28
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni : 1. Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia. 2. Kelompok lansia (65 tahun ke atas). 3. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun. Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia 1

Askep Lansia Terminal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mjkl

Citation preview

Page 1: Askep Lansia Terminal

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60

tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan

terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri

atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-

lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki

kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh

akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut

penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup

dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4). Penggolongan

lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok

yakni :

1. Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang

baru memasuki lansia.

2. Kelompok lansia (65 tahun ke atas).

3. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari

70 tahun.

Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh

semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari

oleh siapapun. Pada usia lanjut akan terjadi berbagai kemunduran pada

organ tubuh. Namun tidak perlu berkecil hati, harus selalu optimis, ceria

dan berusaha agar selalu tetap sehat di usia lanjut. Jadi walaupunb usia

sudah lanjut, harus tetap menjaga kesehatan

Proses menua manusia mengalami perubahan menuju

ketergantungan fisik dan mental. Keluhan yang menyertai proses menua

menjadi tanda adanya penyakit, biasanya disertai dengan perasaan cemas,

depresi atau mengingkari penyakitnya.

1

Page 2: Askep Lansia Terminal

Apalagi penyakit stadium terminal (tinggal menunggu ajal) dalam

prediksi secara medis sering diartikan penderita tidak lama lagi meninggal

dunia. Keadaan ini menyebabkan lansia mengalami kecemasan

menghadapi kematian

B. Rumusan Masalah

1. Definisi hospice ?

2. Apa jenis-jenis penyakit terminal ?

3. Bagaimana manifestasi penyakit terminal ?

4. Bagaiman fase-fase kehilangan ?

5. Bagaimana asuhan keperawatan penyakit terminal ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien terminal

2. Tujuan Khusus

a) Mahasiswa mampu memahami pengertian hospice

b) Mahasiswa mampu memahami jenis-jenis penyakit terminal

c) Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinik

d) Mahasiswa mampu memahami fase-fase kehilangan

e) Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Pada Klien

Dengan Penyakit Terminal

2

Page 3: Askep Lansia Terminal

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hospice

Hospice adalah perawatan pasien terminal (stadium akhir) dimana

pengobatan terhadap penyakitnya tidak diperlukan lagi. Perawatan ini

bertujuan meringankan penderitaan dan rasa tidak nyaman dari pasien,

berlandaskan pada aspek bio-psiko-sosial-spiritual.

Perawatan akhir hayat/perawatan terminal adalah suatu proses perawatan

medis lanjutan yang terencana melalui diskusi yang terstuktur dan

didokumentasikan dengan baik, dan proses ini terjalin sejak awal dalam proses

perawatan yang umum/biasa. Dikatakan sebagai perawatan medis lanjutan

karena penderita biasanya sudah masuk ke tahap yang tidak dapat

disembuhkan (incurable). Melalui proses perawatan ini diharapkan penderita

dapat meng-identifikasi dan meng-klarifikasi nilai-nilai dan tujuan hidupnya

serta upaya kesehatan dan pengobatan yang diinginkannya seandainya kelak ia

tidak lagi mampu untuk memutuskan sesuatu bagi dirinya sendiri. Atau,

penderita dapat pula menunjuk seseorang yang akan membuat keputusan

baginya sekiranya hal itu terjadi.

Dalam perawatan ini, keluarga ikut dilibatkan sehingga dengan demikian

diharapkan semua kebingungan dan konflik dikemudian hari dapat dihindari.

Proses ini perlu senantiasa dinilai kembali dan di-up date secara reguler

karena dalam perjalanannya tujuan perawatan dan prioritasnya sering kali

berubah-ubah tergantung pada situasi/kondisi yang dihadapi saat itu. Bila pada

awalnya tujuan kuratif dan menghindari kematian merupakan prioritas utama,

pada stadium terminal tujuan perawatan beralih ke usaha mempertahankan

fungsi, meniadakan penderitaan dan mengoptimalkan kualitas hidup penderita.

