23
1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Stroke 1. Pengertian Stroke Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika sebagian sel-sel otak mengalami kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak. Aliran darah yang terhenti membuat suplai oksigen dan zat makanan ke otak juga terhenti, sehingga sebagian otak tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (Utami P, 2011). 2. Klasifikasi Dan Etiologi Terdapat dua macam bentuk stroke yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik merupakan 80% dari penyebab stroke, disebabkan oleh gangguan pasokan oksigen dan nutrisi ke sel-sel otak akibat bentukan trombus atau emboli. Keadaan ini dapat diperparah oleh terjadinya penurunan perfusi sistemik yang mengaliri otak. Sedangkan stroke hemoragik intraserebral dan subarakhnoid disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah kranial (Smith et al., 2012). Stroke secara luas diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik merupakan 80% kasus stroke dan dibagi menjadi aterotrombosis arteri, emboli otak, stroke lakunar, dan hipoperfusi sistemik. Perdarahan otak merupakan 20% sisa penyebab stroke dan dibagi menjadi perdarahan intraserebral, perdarahan subarakhnoid, dan hematoma subdural/ ekstradural (Goldszmidt, 2011). a. Stroke Hemoragik Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak terkontrol di otak. Perdarahan tersebut dapat mengenai dan membunuh sel otak, sekitar 20% stroke adalah stroke hemoragik (Gofir, 2012). Jenis perdarahan (stroke hemoragik), disebabkan pecahnya pembuluh darah otak, baik intrakranial maupun subarakhnoid. Pada perdarahan UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

1

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Stroke

1. Pengertian Stroke

Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika sebagian sel-sel otak mengalami

kematian akibat gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya

pembuluh darah di otak. Aliran darah yang terhenti membuat suplai

oksigen dan zat makanan ke otak juga terhenti, sehingga sebagian otak

tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (Utami P, 2011).

2. Klasifikasi Dan Etiologi

Terdapat dua macam bentuk stroke yaitu stroke iskemik dan stroke

hemoragik. Stroke iskemik merupakan 80% dari penyebab stroke,

disebabkan oleh gangguan pasokan oksigen dan nutrisi ke sel-sel otak

akibat bentukan trombus atau emboli. Keadaan ini dapat diperparah oleh

terjadinya penurunan perfusi sistemik yang mengaliri otak. Sedangkan

stroke hemoragik intraserebral dan subarakhnoid disebabkan oleh

pecahnya pembuluh darah kranial (Smith et al., 2012). Stroke secara luas

diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik

merupakan 80% kasus stroke dan dibagi menjadi aterotrombosis arteri,

emboli otak, stroke lakunar, dan hipoperfusi sistemik. Perdarahan otak

merupakan 20% sisa penyebab stroke dan dibagi menjadi perdarahan

intraserebral, perdarahan subarakhnoid, dan hematoma subdural/

ekstradural (Goldszmidt, 2011).

a. Stroke Hemoragik

Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak

terkontrol di otak. Perdarahan tersebut dapat mengenai dan membunuh

sel otak, sekitar 20% stroke adalah stroke hemoragik (Gofir, 2012).

Jenis perdarahan (stroke hemoragik), disebabkan pecahnya pembuluh

darah otak, baik intrakranial maupun subarakhnoid. Pada perdarahan

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 2: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

2

intrakranial, pecahnya pembuluh darah otak dapat karena berry

aneurysm akibat hipertensi tak terkontrol yang mengubah morfologi

arteriol otak atau pecahnya pembuluh darah otak karena kelainan

kongenital pada pembuluh darah otak tersebut. Perdarahan

subarakhnoid disebabkan pecahnya aneurysma congenital pembuluh

arteri otak di ruang subarakhnoidal (Misbach dkk, 2012).

b. Stroke Iskemik

Stroke iskemik mempunyai berbagai etiologi, tetapi pada prinsipnya

disebabkan oleh aterotrombosis atau emboli, yang masing-masing akan

mengganggu atau memutuskan aliran darah otak atau cerebral blood

flow (CBF). Nilai normal CBF adalah 50–60 ml/100 mg/menit. Iskemik

terjadi jika CBF < 30 ml/100mg/menit. Jika CBF turun sampai < 10

ml/mg/menit akan terjadi kegagalan homeostasis, yang akan

menyebabkan influks kalsium secara cepat, aktivitas protease, yakni

suatu cascade atau proses berantai eksitotoksik dan pada akhirnya

kematian neuron. Reperfusi yang terjadi kemudian dapat menyebabkan

pelepasan radikal bebas yang akan menambah kematian sel. Reperfusi

juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang

mati. Jika gangguan CBF masih antara 15–30 ml/100mg/menit,

keadaan iskemik dapat dipulihkan jika terapi dilakukan sejak awal

(Wibowo, 2011).

Stroke iskemik akut adalah gejala klinis defisit serebri fokal dengan

onset yang cepat dan berlangsung lebih dari 24 jam dan cenderung

menyebabkan kematian. Oklusi pembuluh darah disebabkan oleh proses

trombosis atau emboli yang menyebabkan iskemia fokal atau global.

