FONETIK DAN FONOLOGI BAHASA MELAYU TINGGI HBML4503 Penghargaan Bersyukur ke hadrat Ilahi kerana dengan limpah izin-Nya, saya dapat menyiapkan tugasan ini dengan sempurna. Saya ini mengucapkan jutaan terima kasih yang juga penghargaan khusus buat En. Fuadi B. Hj. Abd Razak kerana segala tunjuk ajar serta membimbing saya dalam menyiapkan tugasan ini. Tidak lupa juga ribuan terima kasih kepada rakan-rakan seperjuangan PISMK -OUM Pengajian Melayu yang banyak membantu saya dalam menyiapkan tugasan ini. Penghargaan juga kepada orang yang terlibat secara langsung atau tidak dalam menjayakan tugasan ini. Akhir sekali, penghargaan istimewa buat ibu bapa saya yang banyak memberi galakan dan sokongan agar memastikan saya berjaya dalam pelajaran. Semoga mereka semua mendapat balasan yang setimpal daripada Yang Maha Esa. Sekian, terima kasih. Pengenalan 1
Text of 14660406 fonetik-dan-fonologi-bahasa-melayu-tinggi[1]
1. Penghargaan
Bersyukur ke hadrat Ilahi kerana dengan limpah izin-Nya, saya dapat
menyiapkan tugasan ini dengan sempurna.
Saya ini mengucapkan jutaan terima kasih yang juga penghargaan
khusus buat En. Fuadi B. Hj. Abd Razak kerana segala tunjuk ajar
serta membimbing saya dalam menyiapkan tugasan ini.
Tidak lupa juga ribuan terima kasih kepada rakan-rakan seperjuangan
PISMK -OUM Pengajian Melayu yang banyak membantu saya dalam
menyiapkan tugasan ini. Penghargaan juga kepada orang yang terlibat
secara langsung atau tidak dalam menjayakan tugasan ini.
Akhir sekali, penghargaan istimewa buat ibu bapa saya yang banyak
memberi galakan dan sokongan agar memastikan saya berjaya dalam
pelajaran.
Semoga mereka semua mendapat balasan yang setimpal daripada Yang
Maha Esa.
Sekian, terima kasih.
Pengenalan
Bahasa Melayu di Malaysia (BM) diakui sebagai bahasa nasional
berdasarkan Peraturan 152 Pasal 1. Undang-undang ini baru disahkan
pada tahun 1968 M, atau sembilan tahun pasca kemerdekaan negara
itu. Meskipun di dalam Undang-undang itu digunakan istilah Bahasa
Melayu, BM berulangkali berganti nama resmi. Dari pertama bernama
Bahasa Melayu, diganti menjadi Bahasa Malaysia, kemudian berganti
lagi menjadi Bahasa Melayu, dan terakhir pada tahun 2007, nama
resmi bahasa ini kembali menjadi Bahasa Malaysia.
Penggunaan BM di Malaysia tidak begitu disambut secara antusias
oleh warga ketika bahasa itu disahkan sebagai bahasa nasional.
Justeru bahasa Inggris yang sering digunakan, terutama di kalangan
etnis Cina dan India walaupun mereka termasuk warga minoritas. Hal
ini membuat pemerintah berusaha menggalakkan penggunaan BM melalui
beberapa peraturan, misalnya pada tahun 1961 dikeluarkan Akta
Pelajaran dan pada tahun 1963 dikeluarkan Akta Bahasa Kebangsaan.
Namun demikian, peraturan-peraturan ini dinilai secara pesimis oleh
sebagian kalangan seperti pernyataan seorang Ketua Hakim Negara
pada tahun 1979, bahwa BM tidak mungkin digunakan di mahkamah
(pengadilan) karena berbagai keterbatasan yang dimiliki BM.
Perubahan baru terjadi pada dekade 80-an, yakni ketika BM berhasil
menjadi bahasa pengantar di sekolah-sekolah, mulai taman
kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Perubahan ini seiring dengan
peran Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP diresmikan pada tahun 1956)
yang semakin gencar memasyarakatkan BM. Istilah-istilah teknis yang
selama dua dekade sebelumnya sulit ditemukan masuk menerobos
bersama-sama dengan gaya bahasa yang estetis, yang banyak digunakan
dalam ragam bahasa sastra.
Pasca perubahan ini, BM akhirnya berhasil menduduki lima fungsi
yang harus dimiliki oleh sebuah bahasa nasional: fungsi sebagai
bahasa nasional itu sendiri, sebagai bahasa resmi, sebagai bahasa
perpaduan atau bahasa antaretnis, sebagai bahasa ilmu pengetahuan
dan terakhir sebagai bahasa pendidikan.
BM yang memiliki wilayah sebar tutur di sebuah negara yang luas
seperti Malaysia, tentunya, memiliki perbedaan-perbedaan cara
tutur. Masing-masing Negeri (daerah) hampir memiliki satu dialek
tersendiri, yang berbeda dengan daerah lainnya. Dialek-dialek BM
yang masyhur di Malaysia antara lain, dialek Johor di Negeri Johor
yang terletak paling selatan, dialek Perak di Perak Darul Ridzuan,
dialek Melaka di Negeri Melaka sebelah utara Johor, dialek Kedah
yang terdapat di Negeri Kedah Darul Aman, dan terakhir dialek
Sarawak yang terletak di Malaysia Timur atau di Pulau Kalimantan
yang disebut juga dengan Pulau Borneo.
Kata /kapal/ yang terdapat di dalam BM Piawai (standar) dapat
dijadikan sebagai contoh yang jelas. Meski tetap direalisasikan
menjadi /kapal/ di Johor, Melaka dan Sarawak, di Perak ia malah
direalisasikan (baca; diucapkan) menjadi /kap/ dan di Kedah
direalisasikan menjadi /kapaj/. Contoh lain yang lebih mencolok
perbedaannya adalah kata /pagar/. Di Johor orang menyebutnya
/paga/, di Perak orang menyebut /pag/, akan tetapi di Melaka malah
disebut /pagaw/, di Kedah disebut /paga?/ (dengan glotal atau
hamzah di akhir) dan di Sarawak menjadi /pagaR/. /r/ yang terdapat
di akhir kata /pagar/ ternyata direalisasikan dengan cara yang
berbeda-beda oleh dialek-dialek ini dan justeru karena
perbedaan-perbedaan kecil nan khas inilah mereka menjadi
dialek.
Pendahuluan
Di antara tataran kebahasaan yang paling mendasar adalah tataran
fonem. Tataran ini berada pada tataran bunyi terkecil dari sebuah
bahasa, yang juga memiliki sistemnya sendiri. Di dalam ilmu
linguistik, cabang ilmu yang mempelajari sistem fonem dalam sebuah
bahasa disebut Fonologi.
Fonologi adalah ilmu bunyi, yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa
yang dihasilkan oleh alat artikulasi manusia. Bunyi bahasa yang
dihasilkan oleh alat artikulasi atau alat ucap itu disebut fon
(phone). Sementara itu, fonem adalah satuan bunyi terkecil dari
sebuah bahasa yang mampu menunjukkan kontras makna. Apabila kontras
makna tidak terjadi, maka sebuah bunyi bahasa tidak dapat disebut
sebagai sebuah fonem yang berbeda. Kontras makna ini adalah syarat
bagi keabsahan sebuah fon atau bunyi bahasa untuk disebut sebagai
fonem.
Satu unit ujaran yang bermakna (bisa morfem dan bisa pula kata)
terdiri dari beberapa satuan bunyi. Misalnya kata pagi. Kata ini
terdiri daripada empat unit bunyi atau fonem yaitu /p/, /a/, /g/
dan /i/. Terjadinya sebuah fonem bisa ditunjukkan dengan melakukan
perbandingan fitur. Anggapan bahwa bunyi p dan b masing-masing
merupakan fonem yang berbeda dapat diterima setelah membandingkan
kedua bunyi tersebut pada kata pagi dan bagi. Kata pagi menunjukkan
waktu, dan kata bagi menunjukkan kata kerja. Kedua-duanya secara
makna berbeda. Dari perbedaan itu disimpulkan bahwa anggapan p dan
b berbeda adalah benar.
Fonologi BM diterangkan dengan terlebih dahulu membicarakan fonem.
Fonem vokal, konsonan, diftong dan beberapa alofon merupakan
hal-hal yang dibicarakan. Penjelasan kemudian diakhiri dengan
menerangkan pola suku kata di dalam BM.
Fonologi BM
Sistem bunyi bahasa (fonetik) mencakup dua macam fonem: fonem
segmental yang membentuk kata dan kalimat, dan fonem suprasegmental
yang terdapat di dalam kata dan kalimat. Fonem segmental yang
menjadi dasar pembentukan kata dan kalimat terbagi dua: fonem vokal
dan fonem konsonan. Fonem suprasegmental berupa stres
(keras/lembutnya arus ujaran), nada (tinggi/ rendahnya arus ujaran)
dan durasi (panjang/ pendeknya waktu yang dibutuhkan).
BM, seperti bahasa lain juga, memiliki fonem vokal dan fonem
konsonan. Fonem vokal terdiri dari enam fonem vokal dan fonem
konsonan terdiri dari 19 konsonan asli dan sembilan konsonan
pinjaman. Di samping itu, terdapat pula diftong dan alofon.
Pembagian fonem kepada fonem vokal dan fonem konsonan didasarkan
kepada terhambat atau tidaknya arus udara ketika sebuah bunyi
dihasilkan di dalam rongga. Jika arus udara bebas berlalu begitu
saja, fonem yang dihasilkan disebut fonem vokal atau vokal saja.
Akan tetapi jika udara terhambat selama proses artikulasi tersebut,
fonem yang dihasilkan disebut sebagai fonem konsonan atau konsonan
saja.
Definisi Fonologi
Fonologi adalah ilmu tentang perbendaharaan fonem sebuah bahasa dan
distribusinya.
Fonologi berbeza dengan fonetik. Fonetik mempelajari bagaimana
bunyi-bunyi fonem sebuah bahasa direalisasikan atau dilafazkan.
Fonetik juga mempelajari cara kerja organ tubuh manusia, terutama
yang berhubungan dengan penggunaan bahasa.
Fonologi juga merupakan kajian mengenai pola bunyi bahasa, iaitu
kajian mengenai bunyi-bunyi yang berfungsi dalam sesuatu
bahasa.
