32
PEMBAHASAN A. Latar Belakang Tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua manusia untuk dapat berfungsi secara optimal (dalam Anggrasari, 2013). Sama halnya dengan yang dikemukakan oleh Departemen Kesehatan bahwa tidur adalah bagian dari ritme biologis tubuh untuk mengembalikan stamina (Siregar, 2011). Kebutuhan tidur yang normal pada masing-masing orang umumnya berkisar antara 6-8 jam per hari (Siregar, 2011). Hauri (dalam Milner & Belicki, 2010) mengatakan bahwa tidur yang tidak normal apabila individu mengalami sulit tidur, terbangun dan susah untuk tidur kembali, terbangun pada dinihari, dan tidak merasa segar ketika bangun tidur. Dapat tidur dengan nyenyak adalah hal yang menyenangkan, saat bangun dipagi harinya badanpun akan terasa lebih ringan dan fresh. Namun, bagi sebagian orang lainnya yang mengalami sulit tidur atau gangguan tidur, akan

askep lansia insomnia

  • Upload
    gusti

  • View
    81

  • Download
    10

Embed Size (px)

DESCRIPTION

askep lansia insomnia

Citation preview

PEMBAHASAN

A. Latar BelakangTidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua manusia untuk dapat berfungsi secara optimal (dalam Anggrasari, 2013). Sama halnya dengan yang dikemukakan oleh Departemen Kesehatan bahwa tidur adalah bagian dari ritme biologis tubuh untuk mengembalikan stamina (Siregar, 2011). Kebutuhan tidur yang normal pada masing-masing orang umumnya berkisar antara 6-8 jam per hari (Siregar, 2011). Hauri (dalam Milner & Belicki, 2010) mengatakan bahwa tidur yang tidak normal apabila individu mengalami sulit tidur, terbangun dan susah untuk tidur kembali, terbangun pada dinihari, dan tidak merasa segar ketika bangun tidur. Dapat tidur dengan nyenyak adalah hal yang menyenangkan, saat bangun dipagi harinya badanpun akan terasa lebih ringan dan fresh. Namun, bagi sebagian orang lainnya yang mengalami sulit tidur atau gangguan tidur, akan membuat individu merasa kelelahan disiang hari (dalam Milner & Belicki, 2010). Dampak lain dari kekurangan tidur menurut Siregar (2011) antara lain individu menjadi tidak produktif, tidak fokus, pelupa, pemarah, depresi, meningkatkan resiko kematian, rentan terhadap penyakit serta meningkatkan tingkat terjadinya kecelakaan. Gangguan tidur dapat bermacam-macam bentuknya, namun salah satu gangguan tidur yang paling tinggi insidensi dan prevalensinya adalah insomnia.

Pendapat dalam DSM-IV-TR 2 dan ICD-107 (dalam Morin dkk, 2011) menjelaskan bahwa kriteria untuk sindrom insomnia adalah: ketidakpuasan dengan tidur; adanya gejala awal, tengah, atau akhir Insomnia minimal 3 malam per minggu selama minimal 1 bulan; dan kesusahan atau penurunan di siang hari yang signifikan terkait dengan kesulitan tidur. Hal tersebut akan mengakibatkan kekebalan tubuh menurun akibat kekurangan tidur atau jadwal yang terganggu akibat gangguan tidur insomnia yang menyerang. menurut Adiyati (2010) keluhan insomnia mencakup ketidakmampuan untuk tidur, sering terbangun pada malam hari, ketidakmampuan untuk kembali tidur, dan terbangun pada dini hari.

