51
Case Report Session (CRS) LIMFOMA MALIGNA Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) SMF Bedah Oleh: Muhammad Luqman Hasan, S.Ked NPM 12100112013 Reiny Whidyawati, S.Ked NPM 12100112036 Siti Aisyah, S.Ked NPM 12100112006 Raka Suriakusumah, S.Ked NPM 12100112003 Hapsari Wibawani, S.Ked NPM 12100112032 Preseptor: Nangti Komarudin Soleh, dr. Sp.B 1

Kaus Limfoma

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Limfoma

Citation preview

Page 1: Kaus Limfoma

Case Report Session (CRS)

LIMFOMA MALIGNA

Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) SMF Bedah

Oleh:Muhammad Luqman Hasan, S.Ked NPM 12100112013Reiny Whidyawati, S.Ked NPM 12100112036Siti Aisyah, S.Ked NPM 12100112006Raka Suriakusumah, S.Ked NPM 12100112003Hapsari Wibawani, S.Ked NPM 12100112032

Preseptor: Nangti Komarudin Soleh, dr. Sp.B

SMF BEDAHPROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNGRUMAH SAKIT UMUM DAERAH R SYAMSUDIN SH SUKABUMI

2013

1

Page 2: Kaus Limfoma

BAB I

KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Umur : 43 tahun

Alamat : Sukabumi

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku : Sunda

Status Pernikahan : Menikah

Pendidikan Terakhir : Sekolah Menengah Atas

Pekerjaan : Petani

Tanggal masuk RS : 2 Januari 2014

B. ANAMNESA

Telah dilakukan autoanamnesa pada tanggal 3 Januari 2014.

Keluhan Utama :

Benjolan pada leher dan selangkangan

2

Page 3: Kaus Limfoma

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengeluhkan bejolan pada selangkangan kanan sejak 3 bulan yang

lalu. Benjolan dirasakan berjumlah 1 buah yang semakin bertambah besar sampai

kira-kira sebesar bola pingpong. Benjolan bertambah banyak ke selangkangan kiri

dan leher, 2 pada selangkangan kanan, 1 pada selangkangan kiri, 3 pada leher kanan,

dan 2 pada leher kiri. Benjolan terasa kenyal, dapat digerakkan, tidak nyeri, tidak

panas, dan berwarna seperti warna kulit.

Keluhan benjolan disertai dengan demam yang dirasakan saat dikeluhkannya

benjolan yang bersifat naik turun setiap minggu. Keluhan juga disertai dengan

penurunan nafsu makan, penurunan berat badan yang signifikan dalm 3 bulan

terakhir, dan sesak nafas.

Keluhan sakit kepala hebat, nyeri-nyeri pada tulang, nyeri perut, gangguan

dalam buang air besar dan buang air kecil disangkal oleh pasien. Pasien tidak

merasakan benjolan pada bagian tubuh lain. Pasien tidak sedang mengalami gigi

bolong, keluhan gigi dan gusi, nyeri tenggorokan, eksim pada kulit, ataupun

gangguan berkemih.

Pasien sudah berobat ke dokter umum lalu ke RSUD Pelabuhan Ratu dan

telah dilakukan operasi pengangkatan 2 benjolan pada selangkangan kanan dan 1

benjolan pada leher kanan untuk diperiksakan ke laboratorium 3 hari sebelum masuk

RSUD Syamsudin.

3

Page 4: Kaus Limfoma

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien mengaku tidak pernah dirawat dan tidak pernah operasi sebelumnya.

Riwayat sakit Asma (-),

Keluhan batuk-batuk lama atau riwayat pengobatan TBC (-).

Riwayat penggunaan narkoba melalui jarum suntik, riwayat tato disangkal.

Hipertensi (-), DM (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada keluhan yang sama seperti yang dirasakan pasien pada anggota

keluarga.

Keluhan batuk-batuk yang lama, atau pengobatan penyakit paru yang lama pada

keluarga tidak ada.

Riwayat penyakit tumor pada keluarga disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum :

Kesadaran : Komposmentis

Kesan Sakit : Tampak sakit sedang

Tanda Vital

Tekanan Darah : 130/80 mmHg

Frekuensi Nadi : 84 kali/menit regular volume dan isi cukup

4

Page 5: Kaus Limfoma

Frekuensi Napas : 24 kali/menit teratur

Suhu : 38,1˚C

STATUS GENERALIS

Kepala

Normochepali, tidak ada deformitas. Mata : pupil isokor dengan diameter

3mm,conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), reflex cahaya langsung (+/+),reflex

cahaya tidak langsung (+/+), gerak bola mata normal.

Leher

Kelenjar getah bening membesar,

kelenjar tiroid tidak membesar.

Paru-paru

Inspeksi : Simetris pada keadaan statis dan dinamis

Palpasi : Vocal fremitus kanan < kiri

Perkusi : Sonor pada paru kiri, pekak pada ICS 5 paru kanan. Batas

paru hepar sulit diidentifikasi.

Auskulatasi : Suara nafas vesicular kanan < kiri, Pleural friction rub + pada

basis paru kanan, ronchi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis

5

Page 6: Kaus Limfoma

Palpasi : Teraba ictus cordis pada sela iga V di linea midklavikula kiri

Perkusi : Batas kanan: linea parasternalis kanan. Batas kiri: linea

midclavikula kiri. Batas atas: sela iga II

Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur(-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi: Simetris, datar, terdapat benjolan pada selangkangan kiri, dan luka

operasi tertutup verban pada selangkangan kanan.