Dengan demikian diharapkan penderita dapat menghadapi akhir hayatnya

secara damai, tenang dan bermartabat (with dignity). Peralihan ini seharusnya

terjadi secara gradual/tidak secara mendadak. Sering kali tujuan perawatan

3

Page 4: Askep Lansia Terminal

dan prioritas di pihak penderita dan keluarganya tidak sejalan dengan tujuan

dan prioritas dokternya.

Hal ini perlu dikomunikasikan dengan baik sehingga kedua belah pihak

dapat memilih apa yang terbaik bagi penderita. Disini dokter memegang peran

kunci karena dialah yang lebih banyak mengetahui tentang perjalanan

penyakit yang senantiasa berubah serta alternatif pengobatan yang mungkin

diberikan pada penderita untuk mencapai tujuan perawatan tadi serta

bagaimana prognosisnya. Karena itu pengkajian secara teratur dan up-dating

perlu selalu diusahakan dan dikomunikasikan dengan penderita/ keluarganya.

Untuk mencapai tujuan tersebut diatas diperlukan kerjasama dari beberapa

ahli yang bekerja bersama dalam sebuah team yang multidisipliner dan

bekerja secara interdisipliner sehingga perawatan penderita dapat berjalan

secara komprehensif.

Kondisit terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian

berjalan melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan

spiritual bagi individu (Carpenito, 1995).

Perawatan terminal dapat dimulai pada minggu-minggu, hari-hari dan

jaminan terakhir kehidupan dimana bertujuan:

1. Mempertahankan hidup

2. Menurunkan stress

3. Meringankan dan mempertahankan kenyamanan selama mungkin

(Weisman)

Secara umum kematian adalah sebagian proses dari kehidupan yang

dialami oleh siapa saja meskipun demikian, hal tersebut tetap saja

menimbulkan perasaan nyeri dan takut, tidak hanya pasien akan juga

keluarganya bahkan pada mereka yang merawat dan mengurusnya.

Penderita yang akan meninggal tidak akan kembali lagi ke tengah

keluarga, kenyataan ini sangat berat bagi keluarga yang akan ditinggalkannya

Untuk menghindari hal diatas bukan hanya keluarganya saja yang berduka

bahkan klien lebih tertekan dengan penyakit yang dideritanya.

4

Page 5: Askep Lansia Terminal

D. Jenis-Jenis Penyakit Terminal

Adapun yang dapat dikategorikan sebagai penyakit terminal adalah:

1. Penyakit-penyakit kanker.

2. Penyakit-penyakit infeksi.

3. Congestif Renal Falure (CRF)

4. Stroke Multiple Sklerosis.

5. Akibat kecelakaan fatal.

6. AIDS.

E. Manifestasi Klinik

1. Fisik

a) Gerakan pengindaran menghilang secara berangsur-angsur dimulai

dari ujung kaki dan ujung jari.

b) Aktivitas dari GI berkurang.

c) Reflek mulai menghilang.

d) Suhu klien biasanya tinggi tapi merasa dingin dan lembab terutama

pada kaki dan tangan dan ujung-ujung ekstremitas.

e) Kulit kelihatan kebiruan dan pucat.

f) Denyut nadi tidak teratur dan lemah.

g) Nafas berbunyi, keras dan cepat ngorok.

h) Penglihatan mulai kabur.

i) Klien kadang-kadang kelihatan rasa nyeri.

j) Klien dapat tidak sadarkan diri.

2. Psikososial

Sesuai dengan fase-fase kehilangan menurut seorang ahli E. Kuber Ross

mempelajari respon-respon atas menerima kematian dan maut secara

mendalam dari hasil penyelidikan/penelitiannya yaitu:

1. Respon kehilangan

a) Rasa takut diungkapkan dengan ekspresi wajah (air muka),

ketakutan, cara tertentu untuk mengulurkan tangan.

b) Cemas diungkapkan dengan cara menggerakkan otot rahang

dan kemudian mengendor.

5

Page 6: Askep Lansia Terminal

c) Rasa sedih diungkapkan dengan mata setengah terbuka atau

menanggis.

