79
askep komunitas lansia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah menurunkan angka kematian umum, angka kematian bayi, dan angka kelahiran. Hal ini berdampak pada meningkatnya usia harapan hidup bangsa Indonesia dan meningkatnya jumlah penduduk golongan lanjut usia. Pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia tercatat sebagai paling pesat di dunia dalam kurun waktu tahun 1990-2025. Jumlah lansia yang kini sekitar 16 juta orang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar 11,37 persen dari jumlah penduduk. Itu berarti jumlah lansia di Indonesia akan berada di peringkat empat dunia, di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat. Menurut data demografi internasional dari Bureau of the Census USA (1993), kenaikan jumlah lansia Indonesia antara tahun 1990-2025 mencapai 414%, tertinggi di dunia. Kenaikan pesat itu berkait dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia. Dalam sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 1998, harapan hidup penduduk Indonesia rata-rata 63 tahun untuk kaum pria, dan wanita 67 tahun. Tetapi menurut kajian WHO (1999) harapan penduduk Indonesia rata-rata 59,7 tahun, menempati peringkat ke-103 dunia. Nomor satu adalah Jepang (74,5 tahun). Perhatian pemerintah terhadap keberadaan lansia sudah meningkat. GBHN 1993 mengamanatkan agar lansia yang masih produktif dan mandiri diberi kesempatan berperan aktif dalam pembangunan.. Pemerintah juga menetapkan tanggal 29 mei sebagai Hari Lansia Nasional, sedang DPR menerbitkan UU no 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia. Dengan makin bertambahnya penduduk usia lanjut, bertambah pula penderita golongan ini yang memerlukan pelayanan kesehatan. Berbeda dengan segmen populasi lain, populasi lanjut usia dimanapun selalu menunjukkan morbiditas dan mortalitas yang

askep kogoomunitas lansia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

good

Citation preview

Page 1: askep kogoomunitas lansia

askep komunitas lansia

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKeberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah menurunkan angka kematian umum, angka kematian bayi, dan angka kelahiran. Hal ini berdampak pada meningkatnya usia harapan hidup bangsa Indonesia dan meningkatnya jumlah penduduk golongan lanjut usia. Pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia tercatat sebagai paling pesat di dunia dalam kurun waktu tahun 1990-2025. Jumlah lansia yang kini sekitar 16 juta orang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar 11,37 persen dari jumlah penduduk. Itu berarti jumlah lansia di Indonesia akan berada di peringkat empat dunia, di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat. Menurut data demografi internasional dari Bureau of the Census USA (1993), kenaikan jumlah lansia Indonesia antara tahun 1990-2025 mencapai 414%, tertinggi di dunia. Kenaikan pesat itu berkait dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia. Dalam sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 1998, harapan hidup penduduk Indonesia rata-rata 63 tahun untuk kaum pria, dan wanita 67 tahun. Tetapi menurut kajian WHO (1999) harapan penduduk Indonesia rata-rata 59,7 tahun, menempati peringkat ke-103 dunia. Nomor satu adalah Jepang (74,5 tahun). Perhatian pemerintah terhadap keberadaan lansia sudah meningkat. GBHN 1993 mengamanatkan agar lansia yang masih produktif dan mandiri diberi kesempatan berperan aktif dalam pembangunan.. Pemerintah juga menetapkan tanggal 29 mei sebagai Hari Lansia Nasional, sedang DPR menerbitkan UU no 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia.Dengan makin bertambahnya penduduk usia lanjut, bertambah pula penderita golongan ini yang memerlukan pelayanan kesehatan. Berbeda dengan segmen populasi lain, populasi lanjut usia dimanapun selalu menunjukkan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibanding populasi lain. Disamping itu, oleh karena aspek disabilitas yang tinggi pada segmen populasi ini selalu membutuhkan derajat keperawatan yang tinggi.Keperawatan pada usia lanjut merupakan bagian dari tugas dan profesi keperawatan yang memerlukan berbagai keahlian dan keterampilan yang spesifik, sehingga di bidang keperawatan pun saat ini ilmu keperawatan lanjut usia berkembang menjadi suatu spesialisasi yang mulai berkembang.Keperawatan lanjut usia dalam bahasa Inggris sering dibedakan atas Gerontologic nursing (gerontic nursing) dan geriatric nursing sesuai keterlibatannya dalam bidang yang berlainan. Gerontologic nurse atau perawat gerontologi adalah perawat yang bertugas memberikan asuhan keperawatan pada semua penderita berusia diatas 65 tahun (di Indonesia dan Asia dipakai batasan usia 60 tahun) tanpa melihat apapun penyebabnya dan dimanapun dia

Page 2: askep kogoomunitas lansia

bertugas. Secara definisi, hal ini berbeda dengan perawat geriatrik, yaitu mereka yang berusia diatas 65 tahun dan menderita lebih dari satu macam penyakit (multipel patologi), disertai dengan berbagai masalah psikologik maupun sosial.

1.2 Tujuan Penulisan1.2.1 Tujuan Umuma. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas IIb. Agar mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan Keperawatan Lansia di Panti.1.2.2 Tujuan Khususa. Mengenal masalah kesehatan lansia.b. Memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan pada lansia.c. Melakukan tindakan perawatan kesehatan yang tepat kepada lansia yang berada di panti.d. Memelihara/memodifikasi lingkungan keluarga (fisik, psikis, sosial) sehingga dapat meningkatkan kesehatan lansia.e. Memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat (fasilitas pelayanan kesehatan).

1.3 Manfaat PenulisanManfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:a. Mahasiswa dapat mengenal masalah kesehatan yang muncul pada lansia.b. Mahasiswa dapat memberikan tindakan perawatan yang tepat terhadap lansia yang berada di panti.c. Mahasiswa memiliki gambaran tentang proses perawatan terhadap lansia yang berada di panti.

Page 3: askep kogoomunitas lansia

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Lanjut Usia Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi Anna Keliat, 1999 dalam Buku Siti Maryam, dkk, 2008). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. (R. Siti Maryam, dkk, 2008: 32)

2.2 Batasan Lanjut Usia Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur.1. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)Lanjut Usia meliputi:a. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.b. Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.c. Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.d. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.2. Departemen Kesehatan RI mengklasifikasikan lanjut usia sebagai berikut:a. Pralansia (prasenilis)Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.b. LansiaSeseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.c. Lansia risiko tinggiSeseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).d. Lansia potensialLansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).e. Lansia tidak potensialLansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).

2.3 Tipe Lanjut UsiaBeberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000 dalam buku R. Siti Maryam, dkk, 2008).Tipe tersebut dapat dibagi sebagai berikut:1. Tipe arif bijaksanaKaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.2. Tipe mandiriMengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

Page 4: askep kogoomunitas lansia

3. Tipe tidak puasKonflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.4. Tipe pasrahMenerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.5. Tipe bingungKaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen (ketergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militant dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri). Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (indeks kemandirian Katz), para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan badan sosial, lansia dip anti werda, lansia yang dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental.

2.4 Proses PenuaanTahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada di dalam tubuh. Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah yang dikatakan proses penuaan.Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994). Seiring dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami berbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut sebagai penyakit degeneratif.

2.5 Mitos dan Stereotip Seputar Lanjut UsiaMenurut Sheiera Saul, 1974 mitos-mitos seputar lansia antara lain sebagai berikut:1. Mitos kedamaian dan ketenanganAdanya anggapan bahwa para lansia dapat santai menikmati hidup, hasil kerja, dan jerih payahnya di masa muda. Berbagai guncangan kehidupan seakan-akan sudah berhasil dilewati. Kenyataannya, sering ditemui lansia yang mengalami stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena penyakit.2. Mitos konservatif dan kemunduranKonservatif berarti kolot, bersikap mempertahankan kebiasaan, tradisi, dan keadaan yang berlaku. Adanya anggapan bahwa para lansia itu tidak kreatif, menolak inovasi, berorientasi ke masa silam, kembali ke masa kanak-kanak,

Page 5: askep kogoomunitas lansia

sulit berubah, keras kepala, dan cerewet. Kenyataannya, tidak semua lansia bersikap dan mempunyai pemikiran demikian.3. Mitos berpenyakitanAdanya anggapan bahwa masa tua dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai berbagai penyakit dan sakit-sakitan. Kenyataannya, tidak semua lansia berpenyakitan. Saat ini sudah banyak jenis pengobatan serta lansia yang rajin melakukan pemeriksaan berkala sehingga lansia tetap sehat dan bugar.4. Mitos senilitasAdanya anggapan bahwa para lansia sudah pikun. Kenyataannya, banyak yang masih tetap cerdas dan bermanfaat bagi masyarakat, karena banyak cara untuk menyesuaikan diri terhadap penurunan daya ingat.5. Mitos tidak jatuh cintaAdanya anggapan bahwa para lansia sudah tidak lagi jatuh cinta dan bergairah kepada lawan jenis. Kenyataannya, perasaan dan emosi setiap orang berubah sepanjang masa serta perasaan cinta tidak berhenti hanya karena menjadi tua.6. Mitos aseksualitasAdanya anggapan bahwa pada lansia hubungan seks menurun, minat, dorongan, gairah, kebutuhan, dan daya seks berkurang. Kenyataannya, kehidupan seks para lansia normal-normal saja dan tetap bergairah, hal ini dibuktikan dengan banyaknya lansia yang ditinggal mati oleh pasangannya, namun masih ada rencana untuk menikah lagi.7. Mitos ketidakproduktifanAdanya anggapan bahwa para lansia tidak produktif lagi. Kenyataannya, banyak para lansia yang mencapai kematangan, kemantapan, dan produktivitas mental maupun material.

Mitos-mitos di atas harus disadari perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, karena banyak kondisi lansia yang sesuai dengan mitos tersebut dan sebagian lagi tidak mengalaminya.

2.6 Teori Proses PenuaanSebenarnya secara individual tahap proses penuaan terjadi pada orang dengan usia berbeda, masing-masing lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda, tidak ada satu factor pun ditemukan untuk mencegah proses penuaan.2.6.1 Teori-Teori Biologia. Teori Genetik dan Mutasi (Somatic Mutatic Theory)Menurut teori ini menua telah terprogram secara generic untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang deprogram oleh molekul-molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel).b. Pemakaian dan Rusak kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai).c. Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh yang disebut teori akumulasi dari produk sisa. Sebagai contoh adanya pigmen Lipofuchine di sel otot jantung dan sel susunan syaraf pusat pada orang lanjut usia yang mengakibatkan mengganggu sel itu sendiri.d. Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan.

Page 6: askep kogoomunitas lansia

e. Tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit dan kekurangan gizi.f. Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory)Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh ialah tambahan kelenjar timus yang ada pada usia dewasa berinvolusi dan semenjak itu terjadilah kelainan autoimun (menurut Goldteris dan Brocklehurst).g. Teori Immunology Slow Virus (Immunology Slow Virus Theory)Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.h. Teori StressMenua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.i. Teori Radikal BebasRadikal bebas dapat terbentuk di dalam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan proton. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.j. Teori Rantai SilangSel-sel yang tua atau using, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen, ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan, dan hilangnya fungsi.k. Teori ProgramKemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.

2.6.2 Teori Kejiwaan Sosiala. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)1) Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.2) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.3) Mempertahankan hubungan antara system sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.b. Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori di atas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliknya.c. Teori Pembebasan (Didengagement Theory)Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu oleh Cummning dan Henry 1961. Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepsakan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (Triple Loss), yakni:1) Kehilangan peran (Loss of Role)2) Hambatan kontak sosial (Restrastion of Contacts and Relation Ships)

Page 7: askep kogoomunitas lansia

3) Berkurangnya komitmen (Reuced Commitment to Social Mores and Values)

2.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi PenuaanR. Siti Maryam, dkk, 2008 menyebutkan factor-faktor yang mempengaruhi penuaan adalah sebagai berikut:1. Hereditas (Keturunan/Genetik)2. Nutrisi (Asupan Makanan)3. Status Kesehatan4. Pengalaman Hidup5. Lingkungan6. Stress

2.8 Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lanjut UsiaBanyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur. Menurut Nugroho (2000) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut:1. Perubahan Fisika. SelJumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.b. Sistem PersyarafanRespon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitif terhadap sentuhan.c. Sistem PenglihatanMenurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna menurun.d. Sistem PendengaranHilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.e. Sistem KardiovaskulerKatup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal ±170 mmHg, diastole normal ± 95 mmHg.f. Sistem Pengaturan Temperatur TubuhPada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa faktor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain:

Page 8: askep kogoomunitas lansia

temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.g. Sistem RespirasiParu-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk menurun (menurunnya aktivitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti.h. Sistem GastrointestinalBanyak gigi yang tanggal, sensitivitas indra pengecap menurun, pelebaran esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.i. Sistem GenitourinariaOtot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mongering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks sekunder.j. Sistem EndokrinProduksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan sekresi hormon kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron.k. Sistem KulitKulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.l. Sistem MuskuloskeletalTulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang, persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.2. Perubahan MentalFaktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:a. Perubahan fisik.b. Kesehatan umum.c. Tingkat pendidikan.d. Hereditas.e. Lingkungan.f. Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya kekakuan sikap.g. Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.h. Kenangan lama tidak berubah.i. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan psikomotor terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari faktor waktu.3. Perubahan Psikososiala. Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung panik dan depresif.b. Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi.

Page 9: askep kogoomunitas lansia

c. Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status, teman atau relasi.d. Sadar akan datangnya kematian.e. Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.f. Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.g. Penyakit kronis.h. Kesepian, pengasingan dari lingkungan sosial.i. Gangguan syaraf panca indra.j. Gizik. Kehilangan teman dan keluarga.l. Berkurangnya kekuatan fisik.

2.9 Permasalahan pada LansiaBerbagai permasalahan yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lansia antara lain (Setiabudi, 1999: 40-42):1. Permasalahan Umuma. Makin besarnya jumlah lansia yang berada dibawah garis kemiskinan.b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai, dan dihormati.c. Lahirnya kelompok masyarakat industri.d. Masih rendahnya kualitas dan kuantitas tenaga profesional pelayanan lansia.e. Belum membudaya dan melembaganya pembinaan kesejahteraan lansia.2. Permasalahan Khususa. Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial.b. Berkurangnya integrasi sosial lansia.c. Rendahnya produktivitas kerja lansia.d. Banyaknya lansia yang miskin, terlantar, dan cacat.e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat individualistik.f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu kesehatan fisik lansia.

