Upload
sujanapkm
View
335
Download
13
Embed Size (px)
Citation preview
ASUHAN KEPERAWATAN OTOSKLEROSIS
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Sistem Sensori & Persepsi
Disusun Oleh :
1. Eli Novitasari
2. Lilis Lesmanawati
3. Nana Rukana Yusup
4. Nunu Nugraha
5. Sri Hastuti
6. Sujana
7. Triyeni Kresnhawaty
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKes ) CIREBON
PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN
CIREBON
2012
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah dengan judul ″ Asuhan Keperawatan Otosklerosis ″ ini di susun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah ″ Sistem Sensori & Persepsi ″, Program Studi S1
Keperawatan STIKes Cirebon.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikanya tugas makalah ini tepat pada waktunya,
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan penulisan
dimasa yang akan datang.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermamfaat bagi kita semua, terutama
mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan STIKes Cirebon, khususnya bagi penulis
dan umumnya bagi pembaca.
Cirebon, Januari 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
BAB II TINJAUAN TEORITIS.........................................................................2
2.1. Definisi............................................................................................2
2.2. Etiologi............................................................................................2
2.3. Epidemiologi...................................................................................2
2.4. Patofisiologi....................................................................................4
2.5. Manifestasi Klinis..........................................................................6
2.6. Penegakan Diagnosis.....................................................................6
2.7. Diagnosis Banding..........................................................................8
2.8. Penatalaksanaan............................................................................9
2.9. Prognosis.........................................................................................10
2.10. Komplikasi......................................................................................11
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN...............................................12
3.1. Pengkajian......................................................................................12
3.2. Pathway..........................................................................................12
3.3. Diagnosa Keperawatan.................................................................13
3.4. Focus Intervensi............................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Proses pendengaran ialah salah satu fungsi yang penting dalam kehidupan. Saat ini
banyak gangguan yang dapat menyebabkan kesulitan dalam mendengar, salah satunya
adalah otosklerosis. Dalam penelitian, kelainan ini terdapat pada masyarakat dalam
jumlah yang signifikan.
Otosklerosis merupakan salah satu penyebab umum tuli konduktif pada orang
dewasa. Kelainan disebabkan karena gangguan autosomal dominan yang terjadi pada
wanita maupun pria. Pasien mengalami gejala-gejala pada akhir usia belasan atau awal
dua puluhan. Kelainan ini merupakan penyakit labirin tulang, dimana terbentuk suatu
daerah otospongiosis {tulang lunak} terutama di depan dan didekat kaki stapes menjadi
terfiksasi.
Otosklerosis cukup lazim terjadi yaitu pada hampir dari 10% populasi. Namun
hanya presentase kecil yang kemudian bermanifestasi secara klinis sebagai gangguan
pendengaran. Pasien perlu dinilai secara cermat, baik melalui pemeriksaan audiologik
maupun dengan pemeriksaan otologik
Pendengaran normal ialah suatu keadaan dimana orang tidak hanya dapat
mendengar tetapi juga dapat mengerti apa yang didengarnya, sedangkan kekurangan
pendengaran yaitu keadaan dimana orang kurang dapat mendengar dan mengerti
perkataan yang didengarnya.
Implantasi kokhlear telah menjadi pilihan dalam terapi tuli total, sedangkan untuk
gangguan pada telinga tengah seperi otosklerosis terapi pilihannya adalah pembedahan
dan belum ada pengobatan selain bedah bagi mereka yang mengalami gangguan
pendengaran sensorineural.
Pengetahuan akan genetik dalam ketulian memberi harapan bagi berkembangnya
pengobatan baru, ada anggapan bahwa sebagian kasus tuli pada anak disebabkan oleh
mutasi gen tunggal, sedangkan sisanya oleh lingkungannya.(Brunner & Suddart, 2001)
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi
Otosklerosis adalah suatu penyakit pada tulang pada bagian telinga tengah
khususnya pada stapes yang disebabkan pembentukan baru tulang spongiosus dan
sekitar jendela ovalis sehingga dapat mengakibakan fiksasi pada stapes. (Brunner &
Sudart, 2001)
2.2 Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya otosklerosis :
1. Idiopatik
2. Pendapat umumnya diturunkan secara autosom dominan
3. Bukti ilmiah yang menyatakan adanya virus measles yang mempengaruhi
otosklerosis
4. Beberapa pendapat bahwa infeksi kronik measles di tulang merupakan presipitasi
pasien untuk terkena otosklerosis. Materi virus dapat ditemukan di osteoblas pada
lesi sklerotik.
