Author
reza-adrian
View
190
Download
35
Embed Size (px)
DESCRIPTION
glaukom
Glaukoma Akut Clement Drew (406107045)
REFERAT
GLAUKOMA AKUT
DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS DAN MELENGKAPI SYARAT DALAM MENEMPUH PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
ILMU PENYAKIT MATA RSUD KOTA SEMARANG
DISUSUN OLEH :
CLEMENT DREW
406107045
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 21 MARET 2011 23 APRIL 2011
SEMARANGHALAMAN PENGESAHANNama: Clement Drew
NIM: 406107045
Universitas: Tarumanagara
Fakultas: Kedokteran Umum
Tingkat: Program Studi Profesi Dokter
Diajukan: 9 April 2011
Bagian: Ilmu Penyakit Mata
Judul: Glaukoma Akut
Bagian Ilmu Penyakit Mata
RSUD Kota Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
MengetahuiKetua SMF Ilmu Penyakit Mata
Pembimbing
RSUD Kota Semarang
dr. Hj. Siar Dyah Priyantini, Sp. M dr. Hj. Siar Dyah Priyantini, Sp. M
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas seluruh bimbingan dan kasih karunia-Nya, sehingga penulis sanggup menulis referatnya dengan judul GLAUKOMA AKUT, sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang periode 21 Maret 2011 sampai dengan 23 April 2011. Selain itu, besar harapan dari penulis bilamana referat ini dapat membantu proses pembelajaran dari pembaca sekalian.
Dalam penulisan referat ini, penulis telah mendapat bantuan, bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. dr. dr. Jhoni Abimanyu, MM. selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
2. dr. Djoko Trihadi, Sp.PD FCCP, selaku Ketua Diklat Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
3. dr. Nanik Sri Mulyani, Sp M, selaku Wakil Direktur bagian Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang dan selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang.
4. dr. Hj. Siar Dyah Priyantini, Sp.M, selaku Ketua SMF Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang dan selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang.
5. Ibu Farida Faisal dan Bapak Puriyoso Siswartono selaku staf Poliklinik Mata di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
6. Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang periode 21 Maret 2011 sampai dengan 23 April 2011.
Penulis menyadari bahwa referat ini tidak luput dari kekurangan karena kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapakan kritik dan saran yang bermanfaat untuk mencapai referat yang sempurna.
Akhir kata, semoga referat ini bermanfaat bagi para pembaca.
Semarang, April 2011
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................... ii
KATA PENGANTAR............................................................................................. iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... v
BAB I.PENDAHULUAN...................................................................................1
BAB II.EPIDEMIOLOGI....................................................................................3BAB III.ETIOLOGI.............................................................................................6BAB IV.PATOFISIOLOGI....................................................................................7BAB V.MANIFESTASI DAN GEJALA KLINIS.......................................................9BAB VI.PEMERIKSAAN...................................................................................17BAB VII.DIAGNOSIS.........................................................................................15BAB VIII.DIAGNOSIS BANDING........................................................................22BAB IX.PENCEGAHAN....................................................................................23BAB X.PENATALAKSANAAN..........................................................................26BAB XI.PROGNOSIS........................................................................................37BAB XII.RINGKASAN........................................................................................38DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................39
BAB I
PENDAHULUAN
Pada dasarnya, pengelihatan manusia bergantung dari anatomi bola mata, histologi jaringan mata, dan fisiologi dari proses pengelihatan itu sendiri. Kelainan dari anatomi bola mata manusia, contohnya saja anoftalmi, tentu akan menyebabkan kebutaan yang permanen, sebab secara anatomis, bola mata yang digunakan untuk melihat, tidak terbentuk. Ataupun kelainan pada jaringan bola mata, contohnya keratitis dengan infiltrat yang terletak tepat di jalur pengelihatan, tentunya akan mengganggu pembentukan bayangan yang baik untuk ditangkap retina dan diproses oleh otak manusia. Kelainan dari fungsi bola mata, contohnya pada glaukoma dimana terjadi penekanan pada saraf optik sehingga stimulus yang seharusnya dapat disampaikan untuk diproses di otak menjadi terganggu bahkan sampai menyebabkan kebutaan.1,2)Pada kesempatan ini, penulis akan membahas mengenai glaukoma, salah satu kelainan mata yang dimana terdapat kelainan pada ketiga faktor utama yang telah disebutkan diatas. Glaukoma sendiri berasal dari kata yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang terkesan pada pemeriksaan pupil dari penderita glaukoma.1,2) Glaukoma merupakan kelainan dimana terjadinya peningkatan tekanan intra okuler yang menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan pengelihatan dari penderita glaukoma. Namun glaukoma tidak selalu membutuhkan tekanan intra okuler yang lebih tinggi dari normalnya untuk dapat menimbulkan gangguan pengelihatan, contohnya saja pada penderita low-tension glaukoma, dimana tekanan intra okuler tidak mencapai batas yang patut dicurigai glaukoma namun terjadi proses penurunan kemampuan melihat pasien seperti pada glaukoma yang klasik.
Glaukoma sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan proses perajalanan penyakitnya, yakni glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Keduanya memiliki tanda dan gejala yang berbeda, namun dasar terapi glaukoma pada keduanya tetap sama, yaitu menurunkan tekanan intra okuler dari bola mata. Tekanan bola mata dipengaruhi oleh dua hal, yakni produksi dari aqueos humor dan pengeluarannya. Penulis akan memfokuskan pembahasan referat in pada glaukoma akut, dimana menurut patofisiologinya terjadi karena glaukoma sudut tertutup.4)Pada glaukoma akut, serangannya dapat terjadi secara mendadak disertai dengan gejala yang sifatnya berat, seperti nyeri yang hebat pada mata yang terkena, penurunan pengelihatan mendadak, hiperemia pada mata yang terkena, pupil yang cenderung midriasis, kornea keruh, fotofobi, terdapat halo ketika melihat ke suatu sumber cahaya. Hal-hal tersebut terjadi secara mendadak dan dapat segera membuat penderita menjadi buta karenanya. Oleh karena itu, pengenalan tanda dan gejala glaukoma akut merupakan hal yang harus dimengerti dan dikenali oleh petugas-petugas medis. Jikalau pasien datang ke fasilitas medis yang kurang lengkap, selekasnya pasien dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas yang memadai untuk melakukan terapi sedini mungkin untuk meminimalisir kerusakan yang terjadi.1,2)BAB IIEPIDEMIOLOGIII. 1. EPIDEMIOLOGI