2. Hubungan dengan orang lain

a) Kecemasan timbul akibat ketakutan akan ketidak mampuan

untuk

b) berhubungan secara interpersonal serta akibat penolakan.

F. Fase-Fase Kehilangan

Masuknya klien ke dalam ancaman peran sakit pada rentang hidup-mati

mengamcam dan mengubah hemostatis. Lebih dari rasa takut yang nyata

tentang kematian dan pengaruh terhadap anggota keluarga yang dirawat

dirasakan oleh keluarga. Banyak faktor yang mempengaruhi klien dalam

perawatan penyakit terminal, apabila seseorang sudah divonis/prognosa jelek,

ia tiak akan bisa menerima begitu saja tentang apa yang ia hadapi sekarang.

Elizabeth Kubbler Ross menggambarkan 5 tahap yang akan dilalui klien

dalam menghadapi bayangan akan kematian/kehilangan yang sangat

bermanfaat untuk memahami kondisi klien pada saat ini, yaitu:

1. Tahap peningkatan atau denial

Adalah ketidakmampuan menerima, kehilangan untuk membatasi atau

mengontrol nyeri dan dystress dalam menghadapinya. Gambaran pada

tahap denial yaitu:

a) Tidak percaya diri

b) Shock

c) Mengingkari kenyataan akan kehilangan

d) Selalu membantah dengan perkataan baik

e) Diam terpaku

f) Binggung, gelisah

g) Lemah, letih, pernafasan, nadi cepat dan berdebar-debar

h) Nyeri tubuh, mual

2. Tahap anger atau marah

Adalah kekesalan terhadap kehilangan. Gambaran pada tahap anger yaitu:

6

Page 7: Askep Lansia Terminal

a) Klien marah-marah

b) Nada bicara kasar

c) Suara tinggi

3. Tahap tawar menawar atau bergaining

Adalah cara coping dengan hasil-hasil yang mungkin dari penyakit dan

menciptakan kembali tingkat kontrol. Gambaran pada tahap ini yaitu:

a) Sering mengungkapkan kata-kata kalau, andai.

b) Seirng berjanji pada Tuhan.

c) Mempunyai kesan mengulur-ulur waktu.

d) Merasa bersalah terus menerus.

e) Kemarahan mereda.

4. Tahap depresi

Adalah ketiada usaha apapun untuk mengungkapkan perasaan atau reaksi

kehilangan. Gambaran pada tahap ini yaitu:

a) Klien tidak banyak bicara.

b) Sering menanggis.

c) Putus asa.

5. Tahap acceptance atau menerima

Adalah akhir klien dapat menerima kenyataan dengan kesiapan. Gambaran

pada tahap ini yaitu:

a) Tenang/damai.

b) Mulai ada perhatian terhadap suatu objek yang baru.

c) Berpartisipasi aktif.

d) Tidak mau banyak bicara.

e) Siap menerima maut.

Tidak semua orang dapat melampaui kelima tahap tersebut dengan

baik, dapat saja terjadi, ketidakmampuan menggunakan adaptasi dan

timbul bentuk-bentuk reaksi lain. Jangka waktu periode tahap tersebut

juga sangat individual.

Penerimaan suatu prognosa penyakit terminal memang berat bagi setiap

individu. Ini merupakan suatu ancaman terhadap kehidupan dan

7

Page 8: Askep Lansia Terminal

kesejahteraan pada individu tersebut. Dari ancaman tersebut timbul

suatu rentang respon cemas pada individu, cemas dapat dipandang

suatu keadaan ketidakseimbangan atau ketegangan yang cepat

mengusahakan koping.

Rentang respon seseorang terhadap penyakit terminal dapat

digambarkan dalam suatu rentang yaitu harapan ketidakpastian dan

putus asa

1. Harapan

Mempunyai respon psikologis terhadap penyakit terminal. Dengan

adanya harapan dapat mengurangi stress sehingga klien dapat

menggunakan koping yang adekuat.

