37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tolak ukur kemajuan suatu Bangsa seringkali dilihat dari harapan hidup penduduknya. Demikian juga Indonesia sebagai Negara bekembang dengan perkembangannya yang cukup baik, makin tinggi harapan hidupnya di proyeksikan dapat mencapai lebih dari 70 tahun pada tahun 2000 yang akan datang. Saat ini, disluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 miliar. Dari data USA, bahkan Indonesia diperkirakan akan mengalami pertambahan warga Lansia terbesar diseluruh dunia, diantara tahun 1990-2025, yaitu sebesar 414% (Kinsella dan Taeuber, 1993) Hal ini merupakan gambaran pada seluruh Negara-negara di dunia, berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan kemajuan dalam kondisi sosio, ekonominya masing-masing. Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia. 1

Askep Lansia Revisi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Askep Lansia Revisi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu tolak ukur kemajuan suatu Bangsa seringkali dilihat dari harapan hidup

penduduknya. Demikian juga Indonesia sebagai Negara bekembang dengan

perkembangannya yang cukup baik, makin tinggi harapan hidupnya di proyeksikan

dapat mencapai lebih dari 70 tahun pada tahun 2000 yang akan datang.

Saat ini, disluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia

rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 miliar. Dari data

USA, bahkan Indonesia diperkirakan akan mengalami pertambahan warga Lansia

terbesar diseluruh dunia, diantara tahun 1990-2025, yaitu sebesar 414% (Kinsella dan

Taeuber, 1993)

Hal ini merupakan gambaran pada seluruh Negara-negara di dunia, berkat kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi dan kemajuan dalam kondisi sosio, ekonominya

masing-masing.

Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,

psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung

berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara

khusus pada lansia. Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah

kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan

bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia,

meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain.

Timbulnya perhatian pada orang-orang usia lanjut dikarenakan adanya sifat-sifat atau

faktor-faktor khusus yang mempengaruhi kehidupan pada usia lanjut. Sementara itu,

perubahan yang dihadapi lansia pada amumnya adalah pada bidang klinik, kesehatan

jiwa dan problema bidang sosio ekonomi. Oleh karma itu lansia adalah kelompok

dengan resiko tinggi terhadap problema fisik dan mental (Setiawan 1973)

1

Page 2: Askep Lansia Revisi

Usia lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah saja, tapi

juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Lansia sebagai tahap

akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai dengan kondisi hidup yang tidak

sesuai dengan harapan. Banyak faktor yang menyebabkan seorang mengalami gangguan

mental seperti depresi (Laksamana 1983)

Untuk itu masalah psikologis lansia hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia

dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Disini penulis mengambil masalah

psikososial pada lansia.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui konsep

lansia di lihat dari aspek psikologis (psikososial) pada lansia.

1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan penulisan khusus dari makalah ini adalah

Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada lansia dari aspek psikologis.

Untuk mengetahui masalah psikologis yang sering muncul pada lansia

Untuk mengetahui diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi pada aspek

psikososial lansia

Untuk meningkatkan asuhan keperawatan pada lansia khususnya aspek

psikologis (psikososial) lansia

1.3 Manfaat Penulisan

Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca khususnya

bagi tenaga kesehatan dan keluarga klien di harapkan mampu memotivasi untuk

meningkatkan asuhan keperawatan pada lansia.

2

Page 3: Askep Lansia Revisi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perubahan Lansia Terkait dengan Sistem Psikososial

Lansia adalah singkatan dari lanjut usia. Dalam pergaulan sehari-hari nampaknya tidak

terdapat kesepakatan mengenai batasan umur untuk lansia. Ada orang berpendapat

lansia identik dengan orang pikun, orang tua yang telah memerlukan serba bantuan

untuk melaksanakan kehidupan sehari-hari, seperti berjalan, mandi, makan, dsb. Ada

orang menganggap lansia adalah orang yang purna tugas atau pension. Sementara itu

bila dilihat dari umur seseorang nampaknya: ada orang berumur 65 tahun sudah tidak

kuat berjalan tegak, perlu banyak bantuan, orang lain lagi 75 tahun masih ingin saja

naik sepeda.

Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,

psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu

cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan

jiwa secara khusus pada lansia

Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas

pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi,

yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis,

psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)

Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan

jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif

serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.

Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :

1. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia

2. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif

3

Page 4: Askep Lansia Revisi

3. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :

a ). Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain).

b). Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai

sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan

lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.

4. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga

membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif

terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis

dan sebagainya.

Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat,

misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa

berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.

Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia.

Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat

menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi

para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai

berikut:

a. Penurunan Kondisi Fisik

b. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

c. Perubahan Aspek Psikososial

d. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

Fenomena yang biasanya jadi sorotan dan akan diamati, adalah :

A. Postpower syndrome, yaitu gejala kejiwaan akibat seseorang kehilangan kekuasaan,

kewenangan, dan segala yang menjadi tautannya, yang muncul menjadi rasa tidak

menentu, grogy, kecewa, takut, kemudian kerap kali menggejala dalam perilaku

seperti gampang marah, gampang tersinggung, membicarakan kebesarannya dimasa

lalu tanpa kendali, bahkan mungkin main perintah tidak pada tempatnya.