DI indonesia glaukoma kurang dikenal oleh masyarakat, padahal angka kebutaan yang terjadi karena glaukoma termasuk tinggi. Umumnya pada kelainan glaukoma kronik atau glaukoma sudut terbuka, penurunan kemampuan melihat dari pasien turun secara perlahan, sehingga sering kali pasien tidak menyadarinya sampai kerusakan saraf yang terjadi sudah sangat lanjut. Namun glaukoma akut atau glaukoma sudut tertutup sering kali juga terlewatkan karena kurangnya kemampuan petugas kesehatan dalam mengenali tanda dan gejala dari glaukoma akut. Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan masyarakat indonesia menyebabkan pasien menjadi lebih pasif dalam mencari bantuan medis, sehingga sebagai seorang dokter, harus dapat menjadi seseorang yang proaktif dalam mendeteksi dan mencegah terjadinya kebutaan karena glaukoma dengan cara melakukan screening tekanan bola mata secara rutin.3)Diperkirakan 50000 orang di Amerika Serikat menderita kebutaan karena glaukoma. Prevalensi glaukoma secara acak pada orang berusia lebih dari 40 tahun adalah 1,5%. Namun pengaruh ras juga sangat besar, karena prevalensi glaukoma pada orang berkulit hitam berusia 45-65 tahun, 15 kali lebih besar dari orang berkulit putih.4)Di Indonesia, glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang ketiga, dengan prevalensi glaukoma sebesar 0,4% dan menyebabkan kebutaan sehingga 0,16% dari keseluruhan penduduk Indonesia. Ras asia memiliki kecenderungan untuk mengalami glaukoma sudut tertutup yang lebih besar dibandingkan dengan ras lainnya.5)Berdasarkan umur, glaukoma akut lebih sering terjadi ketika seseorang sudah berumur lebih dari 50 tahun dan jarang terjadi bila usiannya dibawah 50 tahun. Ras mongolia, vietnam-amerika, jepang, dan cina memiliki kecenderungan yang lebih besar dibandingkan dengan ras lainnya.5)II. 2. FAKTOR RESIKO
Sesuai dengan penyebab terjadinya glaukoma akut, dimana terjadinya penyempitan bahkan penyumbatan dari sudut pengeluaran aqueous humor, maka ada faktor-faktor predisposisi yang mempengaruhi prevalensi glaukoma pada ras-ras tertentu. Contohnya bila seseorang memiliki lensa yang letaknya sangat dekat dengan iris, maka sudut antara iris dan lensa akan semakin sempit dan mengganggu aliran keluar dari aqueous humor dan meningkatlah tekanan intra okuler. Dapat juga terjadi pada seseorang yang memiliki sudut iris dan kornea yang sempit, sehingga proses pengeluaran aqueous humor juga terhambat.4)Dapat dijabarkan beberapa faktor resiko yang dapat mendukung terjadinya glaukoma akut, berikut adalah sebagian dari faktor-faktor yang diketahui mempengaruhi terjadinya glaukoma akut :
Tekanan darah
Fenomena autoimun
Iris pasien yang tebal
Penuaan
Riwayat glaukoma di keluarga
Miopia berpotensi terjadinya glaukoma sudut terbuka
Hipermetropia berpotensi terjadinya glaukoma sudut tertutup
Operasi yang berkomplikasi
Selain itu, faktor-faktor berikut ini yang akan memperberat perjalanan penyakit glaukoma, yakni :
Tekanan bola mata, dimana semakin tinggi tekanannya akan semakin berat dampaknya
Usia yang semakin tua akan membatasi kemampuan kompensasi fisiologis tubuh
Ras kulit hitam umumnya lebih mudah mengalami glaukoma sampai 7 kali dibandingkan ras berkulit putih
Pada pasien penderita hipertensi, juga cenderung lebih sering mengalami glaukoma sampai 6 kali lebih sering
Pekerja las juga lebih sering terkena sampai 4 kali lebih sering
Diabetes Mellitus juga meningkatkan resiko hingga 2 kali lebih sering
BAB IIIETIOLOGI
Pada dasarnya glaukoma merupakan sebuah keadaan dimana tekanan intra okuler meningkat melebihi kemampuan kompensasi jaringan saraf dan vaskuler di bola mata hal tersebut dapat disebabkan oleh dua kemungkinan yaitu terjadinya peningkatan produksi aqueous humor dan terganggunya proses pengeluaran aqueous humor. Penyebab dari kedua hal tersebut bisa berbagai macam, namun tetap memiliki dampak yang sama, dimana terjadinya disc cupping atau penggaungan dari diskus optikus yang pada akhirnya menyebabkan kebutaan yang permanen.2)Glaukoma sendiri juga dapat dicetuskan dari penyakit atau keadaan lain, contohnya seperti uveitis, dimana terjadi proses peradangan dan infiltrasi leukosit pada jaringan trabekula, sehingga mengganggu proses pengeluaran aqueous humor dan pada orang yang mengalami katarak stadium imatur, dimana terjadi intumesensi yang menyebabkan lensa mencembung dan menekan iris ke anterior dan mengobstruksi jalur keluar aqueous humor ke coa ataupun menyebabkan penyempitan sudut coa.4)Kelainan anatomis juga dapat mempengaruhi terbentuknya glaukoma, seperti pada marfan syndrome, dimana terdapat dislokasi lensa.6) Kelainan fisiologis yang dapat terjadi contohnya pada saat keadaan membaca atau terdapatnya proses akomodasi dan pelebaran pupil, hal ini akan menyebabkan obstruksi pada jalur sirkulasi aqueous humor.
BAB IVPATOFISIOLOGITekanan intraokular ditentukan oleh derajat produksi aqueous humor oleh badan siliar dan hambatan pengeluaran aqueous humor pada jaringan trabekula. Tekanan intraokuler berperan penting dalam terjadinya glaukoma, karena itu pembahasan mengenai proses produksi dan pengeluaran aqueous humor sangat penting untuk dapat mengerti patofisiologi glaukoma akut.3,4)Aqueous humor merupakan cairan hasil difusi dari plasma darah, dimana ia memiliki komposisi yang hampir serupa, namun terdapat perbedaan beberapa konsentrasi zat. Proses difusi dari sirkulasi darah ke dalam rongga coa ini terjadi pada jonjot-jonjot siliar. Hasil difusi ini akan terkumpul pada rongga cop yang kemudian akan melalui pupil untuk masuk kedalam rongga coa. Aqueous humor di dalam coa kemudian diserap kembali ke dalam peredaran darah melalui canalis schlemm dan jaringan trabekula. Terdapat juga sirkulasi uveoscleral, dimana aqueous humor diserap melalui pembuluh darah uvea dan sklera.4) Umumnya pada glaukoma sudut terbuka atau glaukoma kronik, permasalahannya terletak pada jaringan trabekula, sedangkan pada glaukoma sudut tertutup atau glaukoma akut, permasalahannya terletak pada teretutupnya sudut bilik mata depan sehingga jaringan trabekula dan canalis schlemmnya terhambat.3,4)Glaukoma akut terjadi karena penutupan sudut yang terjadi secara tiba-tiba sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler yang tajam, rasa nyeri yang hebat, pengaburan visus, hiperemi konjungtiva dan palpebra. Serangan glaukoma akut dapat terjadi pada keadaan yang gelap atau keadaan pupil yang lebar. Umumnya terjadi secara unilateral, namun terdapat kecenderungan untuk terjadi glaukoma pada mata yang satunya setelah satu sampai beberapa tahun kemudian.1)Pemberian obat midriatik juga dapat menyebabkan terjadinya glaukoma akut, karena proses midriasis menyebabkan penebalan dari iris perifer dan hal tersebut akan menutup sudut mata dan meningkatkan tekanan intraokuler.4)BAB VMANIFESTASI DAN GEJALA KLINISManifestasi glaukoma berbeda-beda sesuai jenisnya, berikut adalah jenis-jenis glaukoma dengan penyebab-penyebabnya :
A. Glaukoma Primer :1. Glaukoma sudut terbuka - disebut juga glaukoma simpleks, glaukoma simpleks menahun, Bentuk ini adalah yang paling sering dijumpai.