2.10 Beberapa Penyakit dan Sifat Penyakit pada LansiaPenyakit atau gangguan umum pada lansia ada 7 macam, yaitu:a. Depresi Mentalb. Gangguan Pendengaranc. Bronkitis Kronisd. Gangguan pada tungkai atau sikap berjalane. Gangguan pada koksa/sendi panggulf. Anemiag. Demensia

Beberapa sifat penyakit pada lansia yang membedakannya dengan penyakit pada orang dewasa seperti yang dijelaskan berikut ini:1. Penyebab PenyakitPenyebab penyakit pada lansia umumnya berasal dari dalam tubuh (endogen), sedangkan pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini disebabkan karena pada lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai

Page 10: askep kogoomunitas lansia

organ-organ tubuh akibat kerusakan sel-sel karena proses menua, sehingga produksi hormone, enzim, dan zat-zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi berkurang. Dengan demikian, lansia akan lebih mudah terkena infeksi. Sering pula, penyakit lebih dari satu jenis (multipatologi), dimana satu sama lain dapat berdiri sendiri maupun saling berkaitan dan memperberat.2. Gejala penyakit sering tidak khas/tidak jelasMisalnya, penyakit infeksi paru (pneumonia) sering kali tidak didapati demam tinggi dan batuk darah, gejala terlihat ringan padahal penyakit sebenarnya cukup serius, sehingga penderita menganggap penyakitnya tidak berat dan tidak perlu berobat.3. Memerlukan lebih banyak obat (polifarmasi)Akibat banyaknya penyakit pada lansia, maka dalam pengobatannya memerlukan obat yang beraneka ragam dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu, perlu diketahui bahwa fungsi organ-organ vital tubuh seperti hati dan ginjal yang berperan dalam mengolah obat-obat yang masuk ke dalam tubuh telah berkurang. Hal ini menyebabkan kemungkinan besar obat tersebut akan menumpuk dalam tubuh dan terjadi keracunan obat dengan segala komplikasinya bila diberikan dengan dosis yang sama dengan orang dewasa. Oleh karena itu, dosis obat perlu dikurangi pada lansia. Efek samping obat sering pula terjadi pada lansia yang menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit baru akibat pemberian obat tadi (iatrogenik), misalnya poliuri/sering BAK akibat pemakaian obat diuretik (obat untuk meningkatkan pengeluaran air seni), dapat terjatuh akibat penggunaan obat-obat penurun tekanan darah, penenang, antidepresi, dan lain-lain. Efek samping obat pada lansia biasanya terjadi karena diagnosis yang tidak tepat, ketidakpatuhan meminum obat, serta penggunaan obat yang berlebihan dan berulang-ulang dalam waktu yang lama.4. Sering mengalami gangguan jiwaPada lansia yang telah lama menderita sakit sering mengalami tekanan jiwa (depresi). Oleh karena itu, dalam pengobatannya tidak hanya gangguan fisiknya saja yang diobati, tetapi juga gangguan jiwanya yang justru seing tersembunyi gejalanya. Jika yang mengobatinya tidak teliti akan mempersulit penyembuhan penyakitnya.

2.11 Pembinaan Kesehatan Lansia di Panti dan Terapi Modalitas1. Tujuana. Tujuan UmumMeningkatnya derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia dip anti agar mereka dapat hidup layak.b. Tujuan Khusus1) Meningkatnya pembinaan dan pelayanan kesehatan lansia dip anti, baik oleh petugas kesehatan maupun petugas panti.2) Meningkatnya kesadaran dan kemampuan lansia khususnya yang tinggal dip anti dalam memelihara kesehatan diri sendiri.3) Meningkatnya peran serta keluarga dan masyarakat dalam upaya pemeliharaan kesehatan lansia di panti.2. Sasarana. Sasaran Umum1) Pengelola dan petugas penghuni panti2) Keluarga lansia3) Masyarakat luas

Page 11: askep kogoomunitas lansia

4) Instansi dan organisasi terkaitb. Sasaran KhususLansia penghuni panti3. KegiatanPelaksanaan kegiatan pembinaan kesehatan lansia dilakukan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.a. Upaya PromotifAdalah upaya untuk menggairahkan semangat hidup dan meningkatkan derajat kesehatan lansia agar tetap berguna, baik bagi dirinya, keluarga, maupun masyarakat. Kegiatan tersebut dapat berupa penyuluhan/demonstrasi dan/atau pelatihan bagi petugas panti mengenai hal-hal berikut ini:1) Masalah gizi dan dieta) Cara mengukur keadaan gizi lansia.b) Cara memilih bahan makanan yang bergizi bagi lansia.c) Cara menyusun menu sehat dan diet khusus.d) Cara menghitung kebutuhan makanan di panti.e) Cara menyelenggarakan penyediaan di panti.f) Cara mengawasi keadaan gizi lansia.2) Perawatan dasar kesehatanMelakukan pengkajian komprehensif pada lansiaa) Perawatan kesehatan dasar lansia yang masih aktif.b) Perawatan kesehatan dasar bagi lansia yang pasif.c) Perawatan khusus lansia yang mengalami gangguan.d) Perawatan dasar lingkungan panti, baik di dalam maupun di luar panti.3) Keperawatan kasus darurata) Mengenal kasus darurat.b) Tindakan pertolongan pertama kasus darurat.4) Mengenal kasus gangguan jiwaa) Tanda dan gejala gangguan jiwa pada lansia.b) Cara mencegah dan mengatasi gangguan jiwa pada lansia.5) Olah ragaa) Maksud dan tujuan olah raga bagi lansia.b) Macam-macam olah raga yang tepat bagi lansia.c) Cara-cara melakukan olah raga yang benar.6) Teknik-teknik berkomunikasia) Bimbingan rohani.b) Sarasehan, pembinaan mental, dan ceramah keagamaan.c) Pembinaan dan pengembangan kegemaran pada lansia di panti.d) Rekreasi.e) Kegiatan lomba antar lansia di dalam panti atau antar panti.f) Penyebarluasan informasi tentang kesehatan lansia di panti maupun masyarakat luas melalui berbagai macam media.b. Upaya PreventifAdalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadi penyakit-penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan dan komplikasinya. Kegiatannya dapat berupa kegiatan berikut ini:1) Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan di panti oleh petugas kesehatan yang datang ke panti secara periodic atau di puskesmas dengan menggunakan KMS lansia.

Page 12: askep kogoomunitas lansia

2) Penjaringan penyakit pada lansia, baik oleh petugas kesehatan di puskesmas maupun petugas panti yang telah dilatih dalam pemeliharaan kesehatan lansia.3) Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan petugas panti yang menggunakan buku catatan pribadi.4) Melakukan olah raga secara teratur sesuai dengan kemampuan dan kondisi masing-masing.5) Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai dengan kondisi kesehatannya masing-masing.6) Meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.7) Mengembangkan kegemarannya agar dapat mengisi waktu dan tetap produktif.8) Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap lingkungan sekelilingnya agar lansia dapat lebih mampu mengadakan hubungan dan pembatasan terhadap waktu, tempat, dan orang secara optimal. c. Upaya KuratifUpaya kuratif adalah upaya pengobatan bagi lansia oleh petugas kesehatan atau petugas panti terlatih sesuai kebutuhan. Kegiatan ini dapat berupa hal-hal berikut ini:1) Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau petugas panti yang telah dilatih melalui bimbingan dan pengawasan petugas kesehatan/puskesmas.2) Pengobatan jalan di puskesmas.3) Perawatan dietetik.4) Perawatan kesehatan jiwa.5) Perawatan kesehatan gigi dan mulut.6) Perawatan kesehatan mata.7) Perawatan kesehatan melalui kegiatan puskesmas.8) Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis, atau ahli kesehatan yang diperlukan.d. Upaya RehabilitatifAdalah upaya untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal mungkin. Kegiatan ini dapat berupa rehabilitasi mental, vokasional (ketrampilan/kejuruan), dan kegiatan fisik. Kegiatan ini dilakukan oleh petugas kesehatan, petugas panti yang telah dilatih dan berada dalam pengawasan dokter, atau ahlinya (perawat).

Pakar psikologi Dr. Parwati Soepangat, M.A. menjelaskan bahwa para lansia yang dititipkan di panti pada dasarnya memiliki sisi negatif dan positif. Diamati dari sisi positif, lingkungan panti dapat memberikan kesenangan bagi lansia. Sosialisasi di lingkungan yang memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan tersendiri, sehingga kebersamaan ini dapat mengubur kesepian yang biasanya mereka alami.Akan tetapi, jauh di lubuk hati mereka merasa jauh lebih nyaman berada di dekat keluarganya. Negara Indonesia yang masih menjunjung tinggi kekeluargaan, tinggal di panti merupakan sesuatu hal yang tidak natural lagi, apa pun alasannya. Tinggal di rumah masih jauh lebih baik dari pada di panti.Pada saat orang tua terpisah dari anak serta cucunya, maka muncul perasaan tidak berguna (useless) dan kesepian. Padahal mereka yang sudah tua masih mampu mengaktualisasikan potensinya secara optimal. Jika lansia dapat

Page 13: askep kogoomunitas lansia

mempertahankan pola hidup serta cara dia memandang suatu makna kehidupan, maka sampai ajal menjemput mereka masih dapat berbuat banyak bagi kepentingan semua orang.10 kebutuhan lansia (10 needs of the erderly) menurut Darmojo (2001) adalah sebagai berikut:1) Makanan cukup dan sehat (healthy food).2) Pakaian dan kelengkapannya (cloth and common accessories).3) Perumahan/tempat tinggal/tempat berteduh (home, place to stay).4) Perawatan dan pengawasan kesehatan (health care and facilities).5) Bantuan teknis praktis sehari-hari/bantuan hokum (technical, judicial assistance).6) Transportasi umum (facilities for public transportations).7) Kunjungan/teman bicara/informasi (visits, companies, informations).8) Rekreasi dan hiburan sehat lainnya (recreational activities, picnic).9) Rasa aman dan tentram (safety feeling).10) Bantuan alat-alat panca indra (other assistance/aids). Kesinambungan bantuan dana dan fasilitas (continuation of subsidies and facilities).4. Terapi ModalitasTerapi modalitas merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi lansia.a. Tujuan1) Mengisi waktu luang bagi lansia.2) Meningkatkan kesehatan lansia.3) Meningkatkan produktivitas lansia.4) Meningkatkan interaksi sosial antar lansia.b. Jenis Kegiatan1) PsikodramaBertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat dipilih sesuai dengan masalah lansia.2) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)Terdiri atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan, bersosialisasi, bertukar pengalaman, dan mengubah perilaku. Untuk terlaksananya terapi ini dibutuhkan leader, co-leader, dan fasilitator. Misalnya cerdas cermat, tebak gambar, dan lain-lain.3) Terapi musikBertujuan untuk menghibur para lansia sehingga meningkatkan gairah hidup dan dapat mengenang masa lalu.4) Terapi berkebunBertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan waktu luang.5) Terapi dengan binatangBertujuan untuk meningkatkan rasa kasih saying dan mengisi hari-hari sepinya dengan bermain bersama binatang.6) Terapi okupasiBertujuan untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produktivitas dengan membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan.7) Terapi kognitifBertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti mengadakan cerdas cermat, mengisi TTS, dan lain-lain.8) Life review terapi

Page 14: askep kogoomunitas lansia

Bertujuan untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan menceritakan pengalaman hidupnya.9) RekreasiBertujuan untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan rasa bosan, dan melihat pemandangan.10) Terapi keagamaanBertujuan untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan meningkatkan rasa nyaman. Seperti mengadakan pengajian, kebaktian, dan lain-lain.

BAB 3TINJAUAN KASUS

3.1 Gambaran Panti Sosial Tresna Werdha Dalam kehidupan dewasa ini jumlah lanjut usia akan semakin banyak, itu semua disebabkan karena adanya peningkatan kualitas hidup maka dari itu para lanjut usia wajib mendapatkan perlindungan, perawatan, kesejahteraan dan juga pendidikan yang layak dan sesuai dengan keadaan lanjut usia, terutama bagi lansia yang terlantar. Wujud nyata tindakan tersebut adalah dengan dibangunnya panti-panti sosial bagi lansia yang bertujuan untuk melindungi, merawat, mensejahterakan serta mendidik usia lanjut.

Page 15: askep kogoomunitas lansia

3.1.1 Identitas Panti Sosial Tresna Werdha Panti Sosial Tresna Werdha adalah unit pelaksanaan teknis dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur yang mempunyai tugas memberikan pelayanan sosial bagi para lansia, sehingga mereka dapat menikmati sisa hidupnya dengan diliputi ketentraman lahir dan batin.

3.1.2 Sejarah Berdirinya Panti Sosial Tresna WerdhaPanti Sosial Tresna Werdha Pandaan didirikan pada tanggal 1 Oktober 1979 dengan nama Sasana Tresna Werdha (STW) “Sejahtera” Pandaan yang mula-mula berkapasitas 30 orang, dan pada tanggal 17 Mei 1982 oleh Menteri Sosial Bapak Saparjo diresmikan pemakaiannya berdasarkan KEP. MENSOS RI NO. 32/HUK/KEP/VI/82 dengan kapasitas tampung 110 orang dan menempati area seluas 16.454 m2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:Sebelah Selatan : Dusun KlampokSebelah Utara : Dusun TenggerSebelah Timur : Dusun SukunSebelah Barat : Dusun Rajeg Pada tahun 1994 mengalami pembakuan penamaan UPT Pusat/Panti/Sasana dilingkungan Departemen Sosial sesuai SK Mensos RI. No. 14/HUK/1994 dengan nama Panti Sosial Tresna Werdha “Sejahtera” Pandaan. Melalui SK Mensos RI No. 8/HUK/1998 ditetapkan termasuk kategori panti percontohan tingkat Provinsi dengan kapasitas tampung 110 orang Perda No. 12 th 2000 tentang Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur bahwa Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan, merupakan unit pelaksana teknis Dinas sosial Provinsi Jawa Timur. Dengan keluarnya Perda No. 14 th 2002 yang merubah Perda No. 12 th 2000 tentang Dinas Sosial yang berisi bahwa Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan berubah menjadi Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan-Bangkalan yang merupakan unit pelaksana teknis dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.

