Upload
ners-oi
View
1.734
Download
133
Embed Size (px)
ASKEP DISTOSIA
DISTOSIA
I. Pngertian
Distosia adalah persalinan yang panjang, sulit atau abnormal yang timbul akibat
berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima factor persalinan. (Bobak, 2004 : 784)
Distosia adalah persalinan yang sulit
Distosia adalah Kesulitan dalam jalannya persalinan. (Rustam Mukhtar, 1994)
II. Etiologi
Distosia dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan tenaga/ power
2. Kelainan jalan lahir/ passage
3. Kelainan letak dan bentuk janin/ passager
III. Klasifikasi
A. Kelainan His
His yang tidak normal baik kekuatan atau sifatnya sehingga menghambat kelancaran
persalinan
Jenis kelainan :
Inersia uteri : His yang sifatnya lebih lama, singkat dan jarang dibandingkan his normal
- Inersia uteri pimer
Kelemahan his timbul sejak permulaan persalinan
- Inersia uteri sekunder
Kelemahan timbul sesudah adanya his yang kuat, teratur dalam waktu yang lama
Tetania uteri (hypertonic uterin contraction)
His yang terlalu kuat dan terlalu sering sehingga tidak ada relaksasi rahim
Incoordinate uterin action
Sifat his yang berubah dimana tidak ada koordinasi dan sikronisasi antara kontraksi dan
bagian-bagiannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi :
Kehamilan primi gravida tua atau multi gravida
Herediter
Emosi dan kekuatan
Kelainan uterus
Kesalahan pemberian obat
Kesalahan pimpinan persalinan
Kehamilan kembar dan post matur
Letak lintang
B. Jenis kelainan jalan lahir
1. Kelainan bentuk panggul
Perubahan bentuk karena kelainan pertumbuhan intra uterin
- Panggul naegele
- Panggul robert
- Split pelvis
- Panggul asimilasi
Perubahan bentuk karena penyakit pada tulang panggul/ sendi panggul
- Rakhitis
- Osteomalasia
- Neoplasma
- Atrofi, karies, nekrosis
- Penyakit pada sendi sakroiliaca dan sendi sakrokoksigea
Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang
- Kiposis
- Skoliosis
- Spondilolitesis
Perubahan bentuk karena penyakit kaki
2. Kalainan traktus genitalia
Pada vulva terdapat edem, stenosis dan tumor yang dipengaruhi oleh ganggua gizi, radang
atau perlukaan dan infeksi
Pada vagina yang mengalami sektrum dan dapat memisahkan vagina atau beberapa tumor
Pada serviks karena disfungsi uterin action atau karena parut/ karsinoma
Pada uterus terdapatnya mioma atau adanya kelainan bawaan seperti letak uterus abnormal
Pada ovarium terdapat beberapa tumor
C. Jenis Kelainan Janin
1. Kelainan letak kepala/ mal presentasi/ mal posisi diantaranya :
a. Letak sunsang
b. Letak lintang
2. Kelainan bentuk dan ukuran janin diklasifikasikan :
Distosia kepala pada hidrocepalus, kepala besar, higronoma koli (tumor dileher)
Distosia bahu pada janin dengan bahu besar
Distosia perut pada hidropsfetalis, asites
Distosia bokong pada spina bifida dan tumor pada bokong janin
Kembar siam
IV. Manifestasi Klinik
a. Ibu :
Gelisah
Letih
Suhu tubuh meningkat
Nadi dan pernafasan cepat
Edem pada vulva dan servik
Bisa jadi ketuban berbau
b. Janin
DJJ cepat dan tidak teratur
V. Manajemen Terapeutik
Penanganan Umum
- Nilai dengan segera keadaan umum ibu dan janin
- Lakukan penilaian kondisi janin : DJJ
- Kolaborasi dalam pemberian :
Infus RL dan larutan NaCL isotanik (IV)
Berikan analgesiaberupa tramandol/ peptidin 25 mg (IM) atau morvin 10 mg (IM)
- Perbaiki keadaan umum
Dukungan emosional dan perubahan posisi
Berikan cairan
Penanganan Khusus
1. Kelainan His
TD diukur tiap 4 jam
DJJ tiap 1/2 jam pada kala I dan tingkatkan pada kala II
Pemeriksaan dalam :
Infus RL 5% dan larutan NaCL isotonic (IV)
Berikan analgetik seperti petidin, morfin
Pemberian oksitosin untuk memperbaiki his
2. Kelainan janin
Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan luar
MRI
Jika sampai kala II tidak ada kemajuan dapat dilakukan seksiosesaria baik primer pada awal
persalinan maupun sekunder pada akhir persalinan
3. Kelainan jalan lahir
Kalau konjungata vera <8 (pada VT terba promontorium) persalinan dengan SC
VI. ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
1. Identitas Klien
2. Riwayat Kesehatan
a. RKD
Yang perlu dikaji pada klien, biasanya klien pernah mengalami distosia sebelumnya,
biasanya ada penyulit persalinan sebelumnya seperti hipertensi, anemia, panggul sempit,
biasanya ada riwayat DM, biasanya ada riwayat kembar dll.
b. RKS
Biasanya dalam kehamilan sekarang ada kelainan seperti : Kelainan letak janin (lintang,
sunsang dll) apa yang menjadi presentasi dll.
c. RKK
Apakah dalamkeluarga ada yang menderita penyakit kelainan darah, DM, eklamsi dan pre
eklamsi
3. Pemeriksaan Fisik
Kepala, rambut tidak rontok, kulit kepala bersihtidak ada ketombe
Mata
Biasanya konjungtiva anemis
Thorak
Inpeksi pernafasan : Frekuensi, kedalam, jenis pernafasan, biasanya ada bagian paru yang
tertinggal saat pernafasan
Abdomen
Kaji his (kekuatan, frekuensi, lama), biasanya his kurang semenjak awal persalinan atau
menurun saat persalinan, biasanya posisi, letak, presentasi dan sikap anak normal atau tidak,
raba fundus keras atau lembek, biasanya anak kembar/ tidak, lakukan perabaab pada simpisis
biasanya blas penuh/ tidak untuk mengetahui adanya distensi usus dan kandung kemih.
Vulva dan Vagina
Lakukan VT : biasanya ketuban sudah pecah atau belum, edem pada vulva/ servik, biasanya
teraba promantorium, ada/ tidaknya kemajuan persalinan, biasanya teraba jaringan plasenta
untuk mengidentifikasi adanya plasenta previa
Panggul
Lakukan pemeriksaan panggul luar, biasanya ada kelainan bentuk panggul dan kelainan
tulang belakang
II. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d tekanan kepala pada servik, partus lama, kontraksi tidak
efektif
2. Resiko tinggi cedera janin b/d penekanan kepala pada panggul, partus lama, CPD
3. Resiko tinggi kekurangan cairan b/d hipermetabolisme, muntah, pembatasan masukan cairan
4. Resiko tinggi cedera maternal b/d kerusakan jaringan lunak karena persalinan lama
5. Resiko tinggi infeksi b/d rupture membrane, tindakan invasive
6. Cemas b/d persalinan lama
III. Intervensi
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d tekanan kepala pada servik, partus lama, kontraksi tidak
efektif
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi/ nyeri berkurang
Kriteria : - Klien tidak merasakan nyeri lagi
- Klientampak rilek
- Kontraksi uterus efektif
- Kemajuan persalinan baik
Intervensi :
a. Tentukansifat, lokasi dan durasi nyeri, kaji kontraksi uterus, hemiragic dan nyeri tekan
abdomen
Rasional : Membantu dalam mendiagnosa dan memilih tindakan, penekanan kepala pada servik yang
berlangsung lama akan menyebabkan nyeri
b. Kaji intensitas nyeri klien dengan skala nyeri
Rasional : Setiap individu mempunyai tingkat ambang nyeri yang berbeda, denga skala dapat diketahui
intensitas nyeri klien
c. Kaji stress psikologis/ pasangan dan respon emosional terhadap kejadian
Rasional : Ansietas sebagai respon terhadap situasi darurat dapat memperberat derajat ketidaknyamanan
karena sindrom ketegangan takut nyeri
d. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang dan aktivitas untuk mengalihkan nyeri, Bantu klien
dalam menggunakan metode relaksasi dan jelaskan prosedur
Rasional :Teknik relaksasi dapat mengalihkan perhatian dan mengurangi rasa nyeri
e. Kuatkan dukungan social/ dukungan keluarga
Rasional : Dengan kehadiran keluarga akan membuat klien nyaman, dan dapat mengurangi tingkat
kecemasan dalam melewati persalinan, klien merasa diperhatikan dan perhatian terhadap
nyeri akan terhindari
f. Kolaborasi :
- Berikan narkotik atau sedative sesuai instruksi dokter
Rasional : Pemberian narkotik atau sedative dapat mengurangi nyeri hebat
- Siapkan untuk prosedur bedah bila diindikasikan
2. Resiko tinggi cedera janin b/d penekanan kepala pada panggul, partus lama, CPD
Tujuan : Cedera pada janin dapat dihindari
Kriteria : - DJJ dalam batas normal
- Kemajuan persalinan baik
Intervensi :
a. Melakukan manuver Leopold untuk menentukan posis janin dan presentasi
Rasional : Berbaring tranfersal atau presensasi bokong memerlukan kelahiran sesarea. Abnormalitas lain
seperti presentasi wajah, dagu, dan posterior juga dapat memerlukan intervensi khusus untuk
mencegah persalinan yang lama
b. Dapatkan data dasar DJJ secara manual dan atau elektronik, pantau dengan sering perhatikan
variasi DJJ dan perubahan periodic pada respon terhadap kontraksi uterus
Rasional : DJJ harus direntang dari 120-160 dengan variasi rata-rata percepatan dengan variasi rata-rata,
percepatan dalam respon terhadap aktivitas maternal, gerakan janin dan kontraksi uterus.
c. Catat kemajuan persalinan
Rasional : Persalinan lama/ disfungsional dengan perpanjangan
fase laten dapat menimbulkan masalah kelelahan ibu, stress berat, infeksi berat, haemoragi
karena atonia/ rupture uterus. Menempatkan janin pada resiko lebih tinggi terhadap hipoksia
dan cedera
d. Infeksi perineum ibu terhadap kutil vagina, lesi herpes atau rabas klamidial
Rasional : Penyakit hubungan kelamin didapat oleh janin selama proses melahirkan karena itu
persalinan sesaria dapat diidentifikasi khususnya klien dengan virus herpes simplek tipe II
e. Catat DJJ bila ketuban pecah setiap 15 menit
Rasional : Perubahan pada tekanan caitan amnion dengan rupture atau variasi deselerasi DJJ setelah
robek dapat menunjukkan kompresi tali pusat yang menurunkan transfer oksigen kejanin
f. Posisi klien pada posisi punggung janin
Rasional :Meningkatkan perfusi plasenta/ mencegah sindrom hipotensif telentang
IV. Implementasi
Setelah rencana tindakan keperawatan disusun secara sistemik. Selanjutnya rencana
tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk kegiatan yang nyata dan terpadu guna memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuan yang diharapkan
V. Evaluasi
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang diharapkan terhadap
perilaku dan sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Disamping itu perawat juga
melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika tujuan ditetapkan belum berhasil/ teratasi.