Alat-alat sebutan
Bunyi bahasa dikeluarkan oleh alat-alat sebutan seperti
beikut:
BibirGigiGusi Lelangit kerasLelangit lembutAnak tekakLidahRongga
tekakRongga mulutRongga hidungParu-paruPeti suara dan pita
suara
Alat-alat sebutan dapat dibahagikan kepada dua jenis, iaitu:
(a) pengeluar (artikulator) - alat yang dapat digerak-gerakkan
dengan bebas dan dapat diletakkan di beberapa kedudukan.
Contoh: hujung lidah, bibir lelangit lembut dan sebagainya.
(b) daerah pengeluar (artikulasi) - merupakan tempat-tempat yang
dapat dicapai olah artikulator.Contoh: gigi atas, gusi dan lelangit
keras.
Penggolongan Bunyi Bahasa Melayu
Umumnya, dalam bahasa Melayu, terdapat tiga golongan bunyi iaitu
vokal, konsonan dan diftong.
Kumpulan pertama ialah bunyi yang dihasilkan tanpa gangguan dalam
rongga mulut.
Udara dari paru-paru keluar melalui rongga mulut dengan tidak
tersekat atau terhimpit.
Bunyi itu hanya dipengaruhi oleh keadaan lidah dan bentuk
bibir.
Kumpulan bunyi yang dihasilkan demikian dikenali sebagai
vokal.
Golongan kedua ialah bunyi yang dihasilkan dengan gangguan oleh
alat-alat sebutan sehingga jalan aliran udara dari paru-paru
terganggu, dengan cara disekat atau dihalang dan udara keluar
melalui ronga mulut atau rongga hidung.
Kumpulan bunyi yang terhasil dikenali sebagai konsonan.
Selain dua golongan utama itu, terdapat pula bunyi geluncuran,
iaitu bunyi yang bermula daripada satu vioakl dan beralih kepada
bunyi vokal yag lain.
Geluncuran bunyi vokal ini dikenali sebagai diftong.
Contohnya bunyi [ai] bermula daripada bunyi vokal depan luas (a)
dan mluncur kepada bunyi vokal depan sempit [i].
Vokal
Terdapat enam vokal dalam Bahasa Melayu. Lihat jadual di
bawah.
Lambang fonetikContoh perkataanNota[a]anak, tanah, lada[]ela,
semak, sate[i]iring, kita, seri[]emak, betulTidak terdapat di
hujung perkataan[o]obor, botak, moto[u]ular, sultan, saku
Konsonan asli bahasa Melayu
Dalam bahasa Melayu terdapat 18 bunyi konsonan asli sembilan
konsonan pinjaman.
Sembilan konsonan asli dapat hadir pada awal, tengah dan akhir
perkataan iaitu p, t, m, n, /ng/, s, h, r dan l.
Konsonan b, d, g, c dan j hanya hadir pada akhir perkataan pinjaman
seperti bab, had, beg, koc dan kolej. Huruf konosnan /ny/, w dan y
tidak pernah terdapat pada akhir perkataan.
Konsonan ialah bunyi yang dihasilkan oleh aliran udara yang
tersekat atau terhalang oleh salah satu alat sebutan seperti bibir,
gusi, lelangit lembut, dan sebagainya dan udara dilepaskan melalui
rongga mulut atau rongga hidung.
[p], [b], [t], [d], [k], [g], [q], [c], [j], [m], [n], [], [], [f],
[v], [], [], [s], [z], [], [x], [], [h], [r], [l], [w], [y]
Fonem
Fonem ialah unit bahasa terkecil yang berfungsi.Satu unit ujaran
yang bermakna, atau perkataan, terdiri daripada beberapa unit
bunyi, misalnya kata palu.
Kata ini terdiri daripada empat unit bunyi, iaitu p, a, l, u.
Unit-unit bunyi ini dipanggil fonem, iaitu unit terkecil yang
berfungsi.
Jika p diganti dengan m, maka palu akan bertukar menjadi
malu.
Oleh itu, p dan m adalah unit terkecil yang berfungsi kerana unit
itu membezakan maksud ujaran.
Alofon
Fonem terdiri daripada anggota fonem yang dipanggil alofon.
Misalnya fonem p dalam palu, lupa dan luap.
Bunyi p dalam palu dan lupa diujarkan sebagai letupan bibir yang
sempurna , tetapi dalam luap, bunyi p diujarkan sebagai letupan
bibir yang tidak sempurna, yakni tidak diletupkan.
Dengan itu, daripada ketiga-tiga contoh kata di atas, fonem p
mempunyai dua alofon.
Suku Kata
Suku kata ialah bahagian perkataan yang berasaskan kehadiran vokal.
Suku kata ditandai oleh suatu vokal dan wujud sebagai satu vokal
atau bersama-sama dengan konsonan.
Dalam bahasa Melayu terdapat sebelas pola suku kata. Suku kata yang
berakhir dengan vokal dipanggil suku kata terbuka.
Suku kata lain ialah suku kata tertutup kerana diakhiri dengan
konsonan. Beberapa jenis suku kata:
1. Kata tunggal satu suku kata
Suku kataContohKVyuVKamKKVKdraf, gred. brek
2. Kata tunggal dua suku kata
Suku KataContohV + KVibu, ela, eraV + VKair, aibV + KVKadat, emasVK
+ KVanda, unta, angsaVK + KVKantah, untuk, ingkar, KV + KVKbukan,
dekat
3. Kata tunggal tiga suku kata
Suku KataContohKV+V+KVbiasa, cuaca, suaraKV + V +KVkaedahV + KV +
Vabai, usiaKV+KV+VKmaruah, peluangKV+KVK+KVKkelompok,
kumandang
4. Kata tunggal empat suku kata
Suku
KataContohKV+KV+KV+KVpanoramaKV+KV+KV+KVKmasyarakakatKVK+KV+V+KVsentiasa
5. Kata-kata tunggal yang lebih daripada empat suku kata
ialah:
universiti = V + KV + KVK +KV+KV ( lima suku kata)
Dialek
Dialek (dari bahasa Yunani , dialektos), adalah varian-varian
sebuah bahasa yang sama. Varian-varian ini berbeda satu sama lain,
tetapi masih banyak menunjukkan kemiripan satu sama lain sehingga
belum pantas disebut bahasa-bahasa yang berbeda.
Biasanya pemerian dialek adalah berdasarkan geografi, namun bisa
berdasarkan faktor lain, misalkan faktor sosial.
Sebuah dialek dibedakan berdasarkan kosa kata, tata bahasa, dan
pengucapan (fonologi, termasuk prosodi). Jika pembedaannya hanya
berdasarkan pengucapan, maka istilah yang tepat ialah aksen dan
bukan dialek.
Variasi Bahasa
Berikut adalah beberapa istilah yang mewujudkan variasi atau
kepelbagaian bahasa Melayu.
Variasi bahasa Kepelbahagaian bahasa yang ditentukan oleh faktor
teknikal bahasa iaitu sebutan, kosa kata dan
tatabahasa.DialekMerupakan variasi bahasa apabila variasi bahasa
itu masih difahami oleh oleh pengguna dalams esuatau masyarakat
bahasa walaupun ada pembahagian geografi . Variasi bahasa ii
dikenali sebagai dialek.IdiolekVariasi bahasa yang khusus berkaitan
dengan individu. merupakan kelainan penggunaan bahasa pada
peringkat individu.Perbezaan paling ketara ialah dari segi sebutan
dan lagu sebutan.Keadaan ini berlaku kerana perbezaan alat sebutan
seperti kecacatan atau tabiat penyebutan kerana pengaruh rakan atau
seisi keluarga.Dialek kawasan Variasi bahasa yang berkaitan dengan
pengguna dalam sesuatu kawasan. Dikaitkan dengan rumpun banasa
Austronesia, cabang Nusantara. Cabang Nusantara mempunyai 200
hingga 300 bahasa dalam 16 golongan seperti Filipina, Sumatera,
jawa, Kalimantan dan sebagainya. Bahasa Melayu termasuk dalam
golongan Sumatera bersama-sama dengan bahsa Batak, Acheh,
Minangkabau, Nias, Lampung dan Orang Laut.Umumnya bahasa Melayu
merangkumi Bahasa Malaysia di Malaysia, Bahasa Indonesia di
Indonesia, Bahasa Melayu di Brunei dan Singapura. Walaupun namanya
berbeza, ia merupakan dialek bagi bahasa Melayu. Dialek
sosialDikaitkan dari segi penggunaan, iaitu bahasa mungkinberbeza
mengikut kumpulan sosial dan situasi yang digunakan. Misalnya,
dalam majlis rasmi, orang akanmenggunakan bahasa-bahasa yang
formal. Varisi-variasi ini yangbrkiatand enan dialek sosial,
dikatakan sebagai dialek sosial.
Oleh itu, bahasa Melayu secara umumnya dapat dibahagikan kepada
tiga jenis variasi, iaitu idiolek, dialek kawasan atau loghat,
dialek sosial.
Perhubungan antara ketiga-tiganya dapat digambaran melalui skema
rajah yang berikut:
Dialek Kedah
Sesuatu bahasa tabii tidak pernah seragam. Bagi sesuatu perkataan,
bunyi atau ayat tertentu, penutur yang berbagai-bagai akan
mengucapkan bentuk atau pengwujudan dari perkataan, bunyi atau ayat
itu dengan berbagai-bagai cara. Jika ini kita dapat perhatikan pada
ujaran dua atau tiga orang penutur, apatah lagi ribuan atau jutaan
penutur dalam satu masyarakat bahasa tertentu. Perbezaan-perbezaan
dalam pengwujudan sesuatu bahasa tertentu seperti yang dikatakan
itu, melahirkan kelainan-kelainan bagi bahasa tersebut, dan
kelainan inilah yang disebut dialek atau loghat.Dalam perkataan
lain, sesuatu bahasa itu tidak dapat lari dari dicirikan oleh
dialek: dua,tiga atau pun jauh lebih banyak dari itu. Misalnya
Bahasa Melayu/Malaysia mempunyai berbagai-bagai dialek seperti
dialek Kedah, dialek Johor, dialek Kelantan, dialek Sarawak dan
seterusnya. Tiap-tiap dialek itu mempunyai sifat-sifatnya
tersendiri yang membezakannya dari dialek-dialek lain. Perbezaan
diantara dialek-dialek itu boleh dilihat dari dua sudut, iaitu
sistem bahasa dan kawasan penyebarannya.
