33
“MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT” “ASUHAN KEPERAWATAN KOMA KETOASIDOSIS” DISUSUN OLEH: KELOMPOK IV 1. NOFIAN ARFIANDINATA 2. ROBY SATRIADI 3. BQ.YUNIK LIS INDAH 4. FAIZUL BAYANI 5. TINI HARTINI

ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

“MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT”

“ASUHAN KEPERAWATAN

KOMA KETOASIDOSIS”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK IV

1. NOFIAN ARFIANDINATA

2. ROBY SATRIADI

3. BQ.YUNIK LIS INDAH

4. FAIZUL BAYANI

5. TINI HARTINI

6. RILDA RAHMAN

7. IMTIHAN

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES)

Page 2: ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

MATARAM 2010

KATA PENGANTAR

Seraya mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

melimpahkan rahmat dan taufiq-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyusun materi

makalah keperawatan keluarga dengan judul : ASUHAN KEPERAWATAN KOMA

KETOASIDOSIS tepat pada waktunya. Kami sebagai penulis mengucapkan banyak

terima kasih kepada bapak Bapak dosen yang banyak membantu mengarahkan kami dan

teman-teman uyang support demi kelancaran pembuatan tugas ini.

Tujuan penyusunan materi tersebut adalah sebagai salah satu tugas dalam mata

kuliah Keperawatan Gawat Darurat (KGD), dalam pproses penyusunan makalah ini

banyak sekali kekurangan, maka dari itu kami sebagai penulis mengharapkan kritik dan

saran yang membangun demi perbaikan selanjutnya.

Mataram, 1 November 2010

Penulis

Page 3: ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi

B. Etiologi

C. Patofisiologi

D. Manifestasi Klinis

E. Komplikasi

F. Penatalaksanaan

G. Pemeriksaan Penunjang

H. Asuhan Keperawatan

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Page 4: ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketoasidosis Diabetikum merupakan komplikasi akut yang paling serius yang

terjadi pada anak-anak pada DM tipe 1, dan merupaka kondisi gawat darurat yang

menimbulkan morbiditas dan mortalitas, walaupun telah banyak kemajuan yang diketahui

baik dari patogenesisnya maupun dalam hal diagbosis dan tata laksananya.

Diagnosis KAD didapatkan sekitar 16-80 % pada penderita anak baru dengan DM tipe 1,

tergantung lokasi geografi. Di Eropa dan Amerika Utara angkanya berkisar 15-67 %,

sedangkan di Indonesia dilaporkan antara 33-66 %

Prevalensi KAD di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 4,6 – 8 per 1000

pebderita diabetes, dengan mortalitas kurang dari 5 % atau sekitar 2-5 %. KAD juga

merupakan penyebab kematian tersering pada anak dan remaka dengan DM tipe 1, yang

diperkirakan setengah dari penyebab kematian penderita DM di bawah usia 24 tahun.

Sementara itu di Indonesia belum didapatkan angka yang pasri mengenai hal ini.

Diagnosis dan tata laksana yang tepat sangat diperlukan dalam pengelolaan kasus-kasus

KAD untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.

B. Tujuan

1. Tujuan Instruksional Umum

Terciptanya pengetahuan mahasiswa mengenai segala hal yang berkaitan dengan

konsep gawat darurat penyakit KETOASIDOSIS DIABETIKUM.

2. Tujuan Instruksional Khusus

a. Mahasiswa mampu mengenali dan menyebutkan berbagai tanda dan macam-

macam klasifikasi dalam KETOASIDOSIS DIABETIKUM.

b. Mahasiswa dapat membuat tindakan perawatan dalam mengatasi atau

memecahkan masalah KETOASIDOSIS DIABETIKUM.

Page 5: ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Keto Asidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan

metabolic yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis terutama

disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relative. KAD dan hipoglikemia

merupakan komplikasi akut diabetes mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan

pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresia osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi

berat dan dapat sampai menyebabkan syok.