Insomnia dapat menyerang semua golongan usia. Meskipun demikian, angka kejadian insomnia akan meningkat seiring dengan pertambahan usia. Umumnya lansia banyak yang mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan tidur baik kualitas maupun kuantitasnya (dalam Anggrasari, 2013). Stanley (dalam Anggrasari, 2013) mengatakan bahwa sering sekali lansia mengatakan jika dirinya kesulitan untuk memulai tidur, sering terjaga sewaktu tidur dan tidak dapat tidur lagi, menghabiskan waktu dalam tahap mengantuk serta sangat sedikit waktu dalam tahap mimpi. Data dari Jurnal Keperawatan AIPNI (dalam Anggrasari, 2013) menunjukan bahwa menurut penelitian di Amerika Serikat, prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67%. Ada mitos yang menyebutkan bahwa bertambahnya umur membuat tidur makin berkurang, namun pada kenyataannya Idealnya lansia membutuhkan waktu tidur yang sama dengan individu yang lebih muda, yaitu 7-9 jam sehari (Siregar, 2011). Lansia beresiko mengalami gangguan tidur yang disebabkan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut menurut Anggrasari (2013) antara lain : faktor usia karena pada usia 66-75 tahun seseorang mengalami penurunan fungsi sistem tubuh akibat proses penuaan sehingga dapat mempengaruhi siklus kehidupannya secara umum, salah satunya adalah perubahan pola tidur. Selanjutnya adalah faktor tingkat pendidikan karena tinggi rendahnya tingkat pendidikan pada lansia tersebut sangat mempengaruhi pengetahuan lansia tentang gangguan tidur yang umumnya dianggap biasa oleh masyarakat dan bagaimana cara mengatasinya. Faktor lain yang mempengaruhi insomnia pada lansia adalah faktor status perkawinan, lansia yang sudah ditinggal ditinggal pasangannya dapat mempengaruhi keadaan psikologis mereka sehingga dapat berdampak pada perubahan pola tidurnya. Faktor selanjutnya adalah faktor lingkungan, dimana disebutkan bahwa lingkungan yang tenang dan nyaman akan membantu individu untuk tidur. Terakhir adalah faktor aktivitas, karena Keletihan akibat aktivitas tinggi dapat memerlukan banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi yang telah dikeluarkan, maka orang tersebut akan lebih cepat untuk tidur.B. Definisi InsomniaMenurut Adiyati (2010) keluhan insomnia mencakup ketidakmampuan untuk tidur, sering terbangun pada malam hari, ketidakmampuan untuk kembali tidur, dan terbangun pada dini hari. Insomnia didefinisikan dalam Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental DSM-IV-TR American Psychiatric Association sebagai keluhan kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang berlangsung selama minimal 1 bulan (Kriteria A) dan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam bidang sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya (Kriteria B) (dalam Milner & Belicki, 2010). Lebih lanjut lagi, Mushoffa dkk (2013) menjelaskan bahwa insomnia merupakan gangguan untuk memperoleh keadaan tidur yang maksimal, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.Definisi lainnya menurut Kaplan dan Sadock (Siregar, 2011) yang mengungkapkan bahwa insomnia adalah kesukaran dalam memulai atau mempertahankan tidur yang bersifat sementara atau persisten. Dalam sumber lain juga disebutkan bahwa insomnia adalah ketidakmampuan seseorang untuk tidur, tetap tidur atau ketidakmampuan merasakan segar dengan tidur (Siregar, 2011). Sedangkan American Psychological Association (2007) mengatakan bahwa insomnia merupakan kesulitan dalam memulai atau mempertahankan tidur yang menyebabkan kelelahan, tingkat keparahan atau kegigihan yang menyebabkan distress klinis signifikan atau penurunan fungsi.Insomnia adalah ketidakmampuan untuk tidur walaupun ada keinginan untuk melakukannya. Lansia rentan terhadap insomnia karena adanya perubahan pola tidur, biasanya menyerang tahap 4 (tidur dalam). Keluhan insomnia mencakup ketidakmampuan untuk tertidur, sering terbangun, ketidakmampuan untuk kembali tidur dan terbangun pada dini hari.C. Jenis Insomnia

