Trauma Kapitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

trauma kapitis case

Citation preview

TRAUMA KAPITIS

BAB I

PENDAHULUAN

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif maupun tidak produktif. Sebagian besar cedera kepala terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Di samping penanganan di lokasi kejadian dan tindakan selama transportasi korban saat dibawa ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.

Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak dan tepat. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatnya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala, harus segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit.

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIENNama: Tn. S A KNo. Rekam Medik: 01229334Umur: 56 tahunTempat, Tanggal lahir: Jakarta, 14 April 1958Pekerjaan: Kuli bangunanAgama: IslamStatus Pernikahan: MenikahSuku: JawaPendidikan: Tamat SDAlamat: -Masuk Rumah Sakit: 6 Juni 2014Pengambilan data: 6 Juni 20142.2 ANAMNESIS (9/6/14)Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan adik pasien hari Senin, tanggal 9 Juni 2014, pukul 15.30 WIB di ruang tunggu lantai 6 teratai RSUP Fatmawati.

A. Keluhan Utama

Pasien tidak sadar sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS).B. Keluhan tambahan: -C. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keadaan tidak sadar sejak 1 jam SMRS. Pasien didapati tidak sadar setelah jatuh ke tanah dari ketinggian 3 meter saat bekerja di sebuah proyek bangunan. Tidak diketahui bagaimana proses pasien saat terjatuh, namun saat posisi pasien adalah telungkup setelah jatuh. Selama pasien dibawa ke IGD, pasien tidak sadar, tidak kejang, dan tidak muntah mendadak, yang terihat hanyalah luka di kepala sebelah kanan pasien. Saat di dalam IGD, selama perawatan, pasien sempat muntah namun bukan muntah yang muncrat mendadak.Sesak nafas, berbicara meracau atau pelo, demam, sakit kepala hebat, lumpuh atau lemas seluruh atau separuh badan disangkal.D. Riwayat Penyakit DahuluPasien belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Selama ini, pasien belum pernah dirawat di Rumah Sakit ataupun ke poliklinik. Kalau selama ini sakit, pasien hanya ke puskesmas atau klinik 24 jam saja. Pasien tidak memiliki riwayat darah tinggi, kencing manis, asma, maag ataupun alergi.E. Riwayat KeluargaPasien adalah anak ketiga dari sembilan bersaudara, dimana semua saudaranya tidak ada yang pernah mengalami hal yang serupa dengan pasien. Keluarga pasien tidak ada yang pernah di rawat di Rumah Sakit. Riwayat lumpuh separuh atau seluruh badan, bicara pelo, tekanan darah tinggi, kencing manis, asma, maag atau alergi disangkal.F. Riwayat KebiasaanPasien bukan seorang perokok dan bukan seorang peminum kopi berat. Dalam kesehariannya pasien biasa mengonsumsi makanan yang sehat.2.3 PEMERIKSAAN FISIK (6/6/14)A. Keadaan Umum: Tampak sakit sedang

Kesadaran: Sopor Sikap

: Berbaring

Kooperatif: Tidak kooperatif

Keadaan Gizi: Cukup

Tanda Vital

Tekanan darah: 100/70 mmHg Nadi

: 96 x/menit

Suhu

: 36,7oC

Pernapasan: 22 x/menit

GCS

: E1 V2 M5 (8)B. Keadaan Lokal

Trauma Stigmata: vulnus ekskoriatum pada kepala bagian pertengahan fronto-temporal sepanjang 5cm. terpasang collar neck.Pulsasi A.Carotis

: Teraba, kanan = kiri, reguler, equal

Perdarahan Perifer

: Capillary refill time < 2 detik

Columna Vertebralis: Letak ditengah, skoliosis (-), lordosis (-)

Kulit

: Warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)

Kepala: Normosefali, simetris, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak ada alopesia, benjolan (-), nyeri tekan (-). Tidak ada kesan fraktur impresi.Mata : Hematoma kacamata (Brill hematom) -/-, konjungtiva anemis -/-, ptosis -/-, lagoftalmus -/-, pupil bulat isokor 2mm/2mm, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+.

Telinga : Normotia +/+, hematoma retroaurikuler (Battles sign) -/-, perdarahan -/-

Hidung: Deviasi septum -/-, perdarahan -/-

Mulut

: Bibir edema (-), lidah kotor (-), perdarahan (-)

Tenggorok

: Sulit dinilaiLeher: Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran KGB dan tiroid. Terpasang collar neck.Pemeriksaan Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus kordis teraba pada ICS V MCL sinistra

Perkusi: batas jantung kanan pada ICS V linea parasternal dekstra; batas jantung kiri pada ICS V 2 jari lateral linea midklavikula sinistra; Pinggang jantung di ICS III linea parasternal sinistraAuskultasi: S I dan S II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pemeriksaan Paru

Inspeksi : Pergerakkan naik-turun dada simetris kanan=kiri

Palpasi : Vocal fremitus TVD, tidak ada benjolan.

Perkusi : Perkusi di seluruh lapang paru sonor

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Rhonki -/-, wheezing -/-.

Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Datar

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar

Perkusi : Timpani di seluruh lapangan abdomen

Auskultasi : Bising Usus (+) normal

Pemeriksaan Ekstremitas

Atas

: akral hangat + / +, edema + / -, sianosis -/-, deformitas + / -Bawah : akral hangat + / +, edema - / -

2.4 PEMERIKSAAN NEUROLOGIS (6/6/14)A. Rangsang Selaput Otsk

Kanan

Kiri

Kaku Kuduk

: -Lasegue

:

> 70O

> 70O

Kernig

:

> 135O

> 135OBrudzinski I

: -

Brudzinski II: - / -

B. Peningkatan Tekanan Intrakranial

Muntah proyektil: -Sakit kepala hebat: -Papil edema

: tidak dilakukan pemeriksaan

C. Saraf-Saraf Kranialis

N. I (olfaktorius)

: sulit dinilaiN. II (optikus)

Acies visus

: TVD

Visus campus

: TVD

Lihat warna

: TVD

Funduskopi

: tidak dilakukanN. III, IV, VI (Occulomotorius, Trochlearis, Abducen)