B. Etiologi

Terdapat pada orang yang diketahui diabetes oleh adanya stressor yang

meningkatkan kebutuhan akan insulin, ini dapat terjadi jika diabetes tidak terkontrol

karena ketidak mampuan untuk menjalani terapi yang telah ditentukan. Pencetus yang

sering infeksi, stressor-stersor utama lain yang dapat mencetuskan diabetic ketoasidosis

adalah pembedahan, trauma, terapi dengan steroid dan emosional

C. Patofisiologi

Adanya defisiensi insulin baik secara relatif maupun absolut yang disertai

peningkatan hormon-hormon kontra regulator yakni : glukagon, katekolamin, kortisol,

dan growth hormone, menyebabkan hiperglikemia disertai peningkatan lipolisis dan

produksi keton, yakni : asetoasetat, β-hidroksibutirat dan aseton yang merupakan asam

kuat dan dapat menyebabkan asidosis metabolik. Hiperglikemia menyebabkan diuresis

osmotik yang mengakibatkan dehidrasi dan kehilangan mineral dan elektrolit

D. Manifestasi Klinis

1. Poliuria

2. Polidipsi

3. Pengelihatan kabur

4. Lemah

Page 6: ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

5. Sakit kepala

6. Hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg atau > pada saat

berdiri)

7. Anoreksia

8. Mual

9. Muntah

10. Nyeri abdomen

11. Nafas aseton

12. Hiperventilasi

13. Perubahan status mental (sadar, letargik, koma)

14. Kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl)

15. Terdapat keton di urin

16. Nafas berbau aseton

17. Badan lemas

18. Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotik

19. Kulit kering

20. Keringat <<<

21. Kussmaul ( cepat, dalam ) karena asidosis metabolic

E. Komplikasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian akibat KAD adalah:

1. Terlambat didiagnosis karena biasanya penyandang DM dibawa setelah koma.

2. Pasien belum tahu bahwa ia menyandang DM.

3. Sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat, seperti: renjatan

(syok), stroke, dll.

4. Kurangnya fasilitas laboratorium yang menunjang suksesnya penatalaksanaan KAD

Komplikasi yang dapat terjadi akibat KAD yaitu:

1. Oedema paru

2. Hipertrigliserida

3. Infark miokard akut

4. Hipoglikemia

Page 7: ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

5. Hipokalsemia

6. Hiperkloremia

7. Oedema otak

8. Hipokalemia

F. Penatalaksanaan

Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan

ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada.

Pengawasan ketat, KU jelek masuk HCU/ICU

Tujuan penatalaksanaan :

1) Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi),

2) Menghentikan ketogenesis (insulin),

3) Koreksi gangguan elektrolit,

4) Mencegah komplikasi,

5) Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.

Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :

Penilaian Klinik Awal

1. Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis

(hiperventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.

2. Konfirmasi biokimia: darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis),

kadar glukosa darah, glukosuria, ketonuria, dan analisa gas darah.

Resusitasi

a. Pertahankan jalan napas.

b. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.

c. Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20 cc/KgBB bolus.

d. Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-gatrik tube untuk

menghindari aspirasi lambung.

e. Observasi Klinik

Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :

a. Frekwensi nadi, frekwensi napas, dan tekanan darah setiap jam.

b. Suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.

Page 8: ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

c. Pengukuran balans cairan setiap jam.

d. Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.

e. Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri :

f. EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda hipo/hiperkalemia.

g. Keton urine sampai negatif, atau keton darah (bila terdapat fasilitas).

Rehidrasi

Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan

resiko terjadinya edema serebri.

Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:

a. Tentukan derajat dehidrasi penderita.

b. Gunakan cairan normal salin 0,9%.

c. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na)

rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.

d. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.

e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.

Penggantian Natrium

a. Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.

b. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.

c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia

yang terjadi.

d. Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L

setiap peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL.

e. Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.

f. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi

dengan NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.

g. Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko

edema serebri.