3.1.3 Maksud dan Tujuana. MaksudMaksud didirikannya panti sosial tresna werdha adalah untuk memberikan pelayanan bagi para lanjut usia yang terlantar dalam memenuhi kebutuhan hidup secara bio, psiko, sosial, dan spiritual.b. Tujuan1. Terpenuhinya kebutuhan biologis atau jasmani yang meliputi:a) Kebutuhan pokok hidup seperti sandang, pangan dan papan.b) Pemeliharaan kesehatan bagi lansia.c) Kebutuhan rekreatif untuk mengisi waktu luang.2. Terpenuhinya kebutuhan psikologis yang meliputi:a) Kebutuhan kasih sayang.b) Kebutuhan rasa aman.c) Kebutuhan untuk rasa ketenangan.d) Peningkatan semangat hidup.e) Peningkatan rasa percaya diri.3. Terpenuhinya kebutuhan sosial yang meliputi:a) Terpenuhinya kebutuhan sosial terutama bimbingan sosial antar penghuni wisma yang lain.b) Terpenuhinya kebutuhan untuk bersosialisasi dengan masyarakat.c) Terpenuhinya kebutuhan untuk ikut bergabung dalam kegiatan lansia.

Page 16: askep kogoomunitas lansia

d) Terpenuhinya kebutuhan untuk dihargai dari orang lain.4. Terpenuhinya kebutuhan spiritual yang meliputi: a. Kebutuhan untuk beribadah sesuai dengan agamanya masing-masing.b. Kebutuhan untuk menerima siraman rohani sesuai dengan agamanya masing-masing.

3.1.4 Fungsi Panti Sosial Tresna Werdhaa. Sebagai pusat pemberi pelayanan bagi kesejahteraan lanjut usia.b. Sebagai pusat informasi dan konsultasi masalah lanjut usia.c. Sebagai pusat pengembangan kesejahteraan sosial.

3.1.5 Prosedur Pelayanan Panti Sosial Tresna Werdha

Page 17: askep kogoomunitas lansia

3.1.6 Sarana dan Prasarana Panti 1. BangunanPanti Sosial Tresna Werdha didirikan diatas tanah seluas 16.960 m2, tanah tersebut terbagi menjadi dua yaitu untuk perumahan dan untuk tempat pemakaman. Tanah untuk perumahan terbagi atas:a. Gedung wisma sebanyak 11 wisma meliputi wisma cendana, seruni, kenanga, mawar, melati, kemuning, teratai, dahlia, flamboyan. Gedung tersebut dibangun diatas tanah seluas 1320 m2. Wisma-wisma ini memiliki fasilitas diantaranya ruang tamu, kamar tidur, ruang rekreasi, dapur, dan kamar mandi.1. Gedung kantor seluas 210 m22. Gedung lokal kerja 70 m23. Musholla seluas 160 m24. Dapur umum seluas 160 m25. Aula seluas 160 m26. Pos satpam seluas 6 m27. Rumah dinas tipe 508. Rumah dinas tipe 36b. Sarana air bersih Sumber air bersih berasal dari sumur bor yang terletak dibelakang wisma dan bantuan air dari perusahaan air minum Vivi.c. Jamban keluargaSetiap wisma minimal memiliki 1 kamar mandi, dan setiap wisma mempunyai septic tank sendiri dimana septic tank ini tidak terhubung antar yang satu dengan yang lainnya.d. Sarana pembuangan air limbahSetiap wisma terdapat sarana pembuangan air limbah yang dialirkan sampai ke tempat pembuangan limbah akhir.e. Sarana ibadah setiap wismaPanti Sosial Tresna Werdha memiliki satu musholla yang terletak disebelah barat panti.f. Kebun dan kolamDibelakang panti terdapat kebun dan kolam ikan.

3.1.7 Hubungan Lintas Program dan Lintas Sektoral1. Lintas Program

Page 18: askep kogoomunitas lansia

Kegiatan yang ada di panti ini tidak hanya berasal dari Dinas Sosial tetapi ada juga kegiatan yang bekerja sama dengan Departemen Agama, bimbingan mental agama yang ada di wisma-wisma, dengan Debdikbud untuk pengadaan kegiatan dan lain sebagainya.2. Lintas SektoralPanti bekerjasama dengan RSUD Sidoarjo, RSU Malang, Puskesmas Pandaan, RSU Bangil, Pemda setempat.

3.1.8 Persyaratan Masuk Panti Sosial Tresna Werdha1. Lansia umur 60 tahun ke atas.2. Terlantar sosial dan ekonominya.3. Tidak ada yang menanggung kelangsungan hidupnya.4. Atas kemauan sendiri atau dipaksa.5. Tidak mempunyai penyakit menular/kronis yang membahayakan orang lain.6. Surat keterangan RT/RW.7. Surat rekomendasi dari kantor sosial kabupaten atau kota setempat.8. Surat keterangan sehat dari puskesmas setempat.9. Lulus seleksi dari petugas panti dan mengisi formulir yang disediakan oleh panti.

3.1.9 Distribusi Pendanaan Seluruh dana kegiatan yang diadakan di Panti berasal dari APBD/Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur.

3.2 Pengkajian3.2.1 Data Demografi1. Umur

Analisa dataBerdasarkan kriteria umur menurut World Health Organization (WHO), lansia terbanyak yang menghuni wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah dari kelompok umur 75-90 tahun yang termasuk yaitu dalam kategori lanjut usia tua (old) dengan prosentase 47,2%. 

2. Jenis kelamin

Analisa data Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa lansia terbanyak yang menghuni wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah perempuan dengan prosentase 72%. 

3. Status perkawinan

Analisa Data

Page 19: askep kogoomunitas lansia

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa status perkawinan terbanyak di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah janda dengan prosentase 63,8%.

4. Tingkat Pendidikan

Analisa dataBerdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan terbanyak di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah sekolah dasar dengan prosentase 52,8%. 

5. Agama 

Analisa dataBerdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa Agama yang dianut oleh lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah Islam dengan prosentase 88,8%. 

3.2.2 Kebiasaan sehari-hari 1. Pola makan

Analisa dataBerdasarkan data diatas dapat disimpulkan pola makan pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah 3 kali/hari dengan prosentase 94,6 %. Sebagian klien ada yang makan 1-2 kali/hari karena faktor spiritual (kepercayaan) seperti : puasa.

2. Pola minum 

Analisa dataBerdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola minum pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah >5 kali/hari dengan prosentase 38,9 %.

3. Pola mandi 

Analisa dataBerdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola mandi pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah 2 kali/hari dengan prosentase 66,7%.

4. Pola keramas 

Analisa dataBerdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola keramas pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah 1 kali/minggu dengan prosentase 66,7%.

Page 20: askep kogoomunitas lansia

5. Pola gosok gigi

Analisa dataBerdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola gosok gigi pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah 2 kali/hari dengan prosentase 66,7%.

6. Pola memotong kuku

Analisa dataBerdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola memotong kuku pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah 1 kali/minggu dengan prosentase 75%.

7. Pola ganti pakaian

Analisa dataBerdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola ganti pakaian pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah 1 dan 2 kali/hari dengan prosentase sama yaitu 50%.

8. Pola mencuci pakaian

Analisa dataBerdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola mencuci pakaian pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah 2-3 kali/minggu dengan prosentase 58,3%.

9. Pola berhias

Analisa dataBerdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola berhias pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah berhias dengan prosentase 83,3%.

3.2.3 Pola aktivitas1. Istirahat dan tidur

Analisa data Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa pola aktivitas (istirahat dan tidur) pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek adalah tidak terganggu dengan prosentase 80,6%.

2. Kegiatan panti (keagamaan)

Page 21: askep kogoomunitas lansia

Analisa dataBerdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan keagamaan pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak adalah tidak mengikuti dengan prosentase 55,6%.

3. Kegiatan keterampilan dan kesenian

Analisa dataBerdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan keterampilan dan kesenian pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak  adalah tidak mengikuti dengan prosentase 55,6% dikarenakan adanya beberapa faktor yaitu adanya cacat fisik, kurangnya minat untuk mengikuti kegiatan dan dan tempat jauh dari wisma.

4. Kegiatan bimbingan sosial 

Analisa data Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan bimbingan sosial pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak adalah tidak mengikuti dengan prosentase 52,8 % dikarenakan adanya beberapa faktor yaitu cacat fisik, kurangnya minat untuk mengikuti kegiatan dan tempat jauh dari wisma. 5. Kegiatan Senam Tera

Analisa dataBerdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan senam Tera pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak adalah tidak mengikuti dengan prosentase 61% dikarenakan kurangnya minat, kurangnya kesadaran, kurangnya informasi tentang kesehatan dan kecacatan fisik.

6. Kegiatan Pertanian,Perikanan, dan Perkebunan

Analisa data Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pertanian dan perkebunan pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak adalah tidak mengikuti dengan prosentase 80,6 %.

7. Kegiatan kebersihan lingkungan 

Analisa dataBerdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan kebersihan lingkungan pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak adalah mengikuti dengan prosentase 58,3%.

8. Kebiasaan yang merugikan kesehatan

Analisa data

Page 22: askep kogoomunitas lansia

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kebiasaan yang merugikan kesehatan pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak adalah tidak ada kegiatan yang merugikan kesehatan dengan prosentase 86,1%.

9. Kegiatan membersihkan rumah/kamar

Analisa dataBerdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan membersihkan rumah/kamar pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak adalah 2 kali/hari dengan prosentase 96,8 %.

10. Kegiatan membersihkan kamar mandi 

Analisa dataBerdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan membersihkan kamar mandi pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak adalah tidak pernah membersihkan kamar mandi dengan prosentase 52,8 % dikarenakan sebagian dari wisma telah membagi tugas pada masing-masing lansianya pada kegiatan lain-lain.11. Kegiatan membersihkan selokan 

Analisa dataBerdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan membersihkan selokan pada lanjut usia di wisma Kemuning, Cendana, Seruni, dan Anggrek terbanyak adalah tidak pernah membersihkan selokan dengan prosentase 100 % dikarenakan banyaknya selokan yang sudah rusak dan sebagian Wisma tidak memiliki selokan.

3.3 Data Subsistem3.3.1 LingkunganPanti Sosial Tresna Werdha didirikan dengan kapasitas tampung 110 orang dan menempati area seluas 16.960 m2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:Sebelah Selatan : Dusun KlampokSebelah Utara : Dusun TenggerSebelah Timur : Dusun SukunSebelah Barat : Dusun Rajeg Panti Sosial Tresna Werdha didirikan diatas tanah seluas 16.960 m2, tanah tersebut terbagi menjadi dua yaitu untuk perumahan dan untuk tempat pemakaman. Tanah untuk perumahan terbagi atas: Gedung wisma sebanyak 11 wisma meliputi wisma cendana, seruni, kenanga, mawar, melati, kemuning, teratai, dahlia, flamboyan. Gedung tersebut dibangun diatas tanah seluas 1320 m2. Wisma-wisma ini memiliki fasilitas diantaranya ruang tamu, kamar tidur, ruang rekreasi, dapur, dan kamar mandi. Gedung kantor seluas 210 m2. Gedung lokal kerja 70 m2. Musholla seluas 160 m2. Dapur umum seluas 160 m2. Aula seluas 160 m2. Pos satpam seluas 6 m2. Rumah dinas tipe 50. Rumah dinas tipe 36.Sumber air bersih berasal dari sumur bor yang terletak dibelakang wisma dan bantuan air dari perusahaan air minum Vivi. Setiap wisma minimal memiliki 1

Page 23: askep kogoomunitas lansia

kamar mandi, dan setiap wisma mempunyai septic tank sendiri dimana septic tank ini tidak terhubung antar yang satu dengan yang lainnya. Setiap wisma terdapat sarana pembuangan air limbah yang dialirkan sampai ke tempat pembuangan limbah akhir. Panti Sosial Tresna Werdha memiliki satu musholla yang terletak disebelah barat panti. Dibelakang panti terdapat kebun dan kolam ikan.

3.3.2 Pelayanan Kesehatan dan SosialPanti Sosial Tresna Werdha adalah unit pelaksanaan teknis dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur yang mempunyai tugas memberikan pelayanan sosial bagi para lansia, sehingga mereka dapat menikmati sisa hidupnya dengan diliputi ketentraman lahir dan batin.Kegiatan yang ada di panti ini tidak hanya berasal dari Dinas Sosial tetapi ada juga kegiatan yang bekerja sama dengan Departemen Agama, bimbingan mental agama yang ada di wisma-wisma, dengan Debdikbud untuk pengadaan kegiatan dan lain sebagainya. Selain itu, panti bekerjasama dengan RSUD Sidoarjo, RSU Malang, Puskesmas Pandaan, RSU Bangil, Pemda setempat untuk menunjang kondisi kesehatan para lansia.

3.3.3 EkonomiSeluruh dana kegiatan yang diadakan di Panti berasal dari APBD/Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur.

3.3.4 Transportasi dan KeamananUntuk kegiatan di dalam panti biasanya para lansia hanya berjalan kaki untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Panti juga menyediakan kendaraan berupa mobil untuk keadaan darurat, misalnya keadaan dimana lansia harus segera mendapat penanganan di rumah sakit. Selain itu, masing-masing wisma juga dijaga oleh tenaga keamanan yang diperkerjakan di panti tersebut.

3.3.5 Politik dan PemerintahanPanti Sosial Tresna Werdha Pandaan merupakan Unit Pelaksana Teknis dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur yang memiliki struktur organisasi sesuai dengan Perda Provinsi Jawa Timur No. 14 Tahun 2002 yang terdiri dari: Kepala Panti, Kelompok Jabatan Fungsional, Ka. Sub. Bagian Tata Usaha, Ka. Sie Unit Pelayanan Sosial Pandaan dan Bangkalan. Panti Sosial Tresna Werdha juga memiliki prosedur pelayanan yang sistemastis untuk mencapai lansia yang sejahtera. Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan memiliki 33 pegawai yang memiliki peran dan fungsinya masing-masing.

3.3.6 KomunikasiPanti Sosial Tresna Werdha memiliki fasilitas ruang tamu dan aula yang biasa dimanfaatkan oleh para lansia untuk berkumpul dan melakukan aktivitas sehari-hari.