Palpasi: Dinding perut: supel, nyeri tekan epigastrium (-), nyeri lepas (-)

Hepar: tidak teraba membesar, Lien: tidak teraba membesar, Ginjal :

Ballotement (-)

Perkusi : Timpani, ruang traube kosong, shifting dullness (-), nyeri ketok

CVA (-)

Auskultasi: Bising usus (+) 8x/menit

Ekstremitas

Atas : pembesaran KGB axial -/-, akral hangat +/+, simetris, oedem -/-

Bawah : akral hangat +/+, simetris, oedem -/-

Status lokalis Coli

Inspeksi

6

Page 7: Kaus Limfoma

- Tampak benjolan pada regio coli sternocleidomastoidea dextra berukuran

3x3x2 cm,

- Tampak benjolan pada regio coli sternocleidomastoidea sinistra berukuran

3x2x1 cm.

- Luka operasi tertutup verban pada region cervical lateral, rembesan darah

(+)

- Pembesaran tiroid (-)

Palpasi

Teraba masa 1 buah pada regio coli sternocleidomastoidea, 1 buah

submandibula dextra, dan 1 buah pada regio coli sternocleidomastoidea, 1

buah submandibula sinistra. Benjolan teraba kenyal, tidak nyeri, tidak terfixir

dengan jaringan sekitar, fluktuasi (-), pulsasi (-), suhu sama dengan jaringan

sekitarnya

Auskultasi : vascular bruit (-)

Dextra Sinistra

7

Page 8: Kaus Limfoma

8

Page 9: Kaus Limfoma

Status lokalis Inguinal

Inspeksi

- Tampak sebuah benjolan pada inguinal sinistra berukuran 5cmx5cmx2cm.

eritem (-), jejas (-)

- Tampak 2 buah luka operasi pada inguinal dextra tertutup verban,

rembesan darah (+)

Palpasi

Teraba benjolan pada inguinal sinistra berjumlah 1 buah. Benjolan teraba

kenyal, tidak nyeri, tidak terfixir dengan jaringan sekitar, fluktuasi (-), pulsasi

(-), suhu sama dengan jaringan sekitarnya

9

Page 10: Kaus Limfoma

Auskultasi : vascular bruit (-)

10

Page 11: Kaus Limfoma

11

Page 12: Kaus Limfoma

D. RESUME

Tn. S usia 43 tahun datang dengan keluhan bejolan pada leher dan

selangkangan. Benjolan pada selangkangan kanan muncul 3 bulan yang lalu yang

bertambah banyak pada selangkangan kanan & kiri, serta regio coli. Benjolan terasa

kenyal, dapat digerakkan, tidak nyeri, tidak panas, dan berwarna seperti warna kulit.

Keluhan disertai dengan demam yang berpola Pel-Ebstein, anoreksia, penurunan

berat badan, dan sesak nafas. Tanda-tanda keganasan atau metastase pada tulang,

hepar, lien, kulit, limfadenitis TB atau nonspesifik tidak ditemukan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda efusi pleura, serta beberapa

benjolan pada region coli dan inguinal yang bersifat kenyal, tidak nyeri, tidak terfixir

dengan jaringan sekitar, fluktuasi (-), pulsasi (-), suhu sama dengan jaringan

sekitarnya.

E. DIAGNOSA BANDING

Limfoma maligna suspek Limfoma Hodgkin Stadium III

Dd/ Limfoma Non-Hodgkin Stadium III

F. USULAN PEMERIKSAAN

1. Biopsi

2. Hematologi Rutin

3. Tes Fungsi Liver

4. Thorax Foto

5. CT Scan Abdomen

12

Page 13: Kaus Limfoma

G. HASIL PEMERIKSAAN

Hematologi Rutin (3 Januari 2014)

Hasil Nilai RujukanHb 10 g/dl 14-18 g/dlLeukosit 104.500 4000-9000Hematokrit 28,7% 40-50%Trombosit 350.000 150.000-350.000

H. DIAGNOSIS

Limfoma maligna suspek Limfoma Hodgkin Stadium III

I. PENATALAKSANAAN

Kemoterapi dan Radioterapi

J. PROGNOSIS

Ad Vitam : ad bonam

Ad fungsionam : ad malam

Ad sanationam : dubia ad malam

13

Page 14: Kaus Limfoma

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

LIMFOMA MALIGNA

Limfoma malignum adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan

jaringan limfatik di organ lainnya. Ia merupakan salah satu keganasan sistem

hematopoietik, terbagi menjadi 2 golongan besar, yaitu limfoma Hodgkin (HL)

dan limfoma non-Hodgkin (NHL). Belakangan ini insiden Infoma meningkat relatif

cepat. Sekitar 90% limfoma Hodgkin timbul dan kelenjar limfe, hanya 10% timbul dari

jaringan limfatik di luar kelenjar limfe. Sedangkan limfoma non-Hodgkin 60% timbul

dari kelenjar limfe, 40% dari jaringan limfatik di luar kelenjar. Jika diberikan terapi

segera dan tepat, angka kesembuhan limfoma Hodgkin dapat mencapai 80% lebih,

menjadi tumor ganas dengan efektivitas terapi tertinggi dewasa ini. Prognosis

limfoma non-Hodgkin lebih buruk, tapi sebagian dapat disembuhkan. Dengan

semakin mendalam riset atas limfoma malignum, kini dalam hal klasifikasi jenis

patologik, klasifikasi stadium, metode terapi, diagnosis dan penilaian atas lesi residif dan

berbagai aspek lain limfoma telah mengalami kemajuan pesat, ini sangat membantu dalam

meningkatkan ratio kesembuhan limfoma.