2. Ketidakpastian

Penyakit terminal dapat mengakibatkan ketidakpastian yang

disertai dengan rasa tidak aman dan putus asa, meskipun secara

medis sudah dapat dipastikan akhirnya prognosa dapat

mempercepat klien masuk dalam maladaptif.

3. Putus asa

Biasanya ditandai dengan kesedihan dan seolah-olah tidak ada lagi

upaya yang dapat berhasil untuk mengobati penyakitnya. Dalam

kondisi ini dapat membawa klien merusak atau melukai diri

sendiri.

8

Page 9: Askep Lansia Terminal

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN PENYAKIT

TERMINAL

A. Pengkajian

Pengkajian pada klien dengan penyakit terminal, menggunakan pendekatan

holistik yaitu suatu pendekatan yang menyeluruh terhadap klien bukan hanya

pada penyakit dan aspek pengobatan dan penyembuhan saja akan tetapi juga

aspek psikososial lainnya.

Salah satu metode untuk membantu perawat dalam mengkaji data psikososial

pada klien terminal yaitu dengan menggunakan metode “PERSON”.

P: Personal Strenghat

Yaitu: kekuatan seseorang ditunjukkan melalui gaya hidup, kegiatannya atau

pekerjaan.

Contoh yang positif:

1. Bekerja ditempat yang menyenangkan bertanggung jawab penuh

dan nyaman.

2. Bekerja dengan siapa saja dalam kegiatan sehari-hari.

Contoh yang negatif:

1.   Kecewa dalam pengalaman hidup.

2.   Bekerja dengan siapa saja dalam kegiatan sehari-hari.

E: Emotional Reaction

Yaitu reaksi emosional yang ditunjukkan dengan klien.

Contoh yang positif:

Binggung tetapi mampu memfokuskan keadaan.

Contoh yang negatif:

Tidak berespon (menarik diri)

R: Respon to Stress

Yaitu respon klien terhadap situasi saat ini atau dimasa lalu.

Contoh yang positif:

1. Memahami masalah secara langsung dan mencari informasi.

9

Page 10: Askep Lansia Terminal

2. Menggunakan perasaannya dengan sehat misalnya: latihan dan

olah raga.

Contoh yang negatif:

1.Menyangkal masalah.

2.Pemakaian alkohol.

S: Support System

Yaitu: keluarga atau orang lain yang berarti.

Contoh yang positif:

1.   Keluarga

2.   Lembaga di masyarakat

Contoh yang negatif:

Tidak mempunyai keluarga

O: Optimum Health Goal

Yaitu: alasan untuk menjadi lebih baik (motivasi)

Contoh yang positif:

1.   Menjadi orang tua

2.   Melihat hidup sebagai pengalaman positif

Contoh yang negatif:

1.   Pandangan hidup sebagai masalah yang terkuat

2.   Tidak mungkin mendapatkan yang terbaik

N: Nexsus

Yaitu: bagian dari bahasa tubuh mengontrol seseorang mempunyai

penyakit atau mempunyai gejala yang serius.

Contoh yang positif:

Melibatkan diri dalam perawatan dan pengobatan.

Contoh yang negatif:

1.   Tidak berusaha melibatkan diri dalam perawatan.

2.   Menunda keputusan.

Pengkajian yang perlu diperhatikan klien dengan penyakit terminal

menggunakan pendekatan meliputi.

10

Page 11: Askep Lansia Terminal

1. Faktor predisposisi

Yaitu faktor yang mempengaruhi respon psikologis klien pada penyakit

terminal, sistem pendekatan bagi klien. Klas Kerud telah

mengklasifikasikan pengkajian yang dilakukan yaitu:

a) Riwayat psikosisial, termasuk hubungan-hubungan interpersonal,

penyalahgunaan zat, perawatan psikiatri sebelumnya.

b) Banyaknya distress yang dialami dan respon terhadap krisis.

c) Kemampuan koping.

d) Sosial support sistem termasuk sumber-sumber yang ada dan

dibutuhkan support tambahan.

e) Tingkat perkembangan

f) Fase penyakit cepat terdiagnosa, pengobatan dan post pengobatan.

g) Identitas kepercayaan diri, pendekatan nilai-nilai dan filosofi hidup.

h) Adanya reaksi sedih dan kehilangan

i) Pengetahuan klien tentang penyakit

j) Pengalaman masa lalu dengan penyakit

k) Persepsi dan wawasan hidup respon klien terhadap penyakit terminal,

persepsi terhadap dirinya, sikap, keluarga, lingkungan, tersedianya

fasilitas kesehatan dan beratnya perjalanan penyakit.

l) Kapasitas individu untuk membuat psikosial kembali dalam

penderitaan.

