42
Bab 1. Pendahuluan Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang cukup tinggi dalam neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif. 1 Trauma kepala adalah trauma mekanik yang mengenai calvaria dan atau basis cranii serta organ-organ di dalamnya baik secara langsung ataupun tidak langsung, dimana kerusakan tersebut bersifat non-degeneratif/non-kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar sehingga timbul gangguan fisik, kognitif maupun psikososial serta berhubungan dengan atau tanpa penurunan tingkat kesadaran, baik permanen ataupun temporer (PERDOSSI, 2006). 2 Trauma merupakan penyebab utama pada anak diatas usia 1 tahun di Amerika Serikat. Menurut Dawodu (2003) insidensi Trauma kepala tertinggi pada kelompok umur 15-45 tahun dengan insidens sebanyak 32,8/100.000. Perbandingan antara lelaki dan perempuan ialah 3,4 : 1. Penyebab utama terjadinya trauma kepala adalah kecelakaan lalu-lintas (bermotor) di mana pada setiap tahun diperkirakan 1 juta meninggal dan 20 juta cedera. 3 Dibandingkan dengan trauma lainnya, persentase trauma capitis adalah yang tertinggi, yaitu sekitar lebih atau sama dengan 80%. Insiden trauma kepala karena kecelakaan lebih 50% meninggal sebelum tiba di RS, 40% meninggal dalam 1 hari dan 35% meninggal dalam 1 minggu perawatan. Trauma kapitis memiliki dampak emosi, psikososial, dan ekonomi yang cukup besar sebab penderitanya sering menjalani masa perawatan rumah 1 | Trauma Capitis

Referat Trauma Kapitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Trauma Kapitis adalah

Citation preview

Page 1: Referat Trauma Kapitis

Bab 1. Pendahuluan

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang cukup

tinggi dalam neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya

sebagian besar orang muda, sehat dan produktif.1

Trauma kepala adalah trauma mekanik yang mengenai calvaria dan atau basis

cranii serta organ-organ di dalamnya baik secara langsung ataupun tidak langsung,

dimana kerusakan tersebut bersifat non-degeneratif/non-kongenital, yang disebabkan

oleh gaya mekanik dari luar sehingga timbul gangguan fisik, kognitif maupun

psikososial serta berhubungan dengan atau tanpa penurunan tingkat kesadaran, baik

permanen ataupun temporer (PERDOSSI, 2006).2

Trauma merupakan penyebab utama pada anak diatas usia 1 tahun di Amerika

Serikat. Menurut Dawodu (2003) insidensi Trauma kepala tertinggi pada kelompok

umur 15-45 tahun dengan insidens sebanyak 32,8/100.000. Perbandingan antara lelaki

dan perempuan ialah 3,4 : 1. Penyebab utama terjadinya trauma kepala adalah

kecelakaan lalu-lintas (bermotor) di mana pada setiap tahun diperkirakan 1 juta

meninggal dan 20 juta cedera.3

Dibandingkan dengan trauma lainnya, persentase trauma capitis adalah yang

tertinggi, yaitu sekitar lebih atau sama dengan 80%. Insiden trauma kepala karena

kecelakaan lebih 50% meninggal sebelum tiba di RS, 40% meninggal dalam 1 hari dan

35% meninggal dalam 1 minggu perawatan. Trauma kapitis memiliki dampak emosi,

psikososial, dan ekonomi yang cukup besar sebab penderitanya sering menjalani masa

perawatan rumah sakit yang panjang, dan 5-10% setelah perawatan rumah sakit

membutuhkan fasilitas pelayanan jangka panjang.1

Trauma kapitis akan terus menjadi problem masyarakat yang sangat besar,

meskipun pelayanan medis sudah sangat maju pada abad 21 ini. Sebagian besar pasien

dengan trauma kapitis (75-80%) adalah trauma kapitis ringan, sisanya merupakan

trauma dengan kategori sedan dan berat dalam jumlah yang sama.1

Di Indonesia, data tentang trauma kapitis ini belum ada. Yang ada barulah data

dari beberapa rumah sakit (sporadis).1

1 | T r a u m a C a p i t i s

Page 2: Referat Trauma Kapitis

Bab 2. Pembahasan

2.1. Definisi Trauma Kapitis

Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung

ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan

fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.2

2.2. Anatomi3

Berdasarkan Advanced Trauma Life Support (ATLS-2004), anatomi yang bersangkutan

antara lain :

1. Kulit Kepala (Scalp)

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP, yaitu :

a. Skin atau kulit

b. Connective Tissue atau jaringan penyambung

c. Aponeurosis atau Galea Aponeurotika

d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar

e. Perikranium

Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari perikranium

dan merupakan tempat tertimbunnya darah (hematoma subgaleal). Kulit Kepala

memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan akibat laserasi

kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada bayi dan

anak-anak.

2. Tulang Tengkorak

Tulang tengkorak terdiri dari kubah (calvaria) dan basis cranii. Kalvaria

khususnya di bagian temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporal.

Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat

bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi

atas 3 fossa yaitu : fossa anterior, fossa media, dan fossa posterior. Fossa anterior

adalah tempat lobus frontalis, fossa media adalah tempat lobus temporalis, dan

fossa posterior adalah ruang bagian bawah batang otak dan cerebellum.

2 | T r a u m a C a p i t i s

Page 3: Referat Trauma Kapitis

3. Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan

yaitu : duramater, arakhnoid dan piamater. Duramater adalah selaput yang keras,

terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam kranium.

Karena tidak melekat pada selaput araknoid di bawahnya, maka terdapat suatu

ruang potensial (ruang subdural) yang terletak antara duramater dan araknoid,

dimana sering dijumpai perdarahan subdural.

Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak

menujusinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat

mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis

superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus.

Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.

Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari

kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan

laserasi pada arteri-arteri ini dan dapat menyebabkan perdarahan epidural. Yang

paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada

fosa temporalis (fossa media).

Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen, yang tipis dan

tembus pandang disebut arakhnoid. Lapisan ketiga adalah piamater yang melekat

erat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi dalam

ruang subarakhnoid.

4. Otak

Otak manusia terdiri dari Cerebrum, Cerebellum dan batang otak. Cerebrum

terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh Falx Cerebri yaitu lipatan

duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer cerebri kiri

terdapat pusat bicara manusia. Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering

disebut sebagai hemisfer dominan.

Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pada sisi

dominan mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan

fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori.

Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan.

3 | T r a u m a C a p i t i s

Page 4: Referat Trauma Kapitis

Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan medulla oblongata.

Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi

dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medulla oblongata terdapat pusat

kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai medulla spinalis dibawahnya.

Lesi yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan defisit neurologis

yang berat,

Cerebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan,

terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medulla spinalis, batang otak,

dan juga kedua hemisfer serebri.

5. Liquor Cerebrospinal

Liquor cerebrospinal dihasilkan oleh Plexus Choroideus dengan kecepatan

produksi sebanyak 20ml/jam. LCS mengalir dari ventrikel lateral menuju foramen

monro menuju ventrikel III kemudian menuju aquadustus sylvii menuju ventrikel IV.

Selanjutnya LCS keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke dalam ruang

subarakhnoid yang berada di seluruh permukaan otak dan medulla spinalis. LCS

akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui vili arakhnoid.

6. Tentorium

Tentorium Cerebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supra tentorial

(terdiri atas fossa cranii anterior dan fossa cranii media) dan ruang infratentorial

(berisi fossa cranii posterior)

2.3. Epidemiologi

Penyebab yang sering adalah kecelakaan lalu lintas dan terjatuh. Seiring dengan

kemajuan teknologi, frekuensi cedera kepala cenderung meningkat. Cedera kepala

melibatkan kelompok usia produktif yaitu antara 15-44 tahun dengan usia rata-rata 30

tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki. 3

2.4. Patofisiologi

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera

primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai

akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan langsung kepala

4 | T r a u m a C a p i t i s

Page 5: Referat Trauma Kapitis

dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala.

Cedera kepala primer merupakan cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan

kejadian cedera dan merupakan suatu fenomena mekanik. Cedera ini umumnya

menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali membuat fungsi

stabil, sehingga sel-sel yang sakit dapat menjalani proses penyembuhan yang optimal.

Cedera kepala primer mencakup fraktur tulang, cedera fokal dan cedera otak difusa.

Fraktur tulang kepala dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Cedera fokal,

kelainan ini mencakup kontusi kortikal, hematom subdural, epidural, dan intraserebral

yang secara makroskopis tampak dengan mata telanjang sebagai suatu kerusakan yang

berbatas tegas. Cedera otak difus berkaitan dengan disfungsi otak yang luas, serta

biasanya tidak tampak secara makroskopis.2-4

Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada

permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa kerusakan pada

duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio dibawah are benturan disebut

lesi kontusio “coup”, diseberang area benturan tidak terdapat gaya kompresi, sehingga

tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka lesi tersebut dinamakan lesi kontusio

“countercoup”. Kepala tidak selalu mengalami akselerasi linear, bahkan akselerasi yang

sering dialami oleh kepala akibat trauma kapitis adalah akselerasi linear dan rotatorik

terdapat lesi kontusio coup, countercoup, dan intermediate. Yang disebut lesi kontusio

intermediate adalah lesi yang berada di antara lesi kontusio coup dan countercoup.2-4

Gambar. Mekanisme terjadinya Kontusio

5 | T r a u m a C a p i t i s

Page 6: Referat Trauma Kapitis

Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak

dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi

solid) dan otak (substansi semi solid) menyebabkan tengkorak bergerak lebihi cepat

dari muatan intra kranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak

membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat berlawanan dari benturan

(countercoup).2-4

Cedera kepala sekunder merupakan proses lanjutan dari cedera primer dan lebih

merupakan fenomena metabolik. Pada penderita cedera kepala berat, pencegahan

cedera kepala sekunder dapat mempengaruhi tingkat kesembuhan atau keluaran

penderita. Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan

dan iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya merusak

otak. Cedera sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam setelah cedera

awal. Setiap kali jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini berespon dalam pola

tertentu yang dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya kompartemen intrasel dan

ekstrasel. Beberapa perubahan ini adalah dilepaskannya glutamin secara berlebihan,

kelainan aliran kalsium, produksi laktat, dan perubahan pompa natrium pada dinding

sel yang berperan dalam terjadinya kerusakan tambahan dan pembengkakan jaringan

otak.2-4

Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung dari menit ke menit pada

suplai nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan sangat rentan

terhadap cedera metabolik bila suplai terhenti. Cedera mengakibatkan hilangnya

kemampuan sirkulasi otak untuk mengatur volume darah sirkulasi yang tersedia,

menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak.2-4

2.5. Klasifikasi Trauma KapitisBerdasarkan ATLS (2004) cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek.

Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, berat dan

morfologi.

1. Berdasarkan mekanismenya , cedera kepala dibagi atas, yaitu:

A. Cedera kepala tumpul, biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas,

jatuh atau pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi

dan deselerasi yang cepat menyebabkan otak bergerak di dalam rongga

cranial dan melakukan kontak pada protuberans tulang tengkorak. Cedera

6 | T r a u m a C a p i t i s

Page 7: Referat Trauma Kapitis

tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor,

jatuh, atau pukulan benda tumpul.