2.3 Epidemiologi
1. Ras
Beberapa studi menunjukan bahwa otosklerosis umumnya terjadi pada ras
Kaukasian. Sekitar setengahnya terjadi pada populasi oriental. Dan sangat jarang
pada orang negro dan suku Indian Amerika. Populasi multiras yang termasuk
Kaukasian memiliki resiko peningkatan insiden terhadap otosklerosis.
2. Faktor Keturunan
Otosklerosis biasanya dideskripsikan sebagai penyakit yang diturunkan secara
autosomal dominant dengan penetrasi yang tidak lengkap (hanya berkisar 40%).
Derajat dari penetrasi berhubungan dengan distribusi dari lesi otosklerotik lesi
pada kapsul tulang labirin.
3. Gender
Otosklerosis sering dilaporkan 2 kali lebih banyak pada wanita disbanding pria.
Bagaimanapun, perkiraan terbaru sekarang mendekati ratio antara pria:wanita 1:1.
Penyakit ini biasanya diturunkan tanpa pengaruh sex- linked, jadi rasio 1:1 dapat
terjadi. Ada beberapa bukti yang menyatakan bahwa perubahan hormonal selama
kehamilan dapat menstimulasi fase aktif dari otosklerosis, yang menyebabkan
peningkatan gambaran klinis kejadian otosklerosis pada wanita. Onset klinik
selama kehamilan telah dilaporkan sebanyak 10% dan 17%. Risiko dari
peningkatan gangguan pendengaran selama kehamilan atau pemakaian oral
kontrasepsi pada wanita dengan otosklerosis adalah sebesar 25 %. Penjelasan lain
yang mungkin akan peningkatan prevalensi otosklerosis pada wanita adalah
bilateral otosklerosis tampaknya lebih sering pada wanita dibanding pria (89% dan
65 %). Memiliki dua telinga yang terkena kelihatan akan meningkatkan kunjungan
ke klinik.
4. Sejarah keluarga
Sekitar 60% dari pasien dengan klinikal otosklerosis dilaporkan memiliki keluarga
dengan riwayat yang sama.
5. Usia
Insiden dari klinikal otosklerosis meningkat sesuai bertambahnya umur. Evidence
mikroskopik terhadap otospongiosis ditemukan pada autopsi 0,6 % individu yang
berumur kurang dari 5 tahun. Pada pertengahan usia, insiden ditemukannya adalah
10 % pada orang kulit putih dan sekitar 20% pada wanita berkulit putih. Baik aktif
atau tidak fase penyakitnya, terjadi pada semua umur, tetapi aktivitas yang lebih
tinggi lebih sering terjadi pada mereka yang berumur kurang dari 50 tahun. Dan
aktivitas yang paling rendah biasanya setelah umur lebih dari 70 tahun. Onset
klinikal berkisar antara umur 15-35 tahun, tetapi manifestasi penyakit itu sendiri
dapat terjadi paling awal sekitar umur 6 atau 7 tahun, dan paling lambat terjadi
pada pertengahan 50-an.
6. Predileksi
Menurut data yang dikumpulkan dari studi terhadap tulang temporal, tempat yang
paling sering terkena Otosklerosis adalah fissula ante fenestram yang terletak di
anterior jendela oval (80%-90%). Tahun 1985, Schuknecht dan Barber
melaporkan area dari lesi otosklerosis yaitu :
a.Tepi dari tempat beradanya fenestra rotundum
b. Dinding medial bagian apeks dari koklea
c. Area posterior dari duktus koklearis
d. Region yang berbatasan dengan kanalis semisirkularis
e.Kaki dari stapes sendiri.
