8
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Maloklusi gigi merupakan salah satu masalah kesehatan gigi. Survei epidemiologi maloklusi di beberapa negara, terutama di Eropa Utara dan Amerika Utara, telah melaporkan bahwa gangguan tentang maloklusi sering terjadi. Dampak dari gangguan maloklusi berpengaruh pada pola hidup masyarakat. Sebagian besar masyarakat modern saat ini lebih mementingkan daya tarik fisik dan kecantikan wajah. Wajah tetap menjadi faktor kunci dalam penentuan daya tarik fisik manusia (Bellot et.al,2013). Hasil Riset Kesehatan Nasional 2013 menunjukan sebanyak 14 provinsi di Indonesia masih mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut sebesar 22,9%. Prevelensi masalah maloklusi di Indonesia sendiri masih cukup tinggi yaitu sebesar 80% dari jumlah penduduk di Indonesia dan merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang cukup besar (Wijayanti,2014). Maloklusi dapat dinilai dengan indek maloklusi yang menilai beberapa hal menyangkut maloklusi misalnya, prevalensi, keparahan, dan kebutuhan serta hasil perwatan. Maloklusi secara epidemiologi dapat diukur dengan menggunakan alat ukur berupa indek ( Occlusion Feature Index) OFI yang dikembangkan oleh National Institute of Dental pada tahun 1957 dan telah diterapkan dan di evaluasi oleh Poulton dan Aeroson pada tahun 1960 dalam penelitannya. Ciri ciri maloklusi yang dapat dinilai dengan metode ini ialah: repository.unimus.ac.id repository.unimus.ac.id repository.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN - repository.unimus.ac.idrepository.unimus.ac.id/1392/2/BAB I.pdf · dimensi dari gigi sulung menjadi gigi tetap yang banyak menimbulkan masalah. Oklusi menjadi

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

A . LATAR BELAKANG

Maloklusi gigi merupakan salah satu masalah kesehatan gigi. Survei

epidemiologi maloklusi di beberapa negara, terutama di Eropa Utara dan

Amerika Utara, telah melaporkan bahwa gangguan tentang maloklusi sering

terjadi. Dampak dari gangguan maloklusi berpengaruh pada pola hidup

masyarakat. Sebagian besar masyarakat modern saat ini lebih mementingkan

daya tarik fisik dan kecantikan wajah. Wajah tetap menjadi faktor kunci dalam

penentuan daya tarik fisik manusia (Bellot et.al,2013).

Hasil Riset Kesehatan Nasional 2013 menunjukan sebanyak 14 provinsi

di Indonesia masih mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut sebesar 22,9%.

Prevelensi masalah maloklusi di Indonesia sendiri masih cukup tinggi yaitu

sebesar 80% dari jumlah penduduk di Indonesia dan merupakan masalah

kesehatan gigi dan mulut yang cukup besar (Wijayanti,2014).

Maloklusi dapat dinilai dengan indek maloklusi yang menilai beberapa hal

menyangkut maloklusi misalnya, prevalensi, keparahan, dan kebutuhan serta

hasil perwatan. Maloklusi secara epidemiologi dapat diukur dengan

menggunakan alat ukur berupa indek ( Occlusion Feature Index) OFI yang

dikembangkan oleh National Institute of Dental pada tahun 1957 dan telah

diterapkan dan di evaluasi oleh Poulton dan Aeroson pada tahun 1960 dalam

penelitannya. Ciri – ciri maloklusi yang dapat dinilai dengan metode ini ialah:

repository.unimus.ac.idrepository.unimus.ac.idrepository.unimus.ac.id

2

letak gigi berjejal, kelainan interdigitasi tonjol gigi posterior, tumpang gigit, dan

jarak gigit ( Dewanto,1980).