Sistem Bahasa
Yang dimaksudkan dengan sistem bahasa ialah peraturan berkenaan
dengan kod-kod bahasa, dan kod-kod itu adalah bunyi, nahu dan
perbendaharaan kata. Sesuatu dialek itu akan menyimpang dalam
beberapa hal dari dialek-dialek lain dari segi kod-kod itu. Melihat
sistem bunyi, sesuatu dialek itu bukan hanya berbeza dengan dialek
lain pada penyebutan bunyi tertentu, tetapi juga dalam penempatan
yang berbeza pada sesuatu bunyi itu dalam perkataan. Dalam dialek
Kedah misalnya pengucapan "r" dalam bahasa standard adalah R (yang
sama dengan bunyi ghain dalam bahasa Arab, dan bunyi ini dalam ilmu
Fonetik dinamakan frikatif uvular) dalam lingkungan awal dan tengah
kata, misalnya Ramai (ramai) dan bara (bara). Dalam lingkungan
akhir kata, yang wujud itu bukanlah R tetapi bunyi yang sama dengan
ain dalam bahasa Arab, yang dalam ilmu Fonetik disebut frikatif
glotis, misalnya ayaq , (air), besaq (besar).
Kita perhatikan pula bahawa dalam dialek Kedah, perkataan-perkataan
seperti balas, tikus, bilis, tebal, batil, dan bakul diucapkan
sebagai balayh, tikuyh, bileh, tebay, bate, dan bakoy. Ini tidaklah
bermakna bahawa dalam dialek ini tidak ada bunyi-bunyi s dan l.
sebenarnya yang menimbulkan penyimpangan itu bukanlah ketiadaan s
atau l dalam perbendaharaan dialek Kedah, tetapi adalah peraturan
bunyi yang menolak kehadiran bunyi-bunyi atau fonem-fonem itu dalam
lingkungan tertentu dalam perkataan, dan dalam hal ini linkungan
akhir kata. Ini hanya beberapa contoh sahaja untuk menggambarkan
perbezaan bunyi pada dialek.
Nahu sebagai kod bahasa juga memperlihatkan penyimpangan antara
dialek. Sebenarnya nahu terdiri dari dua bahagian, iaitu morfologi
(atau peraturan pembentukan kata) dan sintaksis (atau peraturan
pembentukan ayat). Perbezaan antara dialek-dialek Melayu dalam
bidang nahu tidaklah sebanyak perbezaannya dalam sistem bunyi.
Susunan ayat dari dialek ke dialek dari segi bahagian-bahagian yang
mendirikannya seperti Subjek-Predikat-Objek,
Pelaku-Perbuatan-Pelengkap, dan Judul-Cerita, yang pada amnya
sama.
Perbendaharaan penambahan, yakni awalan dan akhiran, akan lebih
nyata perbezaannya sungguhpun jumlah perbezaan itu tidak seberapa
dibandingkan dengan perbezaan bunyi. Dialek Kedah tidak mempunyai
penambah yang asing bagi dialek-dialek lain atau bagi bahasa
standard, sungguhpun ada penambah-penambah dalam bahasa standard
(apa lagi dalam perkembangannya akhir-akhir ini) yang tidak
dikenali oleh dialek Kedah. Bukan sahaja dialek Kedah tidak
ditandai oleh awalan-awalan dan akhiran-akhiran baru seperti pra-,
sub-, pro-, dan -wan, yang merupakan penambah-penambah yang dibawa
masuk dari Bahasa Inggeris dan Bahasa Sanskrit, bahkan juga tidak
mempunyai beberapa penambah yang sememangnya asli Melayu. Dialek
Kedah tidak mengenal adanya akhiran -kan. Segala sesuatu konsep
yang didukung oleh akhiran -kan dalam bahasa standard didukung oleh
bentuk lain dalam dialek Kedah, misalnya penambah lain, bentuk kata
dan bentuk frasa (rangkai kata). Ayat- ayat dalam senarai (1) di
bawah ini adalah bahasa standard dan mencontohkan penggunaan -kan
dengan konsep-konsep tertentu: konsep sebab musabab dalam ayat (I),
dan konsep manfaat dalam ayat (ii).
1.(I)Dia mengecilkan bajunya.(ii)Dia memandikan anaknya.(iii)Dia
membacakan ibunya surat itu.
Dalam dialek Kedah ayat-ayat itu akan berbunyi seperti yang diberi
dalam senarai (2). (Pengejaannya adalah menurut ejaan yang standard
dan terpulanglah kepada pembaca untuk mewujudkannya dalam dialek
Kedah).
2.(I)Dia memperkecil baju dia.(ii)Dia bagi mandi anak dia.(iii)Dia
baca surat itu bagi kat mak dia.
Sungguhpun dialek Kedah mempunyai akhiran -an dan -I tetapi
penambah-penambah itu tidak seratus peratus sama dalam
penggunaannya dengan bahasa standard. Ada penggunaannya yang asing
bagi bahasa standard, misalnya dalam perkataan seperti besaran dan
halusi.
Demikian juga keadaannya dengan awalan di- (dalam kata kerja pasif)
tidak dikenal oleh dialek Kedah. Sungguhpun ada awalan me- , tetapi
penggunaan berlainan sama sekali dengan apa yang terdapat dalam
bahasa standard. Awalan me- dalam bahasa standard mempunyai
berbagai-bagai makna berdasarkan jenis dan golongan perkataan yang
bergabung dengannya dan juga menunjukkan modalitas tertentu seperti
modalitas aktif dan sebagainya. Dalam dialek Kedah, awalan ini
hanya menunjukkan perbuatan yang sudah menjadi tabiat atau adat
yang dikerjakan dalam jangka waktu yang lama atau juga yang
menunjukkan sifat yang tertentu pada manusia.
Perbuatan yang dilakukan dalam jangka waktu yang pendek yang tidak
merupakan tabiat atau adat yang tidak menggunakan awalan ini. Oleh
kerana itu kita dapati bahawa perkataan-perkataan yang mendukung
awalan me- dalam dialek Kedah adalah diantaranya merupakan
perkataan-perkataan seperti mengerat, menanam, memukul, menjual,
menjahit, memotong, mengurui, menggala, (menenggala) dan sebagainya
yang menunjukkan perbuatan yang merupakan mata pencarian atau
tabiat yang berlaku dalam jangka waktu tertentu yang berulang-ulang
atau juga berlaku sepanjang hayat dalam kehidupan orang-orang
Kedah. Di pihak yang lain pula terdapat perkataan-perkataan yang
menunjukkan adat budaya, misalnya menengok (dalam erti kata
"menyelidik" sebelum meminang, atau "melihat" nasib), meminjam
(dalam ertikata "berderau), memanggil (menjemput datang ke
kenduri), meminang dan sebagainya.
Awalan me- yang menunjukkan sifat atau kecenderungan tertentu pada
manusia terdapat pada perkataan-perkataan seperti menyombong,
mengira (kedekut), melawan (suka menentang), memakai (suka memakai
pakaian yang cantik-cantik atau guna-guna), menunjuk (suka
memperlihatkan kelebihan sendiri, seperti kecantikan, kekayaan,
kepandaian atau yang serupa itu), menerai (suka mengenakan pakaian
yang cantik-cantik untuk memperlihatkan kepada orang lain) dan
sebagainya. Dalam kertas kerja yang seperti ini tidak mungkin
diperkatakan dengan panjang lebar tentang ciri-ciri nahu dialek
Kedah yang berbeza dengan bahasa standard, tetapi memadailah dengan
beberapa contoh sahaja.
Penyimpangan dalam perbendaharaan kata antara dialek lebih banyak
dari penyimpangan dalam nahu. Penyimpangan yang seperti ini
mempunyai dua jenis kewujudan. Pertama, perkataan yang betul-betul
berbeza antara dialek, seperti berikut:
Dialek KedahBahasa Standard Manglilali (dalam pengertian
"immune")RanggisombongAwat mengapa, kenapa
Kedua, penyimpangan itu boleh merupakan penyimpangan yang wujud
hanya kerana penyebutan yang berbeza, seperti bekayh (bekas), tebay
(tebal), baka (bakar) dan sebagainya.
Dalam hubungan dengan sistem bahasa ini, kita dapat melihat
sebagaimana sesuatu dialek itu menggambarkan penglihatan dunia para
penggunanya, yang berbeza dengan penglihatan dunia
pengguna-pengguna dialek-dialek lain. Misalnya, cara orang Kedah
melihat masa itu tidak seratus peratus sama dengan cara-cara orang
Melayu dari kawasan dialek lain melihatnya. Pengiraan waktu yang
membahagikan tahun ke dalam 12 bulan bukanlah asli Kedah, bahkan
juga bukan asli Melayu. Cara ini dibawa dari luar melalui islam dan
pengaruh Barat.
Bagi orang-orang Kedah, peredaran masa dilihat menerusi peredaran
musim. Mereka mengenal dua musim iaitu musim hujan dan musim timur,
dan ini selari dengan pola-pola kehidupan petani-petani Kedah.
Musim hujan membayangkan jangka masa bagi kegiatan menanam padi,
sedangkan musim timur merupakan jangka masa yang kering tetapi
berangin, sesuai bagi kegiatan-kegiatan yang berhubung dengan
penuaian padi, dan perkataan timur di sini menunjukkan arah
datangnya angin. Dalam hubungan ini kita hendaklah ingat bahawa
kemarau dalam dialek ini tidak dianggap sebagai musim, yakni jangka
masa tertentu, tetapi lebih kepada keadaan - yakni ketiadaan hujan
yang mengakibatkan alam sekitar kering kontang. Peredaran masa yang
menunjukkan penyempurnaan kedua-dua musim -musim timur dan musim
hujan atau sebaliknya - dikenal sebagai temekuap. Jika kita mencuba
mencari kesejajarannya, maka kita akan dapat melihat bahawa konsep
temekuap itu tidak jauh menyimpang dari konsep tahun yang kita bawa
masuk dari luar itu. Dari itu kita dapat membuat kesimpulan bahawa
orang-orang Kedah sudah mempunyai cara pengiraan peredaran masa
sejajar dengan pengiraan tahun sebelum datangnya pengaruh asing,
dan hal ini berkait erat dengan pola kehidupan mereka sebagai
petani.