14

Page 15: Kaus Limfoma

A. Definisi

Limfoma maligna adalah neoplasma ganas primer pada kelenjar getah

bening/system limfatis, dan ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening yang

terkena. Dapat dibedakan menjadi dua, limfoma Hodgkin dan limfoma Non Hodgkin.

B. Insidensi

Insidensi penyakit Hodgkin (morbus Hodgkin; MH) kira-kira 3 per 100.000

penderita per tahun. Pada pria insidensinya sedikit lebih tinggi daripada wanita.

Perbandingan pria dan wanita adalah 3 : 2. Pada morbus Hodgkin distribusi menurut

umur berbentuk bimodal yaitu terdapat dua puncak dalam distribusi frekuensi.

Puncak pertama terjadi pada orang dewasa muda antara umur 18 – 35 tahun dan

puncak kedua terjadi pada orang diatas umur 50 tahun. Selama dekade terakhir

terdapat kenaikan berangsur-angsur kejadian morbus Hodgkin, terutama bentuk

nodular sklerotik pada golongan umur lebih muda.

Insiden Limfoma Non Hodgkin ± 8 kali lipat Limfoma Hodgkin, insiden baru

tahun 2004 di amerika serikat 50.000 kasus lebih, di china di perkirakan lebih dari

40.000 kasus. Insiden NHL meningkat sangat pesat. Ras orang kulit putih memiliki

risiko lebih tinggi daripada orang kulit hitam di Amerika dan Asia. Jenis kelamin

rasio laki dan perempuan sekitar 1.4:1, tetapi rasio dapat bervariasi tergantung pada

subtipe NHL, karena menyebar pada mediastinum primer besar misalnya B-sel

limfoma terjadi lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria. Usia untuk semua

subtipe NHL lebih dari 60 tahun, kecuali untuk pasien dengan grade tinggi limfoma

15

Page 16: Kaus Limfoma

noncleaved lymphoblastic dan kecil, yang merupakan jenis yang paling umum NHL

diamati pada anak-anak dan dewasa muda. pada pasien berusia 35-64 tahun hanya

16% kasus pada pasien lebih muda dari 35 tahun.

Etiologi

Terdapat kaitan jelas antara HL dan infeksi virus EB. Pada kelompok terinfeksi

HIV, insiden HL agak meningkat dibanding masyarakat umum, selain itu manifestasi

klinis HL yang terkait HIV sangat kompleks, sering kali terjadi pada stadium lanjut

penyakit, mengenai regio yang jarang ditemukan, seperti sumsum tulang, kulit,

meningen.

Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan timbulnya

NHL, bahkan kedua mekanisme tersebut saling berinteraksi. Virus RNA, HTLV-1

berkaitan dengan lekemia sel T dewasa; virus imunodefisiensi humanus (HIV)

menyebabkan AIDS, defek imunitas yang diakibatkan berkaitan dengan timbulnya

limfoma sel B keganasan tinggi; virus hepatitis C (HCV) berkaitan dengan

timbulnya limfoma sel B indolen. Gen dari virus DNA, virus Ebstein Barr

(EBV) telah ditemukan terdapat di dalam genom sel limfoma Burkitt Afrika;

infeksi kronis Helicobacter pylori berkaitan jelas dengan timbulnya limfoma

lambung, terapi eliminasi H. pylori dapat menghasilkan remisi pada 1/3 lebih kasus

limfoma lambung. Defek imunitas dan regulasi-menurun imunitas berkaitan

dengan timbulnya NHL, termasuk AIDS, reseptor cangkok organ, sindrom defek

16

Page 17: Kaus Limfoma

imunitas kronis, penyakit autoimun. Obat seperti fenitoin dan radiasi dapat

menimbulkan setiap fase penyakit dari penyakit limfoproliferatif hingga limfoma.

Patogenesis morbus Hodgkin mungkin kompleks dan masih banyak hal yang

kurang jelas dalam bidang ini.

Klasifikasi

Diagnosis morbus Hodgkin berdasarkan pemeriksaan histologik, yang dalam

hal ini adanya sel Reed-Sternberg (kadang-kadang sel Hodgkin varian mononuklear)

dengan gambaran dasar yang cocok merupakan hal yang menentukan sistem

klasifikasi histologik, sebagaimana lebih dari 25 tahun yang lalu telah dikembangkan

oleh Lukes dan Butler, masih selalu berlaku sebagai dasar pembagian penyakit

Hodgkin.

Dibedakan empat bentuk utama. Bentuk nodular sklerotik (HB-NS) terciri

oleh adanya varian sel Hodgkin, sel lakunar, dalam latar belakang limfosit, granulosit,

sel eosinofil, dan histiositik. Sel Reed-Sternberg tidak sangat sering. Kelenjar limfe

sering mempunyai susunan nodular, dengan di dalamnya terlihat pita-pita jaringan

ikat yang sedikit atau kurang luas yang sklerotik.

Pada bentuk sel campuran (HD-MC) latar belakang juga terdiri dari

granulosit, eosinofil, sel plasma, dan histiosit, tetapi disini banyak terlihat sel Reed-

Sternberg.

Diagnosis bentuk miskin limfosit (HD-LD) di negara industri sudah jarang

dibuat. Gambaran ini ternyata sering berdasar atas (sub) tipe morbus Hodgkin atau

17

Page 18: Kaus Limfoma

limfoma non-Hodgkin. Bentuk kaya limfosit (HD-LP) terciri oleh varian sel Hodgkin

yang lain, sel L dan H dengan latar belakang limfosit kecil dan histiosit reaktif.