Penelitian yang dilakukan oleh Santos (2016), tentang masalah maloklusi

pada anak usia 11 – 14 di Brazil menunjukkan pengaruh status psikososialnya

yang berupa rasa tidak percaya diri. Gigi berjejal banyak dialami pada rentang

usia anak 10 – 12 tahun karena pada usia ini merupakan fase kedua periode gigi

bercampur. Kebanyakan anak memiliki kebiasan buruk seperti menghisap ibu

jari, bernafas lewat mulut dan lain sebagainya. Pada periode ini terjadi perubahan

dimensi dari gigi sulung menjadi gigi tetap yang banyak menimbulkan masalah.

Oklusi menjadi tidak sesuai sehingga dapat terjadi keadaan gigi berjejal, gigitan

silang, gigitan terbuka, gigitan dalam, dan hilangnya gigi permanen karena karies

(Wijayanti,2014).

Istilah psikososial berkaitan dengan perkembangan manusia, bahwa tahap

kehidupan seseorang dimulai dari lahir sampai mati serta dibentuk oleh pengaruh

sosial yang nantinya menjadi matang secara fisik dan psikologis. Semakin

bertambahnya usia seseorang, secara bertahap ia mulai melepaskan diri dari

kehidupan sosialnya karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Keadaan ini

mengakibatkan interaksi sosial pada dewasa dapat menurun (Myers, 2012).

Status psikososial itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor

internal dan eksternal. Bagian dari kehidupan yang tidak memiliki kontrol atas

perbuatan disebut pengaruh eksternal. Peran yang negatif baik secara fisik atau

emosional lebih cenderung memiliki masalah untuk berurusan dengan kehidupan.

repository.unimus.ac.idrepository.unimus.ac.idrepository.unimus.ac.id

3

Selain itu ada pula faktor pendukung lainnya yaitu faktor lingkungan (Myers,

2012).

Maloklusi gigi dapat mempengaruhi hubungan sosial seseorang. Maloklusi

gigi tidak hanya mempengaruhi fungsi pengunyahan dan penampilan lisan, tetapi

juga dari faktor ekonomi, sosial (Hidayat,2005).

Maloklusi yang berdampak pada status psikososial dapat diukur

menggunakan kuesioner Psyihosocial Impact of Dental Aesthetics Questioner

(PIDAQ) sebagai alat ukur yang dapat memberikan informasi pada suatu aspek

psikososial yang dirancang untuk menilai status psikososial sebagai dampak

estetik gigi (Santos,2016).

Penelitian tentang hubungan maloklusi terhadap psikososial dilakukan pada

anak pernah dilakukan oleh Santo,Mendos Paulo pada tahun 2016 dengan judul

Validity of the Psyihosocial Impact of Dental Aesthetics Questioner for use on

Brazilian adolescents di Brazil yang menunjukkan hasil adanya dampak

psikososial terhadap keadaan gigi yang mengalami maloklusi.

Sekolah Dasar Negri 04 Plalangan merupakan SD binaan Puskesmas

Gunungpati Semarang, terdapat 102 siswa dari kelas 4 sampai dengan kelas 6

yang terdiri dari 61 siswa laki- laki dan 41 siswa perempuan. Dari hasil kegiatan

UKGS Puskesmas pada tahun 2016 dari jumalah siswa yang diperiksa

didapatkan 90% siswa yang mengalami karies dan dirujuk ke Puskesmas

Gunungpati Semarang. Menurut Proffit (2013) hasil studi tentang faktor – faktor

repository.unimus.ac.idrepository.unimus.ac.idrepository.unimus.ac.id

4

yang mempengaruhi karies gigi memperlihatkan orang – orang yang memiliki gigi

yang maloklusi. Prevalensi maloklusi pada anak-anak pedesaan menurut

penelitian menunjukan lebih banyak dibanding prevalensi maloklusi pada anak

diperkotaan (Wijayanti,2014) .

Berdasarkan banyak kasus karies gigi di SDN Plalangan 04 Gunungpati

Semarang yang dapat menimbulkan maloklusi pada anak karena dengan adanya

karies gigi maka gigi akan rentan dan akan mengakibatkan kehilangan gigi secara

dini, dan dapat berakibat maloklusi gigi karna ketidaksesuaian letak gigi.