Konsep tahun melibatkan bulan sehingga boleh dibahagi kepada 12
bahagian atau bulan. Dalam kalendar lunar, pengiraan bulan bermula
dari terbitnya bulan sehingga mengambang dan seterusnya mengecil
atau terbenam kembali. Dalam konsep temekuap perkiraan dimulakan
dari mengambangnya bulan, yakni bulan penuh atau bulan purnama dan
peredaran masa dikira dari saat ini sehingga bulan itu mengambang
semula. Dari itu timbullah konsep bulan timbul (untuk bulan yang
akan datang) sebagai lawan bulan ia atau bulan ini dan bulan sudah.
Dengan itu juga konsep awal bulan dan hujung bulan merupakan konsep
yang baru yang dibawa masuk ke dalam dialek Kedah melalui bahasa
standard.
Pengertian minggu juga tidak ada dalam dialek ini. Bahkan minggu
yang terdiri dari 7 hari itu adalah pembaharuan yang didatangkan
dari kebudayaan islam dan kemudiannya dari Barat, dan ini bukan
sahaja berlaku dalam bahasa Melayu bahkan juga dalam bahasa-bahasa
serumpun dengannya seperti bahasa Kadazan, Iban Jawa dan
sebagainya. Dalam bahasa Jawa, terdapat konsep pekan yang terdiri
dari 5 hari.
Bagi orang-orang Kedah pengiraan hari dalam satu-satu bulan itu
tidak penting. Yang penting ialah jangka masa yang dekat dengan
"hari ini" sama ada sebelum atau sesudah. Jangka masa sebelum "hari
ini" ialah kelmarin, kelmarin dulu, dan kelmarin dulu balik sana,
dan yang sebelum "hari ini" ialah esok (isuk), lusa, tulat,
tungging, tungging buyung. Julat waktu yang seperti ini boleh
dikaitkan dengan pola hidup orang-orang Kedah yang sebahagian
besarnya adalah petani. Julat ini membayangkan peringkat-peringkat
pekerjaan yang dirancang dalam kerja-kerja persawahan. Penamaan
hari-hari seperti Isnin, Selasa dan sepertinya itu tidak perlu;
yang penting ialah pengertian dan kesedaran akan berlalunya waktu
sebelum dan sesudah, dalam jangka masa yang ditetapkan.
Dalam memperkatakan peredaran waktu ini, salah satu penyimpangan
yang nyata antara dialek ialah pengertian yang diberi masing-masing
kepada perkataan kelmarin(kelmarin). Bagi beberapa dialek lain,
perkataan itu membawa makna "masa lampau yang lebih ke belakang
dari hari sesudah hari ini", sedangkan dalam dialek Kedah, maknanya
ialah "hari sesudah hari ini". Perbezaan ini terletak pada cara
hidup masing-masing yang berbeza satu sama lain. Bagi orang-orang
Kedah perkiraan waktu yang menegaskan masa lampau yang tidak ada
ketentuannya itu tidak penting. Kehidupan pertanian, lebih-lebih
lagi persawahan, harus memberi perhatian penuh kepada peredaran
masa yang dekat dan yang mempunyai ketentuan.
Pembahagian waktu dalam satu-satu hari bagi orang-orang Kedah tidak
berbeza dengan apa yang terdapat di kalangan orang-orang Melayu
lain. Oleh kerana itu tidak usahlah saya memperkatakannya dengan
panjang lebar.
Kehidupan dan penglihatan dunia (yakni cara melihat dunia dan
kehidupan) di kalangan orang-orang Kedah yang boleh dikesan dari
pelbagai gerak dalam konsep memotong, mencampak, berjalan, memukul,
memijak dan sebagainya, dengan sendirinya dapat menggambarkan
beberapa perincian dalam tingkah laku dan cara hidup orang-orang
Kedah dari zaman ke zaman. Untuk konsep memotong sahaja dialek
Kedah mempunyai tidak kurang dari 14 perkataan, iaitu tebang,
cantas, cincang, hiris, belah, kerat, rincik, tetas, takok, takek,
kelar, tebas, tebang, tetak. (Perlu diingat di sini bahawa potong
itu bukanlah asli Kedah tetapi adalah pinjaman dari bahasa
standard).
Perkataan-perkataan itu timbul berdasarkan perbezaan-perbezaan
kecil dari segi gerak perbuatan, daya yang dikenakan, kecepatan
perbuatan dan sebagainya. Di sini kebudayaan yang dilalui oleh
orang-orang Kedah itu sudah dapat membezakan gerak-gerak yang
asasnya sama itu, dengan begitu terperinci sekali. Begitulah juga
halnya dengan konsep memijak, memukul dan sebagainya.
Cara orang-orang Kedah mengkonsepsikan warna serta bentuk, dan
pemberian kepada nama pohon-pohon dan jenis-jenis padi juga
membayangkan dengan jelasnya kehidupan mereka yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan pertanian. Dalam pengertian warna,
misalnya warna merah dan hijau merupakan warna yang baik. Dalam hal
ini kita hendaklah ingat bahawa merah bagi petani-petani Kedah
(sebelum dipengaruhi oleh bahasa standard) meliputi kuning dan
coklat, sedangkan hijau meliputi juga biru. Kedua-dua warna ini
mempunyai kaitan yang erat dengan alam pertanian. Pohon-pohon yang
hijau dengan batangnya yang berwarna merah (coklat?), sedangkan
padi berwarna merah (kuning) seperti juga emas yang merah. Jika
orang Kedah betul menggunakan perkataan kuning, maka konsep di
sebalik perkataan ini dikaitkan dengan penyakit atau keuzuran.
Biasanya perkataan itu disingkatkan menjadi nin (g), yang biasanya
dikaitkan dengan mata atau air muka orang yang sedang mengalami
keuzuran.
Dengan perbincangan mengenai kod bahasa ini, tujuan saya ialah
hendak memperlihatkan bagaimana dialek Kedah mempunyai ciri-ciri
tersendiri yang membezakannya dari bahasa standard dan juga dari
dialek-dialek lain. Perbendaharaan katanya tidak dapat membayangkan
kehidupan pengguna itu. Tetapi bagaimana pula dengan sistem bunyi
dan nahunya. Kedua-dua kod ini tidaklah dapat membayangkan
kehidupan dan budaya orang-orang Kedah dengan cara yang sama dengan
perbendaharaan kata. Tetapi perbandingan dengan kod-kod bahasa
dalam dialek-dialek lain dan juga bahasa standard akan
memperlihatkan kepada kita perkembangan dalaman yang dilalui oleh
dialek itu.
Dari segi sistem bunyinya, dialek Kedah pada satu ketika dalam
sejarah kewujudannya telah mengalami perkembangan yang pesat.
Rekonstruksi dalaman yang dikenakan ke atas dialek-dialek Melayu
menunjukkan bahawa dari segi sistem bunyi, dialek Kedah jauh
meninggalkan Bahasa Melayu Purba yang dibayangkan oleh dialek
Johor. Dalam perkataan lain sistem bunyi dialek Johor mengalami
perkembangan yang amat sedikit dari tahap purbanya.
Berdasarkan teori perbandingan bahasa yang sudah diterima umum,
sesuatu bahasa atau dialek akan mengalami perkembangan yang pesat
jika bahasa atau dialek itu terdapat dalam kawasan yang merupakan
pusat kebudayaan (meliputi pusat kegiatan perdagangan dan
sebagainya). Dalam hal ini, melihat kepada sejarah Kedah, yakni
zaman Kedah menjadi pusat kebudayaan dan perdagangan bukan sahaja
bagi Semenanjung Tanah Melayu tetapi juga bagi Kepulauan Melayu;
tegasnya zaman Sriwijaya pada masa itu kawasan-kawasan bahagian
selatan Semenanjung belum terbuka atau berkembang. Dengan itu tidak
hairanlah jika dialek yang digunakannya itu tidak mengalami
perkembangan yang sama pesatnya dengan dialek Kedah dalam zaman
itu.
Dialek Kelantan juga melalui perkembangan yang pesat seperti yang
dibayangkan oleh sistem bunyinya. Ini dapat dihubungkan dengan
kehidupan kebudayaan yang dilalui oleh orang-orang Kelantan - juga
sebelum terbukanya bahagian selatan. Bezanya antara dialek Kedah
dan dialek Kelantan, ialah dialek Kedah berkembang hingga mencapai
titik keefisienan pada dialek Kelantan ialah penguguran begitu
banyaknya konsonan-konsonan pada akhir kata sehingga menimbulkan
homomim-homomim (kata-kata sebunyi) yang melebihi homonim-homonim
dalam dialek lain.
Contoh:
Dalam memperkatakan nahu, terlebih dahulu saya ingin menegaskan
bahawa tidak ada dialek Melayu khususnya di Semenanjung ini yang
"bercakap" dengan nahu seperti yang terdapat dalam bahasa standard
yang tertulis. Jadi baik dalam dialek Kedah mahupun dalam dialek
Johor, nahu yang wujud adalah nahu yang digunakan oleh orang
sehari-hari dalam keadaan tabii. Memang dalam masyarakat bahasa
Melayu ada tingkat-tingkat bahasa yang antara lain menunjukkan
penggunaan yang tidak bersahaja (formal) sebagai lawan bersahaja
(tak formal), dan bahasa lisan sebagai lawan bahasa tulisan. Dalam
mana-mana peringkat dalam sejarah kehidupannya, bahasa Melayu jauh
lebih banyak digunakan sebagai bahasa yang dituturkan dibandingkan
dengan bahasa yang ditulis; apa lagi dalam zaman sebelum sistem
tulisan diperkenalkan.
Nahu bahasa lisan bagi mana-mana zaman dalam perkembangan bahasa
Melayu lebih sederhana nahu bahasa tulisan. Ayat-ayat yang
pendek-pendek menggambarkan kepraktisan hubungan dalam sesuatu
peristiwa bahasa antara orang-orang yang berkenaan. Lagi pula ayat
yang berjela-jela panjangnya seperti yang terdapat dalam bahasa
tulisan sekarang ini adalah pembaharuan, akibat dari pengaruh nahu
dan gaya bahasa Inggeris. Pembentukan ayat yang seperti ini
membayangkan budaya yang sudah mengalami intelektualisasi ala Barat
yang asing bagi dialek-dialek termasuk dialek Kedah.