2. Glaukoma sudut tertutup disebut juga glaukoma sudut sempit
a) Akut
b) Subakut atau menahun
c) Iris plateau
B. Glaukoma Kongenital :1. Glaukoma kongenital primer, glaukoma bayi, trabekulodisgenesis
2. Glaukoma yang berkaitan dengan anomali kongenital :
a) Glaukoma berpigmen
b) Aniridia
c) Sindrom Axenfeld
d) Sindrom Sturge Weber
e) Glaukoma bayi yang terbentuknya kemudian
f) Sindrom Marfan
g) Neurofibromatosis
h) Sindrom Lowe
i) Mikrokornea atau Megalokornea
C. Glaukoma Sekunder1. Karena Kelainan Lensa
a) Dislokasi
b) Intumesensi
c) Fakolitik
d) Sindrom Eksfoliasi
2. Karena Kelainan Uvea
a) Sinekia anterior perifer ( SAP ) ( Sudut tertutup tanpa hambatan pupil )
b) Iridosiklitis
c) Tumor
d) Atrofi Iris esensial
3. Karena cedera
a) Perdarahan masif ke dalam bilik mata depan
b) Perdarahan masif ke dalam bilik mata belakang
c) Robekan kornea atau limbus dengan penonjolan iris ke dalam luka
d) Pergeseran akar iris ke belakang pasca benturan
4. Pascabedah
a) Pertumbuhan epitel ke dalam bilik mata depan
b) Kegagalan restorasi bilik mata depan pasca ekstraksi katarak
5. Berkaitan dengan rubeosis
6. Berkaitan dengan eksoftalmus berdenyut
7. Berkaitan dengan kortikosteroid topikal
8. Penyebab-penyebab glaukoma sekunder lain yang langka
1,2,4,6)
Seperti yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, etiologi glaukoma dapat bergantung pada banyak hal, namun pada umumnya sebabnya tidak diketahui secara pasti, terutama glaukoma primer. Umumnya pasien dengan glaukoma primer memiliki faktor predisposisi berupa kelainan pertumbuhan bilik mata depan ( goniodisgenesis ), trabekulodisgenesis, iridodisgenesis, atau korrneodisgenesis. Trabekulodisgenesis merupakan kelainan dimana terdapatnya membran yang menutupi permukaan trabekula dan bersifat persisten, dan juga didapatkan iris yang berinsersi pada permukaan trabekula tepat pada skleral spur atau agak lebih ke depan. Umumnya, glaukoma primer bersifat bilateral dan tidak selalu simetris dengan sudut bilik mata terbuka ataupun tertutup.1,2)Pada pasien yang menderita Glukoma primer atau glaukoma simpleks kronik ( glaukoma sudut terbuka ) umumnya pasien tidak memiliki keluhan yang akut atau tidak menyadari adanya penurunan visus, karena pada glaukoma ini pasien tidak merasakan gejala apapun sampai pengelihatan yang tersisa hanyalah pengelihatan sentral ( tunnel vision ). Tanda yang dapat dilihat tentunya ada peningkatan tekanan intraokuler yang tidak ekstrim, namun sudah cukup untuk membuat penurunan visus yang progresif.6)Pada glaukoma akut atau glaukoma sudut tertutup terbagi menjadi 4 fase, yakni fase prodormal, akut, absolut, dan terakhir fase degeneratif :
Glaukoma akut fase prodormal
Pengelihatan menjadi kabur, ketika melihat cahaya dapat melihat halo, mata terasa berat. Umumnya gejala menghilang ketika pasien beristirahat atau melihat sinar yang terang, karena miosis pupil akan menyebabkan proses sirkulasi aqueous humor lebih mudah.
Dapat berlangsung antara 30 menit sampai dengan 2 jam.
Karena serangannya dapat menjadi reda, umumnya pasien akan mencoba mengobati dirinya sendiri dengan analgetik dan istirahat, tapi perubahan akomodasi akan tetap ada, sehingga pasien biasanya membutuhkan kacamata dekat yang baru.
Gejala diatas dapat diperberat bergantung pada keadaan pasien, contohnya insomnia, stress, penggunaan obat midriatik, asupan air yang terlalu banyak.
Fase ini dapat terjadi berulang kali bila mengalami resolusi terus-menerus dengan intensitas yang semakin berat.
Glaukoma akut fase akut
Penurunan visus yang mendadak
Nyeri yang hebat dengan penjalaran yang sesuai saraf ke V
Mual, muntah
Injeksi silier dan konjungtiva yang ekstensif
Palpebra yang membengkak, kemosis
Kornea keruh
COA dangkal, terdapatnya floaters pada COA
pupil yang cenderung ke arah midriasis
TIO yang sangat tinggi ( dapat mencapai 60-70 mmHg )
Umumnya pasien akan sangat kesakitan, dan biasanya perlu bantuan orang lain untuk dituntun ke rumah sakit
Serangan ini dapat terjadi secara mendadak dan umumnya terjadi pada malam hari karena TIO umumnya meningkat sesuai dengan siklus diurnal
Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat penggaungan dari diskus optikus, namun umumnya bila sedang terjadi fase akut, penilaian sulit dilakukan karena umumnya korneanya keruh
Pigmen pada iris dapat terlepas dan menyebabkan kekeruhan pada coa dan pada kornea
Glaukoma fase absolut
Pasien sudah menjadi buta karena kerusakan saraf yang terjadi
Mata pasien sangat keras seperti batu karenan TIO yang sangat tinggi
Dapat terasa nyeri yang terus menerus yang dikenal sebagai absolut dolorosa
Tanda-tanda kongesti sudah hilang
Kornea dapat jernih atau keruh bila terdapat pigmen-pigmen dari iris
Pupil midriasis dan tidak responsif
Iris menjadi atrofi, kelabu, dan tipis
COA menjadi dangkal dan keruh
Funduskopi menunjukan disc cupping dan atrofi saraf
Glaukoma fase degeneratif
Visus = 0, atau buta
Dapat terjadi resorbsi badan vitreus yang menyebabkan atrofi bulbi
Degenerasi kornea
Dapat terjadi stafiloma pada skelra, dimana bila vesikel-vesikelnya pecah dapat menimbulkan ulkus kornea yang menyebabkan mudahnya terjadi infeksi sehingga dapat berlanjut menjadi perforasi, iridosiklitis, endoftalmitis, panoftalmitis, yang berakhir pada atrofi bulbi
Bisa didapatkan sinekia anterior perifer1,2,4,6)
Untuk pasien penderita glaukoma sekunder, gejala yang timbul bergantung pada penyakit yang mendahului, tapi umumnya tercipta glaukoma akut, contohnya pada uveitis, dimana terjadi infiltrasi leukosit pada jaringan trabekular dan proses peradangan yang cenderung mempermudah terjadinya sinekia posterior yang kemudian memperberat tekanan intraokuler. Jadi pada glaukoma et kausa katarak, gejala yang terjadi serupa dengan glaukoma akut, pada uveitis glaukoma terjadi dengan gejala-gejala peradangan seperti pada uveitis.4)TABEL 1. GLAUKOMA
GLAUKOMA SUDUT TERTUTUPGLAUKOMA SIMPLEKSGLAUKOMA INFANTIL
SeranganDekade ke-5Dekade ke-6Bayi
Bilik Mata DepanDangkalNormalDalam sekali
Sudut Bilik Mata DepanSempitBiasanya terbukaKelainan kongenital
Halo+--
PapilEkskavasi bila lanjutDapat terjadi penggaunganDalam sekali
TekananNaik bila diprovokasiVariasi diurnal tinggiTinggi
PengobatanDini, iridektomiMedikamentosa, bila gagal dilakukan operasi filtrasiGoniotomi
PrognosisBila dini, baikSedang-burukBuruk
1,2,4,6)
Tabel 2. STADIUM GLAUKOMA AKUT
PRODORMALAKUTABSOLUTDEGENERATIF
VisusMenurunSangat Menurun00
Halo++--
KonjungtivaNormal/KemotikKemotik--
InjeksiSilier ringanMixed injectionMixed Injection-
KorneaAgak keruh dengan edema ringanKeruh dengan edema beratKeruhDegenerasi ( keratoplasty bullosa )
COADangkalDangkalDangkalSinekia anterior perifer dan penyebaran pigmen iris
IrisNormal/sedikit edemaKelabu, edemaAtrofi, bulat, pucatAtrofi
PupilSedikit melebarMelebar dan lonjongSangat melebar dan umumnya berwarna hijauSangat melebar dan hijau
TIOMeningkatMeningkatMeningkatMenurun
1,2,4,6)BAB VIPEMERIKSAAN
Pada tingkat pelayanan kesehatan mata primer pemeriksaan untuk glaukoam umumnya hanya menggunakan senter dan lup. Pada pemeriksaan dengan senter dan lup, umumnya dapat dilihat mata merah, bengkak, berair, dan korena suram karena edema. Bilik mata depan dangkal dan pupil lebar, pada pemeriksaan ini juga dapat dilihat bila glaukoma ini disebabkan karena penyakit lain, contohnya pada uveitis ataupun katarak imatur. Umumnya glaukoma sering kali didiagnosa sebagai radang biasa oleh tenaga medis yang belum berpengalaman.