Oklusi ini mencetuskan serangkaian kaskade iskemik yang

menyebabkan kematian sel neuron atau infark serebri (Adam et al.,

2011; Becker et al., 2013). Aliran darah ke otak akan menurun sampai

mencapai titik tertentu yang seiring dengan gejala kelainan fungsional,

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 3: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

3

biokimia dan struktural dapat menyebabkan kematian sel neuron yang

irreversible (WHO, 1989; Adam et al., 2011; Bandera et al., 2010).

3. Patofisiologi Dengan Motorik

Trombus dan embolus pada pembuluh darah otak mengakibatkan aliran

darah ke otak berkurang atau terhenti sama sekali kedaerah distal otak

yang mengalami thrombus dan emboli sehingga otak kekurangan sumber

kalori berupa glukosa dan mineral lain serta oksigen. Iskemia terjadi ketika

aliran darah menurun kurang dari 25 ml per 100 g/menit. Akibatnya

neuron tidak bisa mempertahankan metabolisme (respirasi) aerobnya.

Mitokondria berubah menjadi respirasi anaerob sehingga menghasilkan

asam laktat dan perubahan pH. Perubahan bentuk metabolism ini juga

mengakibatkan penurunan jumlah neuron dalam memproduksi adenosin

triphospate (ATP) yang akan dijadikan sumber energi dalam aktivitas sel

neuron berupa proses depolarisasi (Junaidi, 2011).

Penurunan aliran darah serebral menyebabkan terjadinya daerah penumbra

dan berkembang menjadi daerah infark. Daerah penumbra yaitu daerah

otak yang iskemik dan terdapat pada daerah sekitar yang mengelilingi

daerah infark. Daerah ini dapat segera mengalami infark jika tidak

dilakukan tindakan penyelamatan. Daerah ini dapat diselamatkan dengan

meningkatkan aliran darah serebral menuju ke daerah tersebut dalam

waktu yang cepat. Jika hal ini berlanjut akan mengakibatkan bertambahnya

kerusakan pada selaput sel. Akibat yang timbul adalah kalsium dan

glutamat banyak terbuang, terjadi vasokontriksi dan menghasilkan radikal

bebas. Proses ini memperbesar area infark pada penumbra dan

memperberat gangguan neurologis terutama stroke iskemik (Bruner dan

Suddart, 2011).

Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-

fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik,

sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik,

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 4: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

4

sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area

visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta

batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target

organ. Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan

kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam

pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena

adanya serangan stroke (Junaidi, 2011).

4. Manifestasi Klinik

Stroke biasanya terjadi secara mendadak dan sangat cepat. Pada saat ini

pasien membutuhkan pertolongan dan sesegera mungkin dibawa ke

pelayanan kesehatan. Pada saat terjadi serangan stroke, pasien akan

memperlihatkan gejala dan tanda-tanda. Gejala dan tanda yang sering

dijumpai pada penderita dengan stroke akut adalah (Junaidi, 2011) :

a. Adanya serangan defisit neurologis/ kelumpuhan fokal, seperti :

hemiparesis (lumpuh sebelah badan yang kanan atau yang kiri saja)

b. Mati rasa sebelah badan, terasa kesemutan, atau terbakar

c. Mulut atau lidah mencong jika diluruskan

d. Sukar bicara atau bicara tidak lancar dan tidak jelas

e. Tidak memahami pembicaraan orang lain

f. Kesulitan mendengar, melihat, menelan, berjalan, menulis, membaca,

serta tidak memahami tulisan

g. Kecerdasan menurun dan sering mengalami vertigo (pusing atau sakit

kepala)

h. Menjadi pelupa atau demensia

i. Penglihatan terganggu, sebagian lapanagan pandangan tidak terlihat,

gangguan pandangan tanpa rasa nyeri, penglihatan gelap atau ganda

sesaat (hemianopsia)

j. Tuli satu telinga atau pendengaran berkurang

k. Emosi tidak stabil, seperti mudah menangis dan tertawa

l. Kelopak mata sulit dibuka dan selalu ingin tertidur

m. Gerakan tidak terkoordinasi, seperti : kehilangan keseimbangan

n. Biasanya diawali dengan Transient Ischemic Attack (TIA) atau

serangan stroke sementara

o. Gangguan kesadaran, seperti pingsan bahkan sampai koma.

5. Faktor Risiko

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 5: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

5

Stroke disebabkan oleh banyak faktor, yang sebagian besar sesungguhnya

bisa dikendalikan. Virgil Brown, MD, dari Emory University, Atlanta,

menyatakan bahwa stroke merupakan akibat dari life style (gaya hidup)

manusia modern yang tidak sehat. Hal ini tampak pada perilaku

mengonsumsi makanan yang tinggi kolesterol dan rendah serat, kurang

dalam aktivitas fisik serta berolahraga, akibat stress/ kelelahan, konsumsi

alkohol berlebihan, kebiasaan merokok. Berbagai faktor risiko itu

selanjutnya akan berakibat pada pengerasan pembuluh arteri

(arteriosklerosis), sebagai pemicu stroke (Diwanto, 2012).

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi termasuk usia, jenis kelamin,

dan hereditas. Walaupun faktor ini tidak dapat diubah, namun tetap

berperan sebagai pengidentifikasi yang penting pada pasien yang berisiko

terjadinya stroke, di mana pencarian yang agresif untuk kemungkinan

faktor risiko yang lain sangat penting (Gofir, 2012).

a. Faktor yang Tidak Dapat Dimodifikasi

1) Usia

Umur merupakan faktor risiko stroke, dimana semakin

meningkatnyaumur seseorang, maka risiko untuk terkena stroke juga

semakin meningkat. Meskipun demikian, bukan berarti usia muda

atau produktif akan terbebas dari serangan stroke (Wiwit S, 2011).