3.3.7 PendidikanDalam Panti Sosial Tresna Werdha, para lansia banyak sekali difasilitasi dengan berbagai kegiatan yang meliputi kegiatan keagamaan, ketrampilan dan kesenian, bimbingan sosial serta senam tera yang bertujuan untuk menjaga kebugaran para lansia.

Page 24: askep kogoomunitas lansia

3.3.8 RekreasiPara lansia biasa mengisi waktunya dengan berbagai aktivitas yang diselenggarakan oleh panti. Di sela-sela aktivitas biasanya mereka mengobrol, membaca koran atau sekedar menonton TV di dalam ruangan rekreasi yang disediakan sebagai fasilitas panti. Selain itu lansia juga bisa berjalan-jalan di kebun belakang panti dan disana terdapat kolam ikan yang bisa digunakan untuk memancing.

3.4 Analisa DataNo  Data Masalah1. Data SubyektifBanyak lansia di wisma binaan mengatakan bahwa di lingkungan wisma banyak yang malas mandi dan merapikan tempat tidur sehingga baunya kurang sedap.

Data Objektif : Berdasarkan data yang didapatkan dari penyebaran kuisioner, ditemukan lansia yang tidak mencuci pakaian sebanyak 5,6%, lansia yang tidak mencuci rambut sebanyak 8,3% dan yang mandi 1x sebanyak 11,1% serta lansia yang tidak berhias sebanyak 22,7%. Berdasarkan data yang didapatkan dari penyebaran kuisioner, ditemukan lansia yang tidak pernah membersihkan kamar sebanyak 13,9% dan 69,6% lansia tidak pernah membersihkan kamar mandi.   Kurangnya kebersihan perorangan dan lingkungan2. Data SubjektifBanyak lansia mengatakan malas untuk mengikuti senam tera

Data Objektif : Berdasarkan data yang didapatkan dari penyebaran kuisioner, ditemukan bahwa 61% lansia tidak mengikuti senam tera. Berdasarkan data yang didapatkan dari penyebaran kuisioner, ditemukan bahwa 8,3% lansia merokok. Berdasarkan data yang didapatkan dari penyebaran kuisioner, ditemukan bahwa lansia yang makan 1 kali/hari sebanyak 2,7% dan 2 kali/hari sebanyak 2,7% Risiko penurunan derajat kesehatan

Page 25: askep kogoomunitas lansia

3.5 Kriteria Penapisan

DiagnosaKeperawatanKomunitas. Kriteria Penapisan Sesuai dengan peran perawat komunitas Jumlah yang berisiko Besarnya risiko Kemungkinan untuk pendidikan kesehatan Minat masyarakat Kemungkinan untuk diatasi Sesuai dengan program pemerintah Tersedia Sumber Sumber daya tempat Sumber daya waktu Sumber daya dana Sumber daya peralatan Sumber daya orang Jumlah SkorKurangnya kebersihan perorangan dan lingkungan 5 5 5 3 3 4 5 5 5 5 5 5 55Risiko penurunan derajat kesehatan 5 5 4 3 3 4 5 5 5 5 5 5 54KeteranganSkore         0-50 : Paling rendah1 : rendah2 : sedang3 : cukup4 : tinggi5: Paling tinggi

3.6 Prioritas Masalah1. Kurangnya kebersihan perorangan dan lingkungan.2. Risiko penurunan derajat kesehatan

3.7 Rencana KeperawatanDiagnosis Keperawatan Tujuan Intervensi Tanggal/ Waktu Tempat Penanggung Jawab Sasaran Evaluasi Jangka Panjang Jangka Pendek Proses  Hasil 

Page 26: askep kogoomunitas lansia

1.Kurangnya kebersihan perorangan dan lingkungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan komunitas di panti sosial Tresna Werdha selama 2 minggu diharapkan :1. Meningkatkan kebersihan perorangan pada lansia.2. Meningkatkan kebersihan lingkungan di tiap-tiap wisma.3. Menurunkan resiko penurunan derajat kesehatan pada lansia. 1. Lansia dapat menerapkan personal hygiene secara mandiri.2. Lansia dapat memenuhi kebersihan lingkungan di setiap wisma secara mandiri.Penurunan  derajat kesehatan pada lansia dapat berkurang secara bertahap.Lansia dapat terhindar dari resiko penularan penyakit. 1. Membe-rikan penyu-luhan keseha-tan tentang personal hygiene.2. Musya-warah dengan petugas panti tentang jadwal latihan personal hygiene.

Jum’at,14 Desember 2012 / 09.00 WIB Aula Panti Sosial Tresna Werdha Ka.Sie Unit Pelayanan Soial Pandaan dan Mahasiswa Para Lansia di Panti Tresna Werdha  1. Ham-pir semua kegiatan berja-lan sesuai rencana yang telah dibuat2. Da-lam setiap kegiatan para lansia me-nang-gapi de-ngan antusias.3. Da-lam setiap kegiatan terda-pat dalam bebe-rapa ham-batan dari lansia seper-ti, penu-runan pendenga-ran, pendidikan yang ren-dah dan lansia terse-but terjadi penu-runan daya ingat sehingga informasi yang diberikan ku-rang bisa diterima oleh para lansia 1. Terjadi pening-katan kebersihan pero-rangan pada lansia.2. Terjadi pening-katan keber-sihan ling-kungan dise-tiap wisma binaan.2. Risiko penurunan derajat kesehatan Setelah dilakukan asuhan keperawatan komunitas selama 2 minggu di panti sosial Tresna Werdha diharapkan:1. Meningkat-nya kesadaran mengikuti kegiatan senam tera.2. Meningkat-kan pola hidup sehat pada lansia. 1. Lansia dapat mengikuti kegiatan senam tera sesuai jadwal kegiatan.2. Melakukan kegiatan jalan pagi disekitar panti.3. Kebiasaan merokok beberapa lansia berkurang.4. Pola makan lansia teratur 1. Musya-warah dengan petugas panti tentang jadwal makan dan latihan senam tera.2. Memberikan motivasi pada para lansia agar melaku-kan senam tera.3. Membe-rikan pendidi-kan keseha-tan tentang kerugian merokok kepada para lansia Jum’at, 14 Desember 2012/ 09.00 WIB Halaman Panti Sosial Tresna Werdha Ka. Sie Unit Pelayanan Sosial Pandaan dan Mahasiswa Para Lansia di Panti Tresna Werdha 1. Ham-pir semua kegiatan berja-lan sesuai renca-na yang telah dibuat2. Da-lam setiap kegiatan para lansia me-nanggapi de-ngan antu-sias.3. Da-lam setiap kegiatan terda-pat dalam bebe-rapa ham-batan dari lansia seper-ti, penu-runan pendengar-an, pendi-dikan yang ren-dah dan lansia terse-but terjadi penu-runan daya ingat sehingga infor-masi yang diberikan ku-rang bisa diteri-ma oleh para lansia Terjadi peningkatan derajat kesehatan pada lansia.

3.8 POA (Planning Of Action)

Page 27: askep kogoomunitas lansia

No Nama Kegiatan Waktu/Tempat Penanggung Jawab dr mhsw PJ dari Pok Sus Sumber Dana1 Penyuluhan tentang Personal Hygiene Jum’at 14 Desember 2012/ Aula Panti Sosial Tresna Werdha. Ghora  Ibu Anik  Dana dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur2 Senam Tera Sabtu, 15 Desember 2012/ Halaman Panti Sosial Tresna Werdha Heni Ibu Anik  Dana dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur

3.9 Implementasi1. Penyuluhan Penyuluhan tentang Personal Hygiene dilakukan pada:Hari/Tanggal : Jum’at, 14 Desember 2012Tempat : Aula Panti social tresna werdhaWaktu : Pukul 09.00 WIBSasaran : Seluruh lansia penghuni Panti Sosial Tresna WerdhaYang dihadiri oleh lansia di Panti Sosial Tresna Werdha serta pemaparan oleh mahasiswa, dalam penyuluhan ini terdapat beberapa fase, yaitu :a. Fase pembukaanPada fase ini dimulai denagn  salam , perkenalan, validasi, serta penjelasan tujuan dari penyuluhan yaitu tentang personal hygiene.b. Fase penyampaian materi1. Pada fase ini mahasiswa menyampaikan materi penyuluhan mulai dari pengertian dari personal hygiene, serta faktor-faktornya kebutuhan kebersihan dan fungsi kulit, kebutuhan kebeersihan rambut dan pemeliharaan rambut, memasang kap kutu, kebutuhan gigi dan mulut.2. Selama materi penyuluhan peserta sangat antusias mendengarkan dan memperhatikan.c. Fase penutup1. Pada fase ini terdiri dari tanya jawab antara lansia dan mahasiswa.2. Penyuluh menjawab pertanyaan dari peserta.3. Penyuluh menyimpulkan materi penyuluhan.4. Penyuluh mengucapkan salam dan mengucapkan terima kasih.

2. Senam TeraKegiatan Senam Tera dilakukan pada:Hari/Tanggal : Sabtu, 15 Desember 2012Tempat : Halaman Panti social tresna werdhaWaktu : Pukul 07.00 WIBSasaran : Seluruh lansia penghuni Panti Sosial Tresna WerdhaYang dikuti oleh lansia di panti sosial Tresna Werdha serta pemaparan oleh mahasiswa, dalam penyuluhan ini terdapat beberapa fase, yaitu:d. Fase pembukaanPada fase ini dimulai dengan  salam , perkenalan, validasi, serta penjelasan tujuan dari senam tera. e. Fase penyampaian materi1. Pada fase ini mahasiswa memperagakan senam Tera.2. Selama senam peserta sangat antusias menggerakkan badannya.f. Fase penutupMahasiswa mengucapkan salam dan terima kasih.

Page 28: askep kogoomunitas lansia

BAB 4PENUTUP

4.1 Kesimpulan Berdasarkan data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner dan observasi, menunjukkan bahwa lansia di wisma Kemuning, Seruni, Cendana dan Anggrek tingkat perilaku hidup sehat pada khususnya personal hygiene atau kebersihan perorangan serta lingkungan tempat tinggal (kamar atau wisma) masih kurang memenuhi standart kesehatan. Jumlah klien di wisma Kemuning, Seruni, Cendana dan Anggrek sebanyak 36 lansia. Status personal hygiene kurang memenuhi standart kesehatan sekitar 43 %, dan personal hygiene cukup baik sebanyak 57% dari keseluruhan jumlah lansia di 4 wisma. Sedangkan, lingkungan wisma yang kurang bersih dari ke empat wisma tersebut sebanyak 75 % dan hanya 25 % yang kebersihan lingkungannya cukup baik. Dengan demikian, maka hal tersebut perlu perhatian khusus karena dapat berdampak kurang baik pada lansia di kemudian hari. Dari hasil yang telah dicapai, dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan pengetahuan, perilaku hidup sehat, kemauan dan kesadaran diri dari para lansia maka mahasiswa bersama petugas panti dan para ansia turut berperan aktif dalam mengatasi masalah personal hygiene pada lansia.

4.2 Saran Sesuai dengan kesimpulan, kelompok menganjurkan saran yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan yang ada sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan para lansia khususnya di wisma Kemuning, Seruni, Cendana dan Anggrek dan ruang isolasi Cempaka dan Flamboyan dapat terwujud :1. Pembinaan yang berkesinambungan dari petugas kesehatan panti sangat diperlukan untuk memotivasi lansia memelihara dan meningkatkan status

Page 29: askep kogoomunitas lansia

kesehatan khususnya melalui petugas yang ada dalam setiap wisma dan perlu peningkatan kesehatan lingkungan.2. Rencana tindak lanjut yang perlu di buat bersama lansia dan perlu di pantau dalam pelaksanaan dan hasilnya secara terus-menerus oleh petugas Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan.3. Setiap lansia di wisma diharapkan dapat memahami permasalahan kesehatan yang ada sekaligus melalui upaya-upaya kesehatan oleh lansia maupun dengan bantuan pelayanan yang baik.4. Pelayanan yang ada terus-menerus untuk melakukan penyuluhan kesehatan dan lingkungan pada lansia baik secara formal maupun secara informal untuk mengatasi masalah-masalah yang ada di Panti Sosial Tresna Werdha Pandaan.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Elizabeth T. dan Judith McFarlane. Buku Ajar Keperawatan Komunitas: Teori dan Praktik, Ed. 3. Jakarta: EGC.Bandiyah, Siti. 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.Ekasari, Mia Fatma, dkk. 2006. Panduan Pengalaman Belajar Lapangan: Keperawatan Keluarga, Keperawatan Gerontik, Keperawatan Komunitas. Jakarta: EGC.Maryam, R. Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.

Page 30: askep kogoomunitas lansia

FORMAT KUESIONER WAWANCARA 

Tanggal pengumpulan data : Wisma :I. Data Demografi1. Nama :2. Tempat dan tanggal lahir :3. Pendidikan terakhir :4. Agama :5. Status perkawinan :6. Tinggi badan / Berat badan :7. Penampilan umum :8. Ciri-ciri tubuh :9. Orang yang dapat dihubungi :10. Hubungan dengan klien :11. Alamat :

II. Kebiasaan Sehari-Hari 1. Makan…./hari 1x 2x 3x 2. Minum…./hari 1-2x 3-4x >5x

3. Mandi…./hari 1x 2x 3x

4. Keramas…./minggu Tidak 1x 2x 3x

5. Gosok gigi…./hari Tidak  1x 2x 3/lebih

6. Memotong kuku…./minggu Tidak  1x

Page 31: askep kogoomunitas lansia

7. Ganti pakaian…./hari Tidak Ya Ket : 1x 2/lebih

8. Mencuci pakaian…. Tidak Ya Ket : Setiap hari

2-3 hari 1 minggu 9. Berhias…. Tidak Ya

III. Pola Aktivitas 1. Istirahat tidur Tidur malam : …. Jam (….-…. WIB) Tidur siang : …. Jam (….-…. WIB) Jumlah : …. Jam 2. Olah raga…./minggu Tidak mengikuti mengikuti Ket : 1x         2x 3x Alasan :   3. Kegiatan panti a. Keagamaan Tidak mengikuti Mengikuti     Alasan :

b. Keterampilan dan kesenian : Tidak mengikuti Mengikuti     Alasan :

c. Bimbingan sosial Tidak mengikuti Mengikuti     Alasan :

d. Senam tera Tidak mengikuti Mengikuti     Alasan :

e. Pertanian  Tidak mengikuti Mengikuti     Alasan :

f. Kebersihan Masjid Tidak mengikuti Mengikuti     Alasan : g. Kebersihan Lingkungan  Tidak mengikuti Mengikuti     Alasan :

4. Kebiasaan yang merugikan kesehatan Tidak Ya Ket : Merokok Alkohol

Dll

5. Membersihkan rumah/kamar/…./hari

Page 32: askep kogoomunitas lansia

Tidak Ya Ket : 1x 2x Alasan :

6. Membersihkan kamar mandi…./minggu Tidak Ya Ket : 1x 2x Alasan :

7. Membersihkan selokan…./minggu Tidak Ya Ket : 1x 2x

Page 33: askep kogoomunitas lansia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang banyak membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup maupun tatanan sosial termasuk dalam bidang kesehatan yang sering dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu.

Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negative.

Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya, sebagai salah satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.

1.2. Rumusan Masalah

Apa definisi lansia ?

Bagaimana aspek sosial budaya yang berkaitan dengan pengaruh sosial budaya pada pasien lansia ?

Bagaimana cara mengkaji tentang mata rantai antara kebudayaan dan kesehatan ?

Apa saja pengaruh sosial budaya terhadap kesehatan pada pasien lansia ?

Bagaimana cara mengkaji tentang kebudayaan dan perubahannya ?

Aspek sosial dan kultural apa saja yang mempengaruhi pelayanan kesehatan lansia ?

Apa saja konsep - konsep yang relevan dengan budaya ?

Bagaimana konsep dasar M.Leininger ?

Bagaimana Asuhan Keperawatan pada lansia dengan gangguan sosial kultural?

Page 34: askep kogoomunitas lansia

1.3. Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui asuhan keperawatan lansia dari aspek sosial budaya .

1.3.2 Tujuan Khusus

Agar penyusun lebih mengetahui tentang peran sosial dan budaya lansia.

Sebagai bahan referensi yang terkait mengenai askep lansia.

Sebagai bahan belajar dan pengetahuan tentang penanganan lansia dalam lingkungan sosial .

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Lansia

Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuaan normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak (Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir dari rentangkehidupan.

Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).

Page 35: askep kogoomunitas lansia

Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000) sedangkan menuru UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos, 1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).

Lansia (lanjut usia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994).

Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998).

Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.

Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat.

Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (Suara Pembaharuan 14 Maret 1997).

2.2 Pengertian Sosial

Sosial dapat berarti kemasyarakatan. Sosial adalah keadaan dimana terdapat kehadiran orang lain. Kehadiran itu bisa nyata anda lihat dan anda rasakan, namun juga bisa hanya dalam bentuk imajinasi. Setiap anda bertemu orang meskipun hanya melihat atau mendengarnya saja, itu termasuk situasi sosial. Begitu juga ketika anda sedang menelpon, atau chatting (ngobrol) melalui internet. Pun bahkan setiap kali anda membayangkan adanya orang lain, misalkan melamunkan pacar, mengingat ibu bapa, menulis surat pada teman, membayangkan bermain sepakbola bersama, mengenang tingkah laku buruk di depan orang, semuanya itu termasuk sosial. Sekarang, coba anda ingat-ingat situasi dimana anda betul-betul sendirian. Pada saat itu anda tidak sedang dalam pengaruh siapapun. Bisa dipastikan anda akan mengalami kesulitan menemukan situasinya. Jadi,

Page 36: askep kogoomunitas lansia

memang benar kata Aristoteles, sang filsuf Yunani, tatkala mengatakan bahwa manusia adalah mahluk sosial, karena hampir semua aspek kehidupan manusia berada dalam situasi sosial.

2.2.1 Interaksi Sosial

Interaksi sosial adalah keadaan dimana seseorang melakukan hubungan saling berbalas respon dengan orang lain. Aktivitas interaksinya beragam, mulai dari saling melempar senyum, saling melambaikan tangan dan berjabat tangan, mengobrol, sampai bersaing dalam olahraga. Termasuk dalam interaksi sosial adalah chatting di internet dan bertelpon atau saling sms karena ada balas respon antara minimal dua orang didalamnya.

Berdasarkan sifat interaksi antara pelakunya, interaksi sosial dibedakan menjadi dua, yakni interaksi yang bersifat akrab atau pribadi dan interaksi yang bersifat non-personal atau tidak akrab. Dalam interaksi sosial akrab terdapat derajat keakraban yang tinggi dan adanya ikatan erat antar pelakunya. Hal itu mencakup interaksi antara orangtua dan anaknya yang saling menyayangi, interaksi antara sepasang kekasih, interaksi antara suami dengan istri, atau interaksi antar teman dekat dan saudara.

Sebagian besar interaksi sosial manusia adalah interaksi sosial tidak akrab. Umumnya interaksi dalam situasi kerja adalah interaksi tidak akrab. Termasuk juga ketika anda mengobrol dengan orang yang baru saja anda kenal, interaksi antar sesama penonton sepakbola di stadion, interaksi dalam wawancara kerja, interaksi antara penjual dan pembeli, dan sebagainya.

2.3 Peran pada Lansia

Sama seperti orang berusia madya harus belajar untuk memainkan peranan baru demikian juga dengan kaum lansia. Dalam kebudayaan dewasa ini, dimana efisiensi, kekuatan, kecepatan dan kemenarikan bentuk fisik sangat dihargai, mengakibatkan orang lansia sering dianggap tidak ada gunanya lagi. Karena mereka tidak dapat bersaing dengan orang-orang yang lebih muda dalam berbagai bidang tertentu dimana kriteria nilai sangat diperlukan, dan sikap sosial terhadap mereka tidak menyenangkan.

Lebih jauh lagi, orang lansia diharapkan untuk mengurangi peran aktifnya dalam urusan masyarakat dan sosial. Demikian juga dengan dunia usaha dan profesionalisme. Hal ini mengakibatkan pengurangan jumlah kegiatan yang dapat dilakukan oleh lansia, dan karenanya perlu mengubah beberapa peran yang masih dilakukannya.

Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi kaum lansia, pujian yang mereka hasilkan dihubungkan dengan peran usia tua bukan dengan keberhasilan mereka. Perasaan tidak berguna dan tidak diperlukan lagi bagi lansia menumbuhkan perasaan rendah diri dan kemarahan, yaitu suatu perasaan yang tidak menunjang proses penyesuaian sosial seseorang.

Sosial disini yang dimaksudkan adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai acuan dalam berinteraksi antar manusia dalam konteks masyarakat atau komuniti, sebagai acuan berarti sosial bersifat abstrak yang berisi simbol-simbol berkaitan dengan pemahaman terhadap lingkungan, dan berfungsi untuk

Page 37: askep kogoomunitas lansia

mengatur tindakan-tindakan yang dimunculkan oleh individu-individu sebagai anggota suatu masyarakat. Sehingga dengan demikian, sosial haruslah mencakup lebih dari seorang individu yang terikat pada satu kesatuan interaksi, karena lebih dari seorang individu berarti terdapat hak dan kewajiban dari masing-masing individu yang saling berfungsi satu dengan lainnya.

2.3.1 Peran dalam Sosial Masyarakat

Sebagian besar tugas perkembangan usia lanjut lebih banyak berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang daripada kehidupan orang lain. Orang tua diharapkan untuk menyesuaiakan diri dengan menurunkan kekuatan, dan menurunnya kesehatan secara bertahap. Hal ini sering diartikan sebagai perbaikan dan perubahan peran yang pernah dilakukan didalam maupun diluar rumah. Mereka juga diharapkan untuk mencari kegiatan untuk menganti tugas-tugas terdahulu yang menghabiskan sebagian besar waktu dikala masih muda dahulu.

Bagi beberapa lansia berkewajiban mengikuti rapat yang meyangkut kegiatan sosial dan kewajiban sebagai warga negara sangat sulit dilakukan karena kesehatan dan pendapatan yang menurun setelah mereka pensiun. Akibat dari menurunnya kesehatan dan pendapatan, maka mereka perlu menjadwalkan dan menyusun kembali pola hidup yang sesuai dengan keadaan saat itu, yang berbeda dengan masa lalu.

2.4 Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.

2.5 Permasalahan Sosial terkait Kesejahteraan Lansia

Berbagai permasalahan sosial yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan Lanjut Usia, antara lain sebagai berikut :

Page 38: askep kogoomunitas lansia

Permasalahan

Masih besarnya jumlah Lajut Usia yang berada dibawah garis kemiskinan.

Makin melemahnya nilai kekerabatan, sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dan dihormati, berhubung terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk keluarga kecil.

Lahirnya kelompok masyarakat industri, yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien, yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lanjut usia.

Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia dan masih terbatasnnya sarana pelayanan dan fasilitas khusus bagi lanjut usia dengan berbagai bidang pelayanan pembinaan kesejahteraan lanjut usia.

Belum membudaya dam melembaganya kegiatan pembinaan kesejateraan lanjut usia

Permasalahan Khusus

Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1998), berbagai permasalahan khusus yang berkaitan dengan kesejahteraan lanjut usia adalah sebagai berikut:

Berlangsungnya proses menjadi tua, yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial. Mundurnya keadaan fisik yang menyebabkan penuaan peran sosialnya dan dapat menjadikan mereka lebih tergantung kepada pihak lain.

Berkurangnya integrasi sosial Lanjut Usia, akibat produktivitas dan kegiatan Lanjut Usia menurun. Hal ini berpengaruh negatif pada kondisi sosial psikologis mereka yang merasa sudah tidak diperlukan lagi oleh masyarakat lingkungan sekitarnya.

Rendahnya produktivitas kerja lanjut usia dibandingkan dengan tenaga kerja muda dan tingkat pendidikan serta ketrampilan yang rendah, menyebabkan mereka tidak dapat mengisi lowongan kerja yang ada, dan terpaksa menganggur.

Banyaknya lanjut usia yang miskin, terlantar dan cacat, sehingga diperlukan bantuan dari berbagai pihak agar mereka tetap mandiri serta mempunyai penghasilan cukup.

Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan masyarakat individualistik, sehingga Lanjut Usia kurang dihargai dan dihormati serta mereka tersisih dari kehidupan masyarakat dan bisa menjadi terlantar.

Adanya dampak negatif dari proses pembangunan seperti dampak lingkungan, polusi dan urbanisasiyang dapat mengganggu kesehatan fisik lanjut usia.

2.6 Konsep-konsep yang Relefan dengan Budaya

a. Holisme / Seutuhnya.

Page 39: askep kogoomunitas lansia

Antropologi percaya bahwa kebudayaan adalah fungsi yang terintegrasi seluruhnya dengan bagian interelasi dan interdependensi. Demikian juga budaya lebih baik dipandang dan dianalisa secara menyeluruh. Berbagai komponen dari budaya seperti politik, ekonomi, agama, persaudaraan dan system kesehatan, melakukan fungsi yan terpisah tetapi kemudian bercampur membentuk perbuatan yang menyeluruh. Jadi untuk mengetahui system dari seseorang harus memandang masing-masing hubunganya dengan orang lain dan dari keseluruhan kulturnya (Benedict, 1934).

Perubahan budaya biasanya mengundang tantangan – tantangan baru dan berbagai masalah. Perubahan meliputi adaptasi kreatif dari perilaku yang terdahulu yang disebabkan Karena bahasa, adapt, kepercayaa, sikap, tujuan, undang – undang, tradisi dank ode moral. Pada saat yang terdahulu sudah keluar dari mode atau kurang bias diterima dan menjadi sumber konflik yang potensial (Elling, ((1977).

b. Enkulturasi

Adalah proses mendapatkan pengetahuan dan menghayati nilai-nilai. Melalui proses ini oran bias mendapatkan kompetensi dari budayanya sendiri. Anak-anak melihat orang tua dan mengambil kesimpulan tentang peraturan demi perilaku. Pola- pola perilaku menyajikan penjelasan untuk kejadian dalam penghidupan seperti, dilahirkan, maut, remaja, hamil, membesarkan anak, sakit penyakit .

c. Etnosentris

Adalah suatu kepercayaan bahwa hanya sendiri yang terbaik. Sangat penting bagi perawat untuk tidak berpendapat bahwa hanya caranya sendiri yang terbaik dan menganggap ide orang lkain tidak diketahui atuau di pandang rendah.

d. Stereotip

Stereotip atau sesuatu yang bersifat statis / tetap merupakan kepercayaan yang dibesar – besarkan dan gambaran yang dilukiskan dengan populer dalam media massa dan ilmu kebangsaan. Sifat ini juga menyebabkan tidak bekembangnya pemikiran seseorang.

e. Nilai – nilai Budaya

Sistem budaya mengandung berbagai orientasi nilai. Nilai merupakan bentuk kepercayaan bagaimana seseorang harus berperilaku , kepercayaan adalah sesuatu pertanyaan yang tujuannya berpegang kepada kebenaran tapi mungkin boleh atau tidak boleh berlandaskan kenyataan empiris. Salah satu elemen yang paling penting terbangun dalam budaya dan nilainya. Nilai ini bersama – sama memiliki budaya yang paling penting terbangun dalam budaya dan nilainya. Nilai ini bersama memberikan stabilitas dan keamanan budaya, menyajikan standart perilaku. Bila dua orang bersama – sama memiliki budaya yang serupa dan pengalamanya cenderung serupa nilai – nilai mereka akan serupa , walaupun dua orang tersebut tidak mungkin pola nilai yang tetap serupa , namun mereka cukup serupa untuk mengenal kesamaan dan utuk mengidentifkasi” yang lain sama sepeti saya” (Gooenough, 1966) .

Page 40: askep kogoomunitas lansia

Konsep budaya menurut Linton adalah : suatu tatanan pola perilaku yang dipelajari, diciptakan, serta ditularkan di antara suatu anggota masyarakat tertentu . Batasan budaya menurut Koentjaraningrat adalah : keseluruhan system gagasan , tindakan dan Hasil karyamanusia, dalam rangka kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.Karakteristik budaya menurut TO. Ihromi adalah :

Budaya diciptakan dan ditransmisikan lewat proses belajar .

Budaya dimiliki bersama oleh sekelompok manusia dan merupakan pola kelakuan umum.