Kawasan Penyebaran
Yang dimaksudkan dengan kawasan penyebaran dialek ialah kawasan
yang merupakan tempat bermastautinnya orang-orang yang menutur
sesuatu dialek itu. Sempadan bagi sesuatu dialek itu tidak perlu
sama dengan sempadan politik atau pentadbiran. Dengan itu, kita
dapati bahawa kawasan dialek Kedah itu tidak sama dengan kawasan
negeri Kedah yang ada sekarang ini. Kawasan dialek Kedah jauh lebih
luas dari kawasan negerinya kerana meliputi kawasan bukan sahaja
negeri Kedah tetapi negeri-negeri lain. Kita dapat mengatakan
bahawa dialek Kedah itu tersebar dari perlis di Utara hingga ke
Kuala Kangsar di Selatan, dari pulau Langkawi di barat hingga ke
Kroh timur. Bahkan dapat dikatakan bahawa dialek Kedah itu tersebar
hingga ke Thai Selatan. Seorang penyelidik bahasa, Christhoper
Court dari penemuannya membuat kesimpulan bahawa bahasa Melayu yang
dituturkan di Satun (Setol) tidak begitu berbeza dari yang ditutur
di Perlis dan Kedah, sungguhpun bahasa ini lama kelamaan digantikan
dengan bahasa Thai.
Dari kawasan dialek Kedah itu, kita boleh membuat taabiran
(inferensi). Pertama, bahawa orang-orang yang menutur dialek Kedah
itu sejak zaman berzaman memang tersebar luas sebagai penduduk
kawasan itu, dan penyebaran ini berlaku secara pemindahan penduduk,
pertembungan yang disebabkan oleh perdagangan,peperangan dan
sebagainya. Kedua bahawa dialek ini tersebar secara difusi atau
serapan yakni secara menyerapakan bahasa yang berkenaan itu dari
penutur tanpa menimbulkan pemindahan penutur dari tempat ke
tempat.
Taabiran pertama itu antara lain membawa kita kepada dugaan (jika
kita belum mengetahui sejarahnya) bahawa negeri atau kerajaan Kedah
satu waktu dulu mempunyai daerah taklukan yang luas meliputi
kawasan yang sekarang hanya dikenal kekedahannya kerana adanya
bentuk bahasa yang boleh dinamakan dialek Kedah. Dugaaan yang lain
yang boleh kita buat dari bukti yang ada itu ialah barang kali
telah berlaku perpindahan secara besar-besaran dari negeri Kedah
yang ada sekarang ini ke kawasan-kawasan di luarnya, seperti
Perlis, Pulau Pinang dan sebagainya disebabkan sesuatu peristiwa
atau kejadian seperti bencana alam, kebuluran dan sebagainya.
Bagaimana juga, dari fakta-fakta sejarah yang ada kita tahu bahawa
di antara dua dugaan itu, yang pertamalah yang lebih munasabah.
Dari sejarah kita tahu bahawa Perlis, Pulau Pinang dan Seberang
Perai memang merupakan bahagian dari Kerajaan Kedah hingga abad ke
sembilan belas. Pulau Pinang disewakan kepada English East India
Company dalam tahun 1786, diikuti oleh Seberang Perai dalam tahun
1800. Perlis pula dalam tahun 1821 dipisahkan dari kerajaan Kedah
dan dijadikan kerajaan tersendiri, disebabkan oleh tindak-tanduk
kerajaan Siam. Dalam masa yang sama juga Setol atau Satul atau
Satun bersama-sama dengan pulau-pulau di bahagian barat Thailand
Selatan juga jatuh ke tangan Siam.
Tersebarnya dialek Kedah hingga Kuala Kangsar dapat dicari puncanya
pada beberapa kejadian. Tidak dapat dinafikan bahawa manusia akan
terus berhubung satu sama lain dan dengan demikian menyebarkan
dialeknya. Perbatasan politik atau pentadbiran itu adalah buatan
atau rekaan yang ada dalam peta, sedangkan dalam kenyataan hanya
diwakili oleh sebatang tiang sebagai tanda, sungai atau jalan,
tetapi ini semua tidak menghalang orang dari kedua-dua belah
sempadan itu berhubung satu sama lain dalam menjalankan kegiatan
hidup mereka. Perhubungan dalam keadaan damai ini memberi kesan
dari segi pertuturan.
Pertembungan antara manusia dari sebelah menyebelah ruang sempadan
itu tidak terbatas kepada masa damai. Pertembungan dalam peperangan
juga boleh meninggalkan kesan yang mendalam dari segi pengaruh
bahasa atau dialek. Dari sejarah Negeri Kedah dan Perak kita
diberitahu bahawa pada permulaan abad kesembilan belas, Kedah
dipaksa sebanyak dua kali oleh Siam untuk menyerang Perak iaitu
dalam tahun 1813 dan 1818. Tentera Kedah menakluki bahagian utara
negeri Perak yang bersempadanan dengan negeri Kedah dan mara ke
arah selatan hingga ke Kota Lama Kiri dekat dengan Kuala Kangsar
sekarang ini. Apabila kedua negeri itu berdamai semula berlakulah
hubungan mesra antara orang-orang Kedah dan Perak dan antaranya
perkahwinan antara askar-askar Kedah dengan wanita-wanita Perak. Di
antara mereka yang terlibat dengan perkahwinan ini adalah pembesar
dan kerabat DiRaja Kedah (Tengku Akil atau Tengku Ya'akub) yang
berkahwin dengan wanita Perak dari golongan bangsawan. Hubungan
yang serupa ini membawa kepada penyerapan dialek. Oleh kerana itu
tidak hairanlah jika kawasan Kuala Kangsar terdapat loghat yang
mempunyai ciri-ciri dialek Kedah.
Taabiran yang menyatakan bahawa sesuatu dialek itu boleh tersebar
berdasarkan difusi atau serapan juga boleh diterima bagi dialek
Kedah. Kejadian yang seperti ini berlaku sepanjang masa.
Dari huraian di atas itu tidaklah salah jika dialek-dialek yang
diucapkan di Perlis, Pulau Pinang, Seberang Perai dan Perak Utara
itu dinamakan dialek Kedah. Asas penamaan yang lebih kuat ialah
terletak pada persamaan ciri-ciri pada tutur-tutur di
kawasan-kawasan itu.
Dengan menegaskan persamaan ciri-ciri itu tidaklah dimaksudkan
bahawa orang-orang di kawasan-kawasan itu mempunyai pertuturan yang
seragam. Keseragaman yang seperti itu tidak mungkin ada pada bahasa
atau dialek tabii seperti yang sudah kitakan awal-awal tadi. Ini
bermakna bahawa dalam persamaan itu ada perbezaannya tetapi
perbezaan itu tidaklah begitu besar sehingga boleh memecahkan
kesatuan dialek itu. Perbezaan-perbezaan itu, menimbulkan subdialek
yakni bahagian-bahagian dalam dialek yang berbeza satu sama lain
dalam beberapa hal sama sahaja tetapi pada masa yang sama
mempertahankan persamaannya. Dengan itu, jika kita dengan
betul-betul memperembang telinga, kita dapat mengenal perbezaan
antara pertuturan orang-orang Perlis dengan pertuturan orang-orang
Pulau Langkawi dan seterusnya. Tiap-tiap subdialek itu mempunyai
kawasannya sendiri yang dinamakan subkawasan dialek.
Persamaan-persamaan di antara subdialek-subdialek itu mencerminkan
warisan dari induk yang sama, yakni induk yang kita namakan dialek
Kedah. Perbezaan-perbezaannya membayangkan perkembangan yang
dilalui berbeza dari satu subdialek kepada subdialek yang lain.
Perkembangan-perkembangan itu boleh dikesani kepada beberapa
perbezaan dalam corak hidup, alam sekitar, perkembangan segi-segi
tertentu dalam budaya, dan seterusnya. Pulau Langkawi yang terpisah
dari tanah daratan oleh lautan yang agak luas mengalami beberapa
perkembangan tersendiri dari segi sosiobudaya dan sosioekonomi, di
samping mempunyai persekitaran alam yang tersendiri. Dengan itu
tidaklah dapat diharapkan bahawa pertuturannya akan terus seragam
dengan pertuturan di subkawasan lain di tanah daratan, baik dalam
perbendaharaan kata mahupun dalam satu dua hal lain dalam sistem
bahasanya. Walaupun ada perbezaan-perbezaan yang serupa itu kita
masih boleh mengenal bahawa dialek yang dituturkan di Pulau
Langkawi itu dialek Kedah. Demikian juga, subkawasan Perlis dan
subkawasan lain yang bersempadanan dengan Thailand sudah tentu akan
memperlihatkan ciri yang tidak wujud dalam pertuturan di Lembah
Kedah.
Subkawasan di sempadan sebelah utara dan timur laut itu mempunyai
lagu bahasa atau intonasi yang berbeza dengan yang terdapat di
Lembah Kedah. Intonasi yang lanjut dan lemah gemalai itu boleh
dikaitkan kepada intonasi bahasa Thai. Ini bukanlah gejala
tiru-meniru, tetapi merupakan gejala serapan bahasa, kerana
penyebaran bahasa adalah sesuatu yang sambung menyambung seperti
air yang mengalir, dan bukan sesuatu yang dapat diputuskan seperti
ranyting yang boleh dipatah-patahkan.
Subdialek Kedah di Pulau Pinang khususnya yang dituturkan di
Tanjung memperlihatkan beberapa ciri tersendiri misalnya dalam
mengucapkan "r". perbezaan ini timbul disebabkan perkembangan yang
tertentu yang dilalui oleh subdialek itu, khususnya dalam mendapat
gangguan dari bahasa Tamil, yakni dari penutur-penutur yang nenek
moyangnya mempunyai bahasa Tamil atau salah satu bahasa India
sebagai bahasa ibundanya.
