6
BAB II KASUS Sdr. SM, laki-laki berusia 16 tahun datang dengan keluhan muntah- muntah sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien mengeluh kembung kemudian muntah-muntah. Frekuensi muntah sebanyak lebih dari 10 kali per hari. Isi muntahan berupa air saja. Kemudian pasien dibawa ke IRD dengan kesadaran penuh, namun pasien sangat lemas. Saat ini pasien mengeluh nyeri telan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Selain itu lidah dirasakan pahit. Tidak didapatkan batuk dan demam. Buang air kecil jernih, tidak nyeri, jumlah seperti biasa. Buang air besar lancar, 1 kali per hari dan warna normal. Pasien terdiagnosis sebagai diabetes mellitus sejak 5 tahun yang lalu. Pasien mendapat suntikan insulin sebelum makan 24 IU dan sebelum tidur 18 IU. Pasien rutin kontrol ke Poli Endokrin di RSSA. Terakhir kali pasien terlambat kontrol dan 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien kehabisan insulin. Riwayat dirawat di RSSA sembilan bulan yang lalu dengan keluhan yang sama. Riwayat keluarga : - Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti pasien. - Tidak ada riwayat hipertensi, dan asma dalam keluarga (pasien tidak tahu persis). Dari pemeriksaan fisis didapatkan pasien tampak sakit parah, dengan GCS 456 (sadar penuh). Tanda vital tekanan darah 130/70, denyut nadi perifer 88x/menit, laju pernapasan 24x/menit, dan suhu aksila 37 0 C. Pemeriksaan kepala dan leher tidak didapatkan konjungtiva anemis dan sklera ikterik, pupil bulat isokor dengan diameter 3mm, dan JVP R+0 cm H 2 O. Pemeriksaan toraks jantung ictus invisible palpable pada

Ketoasidosis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kasus Ketoasidosis

Citation preview

BAB IIKASUS

Sdr. SM, laki-laki berusia 16 tahun datang dengan keluhan muntah-muntah sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien mengeluh kembung kemudian muntah-muntah. Frekuensi muntah sebanyak lebih dari 10 kali per hari. Isi muntahan berupa air saja. Kemudian pasien dibawa ke IRD dengan kesadaran penuh, namun pasien sangat lemas.

Saat ini pasien mengeluh nyeri telan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Selain itu lidah dirasakan pahit. Tidak didapatkan batuk dan demam. Buang air kecil jernih, tidak nyeri, jumlah seperti biasa. Buang air besar lancar, 1 kali per hari dan warna normal.

Pasien terdiagnosis sebagai diabetes mellitus sejak 5 tahun yang lalu. Pasien mendapat suntikan insulin sebelum makan 24 IU dan sebelum tidur 18 IU. Pasien rutin kontrol ke Poli Endokrin di RSSA. Terakhir kali pasien terlambat kontrol dan 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien kehabisan insulin. Riwayat dirawat di RSSA sembilan bulan yang lalu dengan keluhan yang sama.

Riwayat keluarga :

- Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti pasien.

- Tidak ada riwayat hipertensi, dan asma dalam keluarga (pasien tidak tahu persis).

Dari pemeriksaan fisis didapatkan pasien tampak sakit parah, dengan GCS 456 (sadar penuh). Tanda vital tekanan darah 130/70, denyut nadi perifer 88x/menit, laju pernapasan 24x/menit, dan suhu aksila 370 C. Pemeriksaan kepala dan leher tidak didapatkan konjungtiva anemis dan sklera ikterik, pupil bulat isokor dengan diameter 3mm, dan JVP R+0 cm H2O. Pemeriksaan toraks jantung ictus invisible palpable pada ICS V MCL (S), batas jantung kanan sesuai dengan Sternal Line Dextra dan batas jantung kiri sesuai ictus, suara jantung 1 dan 2 tunggal, tidak didapatkan murmur atau gallop. Dari pemeriksaan paru didapatkan gerakan dinding toraks simetris, stem fremitus kanan dan kiri sama, perkusi sonor, auskultasi suara napas vesikuler, tidak didapatkan ronkhi atau wheezing. Pemeriksaan abdomen didapatkan hasil flat, soft, BU (+) N, meteorismus (-), nyeri tekan (-), liver span 8 cm, traube space timpani, shifting dullness (-), hepar dan lien tidak teraba. Pada ekstremitas tidak didapatkan adanya edema, hangat, dan didapatkan equino valgus pada kaki kiri.

Hasil pemeriksaan penunjang laboratorium pada tanggal 5 November 2010 jam 00.45 didapatkan lekositosis (35.500/mm3), hiperglikemia (693 mg/dl), peningkatan ureum dan kreatinin (82,1 mg/dl dan 2,45 mg/dl), hiperkalemia (5,7 mmol/L). Dari hasil analisis gas darah dengan suhu 37,20 C, Ph 6,927, PCO2 15,2, PO2 94,9, HCO3 3,1, 02 saturasi arterial 91,3%, Base excess -28,0 dan kesimpulannya adalah asidosis metabolik. Dari hasil urinalisis didapatkan hasil ketonuria (4+), glukosuria (4+), eritrosit 4+, sedimen eritrosit 3-8/lbp, sedimen lekosit 2-3/lbp, dan didapatkan adanya bakteri (1+).

Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah regulasi cepat, yaitu yang pertama adalah rehidrasi dengan 1 liter NaCl 0,9%/jam dan diberikan insulin short acting (actrapid) bolus 10 IU secara intravena. Selanjutnya diberikan infus 2 line, line yang pertama dengan drip actrapid 50 IU dalam 500 cc NaCl 0,9% dengan tetesan 50 tetes/menit mikro dan line kedua dengan 500 cc NaCl 0,9% 20 tetes/menit. Pasien akan dicek kadar gula darah per jam, apabila kadar gula darah menurun menjadi kurang dari 250 mg/dl maka tetesan drip actrapid diturunkan menjadi 25 tetes/menit. Pada pasien ini dicek gula darah pada jam5.30 dan hasilnya 169. Dan hasil kalium adalah 5,1 sehingga pada pasien ini tetap diberikan drip KCl 25 mEq dalam 500 cc NaCl 20 tpm. Pada jam 23.10 pada waktu dicek menggunakan GD stick hasilnya high sehingga pasien tetap diberikan drip actrapid 25 tpm dan drip KCl 25 mEq. Hasil BGA tanggal 6 November jam 02.00 adalah asidosis metabolic sehingga ditambahkan line 3, yaitu drip Nabic 100 mEq dalam 500 cc NaCl. Tanggal 6 November jam 14.45 didapatkan hasil GDS 269, kalium serum 5,1, dan BGA asidosis metabolic sehingga pasien tetap diberikan drip actrapid 25 IU, line 2 dihentikan, dan dicek gula darah per jam, SE/4 jam dan BGA/6 jam. Bila GDA kurang dari 200 maka pasien diberikan injeksi insulatard 0-10 IU sc dan drip distop satu jam kemudian pada jam 22.30 hasil GDA 32 sehingga drip actrapid distop dan diberikan D40% 2 fl dan diet DM 1700 kkal. Pada tanggal 7 November jam 16.45 hasil GDA 512 dan pasien diberikan injeksi insulatard 0-10 IU dan actrapid 8-8-8 IU sc. Dicek gula darah per jam dan SE/4 jam. Pada pasien ini dicurigai adanya infeksi sehingga diberikan juga injeksi Ceftriaxone 2x1 g sampai hasil kultur ada. Tanggal 8 November jam 19.30 hasil GDA 476 maka pasien di drip actrapid 50 IU dalam 500 cc NaCl 50 tpm, bila GDA kurang dari 200 maka tetesan dikurangi menjadi 25 tpm. Bila GDA kurang dari sama dengan 180 maka diberikan diet DM 1700 kkal, injeksi insulatard 0-10 IU dan actrapid 4-4-4 IU, dan drip dapat dihentikan 2 jam kemudian. Pada tanggal 9 November hasil GDA 557 sehingga pasien kembali didrip actrapid 50 IU dalam 500 cc NaCl 50 tpm dan drip KCl 25 mEq dalam 500 cc NaCl 20 tpm, di cek GDA per jam apabila kurang dari 250 maka drip actrapid lanjut dan line 2 diganti dengan D5 NS. Bila berikutnya kurang dari 140 maka diberikan injeksi insulatard 0-14 IU dan actrapid 4-4-4 IU serta pasien dapat makan diet DM 1900 kkal. Drip distop 2 jam kemudian. Pada tanggal 10 November GDA dicek dan hasilnya 41 sehingga pasien diberikan infuse D5% dan diet bebas. Hasil kultur darah adalah ditemukan kuman Klebsiella pneumonia dan sensitive terhadap kloramfenikol, amikasin ofloxacin, sehingga pasien diberikan ofloxacin 400 mg 2x sehari per oral. Tanggal 11 November dilakukan KIE terhadap keluarga tentang kondisi pasien dan pemeriksaan GD/jam ( keluarga kesulitn untuk mengantar sample darah ke lab dan keluarga menolak untuk dilakukan GD stick di ruangan. Hasil pemeriksaan adalah GDS 75, GDP 446, dan GD 2 jam PP 488. Pasien tetap diberikan diet DM 1700 kkal, injeksi ceftriaxone 2x1 g, injeksi insulatard 0-14 IU, dan actrapid 4-4-4 IU sc. Pada tanggal 12 November hasil pemeriksaan adalah GDP 450 dan GD 2 jam PP 529, pasien diberikan injeksi insulatard 0-20 IU dan actrapid 6-6-6 IU sc. Pada kasus ini monitoring keberhasilan terapi adalah kadar gula darah antara 150-200 mg/dl, asidosis metabolic yang terkoreksi, dan kadar serum elektrolit yang normal.

Kondisi pasien saat pulang adalah sebagai berikut. GCS 456, dengan tekanan darah 100/60, nadi 64x/menit, RR 20x/menit. Kadar gula darah puasa pasien adalah 112 dan gula darah 2 jam PP adalah 177. KIE yang perlu ditekankan pada pasien dan keluarga saat akan pulang adalah

1. Supaya terapi insulin pada pasien tidak terputus, dengan cara tidak terlambat kontrol ke poli sehingga tidak akan kehabisan insulin.

2. Pentingnya menjaga pola diet seimbang, tidak berlebihan.

3. Mengenali tanda dan gejala dini KAD, mengingat pada pasien ini sudah 2x mengalami KAD. Sehingga diharapkan keluarga menjadi lebih waspada dan segera mencari pertolongan bila dijumpai gejala dan tanda KAD.4. Pentingnya dukungan dan kerja sama keluarga pasien dalam terapi. Jadi diharapkan keluarga ikut aktif dalam mengingatkan pasien untuk menyuntik insulin sesuai waktu yang ditentukan dan ikut mengatur pola diet pasien.