Insomnia terdiri dari 3 jenis:1. Insomnia PrimerDitandai dengan:

a. Keluhan sulit masuk tidur atau mempertahankan tidur atau tetap tidak segar meskipun sudah tidur. Keadaan ini berlangsung paling sedikit satu bulan.b. Meyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau impairment sosial, okupasional, atau fungsi penting lainnya. c. Gangguan tidur tidak terjadi secara eksklusif selama ada gangguan mental lainnya. d. Gangguan tidur tidak terjadi secara eksklusif selama ada gangguan mental lainnya. e. Tidak disebabkan oleh pengaruh fisiologik langsung, kondisi medik umum atau zat.f. Seseorang dengan insomnia primer sering mengeluh sulit masuk tidur dan terbangun berkali-kali. Bentuk keluhan tidur bervariasi dari waktu ke waktu. Misalnya, seseorang yang saat ini mengeluh sulit masuk tidur mungkin suatu saat mengeluh sulit mempertahankan tidur. Seorang penderita insomnia makin frustasi dan makin tidak bisa tidur. Seseorang dengan insomnia primer sering mempunyai riwayat gangguan tidur sebelumnya dan mengobati sendiri dengan obat sedatif-hipnotik atau alkohol.2. Insomnia KronikDisebut juga insomnia psikofisiologik persisten. Insomnia ini dapat disebabkan oleh kecemasan, selain itu dapat pula terjadi akibat kebiasaan atau pembelajaran atau perilaku maladaptif ditempat tidur. Adanya kecemasan yang berlebihan karena tidak bisa tidur menyebabkan seseorang berusaha keras untuk tidur tetapi semakin tidak bisa tidur. Ketidak mampuan menghilangkan pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha tidur dapat menyebabkan insomnia psikofisiologik. Selain itu, ketika berusaha untuk tidur terjadi peningkatan ketegangan motorik dan keluhan somatik lain sehingga juga menyebabkan tidak bisa tidur. Penderita bisa tertidur ketika tidak ada usaha untuk tidur. Insomnia ini juga disebut insomnia terkondisi. Mispersepsi terhadap tidur dapat pula terjadi. Diagnosa ditegakkan apabila seseorang mengeluh tidak bisa masuk atau mempertahankan tidur tetapi tidak ada obyektif adanya gangguan tidur. Misalnya: pasien mengeluh susah masuk tidur (lebih dari satu jam), terbangun lebih lama (lebih dari 30 menit), dan durasi tidur kurang dari lima jam. Tetapi dari hasil polismonografi terlihat bahwa onset tidurnya kurang dari 15 menit, efisiensi tidur 90 %, dan waktu tidurnya lebih lama. Pasien dengan gangguan seperti ini dikatakan mengalami mispersepsi terhadap tidur.3. Insomnia IdiopatikInsomnia idiopatik adalah insomnia yang sudah terjadi sejak kehidupan dini. Kadang-kadang insomnia ini sudah terjadi sejak lahir dan dapat berlanjut selama hidup. Penyebabnya tidak jelas, ada dugaan disebabkan oleh ketidakseimbangan neurokimia otak diformasio retikularis batang otak atau disfungsi forebrain. Lansia yang tinggal sendiri atau adanya rasa ketakutan pada malam hari dapat menyebabkan tidak bisa tidur. Insomnia kronik dapat menyebabkan penurunan mood (resiko depresi dan ansietas), menurunkan motivasi, energi, dan konsentrasi, serta menimbulkan rasa malas. Kualitas hidup berkurang dan dapat meyebabkan lansia tersebut lebih sering menggunakan fasilitas kesehatan.D. Faktor-Faktor Penyebab InsomniaFaktor-faktor penyebab terjadinya insomnia diantaranya adalah:1. Stres dan kecemasan yang berlebihanBiasanya ini terjadi karena memikirkan permasalahan yang sedang dihadapi2. DepresiTekanan yang terjadi pada seseorang akibat permasalahan yang tidak kunjung selesai atau tidak ada pemecahannya sering menimbulkan depresi.3. PenyakitAdanya suatu penyakit yang diakibatkan oleh tidak berfungsinya salah satu sistem tubuh, seperti dabetes millitus, sakit ginjal, arthritis, juga penyakit-penyakit yang datang secara tiba-tiba mengakibatkan seseorang tidak dapat atau mengalami kesulitan tidur.4. Kurang Olahraga

