23
CASE REPORT TINEA KORPORIS Oleh : Agusti Nala Sari Putri Ryzki Aulia Yelsa Yulanda Putri Eka putri Preseptor: dr. Dear Flowery KEPANITERAAN KLINIK ROTASI II PUSKESMAS BELIMBING

Case Tinea Korporis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

case

Citation preview

Page 1: Case Tinea Korporis

CASE REPORT

TINEA KORPORIS

Oleh :

Agusti Nala Sari

Putri Ryzki Aulia

Yelsa Yulanda Putri

Eka putri

Preseptor:

dr. Dear Flowery

KEPANITERAAN KLINIK ROTASI II

PUSKESMAS BELIMBING

2015

TINEA KORPORIS

Page 2: Case Tinea Korporis

I. PENDAHULUAN

Tinea korporis adalah penyakit dermatofit pada kulit glabrosa, selain kulit kepala, wajah, kaki,

telapak tangan dan kaki, janggut dan lipatan paha.(1,2,3) Manifestasinya akibat infiltrasi dan proliferasinya

pada stratum korneum dan tidak berkembang pada jaringan yang hidup. (1,4) Metabolisme dari jamur

dipercaya menyebabkan efek toksik dan respon alergi. Tinea korporis umumnya tersebar pada seluruh

masyarakat tapi lebih banyak di daerah tropis. (1)

Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur dan paling sering terjadi pada iklim yang panas

(tropis dan subtropis).(5,6) Ada beberapa macam variasi klinis dengan lesi yang bervariasi dalam ukuran

derajat inflamasi dan kedalamannya. Variasi ini akibat perbedaan imunitas hospes dan spesies dari jamur.(5)

II. EPIDEMIOLOGI

Tinea korporis merupakan infeksi yang umumnya sering dijumpai didaerah yang panas,

Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang paling umum diseluruh dunia dan sekitar 47 %

menyebabkan tinea korporis. Tricophyton tonsuran merupakan dermatofit yang lebih umum

menyebabkan tinea kapitis, dan orang dengan infeksi tinea kapitis antropofilik akan berkembang menjadi

tinea korporis.. Walaupun prevalensi tinea korporis dapat disebabkan oleh peningkatan Tricophyton

tonsuran, Microsporum canis merupakan organisme ketiga sekitar 14 % menyebabkan tinea korporis.(7)

Tinea korporis mungkin ditransmisikan secara langsung dari infeksi manusia atau hewan melalui

autoinokulasi dari reservoir, seperti kolonisasi T.rubrum di kaki. Anak-anak lebih sering kontak pada

zoofilik patogen seperti M.canis pada kucing atau anjing. Pakaian ketat dan cuaca panas dihubungkan

dengan banyaknya frekuensi dan beratnya erupsi. (2)

Infeksi dermatofit tidak menyebabkan mortalitas yang signifikan tetapi mereka bisa berpengaruh

besar terhadap kualitas hidup. Tinea korporis prevalensinya sama antara pria dan wanita. Tinea korporis

mengenai semua orang dari semua tingkatan usia tapi prevalensinya lebih tinggi pada preadolescen. Tinea

korporis yang berasal dari binatang umumnya lebih sering terjadi pada anak-anak. (7,8) Secara geografi

lebih sering pada daerah tropis daripada subtropis.(8)

Berdasarkan habitatnya dermatofit digolongkan sebagai antropofilik (manusia), zoofilik (hewan),

Page 3: Case Tinea Korporis

dan geofilik (tanah). Dermatofit yang antropofilik paling sering sebagai sumber infeksi tinea, tetapi

sumber yang zoofilik di identifikasi (jika mungkin) untuk mencegah reinfeksi manusia.(9)

III. ETIOLOGI

Tinea korporis dapat disebabkan oleh berbagai spesies dermatofit seperti Trichophyton,

Microsporum, dan Epidermophyton. Variasi penyebabnya dapat ditemukan berdasarkan spesies yang

terdapat di daerah tertentu.(1,6) Namun demikian yang lebih umum menyebabkan tinea korporis adalah

T.rubrum, T.mentagrophytes, dan M.canis.(1)

IV. PATOGENESIS

Dermatofitosis bukanlah patogen endogen. Transmisi dermatofit kemanusia dapat melalui 3

sumber masing-masing memberikan gambaran tipikal. Karena dermatofit tidak memiliki virulensi secara

khusus dan khas hanya menginvasi bagian luar stratum korneum dari kulit.(3)

Types Of Dermatophytes Based On Mode Of Transmission

Category Mode of transmission Typical clinical features

Antropofilik

Zoofilik

Geofilik

Manusia ke manusia

Hewan ke manusia

Tanah ke manusia atau hewan

Ringan, tanpa inflamasi, kronik

Inflamasi hebat (mungkin pustula dan

vesikel), akut.