2) Jenis Kelamin

Penelitian menunjukkan bahwa pria lebih banyak terkena stroke

daripada wanita, yaitu mencapai kisaran 1,25 kali lebih tinggi.

Namun anehnya, justru lebih banyak wanita yang meninggal dunia

karena stroke. Hal ini disebabkan pria umumnya terkena serangan

stroke pada usia muda. Sedangkan, para wanita justru sebaliknya,

yaitu saat usianya sudah tinggi (tua) (Wiwit S., 2011).

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 6: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

6

3) Garis Keturunan

Riwayat pada keluarga yang pernah mengalami serangan stroke atau

penyakit yang berhubungan dengan kejadian stroke dapat menjadi

faktor risiko untuk terserang stroke juga. Hal ini disebabkan oleh

banyak faktor, diantaranya faktor genetik, pengaruh budaya, dan

gaya hidup dalam keluarga, interaksi antara genetik dan pengaruh

lingkungan (Wahjoepramono, 2013)

4) Ras

Orang kulit hitam, Hispanik Amerika, Cina, dan Jepang memiliki

insiden stroke yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit

putih (Wahjoepramono, 2013). Di Indonesia sendiri, suku Batak dan

Padang lebih rentan terserang stroke dibandingkan dengan suku

Jawa. Hal ini disebabkan oleh pola dan jenis makanan yang lebih

banyak mengandung kolesterol (Depkes, 2011).

b. Faktor yang Dapat Dimodifikasi

1) Hipertensi

Tekanan darah merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan

dalam kejadian stroke. Tekanan darah yang tinggi atau lebih sering

dikenal dengan istilah hipertensi merupakan faktor risiko utama, baik

pada stroke iskemik maupun stroke hemoragik. Hal ini disebabkan

oleh hipertensi memicu proses aterosklerosis oleh karena tekanan

yang tinggi dapat mendorong Low Density Lipoprotein (LDL)

kolesterol untuk lebih mudah masuk ke dalam lapisan intima lumen

pembuluh darah dan menurunkan elastisitas dari pembuluh darah

tersebut (Lumongga, 2011).

2) Diabetes Melitus

Kadar gula darah yang normal adalah di bawah 200 mg/dl. Jika

kadar gula darah melebihi dari itu disebut hiperglikemia, maka orang

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 7: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

7

tersebut dicurigai memiliki penyakit diabetes melitus. Kadar gula

darah dapat dengan cepat berubah-ubah, tergantung pada makanan

yang kita makan dan seberapa banyak makanan itu mengandung

pemanis sintetis. Kadar gula darah yang tadinya normal cenderung

meningkat setelah usia 50 tahun secara perlahan tetapi pasti,

terutama pada orang-orang yang tidak aktif (Depkes, 2011).

Keadaan hiperglikemi atau kadar gula dalam darah yang tinggi dan

berlangsung kronis memberikan dampak yang tidak baik pada

jaringan tubuh, salah satunya adalah dapat mempercepat terjadinya

aterosklerosis baik pada pembuluh darah kecil maupun besar

termasuk pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak. Keadaan

pembuluh darah otak yang sudah mengalami aterosklerosis sangat

berisiko untuk mengalami sumbatan maupun pecahnya pembuluh

darah yang mengakibatkan timbulnya serangan stroke (Hull, 2011).

3) Dislipidemia

Kolesterol merupakan senyawa lemak kompleks yang dihasilkan

oleh hati untuk bermacam-macam fungsi, seperti membuat hormon

seks, adrenalin, membentuk dinding sel, dan lainnya (Soeharto,

2011). Hal ini mencerminkan betapa pentingnya kolesterol bagi

tubuh, akan tetapi apabila asupan kolesterol dalam makanan yang

masuk ke tubuh terlalu tinggi jumlahnya, maka kadar kolesterol

dalam darah akan meningkat. Kelebihan kadar kolesterol dalam

darah akan beraksi dengan zat lain sehingga dapat mengendap pada

pembuluh darah arteri yang menyebabkan penyempitan dan

pengerasan yang disebut sebagai plak aterosklerosis (Soeharto,

2011).

4) Merokok

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 8: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

8

Rokok merupakan salah satu faktor yang signifikan untuk

meningkatkan risiko terjadinya stroke. Orang yang memiliki

kebiasaan merokok cenderung lebih berisiko untuk terkena penyakit

jantung dan stroke dibandingkan orang yang tidak merokok (Stroke

Association, 2010). Hal ini disebabkan oleh zat-zat kimia beracun

dalam rokok, seperti nikotin dan karbon monoksida yang dapat

merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, meningkatkan

tekanan darah, dan menyebabkan kerusakan pada sistem

kardiovaskuler melalui berbagai macam mekanisme tubuh.