Kedudukkan bola mata: ortopforia + / +

Pergerakkan bola mata : TVD

Exopthalmus

: - / -

Nystagmus

: TVD

Pupil

Bentuk

: bulat, isokor, 2mm/2mm

Reflek cahaya langsung: +/+

Reflek cahaya tidak langsung: +/+

Reflek akomodasi

: +/+

Reflek konvergensi

: +/+N. V (Trigeminus)

Cabang Motorik: TVD

Cabang sensorik

Ophtalmikus: TVD

Maksilaris : TVD

Mandibularis : TVD

N. VII (Fasialis)

Motorik orbitofrontalis: baik / baik

Motorik orbikularis

: normal

Pengecapan lidah

: TVDN. VIII (Vestibulocochlearis)

Vestibular : Vertigo

: TVD

Nistagmus : TVD

Koklearis : Tuli Konduktif: TVD

Tuli Perseptif: TVDN. IX, X (Glossopharyngeus, Vagus)

Motorik

: TVD

Sensorik

: TVD N. XI (Accesorius)

Mengangkat bahu : TVD

Menoleh

: TVDN. XII (Hypoglossus)

Pergerakkan lidah: TVD

Atrofi

: TVD

Fasikulasi

: TVD

Tremor

: TVDD. Sistem Motorik

Ekstremitas atas proksimal distal

: TVDEkstremitas bawah proksimal distal : TVDE. Sistem Sensorik : Propioseptif : TVD

Eksteroseptif

: TVDF. Gerakkan Involunter

Tremor: - / -

Chorea : - / -

Atetose : - / -

Miokloni : - / -

Tics

: - / -G. Trofi

: eutrofi + / +H. Tonus

: normotonus + / +I. Fungsi SerebelarAtaxia

: Tidak dilakukan

Tes Romberg

: Tidak dilakukan

Disdiadokokinesia

: Tidak dilakukanJari-jari

: Tidak dilakukan

Jari-hidung

: Tidak dilakukan

Tumit-lutut

: Tidak dilakukanHipotoni

: - / -

J. Fungsi Luhur

Astereognosia

: TVD

Apraxia

: TVD

Afasia

: -K. Fungsi Otonom

Miksi

: kateter

Defekasi

: baik

Sekresi keringat: baik

L. Refleks Fisiologis

Kornea

: TVDBiceps

: ++ / ++

Triceps

: ++ / ++

Lutut

: ++ / ++

Tumit

: ++ / ++

Kremaster

: (tidak dilakukan)

M. Refleks Patologis

Hoffman Tromer: - / -

Babinsky

: - / -Chaddok

: - / -

Gordon

: - / -

Schaefer

: - / -

Klonus lutut

: - / -

Klonus tumit : - / - N. Keadaan Psikis

Intelegensia

: TVDTanda regresi : TVD

Demensia

: TVD

2.5 PEMERIKSAAN LABORATORIUM (6/6/14)PemeriksaanHasilSatuanHasil

HEMATOLOGI

Hemoglobin13,9g/dL13.2 17.3

Hematokrit43%33 45

Leukosit11.5ribu/uL5.0 10.0

Trombosit269ribu/uL150 440

Eritrosit4.62juta/uL4.40 5.90

VER/HER/KHER/RDW

VER92.6fl80.0 100.0

HER30.1pg26.0 34.0

KHER32.5g/dL32.0 36.0

RDW14.1%11.5 14.5

FUNGSI HATI

SGOT87U/I0 34

SGPT77U/I0 40

FUNGSI GINJAL

Ureum darah32mg/dL20 40

Kreatinin darah0.9mg/dL0.6 1.5

GLUKOSA DARAH SEWAKTU

Glukosa darah sewaktu120mg/dL70 - 140

ANALISA GAS DARAH

pH7.4477.370 7.440

PCO238.735.0 45.0

PO2118.0mmHg83.0 108.0

BP749.0mmHg-

HCO326.1mmol/L21.0 28.0

O2 Saturasi98.5%95.0 99.0

BE (Base Excess)2.1mmol/L-2.5 2.5

Total CO227.3mmol/L19.0 24.0

ELEKTROLIT DARAH

Natrium darah137mmol/L135 - 147

Kalium darah3.25mmol/L3.10 5.10

Klorida darah107mmol/L95 - 108

SERO - IMUNOLOGI

Golongan DarahB/Rhesus (+)

2.6 PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

CT-Scan kepala potongan axial (tanpa kontras, slice 3-10mm)

Tak tampak hematom epidural, subdural, subaraknoid, maupun intraparenkimal secara CT-Scan saat ini. Fraktur sphenoid wing kanan. Hematosinus maksilaris kanan dan sinusitis ethmoidalis bilateral. Thorax PA

Jantung dan paru dalam batas normal. Tidak tampak pneumothoraks, contusion paru, maupun fraktur tulang dinding dada

Cervical AP/Lateral

Straight cervical. Tidak tampak fraktur maupun listhesis pada vertebra cervicalis yang tervisualisasi Pelvis APTidak tampak kelainan radiologis pada tulang-tulang pelvis. Tidak tampak fraktur pada tulang-tulang pelvis. Antebrachii kanan AP/lateralTampak fraktur linier komplit, intraartikular epifisis distal os radius kanan dengan displacement fragmen distal fraktur ke dorsal. Tampak pula fraktur inkomplit di epifisis distal os ulna kanan yang melibatkan intraartikular. Celah sendi tidak tampak menyempit.