Inflamasi sedang

Lingkungan kulit yang sesuai merupakan faktor penting dalam perkembangan klinis

dermatofitosis. Infeksi alami disebabkan oleh deposisi langsung spora atau hifa pada permukaan kulit

yang mudah dimasuki dan umumnya tinggal di stratum korneum, dengan bantuan panas, kelembaban dan

kondisi lain yang mendukung seperti trauma, keringat yang berlebih dan maserasi juga berpengaruh.(4,7,10)

Page 4: Case Tinea Korporis

Pemakaian bahan yang tidak berpori akan meningkatkan temperatur dan keringat sehingga

mengganggu fungsi barier stratum korneum. Infeksi dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan

individu atau hewan yang terinfeksi, benda-benda seperti pakaian, alat-alat dan lain-lain. Infeksi dimulai

dengan terjadinya kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya dalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini

memproduksi enzim keratolitik yang mengadakan difusi ke dalam jaringan epidermis dan merusak

keratinosit. (7,10)

Setelah masa perkembangannya (inkubasi) sekitar 1-3 minggu respon jaringan terhadap infeksi

semakin jelas dan meninggi yang disebut ringworm, yang menginvasi bagian perifer kulit. Respon

terhadap infeksi, dimana bagian aktif akan meningkatkan proses proliferasi sel epidermis dan

menghasilkan skuama. Kondisi ini akan menciptakan bagian tepi aktif untuk berkembang dan bagian

pusat akan bersih. Eliminasi dermatofit dilakukan oleh sistem pertahanan tubuh (imunitas) seluler.(7,10)

Pada masa inkubasi, dermatofit tumbuh dalam stratum korneum, kadang-kadang disertai tanda

klinis yang minimal. Pada carier, dermatofit pada kulit yang normal dapat diketahui dengan pemeriksaan

KOH atau kultur.(10)

V. GAMBARAN KLINIK

Tinea korporis bisa mengenai bagian tubuh manapun meskipun lebih sering terjadi pada bagian

yang terpapar. Pada penyebab antropofilik biasanya terdapat di daerah yang tertutup atau oklusif atau

daerah trauma.(6)

Keluhan berupa rasa gatal. Pada kasus yang tipikal didapatkan lesi bulla yang berbatas tegas,

pada tepi lesi tampak tanda radang lebih aktif dan bagian tengah cenderung menyembuh. Lesi yang

berdekatan dapat membentuk pola gyrate atau polisiklik. Derajat inflamasi bervariasi, dengan morfologi

dari eritema sampai pustula, bergantung pada spesies penyebab dan status imun pasien. Pada penyebab

zoofilik umumnya didapatkan tanda inflamasi akut. Pada keadaan imunosupresif, lesi sering menjadi

lebih luas.(6)

Tinea korporis dapat bermanifestasi sebagai gambaran tipikal, dimulai sebagai lesi eritematosa,

plak yang bersisik yang memburuk dan membesar, selanjutnya bagian tengah dari lesi akan menjadi

bentuk yang anular akan mengalami resolusi, dan bentuk lesi menjadi anular. (1,5,7,10,11) berupa skuama,

krusta, vesikel, dan papul sering berkembang, khususnya pada bagian tepinya. Kadang-kadang terlihat

erosi dan krusta akibat garukan. Lesi pada umumnya merupakan bercak terpisah satu dengan yang

Page 5: Case Tinea Korporis

lainnya.(10)

Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang akut biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini

dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini

disebut tinea korporis dan kruris.(12)

Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh Trichophyton concentricum disebut tinea

imbrikata. Tinea imbrikata mulai dengan bentuk papul berwarna coklat, yang perlahan-lahan menjadi

besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa

waktu mulai lagi dari bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran skuama yang konsentris. (7)

Infeksi dermatofit secara zoofilik atau geofilik lebih sering menyebabkan respon inflamasi

daripada yang disebabkan oleh mikroba antropofilik. Umumnya, pasien HIV-positif atau

imunokompromise bisa terlihat dengan abses yang dalam dan meluas. (7)