5) Pemakaian Alkohol

Peran alkohol dalam sumbangannya sebagai faktor risiko stroke

memang masih kontroversial dan diduga tergantung pada dosis yang

dikonsumsi. Alkohol dapat meningkatkan risiko terserang stroke jika

diminum dalam jumlah banyak, sedangkan dalam jumlah sedikit

dapat mengurangi risiko astroke (Pearson, 1994). Akan tetapi,

kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak dapat

menjadi salah satu pemicu untuk terjadinya hipertensi, yang

memberikan sumbangan faktor risiko untuk terjadinya penyakit

stroke. Dalam sebuah pengamatan, diperoleh data bahwa konsumsi 3

gelas alkohol per hari akan meningkatkan risiko stroke hemoragik,

yaitu perdarahan intraserebral hingga 7 kali lipat (Wahjoepramono,

2011).

6) Stres

Stress mungkin bukan sebagai faktor risiko langsung pada serangan

stroke. Akan tetapi, stress dapat mengakibatkan hati memproduksi

lebih banyak radikal bebas, menurunkan imunitas tubuh, dan

mengganggu fungsi hormonal (Junaidi, 2011). Stress dibagi menjadi

tiga bentuk, yaitu : stres biologis (berupa infeksi oleh bakteri dan

virus pada sel-sel tubuh), stress psikis (mental atau emosional), dan

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 9: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

9

stress fisik (aktivitas fisik yang berlebihan). Dari ketiga bentuk stress

tadi, stress psikis merupakan stress yang paling banyak dialami oleh

manusia baik disadari maupun tidak. Apabila stress psikis ini tidak

dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan kesan bahaya pada

tubuh yang mengakibatkan tubuh merespon secara berlebihan

dengan menghasilkan hormon-hormon yang membuat tubuh

waspada, seperti kortisol, katekolamin, epinefrin, dan adrenalin.

Semua hormon yang dihasilkan oleh tubuh tadi semakin banyak

ketika tubuh terus merespon stres tersebut sebagai bahaya, sehingga

dapat berdampak buruk pada tubuh (Junaidi, 2011).

7) Kebiasaan Mengkonsumsi Alkohol

Peran alkohol dalam sumbangannya sebagai faktor risiko stroke

memang masih kontroversial dan diduga tergantung pada dosis yang

dikonsumsi. Alkohol dapat meningkatkan risiko terserang stroke jika

diminum dalam jumlah banyak, sedangkan dalam jumlah sedikit

dapat mengurangi risiko astroke (Pearson, 1994). Akan tetapi,

kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak dapat

menjadi salah satu pemicu untuk terjadinya hipertensi, yang

memberikan sumbangan faktor risiko untuk terjadinya penyakit

stroke. Dalam sebuah pengamatan, diperoleh data bahwa konsumsi 3

gelas alkohol per hari akan meningkatkan risiko stroke hemoragik,

yaitu perdarahan intraserebral hingga 7 kali lipat (Wahjoepramono,

2011).

8) Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik atau olahraga merupakan bentuk pemberian

rangsangan berulang pada tubuh. Tubuh akan beradaptasi jika diberi

rangsangan secara teratur dengan takaran dan waktu yang tepat.

Aktivitas fisik sangat berhubungan dengan faktor risiko stroke, yaitu

hipertensi dan aterosklerosis. Seseorang yang sering melakukan

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 10: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

10

aktivitas fisik, minimal 3 – 5 kali dalam seminggu dengan lama

waktu minimal 30-60 menit dapat menurunkan risiko untuk terkena

penyakit yang berhubungan dengan pembuluh darah, seperti stroke,

hal ini disebabkan oleh aktivitas fisik yang dapat membuat lumen

pembuluh darah menjadi lebih lebar. Oleh karena itu, darah dapat

melalui pembuluh darah dengan lebih lancar tanpa jantung harus

memompa darah lebih kuat (Depkes, 2011).

6. Pemeriksaan Penunjang Diagnostik

Semua pasien yang diduga stroke harus menjalani pemeriksaan MRI

atau CT scan tanpa kontras untuk membedakan antara stroke iskemik

dan hemoragik serta mengidentifikasi adanya efek tumor atau massa

(kecurigaan stroke luas). Stroke iskemik adalah diagnosis yang paling

mungkin bila CT scan tidak menunjukkan perdarahan, tumor, atau

infeksi fokal, dan bila temuan klinis tidak menunjukkan migren,

hipoglikemia, ensefalitis, atau perdarahan subarakhnoid (Goldszmidt et

al., 2012).

Pencitraan otak atau CT scan dan MRI adalah instrumen diagnosa yang

sangat penting karena dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana

stroke yang diderita oleh seseorang. Hasil CT scan perlu diketahui

terlebih dahulu sebelum dilakukan terapi dengan obat antikoagulan atau

antiagregasi platelet. CT scan dibedakan menjadi dua yaitu, CT scan

non kontras yang digunakan untuk membedakan antara stroke

hemoragik dengan stroke iskemik yang harus dilakukan untuk

mengantisipasi kemungkinan penyebab lain yang memberikan

gambaran klinis menyerupai gejala infark atau perdarahan di otak,

misalnya adanya tumor. Sedangkan yang kedua adalah CT scan kontras

yang digunakan untuk mendeteksi malformasi vaskular dan aneurisme

(Lumbantobing., 2014).