Gambar. Mekanisme Cedera Tertutup

B. Cedera tembus, disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.

7 | T r a u m a C a p i t i s

Page 8: Referat Trauma Kapitis

2. Berdasarkan morfologinya cedera kepala dikelompokkan menjadi, yaitu:

A. Fraktur kranium

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat

berbentuk garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka

ataupun tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya memerlukan

pemeriksaan CT scan dengan teknik “bone window” untuk memperjelas

garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak

menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih

rinci.

Fraktur kranium terbuka dapat mengakibatkan adanya hubungan

antara laserasi kulit kepala dengan permukaan otak karena robeknya

selaput dura. Adanya fraktur tengkorak tidak dapat diremehkan, karena

menunjukkan bahwa benturan yang terjadi cukup berat.

Menurut Japardi (2004), klasifikasi fraktur tulang tengkorak sebagai

berikut :

i. Gambaran fraktur, dibedakan atas :

a. Linier

b. Diastase

c. Comminuted

d. Depressed

ii. Lokasi anatomis, dibedakan atas :

a. Calvarium/ Konveksitas (kubah/ atap tengkorak)

b. Basis Cranii (dasar tengkorak)

iii. Keadaan luka, dibedakan atas :

a. Terbuka

b. Tertutup

B. Lesi intrakranial

Dapat berbentuk lesi fokal (perdarahan epidural, perdarahan

subdural, kontusio, dan peradarahan intraserebral), lesi difus dan terjadi

secara bersamaan. 2,3,4,5

8 | T r a u m a C a p i t i s

Page 9: Referat Trauma Kapitis

Gambar. Lesi Intrakranial

a. Komosio Serebri (geger otak)

Geger otak berasal dari benturan kepala yang menghasilkan

getaran keras atau menggoyangkan otak, menyebabkan perubahan

cepat pada fungsi otak, termasuk kemungkinan kehilangan

kesadaran lebih 10 menit yang disebabkan cedera pada kepala.

Tanda-tanda/gejala geger otak, yaitu: hilang kesadaran, sakit kepala

berat, hilang ingatan (amnesia), mata berkunang-kunang, pening,

lemah, pandangan ganda.

b. Kontusio Serebri (memar otak)

Memar otak lebih serius daripada geger otak, keduanya dapat

diakibatkan oleh pukulan atau benturan pada kepala. Memar otak

menimbulkan memar dan pembengkakan pada otak, dengan

pembuluh darah dalam otak pecah dan perdarahan pasien pingsan,

pada keadaan berat dapat berlangsung berhari-hari hingga

berminggu-minggu. Terdapat amnesia retrograde, amnesia

pascatraumatik, dan terdapat kelainan neurologis, tergantung pada

daerah yang luka dan luasnya lesi:

Gangguan pada batang otak menimbulkan peningkatan

tekanan intracranial yang dapat menyebabkan kematian.

Gangguan pada diensefalon, pernafasan baik atau bersifat

Cheyne-Stokes, pupil mengecil, reaksi cahaya baik, mungkin

terjadi rigiditas dekortikal (kedua tungkai kaku dalam sikap

ekstensi dan kedua lengan kaku dalam sikap fleksi)

9 | T r a u m a C a p i t i s

Page 10: Referat Trauma Kapitis

Gangguan pada mesensefalon dan pons bagian atas, kesadaran

menurun hingga koma, pernafasan hiperventilasi, pupil

melebar, refleks cahaya tidak ada, gerakan mata diskonjugat

(tidak teratur), regiditasdesebrasi (tungkai dan lengan kaku

dalam sikap ekstensi).

c. Perdarahan Epidural

Hematoma epidural merupakan pengumpulan darah diantara

tengkorak dengan duramater (hematom ekstradural). Cirinya

berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering

terletak di area temporal atau temporo-parietal yang disebabkan

oleh robeknya arteri meningea media akibat retaknya tulang

tengkorak.

Gumpalan darah yang terjadi dapat berasal dari pembuluh arteri,

namun pada sepertiga kasus dapat terjadi akibat perdarahan vena,

karena tidak jarang perdarahan epidural terjadi akibat robeknya

sinus venosus terutama pada regio parieto oksipital dan pada fosa

posterior. Walaupun secara relatif perdarahan epidural jarang

terjadi (0,5% dari seluruh penderita cedera kepala dan 9% dari

penderita yang dalam keadaan koma), namun harus

dipertimbangkan karena memerlukan tindakan diagnostik maupun

operatif yang cepat. Perdarahan epidural bila ditolong segera pada

tahap dini, prognosisnya sangat baik karena kerusakan langsung

akibat penekanan gumpalan darah pada jaringan otak tidak terlalu

lama.

Keberhasilan pada penderita perdarahan epidural berkaitan

langsung dengan status neurologis penderita sebelum pembedahan.

Penderita dengan perdarahan epidural dapat menunjukkan

intervallucid yang klasik atau keadaan dimana penderita yang

semula mampu bicara lalu tiba-tiba meninggal (talk and die).

Keputusan perlunya suatu tindakan operatif memang tidak mudah

dan memerlukan pendapat dari seorang ahli bedah saraf.

10 | T r a u m a C a p i t i s

Page 11: Referat Trauma Kapitis

Gambar. Perdarahan Epidural

d. Perdarahan Subdural

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan

epidural (kira-kira 30% dari cedera kepala berat). Perdarahan ini

sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan yang terletak

antara korteks serebri dan sinus venosus tempat vena tadi

bermuara. Namun dapat juga terjadi akibat laserasi pembuluh arteri

pada permukaan otak.

Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan

hemisfer otak dan kerusakan otak di bawahnya lebih berat dan

prognosisnya pun jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.