Tabel 1. Klasifikasi Lukes-Butler dan Rye, 1966

Tipe utama Sub-tipe FrekuensiBentuk lymphocyte predominance (LP) Nodular

Difus}5%

Bentuk nodular sclerosis (NS) 70-80%Bentuk Mixed Cellulating (MC) 10-20%Bentuk Lymphocyte Depletion (LD) Reticular

Fibrosis difus

1%

Bentuk histopatologik limfoma hodgkin

Mengenai sifat sel Reed-Sternberg masih banyak hal yang belum jelas.

Dianggap dapat merupakan sel T atau sel B yang teraktivasi, yang sedikit banyak

dikuatkan oleh data biologi molecular; hanya pada bentuk kaya limfosit karakter sel

B jelas.

18

Page 19: Kaus Limfoma

Formulasi kerja terhadap limfoma non- Hodgkin

Formulasi kerja merupakan suatu sistem klasifikasi limfoma non Hodgkin yang

dikemukakan tahun 1982, klasifikas ini terutama didasarkan pada kriteria morfologi

(pola pertumbuhan kelenjar limfe karakteristik sitologik sel tumor) dan sifat

progresivitas biologik (tingkat keganasar rendah, sedang, tinggi), bermanfaat tertentu

dalam memprediksi survival dan kurabilitas pasien. Kekurangan dari sistem

klasifikasi ini adalah belum membedakan asal tumor dari sel B atau sel T, selain itu

karena belum memanfaatkan teknik imunologi dan genetik molekular, belum dapat

mengidentifikasi jenis tertentu yang penting. Namun demikian, karena penggunaannya

secara klinis sudah relatif lama dan klasifikasinya sederhana, maka masih memiliki

nilai referensi tertentu.

Formulasi kerja limfoma non-Hodgkin (NHL)

Keganasan rendah A. Limfoma jenis sel kecil

B. Limfoma jenis predominan sel belah kecil folikular

C. Limfoma jenis campuran sel besar dan sel belah kecil

folikular

Keganasan sedang D. Limfoma jenis sel besar: folikular

E. Limfoma jenis predominan sel belah kecil difus

F. Limfoma jenis campuran sel besar dan sel belah kecil difus

G. Limfoma jenis sel besar difus

19

Page 20: Kaus Limfoma

Keganasan tinggi: H. Limfoma jenis imunoblastik

I. Limfoma jenis limfoblastik (inti berkelok atau tidak berkelok)

J. Limfoma jenis sel kecil tak belah (Burkitt atau non-Burkitt),

Manifestasi klinis

Pembesaran kelenjar limfesuperfisialis menempati 60% lebih, diantaranya

kelenjar limfe bagian leher 60-80%, bagian axial 6-20%, inguinal 6-12%, kelenjar

limfe mandibula, pre atau retro auricular, dll relative sedikit. Pmebesaran seringkali

asimetri, konsistensi padat atau kenyal, tidak nyeri, pada stadium dini tidak melekat,

dapat menimbulkan tanda invasi dan kompresi setempat. Splenomegali umunya

banyak ditemukan pada LH. Hepatomegali dan gangguan fungsi hati, terjadi pada

stadium lanjut. Kelainan tulang rangka sekitar 0-15%, berupa nyeri tulang dan fraktur

patologis. Kelainan pada kulit, dapat berupa massa, nodul, ulkus, pruritus, dll. Dapat

juga ditemukan kelainan neural berupa paralisis.

Tabel 2. Perbedaan karakteristik klinis Limfoma Hodgkin (HL) dan Limfoma nonHodgkin (NHL)

Limfoma Hodgkin (HL) Limfoma nonHodgkin (NHL)Keluhan pertama berupa limfadenopati superficial terutama pada leher

Sekitar 40% timbul pertama di jaringan limfatik ekstranodi

Pembesaran 1 kelompok kelenjar limfe, dapat dalam jangka waktu sangat panjang tetap stabil atau kadang membesar dan kadang mengecil

Perkembangannya tidak beraturan

Limfadenopati lebih lunak, lebih mobile Berderajat keganasan tinggi. Sering menginvasi kulit (merah, udem, nyeri), membentuk satu massa relatif keras terfiksir.

Berkembang relatif lebih lambat, Progresi lebih cepat, perjalanan penyakit

20

Page 21: Kaus Limfoma

perjalanan penyakit lebih panjang, reaksi terapi lebih baik

lebih pendek, mudah kambuh, prognosis lebih buruk

Gejala sistemik yang khas yang berupa demam, keringat malam dan

penurunan berat badan.

Perubahan hematologik

Pada limfoma Hodgkin sering terdapat anemia normositik normokrom,

kausa anemia sering kali adalah menurunnya produksi dan peningkatan

destruksi, tapi anemia hemolitik dengan tes Coomb positif tidak sampai 1%.

Granulosit sering meningkat hingga timbul lekositosis, sebagian pasien dapat

menunjukkan peningkatan eosinofil granulosit, limfosit sering menurun, terutama pada

stadium lanjut, jumlah absolut limfosit dapat <1 x 109/L. Pada HL dengan demam,

kadang kala teijadi reaksi lekemik, jumlah total lekosit dapat mencapai 50 x 109/L

lebih.