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 11: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

11

7. Rehabilitasi Stroke

Rehabilitasi pasca stroke merupakan suautu upaya rehabilitasi stroke

terpadu yang melibatkan berbagai disiplin ilmu kedokteran dan

merupakan kumpulan program yang meliputi pelatihan, penggunaan

modalitas, alat-alat, dan juga obat-obatan. Makin dini rehabilitasi

dimulai, maka dampaknya akan semakin baik. Manfaat yang bisa

diperoleh antara lain mengoptimalkan pemulihan, menghindari

kontraktur (kekakuan) sendi, mencegah pengecilan otot, dan mencegah

komplikasi akibat tirah baring terlalu lama (seperti luka pada punggung

dan area yang mengalami tekanan terus menerus ditempat tidur)

(Andriyani, 2013).

Menurut Andriyani (2013) ada enam terapi dasar pasca stroke yaitu :

1) Terapi Fisik

Enam bulan pasca stroke merupakan gold periode (masa

keemasan/terbaik) dalam melakukan rehabilitas pasca stroke. Oleh

karena itu tidak ada alasan untuk menunda-nunda dalam memulai

latihan.

Latihan fisik yang akan diterapkan oleh seorang penderita stroke

haruslah mengikuti beberapa aturan dasar supaya hasilnya optimal.

Beberapa yang hal yang harus diperhatikan ketika melakukan latihan

fisik sebagai berikut:

a) Menitikberatkan pada latihan kekuatan, koordinasi,

keseimbangan, dan kestabilan

b) Memulai latihan dengan pemanasan terlebih dahulu supaya otot

dan sendi tidak kaku

c) Tidak memaksakan kemampuan diri

d) Memakai alat bantu dan secara perlahan berlatih untuk melepas

alat bantu tersebut.

Latihan fisik secara bertahap bisa dimulai ketika penderita pasca

stroke masih terbaring ditempat tidur namun kondisinya sudah

dinyatakan stabil oleh dokter. Diawali dengan gerakan berbaring

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 12: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

12

miring dengan dibantu oranglain (keluarga, perawat, ahli fisioterapi)

dalam posisi lurus kemudian menekuk. Jika su8dah memungkinkan,

latih penderita untuk duduk secara mandiri, tentunya dengan dibantu

terlebih dahulu kemudian lama kelamaan bisa dilepas. Disela-sela

istirahat bisa dilakukan latihan pada jari tangan seperti berlatih

menekuk jari, menjepit, dan memegang. Semakin sering dilatih maka

hasilnya akan semakin optimal. Diusahakan untuk memaksimalkan

peran aktif dari penderita, sedangkan keluarga/perawat/ahli

fisioterapi hanya berperan membantu dan memberikan dukungan

saja.

2) Terapi Okupasi

Terapi okupasi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan rawat diri

penderita dan mengupayakan penderita mampu melakukan aktivitas

harian secara mandiri. Tahap ini bisa dimulai jika penderita sudah

mampu melakukan beberapa gerakan-gerakan aktif seperti berjalan

perlahan (meski masih memakai alat bantu), memegang, dan lain-

lain.

Hendaknya keluarga penderita senantiasa menyiapkan berbagai

keperluan penderita pada tempat-tempat yang terjangkau oleh

penderita. Seperti tempat air minum, peralatan makan, pakaian, dan

lain sebagainya. Untuk keperluan mandi, maka hendaknya keluarga

mengkondisikan kamar mandi yang ramah terhadap penderita pasca

stroke, seperti memasang alat yang berfungsi sebagai pegangan,

tidak membiarkan lantai dalam keadaan licin, dan menempatkan

peralatan mandi pada tempat yang mudah dijangkau. Dengan

dukungan kasih sayang keluarga, maka penderita stroke akan mampu

menjalankan aktivitas hariannya dengan baik meski dengan segala

keterbatasan.

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 13: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

13

3) Terapi Wicara

Terapi wicara biasanya melibatkan ahli atau terapis wicara. Namun

demikian, dukungan keluarga tetap memegang peranan penting.

Misalnya dengan tetap melakukan komunikasi (berbicara) meski

penderita belum mampu meresponnya. Ajarkan kepada seluruh

penghuni rumah unutk menghargai penderita dan menginformasikan

apapun yang dikerjakan, misalnya meminta izin ketika akan

mengganti sprei, memakaikan baju, dan sebagainya.

4) Terapi Psikologis

Terapi psikologis bisa mellibatkan tenaga ahli (psikologi) atau bisa

juga dengan dukungan dari keluarga saja. Berikan motivasi yang

terus menerus pada penderita. Jika memungkinkan, jangan biarkan

penderita stroke merasa sendirian. Luangkan waktu untuk

menemaninya dan mengajaknya bicara meski belum bisa merespon.

Hendaknya keluarga tidak meremehkan dan selalu merespon positif

setiap keluh kesah penderita.

Seseorang yang mengalami stroke sangat rentan terhadap depresi.

Mereka mudah bersedih dan stres karena memikirkan kondisi

kesehatannya. Dibutuhkan suasana yang hangat dan kekeluargaan

supaya mereka bahagia dan merasa diperhatikan. Hendaknya kita

mendekat ketika berbicara pada mereka, dan bukan dengan berteriak

atau bersuara keras. Jangan sesekali membentak mereka, karena hal

tersebut akan sangat melukai hatinya.

5) Terapi Hobi

Terapi hobi menjadi salah satu penunjang dalam keberhasilan

pemulihan penderita pasca stroke. Dukung dan temani mereka untuk

melakukan hobinya, seperti misalnya berkebun, menyulam, atau

membuat kue. Dengan demikian, penderita akan terhindar dari stres

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 14: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

14

dan bisa mengisi waktu luangnya dengan kegiatan yang bermanfaat.