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi dari otosklerosis sangat kompleks. Kunci utama lesi dari otosklerosis
adalah adanya multifokal area sklerosis diantara tulang endokondral temporal. Ada 2
fase patologik yang dapat diidentifikasi dari penyakit ini yaitu :
1. Fase awal otospongiotic
Gambaran histologis: terdiri dari histiosit, osteoblas, osteosit yang
merupakan grup sel paling aktif. Osteosit mulai masuk ke pusat tulang disekitar
pembuluh darah sehingga menyebabkan pelebaran lumen pembuluh darah dan
dilatasi dari sirkulasi. Perubahan ini dapat terlihat sebagai gambaran kemerahan
pada membran timpani. Schwartze sign berhubungan dengan peningkatan vascular
dari lesi yang mencapai daerah permukaan periosteal.
Dengan keterlibatan osteosit yang semakin banyak, daerah ini menjadi kaya
akan substansi dasar amorf dan kekurangan struktur kolagen yang matur dan
menghasilkan pembentukkan spongy bone. Penemuan histologik ini dengan
pewarnaan Hematoksilin dan Eosin dikenal dengan nama Blue Mantles of
Manasse.
2. Fase akhir otosklerotik
Fase otosklerotik dimulai ketika osteoklas secara perlahan diganti oleh
osteoblas dan tulang sklerotik yang lunak dideposit pada area resorpsi
sebelumnya. Ketika proses ini terjadi pada kaki stapes akan menyebabkan fiksasi
kaki stapes pada fenestra ovale sehingga pergerakan stapes terganggu dan oleh
sebab itu transmisi suara ke koklear terhalang. Hasil akhirnya adalah terjadinya
tuli konduktif
Jika otosklerosis hanya melibatkan kaki stapes, hanya sedikit fiksasi yang
terjadi. Hal seperti ini dinamakan biscuit footplate. Terjadinya tuli sensorineural
pada otosklerosis dihubungkan dengan kemungkinan dilepaskannya hasil
metabolisme yang toksik dari luka neuroepitel, pembuluh darah yang terdekat,
hubungan langsung dengan lesi otosklerotik ke telinga dalam. Semuanya itu
menyebabkan perubahan konsentrasi elektrolit dan mekanisme dari membran
basal.
Kebanyakan kasus dari otosklerosis menyebabkan tuli konduktif atau
campur. Untuk kasus dari sensorineural murni dari otosklerosis itu sendiri masih
kontroversial. Kasus sensorineural murni karena otosklerosis dikemukakan oleh
Shambaugh Sr. tahun 1903. Tahun 1967, Shambaugh Jr. menyatakan 7 kriteria
untuk mengidentifikasi pasien yang menderita tuli sensorineural akibat koklear
otosklerosis :
1. Tanda Schwartze yang positif pada salah satu/ke dua
telinga
2. Adanya keluarga yang mempunyai riwayat otosklerosis
3. Tuli sensorineural progressive pendengaran secara
simetris, dengan fiksasi stapes pada salah satu telinga
4. Secara tidak biasa adanya diskriminasi terhadap ambang
dengar untuk tuli sensorineural murni
5. Onset kehilangan pendengaran pada usia yang sama
terjadinya fiksasi stapes dan berjalan tanpa etiologi lain yang diketahui
6. CT-scan pada pasien dengan satu atau lebih kriteria yang
menunjukan demineralisasi dari kapsul koklear
7. Pada timpanometri ada fenomena on-off.
2.5 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala otosklerosis :
1. Pedengaran menurun secara progresif
2. Tinitus
3. Vertigo
4. Sulit mendengarsuara yang lembut dan nada rendah (tuli 30-40 db)
2.6 Penegakan Diagnosis
1. Anamnesa
Kehilangan pendengaran dan tinnitus adalah gejala yang utama. Penurunan
pendengaran berlangsung secara progressif dengan angka kejadian bervariasi,
tanpa adanya penyebab trauma atau infeksi.. Tinnitus merupakan variasi tersering
sebanyak 75 % dan biasanya berlangsung menjadi lebih parah seiring dengan
derajat tingkat penurunan pendengaran. Umumnya dizziness dapat terjadi. Pasien
mungkin mendeskripsikan seperti vertigo, pusing yang berputar, mual dan muntah.
Dizziness yang hanya diasosiasikan dengan otosklerosis terkadang menunjukan
proses otosklerosis pada telinga dalam. Adanya dizziness ini sulit untuk dibedakan
dengan kausa lain seperti sindrom Meniere’s. Pada 60% kasus, riwayat keluarga
pasien yang terkena otosklerosis dapat ditemukan.