Pengetahuan anak pada usia 10 – 12 tahun pada umum belum mengerti tentang

kondisi kesehatan gigi yang dialami dan dampak yang ditimbulkan dari

maloklusi bila tidak ditangani secara dini. Menurut hasil beberapa penelitian

terdahulu terdapat banyak maloklusi pada anak dengan rentang usia 6 – 14 tahun.

Ingin dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan maloklusi pada anak usia

10 – 12 tahun terhadap psikologis anak di SDN O4 Plalangan Gunung Pati

Semarang .

Maloklusi yang parah dapat menyebabkan gangguan pada saat proses

pengunyahan makanan, cara berbicara bahkan sampai permasalahan pada

pernafasan. Maloklusi ini dikategorikan sebagai kelainan atau penyakit yang harus

diobati dengan obat yang baik. Firman Allah SWT yang berbunyi “Dan

menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka

segala yang buruk.” (Q.S Al-Ahzab : 5). Artinya dalam hal maloklusi Allah tidak

melarang umatnya untuk melakukan perawatan orthodontik karena mengalami

repository.unimus.ac.idrepository.unimus.ac.idrepository.unimus.ac.id

5

maloklusi, selagi tindakan tersebut tidak mengubah ciptaan Allah dan semata –

mata untuk kepentingan kesehatan.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan maloklusi dengan status psikossosial pada siswa usia 10 –

12 tahun di SDN 04 Plalangan Gunungpati Semarang ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan maloklusi dengan status psikososial pada anak .

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan indekOFI pada anak usia 10 – 12 tahun.

b. Mendeskripsikan status psikososial (PIDAQ) anak.

c. Menjelaskan hubungan maloklusi dengan ststus psikososial pada anak.

D. Manfaat

1. Keilmuan

Mengembangkan wawasan ilmu kedokteran gigi khususnya psikologi di

bidang ortodonti.

2. Institusi

Menambah khasanah pustaka Fakultas Kedokteran Gigi dan Fakultas

Kesehatan Masyarakat Unimus mengenai persepsi estetika gigi

mahasiswa berdasarkan Psyihosocial Impact of Dental Aesthetics Questioner

dari PIDAQ.

repository.unimus.ac.idrepository.unimus.ac.idrepository.unimus.ac.id

6

3. Masyarakat

Sebagai pemberi informasi bagi orangtua agar dapat merawat gigi anak

dari dini.

E. Keaslian Penelitian

no Peneliti,tahun

Judul Penelitian Perbedaan HasilPenelitian

1. LilingDonnaTrye,2013

Hubungan KasusMaloklusi GigiAnterior DenganStatusPsikososial PadaPelajar SMP diMakassar.

1. Waktu dan Tempat :SMPN 12 dan 6 diMakassar pada tahun2013.

2. Subjek penelitia :Rentang usia 11- 14tahun.

3. Indek maloklusi:pengukuran maloklusianterior dengan kriteriaprotrusi, crowded,distema, dan edge toedge.

Menunjukkanhubungan kasusmaloklusi gigianterior denganstatus psikososialterutama padaanak laki – lakupada rentan usia14 tahun.

2. UslanIsriani,2014

HubunganMaloklusiTerhadapPsikologis PadaRemaja SMA diKota Makassar.

1. Waktu dan tempat :SMAN 21 dan 4 diMakassar pada tahun2014.

2. Subjek penelitian :rentang usia 14- 16tahun.

3. Indek maloklusi : OITN

Ada hubungankasus maloklusiterhadap psikologipada remaja SMAdan

ada hubungankarakteristikmaloklusi terhadapstatus psikologipada remaja SMA.

3. PuspitaKurniaI,2014

Hubungan AntaraOverjet DanOverbite DenganStatusPsikososialDewasa AwalMahasiswaFakultasekonomiDan BisnisUnuversitanMuhammadiyahSurakarta Tahun2014.