Wrist joint kanan AP/lateralTampak fraktur linier komplit, intraartikuler epifisis distal os radius kanan dengan displacement fragmen distal fraktur ke dorsal. Tampak pula fraktur inkomplit di epifisis distal os ulna kanan yang melibatkan intraartikuler. Celah sendi carpometacarpal, intercarpalia, radiocarpalia dan ulnarcarpalia tidak tampak menyempit.2.7 RESUME

Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan tidak sadarkan diri sejak 1 jam SMRS. Menurut keterangan dari keluarga, saat itu pasien sedang bekerja, kemudian tidak diketahui apa penyebabnya sehingga pasien terjatuh ke tanah dari ketinggian 3 meter. Pasien ditemukan sudah dalam posisi telungkup dan tidak sadarkan diri. Selama pasien dibawa ke IGD, pasien tidak kejang dan tidak sadarkan diri. Saat perawatan di IGD, pasien sempat muntah namun tidak proyektil sebanyak 1 kali.Pemeriksaan Fisik:

Kesadaran

: Sopor, tampak sakit sedang Kooperatif: Tidak kooperatif Keadaan Gizi: Cukup

Tekanan Darah: 100/70 mmHg

Nadi

: 96 x/menit

Suhu

: 36,7oC

Pernapasan: 22 x/menit

GCS

: E1 V2 V5 (8)Status Neurologis:

Pupil

: Bulat, isokhor, 2mm/ 2mm, RCL +/+, RCTL +/+

TRM

: KK (-), >70o/>70o , >135o/>135o

Peningkatan TIK: (-)

Nervus cranialis: N.III, IV, VI normal; N.VII, XII sulit dinilai

Motorik

: TVD Sensorik

: TVD

Fungsi cerebellar & koordinasi : Tidak dilakukan

Fungsi luhur: TVD

Fungsi otonom: Terpasang kateter

Refleks fisiologis: (+)

Refleks patologis: (-)

Keadaan psikis : TVD

Pemeriksaan Penunjang: Laboratorium

leukositosis, peningkatan SGOT/SGPT. pH, PO2, dan CO2 total meningkat Foto rontgenTampak fraktur linier komplit, intraartikuler epifisis distal os radius kanan dengan displacement fragmen distal fraktur ke dorsal. Tampak pula fraktur inkomplit di epifisis distal os ulna kanan yang melibatkan intraartikuler. CT Scan KepalaTak tampak hematom epidural, subdural, subaraknoid, maupun intraparenkimal secara CT-Scan saat ini. Fraktur sphenoid wing kanan. Hematosinus maksilaris kanan dan sinusitis ethmoidalis bilateral.2.8 DIAGNOSIS KERJADiagnosis klinis:Penurunan kesadaran, fraktur tertutup os radius dan os ulna dextra, vulnus ekskoriatumDiagnosis etiologi:Trauma kapitis (post kecelakaan kerja), Cedera kepala sedangDiagnosis topis:Sistem saraf pusat, os ulna dan radius2.9 PENATALAKSANAAN

Medikamentosa: IVFD Nacl 0,9% 500 cc/12 jam

Citicolin 2x1000 mg iv Manitol 4x100 cc iv Ketorolac 3x30 mg iv Ceftriaxon 2x1 gr iv Non-medikamentosa:

Pasien tirah baring Elevasi kepala 3002.10 RENCANA LANJUTANKonsul Sejawat Spesialis Orthopedi untuk fraktur pada antebrachii dextra2.11 PROGNOSIS

Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad functionam: dubia ad malam

Ad sanationam : bonamBAB III

TRAUMA KAPITISDEFINISI

Trauma kapitis adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mencederai kulit kepala, tengkorak, atau otak. Trauma dapat menyebabkan cedera ringan pada tengkorak atau mengakibatkan gangguan fungsi neurologis karena cedera otak. Trauma kapitis dapat tertutup atau terbuka. Sinonim dari trauma kapitis adalah antara lain cedera kepala, craniocerebral trauma, head injury.(1)PATOFISIOLOGI (1)Berat atau ringannya suatu daerah otak yang mengalami cedera akibat trauma kapitis bergantung pada :

1. Besar dan kekuatan saat benturan

2. Arah dan tempat saat benturan

3. Sifat dan keadaan kepala sewaktu menerima benturan

Sehubungan dengan berbagai aspek benturan tersebut, maka benturan atau trauma kepala dapat mengakibatkan lesi otak berupa :

Lesi bentur (Coup)

Lesi antara (akibat pergeseran tulang, dasar tengkorak yang menonjol/falx dengan otak, peregangan dan robeknya pembuluh darah dan lain-lain = lesi media)

Lesi kontra (counter Coup)

Lesi benturan otak dapat menimbulkan beberapa kejadian berupa :

1. Gangguan neurotransmitter sehingga terjadi blok depolarisasi pada sistem ARAS (Ascending Reticular Activating System yang bermula dari batang otak)2. Retensi cairan dan elektrolit pada hari pertama kejadian

3. Peningkatan tekanan intra kranial (+ edema serebri)

4. Perdarahan berupa petechiae parenchymal sampai perdarahan besar

5. Kerusakan otak primer berupa cedera pada akson yang bisa merupakan peregangan ataupun sampai robeknya akson di substansia alba yang bisa meluas secara difus ke hemisfer sampai ke batang otak

6. Kerusakan otak sekunder akibat proses desak ruang yang meninggi dan komplikasi sistemik hipotensi, hipoksemia dan asidosis

Akibat adanya cedera otak, maka pembuluh darah otak akan melepaskan serotonin bebas yang berperan akan melonggarkan hubungan antara endotel dinding pembuluh darah sehingga lebih permeabel, maka Blood Brain Barrier (sawar darah otak) pun akan terganggu, dan terjadilah edema otak regional atau difus (vasogenik oedem serebri).Edema serebri lokal akan terbentuk 30 menit sesudah mendapat trauma dan kemudian edema akan menyebar membesar. Edema otak lebih banyak melibatkan sel-sel glia, terutama pada sel astrosit (intraseluler) dan ekstraseluler di substansia alba. Bila edema serebri itu meluas berturut-turut akan mengakibatkan meningkatnya tekanan intra kranial, kemudian terjadi kompresi dan hipoksia iskemik hemisfer dan batang otak dan akibat selanjutnya bisa menimbulkan herniasi transtentorial ataupun serebellar yang berakibat fatal.

Ada sekitar 60-80 % pasien yang meninggal dikarenakannya herniasi transtentorial dan kelainan batang otak tanpa adanya lesi primer akibat trauma langsung pada batang otak. Kerusakan yang hebat yang disertai dengan kerusakan batang otak akibata proses diatas mengakibatkan kelainan patologis nekroskortikal, demielinisasi difus, banyak neuron yang rusak dan proses gliosis, sehingga jika penderita tidak meninggal maka bisa terjadi suatu keadaan vegetatif dimana penderita hanya dapat membuka matanya tanpa ada daya apapun (akinetic-mutism/coma vigil, apallic state, locked in syndrome).