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DISTOSIA
1. Pengkajian a. Identitas ibu- Nama- Usia- Alamat- Data penting lainnyab. Riwayat penyakit dahulu- Apakah pernah mengalami distosia sebelumnya- Apakah pernah mengalami penyulit kehamilan sebelumnya misalnya hipertensi, diabetes
mellitus, anemia, panggul sempit, apakah ada riwayat gemeli (hamil kembar) sebelumnyac. Riwayat penyakit sekarang- Apakah mengalami kelainan letak janin- Apakah yang menjadi presentasid. Riwayat penyakit keluarga- Kelainan darah- DM- Eklampsia dan preeklampsiae. Pemeriksaan keadaan umum dan tanda tanda vitalf. Pemeriksaan fisik- Kepala Kongjungtiva anemia Muka pucat dsb- Toraks Inspeksi pernapasan: frekuensi kedalaman, jenis pernapasan, apakah ada bagian paru yang
tertinggal saat pernapasan- Abdomen Kaji his (kekuatan, frekuensi, lama). Apakah menurun atau naik saat persalinan Posisi letak presentasi dan sikap anak normal atau tidak Raba fundus uterus: keras apa lembek Apakah gemeli atau tidak. Lakukan perabaab pada simfifis, apakah penuh atau tidak untuk
mengetahui distensi usus dan kandung kemih
- Vulva dan vagina Lakukan VT: apakah ketuban sudah pecah atau belum Edema pada vulva/servix Apakah teraba promotorium Ada tidaknya kemajuan persalinan Teraba jaringan plasenta atau tidak untuk mengetahui adanya plasenta previa- Panggul Lakukan pemeriksaan panggul luar Adakah kelainan bentuk panggul Kelainan tulang belakang
2. Diagnosis keperawatana. Nyeri bd tekanan kepala pada serviks, partus lama, kontraksi tidak efektifb. Resiko tinggi janin cedera bd penekanan kepala pada panggul, partus lama, dan CPD
3. Intervensi keperawatana. Nyeri bd tekanan kepala pada serviks, partus lama, kontraksi tidak efektif- Tujuan umum: kebutuhan rasa nyaman terpenuhi 1x24 jam- Criteria hasil: TTV normal, nyeri –- Intervensi Tentukan sifat, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji kontraksi uterus hemoragik dan nyeri tekan
abdomenRasional: membantu dalam mendiagnosis dan memilih tindakan, penekanan kepala pada serviks yang berlangsung lama akan menyebabkana nyeri
Kaji intensitas nyeri ibu dengan skala nyeriRasional: setiap individu memiliki ambang nyeri berbeda-beda dengan skala dapat diketahui tingkat nyeri ibu
Kaji stress psikologis ibu/pasangan dan respons emosional terhadap kejadianRasional: ansietas sebagai respon terhadap situasi darurat dapat memperberat derajat ketidaknyamanan karenan ketegangan takut nyeri
b. Resiko tinggi janin cedera bd penekanan kepala pada panggul, partus lama, dan CPD- Tujuan umum: cedera pada janin dapat dihindari 2x 24 jam- Criteria hasil: penekanan kepala -, cedera janin dan ibu –- Intervensi Melakukan maneuver Leopold untuk menentukan posisi janin dan presentasi
Rasional: berbaring transversal atau presentasi bokong memrlukan kelahiran sesaria. Abnormalitas lain seperti presentasi wajah, dagu, posterior juga dapat memerlukan intervensi khusus untuk mencegah persalinan lama
Dapatkan data dasar DJJ secara manual dan atau ekeltronik. Pantau dengan sering, perhatikan variasi DJJ dan perubahan periodic pada respons terhadap kontraksi uterusRasional: DJJ harus direntang dari 120-160 dengan variasi rata-rata, percepatan dengan variasi rata-rata, percepatan dalam respons terhadap aktivitas normal, gerakan janin, dan kontraksi uterus
Inspeksi perineum ibu terhadap kutil vagina, lesi herpes atau rabies klamidialRasional: penyakit hubungan kelamin yang didapat oleh janin selama proses malahirkan dianjurkan persalinan deng
Asuhan Kebidanan Pada Bayi Distosia Bahu Karena Besar Janin
Monday, August 2nd, 2010
Asuhan Kebidanan Pada Bayi Distosia Bahu Karena Besar Janin
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangSetelah kelahiran kepala, akan terjadi perputaran lagi paksi luar yang menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) dibawah ramus publis. Dorongan saat ibu mengedan akan menyebabkan bahu depan (anterior) berada dibawah pubis. Bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring panggul dan tetap berada pada posisi anterior posterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis.
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu untuk melipat kedalam panggul (misal pada makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelum bahu berhasil melipat masuk kedalam panggul.
Janin besar adalah bila berat badan melebihi dari 4000 gram. Frekuensi bayi yang lahir dengan badan lebih dari 4000 gram adalah 5,3 % dan yang lebih dari 4500 gram adalah 0,4 %. Pernah dilaporkan berat bayi lahir pervaginam 10,8 11,3 Kg (Lewellpyn, 2001).
B. Tujuan1. Tujuan UmumAgar pembaca dapat mengetahui tentang persalinan yang patologis khususnya persalinan dengan distosia bahu dan dapat mengetahui cara menangani bila mendapatkan kasus distosia bahu.
2. Tujuan Khususa. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang distosia bahub. Agar tidak terjadi kesalahan dalam mendiagnosis suatu tindakanc. Agar dapat melakukan segera dalam penanganannya.
C. Manfaat PenulisanBagi peneliti / mahasiswa
- Meningkatkan pengetahuan dan teori serta praktek- Mahasiswi bisa lebih kompeten dalam memberi asuhan kebidanan
Bagi PetugasMengurangi angka kematian maternal dan neonatal- Mendeteksi dini kemungkinan adanya penyulit / masalah dalam persalinan
Bagi Ibu / masyarakat- Meningkatkan kesadaran diri terhadap ibu agar memeriksakan dirinya secara rutin pada waktu kehamilan agar dapat mengetahui adanya komplikasi pada ibu dan janinnya.
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
A. DefenisiDistosia ialah kesulitan dalam jalannya persalinan atau dapat didefenisikan Distosia ialah persalinan atau abnormal yang timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima faktor persalinan, yaitu :
1. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang efektif atau akibat upaya mengedan ibu (kekuatan power).
2. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir / passage)
3. Sebab-sebab pada janin, meliputi kelainan presentasi atau kelainan posisi, bayi besar dan jumlah bayi (penumpang/passenger).
4. Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan
5. Respons psikologi ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan pengalaman, budaya dan warisannya sistem pendukung.
Dalam kepustakaan tercatat ada janin yang dapat dilahirkan secara pervaginam tetapi meninggal yaitu seberat 11,3 Kg (Belcher) dan 11 Kg (Moss). Dan janin yang lahir dan hidup tercatat seberat 10,8 Kg (Barnes) tetapi anak ini hanya hidup kira-kira 11 jam (Rustam, 1998).
B. Klasifikasi
Distosia karena kelainan tenagaDistosia karena kelainan letak serta bentuk janin.Distosia karena kelainan panggulDistosia karena kelainan traktus genitalis (Hanifah, 2006).
C. EtiologiFaktor-faktor penyebab dari Distosia bahu bermacam-macam antara lain : kehamilan postern, paritas wanita hamil dengan diabetes melitus dan hubungan antara ibu hamil yang makannya banyak bertambah besarnya janin masih diragukan.Adapun penyebab lain dari Distosia bahu, yaitu :
1. Kehamilan postern2. Wanita-wanita yang habitus indolen
3. Anak-anak berikutnya selalu lebih besar dari anak terdahulu
4. Orang tua yang besar
5. Eritroblastosis
6. Diabeter Melitus
D. Diagnosis
Menentukan apakah bayi besar atau tidak kadang-kadang sulit. Hal ini dapat diperkirakan dengan cara :
1. Keterunan atau bayi yang lahir terdahulu besar dan sulit melahirkan dan adanya diabetes melitus
2. Kenaikan berat badan yang berlebihan tidak oleh sebab lainnya (eodem dan sebagainya)
3. Pemeriksaan teliti tentang disproporsi Sefalo atau Feto-pelvik dalam hal ini dianjurkan untuk mengukur kepala bayi dengan ultrasonografi
4. Kepala janin dapat dilahirkan tetapi tetap berada dekat vulva
5. Tarikan kepala gagal melahirkan bahu yang terperangkap dibelakang simfisi pubis.
E. PrognosisPada panggul normal janin dengan berat badan kurang dari 4500 gram pada umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran dapat terjadi karena kepala yang besar atau kepala yang lebih keras (pada post maturitas) tidak dapat memasuki pintu atas panggul atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dijumpai pada janin besar juga dijumpai pada anensefalus. Apabila kepala anak sudah lahir tetapi kelahiran bagian-bagian lain macet karena lebarnya bahu, janin dapat meninggal akibat asfiksia. Menarik kepala kebawah terlalu kuat dalam pertolongan melahirkan bahu yang sulit dapat berakibat perlukaan pada nervus brokhialis & muskulus sternokleidomastoidelis.
F. Komplikasi1. Pada Ibua. Partus lama yang sering kali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil, dapat menimbulkan dehirasi serta asidosis dan infeksi intrapartum.b. Dengan his yang kuat, sedang janin dalam jalan lahir tertahan, dapat menimbulkan regangan segmen bawah uterus dan pembentukan lingkaran retraksi patologis (Bandl).c. Dengan persalinan yang tidak maju karena disproporsi sefalopelvik, jalan lahir pada suatu tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan tulang panggul.
2. Pada Bayi1. Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal apalagi jika ditambah dengan infeksi intrapartum.b. Propalus funikuli, apabila terjadi mengandung bahaya yang sangat besar bagi janin dan memerlukan kelahirannya dengan segala apabila ia masih hidup.c. Dengan adanya disproporsi sefalopelvik kepala melewati rintangan pada panggul dengan mengadakan moulge.d. Selanjutnya tekanan oleh promontarium atau kadang-kadang oleh simfisis pada panggul
picak menyebabkan perlukaan pada jaringan diatas tulang kepala janin, malahan dapat pula menimbulkan fraktur pada os parietalis (Hanifah, 2002).
G. Penanganan1. Pada kesukaran melahirkan bahu dan janin hidup dilakukan episiotomi yang cukup lebar dan janin diusahakan lahir atau bahu diperkecil dengan melakukan kleidotomi unilateral atau bilateral.2. Dalam posisi ibu berbaring terlentang, mintalah ia untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya. Mintalah bantuan dua orang asisten untuk menekan fleksi kedua lututnya ibu ke arah dada.
3. Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfektankan tingkat tinggi
Lakukan tarikan yang kuat dan terus menerus ke arah bawah pada kepala janin untuk menggerakkan bahu depan dibawah simfisi pubis.Catatan : Hindari tarikan yang berlebihan pada kepala yang dapat mengakibat trauma pada pleksus brakhralis.
Mintalah seseorang asisten untuk melakukan tekanan secara srimultan kearah bawah pada daerah supra pubis untuk membantu persalinan bahu.Catatan : jangan lakukan tekanan fundus. Hal ini dapat mempengaruhi bahu lebih lanjut dan dapat mengakibatkan ruptura uteri.
4. Jika bayi masih belum dapat dilahirkan :- Pakailah sarung tangan yang telah didisinfektan tingkat tinggi, masukkan tangan kedalam vagina.- Lakukan penekanan pada bahu yang terletak didepan dengan arah sternum bayi untuk memutar bahu dan mengecilkan diameter bahu.- Jika diperlukan, dilakukan penekanan pada bahu belakang sesuai dengan arah sternum.
5. Jika bahu masih belum dapat dilahirkan setelah dilakukan tindakan diatas- Masukkan tangan kedalam vagina- Raih humerus dari lengan belakang dan dengan menjaga lengan tetap fleksi pada siku, gerakkan lengan ke arah dada.
6. Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu, pilihan lain adalah :- Patahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan bebaskan bahu depan.- Lakukan tarikan dengan mengait ketiak untuk mengeluarkan lengan belakang (Ida Bagus, 2001)
BAB IVPENUTUPA. Kesimpulan
Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan Klasifikasi Distosia bahu
Distosia karena kelainan tenaga
Distosia karena kelainan tenaga
Distosia karena kelainan letak serta bentuk janin.
Distosia karena kelainan panggul
Distosia karena kelainan traktus genitalis.
Penyebab
Kehamilan postern Wanita-wanita yang habitus indolen
Anak-anak berikutnya selalu lebih besar dari anak terdahulu
Orang tua yang besar
Eritroblastosis
Diabeter Melitus
Diagnosis dapat ditegakkan dengan :
Anamnesis Pemeriksaan
PrognosisPada panggul normal janin dengan berat badan 4000 4500 gram, tidak akan menimbulkan kesukaran persalinan. Distosia akan diperoleh bila janin lebih besar dari 4500 5000 gram.
PenangananDapat dilakukan dengan episiotomi dan penanganan media yang lain.
B. Saran1. Ibu HamilDiharapkan kepada ibu selama dalam masa kehamilan agar melakukan kunjungan / pemeriksaan kehamilan, untuk mengetahui perubahan berat badan pada ibu dan bayi bertambah atau tidak sesuai dengan usia kehamilan ataupun ibu yang mengalami riwayat penyakit sistematik. Agar nantinya bisa didiagnosa apakah ibu bisa bersalin dengan normal atau tidak.
2. Petugas KesehatanDiharapkan kepada tenaga kesehatan khususnya bidan agar mampu menekan AKI/AKB dengan cara mengurangi komplikasi-komplikasi yang terjadi pada ibu hamil.
3. PenulisAgar dapat meningkatkan pengetahuan maupun wawasan pembelajaran serta pengalaman dalam praktek asuhan kebidanan. Khususnya mengenai asuhan kebidanan ibu bersalin dengan komplikasi seperti distosia bahu.
4. Institusi PendidikanDiharapkan dapat menjadi bahan kajian maupun referensi dalam menambah khazanah perpustakaan
DAFTAR PUSTAKA
http://onlinelibraryfree.comLlwenllyn Jones, Derek. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Edisi 6 Jakarta : Hipokrates, 2001Mochtar Rustam, (1998) Sinopsis Obstetri 2 Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta: 2006Winkjosastro, Hanifah. Ilmu Kebidanan. Edisi 3 Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta : 2006.Winkjosastro, Hanifah. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta : 2002.Manuaba, Ida Bagus Gde. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstertri Ginekologi dan Keluarga Berencana, EGC. Jakarta : 2005.
Program Studi Ilmu KeperawatanFakultas Kedokteran Universitas Andalas
2011A. Distosia
· Pengertian
Distosia didefinisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit, atau
abnormal, yang timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan
5 faktor persalinan sebagai berikut:
1. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang tidak efektif atau
akibat upaya mengedan ibu (kekuatan/power)
2. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir)
3. Sebab pada janin meliputi kelainan presentasi/kelainan posisi, bayi
besar, dan jumlah bayi
4. Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan
5. Respons psikologis ibu terhadap persalinan yang berhubungan dengan
pengalaman, persiapan, budaya, serta sistem pendukung
· Klasifikasi Distosia
1. Persalinan Disfungsional ( Distosia karena Kelainan Kekuatan)
Persalinan disfungsional adalah kontraksi uterus abnormal yang
menghambat kemajuan dilatasi serviks normal, kemajuan
pendataran/effacement (kekuatan primer), dan atau kemajuan penurunan
(kekuatan sekunder). Gilbert (2007) menyatakan beberapa faktor yang
dicurigai dapat meningkatkan resiko terjadinya distosia uterus sebagai
berikut:
a) Bentuk tubuh (berat badan yang berlebihan, pendek)
b) Kondisi uterus yang tidak normal (malformasi kongenital, distensi yang
berlebihan, kehamilan ganda, atau hidramnion)
c) Kelainan bentuk dan posisi janin
d) Disproporsi cephalopelvic (CPD)
e) Overstimulasi oxytocin
f) Kelelahan, dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit, dan kecemasan
g) Pemberian analgesik dan anastetik yang tidak semestinya
Kontraksi uterus abnormal terdiri dari disfungsi kontraksi uterus
primer (hipotonik) dan disfungsi kontraksi uterus sekunder (hipertonik).
a) Disfungsi Hipotonik
Perempuan yang semula membuat kemajuan normal tahap
kontraksi persalinan aktif akan menjadi lemah dan tidak efisien, atau
berhenti sama sekali.
Uterus mudah “indented”, bahkan pada puncak kontraksi. Tekanan
intrauterin selama kontraksi (biasanya kurang dari 25 mmHg) tidak
mencukupi untuk kemajuan penipisan serviks dan dilatasi. CPD dan
malposisi adalah penyebab umum dari jenis disfungsi dari uterus.
HIS bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat
dan lebih dahulu daripada bagian lain, kelainannya terletak dalam hal
bahwa kontraksi uterus lebih aman, singkat, dan jarang daripada biasa.
Keadaan umum penderita biasanya baik dan rasa nyeri tidak seberapa.
Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya baik bagi ibu
ataupun janin. Apabila his terlampau kuat maka akan terjadi disfungsi
hipertonik
b) Disfungsi Hipertonik
Ibu yang mengalami kesakitan/ nyeri dan frekuensi kontraksi tidak
efektif menyebabkan dilatasi servikal atau peningkatan effacement.
Kontraksi ini biasa terjadi pada tahap laten,yaitu dilatasi servikal kurang
dari 4 cm dan tidak terkoordinasi. Kekuatan kontraksi pada bagian tengah
uterus lebih kuat dari pada di fundus, karena uterus tidak mampu
menekan kebawah untuk mendorong sampai ke servik. Uterus mungkin
mengalami kekakuan diantara kontraksi (Gilbert, 2007).
Distosia servikalis sekunder disebabkan oleh kelainan organik pada
servik, misalnya karena jaringan parut atau karsinoma. Dengan HIS kuat
serviks bisa robek, dan robekan ini bisa menjalar ke bagian bawah uterus.
Oleh karena itu setiap wanita yang pernah mengalami operasi pada
serviks selalu harus diawasi persalinannya di rumah sakit. Kondisi distosia
ini jarang ditemukan kecuali pada wanita yang tidak diberi pengawasan
yang baik waktu persalinan.
Perbedaan antara Disfungsi Hipertonik dan Disfungsi Hipotonik
Disfungsi Hipertonik Disfungsi Hipotonik
Kontraksi
Tidak teratur dan tidak
terorganisasi
Intensitas lemah dan
pendek, tetapi nyeri dan
kram
Uteri resting tone
Diatas normal, hampir sama
dengan karakteristik ablusio
plasenta.
Fase persalinan
Laten, terjadi sebelum dilasi
4 cm.
Lebih jarang terjadi
daripada hypotonik disfungsi
Manajemen terapeutik
Koreksi penyebab jika bisa
diidentifikasi
Pemberian obat penenang
Terkoordinasi tetapi lemah
Frekuensi kurang dan
pendek selama durasi
kontraksi
Ibu mungkin kurang
nyaman karena kontraksi
lemah
Tidak meningkat
Aktif, biasanya terjadi setelah dilasi 4 cm
Lebih sering terjadi dari pada hipertonik
Amniotomy
Augmentasi oksitoksin
untuk bisa beristirahat
Hidrasi
Tocolytics untuk
mengurangi “high uterine
tone” dan promote perfusi
plasenta
Nursing Care
· Promote aliran darah uterus
· Promote istirahat,
kenyamanan, dan relaksasi
· Menghilangkan nyeri
· Dukungan emosional: terima
kenyataan tentang nyeri dan
frustasi. Jelaskan alasan
tindakan untuk
menyelesaikan persalinan
abnormal, tujuan dan akibat
yang dipresiksi.
seksio sesaria jika tidak
ada peningkatan
Intervensi berhubungan
dengan amniotomy dan
augmentasi oksitosin.
Mendorong perubahan
posisi.
Ambulasi jika tidak
kontraindikasi dan bisa
diterima oleh ibu
Dukungan emosional:
jelaskan tindakan yang
diambil untuk meningkatkan
ketidakefektifan kontraksi.
Libatkan anggota keluarga
dalam mendukung emosi
ibu untuk mengurangi
kecemasan
Etiologi Distosia karena kelainan tenaga
1. Faktor herediter memegang peranan dalam kelainan ini.
2. Faktor emosi (ketakutan )
3. Bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah
uterus seperti misalnya pada kelainan letak janin/disproporsi
cephalopelvic.
4. Pada sebagian besar kasus penyebabnya tidak diketahui.
5. Kelainan tenaga terutama ditemukan pada primigravida, khususnya
primigravida tua.
Penatalaksanaan
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun harus
diawasi dengan seksama. Tekanan darah, denyut jantung janin,
kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus dipantau secara berkala. Untuk
mengurangi rasa nyeri perlu diberikan analgetik. Pemeriksaan dalam
perlu diadakan. Apabila persalinan berlangsung dalam 24 jam tanpa
kemajuan yang berarti perlu diadakan penilaian yang seksama seperti
penilaian keadaan umum, apakah persalian benar-benar sudah mulai atau
masih dalam false labour, apakah ada inersia uteri. Untuk menetapkan hal
ini perlu dilakukan pelvimetri rontgenologik/MRI.
Pada keadaan HIS terlalu kuat persalinan perlu diawasi dan
episiotomi dilakukan pada waktu yang tepat untuk menghindari terjadinya
ruptura perinei tingkat 3. Bila mana HIS terlalu kuat dan ada rintangan
yang menghalangi lahirnya janin dapat timbul lingkaran retraksi patologik,
yang merupakan tanda bahaya terjadinya ruptura uteri. Dalam keadaan
ini janin harus segera dilahirkan dengan cara yang memberikan trauma
sedikit-sedikit nya bagi ibu dan anak.
Penatalaksanaan disfungsi uterus hipertonik dilakukan melalui
upaya istirahat terapeutik. Upaya ini dilakukan melalui pemberian
analgesik yang effektif, seperti morfin atau meperidin, untuk mengurangi
nyeri dan menyebabkan wanita tertidur. Penatalaksanaan disfungsi uterus
hipotonik biasanya menyingkirkan kemungkinan disproporsi sefalopelvis
(CPD) dengan melakukan pemeriksaan menggunakan ultrasound atau
pemeriksaan sinar X yang diikuti dengan augmentasi disfunctional dengan
oksitosin. Kekuatan sekunder atau upaya mengejan dapat menjadi lebih
berat akibat penggunaan analgesik dalam jumlah besar, pemberian
anastesi, ibu keletihan, hidrasi yang tidak adekuat dan posisi ibu.
2. Distosia karena Kelainan struktur Pelvis
Jenis-jenis panggul:
a) Panggul Ginekoid
Pintu atas panggul bundar dengan diameter transversa yang lebih
panjang sedikit daripada diameter anteroposterior dan dengan panggul
tengah dan pintu bawah panggul yang cukup luas.
b) Panggul Antropoid
Diameter anteroposterior yang lebih panjang dari diameter
transversa dengan arkus pubis menyempit sedikit
c) Panggul Android
Pintu atas panggul yang berbentuk sebagai segitiga berhubungan
dengan penyempitan kedepan, dengan spina iskiadika menonjol kedalam
dan arkus pubis menyempit.
d) Panggul Platypelloid
Diameter anteroposterior yang jelas lebih pendek daripada diameter
transversa pada pintu atas panggul dengan arkus pubis yang luas.
Distosia pelvis dapat terjadi bila ada kontraktur diameter pelvis
yang mengurangi kapasitas tulang panggul, termasuk pelvis inlet (pintu
atas panggul), pelvis bagian tengah,pelvis outlet (pintu bawah panggul),
atau kombinasi dari ketiganya.
Disproporsi pelvis merupakan penyebab umum dari distosia.
Kontraktur pelvis mungkin disebabkan oleh ketidak normalan kongenital,
malnutrisi maternal, neoplasma atau kelainan tulang belakang.
Ketidakmatangan ukuran pembentukan pelvis pada beberapa ibu muda
dapat menyebabkan distosia pelvis.
Kesempitan pada pintu atas panggul
Kontraktur pintu atas panggul terdiagnosis jika diagonal konjugata
kurang dari 11,5 cm. Insiden pada bentuk wajah dan bahu meningkat.
Karena bentuk interfere dengan engagement dan bayi turun, sehingga
beresiko terhadap prolaps tali pusat.
Kesempitan panggul tengah
Pada panggul tengah yang sempit, lebih sering ditemukan posisi
oksipitalis posterior persisten atau posisi kepaladalam posisi lintang tetap.
Kesempitan pintu bawah panggul
Agar kepala janin dapat lahir, diperlukan ruangan yang lebih besar
pada bagian belakang pintu bawah panggul. Dengan distansi tuberum
bersama dengan diameter sagittalis posterior kurang dari 15 cm, timbul
kemacetan pada kelahiran janin ukuran normal.
Penanganan
Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kemajuan
pembukaan serviks, apakah gangguan pembukaan seperti: pemanjangan
fase laten; pemanjangan fase aktif; sekunder arrest, bagaimana kemajuan
penurunan bagian terbawah janin (belakang kepala), apakah ada tanda-
tanda klinis dari ibu atau janin yang menunjukkan adanya bahaya bagi ibu
atau anak (seperti: gawat janin, rupture uteri)
Apabila ada salah satu gangguan diatas, maka menandakan bahwa
persalinan pervaginam tidak mungkin dan harus dilaksanakan seksio
sesaria. Bila ada kemajuan pembukaan serta penurunan kepala berjalan
lancer, maka persalinan pervaginam bisa dilaksanakan.
3. Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin
a) Kelainan letak, presentasi atau posisi
Ø Posisi oksipitalis posterior persisten
Pada persalinan persentasi belakang kepala, kepala janin turun
melalui pintu atas panggul dengan sutura sagittalis melintang atau miring
sehingga ubun-ubun kecil dapat berada di kiri melintang, kanan
melintang, kiri depan, kanan depan, kiri belakang atau kanan belakang.
Namun keadaan ini pada umumnya tidak akan terjadi kesulitan
perputarannya kedepan, yaitu bila keadaan kepala janin dalam keadaan
fleksi dan panggul mempunyai bentuk serta ukuran normal.
Penyebab terjadinya posisi oksipitalis posterior persisten ialah usaha
penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul.
Mekanisme persalinan
Bila hubungan antara panggul dan kepala janin cukup longgar,
persalinan pada posisi oksipitalis posterior persisten dapat berlangsung
secara spontan, tetapi pada umumnya lebih lama. Kepala janin akan lahir
dalam keadaan muka dibawah simfisis dengan mekanisme sebagai
berikut: Setelah kepala mencapai dasar panggul dan ubun-ubun besar
berada dibawah simfisis, dengan ubun-ubun besar tersebut sebagai
hipomoklion, oksipitalis akan lahir melaui perineum diikuti bagian kepala
yang lain.
Prognosis
Persalinan pada umumnya berlansung lebih lama kemungkinan
kerusakan jalan janin lebih besar, kematian perinatal lebih tinggi
dibandingkan dengan keadaan ubun-ubun kecil berada didepan.
Penanganan
Pada persalinan ini sebaiknya dilakukan pengawasan yang seksama,
tindakan untuk mempercepat jalannya persalinan dilakukan apabila kala II
terlalu lama atau ada tanda-tanda bahaya terhadap janin. Pada persalinan
letak belakang kepala akan lebih mudah apabila letak ubun-ubun kecil
berada di depan, maka harus diusahakan agar ubun-ubun kecil dapat
diputar kedepan. Perputaran kepala dapat dilakukan dengan tangan
penolong yang dimasukkan ke dalam vagina atau dengan cunam.
Ø Presentasi puncak kepala
Kondisi ini kepala dalam keaadaan defleksi. Berdasarkan derajat
defleksinya maka dapat terjadi presentasi puncak kepala, presentasi dahi
atau presentasimuka. Presentasi puncak kepala (presentasi sinsiput)
terjadi apabila derajat defleksinya ringan sehingga ubun-ubun besar
berada dibawah. Keadaan ini merupakan kedudukan sementara yang
kemudian berubah menjadi presentasi belakang kepala.
Mekanisme persalinan
Penangannya hamper sama dengan posisi oksipitalis posterior
persisten. Perbedaanya ialah pada presentasi puncak kepala tidak terjadi
fleksi kepala yang maksimal.
Ø Presentasi muka
Persentasi muka terjadi bila derajat defleksi kepala maksimal
sehingga muka bagian terendah. Kondisi ini dapat terjadi pada panggul
sempit atau janin besar. Multiparitas dan perut gantung juga merupakan
faktor yang menyebabkan persentasi muka.
Diagnosa
Untuk mendiagnosa kondisi ini, selain pemeriksaan luar pada
umumnya perlu dilakukan pemeriksaan dalam. Apabila muka sudah
masuk kedalam rongga panggul jari pemeriksa dapat meraba dagu,
mulut, hidung, dan pinggir orbita. Pemeriksaan rontgenologik atau MRI
perlu dilakukan.
Mekanisme persalinan
Kepala turun melalui pintu atas panggul dengan sirrkumferensia
trakelo-parietalis dan dengan dagu melintang atau miring. Setelah muka
mencapai dasar panggul terjadi putaran paksi dalam, sehingga dagu
memutar kedepan dan berada dibawah arkus pubis. Dengan daerah
submentum sebagai hipomoklion, kepala lahir dengan kepala fleksi
sehingga dahi, ubun-ubun besar, dan bagian belakang kepala melewati
perineum. Setelah kepala lahir terjadi putaran paksi luar dan badan janin
lahir seperti pada persentasi belakang kepala. Apabila dagu berada
dibelakang, pad waktu putaran dalam dagu harus melewati jarak yang
lebih jauh supaya dapat berada didepan. Apabila dagu tidak dapat
berputar kedepan (posisi mento posterior persisten) dan janin tidak dapat
lahir spontan, kondisi ini harus segera dilakukan tindakan untuk menolong
persalinan.
Kesulitan persalinan dapat terjadi karena ada kesempitan panggul
dan janin yang besar. Pada persentasi muka tidak dapat melakukan
dilatasi servik secara sempurna dan bagian terendah harus turun sampai
ke dasar panggul sebelum ukuran terbesar kepala melewati pintu atas
panggul.
Penanganan
Bila selama pengamatan kala II terjadi posisi mento posterior
persisten, maka diusahakan untuk memutar dagu kedepan dengan satu
tangan dimasukkan ke vagina. Jika usaha ini tidak berhasil maka
dilakukan secsio sesaria.
Ø Presentasi dahi
Presentasi dahi adalah bila derajat defleksi kepalanya lebih berat,
sehingga dahi merupakan bagian yang paling rendah. Kondisi ini
merupakan kedudukan yang bersifat sementara yang kemudian berubah
menjadi presentasi muka atau presentasi belakang kepala. Penyebab
terjadinya kondisi ini sama dengan presentasi muka.
Diagnosis
Pemeriksaan luar menunjukkan denyut jantung janin lebih jelas
didengar dibagian dada. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba sutura
frontalis, yang bila diikuti pada ujung yang satu diraba pada ubun-ubun
besar dan pda ujung lain teraba pangkal hidung dan lingkaran orbita.
Pada presentasi dahi mulut dan dagu tidak dapat diraba.
Mekanisme persalinan
Kepala masuk melalui pintu atas panggul dengan sirkumferensia
maksilloparietalis serta sutura frontalis melintang atau miring. Setelah
terjadi moulage, dan ukuran terbesar kepala telah melalui pintu atas
panggul, panggul memutar kedepan. Sesudah dagu berada didepan,
dengan fosa kanina sebagai hipomoklion, terjadi fleksi sehingga ubun-
ubun besar dan belakang kepala lahir melewati perineum. Kemudian
terjadi defleksi, sehingga mulut dan dagu lahir dibawah simfisis yang
menghalangi presentasi dahi untuk berubah menjadi presentasi muka,
biasanya karena moulage dan kaput suksedaneum yang besar pada dahi
waktu kepala memasuki panggul, sehingga sulit terjadi penambahan
defleksi. Persalinan membutuhkan waktu yang lama dan jarang
berlangsung spontan, sedangkan persalinan pervaginam berakibat
perlukaan luas pada perineum dan jalan lahir lainnya.
Prognosis
Janin yang kecil masih mungkin lahir spontan, tetapi janin dengan
berat dan besar normal tidak dapat lahir spontan pervaginam.
Penanganan
Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal,
tidak akan dapat lahir spontan melalui vagina sehingga harus dilahirkan
dengan secsio sesaria. Bila persalinan mengalami kemajuan dan ada
harapan presentasi dahi dapat berubah menjadi presentasi belakang
kepala tidak perlu dilakukan tindakan. Jika pada akhir kala I kepala belum
masuk kedalam rongga panggul, dapat diusahaakan mengubah
presentasi dengan perasat Thorn. Tapi jika tidak berhasil maka lakukan
secsio sesaria. Meskipun kepala sudah masuk ke rongga panggul, tetapi
bila kala II tidak mengalami kemajuan, juga dilakukan secsio sesaria. Bayi
yang lahir dalam presentasi dahi menunjukkan kaput suksedaneum yang
besar pada dahi yang disertai moulage kepala yang hebat.
Ø Letak sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada dibawah
cavum uteri. Beberapa jenis letak sungsang yakni :
- Presentasi bokong
Pada presentasi bokong, akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki
terangkat keatas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala
janin. Sehingga pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong.
- Presentasi bokong kaki sempurna
disamping bokong dapat diraba kedua kaki.
- Presentasi bokong kaki tidak sempurna
Hanya terdapat satu kaki disamping bokong sedangkan kaki yang lain
terangkat keatas.
- Presentasi kaki
Pada presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki.
Etiologi
Faktor- faktor yang memegang peranan terjadinya letak sungsang
adalah multiparitas, hamil kembar, hidramnion, hidrosefalus, plasenta
previa dan panggul sempit, kelainan uterus dan kelainan bentuk uterus.
Plasenta yang terletak didaerah kornu fundus uteri dapat pula
menyebabkan letak sungsang karena plasenta mengurangi luas ruangan
didaerah fundus.
Mekanisme persalinan
Bokong masuk kedalam rongga panggul dengan garis pangkal paha
melintang atau miring. Setelah menyentuh dasar panggul terjadi putaran
paksi dalam, sehingga di pintu bawah panggul garis panggul paha
menempati diameter ante posterior dan trokanter depan berada dibawah
simfisis. Kemudian terjadi fleksi lateral pad badan janin, sehingga
trokanter belakang melewati perineum dan lahirlah seluruh bokong diikuti
oleh kedua kaki. Setelah bokong lahir terjadi putaran paksi luar dengan
perut janin berada di posterior yang memungkinkan bahu melewati pintu
atas panggul dengan garis terbesar bahu melintang atau miring. Terjadi
putaran paksi dalam pada bahu, sehingga bahu depan berada dibawah
simfisis dan bahu belakang melewati perineum. Pada saat tersebut kepala
masuk kedalam rongga panggul dengan sutura sagitalis melintang atau
miring. Didalam rongga panggul terjadi putaran paksi dalam kepala
sehingga muka memutar ke posterior dan oksiput kearah simfisis. Dengan
suboksiput sebagai hipomoklion, maka dagu, mulut, hidung, dahi, dan
seluruh kepala lahir berturut-turut melewati perineum.
Prognosis
Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang lebih tinggi
bila dibandingkan dengan letak kepala. Adanya kesempitan panggul
sudah harus diduga pada waktu pemeriksaan antenatal khususnya pada
seorang primigravida dengan letak sungsang. Untuk itu harus dilakukan
pemeriksaan panggul atau MRI. Multiparitas dengan riwayat obstetrik
yang baik, tidak selalu menjamin persalinan dalam letak sungsang akan
berlansung lancar, sebab janin yang besar dapat menyebabkan
disproporsi meskipun ukuran panggul normal.
Penanganan
a. Dalam kehamilan
Mengingat bahayanya, sebaiknya persalinan dalam letak sungsang
dihindarkan. Untuk itu sewaktu pemeriksaan antenatal dijumpai letak
sungsang terutama pada primigravida hendaknya dilakukan versi luar
menjadi presentasi kepala. Versi luar ini sebaiknya dilakukan pada
kehamilan antara 34 dan 38 minggu. Kalau pada sebelum minggu ke 34
kemungkinan besar janin masuh dapat memutar sendiri, sedangkan
setelah minggu ke 38 versi luar akan sulit berhasil dikarenakan janin
sudah besar dan jumlah air ketuban relatif telah berkurang. Sebelum
melakukan versi luar, diagnosis letak janin harus pasti dan denyut jantung
janin harus dalam keadaan baik. Kontaindikasi untuk versi luar adalah:
- panggul sempit
sebenarnya tidak ada gunanya melakukan versi luar karena jika berhasil
perlu juga dilkukan secsio sesaria. Jika kesempitan panggul hanya ringan
maka versi luar harus diusahakan karena jika berhasil akan
memungkinkan dilakukan partus percobaan.
- perdarahan antepartum
tidak boleh dilakukan karena akan menambah perdarahan akibat
lepasnya plasenta.
- Hipertensi
Usaha versi luar akan dapat menyebabkan solusio plasenta.
- hamil kembar
pada hamil kembar janin yang lain dapat menghalangi versi luar, yang
lebih berbahaya jika janin terletak dalam satu kantong amnion,
kemungkinan tali pusat kedua janin akan saling melilit.
- plasenta previa.
b. Dalam persalinan
Letak sunsang tanpa disproporsi cefalopelvic dapat diambil sikap
menunggu sambil mengawasi kemajuan persalinan, sampai umbilikus
dilahirkan. Ekstraksi pada kaki atau bokong hanya dilakukan apabila
dalam kala II terdapat tanda-tanda bahaya bagi ibu atau janin atau
apabila kala II berlangsung lama maka secsio sesaria perlu dilakukan.
Ø Letak lintang
Letak lintang ialah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam
uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada
sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada
kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul. Punggung
janin berada di depa, di belakang, di atas, atau di bawah.
Etiologi
Penyebab terpenting letak lintang ialah multiparitas disertai dinding
uterus dan perut yang lembek. Keadaan lain yang dapat menghalangi
turunnya kepala ke dalam rongga panggul seperti misalnya panggul
sempit, tumor di daerah panggul, plasenta previa, kehamilan prematur,
hidramnion dan kehamilan kembar,kelainan bentuk rahim seperti uterus
arkuatus/uterus subseptus.
Diagnosis
Pada inspeksi uterus tampak lebih melebar dan fundus uteri lebih
rendah tidak sesuai dengan umur kehamilannya. Pada palpasi fundus
uteri kosong, kepala janin berada di samping, dan di atas simfisis juga
kosong, kecuali bila bahu sudah turun ke dalam panggul. Denyut jantung
janin ditemukan di sekitar umbilikus. Pada pemeriksaan dalam dapat
diraba bahu dan tulang-tulang iga. Bila ketik di raba, arah menutupnya
menunjukkan letak di mana kepala janin berada. Punggung dapat
ditentukan dengan terabanya skapula dan ruas tulang belakang, dada
dengan terabanya klavikula. Kadang-kadang dapat pula diraba tali pusat
yang menumbung.
Mekanisme Persalinan
Pada letak lintang dengan ukuran panggul normal dan janin cukup
bulan, tidak dapat terjadi persalinan spontan.Bila persalinan dibiarkan
tanpa pertolongan, akan menyebabkan kematian janin dan ruptura
uteridan keadaan ini dapat membahayakan ibu akibat perdarahan dan
infeksi dan seringkali berakibat kepada kematian.
Apabila janinnya kecil, sudah mati dan lembek persalinan dapat
berlangsung spontan. Janin lahir dalam keadaan terlipat melalui jalan
lahir(konduplikasio korpore)atau lahir dengan evolusio spontanea menurut
cara Denman dan Douglas. Pada cara Denman bahu tertahan pada
simfisis dan dengan fleksi kuat dibagian bawah tulang belakang, badan
bagian bawah, bokong dan kaki turun di rongga panggul dan lahir,
kemudian disusul badan bagian atas dan kepala. Pada cara Douglas bahu
masuk kedalam rongga panggul, kemudian dilewati oleh bokong dan kaki
sehingga bahu, bokong dan kaki lahir, selanjutnya disusul oleh lahirnya
kepala. Dua cara tersebut merupakan variasi suatu mekanisme lahirnya
janin dalam letak lintang, akibat fleksi lateral yang maksimal dari tubuh
janin.
Prognosis
Persalinan letak lintang memberikan prognosis yang jelek, baik
terhadap ibu maupun janinnya.
Penanganan
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang,
sebaiknya diusahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi
luar. Ibu diharuskan masuk rumah sakit lebih dini pada permulaan
persalinan, sehingga bila terjadi perubahan letak, segera dapat ditentukan
diagnosis dan penanganannya. Pada permulaan persalinan masih dapat
diusahakan mengubah letak lintang asalkan pembukaan masih kurang
dari empat sentimeter dan ketuban belum pecah. Pada seorang
primigravida bila versi luar tidak berhasil, sebaiknya segera dilakukan
seksio sesarea. Persalinan letak lintang pada multipara bergantung
kepada riwayat obstetrik wanita yang bersangkutan baik, dapat ditunggu
dan diawasi sampai pembukaan serviks lengkap untuk kemudian
melakukan versi ekstraksi. Selama menunggu harus diusahakan ketuban
ketuban tetap utuh. Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap
dan terdapat prolapsus funikuli, harus segera dilakukan seksio sesarea.
Jika ketuban pecah, tetapi tidak ada prolapsus funikuli, maka bergantung
kepada tekanan, dapat ditunggu sampai pembukaan lengkap, kemudian
dilakukan versi ekstraksi/seksio sesaria.
Ø Presentasi ganda
Keadaan dimana disamping kepala janin di dalam rongga panggul
dijumpai tangan, lengan/kaki, atau keadaan dimana disamping bokong
janin dijumpai tangan.
Etiologi
Presentasi ganda terjadi karena pintu atas panggul tidak tertutup
sempurna oleh kepala atau bokong, misalnya pada seorang multipara
dengan perut gantung, pada kesempitan panggul dan janin yang kecil.
Diagnosis
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan luar sulit ditentukan,
sedangkan pada pemeriksaan dalam, disamping kepala atau bokong
dapat diraba tangan, lengan/kaki,kemungkinan dapat juga teraba tali
pusat menumbung yang sangan mempengaruhi prognosis janin.
Penanganan
Pada presentasi ganda umumnya tidak ada indikasi untuk
mengambil tindakan, karena pada panggul dengan ukuran normal,
persalinan dapat spontan per vagina. Akan tetapi apabila lengan
seluruhnya menumbung disamping kepala, sehingga menghalangi
turunnya kepala dapat dilakukan reposisi lengan. Tangan penolong
dimasukkan kedalam vagina dan mendorong lengan janin keatas
melewati kepalanya, kemudian kepala didorong kedalam rongga panggul
dengan tekanan dari luar.
Apabila pada presentasi ganda ditemukan prolaksus funikuli, maka
penanganan bergantung pada kondisi janin dan pembukaan serviks. Bila
janin dalam keadaan baik dan pembukaan belum lengkap sebaiknya
dilakukan secsio sesaria, sedangkan bila pembukaan lengkap, panggul
mempunyai ukuran normal pada multipara, dapat dipertimbangkan
melahirkan janin per vagina. Bila janin sudah meninggal, diusahakan
untuk persalinan spontan, sedangkan tindakan untuk mempercepat
persalinan hanya dilakukan atas indikasi ibu.
b) Kelainan bentuk janin
Ø Pertumbuhan janin yang berlebihan
Yang dinamakan bayi besar ialah bila berat badannya lebih dari
4000 gram. Kepala dan bahu tidak mampu menyesuaikannya ke pelvis,
selain itu distensi uterus oleh janin yang besar mengurangi kekuatan
kontraksi selama persalinan dan kelahirannya. Pada panggul normal, janin
dengan berat badan 4000-5000 gram pada umumnya tidak mengalami
kesulitan dalam melahirkannya.
Etiologi
Janin besar dipengaruhi oleh faktor keturunan. Selain itu janin besar
dijumpai pada wanita hamil dengan DM, postmaturitas dan
grandemultipara.
Diagnosis
Menentukan besarnya janin secara klinis memang sulit. Janin besar
baru diketahui setelah tidak adanya kemajuan persalinan pada panggul
normal dan his yang kuat. Besarnya kepala dan tubuh janin dapat diukur
dengan menggunakan alat ultrasonik.
Prognosis
Pada panggul normal, janin dengan berat badan kurang dari 4000
gram pada umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan.
Kesukaran terjadi karena kepala yang besar atau kepala yang lebih
keras(pada post maturitas )tidak dapat memasuki pintu atas panggul,
atau karena bahu yang lebar sulit melewati rongga panggul. Menarik
kepala kebawah terlalu kuat dalam pertolongan melahirkan bahu yang
sulit dapat berakibat perlukaan pada nervus brachialis dan muskulus
sternocleidomastoideus.
Penanganan
Apabila kepala sudah lahir sedangkan bahu sulit dilahirkan,
hendaknya dilakukan episiostomi mediolateral yang cukup luas, hidung,
mulut janin dibersihkan, kemudian kepala ditarik curam kebawah secara
hati-hati dengan kekuatan yang terukur. Bila tidak berhasil, tubuh janin
diputar dalam rongga panggul, sehingga bahu belakang menjadi bahu
depan dan lahir di bawah simfifis.
Tindakan yang bisa dilakukan untuk membantu mencegah distocia
bahu adalah membantu memutar kepala janin dan mendorongnya
kebawah.(Camune& Brucher, 2007;Lanni & Seeds, 2007;Simpson 2008).
Metode yang digunakan untuk membantu distosia bahu:
a) menurut McRobert`s maneuver adalah ibu mengfleksikan pahanya lebuh
tinggi dari perutnya, dimana dapat mengangkat lengkung pelvic metode
ini memiliki efek yang sama dengan jongkok dan menambah upaya
menekan kebawah.
b) Medode suprapubic pressure dilakukan oleh yang membantu persalinan,
suprapubic pressure dilakukan untuk mendorong bagian anterior bahu
janin kearah bawah untuk memindahkan janin dari atas ke simfisis pubis
ibu.
Pada keadaan dimana janin telah mati sebelum bahu dilahirkan,
dapat dilakukan kleidotomi pada satu atau kedua klavikula untuk
mengurangi kemungkinan perlukaan jalan lahir.
Ø Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan
serebrospinal dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar
sehingga terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun. Hidrosefalus
akan menyebabkan disproporsi sefalopelvic
Diagnosis
Pada palpasi ditemukan kepala yang jauh lebih besar dan tidak
dapat masuk kedalam panggul, denyut jantung janin paling jelas
terdengar pada tempat yang lebih tinggi, pada pemeriksaan dalam diraba
sutura-sutura dan ubun0ubun melebar dan tegang, sedangkan tulang
kepala sangat tipis dan mudah ditekan.
Prognosis
Hidrosefalus dapat mengakibatkan ruptura uteri. Ruptera uteri pada
hidrosefalus dapat terjadi sebelum pembukaan servik menjadi lengkap.
Pada kasus hidrosefalus ini, kepala janin harus dikecilkan pada permulaan
persalinan. Pada pembukaan 3 cm cairan serebrospinal dikeluarkan
dengan pungsi pada kepala dengan menggunakan jarum spinal. Bila janin
dalam letak sungsang, pengeluaran cairan dari kepala dilakukan dengan
pungsi atau perforasi melalui foramen oksipitalis magnum atau sutura
temporalis. selain itu, ventrikulosentesis transabdominal dengan jarum
spinal juga dianjurkan.
Ø Kelainan bentuk janin yang lain
a) Janin kembar melekat(double master)
Torakopagus(pelekatan pada dada) merupakan janin kembar
melekat yang paling sering menimbulkan kesukaran persalinan.
b) Janin dengan perut besar
Pembesaran perut yang menyebabkan distocia, akibat dari asites
atau tumor hati, limpa, ginjal dan ovarium jarang sekali dijumpai.
Ø Prolaksus funikuli
Keadaan dimana tali pusat berada disamping atau melewati bagian
terendah janin didalam jalan lahir setelah ketuban pecah. Pada presentasi
kepala, prolaksus funikuli sangat berbahaya bagi janin, karena setiap saat
tali pusat dapat terjepit antara bagian terendah janin dengan jalan lahir
dengan akibat gangguan oksigenasi.
Prolaksus funikuli dan turunnya tali pusat disebabkan oleh
gangguan adaptasi bagian bawah janin terhadap panggul, sehingga pintu
atas panggul tidak tertutup oleh bagian bawah janin.
Diagnosis
Adanya tali pusat menumbung atau tali pusat terdepan baru dapat
diketahui dengan pemeriksaan dalam setelah terjadi pembukaan ostium
uteri. Pada prolaksus funikuli tali pusat dapat diraba dengan dua jari; tali
pusat yang berdenyut menandakan janin masih hidup.
Penanganan
Pada prolaksus funikuli janin menghadapi bahaya hipoksia, karena
tali pusat akan terjepit antara bagian terendah janin dan jalan lahir.
Apabila tali pusat masih berdenyut tapi pembukaan belum lengkap
tindakan yang harus dilakukan adalah reposisi tali pusat atau seksio
sesaria.
4. Distosia karena kelainan posisi ibu
Posisi bisa menimbulkan dampak positif dan negatif pada
persalinan, dimana efek gravitasi dan bagian tubuh memiliki hubungan
yang penting untuk kemajuan proses persalinan. Misalnya posisi tangan
dan lutut, posisi oksiput posterior lebih efektif dari pada posisi lintang.
Posisi duduk dan jongkok membantu mendorong janin turun dan
memperpendek proses kala II (Terry et al, 2006). Posisi recumbent dan
litotomy bisa membantu pergerakan janin ke arah bawah. Apabila distosia
karena kelainan posisi ibu ini terjadi, tindakan yang harus segera
dilakukan pada proses persalinan adalah seksio sesaria atau vakum.
5. Distosia karena respon psikologis
Stress yang diakibatkan oleh hormon dan neurotransmitter (seperti
catecholamines) dapat menyebabkan distosia. Sumber stress pada setiap
wanita bervariasi, tetapi nyeri dan tidak adanya dukungan dari seseorang
merupakan faktor penyebab stress.
Cemas yang berlebihan dapat menghambat dilatasi servik secara
normal, persalinan berlangsung lama, dan nyeri meningkat. Cemas juga
menyebabkan peningkatan level strees yang berkaitan dengan hormon
(seperti: β endorphin, adrenokortikotropik, kortisol, dan epinephrine).
Hormon ini dapat menyebabkan distosia karena penurunan kontraksi
uterus.
6. Pola persalinan tidak normal
Pola persalinan yang tidak normal diidentifikasi dan diklasifikasikan
oleh Riedman (1989) berdasarkan sifat dilasi servikal dan penurunan
janin.
Persalinan normal
a) Dilasi (pembukaan) berlanjut
- Fase laten: <4 cm dan low slope
- Fase aktif: > 5 cm dan high slope
- Fase deselerasi: ≥ 9 cm
b) Penurunan: aktif pada dilasi ≥ 9 cm
Persalinan tidak normal
Pola Nulliparas MultiparasFase laten prolonged
< 20 jam >14 jam
Fase dilasi aktif protracted
< 1.2 cm/jam <1.5 cm/jam
Secondary arrest: no change
≥ 2 jam ≥ 2 jam
Protracted descent
< 1 cm/jam < 2 cm/jam
Arrest of descent
≥ 1 jam ≥1/2 jam
Persalinan precipitous
>5 cm /hari 10 cm/hari
Failure of descent
Tidak ada perubahan selama fase deselarasi dan kala II
7. Distosia karena kelainan traktus genitalis
a) Vulva
Kelainan pada vulva yang menyebabkan distosia adalah edema,
stenosis, dan tumor. Edema biasanya timbul sebagai gejala preeklampsia
dan terkadang karena gangguan gizi. Pada persalinan jika ibu dibiarkan
mengejan terus jika dibiarkan dapat juga mengakibatkan edema. Stenosis
pada vulva terjadi akibat perlukaan dan peradangan yang menyebabkan
ulkus dan sembuh dengan parut-parut yang menimbulkan kesulitan.
Tumor dalam neoplasma jarang ditemukan. Yang sering ditemukan
kondilomata akuminata, kista, atau abses glandula bartholin.
b) Vagina
Yang sering ditemukan pada vagina adalah septum vagina, dimana
septum ini memisahkan vagina secara lengkap atau tidak lengkap dalam
bagian kanan dan bagian kiri. Septum lengkap biasanya tidak
menimbulkan distosia karena bagian vagina yang satu umumnya cukup
lebar, baik untuk koitus maupun untuk lahirnya janin. Septum tidak
lengkap kadang-kadang menahan turunnya kepala janin pada persalinan
dan harus dipotong terlebih dahulu.
Stenosis vagina yang tetap kaku dalam kehamilan merupakan
halangan untuk lahirnya bayi, perlu dipertimbangkan seksio sesaria.
Tumor vagina dapat menjadi rintangan pada lahirnya janin per vaginam
c) Servik uteri
Konglutinasio orivisii externi merupakan keadaan dimana pada kala
I servik uteri menipis akan tetapi pembukaan tidak terjadi, sehingga
merupakan lembaran kertas dibawah kepala janin. Karsinoma servisis
uteri, merupakan keadaan yang menyebabkan distosia.
d) Uterus
Mioma uteri merupakan tumor pada uteri yang dapat menyebabkan
distosia apabila mioma uteri menghalangi lahirnya janin pervaginam,
adanya kelainan letak janin yang berhubungan dengan mioma uteri, dan
inersia uteri yang berhubungan dengan mioma uteri.
e) Varium
Distosia karena tumor ovarium terjadi apabila menghalangi lahirnya
janin pervaginam. Dimana tumor ini terletak pada cavum douglas.
Membiarkan persalinan berlangsung lama mengandung bahaya pecahnya
tumor atau ruptura uteri atau infeksi intrapartum.
B. Asuhan keperawatan Pada distosia
Diagnosa keperawatan yang mungkin bisa diidentifikasi pada wanita
yang mengalami distosia adalah:
1. Resiko cidera maternal dan fetal berhubungan dengan implementasi dari
intervensi untuk distosia
2. Kehilangan kekuatan berhubungan dengan kehilangan kontrol
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kelahiran prematur dan pecahnya
membran, atau berhubungan dengan prosedur operasi
Perencanaan
Hasil yang diharapkan pada ibu yang mengalami distosia adalah:
1. Mengerti penyebab dan treatment persalinan disfungsional.
2. Menggunakan pola koping yang positif untukmempertahankan konsep
diri positif.
3. Mengekspresikan tingkat nyeri
4. Pengalaman persalinan dan kelahiran dengan minimal atau tidak ada
komplikasi seperti infeksi, cedera, atau hemoragik
5. Kelahiran bayi yang sehat, dimana tanpa mengalami cedera kelahiran
Intervensi
1. Bantu dan implementasikan intervensi untuk distosia (msl: posisi,
version, peningkatan proses persalinan, dan pematangan servikal)
2. Monitor DJJ selama proses
3. Monitor tanda-tanda vital kehamilan
4. Nilai tingkat kenyamanan selama prosedur yang menyakitkan.
5. Berikan penjelasan dan dukungan untuk ibu dan keluarganya
Evaluasi
Evaluasi keefektifan asuhan keperawatan pada ibu yang mengalami
distosia berdasarkan hasil yang diharapkan
Diagnosa keperawatan berdasarkan NANDA
1. Nyeri Akut
2. Kecemasan
NANDA NOC NIC1. Nyeri akut
Domain 12:
Kenyamanan
kelas 1:
kenyamanan fisik
defenisi: sensori
dan pengalaman
emosional yang
tidak
menyenangkan
yang ditimbulkan
oleh kerusakan
jaringan potensial
atau actual/
gambaran pada
bagian yang rusak
tersebut. Tiba-
tiba/
memperlambat
intensitas dari
ringan sampai
berat dengan
akhir
diantisipasi/dipred
iksi berdurasi < 6
bulan.
Batasan
karakteristik:
Outcome yang
disarankan
1. Kontrol nyeri
Indicator :
Mengakui faktor
kausal
Mengakui onset
nyeri
Menggunakanlangka
h-
langkahpencegahan
Menggunakanlangka
h-
langkahbantuannon-
analgesik
Menggunakananalge
sik yang tepat
2. Tingkat
ketidaknyamanan
Manajemen Nyeri
melakukan tidakan
yang komprehensif
mulai dari lokasi nyeri,
karakteristik, durasi,
frequensi, kualitas,
intensitas, atau keratnya
nyeri dan factor yang
berhubungan.
observasi isyarat
ketidak nyamanan
khususnya pada ketidak
mamapuan
mengkomunikasikan
secara efektif.
memberi perhatian
perawatan analgesic
pada pasien.
menggunakan strategi
komunikasi terapeutik
untuk menyampaikan
rasa sakit dan
menyampaikan
penerimaan dari respon
pasien terhadap nyeri.
mengeksplorasi
pengetahuan pasien dan
keyakinan tentang rasa
Perubahan curah
jantung Perubahan laju
pernafasan Laporan verbal
terhadap nyeri Prilaku ekspresif,
seperti gelisah,
merintih,
meringis,
kewaspadaan,
lekas marah,
mendesah Menjaga prilaku
sakit.
mempertimbangkan
pengaruh budaya pada
respon nyeri.
menentukan dampak
dari pengalaman rasa
sakit dari pengalaman
nyeri pada kualitas
hidup (tidur, nafsu
makan, aktivitas,
kognisi, mood,
hubungan, kinerja kerja,
dan tanggung jawab
peran).
memberi tahu pasien
tentang hal-hal yang
dapat memperburuk
nyeri
kaji pengalaman nyeri
klien dan keluarga, baik
nyeri kronik atau yang
menyebabkan
ketidaknyamanan.
ajarkan prinsip
manajemen nyeri
ajarkan tentang
metode farmakologis
mengenai gambaran
nyeri
ajarkan penggunaan
teknik non farmakologi,
seperti relaksasi, terapi
music, terapi bermain,
terapi aktifitas,
sebelum,sesudah,dan
jika memungkinkan
selama nyeri
berlangsung, sebelum
nyeri itu terjadi atau
meningkat dan lama
dengan gambaran nyeri
lainnya.
2. Anxiety
Definisi: perasaan
ketidaknyamanan
atau ketakutan
disertai oleh
respon otonom
(sumber
seringkali spesifik
atau tidak
diketahui
individu), sebuah
perasaan
ketakutan yang
disebabkan oleh
antisipasi bahaya.
Ini adalah sinyal
peringatan yang
memperingatkan
bahaya yang akan
datang dari yang
mungkinkan
individu untuk
mengambil
tindakan untuk
Kontrol cemas
Indikator: Monitor intensitas
kecemasan Menyingkirkan
tanda-tanda
kecemasan Menggunakan
teknik relaksasi
untuk
menghilangkan
kecemasan
Koping
Indikator: Melibatkan anggota
keluarga dalam
pembuatan
keputusan Menunjukkan
strategi penurunan
stress Menggunakan
dukungan social
Penurunan
Kecemasan
Aktivitas:
Tenagkan klien
Kaji tingkat kecemasan
dan reaksi fisik
Sediakan aktivitas
untuk menurunkan
ketegangan.
Peningkatan Koping:
Aktivitas:
Sediakan informasi
actual tentang diagnose,
penanganan, dan
prognosis.
mengatasi
ancaman.
Batasan
karakteristik:
Gelisah
Resah
Produktivitas
berkurang
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek,Gloria M, dkk. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC). United States of
America: Mosby
Chandranita, ida ayu, dkk. 2009. Buku ajar patologi obstetric untuk mahasiswa kebidanan.
Jakarta:EGC
Chandranita, ida ayu, dkk. 2009. Memahami kesehatan reproduksi wanita. Jakarta:EGC
Doenges, Marilyn E dan Mary Frances Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi.
Jakarta:EGC.
Farrer, Helen. 2001. Perawatan meternitas edisi II. Jakarta: EGC
Herdman, T. Heather. 2009. NANDA International Nursing Diagnoses : Definition & Classification
2009-2011. United Kingdom : Wiley-Blackwell.
Mckinney, Emily Slone, dkk. 2009. Maternal Child Nursing. Canada: Library of Congress
Catologing in Publication Data
Moorhead, Sue, dkk. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). United States of America:
Mosby
Prawirohardjo, sarwono. 1997. Ilmu kebidanan edisi 4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Perry, Shannon E, dkk. 2010. Maternal child nursing care edisi 4. Canada: Mosby elseveir
Stright, Barbara R. 2004. Keperawatan ibu-bayi baru lahir edisi 3. Jakarta: EGC
BAB II : PEMBAHASAN2.1 Pengertian
Distosia atau persalinan disfungsional didefinisikan sebagai persalinan yang panjang,
sulit, atau abnormal yang timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan 5 faktor
persalinan. Adapun keadaan yang dapat menyebabkan distosia :
1. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang tidak efektif atau akibat upaya
mengedan ibu ( Kekuatan/ Power).
2. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir/ passage).
3. Sebab- sebab pada janin, meliputi kelainan presentasi maupun kelainan posisi, bayi besar dan
jumlah bayi ( passanger ).
4. Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan.
5. Respon psikologis ibu selama persalinan yang berhubungan dengan pengalaman, persiapan,
budaya dan warisannya, serta sistem pendukung.
Kelima faktor ini bersifat interdependen. Dalam mengkaji pola persalinan abnormal
wanita, seorang tenaga medis harus mempertimbangkan interaksi kelima faktor ini dan
bagaimana kelima faktor tersebut mempengaruhi proses persalinan. Distosia diduga terjadi
jika kecepatan dilatasi serviks, penurunan dan pengeluaran (ekspulsi) janin tidak menunjukan
kemajuan, atau jika karakteristik kontraksi uterus menunjukan perubahan.
Kelainan his adalah suatu keadaan dimana his tidak normal, baik kekuatannya
maupun sifatnya sehingga menghambat kelancaran persalinan.
Distosia kelainan His (Power) merupakan His yang abnormal dalam kekuatan atau
sifatnya menyebabkan kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap
persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.
His yang normal atau adekuat adalah his persalinan yang menyebabkan kemajuan
persalinan. His persalinan tersebut meliputi :
Secara klinis yaitu minimal 3 kali kontraksi dalam 10 menit, biasanya selama 40-60 detik,
sifatnya kuat.
KTG yaitu 3 kali kontraksi dalam 10 menit, biasanya selama 40-60 detik dengan tekanan
intrauterina 40-60 mmHg.
Tonus otot rahim diluar his tidak seberapa tinggi, lalu meningkatkan pada waktu his. Pada kala
pembukaan servik ada 2 fase : fase laten dan fase aktif yang digambarkan pada servikogram
menurut friedman.
Kotraksi rahim dimulai pada salah satu tanduk rahim, sebelah kanan atau kiri, lalu menjalar
keseluruh otot rahim.
Fundus uteri berkontraksi lebih dulu (fundal dominan) lebih lama dari bagian-bagian lain.
Bagian tengah berkontraksi agak lebih lambat, lebih singkat dan tidak sekuat kontraksi
fundus uteri bagian bawah (segmen bawah rahim) dan serviks tetap pasif atau hanya
berkontraksi sangat lemah.
Sifat-sifat his : lamanya, kuatnya, keteraturannya, seringnya dan relaksasinya, serta sakitnya.
2.2 Etiologi
Distosia karena kelainan His ( his hipotonik dan his hipertonik ) dapat disebabkan
karena:
a. Inersia uteri hipotonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk melakukan
pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya
jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia,
uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidroamnion atau kehamilan kembar atau
makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi
kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif, maupun
pada kala pengeluaran. Inertia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu :
1. Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat
( kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan ), sehingga sering sulit untuk
memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartus atau belum.
2. Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada keadaan
selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.
b. Inersia uteri hipertonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi normal) namun
tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak
efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar. Disebut juga sebagai
incoordinate uterine action. Contoh misalnya “tetania uteri” karena obat uterotonika yang
berlebihan. Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus-
menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter.
Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah rangsangan pada uterus,
misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama dengan disertai infeksi,
dan sebagainya.
Kelainan his (insersia uteri) dapat menimbulkan kesulitan, yaitu :
Kematian atau jejas kelahiran
Bertambahnya resiko infeksi
Kelelahan dan dehidrasi dengan tanda-tanda : nadi dan suhu meningkat, pernapasan cepat,
turgor berkurang, meteorismus dan asetonuria.
2.3 Patofisiologi
His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri yang kemudian
menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya dominasi kekuatan pada
fundus uteri di mana lapisan otot uterus paling dominan, kemudian mengadakan relaksasi
secara merata dan menyeluruh hingga tekanan dalam ruang amnion balik ke asalnya ± 10
mmHg.
Distribusi kontraksi uterus yang normal
Gambar kontraksi uterus diatas menunjukkan 4 tempat dimana di pasang
mikrobalon untuk mengukur atau mencatat tekanan dalam miometrium. Pada deratan gambar
di atas dapat dilihat bagaimana kontraksi mulai, menyebar dan menjadi kuat dan akhirnya
mengurang dan menghilang. Fase kontraksi di gambarkan dengan garis tebal sedangkan garis
relaksasi dengan garis yang lebih tipis. Bandingkan gambar His normal dan bila ada kelainan
dalam His.
Incoordinated uteri contraction
Incoordinate uterine action
Disini sifat His berubah. Tonus otot uterus meningkat, juga di luar His dan
kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronasi kontraksi bagian-
bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah
menyebabkan His tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.
Disamping itu, tonus otot uterus yang menaik menyebabkan rasa nyeri yang lebih
keras dan lama bagi ibu dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin. His ini juga di sebut
sebagai Incoordinate hypertonic uterine contraction. Kadang-kadang pada persalinan lama
dengan ketuban yang sudah lama pecah, kelainan His ini menyebabkan spasmus sirkuler
setempat, sehingga terjadi penyempitan kavum uteri pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran
kontraksi atau lingkaran kontriksi. Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi dimana-mana,
tetapi biasanya ditemukan pada batas antara bagian atas dengan segmen bawah uterus.
Lingkaran kontriksi tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam, kecuali kalau
pembukaan sudah lengkap sehingga tangan dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri.
2.4 Manifestasi Klinis
Dapat dilihat dan diraba, perut terasa membesar kesamping.
Pergerakan janin pada bagian kiri lebih dominan.
Nyeri hebat dan janin sulit untuk dikeluarkan.
Terjadi distensi berlebihan pada uterus
Dada teraba seperti punggung, belakang kepala terletak berlawanan dengan letak dada, teraba
bagian – bagian kecil janin dan denyut jantung janin terdengar lebih jelas pada dada.
2.5 Penalaksanaan Medis
a) Fase laten yang memanjang : Selama ketuban masih utuh dan passage serta passanger
normal, pasien dengan fase laten memanjang sering mendapat manfaat dari hidrasi dan
istirahat terapeutik. Apabila dianggap perlu untuk tidur, morfin (15 mg) dapat memberikan
tidur 6-8 jam. Apabila pasien terbangun dari persalinan, diagnosa persalinan palsu dapat
ditinjau kembali, berupa perangsangan dengan oksitosin.
b) Kelainan protraksi : Dapat ditangani dengan penuh harapan, sejauh persalinan mau dan tidak
ada bukti disproporsi sevalopelvik, mal presentasi atau fetal distress. Pemberian oksitosin
sering bermanfaat pada pasien dengan suatu kontrakti hipotonik.
c) Kelainan penghentian : Apabila terdapat disproporsi sevalopelvik dianjurkan untuk
dilakukan seksio sesar. Perangsangan oksitosin hanya dianjurkan sejauh pelviks memadai
untuk dilalui janin dan tidak ada tanda-tanda fetal distress.
d) Kelainan His dapat diatasi dengan : Pemberian infus pada persalinan lebih 18 jam untuk
mencegah timbulnya gejala-gejala atau penyulit diatas. Jika ketuban masih ada maka
dilakukan amniotomi dan memberikan tetesan oksitosin (kecuali pada panggul sempit,
penanganannya di seksio sesar).
2.6 Konsep Asuhan Keperawatan Distosia Karena Kelainan His
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian umum
Pengkajian pada riwayat kesehatan masa lalu dan sekarang
Keluhan masa lalu :
Pengkajian psikologi klien, apakah sering mengalami stres pada saat kehamilan dan
bagaimana persiapan dalam menghadapi persalinannya.
Kaji kapan terjadi pecah ketuban.
Tanyakan pada klien gerakan aktif janin dalam 24 jam
Keluhan sekarang:
“ Klien merasa mulas dan nyeri pada pinggang serta telah mengeluarkan air pada vaginanya”
Pengkajian pola fungsional
1. Aktifitas/istirahat
Melaporkan keletihan,kurang energi,letargi,penurunan penampilan
2. Sirkulasi
Tekanan darah dapat meningkat,mungkin menerima magnesium sulfat untu hipertensi karena
kehamilan
3. Eliminasi
Distensi usus atau kandng kemih yang mungkin menyertai
4. Integritas ego
Mungkin sangat cemas dan ketakutan
5. Nyeri atau ketidaknyamanan
Mungkin menerima narkotika atau anastesi pada awal proses kehamilan,kontraksi
jarang,dengan intensitas ingan sampa sedang,dapat terjadi sebelum awitan persalinan atau
sesudah persalinan terjadi,fase laten dapat memanjang,
6. Keamanan
Serviks mungkin kaku atau tidak siap,pemerisaan vagina dapat menunjukkan janin dalam
malposisi,penurunan janin mungkin kurang dari 1 cm/jam pada nulipara atau kurang dari 2
cm/jam pada mutipara bahkan tidak ada kemajuan.,dapat mengalami versi eksternal setelah
getasi 34 minggu dalam upaya untuk mengubah presentasi bokong menjadi presentasi kepala.
7. Seksualitas
Dapat primigravida atau grand multipara,uterus mungkin distensi berlebihan karena
hidramnion,gestasi multipel.janin besar atau grand multiparis.
Pengkajian fisik
Pengkajian dapat dilakukan dengan pengkajian Tanda-tanda vital, pada pengkajian fisik
tekanan darah, denyut jantung, suhu, pernapasan biasanya meningkat, hal ini dipengaruhi
oleh nyeri yang dirasakan oleh klien. Selain itu pengkajian fisik dapat juga dilakukan dengan
palpasi yaitu palpasi letak janin dalam kandungan, apakah normal atau malposisi.
Prosedur diagnostik
a) Tes pranatal : dapat memastikan polihidramnion,janin besar atau gestasi multipel.
b) Tes stres kontraksi/tes nonstres : mengkaji kesejahteraan janin.
c) Ultrasound atau pelvimetri sinar X : mengevaluasi arsitektur pelvis,presentase janin,posisi
dan formasi.
d) Pengambilan sampel kulit kepala janin : mendeteksi atau mengesampingkan asidosis.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Cedera, resiko tinggi terhadap maternal (ibu) b/d penurunan tonus otot/pola kontraksi otot,
obstruksi mekanis pada penurunan janin, keletihan maternal.
2. Cedera resiko tinggi terhadap janin b/d persalinan lama, malpresentasi janin,hipoksia/asidosis
jaringan, abnormalitas pelvis ibu.
3. Kekurangan volume cairan b/d status hipermetabolik, muntah, diaforesis hebat, pembatasan
masukan oral, diuresis ringan berhubungan dengan pemberian oksitosin.
4. Koping individu tidak efektif b/d krisis situasi, kerentanan pribadi, harapan persepsi tidak
relistis, ketidakadekuatan sistem pendukung.