Fokus Sosiokultural;

Klien mengekpresikannya sesuai dengan tahap perkembangan, pola kultur

atau latar belakang budaya terhadap kesehatan, penyakit, penderitaan dan

kematian yang dikomunikasikan baik secara verbal maupun non verbal.

3. Faktor predisposisi

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya reaksi klien terminal, yaitu:

a) Prognosa akhir penyakit yang menyebabkan kematian.

b) Faktor transisi dari arti kehidupan menuju kematian.

11

Page 12: Askep Lansia Terminal

c) Support dari keluarga dan orang terdekat.

d) Hilangnya harga diri, karena kebutuhan tidak terpenuhi sehingga

klien menarik diri, cepat tersinggung dan tidak ada semangat hidup.

Selain itu etiologi dari penyakit terminal dapat merupakan faktor

predisposisi, diantaranya:

1) Penyakit kanker

2) Penyakit akibat infeksi yang parah/kronis

3) Congestif Renal Failure (CRF)

4) Stroke Multiple Sklerosis

5) Akibat kecelakaan yang fatal

4. Faktor perilaku

a) Respon terhadap klien

Bila klien terdiagnosa penyakit terminal maka klien akan

mengalami krisis dan keadaan ini mengakibatkan keadaan mental klien

tersinggung sehingga secara langsung dapat menganggu fungsi

fisik/penurunan daya tahan tubuh.

b) Respon terhadap diagnosa

Biasanya terjadi pada klien yang terdiagnosa penyakit terminal

adalah shock atau tidak percaya perubahan konsep diri klien terancam,

ekspresi klien dapat berupa emosi kesedihan dan kemarahan.

c) Isolasi social

Pada klien terminal merupakan pengalaman yang sering dialami, klien

kehilangan kontak dengan orang lain dan tidak tahu dengan pasti

bagaimana pendapat orang terhadap dirinya.

5. Mekanisme koping

a. Denial

Adalah mekanisme koping yang berhubungan dengan penyakit fisik yang

berfungsi pelindung kien untuk memahami penyakit secara bertahap,

tahapan tersebut adalah:

1) Tahap awal (initial stage)

12

Page 13: Askep Lansia Terminal

Yaitu tahap menghadapi ancaman terhadap kehilangan “saya harus

meninggal karena penyakit ini”

2) Tahap kronik (kronik stage)

Persetujuan dengan proses penyakit “aku menyadari dengan sakit akan

meninggal tetapi tidak sekarang”. Proses ini mendadak dan timbul

perlahan-lahan.

3) Tahap akhir (finansial stage)

Menerima kehilangan “saya akan meninggal” kedamaian dalam

kematiannya sesuai dengan kepercayaan.

b. Regresi

Mekanisme klien untuk menerima ketergantungan terhadap fungsi

perannya. Mekanisme ini juga dapat memecahkan masalah pada peran sakit

klien dalam masa penyembuhan.

c. Kompensasi

Suatu tindakan dimana klien tidak mampu mengatasi keterbatasannya

karena penyakit yang dialami.

Selain dari faktor-faktor yang mempengaruhi diatas, yang perlu dikaji saat

pengkajian pada klien terminal singkat “kesadaran“ antara lain adalah:

1) Belum menyadari (closed awereness)

Yaitu klien dan keluarga tidak menyadari kemungkinan akan kematian,

tidak mengerti mengapa klien sakit, dan mereka yakin klien akan

sembuh.

2) Berpura-pura (mutual pralensa)

Yaitu klien, keluarga, perawat dan tenaga kesehatan lainnya tahu

prognosa penyakit terminal.