Selama hobi tersebut tidak membahayakan, maka berikan dukungan

dan tentunya bantuan karena ada kalanya kemampuan fisik penderita

pasca stroke berkurang atau mengalami penurunan.

6) Terapi Spiritual

Kebutuhan spiritual seseorang yang mengalami stroke sangat penting

untuk diperhatikan. Ingatkan mereka untuk selalu berdoa dan

beribadah meski tidak dalam posisi normal dan ajak mereka

melakukan pengajian apabila kondisinya memungkinkan. Jika kita

hendak mengingatkan atau menyampaikan nasehat, maka hendaknya

dengan cara yang sopan dan halus. Jangan sampai penderita berputus

asa dengan kondisi kesehatannya. Pompakan semangat dan ingatkan

agar selalu bersabar supaya mendapat pahala dari Tuhan.

8. Pencegahan Stroke

Tujuan umum pencegahan stroke adalah untuk menurunkan kecacatan

dini, kematian, serta memperpanjang hidup dengan kualitas yang baik.

Dikenal dua macam pencegahan pada penyakit stroke, pencegahan

yaitu pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer

dilakukan bagi mereka yang belum pernah mengalami stroke,

sedangkan pencegahan sekunder adalah pencegahan yang ditujukan

bagi mereka yang pernah atau sudah mengalami stroke (Junaidi, 2010).

a. Pencegahan Primer

Dalam pencegahan primer, dimana pasien belum pernah mengalami

stroke dianjurkan untuk melakukan 3M (Junaidi, 2010), yaitu :

1) Menghindari : rokok, stress mental, minum kopi dan alkohol,

kegemukan, dan golongan obat-obatan yang dapat

mempengaruhi serebrovaskuler (amfetamin, kokain, dan

sejenisnya)

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 15: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

15

2) Mengurangi : asupan lemak, kalori, garam, dan kolesterol yang

berelebih

3) Mengontrol atau mengendalikan : hipertensi, diabetes melitus,

penyakit jantung dan aterosklerosis, kadar lemak darah,

konsumsi makanan seimbang, serta olah raga teratur 3-4 kali

seminggu.

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dilakukan pada mereka yang pernah memiliki

riwayat stroke sebelumnya, yaitu dengan cara :

1) Mengontrol faktor risiko stroke atau aterosklerosis, melalui

modifikasi gaya hidup, seperti mengobati hipertensi, diabetes

melitus dan penyakit jantung dengan obat dan diit, stop

merokok dan minum alkohol, turunkan berat badan dan rajin

olahraga, serta menghindari stress.

2) Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin, yang dapat

mengatasi krisis sosial dan emosional penderita stroke dengan

cara memahami kondisi baru bagi pasien pasca stroke yang

bergantung pada orang lain.

3) Menggunakan obat-obatan dalam pengelolaan dan pencegahan

stroke, seperti anti-agregasi trombosit dan anti-koagulan.

c. Pencegahan Tersier

Berbeda dari pencegahan primer dan sekunder, pencegahan tersier

ini dilihat dari 4 faktor utama yang mempengaruhi penyakit, yaitu

gaya hidup, lingkungan, biologis, dan pelayanan kesehatan (Bustan,

2011). Pencegahan tersier ini merupakan rehabilitasi yang dilakukan

pada penderita stroke yang telah mengalami kelumpuhan pada

tubuhnya agar tidak bertambah parah dan dapat mengalihkan fungsi

anggota badan yang lumpuh pada anggota badan yang masih normal,

yaitu dengan cara :

1) Gaya hidup: reduksi stres, exercise sedang, dan berhenti

merokok

2) Lingkungan: menjaga keamanan dan keselamatan dan dukungan

penuh dari keluarga

3) Biologi: kepatuhan berobat, terapi fisik dan bicara

4) Pelayanan kesehatan: emergency medical technic dan asuransi

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 16: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

16

B. Konsep Kekuatan Otot

1. Pengertian Kekuatan Otot

Otot adalah jaringan yang terbesar dalam tubuh (Irfan, 2010). Jaringan otot

yang mencapai 40% sampai 50% berat tubuh, pada umumnya tersusun dari

sel- sel kontraktil yang di sebut serabut otot. Melalui kontraksi, sel-sel otot

menghasilkan pergerakan dan melakukan pekerjaan (Sloane, 2006) otot

secara umum dibagi atas tiga jenis yaitu, otot rangka, otot jantung, dan otot

polos.

Kekuatan otot merupakan kemampuan otot menahan beban baik berupa

beban eksternal maupun beban internal. Kekuatan otot sangat berhubungan

dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan system

saraf mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi. Dengan demikian

semakin banyak serabut otot teraktivasi, maka semakin besar pula

kekuatan yang dihasilkan oleh otot tersebut (Irfan, 2010).

Kekuatan kontraksi otot dipengaruhi oleh ukuran otot dan susunan otot.

Ukuran unit motorik dan perekruitan unit motorik, dan panjang otot saat

awal kontraksi. Latihan beban atau hambatan/tahanan (angkat beban), akan

merangsang pembesaran sel akibat sintesis miofilamen yang banyak.