Selain dengan mengukur TIO, terdapat berbagai metode pemeriksaan yang lain untuk menentukan diagnosa glaukoma yakni, pemeriksaan luas lapang pandang, gonioskopi, funduskopi, tonografi, visus, tes provokasi. Namun lebih dari itu semua, tenaga kesehatan harus jeli dalam melihat dan mengenali tanda dan gejala glaukoma akut.4) Visus
Pemeriksaan visus pada glaukoma perlu diberikan perhatian khusus, sebab pada penderita glaukoma kronik atau glakuoma sudut terbuka, pengelihatan sentral pasien akan tetap baik sampai tahap lanjut baru pengelihatan sentralnya menghilang. Fenomena dimana pengelihatan sentral baik namun pengelihatan perifernya buruk, disbeut dengan tunnel vision.
Tonometri
Tonometri merupakan jenis pemeriksaan yang vital dan selalu dilakukan untuk penunjang diagnosa glaukoma sebab patofisiologi dan derajat dari glaukoma bergantung dari peningkatan TIO yang dipengaruhi oleh sirkulasi aqueous humor. Tonometri sendiri juga dapat dilakukan dengan berbagai alat, misalnya tonometri schiotz, aplanasi goldman, air puff, tono-pen, ataupun hanya dengan menggunakan jari. Umumnya tekanan bola mata berkisar diantara 10 21 mmHg dengan rata rata 17,3 mmHg, seseorang dikatakan beresiko memiliki glaukoma bila tekanannya lebih dari 23 mmHg dan suspek glaukoma bila lebih dari 25 mmHg. Namun pada pasien tertentu bisa didapatkan tekanan yang tinggi namun tidak terdapat pengurangan luas lapang pandang ataupun penggaungan diskus optikus, dan bisa juga tekanannya normal namun telah terjadi proses pengurangan luas lapang pandang dan ekskavasi diskus optikus.
Schiotz
Pemeriksaan Tekanan Intra Okuler dengan tonometer schiotz berdasarkan dengan kelenturan kornea, dimana alat tonometer schiotz diletakan tepat diatas kornea, dan dengan beban tertentu akan menunjukan skala tahanan dari kornea terhadap beban tadi. Pemeriksaan ini sangat bergantung dengan ketebalan kornea pasien, maka umumnya pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunak 2 beban yang berbeda. Prosedur dari pemeriksaan dengan tonometer schiotz yakni dengan mempersiapkan pasien berbaring, kemudian meneteskan pantokain 1-2% satu kali, pasien kemudian diminta untuk terus melihat ke atas dan fokus pada satu titik, lalu tonometer schiotz diletakan tepat dikornea pasien, lalu pemeriksa membaca skala schiotz yang ditunjukan dan melihat referensi nilai skala schiotz.
Tonometri digital
Pemeriksaan ini sangat bergantung pada pengalaman dari tenaga medis yang memeriksa, sebab pada pemeriksaan ini, pemeriksa akan menekan bola mata pasien dan merasakan tekanan yang ditimbulkan sebagai respon tekanan jari pemeriksa.
Gonioskopi
Gonioskopi merupakan pemeriksaan dimana pemeriksa mencoba melihat sudut dari coa pasien. Pada pemeriksaan ini pemeriksa dapat menentukan jenis glaukoma dan derajat dari penyakit pasien, contohnya pemeriksa dapat melihat adanya PAS ( Peripheral Anterior Synechiae ). Umumnya pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan menyinari mata pasien dari samping dan melihat iris pasien, bilamana coa dengan sudut normal akan menunjukan iris secara keseluruhan terkena sinar, sedangkan pada coa dengan sudut yang sempit hanya iris bagian sumber sinar yang terkena cahaya. Selain itu pemeriksaan ini juga dapat menggunakan prisma goniolens yang dapat digunakan untuk melihat struktur anatomis pada sudut coa, seperti schwalbe line, trabecular meshwork, canalis schlemm, scleral spur, dan badan siliar.
Funduskopi
Pada pemeriksaan ini, pemeriksa akan menilai tingkat ekskavasi diskus optikus pasien dan juga keadaan retina pasien. Pada penderita glaukoma, umumnya terjadi peningkatan cup:disc ratio yang berarti terjadinya disc cupping atau ekskavasi diskus optikus. Pada retina pasien penderita glaukoma juga dapat dilihat nasalisasi pembuluh darah, perdarahan peripapiler, dan serat-serat saraf yang mengalami atrofi
Pemeriksaan luas lapang pandangPemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui derajat kerusakan saraf pasien, dapat dilakukan dengan perimeter goldman, campimetri, tangent screen. Untuk pemeriksaan lapang pandang dapat digunakan beberapa tabir seperti layar bjernum untuk visus sentral dan goldman atau octopus untuk visus perifer. Penurunan luas lapang pandang bergantung pada derajat kerusakan saraf pasien, dengan skotoma relatif atau absolut yang terletak pada daerah 30 sentral sebagai gejala paling dini. Kemudian dapat muncul blind spot dan bertambah luasnya blind spot tersebut. Umumnya pasien tidak menyadari menghilangnya luas visusnya karena visus sentralnya umumnya terkena paling akhir.8) Tonografi
Tonografi mengukur daya pengaliran aqueous humor yang dikeluarkan mata melalui trabecular meshwork dalam satu kurun waktu tertentu. Cara pemeriksaanya adalah dengan meletakan tonometer di permukaan kornea selama 4 menit dan tekanan intraokulernya dicatat dalam sebuah grafik.
Uji Provokasi
Untuk glaukoma sudut terbuka
Tes minum air
Penderita diminta berpuasa dan menghentikan medikasi selama 24 jam. Kemudian diminta meminum air sebanyak 1L air dalam 5 menit. Tekanan intraokuler kemudian dikur setiap 15 menit selama 1 jam 30 menit. Kenaikan lebih dari atau sama dengan 8 mmHg dianggap memiliki glaukoma
Pressure congestion test
Pasien dipasngkan tensimeter pada lengannya dan dipompa sampai 50-60 mmHg selama 1 menit. Setelah itu diukur tekanan intraokulernya, peningkatan hingga 9 mmHg dianggap mencurigakan dan bila lebih dari 11 mmHg dianggap patologis
Kombinasi tes minum air dan pressure congestion
Setengah jam setelah tes minum air dilakukan pressure congestion test, kenaikan 11 mmHg dianggap mencurigakan dan bila mencapai 39 mmHg dianggap patologis
Tes steroid
Diteteskan larutan dexamethasone 3-4 dd gtt I selama 2 minggu. Kenaikan 8 mmHg dianggap mempunyai glaukoma
Untuk glaukoma sudut tertutup
Tes kamar gelap Siedel
Pada tes ini, pasien diletakan di sebuah kamar gelap, yang akan menyebabkan mata pasien mengalami midriasis. Midriasis akan menyebabkan blokade outflow aqueous humor sehingga tekanan intraokuler meningkat. Pasien diminta diam di dalam ruang gelap selama 1 jam dan dibantu untuk tidak tidur, kenaikan intraokuler lebih dari 10 mmHg menunjukan glaukoma dan kenaikan sampai 8 mmHg mencurigakan
Tes membaca
Tes ini dilakukan dengan cara meminta pasien untuk membaca huruf kecil pada jarak dekat selama 45 menit, kenaikan 10 15 mmHg adalah patologis
Tes midriasis
Tes ini dilakukan dengan meneteskan midriatikum pada mata pasien untuk membuat mata pasien mengalami midiriasis. Tekanan bola mata diukur tiap 15 menit selama 1 jam dan diikuti dengan pemeriksaan gonioskopi. Bila tekanan bola mata naik mencapai 8 mmHg dianggap mengalami glaukoma sudut sempit. Namun karena resiko menimbulkan glaukoma sudut akut, tes ini sudah ditinggalkan.