3) Menyadari (open awereness)

Yaitu klien dan keluarga menerima/mengetahui klien akan adanya

kematian dan merasa tenang mendiskusikan adanya kematian.

13

Page 14: Askep Lansia Terminal

B.     Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan

1. Merasa kehilangan harapan hidup dan terisolasi dari lingkungan social

berhubungan dengan kondisi sakit terminal

Tujuan :

Klien merasa tenang menghadapi sakaratul maut sehubungan dengan sakit

terminal

Intervensi :

a) Dengarkan dengan penuh empati setiap pertanyaan dan berikan respon

jika dIbutuhkan klien dan gali perasaan klien.

b) Berikan klien harapan untuk dapat bertahan hidup.

c) Bantu klien menerima keadaannya sehubungan dengan ajal yang akan

menjelang.

d) Usahakan klien untuk dapat berkomunikasi dan selalu ada teman di

dekatnya.

e) Perhatikan kenyamanan fisik klien.

2. Kehilangan harga diri berhubungan dengan penurunan dan kehilangan

fungsi

Tujuan :

Mempertahankan rasa aman, tenteram, percaya diri, harga diri dan martabat

klien

Intervensi :

a) Gali perasaan klien sehubungan dengan kehilangan.

b) Perhatikan penampilan klien saat bertemu dengan orang lain.

c) Bantu dan penuhi kebutuhan dasar klien antara lain hygiene, eliminasi.

d) Anjurkan keluarga dan teman dekat untuk saling berkunjung dan

melakukan hal – hal yang disenangi klien.

e) Beri klien support dan biarkan klien memutuskan sesuatu untuk dirinya,

misalnya dalam hal perawatan.

14

Page 15: Askep Lansia Terminal

3. Depresi berhubungan dengan kesedihan tentang dirinya dalam keadaan

terminal

Tujuan :

Mengurangi rasa takut, depresi dan kesepian

Intervensi :

a) Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan sedih, marah dan lain lain.

b) Perhatikan empati sebagai wujud bahwa perawat turut merasakan apa

yang dirasakan klien.

c) Bantu klien untuk mengidentifikasi sumber koping, misalnya dari

teman dekat, keluarga ataupun keyakinan klien.

d) Berikan klien waktu dan kesempatan untuk mencerminkan arti

penderitaan, kematian dan sekarat.

e) Gunakan sentuhan ketika klien menunjukkan tingkah laku sedih, takut

ataupun depresi, yakinkan bahwa perawat selalu siap membantu.

f) Lakukan hubungan interpersonal yang baik dan berkomunikasi tentag

pengalaman – pengalaman klien yang menyenangkan.

4. Cemas berhubungan dengan kemungkinan sembuh yang tidak pasti,

ditandai dengan klien selalu bertanya tentang penyakitnya, adakah

perubahan atau tidak (fisik), raut muka klien yang cemas

Tujuan :

Klien tidak cemas lagi dan klien memiliki suatu harapan serta semangat

hidup

Intervensi :

a) Kaji tingkat kecemasan klien.

b) Jelaskan kepada klien tentang penyakitnya.

c) Tetap mitivasi (beri dukungan) kepada klien agar tidak kehilangan

harapan hidup dengan tetap mengikuti dan mematuhi petunjuk

perawatan dan pengobatan.

d) Anjurkan kepada klien untuk tetap berserah diri kepada Tuhan.

15

Page 16: Askep Lansia Terminal

e) Datangkan seorang klien yang lain yang memiliki penyakit yang sama

dengan klien.

f) Ajarkan kepada klien dalam melakukan teknik distraksi, misal dengan

mendengarkan musik kesukaan klien atau dengan teknik relaksasi,

misal dengan menarik nafas dalam.

g) Beritahukan kepada klien mengenai perkembangan penyakitnya.

h) Ikut sertakan klien dalam rencana perawatan dan pengobatan.