Dalam tidur secra higienis, olahraga sanagt berpengaruh terhadap pola tidur yang berkualitas. Kurangnya olahraga merupakan salah satu faktor sulitnya tidur yang cukup signifikan.5. Pola makan yang burukPola makan yang buruk dapat mempengaruhi seperti salah satu faktor tidur yang higienis. Pada saat akan tidur dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi makanan yang berat. Karena dengan mengkonsumsi makanan yang berat, secra otomatis akan menyulitkan untuk tidur. Karena pencernaan harus bekerja ekstra selama makanan berat ada diperut.6. Kafein, alkohol, dan nikotinKafein dan nikotin merupakan zat stimulant. Alkohol selain dapat mengacaukan pola tidur, juga memberikan efek negatif pada tubuh (Amrita,2009)Siregar (2011) juga mengemukakan bahwa faktor penyebab insomnia secara umum meliputi :

1. Kondisi Fisik

Tiap kondisi fisik yang tidak menyenangkan akan menyebabkan individu menjadi susah tidur, contohnya seperti sindrom apnea tidur, sakit kepala atau migran, faktor diet, parasomnia, efek zat langsung (alkohol atau obat-obatan), efek putus zat, penyakit endokrin, infeksi, nyeri, serta penuaan.

2. Penyebab sekunder karena kondisi psikatri

Misalnya kecemasan, ketegangan otot, perubahan lingkungan, gangguan tidur irama sirkadian, depresi, stres, dan skizofrenia.

3. Masalah lingkungan

4. Dapat berupa suara-suara, suasana pencahayaan, tempat tidur yag kurang nyaman, lingkungan yang ribut dan lain-lain.

Sedangkan menurut Anggrasari (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi insomnia pada lansia adalah sebagai berikut :

1. Faktor usia karena pada usia 66-75 tahun seseorang mengalami penurunan fungsi sistem tubuh akibat proses penuaan sehingga dapat mempengaruhi siklus kehidupannya secara umum, salah satunya adalah perubahan pola tidur.

2. Faktor tingkat pendidikan karena tinggi rendahnya tingkat pendidikan pada lansia tersebut sangat mempengaruhi pengetahuan lansia tentang gangguan tidur yang umumnya dianggap biasa oleh masyarakat dan bagaimana cara mengatasinya.

3. Faktor status perkawinan, lansia yang sudah ditinggal ditinggal pasangannya dapat mempengaruhi keadaan psikologis mereka sehingga dapat berdampak pada perubahan pola tidurnya.

4. Faktor lingkungan, dimana disebutkan bahwa lingkungan yang tenang dan nyaman akan membantu individu untuk tidur.

5. Faktor aktivitas, karena Keletihan akibat aktivitas tinggi dapat memerlukan banyak tidur untuk menjaga keseimbangan energi yang telah dikeluarkan, maka orang tersebut akan lebih cepat untuk tidur.E. Gejala InsomniaInsomnia biasanya dimulai dengan munculnya beberapa gejala diantaranya:

1. Kualitas tidur tidak baikKetika sedang tidur, kualitas yang didapatkan tidak baik atau tidak tercapainya tidur yang nyenyak. Kadaan ini sangat mengesalkan karena bisa berlangsung sepanjang malam dan bisa dalam waktu berhari-hari, berminggu-minggu bahakan lebih.

2. Ketika bangun tidur tidak merasa segar

Ketika bangun tidur, tidak merasakan kesegaran atau masih merasa lelah. Penderita insomnia seringkali merasa tidak pernah tidur sama sekali walaupun kita melihat penderita insomnia ini sedang memejamkan mata.

3. Merasa sakit kepala dipagi hari

Di pagi hari, penederita insomnia akan merasa sakit kepala. Biasanya sakit kepala ini disebut efek mabuk. Tetapi mereka tidak minum-minuman beralkohol dimalam harinya.