Tes bersujud ( prone position test )
Pada pemeriksaan ini, pasien diminta bersujud selama 1 jam, kenaikan TIO antara 8 10 mmHg menunjukan pasien memiliki glaukoma sudut sempit.
BAB VIIDIAGNOSISDiagnosis dari glaukoma berdasarkan dari trias glaukoma, yakni peningkatan TIO, penurunan luas lapang pandang, dan ekskavasi dari diskus optikus pasien. Pada pasien dengan glaukoma kronik, umumnya pasien datang ketika derajat penyakitnya sudah lanjut dan terlambat, karena itu screening rutin pada orang-orang dengan faktor resiko merupakan salah satu cara pendeteksian dini untuk glaukoma kronik. Pada glaukoma akut, pasien dapat segera datang atau terlambat, karena pada glaukoma akut didapatkan tanda-tanda peradangan yang nyata. Diagnosis ditegakan bila pasien datang dengan tanda dan gejala yang telah disebutkan di bab sebelumnya dan ketika dilakukan pemeriksaan penunjang ditemukan tanda-tanda glaukoma.4)BAB VIIIDIAGNOSIS BANDINGDiagnosis banding untuk glaukoma akut adalah semua penyakit mata dengan tanda peradangan yang nyata, contohnya berupa konjungtivitis akut, iridosiklitis akut, keratitis, skleritis. Namun pada umumnya glaukoma memiliki ciri khas yang khusus, dimana coanya didapatkan dangkal dan TIO yang sangat meningkat dibandingkan dengan peradangan mata lainnya.6,8)Pada uveitis, nyeri yang dirasa tidak sehebat dengan glaukoma akut, selain itu pupilnya cenderung mengalami miosis dibandingkan dengan glaukoma yang umumnya mengalami midriasis. Fotofobia pada iridosiklitis lebih hebat dibandingkan glaukoma akut, selain itu TIO umumnya tidak meningkat sehebat glaukoma, pupil kecil, kornea mengkilat dan tidak terdapat edema, flare serta serbukan sel radang terlihat di coa dan terdapat injeksi siliar dalam. Penetapan diagnosa antara glaukoma dan iridosiklitis harus jelas, karena terapi keduanya bertolak belakang.6)Pada konjungtivitis akut, nyeri bisa tidak ada atau ringan dan umumnya visus pasien tidak menurun. Terdapat sekret pada konjungtivitis dan injeksi kongjuntiva tapi umumnya tidak terdapat injeksi silier. Pupil normal, kornea jernih, dan TIO umumnya tidak meningkat.6)Pada keratitis, visus penderita dapat menurun bergantung pada jenis dan letak dari infiltratnya. Terdapat injeksi silier, pupil normal, coa normal dan TIO juga umumnya normal.
Tabel 3. DIAGNOSIS BANDING GLAUKOMA AKUT
Konjungtivitis akutIridosiklitis akutKeratitisGlaukoma akut
Riwayat penyakitGatal, ngeresSakitSakitSakit
Fotofobi-+++
SakitRinganSedangSedang sampai beratBerat dan menyebar
SeranganPerlahanPerlahanPerlahanAkut
VisusNormalMenurun atau normalDapat menurun atau normalSangat menurun
InjeksiKonjungtivaSilierSilierMixed injection
SekretMukoid, purulen, serous, mukopurulen---
KorneaJernihKeratik presipitatInfiltrat / fluorescein +Edema
Suar / flare-+++ / --
PupilNormalMiosisMiosisMidriasis
IrisNormalMuddyNormalAbu-abu hijau
COANormalDalam dan keruhNormalDangkal dan keruh
TIONormalDapat menurun atau meningkatNormalSangat meningkat
Gejala sistemik---Mual, muntah
Pemeriksaan sekretBisa didapatkan kuman penyebab-Bisa didapatkan kuman penyebab-
PengobatanAntibiotikSteroid + sikloplegikAntibiotik + sikloplegikMiotikum, CAI, pembedahan
UjiKultur-SensibilitasTonometri
1,2,4,6)BAB IXPENCEGAHANPada umumnya glaukoma dapat terjadi secara tiba-tiba bergantung dari faktor-faktor resiko yang dimiliki pasien, yang dapat dilakukan adalah peningkatan pengetahuan mengenai glaukoma dan melakukan screening rutin untuk orang-orang dengan faktor resiko. Selain dari kesigapan tenaga medis, dapat juga dilakukan iridektomi untuk mempermudah aliran aqueous humor dari cop ke coa.1,2,4,6)Saran-saran pencegahan yang dapat diberikan berupa nasihat, seperti pasien diminta untuk menjaga emosi, karena emosi dapat menimbulkan serangan akut, membaca dekat dapat menyebabkan serangan akut, pengunaan obat simpatomimetik yang tidak diawasi juga dapat menyebabkan glaukoma, dan berbagai aktivitas yang membebani mata seperti menonton tv dan banyak membaca.1,2)BAB XPENATALAKSANAANPada dasarnya pengobatan untuk glaukoma akut adalah pembedahan, namun untuk persiapan pembedahan harus menurunkan tekanan intraokuler terlebih dahulu sebelum dilakukan prosedur, terapi yang diberikan juga memiliki perbedaan pada tingkat pelayanan kesehatan yang berbeda, yakni :
PELAYANAN KESEHATAN MATA PRIMER ( PEC )
Pertolongan pertama adalah menurunkan TIO secepatnya dengan memberikan serentak obat-obatan yang terdiri dari :
Asetazolamide HCl 500 mg dilanjutkan 4 x 250 mg/hari
KCl 0,5 gr 3 x sehari
Timolol 0,5% 2 x 1 tetes sehari
Tetes mata kombinasi kortikosteroid + antibiotik 4 6 x 1 tetes sehari
Terapi simptomatik
Rujuk segera ke dokter spesialis mata atau pelayanan tingkat sekunder dan tersier setelah diberikan pertolongan pertama tersebut
PELAYANAN KESAHATAN MATA SEKUNDER ( SEC )
1. Glaukoma akut sudut tertutup primer
Penatalaksanaannya dapat dibagi dalam 4 tujuan, yakni :
i. Segera menghentikan serangan akut dengan obat-obatan ( medikamentosa inisial )
ii. Melakukan iridektomi perifer pada mata yang mengalami serangan sebagai terapi definitif ( tindakan bedah inisial )
iii. Melindungi mata sebelahnya dari kemungkinan serangan akut
iv. Menangani sequelae jangka panjang akibat serangan serta jenis tindakan yang dilakukan
Ad 1. Medikamentosa inisial
Terapi medikamentosa segera
Penderita segera diberikan kombinasi obat-obatan :
Pilokarpin 2% 1 tetes tiap - 1 jam pada mata yang mengalami serangan dan 3 x 1 tetes pada mata sebelahnya
Timolol 0,5% 2 x 1 tetes per hari
Kombinasi kortikosteroid dan antibiotik 6 x 1 tetes / hari
Asetazolamide 500 mg diikuti 4 x 250 mg, KCl 3 x 0,5 gr / hari
Obat hiperosmotik dapat diberikan bila penderita dirawat, berupa gliserin 50% 3 x 100 150 cc ( sesuai dengan berat badan ) oral / hari
Obat-obat simpatomatik
Ad 2. Tindakan bedah inisial
Setelah 24 jam pemberian medikamentosa
Iridektomi perifer pada mata yang bersangkutan
Ad 3. Terapi medikamentosa pada mata sebelahnya ( Fellow eye ) Terapi pilokarpin 1 2% 1 tetes / hari sampai iridektomi pencegahan dilakukan
Ad 4. Glauoma residual
Dapat diberikan terapi medikamentosa dan bila TIO tetap belum normal maka dilakukan trabekulotomi
2. Glaukoma akut sekunder
Pengobatan glaukoma akut sekunder adalah segera menurunkan TIO dan mengobati penyakit penyebabnya atau mekanismenya baik dengan terapi medikamentosa atau terapi bedah.