Dialek Kedah dalam ragam bahasa
Penutur dialek utara biasanya bertutur dengan kelainannya yang
tersendiri dengan membentuk keterikatan di bawah penggolongan
subdialek masing-masing. Biarpun terbahagi kepada beberapa
subdialek, namun kesemua subdialek itu tetap terikat kepada
subdialek Kedah Persisiran yang dianggap sebagai dialek Kedah yang
standard yang juga menjadi bahasa di raja Kedah.
Dalam dialek ini walaupun banyak terbentuk sistem berbahasa yang
berbeza dengan bahasa baku namun ciri-ciri kesamaan terutama dalam
penggunaan pengimbuhan tetap juga menampakkan pertautannya. Ini
mungkin disebabkan penggunaan dialek Kedah ini rata-rata sudah
dipengaruhi tatabahasa standard.
Sungguhpun begitu, menurut Prof Asmah Haji Omar, perimbuhan yang
terkandung di dalam dialek Kedah hanyalah imbuhan awalam sahaja.
Manakala pada kata nama ia cuma terhad kepada pola yang menggunakan
imbuhan awalan 'pe-' .
Imbuhan
Pengimbuhan yang berlaku kepada kata kerja di dalam dialek Kedah
ini meliputi imbuhan meN-, teR- dan beke-. Di antara semua jenis
ini, imbuhan meN- lebih merupakan gambaran daripada pengwujudan
kata yang disengau dan tidak disengaukan. Alomof me- yang
disengaukan biasanya berlaku sebelum kosongan sengau, konsonan
sisian {i} dan konsonan fikatifuvular{r}.
Awalan meN-
Awalan meN- di dalam dialek Kedah seringnya membawa makna kebiasaan
atau perbuatan yang dilakukan dalam batas waktu yang agak panjang .
Perkataan-perkataan seperti:
{memotong} {memukoy} {menanam} {mengaet} {menjait}sudah jelas
menunjukkan suatu perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan dalam
kehidupan penduduk penuturnya.
Pola meN-
Pola meN- sebenarnya tidak sahaja menunjukkan kebiasaan tetapi juga
boleh mengambarkan ciri-ciri tertentu pada nama yang dirujuk.
Misalnya kata {menyombong}dan {memakai}sudah dengan sendirinya
mengambarkan sifat yang dimiliki olah seseorang.
Kebiasaan seseorang itu pula tidak hanya dikaitkan dengan pelaku
kerana kebiasaan juga boleh berlaku dan dibina melalui tradisi
masyarakat. Dan perlakuan pada satu-satu ketika sudah menjadi adat
dalam kehidupan masyarakat berkenaan. Lihat saja kepada
perkataan-perkataan berikut:
{menengok} {meminang} {memangge}
Ketiga-tiga kata di atas jelas menjadi budaya kata di dalam
masyarakat Kedah sebelum kenduri kahwin berlangsung.
Imbuhan meN-
Di dalam beberapa keadaan lain pula, imbuhan meN- boleh membentuk
dua kelainan kata terbitan hasil daripada proses pengimbuhannya.
Pola meN- + kata nama boleh menerbitkan "kata kerja" dan sebaliknya
pula meN + kata kerja telah menerbitkan "kata nama". Perkara ini
dapat dilihat pada contoh di bawah :
meN + ekor {mengekoR} - menurut ke mana sahaja . {KN} {KK} meN +
potong {memotong } - menoreh getah
Awalan teR-
Awalan teR-, dan beR- pula mempunyai pola masing-masing mengikut
rentak penggunanya yang tertentu. Seperti di dalam dialek standard,
imbuhan teR- mendukung makna perbuatan yang tidak sengaja
berdasarkan kepada penyingkatan dialek yang dituturkan. Dan sesuatu
yang barangkali jelas membezakan pola imbuhan ini dengan imbuhan
teR-dalam dialek standard ialah pengekalan 'te' sebagai imbuhan
tetap kepada teR-. Perhatikan contoh-contoh berikut:
EjaanStandardEjaanDialekKedah {tercabut}{tecabut}
{terjengul}{tejengoy} {tergambar}{tegambaR}
Imbuhan peR-
Keadaan ini juga sama dengan apa yang berlaku di dalam penentuan
imbuhan peR- yang lebih banyak meninggalkan fungsinya sebagai
pengwujudan nilai sebab musabab kepada penutur dialek ini.
Misalnya: {peRangat}{menghangatkan} {pebaik}{memperbaiki}
{pependek}{memendekkan}
Imbuhan beR-
Imbuhan beR- pula meninggalkan fungsi bila ia digabungkan dengan
kata dasar yang terdiri daripada kata kerja dan kata nama yang akan
melahirkan makna kata yang tertentu. Bunyi pengucap pada imbuhan
beR- ini kerapkali tidak mengikut susunan bunyi dialek standard
yang nyata pegangannya. Dan kebiasaannya yang wujud daripada
cantuman imbuhanbeR- ini dapat dilihat pada aturan di bawah:
i}beR- + kata kerja perbuatan menyaling beR + {gomoi}
{begomoi}-bergaduh seperti bergusti beR + {hempas}
{beRempayh}-bertumbuk
ii}beR + kata kerja perbuatan tanpa tujuan beR +{kelewa}
{bekelewa}-merayau tanpa tujuan beR +{serungas}
{beseungayh}-menjadikan tidak kemas
iii}beR +kata nama memiliki atau mempunyai beR +{baw}
{berbaw}-mempunyai bau
Imbuhan beke-
Imbuhan beke- pula barangkali merupakan imbuhan yang janggal kepada
bahasa standard. Tetapi di dalam dialek Kedah merupakan imbuhan
biasa yang kerap pula digunakan. Sebagai contohnya:
{beketeia} - menangis bersama-sama {bekemutih} - nampak penuh
dengan warna putih {bekeseungayh} - nampak tidak kemas
Rumusan
Daripada apa yang dibincangkan di atas rasanya boleh diperbuat
rumusan bahawa pola nahu yang digunakan di dalam dialek Kedah
biasanya lebih merupakan penyataan untuk penutur- penuturnya
mentafsirkan pengalaman mereka. Sebutan dengan imbuhan lebih
merupakan perlakuan sedap mulut penutur untuk menyatakan sesuatu
yang tersirat. Dari itu apa yang dapat ditafsirkan ialah nilai
keringkasan penggunaan imbuhan serta kedudukkannya pula pada tahap
yang tidak menentu. Pendek kata struktur dan fungsinya daripada
dialek standard yang biasa digunakan .
Soalan Tugasn
Bidang fonetik dan fonologi merupakan satu bidang penting dalam
penguasaan sesuatu bahasa. Penguasaan dalam bidang ini membolehkan
seseorang pendidik mengenali pelbagai variasi bahasa yang
dituturkan oleh pelajar. Keadaan ini membolehkan guru membetulkan
sesuatu kesilapan dengan tepat dan berkesan
Berdasarkan satu rakaman audio sesuatu dialek, anda dikehenadaki
melaksanakan tugasan berikut :
Transkripsikan rakaman tersebut. Jumlah perkataan tidak kurang
daripada 200 perkataan
2. Aplikasikan 3 rumus fonologi yang terdapat dalam rakaman
tersebut. Bagi setiap rumus serta 3 contoh perkataan
3. Huraikan 4 ciri suprasegmental yang terdapat dalam rakaman
tersebut. Bagi setiap ciri sertakan dua contoh ayat.
Berdasrakan tugasan tersebut, saya telah speksifikasi rakaman
tersebiut seperti berikut :
Tajuk : Video Raja Lawak Minggu Pertama bersama kumpulan LNJ
Masa : Rakaman ditranskripsikan pada minit ke 6.25 saat
Dialek : Kedah
Bil. Watak : 2 orang
Watak : Lan dan Jan
Transkripsi Rakaman
(Ayat Dialek Kedah)
Raja Lawak Musim ke 3 bersama LNJ (minit ke 6.25 saat)
Intro
Lan : Hai dalam kuku pun ada kambin?
Jan : Bek..
Lan :Uit misin basoh. Hai misin basoh. Ish hang ni
Jan : Misin basoh mai kot mana?
Lan : Amboi mai tergedik-gedik, tergedik-gedik pasai pa.
Awat?
Jan : Hang tau malam ni aku pangge hang pasai apa?
Lan : Tak tau..
Jan : Aku nak bagi hang jadi GRO.
Lan : GRO!! hehehe.. sukanya aku GRO. Abis dia orang tu macam mana?
Haa kalau nak tau tengok ni "Ushar Lagi".
......................................................................................................................................................
Di suatu tempat yang sunyi
Lan : Amboi. Kenyang rasa. Lega hati.. Arrggghhhhhhh..( bunyi
berlahak) Alhamdunillah..
Jan : Hoi..
Lan : Oii misin basoh jatoh..
Jan : Misin basoh jatoh kot mana? Amboi berlahak.. Deras
noh...
Lan : Hang. Gelocoh..
Jan : Gelojoh tang mana?
Lan : Awat lambat sangat?
Jan : Aku pangge hang mai malam ni sebab aku nak bagi hang jadi
GRO.
Lan : GRO?Ai.. tak mau jadi GRO.. jadi GRO berdosa.. mak saya
marah.. tak mau..
Jan : Ni..ni.. Dak..dak. Mai sini dulu.. Dengaq aku cakap dulu tak
abis lagi.. GRO bukan GRO hak dok nuhnuhnuh.. Bukan..
Lan : Abis?
Jan : GRO ni singkat daripada Gaya Ragut Orang..
Lan : Ragut orang? Lagi nak mampuih.. Lolaq hang..
Jan : Hang pukui aku lagi..
Lan : Tak mau..
Jan : Hai..Hai sayang.. Intan payung mai mai mai.. amboi panggil
intan payung mai.. nih..
Lan : Awat?
Jan : Kita, hang mau duit dak?
Lan : Hai duit mesti la nak..
Jan : Nak kan.. cara orang berjalan pun boleh ragut kan, kita naik
moto pun orang buleh ragut lani tak pa biar aku jadi mangsa, hang
jadi..
Lan : GRO..
Jan : Tu.. GRO kot mana?
Lan : GRO tu Gaya Ragut Orang.. hang yang kata tadi..
Jan : Dak aih.
Lan : Aku tak mau, aku nak ragut jugak mai..
Jan : Oi belum lagi..
Lan : Ha cepat-cepat hang jadi cepat..