Tinea korporis lebih sering ditemukan sebagai asimptomatik atau gatal ringan. Secara obyektif

tipikal lesinya mulai sebagai makula eritematosa atau papul yang menjalar dan berkembang menjadi

anular, dan lesi berbatas tegas, skuama atau vesikel, tepi yang berkembang dan healing center. Tinea

korporis lebih sering pada permukaan tubuh yang terbuka antara lain wajah, lengan dan bahu.(13)

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dalam patogenesisnya, jamur patogen akan menyebabkan kelainan pada kulit sehingga atas dasar

kelainan kulit inilah kita dapat membangun diagnosis. Akan tetapi kadang temuan efloresensi tidak khas

atau tidak jelas, sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang. (14)

Pemeriksaan KOH merupakan pemeriksaan tunggal yang paling penting untuk mendiagnosis

infeksi dermatofit secara langsung dibawah mikroskop dimana terlihat hifa diantara material keratin. (5)

Gambaran effloresensinya sebagai berikut (6)

Penyakit jamur Floresensi

Tinea kapitis Pitiriasis versikolor Hijau, biru kehijauan Kuning keemasan

Bukan Penyakit jamur Effloresensi

Eritasma Obat tetrasiklin Merah bata kuning

Page 6: Case Tinea Korporis

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis ditetapkan berdasarkan gambaran klinis dan lokalisasinya atau pemeriksaan sediaan

langsung kerokan lesi dengan larutan KOH 20%, untuk melihat elemen jamur dermatofit. Biakan jamur

diperlukan untuk identifikasi spesies jamur penyebab yang lebih akurat.(10)

Diagnosis pasti digunakan melakukan pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop untuk

mengidentifikasi adanya hifa dan spora untuk mengetahui infeksi dermatofit. Infeksi dapat dikonfirmasi

atau beberapa dari keadaan ini diidentifikasi dari hasil positif kerokan oleh kultur jamur. (14)

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Bergantung variasi gambaran klinis, tinea korporis kadang sulit dibedakan dengan beberapa

kelainan kulit yang lainnya. Antara lain dermatitis kontak, dermatitis numularis, dermatitis seboroik,

ptiriasis rosea,(6,12) dan psoriasis.(6,7,12) Untuk alasan ini, tes laboraturium sebaiknya dilakukan pada kasus

dengan lesi kulit yang tidak jelas penyebabnya. (6)

Kelainan kulit pada dermatitis seboroik selain dapat menyerupai tinea korporis, biasanya dapat

terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya dikulit kepala, lipatan-lipatan kulit, misanya belakang

telinga, daerah nasolabial dan sebagainya. Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit dari tempat

predileksi, yaitu daerah ekstensor, misalnya lutut, siku dan punggung. Kulit kepala berambut juga sering

terkena pada penyakit ini. Adanya lekukan lekukan pada kuku dapat pula menolong untuk menentukan

diagnosis. (12)

Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas, tubuh dan bagian

proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis tanpa heral patch yang dapat

membedakan penyakit ini dengan tinea korporis. Pemeriksaan laboratoriumlah yang dapat memastikan

diagnosisnya. (12)

IX. PENATALAKSANAAN

Menghilangkan faktor predisposisi penting, misalnya mengusahakan daerah lesi selalu kering

dan memakai baju yang menyerap keringat.

Page 7: Case Tinea Korporis

A. Terapi topikal

Terapi direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit biasanya hidup pada

jaringan. Berbagai macam preparat imidazol dan alilamin tersedia dalam berbagai formulasi.

Dan semuanya memberikan keberhasilan terapi (70-100%). Terapi topikal digunakan 1-2 kali

sehari selama 2 minggu tergantung agen yang digunakan. Topikal azol dan allilamin

menunjukkan angka perbaikan perbaikan klinik yang tinggi.(7)

Berikut obat yang sering digunakan :

1. Topical azol terdiri atas :

a. Econazol 1 %

b. Ketoconazol 2 %

c. Clotrinazol 1%

d. Miconazol 2% dll.