Sistem peredaran darah otak mempunyai sistem autoregulasi untuk mempertahankan Cerebral Blood Flow (CBF) yang optimal sehingga Tekanan Perfusi Otak (TPO) juga adekuat (TPO minimal adalah sekitar 40-50 mmHg untuk mensuplai seluruh daerah otak). Jika Tekanan Intra Kranial (TIK) meninggi maka akan menekan kapiler serebral sehingga terjadi hipoksia serebral yang difus dan mengakibatkan penurunan kesadaran.Peninggian TIK mengakibatkan CBF dan TPO menurun, maka akan terjadi kompensasi (Cushing respons), penekanan pada daerah medulla oblongata, hipoksia pusat vasomotor, sehingga mengakibatkan kompensasi vasokonstriksi perifer (peninggian tekanan darah sistemik) bradikardi, pernafasan yang melambat dan muntah-muntah.

TIK yang meninggi mengakibatkan hipoksemia dan alkalosis respiratorik (PO2 menurun dan PCO2 meninggi) akibatnya terjadi vasodilatasi kapiler serebral. Selama pembuluh darah tersebut masih sensitif terhadap tekanan CO2, maka CBF dan TPO akan tercukupi.Jika kenaikan TIK terlalu cepat maka Cushing respons tidak selalu terjadi. Demikian pula jika penurunan tekanan darah sistemik terlalu cepat dan terlalu rendah maka sistem autoregulasi tidak dapat berfungsi dan CBF pun akan menurun sehingga fungsi serebral terganggu.

Selain yang tersebut diatas peninggian TIK juga dapat menyebabkan gangguan konduksi pada pusat respirasi dan pusat kardiovaskuler di batang otak. Akibatnya pons berubah cepat dan lemah serta tekanan darah sistemik akan drops menurun secara drastis. Respirasi akan berubah menjadi irreguler, melambat dan steatorous.

Pada cedera otak berat terjadi gangguan koordinasi di antara pusat pernafasan volunter di korteks dengan pusat pernafasan automatik di batang otak. Ternyata bahwa herniasi serebellar tonsil ke bawah yang melewati foramen magnum hanya mempunyai efek yang minimal terhadap sistem kecepatan dan ritme pernafasan, kecuali jika herniasinya memang sudah terlalu besar maka tiba-tiba saja bisa terjadi respiratory arrest.MONITORING KLINIS (1,5)Untuk memonitor keadaan dan kesadaran pasien, dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Namun penilaian kesadaran secara kualitatif (compos mentis, somnolen, spoor, coma) tidaklah cukup karena penilaian ini sangat subyektif, sehingga tidak memiliki acuan yang pasti. Untuk memonitor kesadaran pasien, digunakanlah Glasgow Coma Scale (GCS) atau skala koma Glasgow (oleh Bryan Jennett), dimana indikator yang dinilai adalah respon visual, repons verbal dan respons motorik. Jika pengamatan tingkat kesadaran penderita trauma kapitis tidak cukup lengkap atau hanya dengan GCS, maka belumlah dapat menggambarkan keadaan neurologik penderita yang sebenarnya. Observasi neurologik terus menerus penderita koma haruslah disertai dengan :1. Monitor fungsi batang otak

Besar dan reaksi pupil

Respon okulosefalik (Dolls eye phenomenon)

Respon okulovestibular/okuloauditorik2. Monitor pola pernafasan (untuk melihat lesi-proses lesi)

Cheyne Stokes

: lesi di hemisfer atau mesensefalon atas

Central neurogenic hyperventilation: lesi dibatas mesensefalon dengan pons

Apneustic breathing

: lesi di pons

Ataxic breathing

: lesi di medulla oblongata

3. Pemeriksaan fungsi motorik

Kekuatan otot

Refleks tendon, tonus otot

4. Pemeriksaan funduskopi

5. Pemeriksaan radiologi : rontgen foto tengkorak, CT-Scan, MRI atau kalau perlu EEG

GLASGOW COMA SCALE (1,4,5)

Nilai

Respon Visual

Spontan

4

Atas perintah

3

Terhadap nyeri

2

Tak ada reaksi

1Respons Verbal

Orientasi baik

5

Bingung-bingung

4

Kata-kata ngawur

3

Kata-kata tak dimengerti

2

Tak ada reaksi

1

Respons Motorik

Gerak turut perintah

6

Menghindari terhadap nyeri

5

Flexi withdrawal

4

Flexi abnormal

3

Ekstensi terhadap nyeri

2

Tak ada reaksi

1

Dengan bantuan pemeriksaan radiologi X foto polos/Brain CT-Scan/MRI dapat melihat kelainan-kelainan berupa fraktur, edema, kontusio jaringan, hematoma intrakranial dan lain-lain.

KLASIFIKASI (1,3,4)Ada beberapa jenis klasifikasi trauma kapitis, tetapi dengan pelbagai pertimbangan dari berbagai aspek, maka bagian neurologi menganut pembagian sebagai berikut :

a. Trauma kapitis yang tidak membutuhkan tindakan operatif (95%) terdiri atas :

1. Komosio serebri

2. Kontusio serebri

3. impressi fraktur tanpa gejala neurologis (< 1 cm)

4. Fraktur basis kranii

5. Fraktur kranii tertutup

b. Trauma kapitis yang memerlukan tindakan operatif (1-5%)

1. Hematoma intra kranial yang lebih besar dari 75 cc

Epidural

Subdural

Intraserebral

2. Fraktur kranii terbuka ( + laserasio serebri)

3. Impressi fraktur dengan gejala neurologis ( > 1 cm)

4. Likuorrhoe yang tidak berhenti dengan pengobatan konservatif

Sebagai penambah pengetahuan perlu dijelaskan bahwa ada beberapa sentra yang membagi klasifikasi atas dasar sehubungan dengan Glasgow Coma Scale-nya yaitu :

Mild head injury

GCS

score: 13-15

Moderate head injury

GCS

score: 9-13

Severe head injury

GCS

score: < 8

Jika angka SKG dibawah 8 dan komanya lebih dari 6 jam maka menunjukkan kerusakan otak yang parah dan prognosa biasanya jelek. Lebih dalam dan lama komanya juga menggambarkan atau mempunyai korelasi dengan lebih dalamnya letak kerusakan otaknya.1. KOMOSIO SEREBRI (1,2)(gegar otak, insiden : 80 %)

Komosio serebri yaitu disfungsi neuron otak sementara yang disebabkan oleh trauma kapitis tanpa menunjukkan kelainan mikroskopis jaringan otak.

