosa tonsil

terlalu cepat terlepas sebelum luka sembuh sehingga pembuluh

darah di bawahnya terbuka dan terjadi perdarahan. Perdarahan

hebat jarang terjadi karena umumnya berasal dari pembuluh

darah permukaan.

Penyebab perdarahan post tonsilektomi adalah :

a. Teknik pembedahan yang jelek , misalnya terbukanya kembali

pembuluh darah kecil pada luka operasi, atau pembuluh darah yang

tidak terikat atau terkauter.

b. Kelainan status hematologi dan hemodinamik

c. Perdarahan pada 8 jam pertama dapat disebabkan oleh :

Ikatan pembuluh darah yang terlepas

Page 16: Perdarahan Pada Tonsilektomi

16

Tekanan darah meningkat

Bekuan darah terlepas

Peningkatan tekanan vena karena refleks batuk pada saat

pasien mulai sadar

d. Perawatan post operasi. Misalnya : infeksi pada lokasi operasi,

trauma oleh makanan yang keras ataupun batuk, terkelupasnya scar

superfisial pada luka operasi.

3. Penatalaksanaan perdarahan post tonsilektomi : 1, 2, 8, 11, 12, 13

Faktor penting dalam penatalaksanaan perdarahan post

tonsilektomi adalah pencegahan. Jadi sangat penting menilai apakah

pasien dalam kondisi hemostasis yang baik untuk dilakukan operasi.

Untuk menghindari terjadinya perdarahan post tonsilektomi maka

prosedur pembedahan yang dianjurkan adalah :

1. Persiapan pasien :

a. riwayat penyakit yang komplit

b. pemeriksaan fisik khusus terhadap adanya kecenderungan

terjadinya perdarahan

c. uji penyaringan darah yang paling sering dilakukan adalah:

hitung jenis komplit, tromboplastin parsial, waktu perdarahan

dan waktu pembekuan, dan jumlah trombosit

d. pasien sebaiknya tidak makan aspirin selama 2 minggu

sebelum pembedahan.

2. Pertimbangan teknis pembedahan : aliran darah yang berasal dari

lima pembuluh darah arteri :

- bagian dorsum lingua berasal dari a. Lingualis

- palatina asenden dan tonsila berasal dari a. Maksilaris eksterna

- faring asenden dari a. Karotis aksterna

- palatina desenden dari a. Maksilaris interna : kelainan

pembuluh darah pada daerah ini dapat menyebabkan kesulitan

tertentu pada pembedahan.

Page 17: Perdarahan Pada Tonsilektomi

17

Faktor demografi, indikasi pembedahan, teknik anestesi,

penggunaan obat-obatan hemostasis dapat juga mempengaruhai resiko

terjadi perdarahan post tonsilektomi.

Jika terjadi perdarahan minimal segera setelah operasi, segera cari

sumber perdarahan lakukan penghentian perdarahan segera. Hal ini dapat

dilakukan di meja operasi dengan menjepit titik perdarahan kemudian

dilakukan ligase atau elektrokauter. Jika masih gagal, dapat dilakukan

eksplorasi leher dan mengikatan a. carotis eksternah pada cabang paling

distal kearah tonsil.

Jika perdarahan terjadi yang harus di awasi adalah manajemen

jalan nafas dan mencegah terjadinya syok hipovolemik. Manajemen jalan

nafas dilakukan dengan cara membersihkan bekuan darah yang ada pada

hipofaring dengan menggunakan jari, spons, ataupun dengan suction.

Vasopressor dapat diberikan jika tanda-tanda hipotensi muncul dan

pertimbangkan untuk dilakukan transfusi darah.

Yang penting pada perawatan pasca tonsilektomi adalah

o Baringkan pasien pada satu sisi tanpa bantal,

o Ukur nadi dan tekanan darah secara teratur

o Awasi adanya gerakan menelan karena pasien mungkin menelan

darah yang terkumpul di faring dan

o Napas yang berbunyi menunjukkan adanya lendir atau darah di

tenggorok. Bila diduga ada perdarahan, periksa fosa tonsil. Bekuan

darah di fosa tonsil diangkat, karena tindakan ini dapat

menyebabkan jaringan berkontraksi dan perdarahan berhenti

spontan. Bila perdarahan belum berhenti, dapat dilakukan

penekanan dengan tampon yang mengandung adrenalin 1:1000.

Selanjutnya bila masih gagal dapat dicoba dengan pemberian

hemostatik topikal di fosa tonsil dan hemostatik parenteral dapat

diberikan. Bila dengan cara di atas perdarahan belum berhasil

dihentikan, pasien dibawa ke kamar operasi dan dilakukan

perawatan perdarahan seperti saat operasi.

Page 18: Perdarahan Pada Tonsilektomi

18

o Kompres es disekitar leher

o Pemberian minuman dingin dan makanan lembut untuk beberapa

hari pertama