Apusan sumsum tulang pada HL sering menunjukkan hiperproliferasi granulosit,

sering disertai peningkatan histiosit dan sel plasma, sehingga menyerupai gambaran

'sumsum tulang infeksius'. Apusan sumsum tulang jarang dapat menemukan sel R-S,

tapi biopsi sumsum tulang (tennasuk biopsi pungsi) dapat menemukan sel R-S (inti

dobel atau tunggal) pada infiltrasi fokal atau difus sumsum tulang, juga sering disertai

hiperplasia fibrosa dalam sumsum tulang. Jika menemukan secara jelas fibrosis

(dibuktikan biopsi sumsum tulang, atau berkali-kali pungsi `aspirasi kering' sumsum

21

Page 22: Kaus Limfoma

tulang dengan pansitopenia), sangat kuat menunjukkan invasi tumor ke sumsum

tulang. HL sering terdapat peningkatan laju endap darah, ini dapat menjadi indikator

pemeriksaan aktivitas penyakit. NHL sering disertai anemia, kausanya dapat

multifaktorial, seperti invasi sumsum tulang, invasi saluran gastrointestinal menyebabkan

tukak berdarah dan gangguan absorpsi besi dan asam folat, serta akibat konsumsi

kronis, radioterapi dan kemoterapi menyebabkan depresi hematopoiesis atau

eritropoiesis inefektif dan faktor lainnya. NHL juga dapat mengalami anemia

hemolitik autoimun (tes Coombs positif).

Pada NHL sering terdapat invasi sumsum tulang, jika dilakukan biopsi pungsi krista

iliaka posterior superior berkali-kali, pada jenis limfosit kecil dan jenis lainnya dapat

ditemukan setidaknya 50-60% mengalami invasi sumsum tulang, sedangkan pada

limfoma sel B besar difus (DLBCL) hanya 10% mengalami invasi sumsum tulang.

Sebagian kasus dengan invasi sumsum tulang, kemudian sel abnormal dapat muncul di

darah tepi sehingga timbul gambaran lekemia. Bila jenis limfosit kecil menampilkan

gambaran lekemia, sangat sulit dibedakan dari lekemia limfositik kronis. Bila jenis sel

besar menampilkan gambaran lekemia, dapat menyerupai lekemia limfositik akut.

Ada juga kasus dengan dismorfia sel lekemia menonjol, atau nukleolus relatif

menonjol. Tapi pada umumnya sangat sulit hanya dari morfologi sel membedakan

apa yang disebut sel limfosarkoma'. Limfoma jenis limfoblastik' dengan

karakteristik massa besar mediastinum sangat mudah berkembang menjadi

lekemia limfositik akut.

Biokimia darah

22

Page 23: Kaus Limfoma

Hiperkalsemia, hipofosfatemia, fosfatase alkali serum meningkat sejalan dengan

perkembangan penyakit, tembaga serum dan asam urat darah juga dapat

meningkat, albumin rendah sedangkan β2-globulin jelas meningkat, C reaktif protein,

C3, fibrinogen juga dapat meningkat, pada stadium dini terdapat 40% pasien

menunjukkan IgG, IgA agak meningkat, IgM menurun, pada stadium lanjut 50%

menunjukkan hipogamaglobulinalfa-emia, produksi antibodi juga menurun.

Diagnosis

Pemeriksaan untuk penentuan stadium meliputi anamnesis khususnya

perhatikan ada tidaknya gejala `B', pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.

Pada pemeriksaan fisik diperhatikan kelenjar regional, hepar dan lien. Diagnosis

morbus Hodgkin berdasarkan pemeriksaan histologik. Sel Reed Stenberg yang

merupakan bentuk histiosit (makrofag jaringan) ganas adalah temuan khas pada

limfoma Hodgkin. Pemeriksaan rontgen terdiri atas foto toraks dan CT-scan toraks

untuk mencari kalau ada perluasan mediastinal atau pleural. Untuk pemeriksaan perut

ada dua kemungkinan, CT-scan atau limfangiografi. Sebaiknya dimulai dengan CT-

scan. Jika ini negatif, diperlukan limfangiografi, karena kadang-kadang terdapat

kelenjar yang mempunyai struktur abnormal tetapi tidak jelas membesar, sehingga

mungkin tidak terlihat pada CT-scan. Keuntungan limfangiografi di samping itu

adalah bahwa kontrasnya masih tampak 1-2 tahun, sehingga perjalanan penyakit

dapat diikuti dengan foto polos abdomen biasa.

23

Page 24: Kaus Limfoma

Pemeriksaan isotop dengan gallium radioaktif dapat memberi gambaran

mengenai sarang-sarang di tempat lain dalam tubuh yang tidak dapat ditetapkan

dengan pemeriksaan rutin penentuan stadium biasa. Keterandalan pemeriksaan ini

masih diteliti. Jika kelenjar limfe juga meresorbsi gallium, pemeriksaan ini dapat juga

digunakan pada akhir terapi untuk mengetahui apakah ada massa sisa, misalnya di

dalam mediastinum, yang masih mengandung tumor yang aktif. Ini mempunyai arti

prognostik.

Diagnosis banding

Limfadenopati harus dibedakan dan infeksi nonspesifik kelenjar limfe atau

infeksi virus, metastasis, mononukleosis infeksiosa. Setiap pembesaran kelenjar limfe

berdiameter >1 cm, diobservasi 6 minggu lebih tetap tidak mengecil, maka dilakukan

biopsi.

Massa mediastinum dan hilus pulmonal tanpa limfadenopati superfisial,

sering kali perlu dibedakan dari karsinoma paru, tuberkulosis. Pada umumnya,

massa limfoma dapat lebih besar, progresi lebih cepat, kadang kala timbul

multipel atau bilateral, sindrom kompresi vena kava superior sering kali tidak semenonjol

karsinoma paru tipe sentral, pemeriksaan bronkoskopi dan tomografi hilus pulmonal

area mediastinum membantu membedakan antara keduanya.