4. Penderita insomnia secara umum akan mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi, mudah marah, mata memerah, dan mengantuk disiang hari (Amrita, 2009).F. Dampak InsomniaBeberapa dampak yang akan ditimbulkan antara lain:

1. Biologi/fisika. Penurunan kadar melatonin darahb. Kurang cukup tidur REMS akan terjadi hiperaktif dan makan lebih banyakc. Kurang NREM, maka keesokan harinya keadaan fisik menjadi kurang gesit2. Psikologia. Bingung, diorientasi dan gangguan memori (pelupa)b. Rasa kantuk yang berlebihanc. Penurunan motivasi3. Sosiala. Kurang dapat menjalin hubungan interpersonal dengan baikb. Sering salah dalam hal berkomunikasi (konsentrasi kurang)c. Marah yang tidak diketahui penyebabnyad. Kurang dapat bekerja dengan baike. Produktivitas menurun (Haryanto, 2009)G. Alat Ukur InsomniaAlat ukur yang akan digunakan untuk mengukur (insomnia) dari subyek adalah menggunakan KSPBJ-IRS (Kelompok Studi Psikiatri Biologik Jakarta Insomnia Rating Scale). Alat ukur ini mengukur masalah insomnia secara terperinci, misalnya masalah gangguan masuk tidur, lamanya tidur, kualitas tidur, serta kualitas setelah bangin. Berikut merupakan butir-butir dari KSPBJ Insomnia Rating Scale dan nilai skoring dari tiap item yang dipilih oleh subyek adalah sebagai berikut :

1. Lamanya tidur.Butir ini untuk mengevaluasi jumlah jam tidur total, nilai butir ini tergantung dari lamanya subyek tertidur dalam satu hari. Untuk subyek normal lamanya tidur biasanya lebih dari 6,5 jam, sedangkan pada penderita insomnia memiliki lama tidur yang lebih sedikit. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah 1 Nilai 0 untuk jawaban tidur lebih dari 6,5 jam. Nilai l untuk jawaban tidur antara 5,5 - 6,5 jam. Nilai 2 untuk jawaban tidur antara 4,5 5,5 jam. Nilai 3 untukjawaban tidur kurang dari 4,5 jam.

2. MimpiSubyek normal biasanya tidak bermimpi atau tidak mengingat bila ia mimpi atau kadang-kadang mimpi yang dapat diterimanya. Penderita insomnia mempunyai mimpi yang lebih banyak atau selalu berrnimpi dan kadang-kadang mimpi buruk. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah : Nilai 0 untuk jawaban tidak ada mimpi. Nilai l untuk jawaban terkadang mimpi yang menyenangkan atau mimpi biasa saja. Nilai 2 untuk jawaban selalu bennimpi. Nilai 3 untuk jawaban mimpi buruk atau mimpi yang tidak menyenangkan.3. Kualitas tidurKebanyakan subyek normal tidumya dalam, penderita insonmia biasanya tidurnya dangkal. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah : Nilai O untuk jawaban dalam, sulit untuk terbangun. Nilai 1 untuk jawaban terhitung tidur yang baik, tetapi sulit untuk terbangun. Nilai 2 untuk j awaban terhitung tidur yang baik, tetapi mudah untuk terbangun. Nilai 3 untuk jawaban tidur yang dangkal.4. Mudah untuk terbangun.Masuk tidur. Subyek normal biasanya dapat jatuh tertidur dalam waktu 5-15 menit. Penderita insomnia biasanya lebih lama dari 15 menit. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah : Nilai O untuk jawaban kurang dari 5 menit. Nilai 1 untuk jawaban antara 6 - 15 menit. Nilai 2 untuk jawaban antara 16 - 29 menit. Nilai 3 untuk jawaban antara 30 44 menit. Nilai 4 untuk jawaban antara 45 60 menit. Nilai 5 untuk jawaban lebih dari l jam.5. Terbangun malam hari.Subyek normal dapat mempertahankan tidur sepanjang malam, kadang-kadang terbangun 1-2 kali, tetapi penderita insomnia terbangun lebih dari 3 kali. Nilai 2 untuk jawaban tiga sampai empat kali terbangun. Nilai 3 untuk jawaban lebih dari empat kali terbangun.6. Waktu untuk tidur kembali.Subyek normal mudah sekali untuk tidur kembali setelah terbangun di malam hari biasanya kurang dari 5 menit mereka dapat teidur kembali. Penderita insomnia memerlukan waktu yang panjang untuk tidur kembali. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah : Nilai O untuk jawaban kurang dari 5 menit. Nilai 1 untuk jawaban antara 6 15 menit. Nilai 2 untuk jawaban antara 16 60 menit. Nilai 3 untuk jawaban lebih dari 60 menit.7. Terbangun dini hari.Subyek normal dapat terbangun kapan ia ingin bangun tetapi penderita insomnia biasanya bangun lebih cepat (misal 1-2 jam sebelum waktu untuk bangun). Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah : Nilai 0 untuk jawaban sekitar waktu bangun tidur anda. Nilai 1 untuk jawaban bangun 30 menit lebih awal dari waktu bangun tidur anda dan tidak dapat tertidur lagi. Nilai 2 untuk jawaban bangun 1 jam lebih awal dari waktu bangun tidur anda dan tidak dapat tertidur lagi. Nilai 3 untuk jawaban bangln lebih dari 1 jam lebih awal dari waktu bangun tidur anda dan tidak dapat tertidur lagi.8. Perasaan waktu bangun.Subyek normal merasa segar setelah tidur di malam hari. Akan tetapi penderita insomnia biasanya bangun dengan tidak segar atau lesu. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah : Nilai O untuk jawaban merasa segar. Nilai l untuk jawaban tidak terlalu baik. Nilai 2 untuk jawaban sangat buruk.a. tidak insomnia: < 8