Angka kematian yang tinggi pada perdarahan ini hanya dapat

diturunkan dengan tindakan pembedahan yang cepat dan

penatalaksanaan medikamentosa yang agresif. 2,3,4,5

Gambar. Perdarahan Subdural

11 | T r a u m a C a p i t i s

Page 12: Referat Trauma Kapitis

Subdural hematom dibagi menjadi:

1. Hematoma Subdural Akut

Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik

dalam 24 sampai 48 jam setelah cedera. Dan berkaitan erat

dengan trauma otak berat. Gangguan neurologik progresif

disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang

otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan

tekanan pada batang otak. Keadan ini dengan cepat

menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya kontrol

atas denyut nadi dan tekanan darah. Gejala klinis dari subdural

hematom akut tergantun dari ukuran hematom dan derajat

kerusakan parenkim otak. Subdural hematom biasanya bersifat

unilateral. Gejala neurologis yang sering muncul adalah :

Perubahan  tingkat  kesadaran,  dalam hal ini terjadi

penurunan kesadaran

Dilatasi pupil ipsilateral hematom 

Kegagalan pupil ipsilateral bereaksi terhadap cahaya 

Hemiparesis kontralateral 

Papiledema

2. Hematoma Subdural Subakut

Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam

waktu lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 2 minggu setelah

cedera. Seperti pada hematoma subdural akut, hematoma ini

juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan subdural.

Anamnesis klinis dari penderita hematoma ini adalah

adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran,

selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-

lahan. Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan

tanda-tanda status neurologik yang memburuk. Tingkat

kesadaran mulai menurun perlahan-lahan dalam beberapa jam.

Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring

pembesaran hematoma, penderita mengalami kesulitan untuk

12 | T r a u m a C a p i t i s

Page 13: Referat Trauma Kapitis

tetap sadar dan tidak memberikan respon terhadap rangsangan

bicara maupun nyeri. Pergeseran isi intrakranial dan

peningkatan intrakranial yang disebabkan oleh akumulasi darah

akan menimbulkan herniasi unkus atau sentral dan melengkapi

tanda-tanda neurologik dari kompresi batang otak.

3. Hematoma Subdural Kronik

Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa

minggu, bulan dan bahkan beberapa tahun setelah cedera

pertama. Trauma pertama merobek salah satu vena yang

melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat

dalam ruangan subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah

perdarahan terjadi, darah dikelilingi oleh membrana fibrosa.

Dengan adanya selisih tekanan osmotik yang mampu menarik

cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah

dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang

menyebabkan perdarahan lebih lanjut dengan merobek

membran atau pembuluh darah di sekelilingnya, menambah

ukuran dan tekanan hematoma.

Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan

paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh)

dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya

ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan.

Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya

genangan darah.

Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali

diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang

menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan

melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran

perdarahan ini adalah:

• sakit kepala yang menetap

• rasa mengantuk yang hilang-timbul

• linglung

13 | T r a u m a C a p i t i s

Page 14: Referat Trauma Kapitis

• perubahan ingatan

• kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

e. Subarachnoid Hematom

Perdarahan subarachnoid terjadi di dalam ruang subarachnoid

(yang memisahkan antara membrana arachnoid dan piamater).

Selain karena trauma, perdarahan juga dapat terjadi secara spontan

akibat aneurisma (Saccular Berry’s Aneurism) atau malformasi

arteriovenosa. Gejala yang timbul antara lain sakit kepala berat yang

mendadak (“thunderclap headache”), penurunan kesadaran,

mual/muntah dan terkadang kejang. Kaku kuduk dapat terlihat 6

jam setelah onset perdarahan. Dilatasi pupil terisolasi dan hilangnya

refleks cahaya menunjukkan adanya herniasi otak akibat

peningkatan tekanan intrakranial. Perdarahan intraokular dapat

timbul. Defisiensi neurologis berupa abnormalitas N. okulomotoris

(bola mata yang melihat kebawah, keluar serta tidak mampu

mengangkat kelopak mata di sisi yang sama) menunjukkan

kemungkinan perdarahan berasal dari a.communicating posterior.

Sebagai respons terhadap perdarahan, pelepasan adrenalin akan

meningkatkan tekanan darah dan aritmia. Sebanyak 85%

perdarahan subarachnoid disebabkan oleh aneurisma serebral,

kebanyakan terletak di sirkulus Wilisi dan percabangannya. Sisanya

terjadi akibat malformasi arteriovena, tumor, atau penggunaan

antikoagulan. Selain itu trauma cedera otak juga dapat

menyebabkan perdarahan subarachnoid, melalui fraktur tulang

sekitar atau kontusio intraserebral.

14 | T r a u m a C a p i t i s

Page 15: Referat Trauma Kapitis

Gambar. Perdarahan Subarachnoid pada CT-Scan

f. Kontusio dan Perdarahan Intraserebral

Kontusio serebri murni biasanya jarang terjadi. Diagnosis kontusio

serebri meningkat sejalan dengan meningkatnya penggunaan CT

scan dalam pemeriksaan cedera kepala. Kontusio serebri hampir

selalu berkaitan dengan perdarahan subdural akut.

Kontusio serebri sangat sering terjadi di frontal dan lobus

temporal, walaupun dapat terjadi juga pada setiap bagian otak,

termasuk batang otak dan serebelum. Batas perbedaan antara

kontusio dan perdarahan intraserebral traumatika memang tidak

jelas. Kontusio serebri dapat saja dalam waktu beberapa jam atau

hari mengalami evolusi membentuk perdarahan intraserebral.

g. Cedera Difus

Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat

cedera akselerasi dan deselerasi yang merupakan bentuk yang

sering terjadi pada cedera kepala. Komosio serebri ringan adalah

cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu namun terjadi

disfungsi neurologis yang bersifat sementara dalam berbagai

derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan kerap kali

tidak diperhatikan. Bentuk yang paling ringan dari kontusio ini

15 | T r a u m a C a p i t i s

Page 16: Referat Trauma Kapitis

adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia. Sindroma

ini pulih kembali tanpa gejala sisa sama sekali.