Kasus tanpa limfadenopati superfisial, dengan gejala demam, diagnosis lebih

sulit, bila dicurigai limfoma malignum, dapat dipertimbangkan untuk pemeriksaan CT

abdomen untuk menemukan lesi retroperitoneal, ada kalanya dapat dipertimbangkan untuk

24

Page 25: Kaus Limfoma

laparotomi eksploratif.

Pembesaran kelenjar getah bening akibat infeksi akut, menyebabkan

hiperplasia kelenjar tersebut hingga secara klinis teraba membesar. Secara klinis akan

ditemukan : lesi Primer sumber infeksi dan pembesaran kelenjar getah bening

regioner, yang disertai tanda – tanda umum peradangan berupa dolor, robor, kolor,

tumor dan funsio laesa. Misalnya, ada sakit gigi atau karies dentis atau infeksi

stomatitis sering diikuti pembesaran kelenjar getah bening submandibuler

(limfadenitis submandibuler), apabila lesi infeksi primer sudah diobati, maka

limfadenitis akuta inipun akan sembuh secara berangsur. Limfadenitis Kronis

disebabkan oleh infeksi kronis. Infeksi kronis nonspesifik misalnya pada keadaan

seseorang dengan faringitis kronis akan ditemukan pembesaran kelenjar getah bening

leher (limfadenitis). Pembesaran di sini ditandai oleh tanda radang yang sangat

minimal dan tidak nyeri. Pembesaran kronis yang spesifik dan masih banyak di

Indonesia adalah akibat tuberkulosa. Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh

pembesaran kelenjar getah benng, padat / keras, multiple dan dapat berkonglomerasi

satu sama lain.

Stadium

Untuk pembagian stadium masih selalu digunakan klasifikasi Ann Arbor.

Dalam suatu pertemuan kemudian diadakan beberapa perubahan.

Atas dasar penetapan stadium klinis pada penyakit Hodgkin pada 60%

penderita penyakitnya terbatas pada stadium I atau II. Pada 30% penderita terdapat

25

Page 26: Kaus Limfoma

perluasan sampai stadium III dan pada 10-15% terdapat pada stadium IV. Ini berbeda

dengan limfoma non-Hodgkin, yang biasanya terdapat pada stadium III-IV.

Tabel 3. Klasifikasi Ann Arbor (Stadium morbus Hodgkin berdasarkan klasifikasi Ann Arbor)

Stadium I Penyakit mengenai satu kelenjar limfe regional yang terletak diatas atau dibawah diafragma (I) atau satu regio ekstralimfatik atau organ (IE)

Stadium II

Penyakit mengenai dua atau lebih daerah kelenjar di satu sisi diafragma (II) atau kelainan ekstralimfatik atau organ terlokalisasi dengan satu atau lebih daerah kelenjar di sisi yang sama diafragma (IIE)

Stadium III

Penyakit mengenai daerah kelenjar di kedua sisi diafragma (III), dengan atau tanpa kelainan ekstralimfatik atau organ (IIIE), lokalisasi limpa (IIIE) atau kedua-duanya (IIIE).

Stadium IV

Penyakit telah menjadi difus / menyebar mengenai satu atau lebih organ atau jaringan ekstralimfatik, seperti sumsum tulang atau hati dengan atau tanpa kelainan kelenjar limfe.

26

Page 27: Kaus Limfoma

Terapi

Terapi limfoma Hodgkin

Tiap penderita dengan penyakit Hodgkin harus diterapi dengan tujuan kuratif.

Ini juga berlaku untuk penderita dalam stadium III dan IV dan juga untuk penderita

dengan residif sesudah terapi pertama.

Ini berarti bahwa terapi harus cepat dimulai dan bahwa ini tidak boleh

dihentikan atau dikurangi tanpa alasan yang berat. Sebelum mulai terapi harus ada

pembicaraan antara radioterapis dan internis untuk menentukan program terapi.

Tabel 4. Pilihan terapi pertama pada morbus HodgkinTerapi pertama

Stadium I – II - Terapi standar: radiasi lapangan mantel dan radiasi kelenjar paraaorta dan limpa; kadang-kadang hanya lapangan mantel saja

- Jika ada faktor resiko, kemoterapi dilanjutkan dengan radioterapi

- Dalam penelitian, kemoterapi terbatas dengan “involved field radiation”

Stadium IIIA Kemoterapi ditambah dengan radioterapiStadium IIIB – IV

Kemoterapi, ditambah dengan radioterapi

1. Stadium klinik I dan II

Terapi standar dalam stadium I dan II adalah radioterapi. Untuk lokalisasi

di atas diafragma ini terdiri atas radiasi lapangan mantel, diikuti dengan radiasi

daerah paraaortal dan limpa, yang terakhir ini karena kemungkinan 20-30%

dalam daerah ini, seperti ternyata dari hasil laparotomi penetapan stadium. Terapi

demikian itu berlangsung 4 minggu untuk daerah mantel dan sesudah periode

istirahat 3-4 minggu, 4 minggu untuk daerah kelenjar limfe paraaortal dan limpa.

27

Page 28: Kaus Limfoma

Dengan terapi ini ketahanan hidup bebas penyakit yang berlangsung lama adalah

kira-kira 75%, ketahanan hidup total kira-kira 90%. Ini dengan titik tolak bahwa

periode bebas penyakit 5-7 tahun berarti penyembuhan.