b. insomnia ringan: 8-13

c. insomnia sedang ; 13-18

d. insomnia berat: >18

H. Terapi Mengatasi InsomniaMenurut Siregar (2011) ada beberapa solusi yang dapat dilakukan oleh penderita insomnia secara umum, yaitu :

1) Pergi ke dokter. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi apakah yang bersangkutan memiliki gangguan penyakit fisik yang berdampak terhadap gangguan tidur.

2) Jangan mudah menggunakan obat tidur tanpa berdasarkan anjuran dokter.

3) Hindari mengkonsumsi obat-obatan terlarang seperti narkotika, alkohol dan lain-lain.

4) Lakukan makan atau minum secara wajar, baik secara kuantitaf maupun kualitas. Makan secukupnya dan hindari minum kopi saat menjelang jam tidur.

5) Atur lingkungan tidur secara efektif dan efisien, termasuk lampu tidur yang memenuhi syarat

6) Apabila penderita insomnia menyadari bahwa penyebabnya adalah problematika kehidupan maka selesaikan problem-problem tersebut terlebih dahulu. Hadapi dan selesaikan permasalahan hidup secara proporsional dengan penuh usaha, sabar dan tawakkal.

7) Lakukan niat yang kuat saat akan tidur, lakukan pula relaksasi fisik.

Ada beberapa terapi untuk mengatasi insomnia yang dikemukakan oleh siregar (2011), yaitu :

1) CBT (Cognitive Behavioral Therapy)Terapi ini dugunakan untuk memperbaiki distorsi kognitif si penderita dalam memandang dirinya, lingkungan, masa depan, dan untuk meningkatkan rasa percaya diri sehingga si penderita merasa berdaya atau merasa bahwa dirinya masih berharga.

2) Sleep Restriction Therapy

Digunakan untuk memperbaiki efisiensi tidur si penderita insomnia.

3) Stimulus Control Therapy

Terapi ini dapat digunakan untuk mempertahankan waktu bangun pagi si penderita secara reguler dengan memperhatikan waktu tidur malam dan melarang penderita untuk tidur pada siang hari meskipun hanya sesaat.

4) Relaxation Therapy

Terapi ini berguna untuk membuat penderita rileks pada saat dihadapkan pada kondisi yang penuh ketegangan.

5) Cognitive Therapy

Berguna untuk mengidentifikasi sikap dan kepercayaan si penderita yang salah mengenai tidur.

6) Imagery Training

Berguna untuk mengganti pikiran-pikiran individu yang tidak menyenangkan menjadi pikiran-pikiran yang menyenangkan.