Budaya merupakan mental blue print.

Penilaian terhadap budaya bersifat relatif . Budaya bersifat dinamis, adaptif dan integratif.Pemahaman akan konsep budaya, membawa kita pada kesimpulan bahwa gagasan, perasaan dan perilakumanusia dalam kehidupan sosialnya sangat dipengaruhi oleh budaya yang berlaku di masyarakat. Demikianpula pergeseran ataupun perubahan pada tatanan budaya dalam suatu masyarakat akan diiringi denganperubahan perilaku dari individu yang hidup di dalamnya.Budaya tercipta sebagai upaya manusia untuk beradaptasi terhadap masalah -masalah yang timbul dari lingkungan hidupnya. Selanjutnya budaya mempengaruhi pembentukan dan perkembangan kepribadian manusia dalam kelompoknya. Interaksi keduanya membentuk suatu pola spesifik perilaku, proses pikir,emosi dan persepsi individu atau kelompok dalam bereaksi terhadap tekanan-tekanan kehidupan. Dengan demikian dapat dimengerti peranan budaya dalam masalah kesehatan jiwa.

2.7 Perbedaan Budaya

Sesungguhnya karena tradisi berbeda budaya dan peningkatan mobilitas dan memiliki standart perilaku yang sama. Individu yang dibesarkan dalam kelompok seperti itu mengikuti budaya oleh norma-norma yang menentukan jalan pikiran dan perilaku mereka .

a. Kolektifitas Etnis adalah kelompok dengan asal yang umum, perasaan identitas dan memiliki standart perilaku yang sama. Individu yang bedasarkan dalam kelompok seperti itu mengikuti budaya oleh norma-norma yang menentukan jalan ikiran dan perilaku mereka ( Harwood, 1981 ) .

b. Shok Budaya adalah salah satu sebab karena bekerja dengan individu yang latar belakang kulturnya berbeda. Shock budaya sebagai perasaan yang tidak ada yang menolong ketidaknyamanan dan kondisi disoirentasi yang dialami oleh orang luar yang berusaha beradaptasi secara komprehensif atau secara efektif dengan kelompok yang berbeda akibat akibat paraktek nilai-nilai dan kepercayaan.( Leininger, 1976). Perawat dapat mengurangi shock budaya dengan mempelajari tentang perpedaan kelompok budaya dimana ia terlibat. Pemting untuk perawat mengembangkan hormat kepada orang lain yang berbeda budaya sambil menghargai perasaan dirinya. Praktik perawatan kesehatan memerlukan toleransi kepercayaan yang bertentangan dengan perawat.

c. Pola Komunikasi

Kendala yang paling nyata timbul bila kedua orang berbicara dengan bahasa ang berbeda. Kebiasaan berbahasa dari klien adalah salah satu cara untuk melihat isi dari budaya. Menurut Kluckhohn,1972,

Page 41: askep kogoomunitas lansia

bahwa tiap bahasa adalah merupakan jalan khusus untuk meneropong dan interprestasi pengalaman tiap bahasa membuat tatanan seluruhnya dari asumsi yang tidak disadari tetang dunia dan penghidupan. Kendala untuk komunkasi bisa saja terjadi walaupun individu berbicara dengan bahasa yang sama. Perawat kadang kesulitan untuk menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang sederhana, bebas dari bahasa yang jlimet yang klien bisa menagkap. Sangat penting untuk menentukan ahwa pesan kita bisa diterima dan dimengerti maksudnya .

d. Jarak Pribadi dan Kontak

Jarak pribadi adalah ikatan yang tidak terlihat dan fleksibel. Pengertian tentang jarak pribadi bagi perawat kesehatan masyarakat memungkinkan proses pengkajian dan peningkatan interaksi perawat klien. Profesional kesehatan merasa bahwa mereka mempunyai ijin keseluruh daerah badan klien. Kontak yang dekat sering diperlukan perawat saat pemeriksaan fisik, perawat hendaknya berusaha untuk mengurangi kecemasan dengan mengenal kebutuhan individu akan jarak dan berbuat yang sesuai untuk melindungi hak privasi.

e. Padangan Sosiokultural tentang Penyakit dan Sakit

Budaya mempengaruhi harapan dan persepsi orang mengenai gejala cra memberi etika kepada penyakit, juga mempengaruhi bilamana, dan kepada siapa mereka harus mengkomunikasikan masalah – masalah kesehatan dan berapa lama mereka berada dalam pelayanan. Karena kesehatan dibentuk oleh faktor – faktor budaya, maka terdapat variasi dari perilaku pelayanan kesehatan, status kesehatan, dan pola – pola sakit dan pelayanan didalam dan diantara budaya yang berbeda – beda.

Perilaku pelayanan kesehatan merujuk kepada kegiatan-kegiatan sosial dan biologis individu yang disertai penghormatan kepada mempertahankan akseptabilitas status kesehatan atau perubahab kondisi yang tidak bisa diterima. Perilaku pelayanan kesehatan dan status kesehatan saling keterkaitkan dan sistem kesehatan ( Elling, 1977 ).

2.8 Hubungan sosial budaya dengan lansia

Kebudayaan merupakan sikap hidup yang khas dari sekelompok individu yang dipelajari secara turun temurun , tetapi sikap hidup ini ada kalanya malah mengundang resiko bagi timbulnya suatu penyakit . Kebudayaan tidak dibatasi oleh suatu batasan tertentu yang sempit , tetapi mempunyai struktur-struktur yang luas sesuai dengan perkembangan dari masyarakat itu sendiri.

Kebudayaan yang dianut oleh masyarakat tertentu tidaklah kaku dan bisa untuk di rubah, tantangannya adalah mampukah seorang perawat memberikan penjelasan dan informasi yang rinci tentang pelayanan kesehatan asuhan keperawatan yang akan di berikan kepada lansia .

Sikap budaya terhadap warga usia lanjut mempunyai implikasi yang dalam terhadap kesejahteraan fisik maupun mental mereka. Pada masyarakat tradisional warga usia lanjut ditempatkan pada kedudukan yang terhormat, sebagai Pinisepuh atau Ketua Adat dengan tugas sosial tertentu sesuai adat istiadatnya, sehingga warga usia lanjut dalam masyarakat ini masih terus memperlihatkan

Page 42: askep kogoomunitas lansia

perhatian dan partisipasinya dalam masalah - masalah kemasyarakatan. Hal ini secara tidak langsung berpengurah kondusif bagi pemeliharaan kesehatan fisik maupun mental mereka.

Sebaliknya struktur kehidupan masyarakat modern sulit memberikan peran fungsional pada warga usia lanjut,posisi mereka bergeser kepada sekedar peran formal, kehilangan pengakuan akan kapasitas dan kemandiriannya. Keadaan ini menyebabkan warga usia lanjut dalam masyarakat modern menjadi lebih rentan terhadap tema - tema kehilangan dalam perjalanan hidupnya. Era globalisasi membawa konsekuensi pergeseran budaya yang cepat dan terus – menerus , membuat nilai - nilai tradisional sulit beradaptasi. Warga usia lanjut yang hidup pada masa sekarang,seolah-olah dituntut untuk mampu hidup dalam dua dunia yakni : kebudayaan masa lalu yang telah membentuk sebagian aspek dari kepribadian dan kekinian yang menuntut adaptasi perilaku. Keadaan ini merupakan ancaman bagi integritas egonya, dan potensial mencetuskan berbagai masalah kejiwaan .

2.9 Mata Rantai Antara Kebudayaan dan Kesehatan Lansia

Didalam masyarakat sederhana, kebiasaan hidup dan adat istiadat dibentuk untuk mempertahankan hidup diri sendiri dan kelangsungan hidup suku mereka. Berbagai kebiasaan dikaitkan dengan kehamilan, kelahiran, pemberian makanan bayi, yang bertujuan supaya reproduksi berhasil, ibu dan bayi selamat. Dari sudut pandang modern ,tidak semua kebiasaan itu baik. Ada beberapa yang kenyataannya malah merugikan.

Menjadi sakit memang tidak diharapkan oleh semua orang apalagi penyakit-penyakit yang berat dan fatal. Masih banyak masyarakat yang tidak mengerti bagaimana penyakit itu dapat menyerang seseorang. Ini dapat dilihat dari sikap mereka terhadap penyakit tersebut. Ada kebiasaan dimana setiap orang sakit diisolasi dan dibiarkan saja. Kebiasaan ini ini mungkin dapat mencegah penularan dari penyakit-penyakit infeksi seperti cacar dan TBC.

Bentuk pengobatan yang di berikan biasanya hanya berdasarkan anggapan mereka sendiri tentang bagaimana penyakit itu timbul. Kalau mereka menganggap penyakit itu disebabkan oleh hal-hal yang supranatural atau magis, maka digunakan pengobatan secara tradisional. Pengobatan modern dipilih bila meraka duga penyebabnya adalah faktor ilmiah. Ini dapat merupakan sumber konflik bagi tenaga kesehatan, bila ternyata pengobatan yang mereka pilih berlawanan dengan pemikiran secara medis.

Didalam masyarakat industri modern iatrogenic disease merupakan problema. Budaya menuntut merawat penderita di rumah sakit, pada hal rumah sakit itulah tempat ideal bagi penyebaran kuman-kuman yang telah resisten terhadap anti biotika .

2. 10 Permasalahan Aspek Sosial Budaya

Menurut Setiabudhi (1999), permasalahan sosial budaya lansia secara umum yaitu masih besarnya jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan, makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati, berhubung terjadi

Page 43: askep kogoomunitas lansia

perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk keluarga kecil, akhirnya kelompok masyarakat industri yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lansia, masih rendahnya kuantitas tenaga professional dalam pelayanan lansia dan masih terbatasnya sarana pelayanan pembinaan kesejahteraan lansia, serta belum membudayanya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia .

2.10.1 Kebudayaan dan Perubahannya

Tentu saja kebudayaan itu tidak statis , kecuali mungkin pada masyarakat pedalaman yang terpencil . Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan lansia biasanya dipelajari pada masyarakat yang terisolasi dimana cara - cara hidup mereka tidak berubah selama beberapa generasi , walaupun mereka merupakan sumber data - data biologis yang penting dan model antropologi yang berguna , lebih penting lagi untuk memikirkan bagaimana mengubah kebudayaan mereka itu. Pada Negara dunia ke 3 laju perkembangan ini cukup cepat, dengan berkembangnya suatu masyarakat perkotaan dari masyarakat pedesaan. Ide-ide tradisional yang turun temurun, sekarang telah di modifikasi dengan pengalaman-pengalaman dan ilmu pengetahuan baru. Sikap terhadap penyakit pun banyak mengalami perubahan .Kaum muda dari pedesaan meninggalkan lingkungan mereka menuju kekota. Akibatnya tradisi budaya lama di desa makin tersisih. Meskipun lingkungan dari masyarakat kota modern dapat di kontrol dengan tekhnologi, setiap individu didalamnya adalah subjek dari pada tuntutan ini, tergantung dari kemampuannya untuk beradaptasi.

Problema dalam menganalisa perubahan kebudayaan apakah memberikan dampak yang sangat besar sulit diukur, sebagai contoh kenaikan tekanan darah pada para penduduk yang berimigrasi ke kota. Kenyataan ini tidak dapat di pungkiri . Bila mana budaya itu berubah suatu adaptasi yang sukses tidak hanya tergantung pada Setiap masyarakat faktor lingkungan dan biologis. Kemampuan untuk memodifikasi beberapa segi budaya juga penting .

2.10.2 Kebudayaan dan Asuhan Keperawatan pada Lansia

Bila suatu bentuk pelayanan kesehatan baru diperkenalkan ke dalam suatu masyarakat dimana faktor-faktor budaya masih kuat. Biasanya dengan segera mereka akan menolak dan memilih cara pengobatan tradisional sendiri. Apakah mereka akan memilih cara baru atau lama, akan memberi petunjuk kepada kita akan kepercayaan dan harapan pokok mereka lambat laun akan sadar apakah pengobatan baru tersebut berfaedah , sama sekali tidak berguna, atau lambat memberi pegaruh. Namun mereka lebih menyukai pengobatan tradisional karena berhubungan erat dengan dasar hidup mereka. Maka cara baru itu akan dipergunakan secara sangat terbatas, atau untuk kasus-kasus tertentu saja.

Pelayanan kesehatan yang modern oleh sebab itu harus disesuaikan dengan kebudayaan setempat, akan sia-sia jika ingin memaksakan sekaligus cara-cara modern dan menyapu semua cara-cara tradisional . Bila tenaga kesehatan berasal dari lain suku atau bangsa, sering mereka merasa asing dengan penduduk setempat . ini tidak akan terjadi jika tenaga kesehatan tersebut berusaha

Page 44: askep kogoomunitas lansia

mempelajari kebudayaan mereka dan menjembatani jarak yang ada diantara mereka. Dengan sikap yang tidak simpatik serta tangan besi, maka jarak tersebut akan semakin lebar. Setiap masyarakat mempunyai cara pengobatan dan kebiasaan yang berhubungan dengan ksehatan masing-masing. Sedikit usaha untuk mempelajari kebudayaan mereka akan mempermudah memberikan gagasan yang baru yang sebelumnya tidak mereka terima.

Pemuka - pemuka di dalam masyarakat itu harus diyakinkan sehingga mereka dapat memberikan dukungan dan yakin bahwa cara - cara baru tersebut bukan untuk melunturkan kekuasaan mereka tetapi sebaliknya akan memberikan manfaat yang lebih besar .Pilihan pengobatan dapat menimbulkan kesulitan. Misalnya , bila pengobatan tradisional biasanya mengunakan cara-cara menyakitkan seperti mengiris-iris bagian tubuh atau dengan memanasi penderita , akan tidak puas hanya dengan memberikan pil untuk diminum . Hal tersebut diatas bisa menjadi suatu penghalang dalam memberikan pelayanan kesehatan, tapi dengan berjalannya waktu mereka akan berfikir dan menerima.

2.10.3 Sosial dan Kultural yang Mempengaruhi Asuhan Keperawatan Pada Lansia

Yang dipakai sebagai pokok pembicaraan dari bab ini adalah tentang kesehatan lansia yang bukan hanya berdasarkan pengetahuan dari penyakit fisik saja , tetapi juga atas pengaruh dari sosial kultural . Sering kali perawat harus merencanakan dan memberikan asuhan kepada individu / keluarga ‘pasien lansia ‘ yang kepercayaan kesehatannya berbeda dari faham perawat . Guna memberikan pelayanan yang efektif dan cocok perawat harus mengenal pentingnya pengaruh budaya dan lain - lain kultural .