Jika lokasi kelainannya di bawah diafragma, dalam stadium I atau II

diberikan penyinaran Y terbalik, dengan menyinari kelenjar limfe paraaortal,

limpa, kelenjar iliakal dan kelenjar inguinal. Pada radiasi ini ovarium terdapat

dalam lapangan penyinaran. Karena itu dipertimbangkan pada wanita muda

untuk menempatkan ovarium di luar lapangan penyinaran. Jika kelainan di perut

sangat voluminous, maka dipilih kemoterapi dalam kombinasi dengan

radioterapi.

Jadi, penderita dalam stadium I atau II dengan faktor resiko ini secara

inisial harus diterapi dengan kombinasi kemoterapi dan penyinaran. Tahun-tahun

akhir ini pada umumnya ada tendensi untuk juga stadium I dan II penderita tanpa

faktor resiko tambahan diterapi dengan kombinasi kemoterapi dan radiasi.

Alasan untuk ini adalah bahwa misalnya sebagai akibat penyinaran lapangan

mantel sesudah 10-15 tahun, juga terdapat kenaikan kemungkinan timbul

masalah kardial.

2. Stadium IIIA

Jika dalam stadium III perluasannya hanya terbatas, radiasi memang

mungkin, misalnya dalam situasi klinis stadium klinik II pada laparotomi

terdapat perluasan terbatas di limpa atau perut atas. Penyinaran harus terdiri dari

28

Page 29: Kaus Limfoma

radiasi lapangan mantel dan radiasi Y terbalik (radiasi “total node”). Pada

stadium klinik III lebih dipilih penanganan dengan kemoterapi. Penderita ini

diterapi sebagai pasien dalam stadium IIIB – IV.

3. Stadium IIIB – IV

Penderita dalam stadium ini diterapi dengan kemoterapi (Longo, 1990).

Skema MOPP yang telah lama sebagai pilihan pertama tampaknya digeser oleh

skema MOPP/ABV. Dalam hal ini pada hari ke-1 dan ke-8 dapat diberikan

berbagai obat. Dari penelitian ternyata bahwa dengan pilihan ini kemungkinan

penyembuhan lebih besar daripada dengan MOPP saja.

Pada penderita yang lebih tua juga digunakan skema ChlVPP, yang pada

umumnya lebih baik ditoleransi. Mengenai efek samping kemoterapi disamping

efek akut yang terjadi (misalnya nausea, vomitus, depresi sumsum tulang, dan

kerontokan rambut), juga harus diperhatikan efek samping yang timbul

kemudian.

29

Page 30: Kaus Limfoma

Tabel 5. Beberapa kombinasi kemoterapi yang banyak dipakai pada morbus Hodgkin

Dosis (mg/m2)

Hari ke-

1 5 8 15

MOPPNitrogen mustardVinkristinProcarbazinePrednisone

61,410025

i.v.i.v.p.o.p.o.

+ ++ +——————————————————

ChlVPPChlorambusilVinblastinProcarbazinePrednisone

66

10025

p.o.i.v.p.o.p.o.

—————————+ +——————————————————

ABVDAdriamisinBleomisinVinblastinDTIC

25106

250

i.v.i.v.i.v.i.v.

+ ++ ++ ++ +

MOPP/ABVNitrogen mustardVinkristinProcarbazinePrednisoneAdriamisinVinblastinBleomisin

61,41004035610

i.v.i.v.p.o.p.o.i.v.i.v.i.v.

++———————————————+++

CEPCCNUEtoposidPrednimustin

8010080

p.o.p.o.p.o.

+——————

Keterangan : + dosis sekali— diminum tiap hari berkelanjutan

30

Page 31: Kaus Limfoma

Terapi limfoma non-Hodgkin

Metode terapi terpenting terhadap limfoma non-Hodgkin (NHL) adalah

kemoterapi, terutama terhadap tingkat keganasan sedang dan tinggi. Radioterapi juga

memilik: peranan tertentu dalam terapi NHL. Sedangkan operasi juga merupakan pilihan

berguna dalam terapi gabungan terhadap sebagiar. lesi ekstranodus, misal pada terapi

limfoma gastrointestinal, terutama bila terdapa: bahaya perforasi di lokasi tumor.

Terapi terhadap limfoma non-Hodgkin berkaitan erat dengan subtipe patologiknya.

Dewasa ini klasifikasi patologik umumnya memaki sistem klasifikasi baru

menurut WHO tahun 2001.

1. Limfoma indolen (tingkat keganasan rendah).

Limfoma indolen (keganasan rendah) memiliki ciri tabiat biologis tumor relatif

tenang, survival relatif panjang. Limfoma sel B indolen meliputi limfoma sel limfosit

kecil difus, limfoma limfoplasmasitik, limfoma zona marginal splenik,

plasmasitoma, limfoma sel B zona marginal ekstranodal, limfoma sel B zona

marginal nodus limfatikus, limfoma folikular, granuloma limfoproliferatif, dll.

Kebanyakan pasien saat diagnosis sudah tergolong stadium lanjut, hanya

sekitar 10-20% pasien termasuk stadium I-II. Pasien stadium lanjut (III-IV) sangat

sedikit yang berpeluang sembuh, terapi umumnya bersifat paliatif. Limfoma

indolen stadium I-II umumnya diradioterapi (area terkena + area drainase), bila

sebelum radioterapi diberikan kemoterapi dengan formula FND kemungkinan dapat

meningkatkan masa survival bebas penyakit jangka panjang. Kasus stadium .IIIA pasca

31

Page 32: Kaus Limfoma

kemoterapi ditambah radioterapi lokal dapat memperbaiki masa survival tanpa penyakit

DF S5 tahun sekitar 60%), masih kontroversial apakah dapat disembuhkan. Pasien stadium

IIIB-IV berdasarkan ukuran tumor, ada tidaknya tanda desakan, gejala sistemik,

laju progresi tumor dan faktor lain, secara terpisah dilakukan observasi, kemoterapi

obat tunggal, kemoterapi kombinasi atau perpaduan kemo/radioterapi. Terhadap lesi

yang tidak besar, tanpa tanda desakan, dan progresi sangat lambat, dapat dilakukan

observasi. Bila terdapat gejala, umumnya dianjurkan kemoterapi obat tunggal (seperti

klorambusil, siklofosfamid atau fludarabin). Bila efektivitas kemoterapi obat tunggal

kurang baik dan gejala mempengaruhi secara nyata kualitas hidup pasien, dapat

dikemoterapi kombinasi dengan formula FND, CVP, CHOP.