Derivat imidazol bekerja dengan cara menghambat enzim 14-alfa-dimetilase pada

pembentukan ergosterol membran sel jamur. (7,15)

2. Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2,3 epoksidase sehingga

skualen menumpuk pada proses pembentukan ergosterol membran sel jamur.(10) yaitu

aftifine 1 %, butenafin 1% Terbinafin 1% (fungisidal bersifat anti inflamasi ) yang mampu

bertahan hingga 7 hari sesudah pemakaian selama 7 hari berturut-turut.(7,15)

3. Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja menghambat masuknya bahan

esensial selular dan pada konsentrasi tinggi merubah permeabilitas sel jamur merupakan

agen topikal yang bersifat fungisidal dan fungistatik, antiinflamasi dan anti bakteri serta

berspektrum luas.(7)

4. Kortikosteroid topikal yang rendah sampai medium bisa ditambahkan pada regimen anti

jamur topikal untuk menurunkan gejala. Tetapi steroid hanya diberikan pada beberapa hari

pertama dari terapi. (5,7)

B. Terapi sistemik

Pedoman yang dikeluarkan oleh American Academy of Dermatology menyatakan bahwa

Page 8: Case Tinea Korporis

obat anti jamur (OAJ) sistemik dapat digunakan pada kasus hiperkeratosis terutama pada telapak

tangan dan kaki, lesi yang luas, infeksi kronis, pasien imunokompromais, atau pasien tidak

responsif maupun intoleran terhadap OAJ topikal. (15)

1. Griseofulvin (7,15)

Obat ini berasal dari penicillium griceofulvum dan masih dianggap baku emas pada

pengobatan infeksi dermatofit genus Trichophyton, Microsporum, Epidermophyton. Berkerja

pada inti sel, menghambat mitosis pada stadium metafase.

2. Ketokonazol (15)

Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik, termasuk golongan

imidazol. Absorbsi optimum bila suasana asam.

3. Flukonazol (15)

Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan imidazol, namun absorbsi tidak

dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung.

4) Itrakonazol (15)

Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas, bersifat fungistatik dan

efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik maupun jamur dematiacea. Absorbsi

maksimum dicapai bila obat diminum bersama dengan makanan.

5. Amfosterin B (15)

Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi oleh Streptomyces nodosus. Bersifat

fungistatik, pada konsentrasi rendah akan menghambat pertumbuhan jamur, protozoa dan

alga. Digunakan sebagai obat pilihan pada pasien dengan infeksi jamur yang membahayakan

jiwa dan tidak sembuh dengan preparat azol.

X. PROGNOSIS

Untuk tinea korporis yang bersifat lokal, prognosisnya akan baik dengan tingkat kesembuhan 70-

100% setelah pengobatan dengan azol topikal atau allilamin atau dengan menggunakan anti jamur

sistemik. (7)

Page 9: Case Tinea Korporis

XI. KESIMPULAN

Tinea korporis adalah penyakit dermatofit pada kulit glabrosa, selain kulit kepala, wajah, kaki,

telapak tangan dan kaki, janggut dan lipatan paha.(1,2,3) Manifestasinya akibat infiltrasi dan proliferasinya

pada stratum korneum dan tidak berkembang pada jaringan yang hidup. (4) Metabolisme dari jamur

dipercaya menyebabkan efek toksik dan respon alergi. Tinea korporis umumnya tersebar pada seluruh

masyarakat tapi lebih banyak pada didaerah tropis. (1)

Tinea korporis lebih sering ditemukan sebagai asimptomatik atau gatal ringan. Secara obyektif

tipikal lesinya mulai sebagai makula eritematosa atau papul yang menjalar dan berkembang menjadi

anular, dan lesi berbatas tegas, skuama atau vesikel, tepi yang berkembang dan healing center. Tinea

korporis lebih sering pada permukaan tubuh yang terbuka antara lain wajah, lengan dan bahu.(13)

Untuk tinea korporis yang bersifat lokal, prognosisnya akan baik dengan tingkat kesembuhan 70-

100% setelah pengobatan dengan azol topikal atau allilamin atau dengan menggunakan anti jamur

sistemik (7)

Page 10: Case Tinea Korporis

DAFTAR PUSTAKA

1. Patel S, Meixner JA, Smith MB, McGinnis MR. Superficial mycoses and dermatophytes. In :

Tyring SK, Lupi O, Hengge UR, editors. Tropical dermatology. China: Elsenvier inc, 2006.

p.185-92.

2. Nelson MM, Martin AG, Heffernan MP. Fungal disease with cutaneus involvement. In :

Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s:

Dermatology in general medicine. 6th ed. New York: Mc graw hill, 2004.p:1908-2001.

3. Sobera JO, Elewski BE. Fungal disease. In : Bolognia JL, Jorizzo JL, Raiini RP, editors.

Dermatology. Spain : Elsevier Science; 2003. p.1174-83.