PELAYANAN KESEHATAN MATA TERSIER ( TEC )
1. Glaukoma akut sudut tertutup primer
Penanganannya mirip dengan penanganan di fasilitas sekunder
i. Medikamentosa inisial
ii. Tindakan bedah inisial
iii. Tindakan iridektomi perifer dapat dilakukan dengan bedah insisional atau laser argon-YAG atau diode. Tindakan tersebut dapat didahului dengan gonioplasti/iridoplasti
iv. Terapi bedah trabekulotomi, bila iridektomi perifer tidak efektif
2. Glaukoma akut sekunder
Penanganannya mirip dengan penanganan pada fasilitias sekunder
Sebelum diputuskan untuk melakukan pembedahan, harus diupayakan menurunkan tekanan intraokuler dengan obat-obatan semaksimal mungkin. Tujuan pengobatan adalah untuk mencegah berlanjutnya gangguan pengelihatan atau lapangan pandang pengelihatan yang telah hilang pada glaukoma tidak akan dapat menjadi normal kembali. Tekanan yang direndahkan tidak berarti memperbaik pengelihatan, akan tetapi bertujuan mempertahankan sisa pengelihatan agar kebutaan tidak terjadi. Obat-obatan yang biasanya digunakan adalah osmotik, miotik, dan asetazolamide. 1,2,4,6)Pengobatan glaukoma akut harus segera berupa pengobatan topikal dan sistemik. Tujian pengobatan pada serangan glaukoma akut ialah merendahkan tekanan bola mata secepatnya kemudian bila tekanan bola mata normal dan mata tenang dilakukan pembedahan. 1,2,4,6)Agen hiperosmotik, misalnya urea, manitol, dan gliserin digunakan untuk menurunkan tekanan intraokuler dengan membuat plasma hipertonis terhadap cairan mata. Obat-obatan ini biasanya digunakan pada penatalaksanaan glaukoma ( sudut tertutup ) akut, dan kadang-kadang pada pra- dan pasca bedah apabila tekanan intraokuler harus diturunkan. Gliserin ( gilserol ) yang diberikan secara oral, 1 ml/kg BB dalam larutan 50% dicampur dengan air jeruk dingin, hampir selalu dapat mengatasi serangan akut karena plasma darah menjadi hipertonis dan manarik cairan dari mata. Bila pengobatan dengan gliserin tidak berhasil atau bila penderita mual, bisa diberikan manitol hipertonis ( 20% ) intravena 1,5 3 gr/kg BB yang mungkin efektif, hati-hati kelainan ginjal. 1,2,4,6)Miotik berguna untuk mengalirkan cairan mata keluar bola mata, contohnya pilokarpin, karbakol, phospholine iodide. Pilokarpin 2% 2 tetes tiap 15 menit selama beberapa jam, akan menciutkan pupil dan menarik iris dari trabekel, sehingga memungkinan cairan mata mengalir keluar lagi ( kecuali jika telah terjadi perlekatan menetap ). Karbakol mempunyai efek yang sama dengan pilokarpin dan dipergunakan bila toleransi terhadap pilokarpin berkurang. Karbakol memiliki efek yang lebih lama dibanding pilokarpin. Namun pemberian miotika juga dapat menimbulkan efek samping bagi penderita. Miotika memberikan keluhan sakit periorbita, sakit di daerah dahi, dan dalam mata, yang hilang setelah beberapa hari. Penglihatan kabur disertai rabun jauh. Akibat miotika mengecilkan pupil dan terjadi gangguan melihat di tempat gelap sehingga pasien sering mengeluhkan pengelihatan redup terutama di malam hari. Miotika dapat memberikan keluhan hidung tersumbat, berkeringat, ngiler, dan keluhan gastrointestinal. Jarang terjadi ablasi retina, kecuali pada miopia. Ocusert yang merupakan membran pilokarpin yang ditaruh dibawah konjungtiva dan diganti setiap 5 hari kurang memberikan gejala pengelihatan kabur. Pilokarpin gel yang dipakai waktu tidur kurang mempunyai efek mengecilkan pupil. Efek samping pilokarpin pada mata adalah rasa pedas, iritasi lokal, dan sakit pada mata. 1,2,4,6)Mata yang tidak dalam serangan juga diberikan miotik untuk mencegah serangan. Perawatan pada mata yang tidak menunjukan gejala dilakukan dengan miotik bila mata sebelahnya masih dalam serangan akut. Iridektomi dipertimbangkan bila mata yang mendapat serangan sudah tidak terancam lagi. 1,2,4,6)Bila penderita merasa mual, bisa diberikan asetazolamide ( diamox ) 500 mg IV yang disusul dengan 250 mg tablet setiap 4 jam sesudah keluhan mual hilang. Asetazolamide termasuk dalam golongan penghambat anhidrase karbonik. Efek penghambat anhidrase karbonik di dalam badan siliar adalah mengurangi sekresi cairan mata. Penggunaan CAI oral terutama berkhasiat dalam menurunkan tekanan intraokuler pada kasus kasus glaukoma sudut terbuka selektif dan dapat dipergunakan pada glaukoma sudut tertutup dengan beberapa efek. CAI memberikan efek samping diuresis dan rasa kesemutan pada ujung jari kaki dan tangan yang hilang dalam beberapa hari. Kulit gatal, merah, dan dermatitis eksfoliatif. Dapat terbentuk batu ginjal dan anemia aplastik. Hilang kalium akibat pemakaian bersama digitalis, steroid, atau diuretik klortiazid. Depresi, lelah, letargi dapat terjadi tanpa disadari. Dapat pula terjadi keluhan gastrointestinal, diare, asidosis, pernapasan pendek, impotensi, dan berat badan menurun. 1,2,4,6)Anestesi retrobulbar xylocaine 2% dapat mengurangi produksi aqueous humor selain mengurangi rasa sakit. Rasa sakit yang sangat dapat dikurangi dengan pemberian morfin 50 mg subkutis. Biasanya dengan pengobatan ini tekanan bola mata turun sesudah 30 menit atau bebrapa jam kemudian. 1,2,6)Dapat diberikan pula tetes mata kortikosteroid dan antibiotik untuk mengurangi reaksi inflamasi. Dan bila perlu diberikan analgesik dan antiemetik. 10)Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi TIO dan keadaan matanya. Bila TIO tidak turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya diberikan infus manitol 20%, 300-500 ml, 60 tetes/menit. Bila jelas menurun, operasi ditunda sampai mata lebih tenang dengan tetap memantau TIO. Jenis operasi, iridektomi, atau filtrasi ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan gonioskopi setelah pengobatan medikamentosa. Sebagai pencegahan dilakukan juga iridektomi perifer pada mata sebelahnya. 10)Serangan glaukoma akut biasanya terjadi unilateral. Nasib mata sebelahnya yang masih sehat menurut beberapa laporan terdapat resiko 60% terjadinya glaukoma akut dalam 5 tahun mendatang. Ini merupakan alasan untuk melakukan iridektomi perifer preventif. 1,2,4,6)Harus dicari penyebabnya pada bentuk sekunder dan diobati sesuai penyebabnya. Dilakukan operasi hanya bila perlu dan jenisnya bergantung penyebab. Misalnya pada hifema dilakukan parasentesis, pada kelainan lensa dilakukan ekstraksi lensa, pada uveitis dilakukan iridektomi atau operasi filtrasi. 