Latihan daya tahan menghasilkan peningkatan mitokondria, glikogen dan

densitas kapiler. Otot yang tidak digunakan dapat mengalami atropi. Hal

ini akibat serabut otot secara progresif memendek (Saryono, 2011).

2. Fungsi Sistem Otot

Fungsi otot menurut Sloane (2006) adalah :

a. Pergerakan. Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot

tersebut melekat dan bergerak dalam bagian-bagian organ internal

tubuh

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 17: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

17

b. Penopang tubuh dan mempertahankan postur. Otot menopang rangka

dan mempertahankan tubuh saat berada dalam posisi berdiri atau saat

duduk terhadap gaya gravitasi

c. Produksi Panas. Kontraksi otot secara metabolis menghasilkan panas

untuk mempertahankan suhu normal tubuh.

3. Mekanisme Umum Kontraksi Otot

Impuls saraf berasal dari otak, merambat ke neuron motorik dan

merangsang serabut otot pada neuromuscular junction (tempat hubungan

sel saraf dengan otot). Ketika serabut otot dirangsang untuk berkontraksi,

miofilamen bergeser (overlap) satu dengan yang lain menyebabkan

sarkomer memendek. (Saryono, 2011).

Menurut Guyton dan Hall (2007) mekanisme kontraksi otot timbul dan

berakhirnya terjadi dalam urutan tahap-tahap berikut :

a. Suatu potensial aksi berjalan di sepanjang sebuah saraf motorik sampai

ke ujungnya pada serabut otot.

b. Disetiap ujung, saraf menyekresi substansi neurotransmitter, yaitu

asetilkolin dalam jumlah sedikit.

c. Asetilkolin bekerja pada area setempat pada membran serabut otot

untuk membuka banyak kanal melalui molekul-molekul protein yang

terapung pada membran.

d. Terbukanya kanal yang memiliki asetilkolin memungkinkan sejumlah

besar ion natrium untuk berdifusi ke bagian dalam membran serabut

otot. Peristiwa ini akan menimbulkan suatu potensial aksi pada

membran.

e. Potensial aksi akan berjalan di sepanjang membran serabut otot dengan

cara yang sama seperti potensial aksi berjalan di sepanjang membran

serabut saraf.

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 18: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

18

f. Potensial aksi ini akan menimbulkan depolarisasi membran otot dan

banyak aliran listrik potensial aksi mengalir melalui pusat serabut otot.

Potensial aksi menyebabkan retikulum sarkoplasma melepaskan

sejumlah besar ion kalsium yang telah tersimpan di dalam retikulum ini.

g. Ion-ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filamen aktin

dan miosin yang menyebabkan kedua filamen tersebut bergeser satu

sama lain dan menghasilkan proses kontraksi. Selama proses kontraksi

sejumlah ATP dipecah membentuk ADP.

h. Setelah kurang dari satu detik ion kalsium dipompa kembali ke dalam

retikulum sarkoplasma oleh pompa membran Ca dan ion-ion ini tetap

disimpan dalam retikulum sampai potensial aksi otot yang baru datang

lagi. Pengeluaran ion kalsium dari myofibril akan menyebabkan

kontraksi otot terhenti.

4. Karakteristik Fungsional Otot

Saryono (2011) menyatakan, karakteristik fungsional otot terdiri dari :

a. Eksitabilitas atau iritabilitas; kemampuan otot untuk berespon terhadap

stimulus

b. Kontraktilitas; kemampuan otot unuk memendek secara paksa

c. Ekstensibilitas; serabut otot dapat direganggangkan

d. Elastisitas; kembalinya otot ke panjang normal setelah memendek.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot

Baik tidaknya kekuatan otot seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor

penentu, faktor penentu tersebut antara lain :

a. Besar kecilnya potongan melintang otot (potongan morfologis yang

tergantung dari proses hipertrofi otot).

b. Jumlah fibril otot yang turut bekerja dalam melawan beban, makin

banyak fibril otot yang bekerja berarti kekuatan bertambah besar.

c. Tergantung besar kecilnya rangka tubuh, makin besar skelet makin

besar kekuatan.

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 19: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

19

d. Inervasi otot baik pusat maupun perifer.

e. Keadaan zat kimia dalam otot (glikogen, ATP).

f. Keadaan tonus otot saat istirahat. Tonus makin rendah (rileks) berarti

kekuatan otot tersebut pada saat bekerja semakin besar.

g. Umur, Sampai usia pubertas, kecepatan perkembangan kekuatan otot

pria sama dengan wanita. Baik pria maupun wanita mencapai puncak

pada usia kurang 25 tahun, kemudian menurun 65% - 70% pada usia 65

tahun.

h. Jenis kelamin juga menentukan baik dan tidaknya kekuatan otot.

i. Perbedaan kekuatan otot pada pria dan wanita (rata- rata kekuatan

wanita ⅔ dari pria) disebabkan karena ada perbedaan otot dalam tubuh.

Faktor penting yang dapat meningkatkan kekuatan otot adalah dengan

pelatihan. Dengan pelatihan secara teratur akan menimbulkan pembesaran

(hipertrofi) fibril otot. Semakin banyak pelatihan yang dilakukan maka

semakin baik pula pembesaran fibril otot itulah yang menyebabkan adanya

peningkatan kekuatan otot. Untuk mencapai peningkatan kekuatan otot

dengan baik, diperlukan pelatihan yang disusun dan dilaksanakan dengan

program pelatihan yang tepat. Agar pelatihan yang dilakukan dapat

mencapai hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, program pelatihan

yang disusun untuk meningkatkan kekuatan otot harus memperhatikan

faktor-faktor tersebut (Sudarsono, 2011).