Secara sosial seseorang yang memasuki usia lanjut juga akan mengalami perubahan- perubahan. Perubahan ini akan lebih terasa bagi seseorang yang menduduki jabatan atau pekerjaan formal. la akan merasa kehilangan semua perlakuan yang selama ini didapatkannya seperti dihormati, diperhatikan dan diperlukan. Bagi orang-orang yang tidak mempunyai waktu atau tidak merasa perlu untuk bergaul diluar lingkungan pekerjaannya, perasaan kehilangan ini akan berdampak pada semangatnya, suasana hatinya dan kesehatannya. Di dalam keluarga, peranannya-pun mulai bergeser. Anak-anak sudah "jadi orang", mungkin sudah punya rumah sendiri, tempat tinggalnya mungkin jauh. Rumah jadi sepi, orangtua seperti tidak punya peran apa-apa lagi.

2.11 Asuhan Keperawatan Gangguan Sosialcultural pada Lansia

2.11.1 Definisi

Proses asuhan keperawatan pada usia lanjut adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk memberikan bantuan, bimbingan, pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut usia secara individu, seperti di rumah/lingkungan keluarga, panti werda maupun puskesmas, yang diberikan oleh perawat untuk asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan, diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti (Depkes, 1993 1b).

Page 45: askep kogoomunitas lansia

2.11.2 Klasifikasi

Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada kelompok lanjut usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain;

Lanjut usia aktif, asuhan keperawatan dapat berupa dukungan tentang personal hygiene, kebersihan gigi dan mulut atau pembersihan gigi palsu, kebersihan diri termasuk kepala, rambut, badan, kuku, mata, serta telinga; kebersihan lingkungan seperti tempat tidur dan ruangan; makanan sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariasi dan mudah dicerna, dan kesegaran jasmani.

Lanjut usia pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia pasif pada dasarnya sama seperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga atau petugas.

2.11.3 Pendekatan Perawatan Lansia

Pendekatan fisik

Perawatan yang memperhatikan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang dialami klien lanjut semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau ditekan progrevitasnya.

Perawatan fisik secara umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian, yakni:

Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-hari masih mampu melakukan sendiri.

Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit, perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lanjut usia ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk memepertahankan kesehatannya. Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha menceggah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian.

Di samping itu, kemunduran kondisi fisik akibat proses ketuaan, dapat mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar.

Untuk klien lanjut usia yang masih aktif dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidurnya, hal makanan, cara memakan obat, dan cara pindah dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting karena meskipun tidak selalu, keluhan-keluhan yang dikemukakan atau gejala-gejala yang ditemukan memerlukan perawatan, tidak jarang para klien lanjut usia dihadapkan pada dokter dalam keadaan gawat yang memerlukan tindakan darurat dan intensif.

Page 46: askep kogoomunitas lansia

Adapun komponen pendekatan fisik yang lebih mendasar adalah memperhatikan dan membantu para klien lanjut usia untuk bernafas dengan lancar, makan termasuk memilih dan menentukan makanan, minum, melakuan eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu berjalan, duduk, merubah posisi tiduran, beristirahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian, mempertahankan suhu badan, melindungi kulit dan kecelakaan.

Toleransi terhadap kekurangan O2 sangat menurun pada klien lanjut usia, untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus dicegah dengan posisi bersandar pada beberapa bantal, jangan makan terlalu banyak dan jangan melakukan gerak badan yang berlebihan.

Pendekatan psikis

Di sini perawat mempunyai peranan penting mengadakan pendekatan edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip “Tripple S”, yaitu Sabar, Simpatik, dan Service.

Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari lingkungan, termasuk perawat yang memberikan perawatan. Untuk itu perawat harus selalu menciptakan suasana aman, tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya.

Perawat harus dapat membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, rasa rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik, dan kelainan yang dideritanya.

Hal ini perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi bersama dengan berlanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi , berkurangnya kegairahan keinginan , peningkatan kewaspadaan, perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran di waktu siang, dan pergeseran libido.

Perawat harus sabar mendengarkan cerita-cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan mentertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa atau kesalahan. Harus diingat, kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan tertentu.

Bila perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan-lahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa lanjut usia ini mereka dapat merasa puas dan bahagia.

Pendekatan social

Page 47: askep kogoomunitas lansia

Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat dalam pendekatan sosial. Memberikan kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan sosial ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya perawat dapat menciptakan hubungan social antara lanjut usia dan lanjut usia dan perawat sendiri.

Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, menonton film, atau hiburan-hiburan lain.

Para lanjut usia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar, seperti menonton televisi, mendengarkan radio, atau membaca surat kabar dan majalah. Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam perawatan tidak kalah pentingnya dengan upaya pengobatan medis dalam proses penyembuhan atau ketenangan para klien lanjut usia.

Tidak sedikit klien tidak dapat tidur karena stress, stress memikirkan penyakit, biaya hidup, keluarga yang di rumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Untuk menghilangkan rasa jemu dan menimbulkan perhatian terhadap sekelilingnya perlu diberi kesempatan kepada lanjut usia untuk menikmati keadaan di luar, agar merasa masih ada hubungan dengan dunia luar.

Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian di antara lanjut usia (terutama yang tinggal dipanti werda), hal ini dapat diatasi dengan berbagai usaha, antara lain selalu mengadakan kontak dengan mereka, senasib dan sepenanggungan, dan punya hak dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia dipanti werda.

Pendekatan spiritual

Perawat harus bias memberikan ketentuan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan tujuan atau agama yang dianutnya, terutama bila klien lanjut usia dalam keadaan sakit atau mendekati kematian.sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menekati kematian, DR Toni Setyobudhi mengemukakan bahwa maut sering kali menggugah rasa takut. Rasa takut semacam ini di dasari oleh berbagai macam faktor seperti, ketidakpastian pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit/penderitaan yang sering menyertainya, dan kegelisahan untuk tidak kumpul lagi dengan keluarga/lingkungan sekitarnya.

Dalam menghadapi kematian, setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi-reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara mereka menghadapi hidup ini. Sebab itu, perawat harus meneliti dengan cermat di manakah letak kelemahan dan di mana letak kekuatan klien, agar perawat selanjutnya akan lebih terarah lagi. Bila kelemahan terletak pada segi spiritual, sudah seelayaknya perawat dan tim berkewajiban mencari upaya agar klien lanjut usia ini dapat diringankan penderitaannya. Perawat bisa memberikan kesempatan pada klien lanjut usia untuk melaksanakan ibadahnya, atau secara langsung memberikan bimbingan rohani dengan

Page 48: askep kogoomunitas lansia

menganjurkan melaksanakan ibadahnya seperti membaca kitab atau membantu lanjut usia dalam menunaikan kewajiban terhadap agama yang dianutnya.

Apabila kegelisahan yang timbul disebabkan oleh persoalan keluarga, maka perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa keluarga tadi ditinggalkan, masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan bila ada rasa bersalah yang menghantui pikiran lanjut usia, segera perawat segera menghubungi seorang rohaniawan untuk dapat mendampingi lanjut usia dan mendengarkan keluhan-keluhannya maupun pengakuan-pengakuannya.

Umumnya pada waktu kematian akan datang, agama atau kepercayaan seseorang merupakan faktor yang penting sekali. Pada waktu inilah kehadiran seorang imam sangat perlu untuk melapangkan dada klien lanjut usia.

Dengan demikian pendekatan perawat lanjut usia bukan hanya terhadap fisik, yakni membantu mereka dalam keterbatasan fisik saja, melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama mereka.

2.11.4 Tujuan Asuhan Keperawatan Lansia

Agar lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri.

Mempertahankan kesehatan dan kemampuan dari mereka yang usianya telah lanjut usia dan jalan perawatan dan pencegahan.

Membantu mempertahankan serta membesarkan semangat hidup klien lanjut usia.

Merawat dan menolong klien lanjut usia yang menderita penyakit atau mengalami gangguan tertentu (kronis maupun akut).

Merangsang para petugas kesehatan untuk dapat mengenal dan menegakkan diagnosa yang tepat dan dini, bila mereka menjumpai suatu kelainan tertentu.

Mencari upaya semaksimal mungkin, agar para klien lanjut usia yang menderita suatu penyakit atau gangguan , masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu suatu pertolongan

2.11.5 Fokus Keperawatan Lansia

Peningkatan kesehatan (health promotion).

Pencegahan penyakit (preventif).

Mengoptimalkan fungsi mental.

Mengatasi gangguan kesehatan yang umum.

2.12 APLIKASI TEORI MADELEINE LEININGER

Page 49: askep kogoomunitas lansia

2.12.1 Konsep Awal

Leininger (1978) mendefinisikan transkultural di keperawatan sebagai: “ bidang kemanusiaan dan pengetahuan pada studi formal dan praktik dalam keperawatan yang difokuskan pada perbedaan studi budaya yang melihat adanya perbedaan dan kesamaan dalam perawatan, kesehatan, dan pola penyakit didasari atas nilai-nilai budaya, kepercayaan dan praktik budaya yang berbeda di dunia, dan menggunakan pengetahuan untuk memberikan pengaruh budaya yang spesifik pada masyarakat.”

Tiga tipe budaya yang berhubungan dengan keputusan dan tindakan dipakai untuk menyakinkan bahwa pelayanan keperawatan memberikan penyesuian tentang nilai dan norma. Hal tersebut adalah :

Budaya asuhan kultural

Keputusan dan tindakan dirancang untuk membantu mendukung, atau meningkatkan kemampuan pasien untuk memelihara atau mempertahankan kesehatan, menyembuhkan sakit dan kematian.

Akomodasi asuhan kultural

Keputusan dan tindakan dirancang untuk membantu, mendukung atau meningkatkan kemampuan pasien untuk mengadaptasi atau merundingkan kemampuan atau kepuasan status kesehatan atau kematian.

Pengolahan ulang asuhan kultural

Keputusan dan tindakan dirancang untuk membantu, menyongkong atau menampukan pasien untuk merubah cara hidup ke pola yang baru atau berbeda yang secara budaya berarti dan memuaskan atau mendukung pemanfaatan dan pola hidup sehat.

2.12.2 Paradigma Keperawatan Teori Keperawatan Leininger

a. Manusia / pasien

Manusia adalah individu atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini yang berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan tindakan. Manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada.

b. Kesehatan

Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki pasien dalam mengisi kehidupannnya

c. Lingkungan

Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana pasien dengan budayanya saling berinteraksi, baik lingkungan fisik, sosial dan simbolik.

d. Keperawatan

Page 50: askep kogoomunitas lansia

Keperawatan dipandang sebagai suatu ilmu dan kiat yang diberikan kepada pasien dengan berfokus pada prilaku, fungsi dan proses untuk meningkatkan dan mempertahankan kesehatan atau pemulihan dari sakit.

2.12.3 Konsep Utama Teori Transkultural

1. Culture Care

Nilai-nilai, keyakinan, norma, pandangan hidup yang dipelajari dan diturunkan serta diasumsikan yang dapat membantu mempertahankan kesejahteraan dan kesehatan serta meningkatkan kondisi dan cara hidupnya.

World View

Cara pandang individu atau kelompok dalam memandang kehidupannya sehingga menimbulkan keyakinan dan nilai.

Culture and Social Structure Dimention

Pengaruh dari factor-faktor budaya tertentu (sub budaya) yang mencakup religius, kekeluargaan, politik dan legal, ekonomi, pendidikan, teknologi dan nilai budaya yang saling berhubungan dan berfungsi untuk mempengaruhi perilaku dalam konteks lingkungan yang berbeda

Generic Care System

Budaya tradisional yang diwariskan untuk membantu, mendukung, memperoleh kondisi kesehatan, memperbaiki atau meningkatkan kualitas hidup untuk menghadapi kecacatan dan kematiannya.

Profesional system

Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan yang memiliki pengetahuan dari proses pembelajaran di institusi pendidikan formal serta melakukan pelayanan kesehatan secara professional.

Culture Care Preservation

Upaya untuk mempertahankan dan memfasilitasi tindakan professional untuk mengambil keputusan dalam memelihara dan menjaga nilai-nilai pada individu atau kelompok sehingga dapat mempertahankan kesejahteraan.

Culture Care Acomodation

Teknik negosiasi dalam memfasilitasi kelompok orang dengan budaya tertentu untuk beradaptasi/berunding terhadap tindakan dan pengambilan kesehatan.

Cultural Care Repattering.

Menyusun kembali dalam memfasilitasi tindakan dan pengambilan keputusan professional yang dapat membawa perubahan cara hidup seseorang.

Culture Congruent / Nursing Care

Page 51: askep kogoomunitas lansia

Suatu kesadaran untuk menyesuaikan nilai-nilai budaya / keyakinan dan cara hidup individu/ golongan atau institusi dalam upaya memberikan asukan keperawatan yang bermanfaat.

2.12.4 Transkultural Care Dengan Proses Keperawatan

Model konseptual asuhan keperawatan transkultural dapat dilihat pada gambar berikut :

Penerapan teori Leineger (Sunrise Model) pada proses keperawatan dapat dijelaskan sebagai berikut :

Proses Keperawatan Sunrise Model

Pengkajian dan Diagnosis

Pengkajian terhadap Level satu, dua dan tiga yang meliputi :

Level satu : World view and Social system level

Level dua : Individual, Families, Groups communities and

Institution in diverse health system

Level tiga : Folk system, professional system and nursing

Perencanaan dan Implementasi

Level empat : Nursing care Decition and Action

Culture Care Preservation/maintanance

Culture Care Accomodation/negotiations

Culture Care Repatterning/restructuring

Evaluasi

2.12.5 Analisis Teori Transcultural Nursing

1. Kemampuan teori menghubungkan konsep dalam melihat penomena

Teori Transcultural Nursing yang digambarkan dalam Sunrise Model menunjukan bahwa level satu dan dua dari teori memilki banyak kesamaan dengan beberapa teori keperawatan lainnya sedangkan pada level ketiga dan keempat memiliki perbedaan spesifik dan bersifat unik jika dibandingkan dengan teori lainnya.