10)Meskipun tindakan pembedahan dapat ditunda beberapa jam untuk memberi kesempatan kepada kornea agar menjernih, namun pembedahan tetap diperlukan, baik tekanan sudah bisa diturunkan maupun belum. Tindakan pembedahan harus dilakukan pada mata dengan glaukoma sudut sempit karena srangan akan berulang lagi pada suatu saat. Tindakan pembedahan dilakukan pada saat TIO sudah terkontrol, mata tenang, persiapan pembedahan sudah cukup. Pada kesempatan ini, penulis akan membahas terlebih dahulu tentang bedah laser pada glaukoma. Bedah laser dilakukan pada berbagai jenis glaukoma dan dapat dilakukan sebagai tambahan pengobatan medis. Susunan mata yang terdiri atas kornea yang jernih akan mengakibatkan mudahnya sinar laser diarahkan pada jaringan yang akan diperbaiki di dalam mata. Bedah laser dapat memberikan hasil cepat, sederhana, yang biasanya tidak sakit. Beberapa pendapat terakhir pada glaukoma pengobatan dini dapat dimulai dengan bedah laser ini. Pada kasus tertentu, bedah laser tidak dipertimbangkan karena bila pengelihatan menurun dengan cepat dan pengobatan laser gagal menurunkan tekanan bola mata maka pembedahan adalah cara yang terbaik untuk pasien. 5)Bedah laser untuk glukoma sudut tertutup adalah iridotomi laser. Pada glaukoma sudut tertutup terdapat hambatan relatif pengaliran keluar cairan dari bilik mata belakang melalui pupil ke bilik mata depan. Iridotomi merupakan suatu tindakan bedah glaukoma yang paling sering dilakukan pada glaukoma. Tindakan laser dilakukan untuk mendapatkan lubang pada bagian iris yang berwarna. Pada keadaan ini dibuat sebuah lubang kecil pada selaput iris perifer. Iridektomi laser adalah prosedur yang terbaik dilakukan pada glaukoma sudut tertutup. Pada glaukoma sudut tertutup secara rutin tidak dipakai obat tetes mata kecuali bila tekanan tinggi. Pada keadaan akan kemungkinan terjadinya glaukoma sudut tertutup maka dilakukan iridotomi perifer. 5)Beberapa pendapat terakhir menyatakan bahwa pengobatan dengan laser merupakan pilhan alternatif yang efektif dibandingkan dengan pemberian medikamentosa sebagai pengobatan dini glaukoma. Tidak ada satupun dari laser atau obat yang merupakan pengobatan ampuh untuk glaukoma. Efek samping pengobatan laser setelah bertahun-tahun tidaklah nyata, berlainan dengan pemakaian obat pada glaukoma akan memberikan efek samping yang mengganggu. 5)Beberapa penderita glaukoma tidak dapat diatasi dengan pengobatan tetes mata, tablet, dan laser untuk menurunkan tekanan bola mata. Keadaan ini dapat ditolong dengan tindakan bedah untuk menurunkan tekanan bola mata. Tujuan pembedahan pada glaukoma adalah membuat filtrasi jalan keluar air mata. Pemilihan jenis operasi yang baik untuk setiap pasien bergantung pada banyak faktor seperti tipe dan beratnya glaukoma yang diderita pasien. Setiap tindakan bedah, maka operasi glaukoma dapat saja membverikan penyulit atau komplikasi, misalnya infeksi, perdarahan, perubahan tekanan bola mata yang tidak diharapkan., dan bahkan hilangnya pengelihatan. 1,2,6)Pembedahan pada glaukoma terdiri dari iridektomi perifer, siklodestruksi, dan bedah filtrasi. Yang termasuk bedah filtrasi pada glaukoma adalah iridenkleisis, transfiksi, trepanasi elliot, sklerotomi, trabekulotomi. Bedah filtrasi dilakukan pada glaukoma sudut tertutup atau pada glaukoma sudut terbuka yang tidak taat pada pengobatan medikamentosanya. 1,2,6)Iridektomi perifer dilakukan pada glaukoma akut fase prodormal, juga pada stadium akut yang baru terjadi sehari ( glaukoma kongestif akut dini ) jadi belum ada sinekia anterior perifer. Juga dilakukan pada mata sebelahnya sebagai tindakan pencegahan. Bila pada satu mata didapatkan glukoma absolut, pada mata sehatnya dilakukan iridektomi perifer sebagai tindakan pencegahan. Pada umumnya dipakai sebagai pegangan, hasil dari tonografi tonometri. Bila tekanan dibawah 21 mmHg dengan hasil tonografi C = 0.13 atau lebih, maka dilakukan iridektomi perifer. Prinsip iridektomi perifer adalah dibuat lubang di bagian perifer iris. Maksudnya adalah untuk menghindari hambatan pupil. Iridektomi perifer ini biasanya dibuat di sisi temporal atas. Pada tindakan ini dibuat insisi kornea pada bagian perifer. Pada tempat insisi kornea ini iris dipegang dengan pinset lalu ditarik keluar. Iris yang keluar digunting. Pada iris akan didapatkan celah untuk mengalirnya cairan bilik mata dari cop ke coa. Ada pula yang melaukan iridektomi setelah dibuat flap konjungtiva dan sayatan korneoskleral. 1,2,6)Pada glaukoma masalahnya adalah terdapatnya hambatan filtrasi ( pengeluaran ) cairan mata keluar bola mata yang tertimbun dalam mata sehingga TIO meningkat. Pembedahan filtrasi dilakukan kalau glaukoma akut sudah berlangsung lama atau penderita sudah masuk stadium glaukoma kongestif kronik. 1,2,6)Iridenkleisis merupakan iridektomi totalis disertai dengan pembuatan lubang pada sklera. Pada operasi iridenkleisis dibuat flap konjungtiva kemudian dilakukan sayatan kornea di jam 12, melalui luka ini iris dijepit dan ditarik keluar, lalu dipotong dan dijepit di luka kornea. Konjungtiva kemudian dijahit kembali. Cairan bilik mata berjalan dari COA melalui luka iridenkleisis, masuk ke subkonjungtiva. Pada mata tampak koloboma pada iris dan pupil tampak sebagai lubang kunci yang terbalik, dapat menimbulkan astigmatisme, sehingga dapat menimbulkan penurunan visus. Juga katarak dipercepat terjadinya kurang lebih 2 3 tahun. Kalau tensi baik setelah 6 bulan, maka akan terus membaik. 8)Transfiksi dilakukan pada glaukoma akibat terdapatnya iris bomb yang disebabkan oleh seklusio pupil. Tindakan yang dilakukan adalah dengan memakai pisau transfiksi ditembus bagian-bagian iris yang bomb. Pada keadaan ini maka akan terbuka pengaliran cairan bilik mata belakang ke bilik mata depan. 1)Pada operasi trepanasi elliot dibuat sebuah lubang kecil berukuran 1.5 mm di daerah korneo-skleral, kemudian ditutup oleh konjungtiva dengan tujuan agar aqueous humor mengalir langsung dari bilik mata depan ke ruang subkonjungtiva. 3)Pada operasi sklerotomi scheie diharapkan terjadi pengaliran langsung cairan bilik mata depan ke bawah konjuntiva. Tindakan yang dilakukan adalah membuat flap konjungtiva di limbus atas, dan membuat insisi ke dalam bilik mata depan. Untuk mempertahankan insisi ini tetap terbuka, maka scheie melakukan kauterisasi di tepi luka insisi. Kemudian flap konjungtiva ini ditutup. Pada akhir operasi maka akan terjadi filtrasi cairan ke bawah konjungtiva. 