Cedera komosio yang lebih berat menyebabkan keadaan bingung

disertai amnesia retrograd dan amnesia antegrad (keadaan amnesia

pada peristiwa-peristiwa sebelum dan sesudah cedera). Komosio

serebri klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunnya atau

hilangnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia

pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya

cedera. Hilangnya kesadaran biasanya berlangsung beberapa waktu

lamanya dan reversibel.

Dalam definisi klasik penderita ini akan kembali sadar dalam

waktu kurang dari 6 jam. Banyak penerita dengan komosio serebri

klasik pulih kembali tanpa cacat neurologis selain amnesia terhadap

peristiwa yang terjadi, namun pada beberapa penderita dapat

timbul defisit neurologis untuk beberapa waktu. Defisit neurologis

itu misalnya kesulitan mengingat, pusing, mual, anosmia, dan

depresi serta gejala lainnya. Gejala-gejala ini dikenal sebagai

sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat. Cedera aksonal

difusi (Diffuse Axonal Injury, DAI) adalah keadaan dimana penderita

mengalami koma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak

diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemia. Biasanya

penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama

beberapa waktu.

Penderita sering menunjukkan gejala dekortikasi atau deserebrasi

dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila

bertahan hidup. Penderita-penderita sering menunjukkan gejala

disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia

dan dulu diduga akibat cedera otak karena hipoksia secara klinis

tidak mudah, dan memang kedua keadaan tersebut sering terjadi

bersamaan.

16 | T r a u m a C a p i t i s

Page 17: Referat Trauma Kapitis

h. Hematoma Intraserebral

Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang

besar di dalam jaringan otak, sebagai akibat trauma kapitis berat,

kontusio berat.Gejala-gejala yang ditemukan adalah :

Hemiplegi

Papilledema serta gejala-gejala lain dari tekanan intrakranium

yang meningkat.

Arteriografi karotius dapat memperlihatkan suatu peranjakan

dari arteri perikalosa ke sisi kontralateral serta gambaran

cabang-cabang arteri serebri media yang tidak normal.

Gambar. Hematom Intraserebral pada gambaran CT-Scan

i. Fraktura Basis Cranii

Hanya suatu cedera kepala yang benar-benar berat yang dapat

menimbulkan fraktur pada dasar tengkorak. Penderita biasanya

masuk rumah sakit dengan kesadaran yang menurun, bahkan tidak

jarang dalam keadaan koma yang dapat berlangsung beberapa hari.

Dapat tampak amnesia retrogad dan amnesia pascatraumatik. Gejala

tergantung letak frakturnya

a. Fraktur fossa anterior

Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari hidung atau

kedua mata dikelilingi lingkaran “biru” (Brill Hematoma atau

Racoon’s Eyes), rusaknya Nervus Olfactorius sehingga terjadi

hyposmia sampai anosmia.

17 | T r a u m a C a p i t i s

Page 18: Referat Trauma Kapitis

b. Fraktur fossa media

Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari telinga. Fraktur

memecahkan arteri carotis interna yang berjalan di dalam

sinus cavernous sehingga terjadi hubungan antara darah arteri

dan darah vena (A-V shunt).

c. Fraktur fossa posterior

Tampak warna kebiru-biruan di atas mastoid. Getaran fraktur

dapat melintas foramen magnum dan merusak medula

oblongata sehingga penderita dapat mati seketika.3-6

3. Berdasarkan beratnya , cedera kepala dikelompokkan menjadi, yaitu:

a. Cedera Kepala Ringan (CKR), termasuk didalamnya Laseratio dan

Commotio Cerebri

Skor GCS 13-15

Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10

menit

Pasien mengeluh pusing, sakit kepala

Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan

pada pemeriksaan neurologis

b. Cedera Kepala Sedang (CKS)

Skor GCS 9-12

Ada pingsan lebih dari 10 menit

Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad

Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota gerak

c. Cedera Kepala Berat (CKB)

Skor GCS < 8

Gejalanya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat

Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif

Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas

2.6. Pemeriksaan Awal pada Trauma Kapitis

18 | T r a u m a C a p i t i s

Page 19: Referat Trauma Kapitis

Pemeriksaan pada trauma kapitis menurut Greaves dan Johnson (2002), antara

lain:

A. Glasgow Coma Scale (GCS)

Dinilai dengan respon mata, verbal dan motorik (Eyes, Verbal, Movement).

1.    Kemampuan membuka kelopak mata (E)

Secara spontan 4

Atas perintah 3

Rangsangan nyeri 2

Tidak bereaksi 1

2.    Kemampuan komunikasi (V)

Orientasi baik  5

Jawaban kacau 4

Kata-kata tidak berarti 3

Mengerang              2

Tidak bersuara   1

3.    Kemampuan motorik (M)

Kemampuan menurut perintah 6

Reaksi setempat 5

Menghindar 4

Fleksi abnormal 3

Ekstensi 2

Tidak bereaksi 1

Catatan :

1. Pasien yang disfasia atau dalam intubasi tidak mampu bicara, dan skor verbalnya

tidak dapat dinilai, diberi tanda T untuk komponen verbal tersebut. Pasien

dengan intubasi, skor GCS maksimal adalah 10 T dan minimal 2 T.

2. Pasien dengan cedera local pada mata dan mata tidak bias dibuka, diberi tanda C

(eye closed) untuk komponen mata.

19 | T r a u m a C a p i t i s

Page 20: Referat Trauma Kapitis

3. Untuk pasien yang diberi obat pelemas otot di ICU diberi tanda M pada komponen

motoriknya.