Patologi dan Simptomatologi

Benturan pada kepala menimbulkan gelombang tekanan di dalam rongga tengkorak yang kemudian disalurkan ke arah lobang foramen magnum ke arah bawah canalis spinalis dengan demikian batang otak teregang dan menyebabkan lesi iritatif/blokade sistem reversible terhadap sistem ARAS. Pada komosio serebri secara fungsional batang otak lebih menderita daripada fungsi hemisfer. Keadaan ini bisa juga terjadi oleh karena tauma tidak langsung yaitu jatuh terduduk sehingga energi linier pada kolumna vertebralis diteruskan ke atas sehingga juga meregangkan batang otak.

Akibat daripada proses patologi di atas maka terjadi gangguan kesadaran (tidak sadar kurang dari 20 menit) bisa diikuti sedikit penurunan tekanan darah, pols dan suhu tubuh. Muntah dapat juga terjadi bila pusat muntah dan keseimbangan di medula oblongata terangsang.Gejala :

pening/nyeri kepala

tidak sadar/pingsan kurang dari 20 menit

amnesia retrograde : hilangnya ingatan pada peristiwa beberapa lama sebelum kejadian kecelakaan (beberapa jam sampai beberapa hari). Hal ini menunjukkan keterlibatan/gangguan pusat-pusat di korteks lobus temporalis. Post trumatic amnesia : (anterograde amnesia) lupa peristiwa beberapa saat sesudah trauma.

Derajat keparahan trauma yang dialaminya mempunyai korelasi dengan lamanya waktu daripada retrograde amnesia, post traumatic amnesia dan masa-masa confusionnya. Amnesia ringan disebabkan oleh lesi di hipokampus, akan tetapi jika amnesianya berat dan menetap maka lesi bisa meluas dari sirkuit hipokampus ke garis tengah diensefalon dan kemudian ke korteks singulate untuk bergabung dengan lesi diamigdale atau proyeksinya ke arah garis tengah talamus dan dari situ ke korteks orbitofrontal. Amnesi retrograde dan anterograde terjadi secara bersamaan pada sebagian besar pasien (pada kontusio serebri 76 % dan komosio serebri 51 %). Amnesia retrograde lebih sering terjadi daripada amnesia retrograde. Amnesia retrograde lebih cepat pulih dibandingkan dengan amnesia anterograde.

Gejala tambahan : bradikardi dan tekanan darah naik sebentar, muntah-muntah, mual, vertigo. (vertigo dirasakan berat bila disertai komosio labirin).

Bila terjadi keterlibatan komosio medullae akan terasa ada transient parestesia ke empat ekstremitas.

Gejal-gejala penyerta lainnya (sindrom post trauma kapitis), adalah nyeri kepala, nausea, dizziness, sensitif terhadap cahaya dan suara, iritability, kesukaran konsentrasi pikiran, dan gangguan memori.

Sesudah beberapa hari atau beberapa minggu ; bisa di dapat gangguan fungsi kognitif (konsentrasi, memori), lamban, sering capek-capek, depresi, iritability. Jika benturan mengenai daerah temporal nampak gangguan kognitif dan tingkah laku lebih menonjol.

Prosedur Diagnostik :

1. X foto tengkorak

2. LP, jernih, tidak ada kelaina

3. EEG normal

Terapi untuk komosio serebri yaitu : istirahat, pengobatan simptomatis dan mobilisasi bertahap. Setiap penderita komosio serebri harus dirawat dan diobservasi selama minimal 72 jam. Awasi kesadarannya, pupil dan gejala neurologik fokal, untuk mengantisipasi adanya lusid interval hematom.2. KONTUSIO SEREBRI (1,2,3)(memar otak, insiden : 15-19 %)

Kontusio serebri yaitu suatu keadaan yang disebabkan trauma kapitis yang menimbulkan lesi perdarahan intersitiil nyata pada jaringan otak tanpa terganggunya kontinuitas jaringan dan dapat mengakibatkan gangguan neurologis yang menetap.

Jika lesi otak menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan, maka ini disebut laserasio serebri.

Patofisiologi dan Gejala : Pasien tidak sadar > 20 menit

Fase I = fase shock

Keadaan ini terjadi pada awal 2 x 24 jam disebabkan :

kolaps vasomotorik dan kekacauan regulasi sentral vegetatif

temperatur tubuh menurun, kulit dingin, ekstremitas dan muka sianotik

respirasi dangkal dan cepat

nadi lambatsebentar kemudian berubah jadi cepat, lemah dan iregular

tekanan darah menurun

refleks tendon dan kulit menghilang

babinsky refleks positif

pupil dilatasi dan refleks cahaya lemah

Fase II = fase hiperaktif central vegetatif

temperatur tubuh meninggi

pernafasan dalam dan cepat takikardi

sekret bronkhial meningkat berlebihan

tekanan darah menaik lagi dan bisa lebih dari normal

refleks-refleks serebral muncul kembali

Fase III = cerebral oedema

Fase ini sama bahayanya dengan fase shock dan dapat mendatangkan kematian jika tidak ditanggulangi secepatnya.

Fase IV = fase regenerasi/rekonvalesens

Temperatur tubuh kembali normal, gejala fokal serebral intensitas berkurang atau menghilang kecuali lesinya luas.

Gejala lain :

Fokal neurologik :

Hemiplegia, tetraplegia, decerebrate rigidity

Babinsky refleks

Afasia, hemianopsia, kortikal blindness

Komplikasi saraf otak :

fraktur os criribroformis : gangguan N. I (olfaktorius)

fraktur os orbitae : gangguan N. III, IV dan VI

herniasi uncus, gangguan N. III

farktur os petrosum (hematotympani) : gangguan N. VII dan N. VIII

perdarahan tegmentum : batang otak ; opthalmoplegia total

fraktur basis kranii post : gangguan N. X, XI, XII

Tanda rangsang meningeal : akibat iritasi daerah yang mengalir ke arachnoid

Gangguan organik brain sindroma : delirium

Kontusio Serebri pada Anak-anak

Kontusio serebri pada anak-anak dibawah 6 tahun kadang-kadang gejalanya berbeda dengan dewasa antara lain :

1. adanya fase latent, dimana anak tersebut tak menunjukkan kelainan kesadaran dan tingkah laku. Fase latent ini dapat berlangsung dampai 16 jam.