B. Pandangan kebelakang maksudnya kecenderungan para lansia melihat dan menilai

masa lalunya adalah masa / zaman / kondisi paling baik, lebih baik dari sekarang.

C. Wawasan terhadap generasi sesudahnya. Pandangan banyak orang lansia cenderung

menilai masa lalunya lebih baik, maka juga melihat orang sekarang itu “kurang”

4

Page 5: Askep Lansia Revisi

baik, kurang teguh, kurang hebat dibanding orang zaman lansia hidup muda dahulu.

Latar belakang tentara akan melihat orang zaman sekarang kurang patriotic, lansia

guru cenderung menilai guru sekarang kurang apalah.

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi

kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,

pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia

menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang

berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang

berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan

aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa

perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan lima tipe kepribadian lansia sebagai

berikut:

1. Tipe kepribadian konstruktif (construction personality), biasanya tipe ini tidak

banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.

2. Tipe kepribadian mandiri (independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan

mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan

kegiatan yang, dapat inernberikan otonomi pada dirinya.

3. Tipe kepribadian tergantung (dependent personality), pada tipe ini biasanya sangat

dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka

pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka

pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit

dari kedukaannya.

4. Tipe kepribadian bermusuhan (hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki

lansia tetap merasa tidak puns dengan kchiclupannya, banyak keingimin ywig

kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi

ekonominya meniadi morat-marit.

5. Tipe kepribadian kritik diri (self hate personality), pada lansia tipe ini umumnya

terlihat sengsarv, karena perilakunya sendiri sulit dibantu ormig lain atau cenderung

membuat susah dirinya.

5

Page 6: Askep Lansia Revisi

2.2 Masalah Yang Sering Muncul

1. Depresi

a. Definisi

Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis

seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan penyesalan atau

berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Afda Wahywlingsih dan Sukamto).

b. Penyebab depresi pada lansia:

Penyakit fisik

Penuaan

Kurangnya perhatian dari pihak keluarga

Gangguan pada otak (penyakit cerebrovaskular)

Faktor psikologis, berupa penyimpangan perilaku oleh karena cukup banyak lansia

yang mengalami peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan atau cukup berat.

Serotonin dan norepinephrine

Zat-zat kimia didalam otak (neurotransmitter) tidak seimbang. Neurotransmitter

sendiri adalah zat kimia yang membantu komunikasi antar sel-sel otak.

c. Factor pencetus depresi pada lansia

Faktor biologic, misalnya faktor genetik, perubahan struktural otak, faktor risiko

vaskular, kelemahan fisik.

Faktor psikologik yaitu tipe kepribadian, relasi interpersonal, peristiwa kehidupan

seperti berduka, kehilangan orang dicintai, kesulitan ekonomi dan perubahan situasi,

stres kronis dan penggunaan obat-obatan tertentu.

d. Gejala depresi pada lansia

Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan yang ada,

proyek, hobi, atau rekreasi tidak rnemberikan kesenangan.

Keluhan fisik biasanya terwujud pada perasaan fisik seperti:

6

Page 7: Askep Lansia Revisi

a. Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat sedang

cenderung untuk makan secara berlebihan, namun berbeda jika. kondisinya telah

parah seseorang cenderung akan kehilangan gairah makan.

b. Nyeri (nyeri otot dan nyeri kepala)

c. Merasa putus asa dan tidak berarti. Keyakinan bahwa seseorang mempunyai

hidup yang tidak berguna, tidak efektif. orang itu tidak mempunyai rasa percaya

diri. Pemikiran seperti, “saya menyia-nyiakan hidup saya” atau “saya tidak bisa

rncncapai banyak kemajuan”, seringkali terjadi.

d. Berat badan berubah drastic

e. Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor

penentu, sebagian orang mengalami depresi sulit tidur. Tetapi dilain pihak

banyak orang mengalami depresi justru terlalu banyak tidur.

f. Sulit berkonsentrasi. Kapasitas menurun untuk bisa berpikir dengan jernih dan

untuk mernecahkan masalah secara efektif. Orang yang mengalami depresi

merasa kesulitan untuk memfokuskan perhatiannya pada sebuah masalah untuk

jangka waktu tertentu. Keluhan umum yang sering terjadi adalah, “saya tidak

bisa berkonsentrasi”.

g. Keluarnya keringat yang berlebihan

h. Sesak napas

i. Kejang usus atau kolik

j. Muntah

k. Diare

l. Berdebar-debar

m. Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami depresi

mungkin akan mencoba melakukan lebih dari kemampuannya dalam setiap

usaha untuk mengkomunikasikan idenya. Dilain pihak, seseorang lainnya yang

mengalami depresi mungkin akan gampang letih dan lemah.

n. Kurang energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk mengatakan

atau merasa, “saya selalu merasah lelah” atau “saya capai”.

Secara biologik dipacu dengan perubahan neurotransmitter, penyakit sistemik dan

penyakit degeneratif.