Pemeriksaan korban cedera kepala yang kesadarannya baik mencakup

pemeriksaan neurologis yang lengkap. Sedangkan pada penderita yang kesadarannya

menurun pemeriksaan yang diutamakan adalah yang dapat memberikan pedoman

dalam penanganan di unit gawat darurat, yaitu:

1. Tingkat kesadaran

2. Kekuatan fungsi motorik

3. Ukuran pupil dan responsnya terhadap cahaya

4. Gerakan bola mata (refleks okulo-sefalik dan vestibuler)

Sehubungan dengan tingginya insidensi kelainan atau cedera sistemik penyerta

(lebih dari 50%) pada kasus-kasus cedera kepala berat, maka di dalam evaluasi klinis

perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut, yaitu:

1. Cedera daerah kepela dan leher: laserasi, perdarahan, otorhea, rinorre, racoon’s

eyes (ekhimosis periorbital), atau Battle’s sign (ekhimosis retroaurikuler).

2. Cedera daerah toraks: fraktur iga, pneumotoraks, hematotoraks, temponade

jantung (bunyi jantung melemah, distensi vena jugularis dan hipotensi aspirasi

atau ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome).

3. Cedera daerah abdomen: khususnya laserasi hepar, lien atau ginjal. Adanya

perdarahan ditandai dengan gejala akut abdomen yang tegang dan distensif.

4. Cedera derah pelvis: cedera pada penderita nonkomatus. Biasanya, klinisnya

tidak jelas dan membutuhkan konfirmasi radiologis. Cedera ini sering berkaitan

dengan kejadian kehilangan darah yang okult.

5. Cedera daerah spinal: trauma kepala dan spinal khususnya derah servikal dapat

terjadi secara bersamaan.

6. Cedera ekstremitas: dapat melibatkan jaringan tulang atau jaringan lunak (otot,

saraf, pembuluh darah). 1,3-5

B. Pemeriksaan Pupil

20 | T r a u m a C a p i t i s

Page 21: Referat Trauma Kapitis

Pupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi terhadap cahaya.

Perbedaan diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1mm adalah abnormal.

Pupil yang terfiksir untuk dilatasi menunjukkan adanya penekanan terhadap saraf

okulomotor ipsilateral. Respon yang terganggu terhadap cahaya bisa merupakan

akibat dari cedera kepala.

C. Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan neurologis dilaksanakan terhadap saraf kranial dan saraf perifer.

Tonus, ekuatan, koordinasi, sensasi dan refleks harus diperiksa dan semua hasilnya

harus dicatat.

Tabel. Nervus Cranialis dan Fungsinya.

D. Pemeriksaan Scalp dan Tengkorak

Scalp harus diperiksa untuk laserasi, pembengkakan dan memar. Kedalaman

laserasi dan ditemukannya benda asing harus dicatat. Pemeriksaan tengkorak

dilakukan untuk menemukan fraktur yang bisa diduga dengan nyeri,

pembengkakan dan memar.

21 | T r a u m a C a p i t i s

Page 22: Referat Trauma Kapitis

2.7. Diagnosis6-10

1. Anamnesis

a. Trauma kapitis dengan atau tanpa gangguan kesadaran atau dengan

interval lucid

b. Perdarahan/otorrhea/rhinorrhea

c. Amnesia traumatika (retrograd atau anterograd)

2. Pemeriksaan neurologis:

a. Kesadaran berdasarkan GCS

b. Tanda-tanda vital

c. Otorrhea/rhinorrhea

d. Ecchymosis periorbital bilateral/eyes/hematoma kacamata

e. Gangguan fokal neurologis

f. Fungsi motorik: lateralisasi, kekuatan otot

g. Refleks patologis

h. Pemeriksaan fungsi batang otak: pupil, refleks kornea, doll’s eye

phenomen

i. Monitor pola pernafasan: cheyne stokes, central neurogenic

hyperventilation, apneusitic breath, ataxic breath

j. Gangguan fungsi otonom

k. Funduskopi

3. Pemeriksaan penunjang:

a. Foto polos kepalaAP/lateral

b. Dari hasil foto perlu diperhatikan kemungkinan adanya fraktur linier,

impresi, terbuka/tertutup

c. CT scan kepala untuk melihat kelainan yang mungkin terjadi berupa

gambaran kontusio, gambaran edema otak, gambaran

perdarahan(hiperdens), hematoma epidural, hematoma subdural,

hematoma subarachnoid, hematoma intraserebral.

d. Foto lain dilakukan atas indikasi termasuk foto servikal

e. Lumbal Pungsi: Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus

dilakukan sebelum 6 jamdari saat terjadinya trauma

f. EEG: Dapat digunakan untuk mencari lesi6,10

22 | T r a u m a C a p i t i s

Page 23: Referat Trauma Kapitis

2.8. Penatalaksanaan

Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui subkutan membuat luka mudah

dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan

miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.

Penanganan emergensi sesuai dengan beratnya trauma kapitis (ringan, sedang,

berat) berdasarkan urutan:

1. Survei primer, gunanya untuk menstabilkan kondisi pasien meliputi tindakan

seperti berikut, yaitu:

a. Menilai jalan nafas (airway): membersihkan jalan nafas dari debris dan

muntahan, lepaskan gigi palsu, mempertahankan tulang servikal segaris dengan

badan dengan memasang collar cervikal, memasang guedel atau mayo bila

dapat ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas, maka pasien

harus di intubasi.

b. Menilai pernafasan (breathing), menentukan apakah pasien bernafas

spontan/tidak. Jika tidak beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas

spontan selidiki dan atasi cedera dada berat seperti pneumotoraks tensif,

hemopneumotoraks. Memasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi O2

minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindungi bahkan terancam atau

memperoleh O2 yg adekuat (Pa O2>95% dan Pa CO2<40% mmHg serta saturasi

O2 >95%) atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli

anestesi.

c. Menilai sirkulasi (circulation): otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi.

Menghentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Memperhatikan

adanya cedera intra abdomen atau dada mengukur dan mencatat frekuensi

denyut jantung dan tekanan darah pasang EKG. Memasang jalur intravena yg

besar dan memberikan larutan koloid sedangkan larutan kristaloid

menimbulkan eksaserbasi edema.

d. Menilai disability untuk mengetahui lateralisasi dan kondisi umum dengan

pemeriksaan cepat status umum dan neurologi.

23 | T r a u m a C a p i t i s

Page 24: Referat Trauma Kapitis

2. Survei sekunder, meliputi pemeriksaan, dan tindakan lanjutan setelah kondisi

pasien stabil.

E : Laboratorium

Darah: Hb, leukosit, hitung jenis lekosit, trombosit, ureum, kreatinin, gula darah

sewaktu, analisa gas darah dan elektrolit

Urin: perdarahan (+/-)

Radiologi

Foto polos kepalaAP/lateral

CT scan kepala

Foto lain dilakukan atas indikasi termasuk foto servikal

F : Manajemen terapi

Siapkan untuk operasi pada pasien yang mempunyai indikasi

Siapkan untuk masuk ruang rawat

Penanganan luka luka

Pemberian obat obatan sesuai kebutuhan

Consensus di ruang rawat- Trauma kapitis sedang dan berat, yaitu:

a. Lanjutkan penanganan ABC

b. Pantau tanda vital, pupil, SKG, gerakan ekstrimitas, sampai pasien sedar

(pantauan dilakukan tiap 4 jam, lama patauan sampai pasien SKG 15). Dijaga

jangan terjadi kondisi sebagai berikut:

1. Tekanan darah sistolik < 90 mmHg

2. Suhu > 38˚C

3. Frekuensi nafas > 20x/m

c. Cegah kemungkinan terjadinya tekanan tinggi intracranial dengan cara:

1. Elevasi kepala 30

2. Hiperventilasi

3. Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dalam waktu 1/2 jam-1jam, drip

cept, dilanjutkan pemberian dengan dosis 0,5 g/kgBB drip cepat, /2 jam-1jam,

setelah 6 jam dari pemberian pertama dan 0,25 g/kgBB drip cepat, /2 jam-

1jam, setelah 12 jam dan 24 jam dari pemberian pertama.

4. berikan analgetik dan bila perlu dapat diberikan sedasi jangka pendek

24 | T r a u m a C a p i t i s

Page 25: Referat Trauma Kapitis

d. Mengatasi komplikasi

1. kejang: profilaksis OEA selama 7 hari untuk mencegah immediate dan early

seizure pada kasus risiko tinggi

2. infeksi akibat fratur basis kranii: profilaksis antibiotika sesuai dosis infeksi

intrakranial selama 10-14 hari.

3. Gastrointestinal-pendarahan lambung

4. demam

5. DIC

e. pemberian cairan dan nutrisi adekuat.

Indikasi untuk tindakan operatif pada kasus cedera kepala ditentukan oleh kondisi

klinis pasien, temuan neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan

panduan sebagai berikut, yaitu:

1. Volume masa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial atau

lebih dari 20 cc di daerah infratentorial

2. Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis, serta gejala

dan tanda fokal neurologis semakin berat

3. Terjadi gejala sakit kepala, mual, dan muntah yang semakin hebat

4. Pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm

5. Terjadi kenaikan tekanan intrakranial lebih dari 25 mmHg

6. Terjadi penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang CT scan

7. Terjadi gejala akan terjadi herniasi otak

8. Terjadi kompresi atau obliterasi sisterna basalis

ALGORITME 1. PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN11

Definisi: penderita sadar dan berorientasi (GCS: 14-15)

1. Riwayat:

a. Nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan

b. Mekanisme cedera dan waktu cedera

c. Tidak sadar segera setelah cedera

d. Tingkat kewaspadaan

e. Amnesia: Retrograde, Antegrade

25 | T r a u m a C a p i t i s

Page 26: Referat Trauma Kapitis

f. Sakit kepala: ringan, sedang, berat

g. Kejang

2. Pemeriksaan umum untuk menyingkirkan cedera sistemik

3. Pemeriksaan neurologis terbatas

4. Pemeriksaan ronsen vertebra servikal dan lainnya sesuai indikasi

5. Pemeriksaan kadar alkohol darah dan zat toksik dalam urine

6. Pemeriksaan CT scan kepala sangat ideal pads setiap penderita cedera kepala

ringan, kecuali bila memang sama sekali asimtomatik dan pemeriksaan

neurologis normal

Observasi atau dirawat di RS

1. CT scan tidak ada

2. CT scan abnormal

Semua cedera tembus

3. Riwayat hilang kesadaran

4. Kesadaran menurun

Sakit kepala sedang-berat

Intoksikasi alkohol/obat-obatan

Fraktur tengkorak

5. Rhinorea-otorea

6. Cedera penyerta yang bermakna

7. Tak ada keluarga di rumah

8. Tidak mungkin kembali ke RS segera

9. Amnesia

Dipulangkan dari RS

1. Tidak memenuhi kriteria rawat

2. Diskusikan kemungkinan kembali bila memburuk dan berikan lembar observasi

3. Jadwalkan untuk kontrol ulang di poliklinik biasanya setelah 1 minggu

ALGORITME 2. PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA SEDANG

26 | T r a u m a C a p i t i s

Page 27: Referat Trauma Kapitis

Definisi: Penderita biasanya tampak kebingungan atau mengantuk, namun masih

mampu menuruti perintah-perintah sederhana (GCS: 9-13).