2. sesudah fase latent, diikuti serangan akut gejala fokal serebral serta kehilangan kesadaran dan kejang-kejang.

3. jika kondisi kontusionya tidak berat maka sesudah 4 hari sang anak pulih normal bermain-main seakan tidak ada apa-apa lagi.

Hal ini disebabkan anak-anak tidak melalui fase I shock, tapi langsung ke fase II. Di duga hal tersebut dikarenakan tulang kranium anak masih elastis sehingga berfungsi sebagai shock absorber yang baik terhadap trauma.

Diagnostik bantu :

1. X foto tengkorak polos, Brain CT-Scan, MRI

2. LP bercampur darah

3. EEG abnormal

3. EPIDURAL HEMATOM (1,2,3)Hematoma terjadi karena perdarahan antara tabula interna kranii dengan duramater. Insiden terjadinya 1-3 %.

Patofisiologi dan Simptomatologi

Hematoma ini disebabkan oleh :

1. pecahnya arteri dan atau vena meningea media

2. perdarahan sinus venosus : misalnya sinus sphenoparietalis, sinus sagitalis posterior. Perdarahn sinus ini bisa bersifat progresif.

Berhubung perdarahannya kebanyakan massif atau arteriil maka lucid interval cepat antara beberapa menit, beberapa jam sampai 1-2 hari. Volume darah biasanya setelah mencapai 75 cc dan melepaskan duramater dari ikatannya pada periost baru tampak ada gejala nyata penurunan kesadaran. Lucid interval adalah waktu sadar antara terjadinya trauma sampai timbulnya penurunan kesadaran ulang. Jadi biasanya epidural hematoma sering bersamaan dengan komosio serebri atau kontusio serebri. Jika bersamaan dengan kontusio serebri berat, lusid interval tidak tampak karena gejalanya berhubungan antara superposisi dengan kontusionya.Pada anak-anak jarang terjadi epidural hematom sebab duramaternya masih melekat erat pada dinding periosteum kranium. Pada dewasa perlekatan duramater paling lemah di daerah temporal.

Tanda-tanda yang paling dapat dipercaya suatu epidural hematom apabila ada gejala-gejala seperti dibawah :

1. adanya lucid interval

2. kesadarn yang makin menurun

3. hemiparese yang terlambat kontralateral lesi

4. pupil anisokor. Unilateral midriasis terjadi karena lesi N. III pada sisi akibat penekanan daripada herniasi uncus gyrus hipokampus lobus temporalis sehingga N. III terjerat

5. babinsky unilateral kontralateral lesi (bisa juga bilateral)

6. fraktur kranii yang menyilang pada sisi (sering di temporal)

7. kejang

8. bradikardi

Jika epidural hematom terletak pada fossa kranii posterior gejalanya tidak sama dengan yang di atas, tapi sebagai berikut :

1. lusid interval tidak jelas

2. fraktur kranii daerah oksipital

3. kehilangan kesadarannya terjadi cepat

4. terjadi gangguan pernafasan dan serebellum

5. pupil isokorbiasanya disebabkan oleh karena sinus transversus atau confluence sinuum pecah maka prognosanya jelek.

Diagnosa bantu

1. X foto tengkorak : ada fraktur yang menyilang

2. Brain CT-Scan

3. Arteriografi karotis

4. EEG abnormal

5. LP tekana meninggi jernih

4. SUBDURAL HEMATOMA(1,2,3)Hematoma yang terbentuk karena adanya perdarahn di antara duramater dan arakhnoid. Hygroma subdural yaitu subdural hematom yang diikuti perobekan arakhnoid dan darah bergabung dengan likuor serebrospinal

Penyebabnya adalah robeknya bridging vein (vena-vena yang menyebrang dari korteks ke sinus-sinus sagitalis superior) antara lain :

1. trauma kapitis

2. kaheksia

3. gangguan diskrasia darah

lokasi : sering di daerah frontal, parietal dan temporal.

Subdural hematom sering bersamaan dengan kontusio serebral. Lusid interval pada subdural hematoma lebih lama daripada epidural hematom karena yang mengalami perdarahan adalah pembuluh darah venous kecil akibatnya perdarahannya tidak masif bahkan hematomanya itu sendiri bisa sebagai tampon bagi vena-vena yang robek dimana perdarahan dapat berhenti sendir.Klasifikasi :

a. Akut Subdural Hematoma (SDH) : lusid interval 0-5 hari

Akut SDH biasanya bersamaan dengan kontusio berat akibatnya lusid interval dan gejala subdural tidak terdeteksi. Biasanya diketahui pada diagnosa postmortem atau pada saat otopsi. Penderita akut SDH langsung jatuh koma, pupil anisokor dan hemiplegia kontralateral. Prognosisnya fatal.

Diagnosis bantu :

CT-Scan

LP berdarah

Arteriografi karotis

EEG abnormal

b. Subakut Subdural Hematoma : lusid interval 5-15 hari

Gejala nyeri kepala, kesadaran makin lama makin menurun, pelan-pelan visus makin kabur disebabkan papil oedema. Jarang bersamaan dengan kontusio serebri. Kemudian timbul hemiplegia secara perlahan.Diagnosa bantu : sama dengan akut SDH

Prognosis sangat baik jika operatif pada subdural yang besar cepat dilakukan 75 % kembali sembuh sempurna.

c. Kronik Subdural Hematoma : lusid interval 15 hari sampai bertahun-tahun

Pecahnya bridging vein makin lama makin besar dan hematomanya sendiri berfungsi sebagai tampon bagi vena-vena yang pecah akibatnya perdarahn berhenti, hematoma kemudian membeku dan dinding hematoma membentuk jaringan ikat kapsula sebagai pembatas di sekitar hematoma. Gumpalan darah kemudian lisis dengan osmolaritas lebih tinggi dari cairan intersitiil di sekitarnya yang bisa menarik cairan sekitarnya atas dasar beda osmolaritas. Lama kelamaan cairan jumlahnya bertambah sehingga mengakibatkan proses desak ruang dan tekanan intrakranial meninggi.