Jan : Aku jalan
Lan : Ha aku nak ragut lekas
Lakonan ragut..
Jan : Eh aduih, aduih, aduih..
Lan : Ha nah makan bulu kaki
Jan : Hoi, awat woi.. oii jangan lari.. amboi mai ni
Lan : Awat pulak
Jan : Amboi hang pukui aku sakan noh. Hang tak tau aku sakit kaki
ni
Lan : Sakit kaki ? Kenapa?
Jan : Hang tau kaki aku kena pa?
Lan : Kena pa?
Jan : Kena sengat ikan pari..
Lan : Mai tang mana sengat ikan pari plak
Jan : Hak ni bukan duri ikan pari hak ni paku..
Lan : Paku?
Jan : Allah.. botak!! Oi..oi.. malu kat orang botak.. ui
malu-malu..
Lan : Awat abang buat mcm ni
Jan : Sabaq la..
Kedengaran bunyi siren..
Jan : Hang dengaq dak, dengaq dak? dengaq dak ?
Lan : Dengaq, dengaq? Ambulan..
Jan : Ui.. bukan ambulan
Lan : Haa?
Jan : Polis!
Lan : Ha polis?
Jan : Polis....
Lan :Polis....
Transkripsi Rakaman
(Sebutan Baku)
Raja Lawak Musim ke 3 bersama LNJ (minit ke 6.25 saat)
Intro
Lan : Hai dalam kuku pun ada kambing?
Jan : Bek..
Lan :Uit mesin basuh. Hai mesin basuh. Ish kamu ini.
Jan : Mesin basuh datang dari mana?
Lan : Amboi datang tergedik-gedik, tergedik-gedik sebab apa.
Kenapa?
Jan : Kamu tahu malam ini saya panggil kamu sebab apa?
Lan : Tidak tahu..
Jan : Saya hendak kamu jadi GRO.
Lan : GRO!! hehehe.. sukanya saya GRO. Habis mereka yang lain macam
mana? Haa kalau hendak tahu, tengok ini "Ushar Lagi".
......................................................................................................................................................
Di suatu tempat yang sunyi
Lan : Amboi. Kenyang rasa. Lega hati.. Arrggghhhhhhh..( bunyi
berlahak) Alhamdunillah..
Jan : Hoi..
Lan : Oii mesin basuh jatuh..
Jan : Mesin basuh jatuh dimana? Amboi berlahak.. Kuat
bunyinya...
Lan : Kamu.. Gelojoh..
Jan : Di mana yang gelojoh?
Lan : Kenapa lambat sangat?
Jan : Saya panggil kamu datang malam ini sebab saya hendak bagi
kamu jadi GRO.
Lan : GRO? Ai.. tidak mahu jadi GRO.. jadi GRO berdosa.. mak saya
marah.. tidak mahu..
Jan : Ini..ini.. Bukan-bukan. Datang sini dulu.. Dengar saya cakap
dulu tidak habis lagi.. GRO bukan GRO yang seperti
tuuuuuuuuuhhhhhhh.. Bukan..
Lan : Habis?
Jan : GRO ini singkat daripada Gaya Ragut Orang..
Lan : Ragut orang? Lagi hendak mati.. Teruk betul kamu..
Jan : Kamu pukul saya lagi..
Lan : Tidak mahu..
Jan : Hai..Hai sayang.. Intan payung datang, datang, datang.. amboi
panggil intan payung datang.. ini..
Lan : Kenapa?
Jan : Kita, Kamu mahu duit kan?
Lan : Hai duit mesti..
Jan : Mahu kan.. cara orang berjalan pun boleh ragut kan, kita naik
motor pun orang boleh ragut sekarang ini tidak apa biar saya jadi
mangsa, kamu jadi..
Lan : GRO..
Jan : Itu.. GRO?
Lan : GRO itu Gaya Ragut Orang.. kamu yang kata tadi..
Jan : Bukan..
Lan : Saya tidak mahu, saya hendak ragut juga sekarang..
Jan : Oi belum lagi..
Lan : Ha cepat-cepat kamu jadi cepat..
Jan : Saya jalan..
Lan : Ha Saya ragut sekarang
Lakonan ragut..
Jan : Eh aduh, aduh, aduh..
Lan : Ha makan bulu kaki..
Jan : Hoi, Kenapa? Oii jangan lari.. amboi datang sini
Lan : Kenapa pula?
Jan : Amboi dasyat kamu pukul saya. Kamu tahu saya sakit
kaki.
Lan : Sakit kaki ? Kenapa?
Jan : Kamu tahu kenapa dengan kaki saya?
Lan : Kena apa?
Jan : Kena sengat ikan pari..
Lan : Datang mana sengat ikan pari?
Jan : Hak ini bukan duri ikan pari hak ini paku..
Lan : Paku?
Jan : Allah.. botak!! Oi..oi.. malu dengan orang.. Botak.. ui
malu-malu..
Lan : Kenapa abang buat macam ini?
Jan : Sabar..
Kedengaran bunyi siren..
Jan : Kamu dengar tidak? Dengar tidak? Dengar tidak ?
Lan : Dengar, dengar.. Ambulan..
Jan : Ui.. bukan ambulan
Lan : Haa?
Jan : Polis!
Lan : Ha polis?
Jan : Polis....
Lan :Polis....
Transkripsi Rakaman
(Sebutan Dialek Kedah)
Raja Lawak Musim ke 3 bersama LNJ (minit ke 6.25 saat)
Intro
Lan : [hai da.lam ku.ku pun a.da kam.bin]?
Jan : [ba.y?]
Lan :[ui? me.sin ba.sh] [haj me.sin ba.sh] [ish hang ni]
Jan : [me.sin ba.sh mai kt ma.na]?
Lan : [am.boi mai tRe.gedi?- ge.di?] [tRe.ge.di? ge.di? pa.saj pa]
[a.wat]?
Jan : [hang tau ma.lam ni a.ku pang.gil hang pa.saj a.pa]?
Lan : [ta? tau]
Jan : [a.ku na? ba.gi hang ja.di G.R.O]
Lan : [G.R.O. he.he.he su.ka.a a.ku G.R.O.] [a.bs di.ya .Rang tu
ma.cam ma.na]? [haa ka.lau na? tau te.o? ni u.ar la.gi]
......................................................................................................................................................
Di suatu tempat yang sunyi
Lan : [am.boi ke.a ra.sa le.ga ha.ti] [arrggghhhhhhh( bunyi
berlahak)] [al.ham.du.nil.lah]
Jan : [hoi]
Lan : [oii me.sin ba.sh ja.th]
Jan : [me.sin ba.sh ja.th kt ma.na]? [am.boi be.la.ha?] [de.Rayh
nh]
Lan : [hang] [ge.l.ch]
Jan : [ge.l.jh ta ma.na]?
Lan : [a.wat lam.bat sa.at]?
Jan : [a.ku pang.g hang mai ma.lam ni se.bab a.ku na? ba.gi hang
ja.di G.R.O.]
Lan : [G.R.O] [ai ta? mau ja.di G.R.O.] [ja.di G.R.O ber.do.sa]
[ma? sa.ya ma.Rah] [ta? mahu]
Jan : [ni.ni.] [da?.da?] [mai si.ni du.lu] [de.a a.ku ca.kap du.lu
ta? a.bs la.gi] [G.R.O. bu.kan G.R.O. ha? do? nh.nh.nh]
[bu.kan]
Lan : [a.bs]?
Jan : [G.R.O. ni si.ka.tan da.Ri.pa.da ga.ya Ra.gut .Ra]
Lan : [Ra.gut .Ra]? [la.gi na? mam.pyh] [l.la hang]
Jan : [hang pu.kj a.ku la.gi]
Lan : [ta? mau]
Jan : [hai hai sa.ya in.tan pa.y mai mai mai] [am.boi pang.g in.tan
pa.y mai nh]
Lan : [a.wat]?
Jan : [ki.ta hang mau du.wt da?]?
Lan : [haj du.wt mes.ti la na?]
Jan : [na? kan ca.Ra .Rang ber.ja.lan pun bo.lh Ra.gut kan ki.ta
na.y? m.t pun .Rang bo.lh Ra.gut la.ni ta? pa bi.a a.ku ja.di
ma.sa, hang ja.di]
Lan : [G.R.O.]
Jan : [tu G.R.O. kt ma.na]
Lan : [G.R.O tu ga.ya Ra.gut .Rang] [hang ya ka.ta ta.di]
Jan : [da? aih]
Lan : [a.ku ta? mau a.ku na? Ra.gut ju.ga? mai]
Jan : [oi be.lum la.gi]
Lan : [ha ce.pat ce.pat hang ja.di ce.pat]
Jan : [a.ku ja.lan]
Lan : [ha a.ku na? Ra.gut le.kayh]
Lakonan ragut..
Jan : [eh a.dyh a.dyh a.dyh]
Lan : [ha nah ma.kan bu.lu ka.ki]
Jan : [hoi a.wat woi oi ja.an la.Ri] [am.boi mai ni]
Lan : [a.wat pu.la?]
Jan : [am.boi hang pu.kj a.ku sa.kan nh] [hang ta? tau a.ku sa.kit
ka.ki ni]
Lan : [sa.kit ka.ki]? [ke.na.pa]?
Jan : [hang tau ka.ki a.ku ke.na pa]?
Lan : [ke.na pa]?
Jan : [ke.na se.at i.kan pa.Ri]
Lan : [mai ta ma.na se.at i.kan pa.Ri pla?]
Jan : [ha? ni bu.kan du.Ri i.kan pa.Ri ha] [ni pa.ku]
Lan : [pa.ku]?
Jan : [Al.lah] [bo.ta?]!! [oi.oi. ma.lu kat .Rang bo.ta?] [ui ma.lu
ma.lu]
Lan : [a.wat a.ba bu.wat ma.cam ni]
Jan : [sa.ba la]
Kedengaran bunyi siren..
Jan : [hang de.a da? de.a da? de.a da?]
Lan : [de.a de.a am.bu.len]
Jan : [ui bu.kan am.bu.len]
Lan : [haa]?
Jan : [po.lis]!
Lan : [ha po.lis]?
Jan : [po.lis]
Lan :[po.lis]
Aplikasi 3 Rumus Fonologi
Soalan B
Tiga rumus fonologi telah diaplikasikan dalam rakaman tadi.