1. Pemeriksaan awal:

a. Sama dengan untuk cedera kepala ringan ditarnbah pemeriksaan darah

sederhana

b. Pemeriksaan CT scan kepala

c. Dirawat untuk observasi

2. Setelah dirawat

a. Pemeriksaan neurologis periodik

b. Pemeriksaan CT scan ulang bila kondisi penderita memburuk atau bila

penderita akandipulangkan

Bila kondisi membaik (90%)

1. Pasien dapat pulang

2. Pasien dapat mengkontrol di poliklinik

Bila kondisi memburuk (10%)

Bila penderita tidak mampu melakukan perintah-perintah lagi, segera lakukan

pemeriksaan CT scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protokol cedera kepala berat.

ALGORITME 3. PENATALAKSANAAN AWAL CEDERA KEPALA BERAT

Definisi: penderita tidak mampu melakukan perintah-perintah sederhana karena

kesadaran yang menurun (GCS 3-8)

•Pemeriksaan dan penatalaksaan ABCDE

•Primary Sunny dan resusitasi

•Secondary Survey dan riwayat AMPLE 22

•Re-evaluasi neurologic

•Respon buka mata

• Reaksi Cahaya pupil

•Respon motorik

• Refleksokulosefalik (Doll's eyes)

27 | T r a u m a C a p i t i s

Page 28: Referat Trauma Kapitis

•Respon verbal

• RefleksOkulovestibuler (Test Kalori)

•Obat-obatan

•Manitol

•Antikonvulsan

•Hiperventilasisedang

•TesDiagnostik (sesuaiurutan)

•CT Scan (semuapenderita)

•Ventrikulografiudara

•Angiogram

2.9. Prognosis

Lebih kurang 80% penderita yang datang ke rung gawat darurat dengan cedera

kepala ringan, sebagian besar penderita sembuh dengan baik.

Sekitar 10% penderita dengan cedera kepala sedang, masih dapat mengikuti

perintah sederhana tetapi sering kali bingung dan somnolen, mungkin ada defisit

neurologis fokal seperti hemiparesis. Sekitar 10-20% di antaranya menurun dan koma.

Bila gejala neurologis membaik dan atau CT-scan.

Scan ulangan tidak memperlihatkan lesi massa yang memerlukan operasi,

penderita mungkin dapat dipulangkan dalam beberapa hari kemudian.

Penderita yang tergolong dalam cedera kepala berat, tidak dapat mengikuti

perintah yang sederhana, walaupun sudah dilakukan resusitasi kardiopulmoner. Semua

penderita mempunyai resiko morbiditas dan mortalitas yang tinggi.12

28 | T r a u m a C a p i t i s

Page 29: Referat Trauma Kapitis

Bab 3. Penutup

Trauma Kapitis adalah cedera kepala yang dapat melibatkan seluruh struktur

lapisan mulai dari lapisan kulit kepala atau tingkat yang paling ringan, tulang tegkorak,

duramater, vaskuler otak, sampai jaringan otaknya sendiri, baik berupa luka terbuka

maupun trauma tembus yang dapat menyebabkan gangguan fungsi neurologik yakni

gangguan fisik, fungsi kognitif dan psikosial baik temporer maupun permanen. Trauma

Kapitis dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung pada

kepala. Berdasarkan patofisiologinya Trauma Kapitis dibagi menjadi Trauma Capitis

primer dan cedera kepala sekunder.

Cedera kepala primer merupakan cedera yang terjadi saat atau bersamaan

dengan kejadian cedera dan merupakan suatu fenomena mekanik. Cedera kepala

sekunder merupakan proses lanjutan dari cedera primer dan lebih merupakan

fenomena metabolik.

Gambaran klinis ditentukan berdasarkan derajat cedera dan lokasinya. Derajat

cedera dapat dinilai menurut tingkat kesadarannya melalui system GCS, yakni metode

EMV (Eyes, Verbal, Movement)

Lebih kurang 80% penderita yang datang ke rung gawat darurat dengan cedera

kepala ringan, sebagian besar penderita sembuh dengan baik. 10% penderita dengan

cedera kepala sedang, masih dapat mengikuti perintah sederhana tetapi sering kali

bingung dan somnolen, mungkin ada defisit neurologis fokal seperti hemiparesis.

Penderita yang tergolong dalam cedera kepala berat, tidak dapat mengikuti perintah

yang sederhana, walaupun sudah dilakukan resusitasi kardiopulmoner. Semua

penderita mempunyai resiko morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

29 | T r a u m a C a p i t i s

Page 30: Referat Trauma Kapitis

Daftar Pustaka

1. IT Maria.Konsensus Nasional. Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma

Spinal.Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia (PERDO).Jakarta,2011.hal 2-3.

2. PERDOSSI, 2006. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal.

PERDOSSI. Jakarta.

3. Advance Trauma Life Support, hal 196-2352.

4. Greenberg Michael I. 2008. Text-atlas of emergency medicine. Penerbit Erlangga.

Jakarta, hal 44-51.

5. Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon LearningSystem LLC,

2003

6. Diunduh dari http://hubpages.com/hub/Cerebral_Hemorrhage_Kerala_shocking_fact,

19 Agustus 2014.

7. Diunduh dari

http://www.thecochranelibrary.com/userfiles/ccoch/file/CD001049.pdf, 19

november 2013.

8. Whitfield Peter C, et al. Head Injury; A Multy Diciplinary Approach. Cambridge

University Press. Cambridge.2009

9. Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. Himpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.

Yogyakarta.2008. hlm. 261-262.

10. Satyanegara.Ilmu Bedah saraf. Penerbit EGC.Jakarta, hal 153-170

11. Livingstone C. Neurology and Neurosurgery illustrated. Second edition. 199125

12. Turner DA. Neurological evaluation of a patient with head trauma. Dalam :

Neurosurgery 2nd edition. New York: McGraw Hill, 1996.

30 | T r a u m a C a p i t i s