Penggantian Kalium

Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun

konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya

Page 9: ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

Kalium intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun

dengan pemberian insulin dan asidosis teratasi.

a. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan

resusitasi, dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg

BB/hari atau 40 mmol/L cairan.

b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.

Penggantian Bikarbonat

a. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.

b. Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan:

o Terjadinya asidosis cerebral.

o Hipokalemia.

o Excessive osmolar load.

o Hipoksia jaringan.

o Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7

dengan bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal,

dan pada syok yang persistent.

o Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran

dalam waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB).

Cukup diberikan ¼ dari kebutuhan.

Pemberian Insulin

a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.

b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).

c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah

walaupun insulin belum diberikan.

d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam

pada anak < 2 tahun.

e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1

unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet

(50 unit dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.

f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100

mg/dL/jam.

Page 10: ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½

Salin.

h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).

i. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan

D10 ½ Salin.

j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.

k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.

l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk

menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.

m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang

kondisi penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan

respon pemberian insulin.

n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler

atau subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.

Tatalaksana edema serebri

Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri

dibuat, meliputi:

a. Kurangi kecepatan infus.

b. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan

pemberian akan kurang efektif).

c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.

d. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.

e. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.

Fase Pemulihan

Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: 1)

Memulai diet per-oral. 2) Peralihan insulin drip menjadi subkutan.

b. Memulai diet per-oral.

1. Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD <

250 mg/dL, pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak

mual/muntah.

Page 11: ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

2. Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai

30 menit sesudah snack berakhir.

3. Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.

4. Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x

sampai 60 menit sesudah makan utama berakhir.

c. Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.

1. Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme

stabil, dan anak dapat menghabiskan makanan utama.

2. Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan

insulin iv diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan

diberikan.

3. Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual

tergantung kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1

unit/kg BB/hari atau disesuaikan dosis basal sebelumnya.

d. Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum makan

siang, 2/7 sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack menjelang tidur

G. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Glukosa.

Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien

mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian

lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang

biasanya bergantung pada derajat dehidrasi.

Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan

dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat

disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian

lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar

glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.

Natrium.

Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk

setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum

Page 12: ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium

serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.

Kalium.

Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan.

EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat potasium.

Bikarbonat.

Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah

(6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi

respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi

badan keton (yang mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran

keton dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan

kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.

Sel darah lengkap (CBC).

Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai

pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.

Gas darah arteri (ABG).

pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH measurements.

Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat gas darah vena pada

pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena

perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari signifikansi klinis, hampir

tidak ada alasan untuk melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang

surut telah dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis juga.

Keton.

Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria

dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.

β-hidroksibutirat.

Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons

terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap

normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk

ketoasidosis diabetik (KAD).

Urinalisis (UA)

Page 13: ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi

saluran kencing yang mendasari.

Osmolalitas

Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) /

2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma

biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang

dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.

Fosfor

Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme

kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.

Tingkat BUN meningkat.

Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.

Kadar kreatinin

Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi

pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan

BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami

insufisiensi renal.

Gambar 2: Pengobatan efektif kasus ketoasidosis diabetik yang hebat(http://library.usu.ac.id, 2003)Tabel 1. Sifat-sifat penting dari tiga bentuk dekompensasi (peruraian) metabolik pada diabetes.

Diabetic

ketoacidosis

(KAD)

Hyperosmolar

non ketoticcoma

(HONK)

Asidosis laktat

Glukosa plasma Tinggi Sangat tinggi Bervariasi

Ketone Ada Tidak ada Bervariasi

Asidosis Sedang/hebat Tidak ada Hebat

Dehidrasi Dominan Dominan Bervariasi

Hiperventilasi Ada Tidak ada Ada

b. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat dilakukan dengan cara:

Page 14: ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya

tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat

dibawah kondisi stress.