2. Pemeriksaan Fisik
Membran timpani biasanya normal pada sebagian besar kasus. Hanya sekitar 10%
yang menunjukan Schwartze Sign. Pemeriksaan garputala menunjukan kesan tuli
konduktif. ( Rinne negatif ) Pada fase awal dari penyakit tuli konduktif didapat
pada frekuensi 256 Hz. Adanya proses fiksasi stapes akan memberikan kesan pada
frekuensi 512 Hz. Akhirnya pada frekuensi 1024 Hz akan memberi gambaran
hantaran tulang lebih kuat daripada hantaran udara. Tes Weber menunjukan
lateralisasi ke arah telinga yang memiliki derajat conduting hearing loss lebih
besar. Pasien juga akan merasa lebih baik dalam ruangan yang bising (Paracusis
Willisi).
3. Pemeriksaan Penunjang
a.Audiogram
Kunci penelusuran secara objektif dari otosklerosis didapat dari audiogram.
Gambaran biasanya konduktif, tetapi dapat juga mixed atau sensorineural.
Tanda khas dari otosklerosis adalah pelebaran air-bone gap secara perlahan
yang biasanya dimulai dari frekuensi rendah. Adanya Carhart’s Notch adalah
diagnosis secara abstrak dari otosklerosis , meskipun dapat juga terlihat pada
gangguan konduktif lainnya. Carhart’s notch adalah penurunan dari konduksi
tulang sebanyak 10-30 db pada frekuensi 2000Hz, diinduksi oleh adanya
fiksasi stapes. Carhart’s notch akan menghilang setelah stapedektomy.
Maksimal conductive hearing loss adalah 50 db untuk otosklerosis, kecuali
adanya kombinasi dengan diskontinuitas dari tulang pendengaran. Speech
discrimination biasanya tetap normal.
b. Tympanometri
Pada masa pre klinik dari otosklerosis, tympanometri mungkin menunjukan
“on-off” effect, dimana ada penurunan abnormal dari impedance pada awal
dan akhir eliciting signal. Ketika penyakit berlanjut, adanya on-off ini
memberi gambaran dari absennya reflek stapedial. Gambaran timpanogram
biasanya adalah tipe A dengan compliance yang rendah. Walaupun jarang,
gambaran tersebut dapat juga berbentuk kurva yang memendek yang dirujuk
ke pola tipe As.
c.CT Scan
Fine – cut CT scan dapat mengidentifikasi pasien dengan vestibular atau
koklear otosklerosis, walaupun keakuratannya masih dipertanyakan. CT dapat
memperlihatkan gambaran tulang-tulang pendengaran, koklea dan vestibular
organ. Adanya area radiolusen didalam dan sekitar koklea dapat ditemukan
pada awal penyakit ini, dan gambaran diffuse sclerosis pada kasus yang lebih
lanjut. Hasil yang negative bukan berarti non diagnostik karena beberapa
pasien yang menderita penyakit ini mempunyai kemampuan dibawah dari
metode CT paling canggih sekali.
2.7 Diagnosa Banding
Otosklerosis terkadang sulit untuk dibedakan dengan penyakit lain yang mengenai
rangkaian tulang-tulang pendengaran atau mobilitas membran timpani. Malahan
diagnosis final sering ditunda sampai saat bedah eksplorasi.
1. Fiksasi kepala malleus, menyebabkan gangguan konduktif yang serupa dan dapat
terjadi pada konjugasi dari fiksasi stapes. Inspeksi menyeluruh terhadap seluruh
tulang adalah penting dalam operasi stapes untuk menghindari adanya lesi yang
terlewatkan seperti itu
2. Congenital fixation of stapes, dapat terjadi karena abnormalitas dari telinga tengah
dan harus dipertimbangkan pada kasus gangguan pendengaran yang stabil
semenjak kecil. Congenital stapes fixation dapat pula terjadi pada persambungan
dengan abnormalitas: membran timpani yang kecil, partial meatal atresia atau
manubrium yang memendek
3. Otitis Media Sekretoria Kronis, dengan otoskop dapat menyerupai otosklerosis,
tetapi timpanometri dapat mengindikasi adanya cairan di telinga tengah pada otitis
media
4. Timpanosklerosis, dapat menimpa satu atau lebih tulang pendengaran. Gangguan
konduktif mungkin sama dengan yang terlihat pada otosklerosis. Adanya riwayat
infeksi, penemuan yang diasosisasikan dengan myringosklerosis dan penurunan
pendengaran yang stabil dibanding progressif adalah tipikal untuk
timpanosklerosis
5. Osteogenesis imperfecta (van der Hoeve – de Kleyn Syndrome), adalah kondisi
autosomal dominan dimana terdapat defek dari aktivitas osteoblast yang
menghasilkan tulang yang rapuh dan bersklera biru. Sebagai tanbahan, terdapat
fraktur tulang multiple dan sekitar setengah dari pasien ini memiliki fiksasi stapes.