4. Rook, Willkinson, Ebling. Mycology. In : Champion RH, Burton JL, Ebling FJG, editors. Text

book of dermatology. 5th ed. London : Blackwell scientific publication,1992. p.1148-9.

5. Habif TP. Clinacal dermatology. 4th ed. Edinburgh: Mosby, 2004

6. Goedadi MH, Suwito PS. Tinea korporis dan tinea kruris. In : Budimulja U, Kuswadji, Bramono

K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S, editors. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai

penerbit FKUI, 2004.p.31-4

7. Rushing ME. Tinea corporis. Online journal. 2006 June 29; available from;

http://www.emedicine.com/asp/tinea corporis/article/page type=Article.htm

8. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolff K, Suurmond D. Colour atlas and synopsis of clinical

dermatology. Athed New York: Mc graw hill.1999.

9. Noble SL, Forbes RC, Stamm PL. Diagnosis and management of common tinea infections. 1998

July 1, available from: <http://www.afp.org/journal/asp/.htm>

10. Amiruddin MD. Ilmu penyakit kulit. Makassar: Percetakan LKiS, 2003.

11. Allen Hb, Rippon JW. Superficial and deep mycoses. In : Moschella SL, Hurley HJ.

Dermatology. 2nd ed. Philadelphia: W.B. Sauders company, 1992. p.739-75

12. Budimulja U. Mikosis. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisyah S. editors. Ilmu penyakit kulit dan

kelamin. 3rd ed. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2002.p.92-3.

Page 11: Case Tinea Korporis

13. Arndt KA, Bowers KE. Manual of dermatology therapeutics with essential of diagnostic. 6 th ed.

Philadelphia: Lippincot Williams & willkins.2002.

14. Nugroho SA. Pemeriksaan penunjang diagnosis dermatomikosis superfisialis. In : Budimulja U,

Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S, editors. Dermatomikosis

superfisialis. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2004.p.99-106.

15. Kuswadji, Widaty KS. Obat anti jamur. In : Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL,

Dwihastuti P, Widaty S, editors. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai penerbit FKUI,

2004.p.108-16.

Page 12: Case Tinea Korporis

LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien

a. Nama/Kelamin/Umur : Nani./ Perempuan / 35 tahun

b. Pekerjaan/pendidikan : IRT

c. Alamat : Lolo

2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga

a. Status Perkawinan : Menikah

b. Jumlah Anak : 2

c. Status Ekonomi Keluarga :

Berasal dari golongan ekonomi cukup mampu dengan penghasilan perbulan Rp 2.500.000,-

d. KB : ada

e. Jaminan Kesehatan : BPJS

f. Kondisi Rumah :

- Rumah semipermanen, perkarangan sempit.

- Ventilasi dan sirkulasi udara baik

- Listrik ada

- Sumber air : Sumur

- Jamban ada 1 buah, di dalam rumah

- Sampah dibakar dan dibuang ke TPA

Kesan : hygiene dan sanitasi cukup baik

g. Kondisi Lingkungan Keluarga

- Pasien tinggal di rumah pribadi, di daerah perkotaan yang padat penduduk.

- Lokasi pemukiman pasien cukup padat.

- Lingkungan sekitar rumah cukup bersih.

3. Aspek Psikologis di keluarga

- Hubungan di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya baik.

Page 13: Case Tinea Korporis

- Faktor stress dalam keluarga tidak ada

4. Keluhan utama

Bercak kehitaman yang terasa gatal di badan yang bertambah banyak dan gatal sejak seminggu yang

lalu.

5. Riwayat Penyakit Sekarang

Awalnya, bercak muncul di punggung atas sejak sekitar 2 minggu yang lalu. Kemudian karena

gatal, pasien menggaruknya, lama- kelamaan bercak meluas dan muncul bercak baru di lipat

payudara dan sampai ke perut sejak seminggu yang lalu..

Bercak terasa semakin gatal ketika berkeringat.

Pasien bekerja sehari-hari sebagai ibu rumah tangga yang sering berkeringat, dan membiarkan

pakaian tetap lembab ketika berkeringat. Mandi 2 kali sehari, dikeringkan dengan handuk yang

digunakan sendiri.

Riwayat kebiasaan memakai baju berbahan tebal dan tidak menyerap keringat tidak ada. Riwayat

pemakaian bersama pakaian tidak ada.

Riwayat kebiasaan makan makanan pedas dan berlemak ada.