5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan tidak menerima akan

kematian, ditandai dengan klien yang selalu mengeluh tentang keadaan

dirinya, menyalahkan Tuhan atas penyakit yang dideritanya, menghindari

kontak sosial dengan keluarga/teman, marah terhadap orang lain maupun

perawat

Tujuan :

Koping individu positif

Intervensi :

a) Gali koping individu yang positif yang pernah dilakukan oleh klien.

b) Jelaskan kepada klien bahwa setiap manusia itu pasti akan mengalami

suatu kematian dan itu telah ditentukan oleh Tuhan.

c) Anjurkan kepada klien untuk tetap berserah diri kepada Tuhan.

d) Perawat maupun keluarga haruslah tetap mendampingi klien dan

mendengarkan segala keluhan dengan rasa empati dan penuh perhatian.

e) Hindari barang – barang yang mungkin dapat membahayakan klien.

f) Tetap memotivasi klien agar tidak kehilangan harapan untuk hidup.

g) Kaji keinginan klien mengenai harapa untuk hidup/keinginan sebelum

menjelang ajal.

h) Bantu klien dalam mengekspresikan perasaannya.

6. Distress spiritual berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien dalam

melaksanakan alternatif ibadah sholat dalam keadaan sakit ditandai dengan

klien merasa lemah dan tidak berdaya dalam melakukan ibadah sholat

16

Page 17: Askep Lansia Terminal

Tujuan :

Kebutuhan spiritual dapat terpenuhi yaitu dapat melakukan sholat dalam

keadaan sakit

Intervensi :

a) Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai ibadah sholat.

b) Ajarkan pada klien cara sholat dalam keadaan berbaring.

c) Ajarkan tata cara tayamum.

d) Ajarkan kepada klien untuk berzikir.

e) Datangkan seorang ahli agama.

7. Inefektif koping keluarga berhubungan dengan kehilangan

Tujuan :

Membantu individu menangani kesedihan secara efektif

Intervensi :

a) Motivasi keluarga untuk menverbalisasikan perasaan – perasaan antara

lain : sedih, marah dan lain – lain.

b) Beri pengertian dan klarifikasi terhadap perasaan – perasaan anggota

keluarga.

c) Dukung keluarga untuk tetap melakukan aktivitas sehari – hari yang

dapat dilakukan.

d) Bantu keluarga agar mempunyai pengaharapan yang realistis.

e) Berikan rasa empati dan rasa aman dan tenteram dengan cara duduk

disamping keluarga, mendengarkan keluhan dengan tetap menghormati

klien serta keluarga.

f) Berikan kesempatan pada keluarga untuk melakukan upacara

keagamaan menjelang saat – saat kematian.

17

Page 18: Askep Lansia Terminal

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

A. Hospice adalah perawatan pasien terminal (stadium akhir) dimana

pengobatan terhadap penyakitnya tidak diperlukan lagi. Perawatan ini

bertujuan meringankan penderitaan dan rasa tidak nyaman dari pasien,

berlandaskan pada aspek bio-psiko-sosial-spiritual.

B. Jenis-Jenis Penyakit Terminal

Adapun yang dapat dikategorikan sebagai penyakit terminal adalah:

Penyakit-penyakit kanker, Penyakit-penyakit infeksi, Congestif Renal

Falure (CRF), Stroke Multiple Sklerosis, Akibat kecelakaan fatal, AIDS.

Elizabeth Kubbler Ross menggambarkan 5 tahap yang akan dilalui klien

dalam menghadapi bayangan akan kematian/kehilangan yang sangat

bermanfaat untuk memahami kondisi klien pada saat ini, yaitu: tahap

peningkatan atau denial, tahap anger atau marah, tahap tawar menawar

atau bergaining, tahap depresi, tahap acceptance atau menerima

B. Saran

Dalam pembuatan makalah ini kelompok masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu kelompok kami meminta kritik dan saran yang membangun dari

pembaca. Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat bagi pembaca.

18

Page 19: Askep Lansia Terminal

DAFTAR PUSTAKA

Ganong.1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Rumahorbor, Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Endokrin.Jakarta:EGC.

Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth Ed.8.Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.

Jakarta : EGC.

19