Respon jangka pendek dari operasi stapes pada pasien ini sama dengan yang
terlihat pada otosklerosis. Tetapi progresif sensorineural hearing loss post operasi
lebih sering terjadi.
2.8 Penatalaksanaan
90% pasien hanya dengan bukti histologis dari otosklerosis adalah simptomatik
karena lesi barlangsung tanpa fiksasi stapes atau gangguan koklear. Pada pasien yang
asimptomatik ini, penurunan pendengaran progressif secara konduktif dan sensorineural
biasanya dimulai pada usia 20. Penyakit akan berkembang lebih cepat tergantung pada
faktor lingkungan seperti kehamilan. Gangguan pendengaran akan berhenti stabil
maksimal pada 50-60 db.
1. Amplifikasi
Alat Bantu dengar baik secara unilateral atau bilateral dapat merupakan terapi
yang efektif. Beberapa pasien yang bukan merupakan kandidat yang cocok untuk
operasi dapat menggunakan alat bantu dengar ini.
2. Terapi Medikamentosa
Tahun 1923 Escot adalah orang pertama yang menemukan kalsium florida untuk
pengobatan otosklerosis. Hal ini diperkuat oleh Shambough yang memprediksi
stabilasi dari lesi otosklerotik dengan penggunaan sodium florida. Ion florida
membuat komplek flourapatit. Dosis dari sodium florida adalah 20-120 mg/hari.
Brooks menyarankan penggunaan florida yang dikombinasi dengan 400 U vitamin
D dan 10 mg Calcium Carbonate berdasar teori bahwa vit D dan CaCO3 akan
memperlambat lesi dari otosklerosis. Efek samping dapat menimbulakan mual dan
muntah tetapi dapat diatasi dengan menguarangi dosis atau menggunakan enteric-
coated tablets. Dengan menggunakan regimen ini, sekitar 50 % menunjukan
symptom yang tidak memburuk, sekitar 30 % menunjukan perbaikan.
3. Terapi Bedah
Pembedahan akan membutuhkan penggantian seluruh atau sebagian dari fiksasi
stapes. Seleksi pasien kandidat utama stapedectomy adalah yang mempunyai
kehilangan pendengaran dan menganggu secara sosial, yang dikonfirmasi dengan
garputala dan audiometric menunjukan tuli konduktif atau campur. Speech
discrimination harus baik. Secara umum, pasien dengan penurunan pendengaran
lebih dari 40 db dan Bone conduction lebih baik dari Air Conduction pada
pemeriksaan garputala akan memperoleh keuntungan paling maksimal dari
operasi. Pasien harus mempunyai resiko anaestesi yang minimal dan tidak
memiliki kontraindikasi.
4. Indikasi bedah
1. Tipe otosklerosis oval window dengan berbagai variasi derajat fiksasi stapes
2. Otosklerosis atau fiksasi ligamen anularis oval window pada otitis media kronis
(sebagai tahapan prosedur)
3. Osteogenesis imperfekta
4. Beberapa keadaan anomali kongenital
5. Timpanosklerosis di mana pengangkatan stapes diindikasikan (sebagai tahapan
operasi)
2.9 Prognosis
Pemeriksaan garpu tala preoperative menentukan keberhasilan dari tindakan
bedah, diikuti dengan alat-alat bedah dan teknik pembedahan yang digunakan ikut
menentukan prognosis.