Gejala awal :

1. sefalgia terus menerus intermiten, sebab tertariknya duramater dan kompresi jaringan otak di daerah sekitar hematoma

2. kesadaran makin lama makin menurun samapi koma

3. terjadi perubahan mental dan fungsi intelelek4. papil oedem, pandangan makin kabur dan diplopia parese N. VI

5. hemiparesis yang pelan-pelan

6. pupil bisa anisokor

7. tekanan LP meninggi

5. INTRASEREBRAL HEMATOMA(1,2,3)Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar di dalam jaringan otak, sebagai akibat trauma kapitis berat, kontusio berat. Hematoma dapat hanya satu saja ataupun multiple.

Jika hematoma tunggal dan letaknya di permukaan korteks, tindakan operatif dapat dilakukan. Pada semua kasus intra kranial hematoma, bila hematomanya kecil, pengobatan konservatif dapat dipertimbangkan tanpa memerlukan tindakan operatif.

6. FRAKTUR BASIS KRANII (1,2,3)Fraktur basis kranii dapat dilakukan tanpa diikuti kehilangan kesadaran, kecuali memang diserta adanya komosio ataupun kontusio serebri. Gejala tergantung letak frakturnya.1. Fraktur basis kranii media biasanya fraktur terjadi pada os petrosum

keluar darah dari telinga dan likuorrhoe

parese N. VII dan VIII sering dijumpai

2. Fraktur basis kranii posterior

unilateral/bilateral orbital hematom (Brills hematom) gangguan N. II jika fraktur melalui foramen optikum perdarahan melalui hidung dan likuorrhoe dan diikuti : Anosmia, anosmia akibat trauma bisa persistent, jarang bisa sembuh sempurna.

3. Fraktur basis kranii posterior

gejala lebih berat, kesadaran menurun

tampak belakang telinga berwarna biru (Battle sign)

Diagnosa bantu : 50 % fraktur basis tidak dapat dilihat pada X foto polos basis.

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS PADA TRAUMA KAPITIS (1)Rontgen Foto Tengkorak

Fraktur tengkorak pada trauma kapitis hanya 3-15 % saja dan kasus-kasus yang ada fraktur tidak ada selalu ada kelainan intra kranial yang berarti. Namun demikian X foto polos rutin dilakukan untuk setiap kasus trauma kapitis. Ini penting sebab :

1. Dari semua kematian akibat trauma kepala 80 % didapati fraktur tengkorak

2. Pembuatan X foto tengkorak diperlukan untuk kepentingan medikolegal

3. Tindakan atau pengawasan klinik ditentukan dengan melihat jenis dan lokasi fraktur

Jenis foto :

1. Foto antero-posterior

2. Foto lateral

3. Foto Towne : foto ini dibuat seperti foto AP tetapi dengan tabung rontgen diarahkan 30 derajat kraniokaudal. Foto ini penting untuk melihat fraktur di daerah oksipital yang sulit di lihat dengan foto AP4. Foto Waters : dibuat bila curiga ada fraktur tulang muka5. Foto basis kranii : dibuat bila curiga ada fraktur basis

6. Foto tangensial : dibuat bila ada fraktur impresi, untuk melihat kedudukan pas fragmen tulang yang melesak masuk

Keterangan gambar :

1. epidural hematoma/subdural hematom

2. intra serebral hematoma

3. impresio/depressed fraktur

4. herniasi uncus

Jenis-jenis fraktur tengkorak : (1,2,3)1. Fraktur linier : garis fraktur terlihat lebih radiolusen dibandingkan dengan gambaran pembuluh darah dan sutura, dan biasanya melebar pada bagian tengah dan menyempit pada ujung-ujungnya. Perhatikan juga lokasi pembuluh darah dan sutura mempunyai lokasi anatomis tertentu.

2. Fraktur impressi : jika impressi melebihi 1 cm dapat merobek duramater dan atau jaringan otak dibawahnya. Fraktur impressi terlihat sebagai garis atau daerah yang radiopaque dari tulang sekitarnya disebabkan bertumpuknya tulang.3. Fraktur diastasis sutura : tampak sebagai pelebaran sutura (dalam keadaan normal sutura tidak melebihi 2 mm)

CT-Scan Otak (1)Tidak semua penderita trauma kepala dilakukan CT-Scan otak, penguasaan klinis mengenai trauma kapitis yang kuat dapat secara seleksi menentukan kapan penderita secara tepat dilakukan CT-Scan. Dari CT-Scan dapat dilihat kelainan-kelainan berupa : oedema serebri, kontusio jaringan otak, hemaroma intraserebral, epidural, subdural, fraktur dan lain-lain.

Angiografi (1)Sistem rapid serial film 10 film/detik

Memakai kontras : angiografin 65 %, conray 60, hypaque sodium dan lain-lain

Jenis angiografi :

karotis (paling sering)

vertebralis (jarang)

Cara melakukan dengan ;

1. Fungsi langsung (pada a. karotis komunis, sedikit dibawah bifurcatio)

2. Fungsi tak langsung (dengan kateter dari daerah a. femoralis) angiografi pada trauma kapitis penting untuk memperlihatkan epidural atau subdural hematomanya.PENATALAKSANAAN (4)Pedoman Resusitasi dan Penilaian awal

1. Menilai jalan napas: bersihkan jalan napas, lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan, pasang guedel, bila perlu intubasi.

2. Menilai pernapasan: tentukan apakah pasien bernapas spontan atau tidak.

3. Menilai sirkulasi: otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan. Pasang jalur intravena yang besar, ambil darah vena untuk pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum, elektrolit, glukosa, dan analisis gas darah arteri. Berikan larutan koloid, larutan kristaloid (dekstrosa atau dekstrosa dalam salin) dapat menimbulkan eksaserbasi edema otak pasca cedera kepala.

4. Obati kejang: Mula-mula berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulangi sampai 3 kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil dapat diberikan fenitoin 15 mg/kgBB diberikan intravena perlahan-lahan dengan kecepatan tidak melebihi 50 mg/menit.