6. Rangsangan Saraf Terhadap Otot

Otot skelet harus dirangsang oleh sel syaraf untuk berkontraksi. Satu unit

motor diinervasi oleh satu neuron. Jika sel otot tidak dirangsang, sel akan

mengecil (atrofi) dan mati, bahkan kadang kadang diganti dengan jaringan

konektif yang irreversible ketika rusak. Gunakanlah otot atau otot akan

kehilangan fungsinya kalau tidak digunakan. Masalah akan timbul bagi

pasien yang menetap tanpa aktifitas (bedrest), dan immobilisasi anggota

tubuh (Saryono, 2011).

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 20: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

20

C. Konsep Range Of Motion (ROM)

1. Pengertian Range Of Motion (ROM)

Adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi

dan peregangan otot, dimana klien menggerakkan masing-masing

persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif.

Range Of Motion adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan

atau memperbaiki tingkat kesempyurnaan kemampuan menggerakkan

persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan

tonus otot (Potter & Perry, 2011).

2. Tujuan

Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot,

mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan, mencegah kontraktur dan

kekakuan pada sendi.

3. Manfaat

Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan

pergerakan, memperbaiki tonus otot, memperbaiki tolernsi otot untuk

latihan, mencegah terjadinya kekakuan sendi, memperlancar sirkulasi

darah.

4. Jenis Range of Motion (ROM)

a. ROM pasif

Latihan ROM yang dilakukan pasien dengan bantuan perawat di setiap

gerakan. Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan

rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50% Indikasi

latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan

keterbatasan mobilisasi, pasien dengan tirah baring total. Pada ROM

pasif sendi yang digerakan yaitu seluruh persendian tubuh atau hanya

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 21: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

21

pada ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu

melaksanakannya secara mandiri.

b. ROM aktif

ROM Aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien)

dengan menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan motivasi,

dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendiri secara

mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif).

Kekuatan otot 75 %. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan

otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif.

Sendi yang digerakkan pada ROM aktif adalah sendi di seluruh tubuh

dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendri secara aktif.

D. Konsep Latihan ROM Dengan Bola Keret Bergerigi

1. Pengertian Bola Karet Bergerigi

Penelitian menggunakan instrument bola karet bergerigi. Bola yang

digunakan dalam penelitian ini adalah bola karet berbentuk bulat,

bergerigi dengan kekuatan minimal. Untuk variable dependen

penelitian menggunakan instrument nilai kekuatan otot berdasarkan

peneliti yang telah digunakan penelitian yang telah dilakukan oleh

canning et al. (2004). Kekuatan otot pasien akan dinilai menurut

Schwenker, dalam Canning el al, (2004) dan Rasyid 2007, dalam Judi

Nurbaini (2009).

2. Tujuan

Pasien Stroke yang mengalami paresis sisi tubuhnya harus dilakukan

latihan untuk memfasilitasi proses perbaikan. Perbaikan stroke harus

dilakukan sedini mungkin, Faktor yang paling dominal mengalami

penurunan fungsi pada ekstremitas pasien stroke adalah kekuatan

ototnya dibandingkan kemampuan keterampilan gerak otot. Dengan

demikian pada latihan ROM standar maupun latihan ROM dengan bola

karet secara tidak lansung akan merangsang otak untuk terjadinya

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 22: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

22

plastisitas. Efek latihan ini Nampak pada hari ke enam setelah latihan

dimana nilai rata-rata kekuatan otot meningkat.

3. Manfaat

Untuk mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesempurnan

kemampuan mengerakan persendian secara normal dan lengkap unuk

meningkatkan massa otot dan tonus otot sehingga semakin banyak

motorik unit yang terlibat, maka akan terjadi peningkatan kekuatan otot.

Memberikan fasilitas pada system neouromuskuler dengan merangsang

propioseptif dan dapat merangsang reseptor sensorik dan motorik pada

jari tangan pasien stroke.

4. Handgrip Dynamometer

Handgrip Dynamometer ini digunakan untuk mengukur kekuatan otot

jari tangan pada pasien stroke.

Penilaian Laki-laki Perempuan

Ibs (kg) Ibs (kg)

Sempurna >141 >64 >84 >38

Amat Baik 123-141 56-64 75-84 34-38

Diatas Rata-rata 141-122 52-55 66-74 30-33

Rata-rata 105-111 48-51 57-65 26-29

Dibawah Rata-rata 96-104 44-47 49-56 23-25

Rendah 88-95 40-43 44-48 20-22

Sangat Rendah <88 <40 <44 <20

E. Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut :

Skema 2.1

Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Kekuatan otot jari-jari tangan Latihan ROM dengan bola

karet bergerigi

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Page 23: BAB II TINJAUAN TEORITISrepository.sari-mutiara.ac.id/370/4/CHAPTER II.pdf · juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang mati. Jika gangguan CBF masih antara

23

F. Hipotesa Penelitian

Ho : Tidak ada perbedaan kekuatan otot jari-jari tangan pasien stroke

sebelum dan sesudah diberikan latihan ROM dengan bola karet

bergerigi di RSU. Sari Mutiara Medan 2016.

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA