Upload
menk
View
2.223
Download
33
Embed Size (px)
BAB II
PEMBAHASAN
I. Konsep Dasar Penyakit
a. Pengertian
Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan
dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit
sehingga muncul istilah limfoma maligna (maligna = ganas). Ironisnya, pada
orang sehat sistem limfatik tersebut justru merupakan komponen sistem
kekebalan tubuh. Ada dua jenis limfoma maligna yaitu Limfoma Hodgkin (HD)
dan Limfoma non-Hodgkin (LNH).
b. Epidemiologi
Saat ini, sekitar 1,5 juta orang di dunia hidup dengan limfoma maligna terutama
tipe LNH, dan dalam setahun sekitar 300 ribu orang meninggal karena penyakit
ini. Dari tahun ke tahun, jumlah penderita penyakit ini juga terus meningkat.
Sekadar gambaran, angka kejadian LNH telah meningkat 80 persen dibandingkan
angka tahun 1970-an. Data juga menunjukkan, penyakit ini lebih banyak terjadi
pada orang dewasa dengan angka tertinggi pada rentang usia antara 45 sampai 60
tahun. Sedangkan pada Limfoma Hodgkin (DH) relative jarang dijumpai, hanya
merupaka 1 % dari seluruh kanker. Di negara barat insidennya dilaporkan
3,5/100.000/tahun pada laki-laki dan 2,6/100.000/tahun pada wanita. Di
Indonesia, belum ada laporan angka kejadian Limfoma Hodgkin. Penyakit
limfoma Hodgkin banyak ditemukan pada orang dewasa muda antara usia 18-35
tahun dan pada orang di atas 50 tahun.
c. Etiologi
Penyebab dari penyakit limfoma maligna masih belum diketahui dengan
pasti..Empat kemungkinan penyebabnya adalah: faktor keturunan, kelainan sistem
kekebalan, infeksi virus atau bakteria (HIV, virus human T-cell
leukemia/lymphoma (HTLV), Epstein-Barr virus (EBV), Helicobacter Sp) dan
toksin lingkungan (herbisida, pengawet dan pewarna kimia).
d. Faktor Predisposisi
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Gaya hidup yang tidak sehat
4. Pekerjaan
e. Patofisiologi
Faktor keturunan
Kelainan system kekebalan
Infeksi virus dan bakteri
Toksin lingkungan
Mutasi sel limfosit (sejenis leukosit)
Kurang terpajan
informasi
Kurang pengetahuan
HiperkatabolikTidak mampu dlm
memasukkan, mencerna mengabsorpsi makanan
Mengenai sumsum tulang
Meningkatnya katabolisme
Keringat malam
Berat badan menurun
Kurang nafsu makan
Intake makanan kurang
Anemia, pendarahan, infeksi
Kelemahan, keletihan
Penurunan komponen selular utk pengiriman
oksigen/nutrisi ke sel
Ketidakseimban-gan antara suplai
oksigen dgn kebutuhan
Limfoma maligna
Ketidakseim-bangan nutrisi Perubahan perfusi
jaringan Intoleran aktivitas
Infeksi
Proses Inflamasi
Hyperthermia (demam)
f. Klasifikasi
1. Klasifikasi Penyakit
Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma malignum yaitu penyakit
Hodgkin (PH) dan limfoma non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala
yang mirip. Perbedaannya dibedakan berdasarkan pemeriksaan patologi
anatomi dimana pada PH ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih
agresif
2. Klasifikasi Patologi
Klasifikasi limfoma maligna telah mengalami perubahan selama bertahun-
tahun. Pada tahun 1956 klasifikasi Rappaport mulai diperkenalkan. Rappaport
membagi limfoma maligna menjadi tipe nodular dan difus kemudian subtipe
berdasarkan pemeriksaan sitologi. Modifikasi klasifikasi ini terus berlanjut
hingga pada tahun 1982 muncul klasifikasi Working Formulation yang
membagi limfoma maligna menjadi keganasan rendah, menengah dan tinggi
berdasarkan klinis dan patologis. Seiring dengan kemajuan imunologi dan
genetika maka muncul klasifikasi terbaru pada tahun 1982 yang dikenal
dengan Revised European-American classification of Lymphoid Neoplasms
(REAL classification). Meskipun demikian, klasifikasi Working Formulation
masih menjadi pedoman dasar untuk menentukan diagnosis, pengobatan, dan
prognosis, yaitu sebagai berikut :
Keganasan
rendah
Limfoma malignum, limfositik kecil
Limfoma malignum, folikular, didominasi sel berukuran
kecil cleaved
Limfoma malignum, folikular, campuran sel berukuran
kecil cleaved dan besar
Keganasan
menengah
Limfoma malignum, folikular, didominasi sel berukuran
besar
Limfoma malignum, difus, sel berukuran kecil
Limfoma malignum, difus, campuran sel berukuran kecil
dan besar
Limfoma malignum, difus, sel berukuran besar
Keganasan
tinggi
Limfoma malignum, sel imunoblastik berukuran besar
Limfoma malignum, sel limfoblastik
Limfoma malignum, sel berukuran kecil noncleaved
Lain-lain
Komposit
Mikosis fungoides
Histiosit
Ekstamedular plasmasitoma
Tidak terklasifikasi
3. Stadium Limfoma Maligna
Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II
sering dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara
stadium III dan IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu
kelenjar getah bening.
Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok
kelenjar getah bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada
seluruh dada atau perut.
Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok
kelenjar getah bening, serta pada dada dan perut.
Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening
setidaknya pada satu organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-
paru, atau otak
g. Gejala Klinis
Gejala klinis dari penyakit limfoma maligna adalah sebagai berikut :
1. Limfodenopati superficial. Sebagian besar pasien datang dengan pembesaran
kelenjar getah bening asimetris yang tidak nyeri dan mudah digerakkan (pada
leher, ketiak atau pangkal paha)
2. Demam
3. Sering keringat malam
4. Penurunan nafsu makan
5. Kehilangan berat badan lebih dari 10 % selama 6 bulan (anorexia)
6. Kelemahan, keletihan
7. Anemia, infeksi, dan pendarahan dapat dijumpai pada kasus yang mengenai
sumsum tulang secara difus
h. Pemeriksaan Fisik
j. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening
yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg. Untuk
mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET
scan, biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan
stadium adalah cara mendapatkan contoh jaringan untuk membantu dokter
mendiagnosis Limfoma. Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma
maligna yaitu :
1. Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang
membesar.
2. Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening dengan
jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon terhadap
pengobatan.
3. Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul
untuk melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang.
k. Terapi
Cara pengobatan bervariasi dengan jenis penyakit. Beberapa pasien dengan
tumor keganasan tingkat rendah, khususnya golongan limfositik, tidak
membutuhkan pengobatan awal jika mereka tidak mempunyai gejala dan
ukuran lokasi limfadenopati yang bukan merupakan ancaman.
Radioterapi
Walaupun beberapa pasien dengan stadium I yang benar-benar terlokalisasi
dapat disembuhkan dengan radioterapi, terdapat angka yang relapse dini yang
tinggi pada pasien yang dklasifikasikan sebagai stadium II dan III. Radiasi
local untuk tempat utama yang besar harus dipertimbangkan pada pasien yang
menerima khemoterapi dan ini dapat bermanfaat khusus jika penyakit
mengakibatkan sumbatan/ obstruksi anatomis.
Pada pasien dengan limfoma keganasan tingkat rendah stadium III dan IV,
penyinaran seluruh tubuh dosis rendah dapat membuat hasil yang sebanding
dengan khemoterapi.
Khemoterapi
1. Terapi obat tunggal Khlorambusil atau siklofosfamid kontinyu atau
intermiten yang dapat memberikan ha
sil baik pada pasien dengan limfoma keganasan tingkat rendah yang
membutuhkan terapi karena penyakit lanjut atau gejala sistemik
2. Terapi kombinasi. (misalnya COP (cyclophosphamide, oncovin, dan
prednisolon)) juga dapat digunakan pada pasien dengan tingkat rendah
atau sedang berdasakan stadiumnya.
l. Prognosis
Kebanyakan pasien dengan penyakit limfoma maligna tingkat rendah bertahan
hidup lebih dari 5-10 tahun sejak saat didiagnosis. Banyak pasien dengan penyakit
limfoma maligna tingkat tinggi yang terlokalisasi disembuhkan dengan
radioterapi. Dengan khemoterapi intensif, pasien limfoma maligna tingkat tinggi
yang tersebar luas mempunyai perpanjangan hidup lebih lama dan dapat
disembuhkan.
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Biodata klien dan penanggung jawab
2. Data
Data subyektif
- Demam berkepanjangan dengan suhu diatas 38 derajat celcius
- Sering keringat malam
- Cepat merasa lelah
- Badan lemah
- Nafsu makan menurun
- Intake makan dan minum menurun
Data obyektif
- Timbul benjolanyang kenyal, mudah digerakkan pada leher, ketiak
atau pangkal paha
- Wajah pucat
3. Kebutuhan dasar
AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala :
Kelelahan, kelemahan atau malaise umum
Kehilangan produktifitasdan penurunan toleransi latihan
Kebutuhan tidaur dan istirahat lebih bantak
Tanda :
Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban dan tanda lain yang
menunjukkan kelelahan
SIRKULASI
Gejala
Palpitasi, angina/nyeri dada
Tanda
Takikardia, disritmia.
Sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena pembesaran nodus
limfa adalah kejadian yang jarang)
Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan
obtruksi duktus empedu dan pembesaran nodus limfa(mungkin tanda lanjut)
Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.
INTEGRITAS EGO
Gejala
Faktor stress, misalnya sekolah, pekerjaan, keluarga
Takut/ansietas sehubungan dengandiagnosis dan kemungkinan takut mati
Takut sehubungan dengan tes diagnostik dan modalitas pengobatan
(kemoterapi dan terapi radiasi)
Masalah finansial : biaya rumah sakit, pengobatan mahal, takut kehilangan
pekerjaan sehubungan dengan kehilangan waktu kerja.
Status hubungan : takut dan ansietas sehubungan menjadi orang yang
tergantung pada keluarga.
Tanda
Berbagai perilaku, misalnya marah, menarik diri, pasif
ELIMINASI
Gejala
Perubahan karakteristik urine dan atau feses.
Riwayat Obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom malabsorbsi
(infiltrasi dari nodus limfa retroperitoneal)
Tanda
Nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran pada palpasi
(hepatomegali)
Nyeri tekan pada kudran kiri atas dan pembesaran pada palpasi (splenomegali)
Penurunan haluaran urine urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretal/ gagal
ginjal).
Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih
lanjut)
MAKANAN/CAIRAN
Gejala
Anoreksia/kehilangna nafsu makan
Disfagia (tekanan pada easofagus)
Adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama dengan 10%
atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya
diet.
Tanda
Pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan (sekunder
terhadap kompresi venakava superior oleh pembesaran nodus limfa)
Ekstremitas : edema ekstremitas bawah sehubungan dengan obtruksi vena
kava inferior dari pembesaran nodus limfa intraabdominal (non-Hodgkin)
Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus
limfa intraabdominal)
NEUROSENSORI
gejala
Nyeri saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran
nodus limfa pada brakial, lumbar, dan pada pleksus sakral
Kelemahan otot, parestesia.
Tanda
Status mental : letargi, menarik diri, kurang minatumum terhadap sekitar.
Paraplegia (kompresi batang spinaldari tubuh vetrebal, keterlibatan diskus
pada kompresiegenerasi, atau kompresi suplai darah terhadap batng spinal)
NYERI/KENYAMANAN
Gejala
Nyeri tekan/nyeri pada nodus limfa yang terkena misalnya, pada sekitar
mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebral), nyeri tulang
umum (keterlibatan tulang limfomatus).
Nyeri segera pada area yang terkena setelaah minum alkohol.
Tanda
Fokus pada diri sendiri, perilaku berhati-hati.
PERNAPASAN
Gejala
Dispnea pada kerja atau istirahat; nyeri dada.
Tanda
Dispnea, takikardia
Batuk kering non-produktif
Tanda distres pernapasan, contoh peningkatan frekwensi pernapasan dan
kedaalaman penggunaan otot bantu, stridor, sianosis.
Parau/paralisis laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laringeal).
KEAMANAN
Gejala
Riwayat sering/adanya infeksi (abnormalitasimunitas seluler pwencetus untuk
infeksi virus herpes sistemik, TB, toksoplasmosis atau infeksi bakterial)
Riwayat monokleus (resiko tinggi penyakit Hodgkin pada pasien yang titer
tinggi virus Epstein-Barr).
Riwayat ulkus/perforasi perdarahan gaster.
Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari terakhir sampai beberapa
minggu (demam pel Ebstein) diikuti oleh periode demam, keringat malam
tanpa menggigil.
Kemerahan/pruritus umum
Tanda
Demam menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 38oC tanpa gejala
infeksi.
Nodus limfe simetris, tak nyeri,membengkak/membesar (nodus servikal
paling umum terkena, lebih pada sisi kiri daripada kanan, kemudian nodus
aksila dan mediastinal)
Nodus dapat terasa kenyal dan keras, diskret dan dapat digerakkan.
Pembesaran tosil
Pruritus umum.
Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin (vitiligo)
SEKSUALITAS
Gejala
Masalah tentang fertilitas/ kehamilan (sementara penyakit tidak
mempengaruhi, tetapi pengobatan mempengaruhi)
Penurunan libido.
PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Gejala
Faktor resiko keluargaa (lebih tinggi insiden diantara keluarga pasien Hodgkin
dari pada populasi umum)
Pekerjaan terpajan pada herbisida (pekerja kayu/kimia)
4. Pemeriksaan fisik
- KU
- TTV
Kaji adanya peningkatan temperature, takikardi, dan penurunan tekanan
darah (Donna D, 1995). Demam merupakan salah satu gejala dari
Limfoma maligna.
- Pemeriksaan fisik pada daerah leher, ketiak dan pangkal paha
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal,
tidak terasa nyeri, mudah digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha
b. Diagnosa Keperawatan
1. Hyperthermia b.d tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi
2. Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen selular untuk pengiriman
oksigen/nutrisi ke sel
3. Intoleran aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan
kebutuhan
4. Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak mampu
dalam memasukkan, mencerna, mengabsorpsi makanan karena factor biologi
5. Kurang pengetahuan b.d kurang terpajan informasi
c. Intervensi
1. Hyperthermia b.d tak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap
inflamasi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
suhu tubuh klien turun / dalam keadaan normal dengan kriteria hasil :
1. suhu tubuh dalam batas normal (35,9-37,5 derajat celcius)
Intervensi :
1. Observasi suhu tubuh klien
R : dengan memantau suhu tubuh klien dapat mengetahui keadaan klien
dan juga dapat mengambil tindakan dengan tepat
2. Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha
R : kompres dapat menurunkan suhu tubuh klien
3. Anjurkan dan berikan minum yang banyak kepada klien (sesuai dengan
kebutuhan cairan tubuh klien)\
R : dengan banyak minum diharapkan dapat membantu menjaga
keseimbangan cairan dalam tubuh klien
4. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik
R : antipiretik dapat menurunkan suhu tubuh
2. Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen selular untuk
pengiriman oksigen/nutrisi ke sel
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
klien menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat dengan kriteria hasil :
1. Tanda-tanda vital stabil
2. Membran mukosa warna merah muda
3. Haluran urine adekuat
Intervensi :
1. Awasi tanda vital, warna kulit, membrane mukosa, dan dasar kuku
R : memberikan informasi tentang derajat keadekuatan perfusi jaringan
dan untuk intervensi selanjutnya
2. Tinggikan tempat tidur sesuai dengan toleransi
R : meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler
3. Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi
R : memaksimalkan transport oksigen ke jaringan
4. Kolaborasi dalam pemberian darah merah lengkap sesuai dengan indikasi
dan awasi secara ketat untuk komplikasi transfuse
R : meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen dan juga untuk
mengurangi resiko pendarahan
3. Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak
mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorpsi makanan karena
faktor biologi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selam 3 x 24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan criteria hasil :
1. Menunjukkan peningkatan berat badan/berat badan stabil
2. Nafsu makan klien meningkat
3. Klien menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk
mempertahankan berat badan yang sesuai
Intervensi :
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
R : mengidentifikasi defisiensi nutrisi dan juga untuk intervensi
selanjutnya
2. Observasi dan catat masukan makanan klien
R : mengawasi masukan kalori
3. Timbang berat badan klien tiap hari
R : mengawasi penurunan berat badan dan efektivitas intervensi nutrisi
4. Berikan makan sedikit namun frekuensinya sering
R : meningkatkan pemasukan kalori secara total dan juga untuk mencegah
distensi gaster
5. Kolaborasi dalam pemberian suplemen nutrisi
R : meningkatkan masukan protein dan kalori
4. Intoleran aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan
kebutuhan
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
klien dapat beraktivitas kembali dengan criteria hasil :
1. Klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi :
1. Kaji kemampuan klien untuk melakukan tugas/aktivitas sehari-hari
R : untuk intervensi selanjutnya
2. Berikan lingkungan yang nyaman, pertahankan tirah baring bila
diindikasikan
R : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh
3. Tingkatkan tingkat aktivitas klien sesuai dengan toleransi
R : meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal dapat
memperbaiki tonus otot/stamina
4. Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila pusing/kelemahan
terjadi
R : Stress dapat menimbulkan dekopensasi/kegagalan
5. Kurang pengetahuan b.d kurang terpajan informasi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan sela 1 x 24 jam diharapkan
diharapkan klien dan keluarganya dapat mengetahui tentang penyakit yang
diderita oleh klien dengan criteria hasil :
1. Klien dan keluarga klien dapat memahami proses penyakit klien
2. Klien dan keluarga klien mendapatkan informasi yang jelas tentang
penyakit yang diderita oleh klien
3. Klien dan keluarga klien dapat mematuhi proses terapiutik yang akan
dilaksanakan
Intervensi :
1. Berikan komunikasi terapiutuk kepada klien dan keluarga klien
R : memudahkan dalam melakukan prosedur terpiutuk kepada klien
2. Berikan KIE mengenai proses penyakitnya kepada klien dan keluarga
klien
R : klien dan keluarga klien dapat mengetahui proses penyakit yang
diderita oleh klien
d. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan :
1. Suhu tubuh klien dalam rentang normal (35,9-37,5 derajat celcius)
2. Klien menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat
3. Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi
4. Klien dapat berktivitas kembali
5. Klien dan keluarganya dapat mengetahui tentang penyakit yang diderita oleh
klien
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limfoma maligna atau disebut juga kanker kelenjar getah bening adalah sejenis
kanker yang tumbuh akibat mutasi sel limfosit (sejenis sel darah putih) yang
sebelumnya normal. Hal ini berakibat sel abnormal nenjadi ganas. Seperti halnya
limfosit normal, limfosit ganas dapat tumbuh pada berbagai organ dalam tubuh
termasuk kelenjar getah bening, limpa, sum-sum tulang, darah maupun organ
lainnya contoh saluran cerna, paru, kulit dan tulang
Limfoma juga sering dikaitkan dengan paparan zat karsinogenik.Limfoma maligna
adalah setiap kelainan neoplastik jaringan limfoid. Limfoma juga disebut sebagai
penyakit limfosit yang menyerupai kanker. Disebut penyakit limfosit karena
menyerang sel darah putih sehingga berkembang (membelah) abnormal dengan
cepat dan menjadi ganas. Limfosit abnormal yang semakin banyak ini (kemudian
disebut limfoma) sering terkumpul di kelenjar getah bening dan membuat bengkak.
Karena sistem limfatik menyerupai peredaran darah yang bersikulasi ke seluruh
tubuh membawa getah bening, maka penyakit limfoma juga dapat terbentuk di
mana saja.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan permasalahan yang penulis
angkat adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah konsep dasar penyakit dari limfoma maligna ?
2. Bagaimanakah konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan limfoma
maligna ?
1.3 Tujuan
Tujuan daripada penulisan ini adalah :
1. Mengetahui konsep dasar penyakit dari limfoma maligna
2. Mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengn limfoma
maligna