Gula darah puasa normal atau diatas normal.

Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.

Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.

Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan

ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya

aterosklerosis.

Page 15: ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Anamnesis :

Riwayat DM

Poliuria, Polidipsi

Berhenti menyuntuk insulin

Demam dan infeksi

Nyeri perut, mual, mutah

Penglihatan kabur

Lemah dan sakit kepala

Pemeriksan Fisik :

Ortostatik hipotensi (sistole turun 20 mmHg atau lebih saat berdiri)

Hipotensi, Syok

Nafas bau aseton (bau manis seperti buah)

Hiperventilasi : Kusmual (RR cepat, dalam)

Kesadaran bisa CM, letargi atau koma

Dehidrasi

1. Pengkajian gawat darurat :

a. Airways : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau

benda asing yang menghalangi jalan nafas

b. Breathing : kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya penggunaan

otot bantu pernafasan

c. Circulation : kaji nadi, capillary refill

2. Pengkajian head to toe

a. Data subyektif :

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit sekarang

Status metabolik : intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori,

infeksi atau penyakit-penyakit akut lain, stress yang berhubungan

dengan faktor-faktor psikologis dan social, obat-obatan atau terapi lain

Page 16: ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

yang mempengaruhi glikosa darah, penghentian insulin atau obat anti

hiperglikemik oral.

b. Data Obyektif :

1. Aktivitas / Istirahat

Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot

menurun, gangguan istrahat/tidur

Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas

Letargi/disorientasi, koma

2. Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan

kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang

lama, takikardia.

Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang

menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit

panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.

3. Integritas/ Ego

Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang

berhubungan dengan kondisi

Tanda : Ansietas, peka rangsang

4. Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa

nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri

tekan abdomen, diare.

Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang

menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut,

bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah

dan menurun, hiperaktif (diare)

5. Nutrisi/Cairan

Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet,

peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan

lebih dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Thiazid)

Page 17: ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi

abdomen, muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan

metabolik dengan peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau

buah (napas aseton)

6. Neurosensori

Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan

pada otot, parestesi, gangguan penglihatan

Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut),

gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon

dalam menurun (koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).

7. Nyeri/kenyamanan

Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)

Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati

8. Pernapasan

Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum

purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)

Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi

pernapasan meningkat

9. Keamanan

Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit

Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya

kekuatan umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot-

otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam)

10. Seksualitas

Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)

Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita

11. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi.

Penyembuhan yang lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik

(thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar

glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai

Page 18: ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

pesanan. Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam

pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap

glukosa darah.

B. Diagnosa Prioritas

1) Kerusakan ventilasi spontan berhubungan dengan faktor metabolic

2) Pola napas tidak efektif berhubungan hiperventilasi

3) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volum aktif

C. Intervensi

1) Kerusakan ventilasi spontan berhubungan dengan factor metabolic

Tujuan :

- Efektifnya jalan nafas

- Pengeluaran secret yang efektif

- Bebas dari dispnea

Intervensi

- Kaji respon pergantian status pernafasan klien (ekspirasi-inspirasi)

- Monitor dispnea dan penurunan RR

- Kaji riwayat klien penyakit kronik pernafasan

- Suction apabila diperlukan

- Kolaborasi dengan klien dan keluarga untuk pemasangan intubasi dan

ventilator

- Kolaborasi pemberian analgesic dan sedative jika diperlukan

- Lakukan analisa gas darah, dan tidal volume

- Gunakan komunikasi efektif pada klien

- Jelaskan pada keluarga tentang keadaan klien yang mengalami dispnea,

atau gangguan paru

2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan

Tujuan :

- Pola nafas pasien kembali teratur.

Page 19: ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

- Respirasi rate pasien kembali normal.

- Pasien mudah untuk bernafas.

Intervensi:

- Kaji status pernafasan dengan mendeteksi pulmonal.

- Berikan terapi fisik dada termasuk drainase postural.