1. Waktu dan tempat :Fakultas Ekonomi danBisnis UniversitaMuhammadiyahSurakarta pada tahun2014.

2. Subjek penelitian :rentang usia 20 – 25tahun.

3. Indek maloklusi :pengukuran overjet danoverbite menggunakannilai derajat overjet danoverbite .

Terdapathubungan yangtidak bermaknaantara overjet danoverbite denganstatus psikososial.

Tabel 1.1. Keaslian Penelitian

repository.unimus.ac.idrepository.unimus.ac.idrepository.unimus.ac.id

7

1. “Hubungan Kasus Maloklusi Gigi Anterior Dengan Status Psikososial Pada

Pelajar SMP di Makassar”, Liling Donna Trye,2013 . Perbedaan peneliti

dengan penelitian sebelumnya adalah pada tempat dan waktu penelitian

serta subjek penelitian . Penelian sebelumnya dilakukan di SMPN 12 dan 6

di Makassar pada tahun 2013,subjek pada penelian ini adalah usia 11- 14

tahun, dengan pengukuran maloklusi anterior dengan kriteria protrusi,

crowded, distema, dan edge to edge. Sedangkan peneliti melakukan

penelitian di SDN 04 Plalangan Gunung Pati Semarang pada tahun 2017

dengan subjek usia 10 – 12 tahun , dengan menggunakan indeks OFI

sebagai pengukuan maloklusi . Persamaan peneli dengan penelitian

sebelumnya terdapat pada jenis yang digunakan yaitu observasional analitik

dan desain cross sectional , serta pengukuran psikologis dengan

menggunakan PIDAQ.

2. “Hubungan Maloklusi Terhadap Psikologis Pada Remaja SMA Di Kota

Makassar”, Uslan Isriani,2014. Perbedaan peneliti dengan penelitian

sebelumnya adalah pada tempat dan waktu penelitian serta subjek

penelitian . Penelian sebelumnya dilakukan di SMAN 21 dan 4 di Makassar

pada tahun 2014,subjek pada penelian ini adalah usia 14- 16 tahun,

pengukuran indeks maloklusi dengan menggunakan OITN dan OFI .

Sedangkan peneliti melakukan penelitian di SDN 04 Plalangan Gunung

Pati Semarang pada tahun 2017 dengan subjek usia 10 – 12 tahun , dengan

menggunakan indeks OFI sebagai pengukuan maloklusi . Persamaan peneli

dengan penelitian sebelumnya terdapat pada jenis yang digunakan yaitu

repository.unimus.ac.idrepository.unimus.ac.idrepository.unimus.ac.id

8

observasional analitik dan desain cross sectional , serta pengukuran

psikologis dengan menggunakan PIDAQ dan pengukuran maloklusi

menggunakan OFI .

3. “Hubungan Antara Overjet Dan Overbite Dengan Status Psikososial

Dewasa Awal Mahasiswa Fakultas ekonomi Dan Bisnis Unuversitas

Muhammadiyah Surakarta Tahun 2014”, Puspita Kurnia I,2014 .

Perbedaan peneili dengan peneliti sebelumnya adalah terletak pada tempat

dan waktu penelitian, subjek penelitian serta pengukuran maloklusi ,

penelitian sebelumnya dilakukan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universita Muhammadiyah Surakarta pada tahun 2014 , subjek dalam

penelitian ini adalah usia 20 – 25 tahun dengan pengukuran overjet dan

overbite menggunakan nilai derajat overjet dan overbite . Peneliti

melakukan penelitian di SDN 04 Plalangan Gunung Pati Semarang pada

tahun 2017 dengan subjek usia 10 – 12 tahun , dengan menggunakan indeks

OFI sebagai pengukuran maloklusi . Persamaan peneliti dengan penelitian

sebelumnya terdapat pada jenis yang digunakan yaitu observasional analitik

dan desain cross sectional , serta pengukuran psikologis menggunakan

PIDAQ .

repository.unimus.ac.idrepository.unimus.ac.idrepository.unimus.ac.id