2. Limfoma agresif (tingkat keganasan sedang)

Limfoma agresif meliputi limfoma sel B besar difus, limfoma sel B besar mediastinal,

limfoma sel besar anaplastik, dan subtipe lain, terapi standar dengan formula CHOP.

3. Limfoma sangat agresif (tingkat keganasan tinggi).

Limfoma limfoblastik dan limfoma Burkitt termasuk limfoma dengan keganasan

tinggi, tapi terapi keduanya memiliki ciri yang berbeda.

(1) Limfoma limfoblastik: tergolong keganasan tinggi, mortalitas tinggi, harus

diterapi dengan formula terhadap lekemia limfositik akut, masih ada kemungkinan

sembuh. Limfoma limfoblastik pada anak-anak berprognosis lebih baik, pada

dewasa sangat buruk, tanpa invasi sumsum tulang dan sistem saraf pusat, bila LDH

normal prognosis lebih baik.

32

Page 33: Kaus Limfoma

(2) Limfoma Burkitt: walaupun keganasan tinggi, namun dengan terapi rasional

tidak sedikit pasien dapat disembuhkan.

4. Formula kemoterapi terhadap limfoma non-Hodgkin

1) Formula CHOPCTX 750mg/m2 iv, dl

ADR 50mg/m2 iv, dlVCR 1,4mg/m2 iv (dosis maks. 2mg), dlPred. 60mg/m2 po, d1-5

Diulangi setiap 21 hari.

2) Formula M-BACODMTX 3000mg/m2 iv, d8, d15 (berikut salvasi CF)CF 100mg/m2 po, q6h x8 (mulai 24jam pasca MTX)

BLM 4U/m2 iv, dlADR 45mg/m2 iv, dlCTX 600mg/m2 iv, dlVCR 1,4mg/m2 iv, dlDXM 6mg/m2 d1-5

Diulangi setiap 21 hari.

3) Formula CHOP-RituximabCTX 750 mg/m2 iv, d3ADR 50 mg/m2 iv, d3VCR 1,4 mg/m2 iv (dosis max.2 mg), d3Pred. 100 mg/m2 po, d3-7Rituximab 375 mg/m2 iv, dl

Diulangi setiap 21 hari.

4) Formula FMD.FDR 25mg/m2 iv, d1-5MIT 10mg/m2 iv, dlDXM 20mg/m2 iv, d1-5

Diulangi setiap 21 hari.

5) Formula CODOX-M/IVAC. CODOX-MCTX 800 mg/m2 iv, dlCTX 200 mg/m2 iv, d2-5ADR 40 mg/m2 iv, dlVCR 1,5 mg/m2 iv (dosis max. 2mg), d1,8MTX 6,7 g/m2 iv drip kontinu 24jam, d10CF 192 mg/m 2 iv, 12jam pasca MTX, lalu im, 12mg/m2, q6h, hingga kadar MTX darah

<10-8MTX 12 mg it, d15Ara-C 70 mg it, d1,3

33

Page 34: Kaus Limfoma

IVACIFO 1500 mg/m2 iv (Mesna, proteksi traktus urinarius), d1-5

VP-16 60 mg/m2 iv, d1-5Ara-C 2g/m2 iv, drip 2jam ql2h x4, dl-2MTX 12mg/m2 iv, d5

CODOX-M dan IVAC setiap 3 minggu bergantian.

(Lin Tongyu, Guan Zhongzhen)

34

Page 35: Kaus Limfoma

DAFTAR PUSTAKA

Balai Penerbit FKUI. BukuAjar Onkologi Klinis Ed. 2. 2008. Jakarta: FKUI;

Hal 547-563

Hoppe RT, Advani RH, Ambinder RF, et al. Hodgkin disease/lymphoma. J

Natl Compr Canc Netw. Jul 2008;6(6):594-622. 

Jaffe ES, Harris NL, Stein H, Vardiman JW, eds. World Health Organization

Classification of Tumours: Pathology and Genetics of Tumours of Haematopoietic

and Lymphoid Tissues. Lyon, France: IARC Press; 2001.

Molina A, Pezner RD. Non-Hodgkin's lymphoma. In: Pazdur R, Coia LR, Hoskins

WJ, Wagman LD, eds. Cancer Management: A Multidisciplinary Approach. 5th ed. Melville,

NY: PRR, Inc; 2000:583-618.

Thomas RK, Re D, Wolf J, Diehl V. Part I: Hodgkin's lymphoma--molecular biology

of Hodgkin and Reed-Sternberg cells. Lancet Oncol. Jan 2004;5(1):11-8.

Vose JM. Current approaches to the management of non-Hodgkin''s

lymphoma. Semin Oncol. Aug 1998;25(4):483-91. 

Zhang QY, Foucar K. Bone marrow involvement by Hodgkin and non-Hodgkin

lymphomas. Hematol Oncol Clin North Am. Aug 2009;23(4):873-902. 

35