- Penghisapan untuk pembuangan lendir.

- Identifikasi kemampuan dan berikan keyakinan dalam bernafas.

- Kolaborasi dalam pemberian farmakologi.

3) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volum aktif

Tujuan :

- TTV dalam batas normal

- Pulse perifer dapat teraba

- Turgor kulit dan capillary refill baik

- Keseimbangan urin output

- Kadar elektrolit normal

Intervensi

- Kaji riwayat durasi/intensitas mual, muntah dan berkemih berlebihan

- Monitor vital sign dan perubahan tekanan darah orthostatic

- Monitor perubahan respirasi: kussmaul, bau aceton

- Observasi kualitas nafas, penggunaan otot asesori dan cyanosis

- Observasi ouput dan kualitas urin.

- Timbang BB

- Pertahankan cairan 2500 ml/hari jika diindikasikan

- Ciptakan lingkungan yang nyaman, perhatikan perubahan emosional

- Catat hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan

distensi lambung

- Obsevasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema,

peningkatan BB, nadi tidak teratur dan adanya distensi pada vaskuler

Kolaborasi:

a) Pemberian NS dengan atau tanpa dextrosa

b) Albumin, plasma, dextran

Page 20: ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

c) Pertahankan kateter terpasang

d) Pantau pemeriksaan lab :

o Hematokrit

o BUN/Kreatinin

o Osmolalitas darah

o Natrium

o Kalium

e) Berikan Kalium sesuai indikasi

f) Berikan bikarbonat jika pH <7,0

g) Pasang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi

Page 21: ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan dan Saran

Diabetic ketoacidosis adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam jiwa

bila tidak ditangani secara tepat. lnsiden kondisi ini bisa terus meningkat, dan tingkat

mortalitas 1-2 persen telah dibuktikan sejak tahun 1970-an. Diabetic ketoacidosis paling

sering terjadi pada pasien penderita diabetes tipe 1 (yang pada mulanya disebut insulin-

dependent diabetes mellitus), akan tetapi keterjadiannya pada pasien penderita diabetes

tipe 2 (yang pada mulanya disebut non-insulin dependent diabetes mellitus), terutama

pasien kulit hitam yang gemuk adalah tidak sejarang yang diduga. Penanganan pasien

penderita Diabetic ketoacidosis adalah dengan memperoleh riwayat menyeluruh dan tepat

serta melaksanakan pemeriksaan fisik sebagai upaya untuk mengidentifikasi

kemungkinan faktor faktor pemicu. Pengobatan utama terhadap kondisi ini adalah

rehidrasi awal (dengan menggunakan isotonic saline) dengan pergantian potassium serta

terapi insulin dosis rendah. Penggunaan bikarbonate tidak direkomendasikan pada

kebanyakan pasien. Cerebral edema, sebagai salah satu dari komplikasi Diabetic

ketoacidosis yang paling langsung, lebih umum terjadi pada anak anak dan anak remaja

dibandingkan pada orang dewasa. Follow-up paisen secara kontinu dengan menggunakan

algoritma pengobatan dan flow sheets dapat membantu meminimumkan akibat

sebaliknya. Tindakan tindakan preventif adalah pendidikan pasien serta instruksi kepada

pasien untuk segera menghubungi dokter sejak dini selama terjadinya penyakit

Page 22: ASUHAN KEPERAWATAN KETOASIDOSIS

Daftar Pustaka

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4, jilid III. (2006). Jakarta: FKUI

Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta

Corwin, Elizaeth J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC

Hall, Jasse B., Schmitt, Gregors A.( 2007). Critical Care: Just The Facts. USA: Mc Graw-

Hill Companies inc

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medical Bedah; Suatu Pendekatan Proses

Keperawatan. USA: Mosby

Morton, patricia Gonce dkk. (2005). Critical Care Nursing A Holistik Approach.8th ed.

USA: Lippincot