Pasien tidak memelihara kucing ataupun anjing yang memiliki penyakit (kudis).

Riwayat bersin-bersin di pagi hari, eksim dan mata gatal-gatal disangkal.

Riwayat demam, batuk dan pilek disangkal.

6. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya.

Pasien tidak memiiki riwayat atopi.

Tidak ada riwayat diabetes melitus.

7. Riwayat penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini terutama suami pasien. Tidak

terdapat riwayat penyakit alergi ataupun atopi.

8. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : CMC

Nadi : 88x/ menit

Page 14: Case Tinea Korporis

Nafas : 20x/menit

TD : 120/70 mmHg

Suhu : 36,80C

BB : 55 kg

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

KGB : tidak ada pembesaran KGB

Leher : JVP 5-2 cmH2O

THT : tidak ada kelainan

Gigi dan Mulut : tidak ada kelainan

Thorax

- Paru

Inspeksi : simetris kiri = kanan

Palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : suara nafas bronkovesikuler, ronki (-) wheezing (-)

- Jantung

Inspeksi : Iktus tidak terlihat

Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : Batas-batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : Irama teratur, bising (-)

Abdomen

Inspeksi : tidak tampak membuncit, Distensi (-),

Palpasi : Supel, Hepar/Lien tidak teraba, NT(-), NL (-),

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Status dermatologikus

Page 15: Case Tinea Korporis

Lokasi : punggung atas, lipat payudara kiri dan kanan, perut.

Distribusi : terlokalisir (<30%)

Bentuk : tidak khas

Susunan : polisiklik

Batas : tegas

Ukuran : plakat

Efloresensi : plak eritem dan plak hiperpigmentasi disertai papul di pingggiran lesi

yang meninggi, dengan skuama kasar putih dan erosi.

Status venereologikus : tidak ditemukan kelainan

Kelainan selaput : tidak ditemukan kelainan

Kelainan kuku : tidak ditemukan kelainan

Kelainan rambut : tidak ditemukan kelainan

9. Laboratorium :

Anjuran : pemeriksaan kerokan pinggir kulit dengan KOH 10% hifa panjang dikotom

dikontour dengan spora berderet (artrospora)

10. Diagnosis Kerja

Tinea korporis

11. Diagnosis Banding : pitiriasis rosea, dermatitis numularis

12. Manajemen

a. Preventif :

- Gunakan handuk tersendiri untuk mengeringkan bagian yang terkena infeksi atau

bagian yang terinfeksi dikeringkan terakhir untuk mencegah penyebaran infeksi ke

bagian tubuh lainnya.

- Jangan mengunakan handuk, baju, atau benda lainnya secara bergantian dengan orang

yang terinfeksi.

- Cuci handuk dan baju yang terkontaminasi jamur dengan air panas untuk mencegah

penyebaran jamur tersebut.

b. Promotif :

Page 16: Case Tinea Korporis

- Jika memungkinkan hindari penggunaan baju dan sepatu yang dapat menyebabkan

kulit selalu basah seperti bahan wool dan bahan sintetis yang dapat menghambat

sirkulasi udara. Sebelum menggunakan sepatu, sebaiknya dilap terlebih dahulu dan

bersihkan debu-debu yang menempel pada sepatu.

- Hindari kontak langsung dengan orang yang mengalami infeksi jamur. Gunakan

sandal yang terbuat dari bahan kayu dan karet.

c. Kuratif :

- Griseofulvin dosis 500 mg 1x 4 tablet 125 mg selama 2 minggu

- Mikonazol cream 2% selama 7 hari dipakai 2-3x sehari setelah mandi

- Loratadine 10 mg/hari 1x1 tab 10 mg (simptomatis)

d. Rehabilitatif :

- Bersihkan kulit setiap hari menggunakan sabun dan air untuk menghilangkan sisa-sisa

kotoran agar jamur tidak mudah tumbuh.

13. Prognosis

Quo ad sanam : bonam

Quo ad vitam : bonam

Quo kosmetikum : bonam

Quo ad functionam : bonam

Page 17: Case Tinea Korporis

Dinas Kesehatan Kota Padang

Puskesmas Belimbing

Dokter : Dear Flowery Padang, 23 November 2015

R/ griseofulvin tab 125 mg No. LVI

S 1 dd tab 4

R/ mikonazol cr 2% tube No. I

Sue

Pro : Nani

Umur : 36 tahun

Alamat : Tui Kuranji