5. Menilai tingkat keparahan

Pedoman Penatalaksanaan

1. Pada sernua pasien dengan cedera kepala dan atau leher, lakukan foto tulang belakang servikal (proyeksi antero-posterior. lateral, dan odontoid), kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh tulang servikal Cl -C7 normal.

2. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat, lakukan prosedur berikut:

Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal (NaCI 0,9%) atau larutan Ringer laktat: cairan isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada cairan hipotonis, dan larutan ini tidak menambah edema serebri.

Lakukan pemeriksaan: hematokrit, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah: glukosa, ureum, dan kreatinin, masa protrombin atau masa tromboplastin parsial, skrining toksikologi dan kadar alkohol bila perlu

3. Lakukan CT Scan dengan jendela tulang: foto rontgen kepala tidak diperlukan jika CT- Scan dilakukan, karena CT Scan ini lebih sensitif untuk mendeteksi fraktur. Pasien dengan cedera kepala ringan, sedang, atau berat, harus dievaluasi adanya:

Hematoma epidural

Darah dalarn subaraknoid dan intraventrikel

Kontusio dan perdarahan jaringan otak

Edema serebri

Obliterasi sisterna perimesensefalik

Pergeseran garis tengah

Fraktur kranium, cairan dalarn sinus, dan pneumosefalus.

4. Pada pasien yang korna (skor GCS < 8) atau pasien dengan tanda-tanda hemiasi, lakukan tindakan berikut ini :

Elevasi kepala 30o Hiperventilasi

Berikan manitol 20 % 1g/kgbb intravena dalarn 20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian 1/4 dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam pertama

Pasang kateter Foley

Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi

Penatalaksanaan Khusus

1. Cedera kepala ringan: pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke rumah tanpa perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan bila memenuhi kriteria berikut:

Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental dan gaya berjalan) dalam batas normal

Foto servika1jelas normal

Ada orang yang bertanggung-jawab untuk mengamati pasien selama 24 jam pertama, dengan instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat darurat jika timbul gejala perburukan

Kriteria perawatan di rumah sakit:

Adanya darah intrakranial atau fraktur yang tampak pada CT Scan

Konfusi, agitasi, atau kesadaran menurun

Adanya tanda atau gejala neurologis fokal

Intoksikasi obat atau alkohol

Adanya penyakit medis komorbid yang nyata

Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati pasien di rumah.

2. Cedera kepala sedang: pasien yang menderita konkusi otak (komosio otak), dengan skala korna Glasgow 15 dan CT Scan normal, tidak pertu dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan untuk observasi di rumah, meskipun terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing, atau amnesia. Risiko timbuInya lesi intrakranial lanjut yang bermakna pada pasien dengan cedera kepala sedang adalah minimal.

3. Cedera kepala berat: Setelah penilaian awal dan stabilisasi tanda vital, keputusan segera pada pasien ini adalah apakah terdapat indikasi intervensi bedah saraf segera (hematoma intrakranial yang besar). Jika ada indikasi, harus segera dikonsulkan ke bedah saraf untuk tindakan operasi. Penatalaksanaan cedera kepala berat seyogyanya dilakukan di unit rawat intensif.

Penilaian ulang jalan napas dan ventilasi

Monitor tekanan darah

Pemasangan alat monitor tekanan intrakranial pada pasien dengan skor GCS < 8, bila memungkinkan.

Penatalaksanaan cairan: hanya larutan isotonis (salin normal atau larutan Ringer laktat) yang diberikan kepada pasien dengan cedera kepala karena air bebas tambahan dalam salin 0,45% atau dekstrosa 5 % dalam air (D5W) dapat menimbulkan eksaserbasi edema serebri.

Nutrisi: cedera kepala berat menimbulkan respons hipermetabolik dan katabolik, dengan keperluan 50-100% lebih tinggi dari normal.

Temperatur badan: demam mengeksaserbasi cedera otak dan harus diobati secara agresif dengan asetaminofen atau kompres dingin.

Antikejang: fenitoin 15-20 mg/kgBB bolus intravena, kemudian 300 mg/hari intravena. Jika pasien tidak menderita kejang, fenitoin harus dihentikan setelah 7- 10 hari. Steroid: steroid tidak terbukti mengubah hasil pengobatan pasien dengan cedera kepala dan dapat meningkatkan risiko infeksi, hiperglikemia, dan komplikasi lain. Untuk itu, Steroid hanya dipakai sebagai pengobatan terakhir pada herniasi serebri akut (deksametason 10 mg intravena sebap 4-6 jam selama 48-72 jam).

Profilaksis trombosis vena dalam

Profilaksis ulkus peptik

Antibiotik masih kontroversial. Golongan penisilin dapat mengurangi risiko meningitis pneumokok pada pasien dengan otorea, rinorea cairan serebrospinal atau udara intrakranial tetapi dapat meningkatkan risiko infeksi dengan organisme yang lebih virulen.

CT Scan lanjutan

Komplikasi Cedera Kepala Berat

1. Kebocoran cairan serebrospinal

2. Fistel karotis-kavemosus ditandai oleh trias gejala: eksolftalmos, kemosis, dan bruit orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.

3. Diabetes insipidus oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis.

4. Kejang pasca trauma

PROGNOSIS (4)Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama pada pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai prognostik yang besar: skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau tetap dalam kondisi vegetatif, sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan meninggal atau vegetatif hanya 5 - 10%. Sindrom pascakonkusi berhubungan dengan sindrom kronis nyeri kepala, keletihan, pusing, ketidakmampuan berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan kepribadian yang berkembang pada banyak pasien setelah cedera kepala. Sering kali berturnpang-tindih dengan gejala depresi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hasan Sjahrir, Ilmu Penyakit Saraf Neurologi Khusus, Dian Rakyat, Jakarta, 2004

2. Harsono, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada Universiti Press, Yogyakarta, 2005

3. Mahar Mardjono, Priguna Sidharta, Neurologi Klinis Dasar, dian Rakyat, Jakarta, 2004

4. Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi Ketiga jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 20005. Robert L. Martuza, Telmo M. Aquino, Trauma dalam Manual of Neurologic Therapeutics With Essentials of Diagnosis, 3th ed, Litle Brown & Co, 2000 TRAUMA

Retrograde amnesia unconsciousconfusedrecovered

Post traumatic amnesiaTIMS

PAGE 2