2. Tingkat Generalisasi Teori

Teori dan model yang dikemukan oleh Leininger relatif tidak sederhana, namun demikian teori ini dapat didemontrasikan dan diaplikasikan sehingga dapat diberikan justifikasi dan pembenaran bagaimana konsep-konsep yang dikemukakan saling berhubungan.

3. Tingkat Kelogisan Teori

Page 52: askep kogoomunitas lansia

Kelogisan teori Leininger adalah pada fokus dari pandangganya dengan melihat bahwa latar belakang budaya pasien (individu, keluarga, kelompok, masyarakat) yang berbeda sebagai bagian penting dalam rangka pemberian asuhan keperawatan.

4. Testabilitas teori

Teori Cultural care diversity and Universality dikembangkan berdasarkan atas riset kualitatif dan kuantitatif.

5. Kemanfaatan Teori bagi Peningkatan Body Of Knowledge

Beberapa penelitian tentang konsep perawatan dengan memperhatikan budaya telah memberikan arti akan pentingnya pengetahuan dan pemahaman tentang perbedaan dan persamaan budaya dalam praktek keperawatan.

6. Kemanfaatan Teori pada Pengembangan Praktek Keperawatan

Teori ini sangat relevan dan dapat diterapkan secara nyata dalam praktek keperawatan, karena teori ini mengemukakan adanya pengaruh perbedaan budaya terhadap perilaku hidup sehat. Dan dalam aplikasinya teori ini sangat relevan dengan penerapan praktek keperawatan komunitas.

7. Konsistensi Teori

Leininger menyampaikan pentingnya pemahaman budaya dalam rangka hubungan perawat pasien yang juga sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Imoge King yang menekankan pentingnya persamaan persepsi perawat pasien untuk pencapaian tujuan.

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Analisis Fenomena Keperawatan

Kasus:

Ny.A (65 tahun) tinggal di rumah sederhana di sebuah desa dengan penduduk lumayan padat. Sejak 5 tahun yang lalu, kedua anaknya meningglakan Ny. A sendiri di rumah, karena harus pergi merantau mencari pekerjaan. Ny.A banyak menghabiskan waktunya di rumah. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Ny.A dibantu oleh tetangganya, karena merasa kasihan terhadap Ny.A. Ny.A sering mengeluhkan nyeri dibagian sendi tangan dan kakinya sejak 10tahun yang lalu.

Tetangga Ny.A menawarkan bantuan pada Ny.A untuk mengantarkan dia pergi berobat ke dokter untuk memeriksakan penyakitnya. Namun Ny.A lebih senang memijatkan tangan dan kakinya ke

Page 53: askep kogoomunitas lansia

tukang pijat yang ada di daerahnya. Ny.A lebih percaya pada tukang pijat yang menjadi langganannya sejak dulu. Petugas pelayanan kesehatan juga beberapa kali mendatangi Ny.A, untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis. Namun Ny.A, menolak dan menyuruh petugas itu pergi.

Hubungan Ny. A, juga tidak terlalu baik dengan tetangganya . Ny.A hanya mau menerima bantuan, namun enggan untuk berinteraksi terlalu lama dengan tetangganya. Ny.A hanya mau menjawab pertanyaan dan berbicara seperlunya saja. Ny.A tampak menarik diri dari lingkungan sekitarnya. Ny.A hanya mau banyak bercerita pada tetangga yang memiliki hubungan paling dekat dengannya. Ny.A mengaaku lebih nyaman berkomunikasi dengan anak-anaknya.

Di dalam rumah Ny. A terdapat sebuah TV, Namun TV tersebut tidak pernah difungsikan. Tidak ada fasilitas telepon di rumah Ny.A, Ny.A biasanya mendapat kabar tentang anaknya dari tetangga yang juga merantau dan sedang pulang kampung. Ny.A biasanya menggunakan jasa tukang becak untuk berpergian sekedar membeli kebutuhan sehari-hari setiap satu minggu sekali. Ny.A mengaku tidak terbiasaa menggunakan jasa kendaraan bermotor paada saat bepergian, karena takut jatuh.

1). Faktor teknologi (tecnological factors)

Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji: persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.

Dalam kasus ini diungkapakan bahwa, klien seseorang yang meyakini bahwa sakit yang dideritanya itu bisa disembuhkan ke dukun pijat tanpa harus pergi ke petugas kesehatan. Dengan berbagai alasan, dikarenakan lokasi yang kurang terjangkau dan juga faktor dari dalam diri klien sendiri yang menganggap bahwa dukun pijat lebih mampu mengatasi penyakit klien.

2). Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)

Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.

Dalam kasus tidak diungkapakan secara langsung agama apa yang dianut oleh klien. Namun pada kondisis sakit seperti itu, klien tertutup dengan masalah kesehatannya. Kllien sudah dinasehati oleh tetangganya untuk pergi ke dokter, namun ia beranggapan dukun pijat lebih bisa diandalkan.

3). Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)

Page 54: askep kogoomunitas lansia

Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.

Tipe keluarga yang ada pada kasus ini, adalah keluarga dengan lansia didalamnya. Dimana lansia tersebut memiliki 2 orang anak yang merantau sejak lioma tahun yang lalu.

4). Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)

Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah: posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.

Ny. A adalah seorang ibu rumah tangga namun, sejak 10 tahun yang lalu ia sudah terjangkit artritis. Dia memiliki 2 orang anak namun sudah merantau keduanya dan tidak tinggal dalam satu rumah lagi. Demi memenuhi kehidupan sehari-hari Ny. A hanya menerima bantuan dari tetangganya. Sesekali (1 minggu sekali) ny. A pergi berbelanja.

5). Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors)

Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.

Petugas kesehatan sekitar sudah mencoba berkunjung ke rumah Ny. A namun, selalu tidak ada respon yang baik dari klien.

6). Faktor ekonomi (economical factors)

Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.

Dalam memenuhi kehidupan sehari-hari klien lebih suka menerima bantuan dari orang lain. Klien mengira bahwa biaya ke rumah sakit atau berobat ke dokter terlalu mahal jika dibandingkan dengan pergi berobat ke dukun pijat.

7). Faktor pendidikan (educational factors)

Page 55: askep kogoomunitas lansia

Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya di dukung oleh bukti bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.

Klien menderita atritis selama 10 tahun terakhir, namun tidak ada upaya untuk pergi berobat ke fasilitas kesehatan. Klien kurang bisa belajar secara aktif dan mandiri terhadap penyakitnya.

3.1.1 Perencanaan dan Implementasi

Perencanaan dan implementasi keperawatan transkultural menawarkan tiga strategi sebagai pedoman Leininger (1984) ; Andrew & Boyle, 1995 yaitu :

Perlindungan/mempertahankan budaya (Cultural carepreservation/maintenance) bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan,

Mengakomodasi/menegosiasi budaya (Cultural careaccommodatio atau negotiations) apabila budaya pasien kurang mendukung kesehatan.

Mengubah dan mengganti budaya pasien dan keluarganya (Cultural care repartening / recontruction).

Pada kasus diatas, maka kami memberikan implementasi berupa:

Diagnosa :

Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan ketiadaan orang terdekat, ketidakselarasan sosial kultural, defisit pengetahuan atau keterampilan tentang cara meningkatakan kebersamaan.

Isolasi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan untuk terikat dalam hubungan pribadi yang memuaskan, perilaku atau nilai sosial yang tidak berterima

Intervensi

Diagnosa 1

Tujuan atau Kriteria Hasil (NOC):

Pasien menunjukkan keterampilan interaksi sosial

Pasien menunjukkan keterlibatan sosial

Page 56: askep kogoomunitas lansia

Pasien memahami dampak perilaku diri pada interaksi sosial

Pasie menunjukkan perilaku yang dapat meningkatkan atau memperbaiki interaksi sosial

Pasien mendapatakan / meningkatkan keterampilan interaksi sosial (mis; kedekatan dan kerja sama).

Pasien mengungkapakan keinginan untuk berhubungan dengan orang lain

Intervensi (NIC) :

Modifikasi perilaku keterampilan sosial : Membantu pasien mengembangkan atau meningkatakan keterampilan sosial interpersonal.

Pembinaan hubungan kompleks : Membina hubungan yang terapeutik dengan pasien yang kesulitan berinteraksi dengan orang lain.

Promosi integritas keluarga : Meningkatkan persatuan dan kesatuan keluarga.

Promosi keterlibatan keluarga : Memfasilitasi perawatan keluarga dalam perawatan emosi dan kondisi fisik pasien.

Peningkatan Harga Diri :Membantu pasien meningkatkan penilaian pribadi tentang harga diri.

Peningkatan sosialisi : Memfasilitasi kemampuan pasien untuk berinteraksi dengan orang lain.

Aktivitas lain :

Buat interaksi terjadwal

Identifikasi perubahan perilaku tertentu

Identifikasi tugas-tugas yang dapat meningkatakan atau memperbaiki interaksi sosial

Libatkan pendukung sebaya dalam memberkan umpan balik kepada pasien dalam interksi sosial

Peningkatan sosialisa ( NIC) :

Anjurkan bersikap jujur dan apa adanya dalam berinteraksi dengan oran lain

Anjurkan menghargai hak orang lain

Anjurkan sabar dalam membina hubungan

Bantu pasien meningkatkan kesadaran tentang kekuatan dan keterbatasan dala berkomunikasi dengan orang lain

Beri umpan balik positif jika pasien dapat berinterksi dengan orang lain

Fasilitasi pasien dalam memberi masukan dan membuat perencanaan aktivitas mendatang

Intervensi

Page 57: askep kogoomunitas lansia

Diagnosa 2

Tujuan/ Kriteria Evaluasi (NOC):

Pasien menunjukkan keterlibatan sosial ( interaksi dengan teman dekat, tetangga, anggota keluarga,berpartisipasi sebagai sukarelawan pada aktivitas atau organisasi,dan sebagainya)

Mulai membina hubungan dengan orang lain

Mengembangkan hubungan satu sama lain

Mengembangkan keterampilan sosial yang dapat mengurangi isolasi (mis, bekerja sama)

Melaporkan adanya dukungan sosial (mis, bantuan dalam bentuk dari orang lain dalam bentuk bantuan emosi, waktu, keuangan, tenaga, atau informasi )

Intervensi (NIC) :

Modifikasi perilaku keterampilan sosial : Membantu pasien mengembangkan atau meningkatakan keterampilan sosial interpersonal.

Pembinaan hubungan kompleks : Membina hubungan yang terapeutik dengan pasien yang kesulitan berinteraksi dengan orang lain.

Peningkatan koping : Membantu pasien beradaptasi dengan persepsi stresor, perubahan, atau ancaman yang menghambat pemenuhan kenutuhan hidup dan peran.

Promosi integritas keluarga : Meningkatkan persatuan dan kesatuan keluarga.

Promosi keterlibatan keluarga : Memfasilitasi perawatan keluarga dalam perawatan emosi dan kondisi fisik pasien.

Peningkatan kesadaran diri : Membantu pasien menggali dan memahami gagasan, perasaan, motivasi, dan perilaku pasien.

Peningkatan sosialisi : Memfasilitasi kemampuan pasien untuk berinteraksi dengan orang lain.

Peningkatan sistem dukungan : Memfasilitasi dukungan kepada pasien oleh keluarga, teman, dan komunitas.

Aktivitas lain :

Bantu pasien membedakan persepsi dan kenyataan

Identifikasi bersama pasien faktor-faktor yang mempengaruhi perasaan isolasi sosial

Beri penguatan terhadap usaha-usaha yang dilakukan pasien, keluarga, dan teman-teman untuk berinterksi

Peningkatan sosialisasi ( NIC) :

Dukung hubungan dengan orang lain yang mempunyai minat dan tujuan yang sama

Page 58: askep kogoomunitas lansia

Berikan umpan balik tentang peningkatan dalam aktivitas

Dukung pasien untuk mengubah lingkungan seperti jalan-jalan

Intervensi keperawatan berdasarakan 3 aspek menurut Leininger

Modifikasi :

Memberikan penyuluhan dan informasi, agar pasien mampu :

Memodifikasi pola pikir klien, bahwa setiap penyakit harus diperiksakan di petugas medis, tidak harus selalu pergi ke tukang pijat.

Menerima kritik dan saran dari orang lain.

Bersikap terbuka dan belajar berinteraksi sosial dengan orang lain.

Belajar membina hubungan baik dengan tetangga.

Mampu menerima perubahan yang tejadi dengan lingkungannya (menyangkut penggunaan teknologi dan transportasi).

BAB 4

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negatif.

Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan pasien lansia biasanya dipelajari pada masyarakat yang terisolasi dimana cara - cara hidup mereka tidak berubah selama beberapa generasi, walaupun mereka merupakan sumber data-data bilogis yang penting dan model antropologi yang berguna , lebih penting lagi untuk memikirkan bagaimana mengubah kebudayaan mereka itu.

Perawat harus selalu menjaga hubungan yang efektif dengan masyarakat ‘pasien’dengan selalu mengadakan komunikasi efektif demi meningkatkan status kesehatan lansia dan mendukung keberhasilan pemerintah dalam bidang kesehatan berbasis publik .

4.2. Saran

Page 59: askep kogoomunitas lansia

Makalah dibuat berdasarkan kebutuhan seorang mahasiswa sebagai tanggung jawabnya dalam menyelesaikan tugas sebuah mata kuliah. Diperlukan bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing sehingga kiranya makalah tersebut dapat menjadi sesuatu yang lebih berguna di masa yang akan datang.

Penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan olehnya itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai bahan ajar untuk penyusunan berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Basford, Lynn & Oliver Slevin. 2006. Teori dan Praktik Keperawatan : Pendekatan Integral pada Asuhan Pasien. Jakarta : EGC

Jhonson, Marion dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louise, Missouri : Mosby, Inc.

Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts, Theories, Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies.

McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). St. Louise, Missouri : Mosby, Inc.

NANDA. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006. Philadelphia : NANDA International.

Nugroho,Wahjudi. 1999. Keperawatan Gerontik.Edisi2.Jakarta;EGC.

Royal College of Nursing (2006), Transcultural Nursing Care of Adult ; Section One Understanding The Theoretical Basis of Transcultural Nursing Care Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006.

Stanley,Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2.Jakarta; EGC.

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku : Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta : EGC