Sedangkan solusi untuk mengatasi insomnia pada lansia ada beberapa alternatifnya. Anggrasari (2013) mengemukakan teknik terapi relaksasi benson. Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Teknik Relaksasi Benson merupakan teknik latihan nafas, dengan latihan nafas yang teratur dan dilakukan dengan benar akan membuat tubuh merasa rileks serta ketegangan pun akan hilang. Solusi lainnya untuk mengatasi insomnia pada lansia menurut Adiyati (2010) adalah dengan aromaterapi. Aromaterapi merupakan salah satu terapi komplementer yang dapat digunakan untuk mengatasi insomnia. Aromaterapi memiliki efek menenangkan atau rileks untuk beberapa gangguan misalnya mengurangi kecemasan, ketegangan dan insomnia.I. Asuhan Keperawatan Lansia dengan Insomnia1. Pengkajiana. Kaji riwayat tidur klien Apakah anda mengalami sakit kepala ketika bangun? Kapan pertama kali anda menyadari masalah ini? Sudah berapa lama masalah ini terjadi? Berapa lama waktu yang anda butuhkan untuk tertidur? Bagaimana pengaruh kurang tidur bagi anda?b. Kaji pola tidur biasaSeberapa jauh perbedaan tidur anda saat ini dari tidur anda yang dulu?c. Kaji penyakit fisik, TTVApakah anda menderita penyakit fisik yang dapat mengganggu tidur anda?d. Kaji terhadap peristiwa hidup yang baru terjadie. Kaji status emosional dan mentalf. Kaji rutinitas menjelang tidurSeberapa jauh perbedaan tidur anda saat ini dari tidur anda yang dulu?g. Kaji lingkungan tidurh. Aktivitas dan pola kerja di siang hari.i. Waktu tidur normal.j. Lama tidur yang biasa diperlukan.k. Masalah yang berkaitan dengan tidur, meliputi terbangun pada dini hari, jatuh tidur, mimpi buruk, tidur berjalan, tidur terus, tidur sebentar.l. Kualitas tidur.m. Aktivitas yang berkaitan dengan tidur, meliputi mandi, minum, makan, pengobatan.n. Kepercayaan pribadi tentang tidur.o. Konsumsi zat kimia, seperti alkohol, kafein, hipnotik, nikotin.2. Diagnosa KeperawatanGangguan pola tidur berhubungan dengan hiperaktivitas yang berlebihan sekunder akabat : gangguan bipolar, ansietas atau gangguan kurang perhatian.

3. Intervensi a. Berikan kesempatan pasien untuk mendiskusikan keluhan yang mungkin menghalangi tidur.b. Rencanakan asuhan keperawatan rutin yang memungkinkan psien tidur tanpa terganggu selama beberapa jam.c. Berikan bantuan tidur kepada pasien, seperti bantal, mandi sebelum tidur, makanan atau minuman dan bahan bacaan.d. Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk tidur.e. Berikan pengobatan yang diprogramkan untuk meningkatkan pola tidur normal pasien.f. Minta pasien setiap pagi menjelaskan kualitas tidur malam sebelumnya.g. Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien tentang tehnik relaksasi seperti imjinasi terbimbing, relaksasi otot progresif, dan meditasi.

Rasional1) Mendengar aktif dapat membantu menentukan penyebab kesulitan tidur.2) Tindakan ini memungkinkan asuhan keperawatan yang konsisten dan memberikan waktu untuk tidur tanpa terganggu.3) Susu dan beberapa kudapan tinggi protein, seperti keju dan kacang, mengandung L-trytophan, yang dapat mempermudah tidur.4) Tindakan ini dapar mendorong istirahat dan tidur. 5) Agens hipnotik memicu tidur, obat penenang menurunkan ansietas. 6) Tindakan ini membantu mendeteksi adanya gejala perilaku yang b.d tidur. 7) Upaya relaksasi yang bertujuan biasanya dapat membantu meningkatkan tidur.DAFTAR PUSTAKA

Adiyati Sri. 2010. Pengaruh Aromaterapi terhadap insomnia pada lansia di PSTW Unit Budi Luhur Kasongan Bantu Yogyakarta. Jurnal Kebidanan. 2, 02, 21-28.

Anggrasari A P. 2013. Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Tidur pada Lansia di Panti Asuhan Wredha Hargo Dedali Surabaya. Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu. 04, 02, 73-83

Cynthia M, Taylor . 2011 . Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan . Jakarta : EGC.

Stanley M, Patricia GB. 2006 . Buku Ajar Keperawatan Gerontik . Jakarta : EGC.