Antaranya ialah :
Penghilangan Rumus
Sesuatu proses yang melibatkan rumus yang pada awalnya wujud dalam
bahasa asal, tetapi tidak lagi dikekalkan dalam dialek turunannya
dikenali sebagai proses penghilangan rumus.Berdasarkan kaedah
perbandingan sinkronis seperti yang digunakan dalam linguistik
sejarah, apabila sesuatu rumus itu dimanifestasikan dalam
kebanyakan dialek turunan, maka rumus itu dapat dianggap sebagai
rumus asal yang wujud dalam nahu bahasa sumber (King 1969 :
176)
Sehubungan dengan itu, rumus Pembentukan Glotal (PGT) yang
menukarkan /k/ menjadi /?/ di posisi akhir kata. Rumus tersebut
boleh diformulasasikan seperti yang berikut :
Pembentukan Glotalk ? / _________ #
Berdasarkan rakaman dialek, ada beberapa contoh perkataan yang
terlibat dalam rumus fonologi Pembentukan Glotal. Antaranya :
Rumus Penyisipan Gelencuran pada vokal rangkap tinggi terdapat
dalam sesebuah dialek Melayu dalam bahasa Melayu. Berdasarkan
kajian yang dilakukan oleh Zaharani Ahmad (1993), rumus ini
menyisipkan bunyi gelencuran [y] dan [w] di antara vokal rangkap
yang terdiri daripada vokal tinggi dan satu vokal lain.
Proses penyisipan gelencuran boleh diformulasasikan seperti berikut
:
y / i _________ v
w u
Berdasarkan rakaman dialek, ada beberapa contoh perkataan yang
terlibat dalam rumus fonologi Penyisipan Gelencuran. Antaranya
:
Rumus penguguran getaran (PGR) ini termasuk dalam penghilangan
rumus. Apa yang ingin dijelaskan di sini ialah rumus ini
menggugurkan /r/ menjadi // iaitu frikatif faring. Sebagai
contohnya, /besar/ menjadi [b.sa]. Walaupun ciri fonetiknya
berbeza, apa yang dipentingkan di sini adalh bunyi tersebut tidak
mengalami proses penguguran di akhir kata.
Rumus penguguran getaran
r / ________ #
Berdasarkan rakaman dialek, ada beberapa contoh perkataan yang
terlibat dalam rumus fonologi Penguguran Getaran(PGR). Antaranya
:
Rumus penggelencuran ini berlaku pada dialek Kedah. Dialek ini
mengubah bunyi lateral /l/ menjadi bunyi gelencuran /j/. Sebagai
contohnya, /hal/ bertukar menjadi [hai] dalam dialek Kedah.
Rumus Penggelencuran /l/
l j / _________ #
Berdasarkan rakaman dialek, ada beberapa contoh perkataan yang
terlibat dalam rumus fonologi Penggelencuran /l/ Antaranya :
Apabila bunyi berubah dan melibatkan satu inovasi, gejala ini
dihuraikan sebagai proses penambahan rumus (Lehman 1973 : 169).
Bagi rumus pendepanan nasal, rumus ini dikategorikan dalam
penambahan rumus. Rumus ini menyatakan bahawa // akan berubah
menjadi /n/, apabila berada di suku kata akhir tertutup. Rumus ini
diformulasasikan sebagai :
Rumus Pendepanan Nasal
n / V _________ #
Berdasarkan rakaman dialek, ada beberapa contoh perkataan yang
terlibat dalam rumus fonologi Pendepanan Nasal. Antaranya :
Ciri Suprasegmental
Suprasegmental Bahasa Melayu
Fonem suprasegmental yang juga disebut fonem suprapenggalan ialah
ciri atau sifat bunyi yang menindih atau menumpang sesuatu fonem.
Maksudnya ciri suprasegmental hadir bersama-sama fonem penggalan
dengan cara menumpang bunyi segmental. Fonem suprasegmental ini
bukannya bunyi segmental atau bunyi penggalan tetapi ciri yang
hadir bersama dengan cara menumpang bunyi penggalan.
Terdapat empat unsur-unsur dalam suprasegmental iaitu tekanan,
nada, jeda dan panjang-pendek
Tekanan
Tekanan menunjukkan kelantangan sesuatu suku kata yang menandakan
keras atau lembutnya penyebutan sesuatu suku kata tersebut. Tekanan
juga merupakan ciri lemah atau kerasnya suara penyebutan sesuatu
suku kata. Lambang yang digunakan untuk tekanan ialah //. Lambang
ini diletakkan di atas suku kata yang menerima tekanan itu. Dalam
bahasa Melayu tekanan berlaku pada vokal. Bunyi vokal dalam bahasa
Melayu disebut dengan lantang dan boleh dipanjangkan. Tekanan dalam
perkataan bahasa Melayu lazimnya berlaku pada suku kata yang kedua
seperti dalam perkataan /kita/, /bapa/, /satu/. Tekanan tidak
membezakan makna.
Berdasarkan rakaman tersebut, contoh ciri suprasegmental bagi
tekanan adalah seperti berikut :
Contohnya :1.[amboi kea Rasa]
2. [hai-hai saya]
3.[hai-hai sayang, intan payung mai mai mai]
4.[sakit kaki? Kenapa]
5.[awat ?]
6.[polis]
Nada
Nada ialah kadar meninggi atau menurun pengucapan sesuatu suku kata
atau perkataan. Nada ditandai oleh nombor-nombor 1 (rendah), 2
(biasa), 3 (tinggi), 4 (tinggi sekali). Ayat penyata biasanya
dimulakan dengan nada 2; kemudian nada itu menaik bila ada tekan
dan turun hingga 1.
Berdasarkan rakaman tersebut, contoh ciri suprasegmental bagi nada
adalah seperti berikut :
Contoh : 1.[ amboi belaha? deRayh nh ]
2.[ Saya intan payu mai mai ]
Jeda
Jeda juga disebut sebagai persendian, iaitu unsur hentian yang
memisahkan antara unsur-unsur linguistik, sama ada perkataan, ayat
atau rangkai kata. Lambang yang digunakan untuk jeda ialah #. Unsur
ini boleh membezakan makna.
Berdasarkan rakaman tersebut, ciri jeda dalam suprasegmental yang
terdapat dalam rakaman ialah :
Contonhnya: 1.[#ma? saya maRah#] --------- [ma? # saya
maRah#]
Bermaksud : mak saya yang tengah marah. ---------------- saya yang
tengah marah.
2.[#amboi panggil intan payu mai#] ---------- [#amboi panggil intan
# payu mai]
Bermaksud : panggil intan payung baru datang. --------- panggil
intan tetapi payung yang datang.
Kedua-dua ayat ini adalah berbeza maknanya.
Panjang-pendek
Panjang pendek ialah kadar panjang atau pendeknya sesuatu bunyi itu
diucapkan. Lambang bagi fonem ini ialah [:] yang dinamakan mora.
Lambang [:] bererti panjang sebutan bunyi itu satu mora. Lambang
[::] menunjukkan dua mora dan lambang [.] adalh setengah mora. Bagi
bahasa Melayu unsur ini tidak membezakan makna
Berdasarkan rakaman yang dibuat, ciri suprasegmental bagi
panjang-pendek adalah seperti berikut :
Contoh: 1.[am :: boi ke : a rasa le :: ga hati],
2.[hai hai sa :: ya],
3.[oi ja . an laRi]
Bibliografi
Abdullah Hassan (1966), "Pertandingan Tatabahasa antara Dialek
Kedah dan Dialek Perak" Kertas Kerja Iimiah Sarjana Muda Sastera,
JPM UM.
Abdullah Hassan. (2005). Fonologi, Siri Pengajaran dan Pembelajaran
Bahasa Melayu . Pahang : PTS Profesional Publishing Sdn Bhd.
Abdullah Hassan. (2005). Linguistik Am, Siri Pengajaran dan
Pembelajaran Bahasa Melayu . Pahang : PTS Profesional Publishing
Sdn Bhd.
Ajid Che Kob. (1985). Dialek Geografi Pasir Mas . Selangor :
Penerbitan UKM
Ali Mahmood, Mashudi Bahari dan Lokman Abd Wahid. (2007).
Pengenalan Fonetik dan Fonologi Bahasa Melayu HBML1203. Selangor :
Meteor Doc. Sdn Bhd.
Asmah Hj Omar, (1980), "Persepsi dan Kenyataan seperti yang
tergambar di dalam Dialek Kedah" dlm. Dewan Bahasa bil. 12 jld.
24.
Asmah Hj Omar, (1986), Bahasa dan Alam pemikiran Melayu, Kuala
Lumpur, DBP.
Asmah Hj Omar, Prof., Dr. (1977), Kepelbagaian Fonologi Dialek-
dialek Melayu, Kuala Lumpur, DBP.
Farid Mohd Onn. (1980)." Perubahan Bahasa dan Kajian Dialek- satu
pendekatan tatabahasa Generatif " dlm. Dewan Bahasa bil. 6 jil.
24.
Ismail Dahaman et al. (1997). Glosari dialek Kedah. Kuala Lumpur :
Dewan Bahasa dan Pustaka.
Ismail Hussin. (1973)." Malay Dialect in Malay Penasular " dlm.
Nusantara. jil.3{2}
J.K. Chambers et al. (1990). Dialektologi . Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka.
James T.Collins. (1983). Dialek Ulu Terengganu . Selangor :
Penerbitan UKM
James T.Collins. (1986). Antologi Kajian Dialek Melayu . Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Nor Hashimah Jalaluddin. (2007). Asas Fonetik . Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka.
Suhendra Yusuf. (1998). Fonetik dan Fonologi . Jakarta : Penerbit
PT Gramedia Pustaka Utama.
Zaharani Ahmad dan Teoh Boon Seong. (2006). Fonologi Autosegmental
: Penerapanya pada Bahasa Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka.
Zaharani Ahmad. (1993). Fonologi Generatif : Teori dan Penerapan .
Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
http://www.tutor.com.my/stpm/variasi_bahasa.htm
http://www.mykedah2.com/10heritage/106_3.html
http://www.geocities.com/Athens/Agora/5816/ragambahasa.html
http://melayuonline.com/culture/?a=b3Vxei9zVEkvUXZ5bEpwRnNx=