5. Ketakutan, ansietas b/d persalinan dan kurang informasi.
C. Intervensi Keperawatan
1. Cedera,resiko tinggi terhadap maternal(ibu) b/d penurunan tonus otot/poa kontraksi otot,
obstruksi mekanis pada penurunan janin, keletihan maternal.
Tujuan : Mencegah adanya resiko cedera pada ibu
No. Intervensi Rasional
1 Tinjau ulang riwayat persalinan,awitan dan
durasi
Membantu dalam mengidentifikasi kemungkinan
penyebab, kebutuhan pemeriksaan diagnostik dan
intervensi yang tepat
2 Catat waktu/jenis obat.hindari pemberian
narkotik dan anastesi blok epidural sampai
serviks dilatasi 4 cm
Sedatif yang diberikan terlalu dini dapat
menghambat atau menghentikan persalinan.
3 Evaluasi tingkat keletihan yang menyertai,serta Kelelahan ibu yang berlebihan menimbulkan
aktifitas dan istirahat,sebelum awitan persalinan disfungsi sekunder, atau mungkin akibat dari
persalinan lama
4 Kaji pola kontraksi uterus secara manual atau
secara elektronik
Disfungsi kontraksi dapat memperlama
persalinan,meningkakan resiko komplikasi
maternal/janin
5 Catat kondisi serviks.pantau tanda
amnionitis.catat peningkatan suhu atau jumlah
sel darah putih;catat bau dan rabas vagina
Serviks kaku atau tidak siap tidak akan dilatasi,
menghambat penurunan janin/kemajuan
persalinan. terjadi amniositis secara langsung
dihubungkan dengan lamanya persalinan sehingga
melahirkan harus terjadi dalam 24 jam setelah
pecah ketuban
6 Catat penonjolan,posisi janin dan presentase
janin
Digunakan sebagai indikator dalam
mengidentifikasi persalinan yang lama
7 Anjurkan klien berkemih setiap1-2 jam.kaji
terhadap penuhan kandung kemih diatas simfisis
pubis
Kandung kemih dapat menghambat aktifitas
uterus dan mempengaruhi penurunan janin
8 Tempatkan klien pada posisirekumben lateral
dan anjurkan tirah baring atau ambulasi sesuai
toleransi
Ambulasi dapat membantu kekuatan gravitasi
dalam merangsang pola persalinan normal dan
dilatasi serviks
9 Bantu dengan persiapan seksio sesaria sesuai
indikasi untuk malposisi, CPD atau cincin bandl
Melahirkan seksio sesari segera diindifikasikan
untuk cincin bandl untuk distres janin karena
CPD
10 Siapkan untuk melahirkan dengan forsep (bila
perlu)
Melahirkan secara forsep dilakukan pada ibu yang
lelah berlebihan dan tidak mampu untuk
mengedan lagi
2. Cedera resiko tinggi terhadap janin b/d persalinan lama, malpresentasi janin,
hipoksia/asidosis jaringan, abnormalitas pelvis ibu
Tujuan : Mencegah adanya resiko cedera pada bayi
No. Intervensi Rasional
1 Kaji denyut jantung janin secara manual dan
elektronik,dan kaji irama jantung janin.
Bradikardi dan takikardi pada janin dapat
disebabkan oleh stres, hipoksia, asidosis, atau
sepsis
2 Perhatikan tekanan uterus selama istirahat dan
fase kontraksi melalui kateter tekanan
intrauterus bila tersedia
Tekanan dan kontraksi yang besar dapat
menggangu oksigenasi dalam ruang intravilos
3 Perhatikan frekuensi kontaksi uterus. Beri tahu
dokter bila frekuensi dua menit atau kurang
Kontraksi yang terjadi setiap 2 menit atau kurang
tidak memungkinkan oksigenasi adekuat dari
ruang intravilous
4 Kaji malposisi dengan menggunakan manuver
Leopold dan temuan pemeriksaan internal.tinjau
ulang hasil USG
Menentukan pembaringan janin,posisi,dan
persentase dapat mengidentifikasi faktor-faktor
yang memperberat disfungsional persalinan
5 Pantau penurunan janin pada jalan lahir dalam
hubungannya dengan kolumna vertebralis iskial
Penurunan jalan lahir merupakan tanda CPD atau
malposisi
6 Perhatikan warna dan jumlah cairan amnion bila
pecah ketuban
Kelebihan cairan amnion yang berlebihan
menyebabkan distensi uterus dihubungkan dengan
anomali janin
7 Perhatikan bau dan perubahan warna cairan
amnion pada pecah ketuban lama. Dapatkan
kultur bila temuan abnormal
Infeksi asenden dan sepsis disertai dengan
takikardia dapat terjadi pada pecah ketuban lama
8 Berikan antibiotik pada klien sesuai indikasi Mencegah /mengatasi infeksi asenden dan juga
akan melindungi janin
9 Siapkan untuk melahirkan pada posisi
posterior,bila janin gagal memutar dari oksiput
posterior ke anterior
Melahirkan janin dalam posisi posterior
mengakibatkan insiden lebih tinggi dari laserasi
maternal
10 Siapkan untuk kelahiran secara sesaria bila
presentasi bokong terjadi
Untuk menghindari cedera pada kolumna
vertebralis bila melahirkan pervagina dari bokong
3. Kekurangan volume cairan b/d status hipermetabolik, muntah, diaforesis hebat, pembatasan
masukan oral, diuresis ringan berhubungan dengan pemberian oksitosin.
Tujuan : mempertahankan keseimbangan cairan,dan bebas dari komplikasi
No. Intervensi Rasional
1 Pantau masukan dan keluaran cairan Untuk membandingkan apakah pemasukan dan
pengeluaran seimbang sehingga tidak terjadi
dehidrasi
2 Lakukan tes urine untuk mengetahui adanya
keton
Ketidakadekuatan masukan glukosa
mengakibatkan pemecahan lemak dan adanya
keton pada urin
3 Pantau tanda vital. Catat laporan pusing pada
perubahan posisi
Peningkatan frekuensi nadi dan suhu ,dan
perubahan tekanan darah ortostatik dapat
menandakan penurunan volume sirkulasi
4 Kaji elastisitas kulit Kulit yang tidak elastis menandakan terjadi
dehidrasi
5 Kaji bibir dan membran mukosa oral dan derajat
saliva
Membran mukosa atau bibir yang kering dan
penurunan saliva adalah indikator lanjut dari
dehidrasi
6 Perhatikan respon denyut jantung janin yang
abnormal
Dapat menunjukkan efek dehidrasi maternal dan
penurunan perfusi
7 Berikan masukan cairan adekuat melalui
pemberian minuman > 2500 liter
Mengurangi dehidrasi
8 Berikan cairan secara intravena Larutan parenteral mengandung elektrolit dan
glukosa dapat memperbaiki atau mencegah
ketidakseimbangan maternal dan janin serta apat
menurunkan keletihan maternal
9 Tinjau ulang hemoglobin dan hematokrit Peningkatan Ht menunjukkan dehidrasi
10 Tinjau ulang kadar elektrolit serum dan glukosa
serum
Kadar elektrolit serum mendeteksi terjadinya
ketidakseimbangan elektrolit, kadar glukosa
serum mendeteksi hipoglikemia
4. Koping individu tidak efektif b/d krisis situasi,kerentanan pribadi,harapan persepsi tidak
relistis,ketidakadekuatan sistem pendukung
Tujuan : mengungkapkan pemahaman tentang apa yang terjadi dan menggunakan teknik koping
yang efektif.
No. Intervensi Rasional
1 Tentukan kemajuan persalinan Persalinan yang lama yang berakibat keletihan
dapat menurunkan kemampuan klien untuk
mengatasi/mengatur kontraksi
2 Kaji derajat nyeri dalam hubungannya dengan
dilatasi/penonjolan
Peningkatan nyeri bila serviks tidak
dilatasi/membuka dapat menandakan terjadinya
disfungsi.nyeri hebat menandakan terjadinya
aniksia sel-sel uterus
3 Kenali realitas keluhan klien akan
nyeri/ketidaknyamanan
Ketidaknyamanan dan nyeri dapat disalahartikan
pada kurangnya kemajuan yang tidak dikenali
sebagai masalah disfungsional
4 Anjurkan klien untuk mengungkapkan
nyeri/ketidaknyamanannya dan dengarkan
keluhan klien
Dengan mengungkapkan nyeri/
ketidaknyamanannya, dapat menurunkan
ketidaknyamanan dan membantu klien rileks
dalam mengatsi situasi
5 Tentukan tingkat ansietas klien dan pelatih Ansietas yang berlebihan meningkatkan aktivitas
adrenal/pelepasan katekolamin menyebabkan
ketidakseimbangan endokrin sehingga
menurunkan ketersediaan glukosa untuk sintesis
ATP yang diperlukan untuk kontraksi uterus
6 Diskusikan kemungkinan kepulangan klien
kerumah sampai mulainya persalinan aktif
Klien mungkin merasa lebih rileks bila berada
dilingkungan yang dikenalnya sehingga
mengurangi ansietas pada klien
7 Berikan kenyamanan berupa pengaturan posisi
dan penggunaan relaksasi dan pernapasan
Relaksasi dan pengaturan posisi dapat
menurunkan ansietas yang nantinya dapat
berpengaruh pada janinnya
8 Berikan dorongan pada upaya klien atau
pasangan untuk berkencan
Memperbaiki kesalahan konsep bahwa klien
terlalu bereaksi terhadap persalinan
9 Berikan informasi faktual tentang apa yang Dapat membantu reduksi dan meningkatkan
terjadi koping
10 Perhatikan adanya frustasi Frustasi dapat menghambat adanya persalinan
5. Ketakutan,ansietas b/d ancaman yang akan dirasakan oleh klien/janin dan kurang informasi
Tujuan : mengurangi kecemasan dan menambah pengetahuan klien
No. Intervensi Rasional
1 Kaji status psikologis dan emosional klien Adanya ansietas dan gangguan gangguan
emosional klien dapat menghambat kerja sama
klien dengan perawat dalam melakukan
persalinan
2 Anjurkan pengungkapan perasaan Pengungkapan perasaan dapat menugrangi
ansietas
3 Dengarkan keterangan klien yang menandakan
kehilangan harga diri
Membantu klien meyakini adanya intervensi
untuk membantu proses persalinan adalah refleks
negatif pada kemauan dirinya sendiri
4 Anjurkan penggunaan tehnik pernapasan dan
latihan relaksasi
Membantu menurunkan ansietas dan
memungkinkan klien untuk berpartisipasi secara
aktif
5 Berikan kesempatan kepada klien untuk
memberi masukan pada proses pengambilan
keputusan
Dapat meningkatkan rasa kontrol klien meskipun
kebanyakan dari apa yang terjadi diluar
kontrolnya
6 Jelaskan prosedur dan tindakan yang akan
dilakukan sehubungan dengan distosia
Pemahaman yang baik mengenai prosedur atau
tindakan dapat mengurangi ansietas
7 Beritahukan mengenai kontraindikasi pemberian
oksitosin kepada klien
Kecemasan klien berkurang apabila terjadi
kontraindikasi oksitosin pada klien
8 Demonstrasikan dan jelaskan penggunaan
peralatan
Pengetahuan dapat menghilangkan kecemasan
dan memberi rasa kontrol terhadap situasi
9 Gunakan terminologi positif, hindari
penggunaan istilah yang menandakan
ketidaknormalan persalinan
Membantu klien/pasangan menerima situasi tanpa
menuduh dirinya sendiri
10 Bila diperlukan kelahiran melalui sesaria
(Jelaskan prosedur)
Untuk menetukan pilihan klien dan menghindari
kecemasan
D. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan mandiri dilakukan tanpa pesanan dokter. Tindakan
keperawatan mandiri ini ditetapkan dengan standar praktek American Nurses Association;
undang – undang praktik keperawatan negara bagian; dan kebijakan institusi perawatan
kesehatan.
E. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil – hasil yang diamati dengan kriteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan. Klien keluar dari siklus proses keperawatan apabila
kriteria hasil telah dicapai. Klien akan masuk kembali ke dalam siklus apabila kriteria hasil
belum tercapai.