2.10 Komplikasi
1. Tuli kondusif
2. Glomus jugulare (tumor yang tumbuh dari bulbus jugularis)
3. Neuroma nervus fasialis (tumor yang berada pada nervus VII, nervus fasialis)
4. Granuloma Kolesterin. Reaksi system imun terhadap produksi samping darah
(kristal kolesterol)
5. Timpanosklerosis. Timbunan kolagen dan kalsium didalam telinga tengah yang
dapat mengeras disekitar osikulus sebagai akibat infeksi berulang. (Bruer &
Suddart, 2001)
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
2. Penggambaran tentang masalah telinga sebelumya khususya telinga bagian
tengah (termasuk adanya infeksi dan kehilangan pendengaran)
3. Riwayat pengguanaan obat sebelumya (alergi terhadap obat)
4. Riwayat keluarga tentang penyakit telinga (pendengaran)
5. Kaji adanya nyeri pada telinga (otalgia)
6. Kaji adanya eritema
7. Kaji adaya secret pada telinga (otore)
8. Kaji adanya tinnitus dan vertigo
3.2 Pathway
Herediter
Gen autosomal dominan monohibrid
Terbentuknya tulang rawan abnormal (spon)
Terjadi fiksasi stapes pada kokhlea
Gangguan hantaran gelombang bunyi Gangguan kokhlea vestibularis
Tinitus, Tuli konduktif Dizziness vestibular
Serangan vertigo, mual, muntah Gg Persepsi sensori : Pendengaran
Gg. Harga diri
Kurang pengetahuan Gg. Istirahat tidur Gg. Pemenuhan nutrisi Aktivitas intolerans Resiko tinggi cidera
Penatalaksanaan pembedahan
Stapedektomi
Nyeri Gg. Komunikasi verbal Resiko tinggi infeksi
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan penurunan
atau hilang pendengaran
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya penekanan massa
pada tulang teliga
3. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh
4. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan adanya vertigo
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya vertigo
6. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual dan muntah.
7. Kurang pegetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognisi dan tidak
mengenal informasi
8. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubunga dengan pembedahan telinga
ekstensif
9. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan
sekunder terhadap pembedahan telinga
3.4 Fokus Intervensi
1. Perubahan persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan
penurunan atau hilang pendengaran
Intervensi :
o Gunakan bahasa non verbal ketika berkomunikasi dengan pasien
o Bertatap muka ketika berkomunikasi dengan paien
o Anjurkan untuk periksa telinga secara teratur
o Berikan penjelasan tentang proses perjalanan penyakit dan prosedur
pengobatan
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya
penekanan massa pada tulang telinga
Intervensi :
oObservasi tanda-tanda vital
oAjarkan teknik relaksasi
oLakukan teknik distraksi
oKolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
3. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan fungsi
tubuh
Intervensi :
oKaji kapasitas fisiologi yang bersifat umum
oSarankan klien untuk mengekspresikan perasaanya
oBerikan informasi mengenai penyakitnya
oDekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian
4. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan adanya vertigo
Intervensi :
o Bantu klien dalam memenuhi ADL
o Berikan penjelasan pada klien mengenai kondisinya
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya vertigo
Intervensi :
oAjarkan mobilisasi pasif
oBantu klien dalam memenuhi ADL
6. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan mual dan muntah
Intervensi :
o Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering
o Sajikan makann dalam keadaan hangat dan menarik
o Kolaborasi medis untuk pemberian anti emesis
7. Kurang pegetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif
dan tidak mengenal informasi
Intervensi :
oKaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya
oBeri penjelasan pada klien dan keluarga tentang tentang penyakit dan
kondisinya
oDiskusikan mengenai penyebab dari penyakitnya
oMinta klien dan keluarga untuk menjelaskan kembali tentang materi yang
sudah dijelaskan
8. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya luka
post operasi
Intervensi :
oObservasi tanda-tanda vital
oAjarkan teknik relaksasi
oLakukan teknik distraksi
oKolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
9. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan
jaringan sekunder terhadap pembedahan telinga
Intervensi :
o Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik anti septik
o Observasi tanda-tanda infeksi
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunner & Suddarth. Keperawatan Medical Bedah. Jakarta :
EGC, 2002.
2. Dongoes, Marilyan Eet all. Rencana Asuhan Keperawatan.
Edisi III.
Jakarta : EGC, 1999.
3. Boies, L.R. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Cetakan ke III.
Jakarta : EGC, 1997.
4. Staf Pengajar Ilmu Penyakit THT FKUI. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tengorok Kepala Leher. Edisi ke 5 Cetakan ke2.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002.