1)Trabekulotomi merupakan tindakan pembedahan dimana trabekulum diangkat sehingga cairan bilik mata depan mengalir langsung ke dalam kanal schlemm. Pada pembedahan ini dibuat flap konjungtiva di bagian atas dan dibuat flap sklera sebesar 4x4 mm dengan dasar di bagian kornea atau sentral. Sejajar dengan keduat tepi kanal schlemm dibuat sayatan 2 mm sehinggal canal schlemm terangkat sepanjang 2 mm. flap sklera dijahit kembali dan demikian pula flap konjungtiva. Mungkin akibat tindakan ini terjadi pengeluaran cairan bilik mata depan melalui kanal schlemm langsung, filtrasi pada sklera, merembesa ke bawa konjungtiva ataupun mengalir melalui suprakoroid akibat terjadinya siklodialisis akibat manipulasi operasi. 1,2,6)Pada siklodialisis diharapkan cairan bilik mata depan masuk ke dalam suprakoroid dan cairan ini diserap oleh jaringan suprakoroid. Tindakan yang dilakukan ialah dengan membuat flap konjungtiva terlebih dahulu dan kemudian dilakukan insisi 5 mm dari limbus sehingga terlihat jaringan koroid. Ke daerah suprakoroid ini dimasukan spatula yang berjalan menuju bilik mata depan dan dilepaskan jaringan badan siliar dengan sklera diatasnya. Akibat tindakan ini cairan bilik mata akan masuk langsung ke dalam suprakoroid dan diserap pembuluh episklera. 5)Pada saat ini dikenal juga operasi dengan menanam bahan penolong pengaliran ( implant surgery ). Pada keadaan tertentu tidak mungkin untuk membuat filtrasi secara umum sehingga perlu dibuatkan saluran buatan ( artificial ) yang ditanamkan ke dalam mata untuk drainase cairan mata keluar. Beberapa ahli berusaha membuat alat yang dapat mempercepat keluarnya cairan dari bilik mata depan. 5)Telah dibicarakan upaya mengalirkan cairan bola mata yang berlebihan dengan melakukan tindakan bedah filtrasi. Tindakan lain adalah mengurangi produksi cairan mata oleh badan siliar yang masuk ke dalam bola mata. Diketahui bahwa cairan air mata ini dikeluarkan terutama oleh pembuluh darah di bagian siliar dalam bola mata. Pada siklodestruksi dilakukan pengerusakan sebagian badan siliar sehingga produksi cairan mata berkurang. 5)Pembedahan alternatif yang dapat dilakukan pada glaukoma sudut tertutup adalah trabekuloplasti laser. Trabekuloplasti laser dilakukan dengan membakar daerah anyaman trabekulum yang akan mempercepat pengaliran cairan mata keluar. Tindakan ini dilakukan dengan berobat jalan dimana tindakan laser memakan waktu tidak lebih dari 1 jam, tanpa memberikan rasa sakit. 5)Pasca bedah pasien harus memakai penutup mata dan mata yang dibedah tidak boleh terkena air. Untuk sementara pasien pasca bedah glaukoma dilarang bekerja berat. Tindakan operatif dilakukan bila TIO yang tinggi sudah dapat ditenangkan. Bila operasi dilakukan ketika TIO masih tinggi dapat menyebabkan glaukoma maligna, di samping adanya kemungkianan prolaps dari isi bulbus okuli dan pendarahan. Segera setelah operasi, TIO menjadi sangat tinggi , lensa, iris, dan pupil terdorong ke depan, sehingga aquous humor terkumpul di bilik mata belakang dan badan kaca. Penutupan pupil dan sudut bilik mata depan membuat keadaan menjadi bertambah buruk lagi. Prognosis untuk pengelihatannya buruk. 1,2,6)BAB XIPROGNOSISGlaukoma akut adalah sebuah penyakit yang dapat menimbulkan kebutaann bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat, bila pasien dapat diberikan penanganan yang tepat maka prognosisnya baik. Bila terjadi kelalaian dalam pemberian terapai untuk penderita glaukoma akut, besar kemungkinan terjadinya kebutaan, bila tidak, bisa terjadi glaucom flecken, sinekia, dan yang berujung pada kerusakan permanen organ mata.1,2,4,6)BAB XIIKESIMPULANGlaukoma akut merupakan penyakit yang tergolong darurat dengan potensi menurunnya angka kualitas hidup. Glaukoma akut juga sering kali terlewati oleh ketidakcakapan tenaga medis yang memeriksa dan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai penyakit ini. Pada ras asia jenis yang terjadi adalah glaukoma sudut tertutup atau yang akut. Selain itu pada orang-orang dengan faktor predisposisi anatomis juga lebih mudah mengalami glaukoma.
Glaukoma merupakan penyakit dengan trias yang khas, yakni peningkatan TIO, penurunan lapangan pandang, dan ekskavasi dari diskus optikus. Patofisiologi dasarnya adalah terjadinya peningkatan produksi aqueous humor atau pengurangan proses pengeluarannya dari COA. Berdasarkan besar sudutnya dibagi menjadi dua, yakni sudut terbuka yang bersifat kronis dan sudut tertutup yang bersifat akut.
Glaukoma akut dibagi menjadi 4 tahap, yakni fase prodormal, akut, absolut, dan degenratif. Masing-masing memiliki gejala yang berbeda.
Tanda dan gejala dari glaukoma akut berupa visus turun mendadak, mata merah, pupil yang cenderung midriasis dan berbentuk lonjong, nyeri kepala yang hebat, mual muntah, kornea dan COA yang keruh, ekskavasi diskus optikus, penurunan luas lapangan pandang pasien. Terapi terpenting berupa tindakan pembedahan dengan medikamentosa untuk menurunkan TIOnya terlebih dahulu. Obat-obatan yang dapat dipakai berupa parasimpatomimetik seperti pilocarpine, antagonis protaglandin seperti latanoprost, CAI seperti asetazolamide, hiperosmotik seperti gliserin 50%.
DAFTAR PUSTAKA1. Ilyas S. Mata Merah Dengan Visus Menurun. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005; 6 : 91 4
2. Ilyas S. Mata Merah Dengan Pengelihatan Turun Mendadak. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005; 6 : 167 8
3. Ilyas S, Maliangkay H, Taim HGB, Saman RR, Simarmata M, Widodo PS. Glaukoma. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum Dan Mahasiswa Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto ; 2002 ; 15 : 239 62
4. Vaughan DG, Asbury T. Glaucoma. General Ophtalmology 17th Edition. Connecticut : Appleton Lange ; 2008 ; 11 : 212 27
5. Ilyas S. Kerusakan Saraf Mata Akibat Glaukoma. Glaukoma Tekanan Bola Mata Tinggi Edisi Ketiga. Jakarta : Sagung Seto ; 2007 ; 7 : 19-22
6. Wijana N. Glaukoma. Ilmu Penyakit Mata Edisi Keenam. Jakarta : Sagung Seto ; 1993 ; 12 : 167 87
7. Ilyas S. Glaukoma Akut. Kedaruratan Dalam Mata. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2000 ; 2 : 97 100
8. Ilyas S. Glaukoma. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2006 : 179-223
9. Gondhowiardjo TD, Simanjutntak GWS. Glaukoma Akut. Panduan Manajemen Klinis Perdami. Jakarta : CV ONDO ; 2006 ; 7 : 36 40
10. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani Wi, Setiowulan W. Ilmu Penyakit Mata. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2000 ; 2 : 59-60
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang
Periode 21 Maret 2011 23 April 2011
31