Secara psikologik gejalanya:

7

Page 8: Askep Lansia Revisi

a. Kehilangan harga diri/ martabat

b. Kehilangan secara fisik prang dan benda yang disayangi

c. Perilaku merusak diri tidak langsung. contohnya: penyalahgunaan alkohol/

narkoba, nikotin, dan obat-obat lainnya, makan berlebihan, terutama kalau

seseorang mempunyai masalah kesehatan seperti misalnya menjadi gemuk,

diabetes, hypoglycemia, atau diabetes, bisa juga diidentifikasi sebagai salah satu

jenis perilaku merusak diri sendiri secara tidak langsung.

d. Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri

Gejala social ditandai oleh kesulitan ekonomi seperti tak punya tempat tinggal.

2. Demensia

Demensia adalah gangguan progresif kronik yang dicirikan dengan kerusakan berat pada

proses kognitif dan disfungsi kepribadian serta perilaku (Isaac, 2004).

a. Definisi

Demensia ialah kemunduran fungi mental umum, terutama intelegensi, disebabkan oleh

kerusakan jaringan otak yang tidak dapat kembali lagi (irreversible) (Maramis, 1995).

b. Jenis demensia:

1. Demensia jenis Alzheimer

Patofisiologi:

Otopsi menunjukkan adanya plak amiloid (plak senil atau neuritik) di jaringan otak

atau adanya kekusutan neurofibriler (akumulasi simpul filamen saran pada neuron.

Adanya plak dan kekusutan tersebut berkaitan dengan sel saraf, hilangnya

sambungan antar neuron dan akhimya atrofi serebral.

Genetika:

Adanya gen abnormal saja tidak cukup untuk memprediksi demensia jenis

alzheimer.

8

Page 9: Askep Lansia Revisi

a) Penyakit alzheimer familial memiliki awitan sangat dini (usia 30-40 th) dan

bertanggung jawab atas 20% dari semua kasus demensia jenis ini. Penyakit ini

berkaitan denga gengen abnormal dikromosom 1, 14 dan 21

b) Adanya apolipoprotein E 4 (apo, E 4) dikromosom 19 terjadi 2 kali lebih banyak

pada penderita demensia jenis alzheimer dibanding populasi umum.

Modal toksin:

Sebagian peneliti meyakini bahwa akumulasi alumunium pada otak akibat pajanan

alat-alat dan produk alumunium dapat menyebabkan demensia jenis alzheimer.

Bukti untuk teori ini masih sedikit.

Abnormalitas neurotransmiter atau reseptor :

Kehilangan asetil kolin (neurotransmiter kolinergik mayor) berkaitan dengan gejala-

gejala gangguan kognitif (demensia). (peningkatan kadar asetin kolin merupakan

dasar untuk terapi obat yang disetujui FDA untuk demensia).

Tahap Perilaku AfekPerubahan Kognitif

Ringan

 

Sulit menyelesaikan tugas

Penurunan aktivitas yang

mengarah pada tujuan

Kurang memperhatikan

penampilan pribadi dan

aktivitas sehari-hari

Menarik diri dari aktivitas

social yang biasa

Sering mencari benda-benda

Cemas

Depresi

Frustasi

Curiga

Ketakutan

Kehilangan ingatan tentang

peristiwa yang baru saja

terjadi (lupa akan janji

temu dan percakapan)

Disorientasi waktu

Berkurangnya kemampuan

konsentrasi

Sulit mengambil keputusan

Kemampuan penilaian

buruk

9

Page 10: Askep Lansia Revisi

karena lupa meletakannya;

dapat menuduh orang lain

telah mencurinya

Sedang Perilakunya tidak pantas

secara sosial

Kurang perawatan diri

(misal mandi, toileting,

berpakaian, berdandan)

Berkeluyuran atau mondar-

mandir

Senang menimbun barang-

barang

Hiperoralitas

Mengalami

gangguan siklus tidur-

bangun

 

Mood labil Datar

Apatis

Agitasi

Katas tropi

Paranoia

Kehilangan ingatan tentang

hal-hal yang baru atau lama

(amnesia)

Konfabulasi

Disprientasi waktu, tempat

dan orang

Sedikit agnosia, apraksia

dan afasia

 

Berat Penurunan kemampuan

ambulasi dan aktivitas

motorik lainnya

Penurunan kemampuan

menelan

Sama sekali tidak bisa

mengurus diri (misalnya

Datar, apatis

Reaksi

Katastropik

occasional dapat

berlanjut

 

Semua perubahan kognitif

berlanjut sejalan dengan

meningkatnya amnesia,

agnosia, aprasia dan afasia

 

10

Page 11: Askep Lansia Revisi

membutuhkan perawatan

yang konstan)

Tidak mengenali

lagi keberadaan pemberi

asuhan

2. Demensia vaskular (multi-infark) ditandai dengan gejala-gejala demensia pada tahun

pertama terjadinya gejala neurologik fokal. Klien diketahui mengalami faktor resiko

penyakit vaskuler (misalnya hipertensi, fibrilasi atrium, diabetes).

3. Jenis demensia yang lain berkaitan dengan kondisi medis umum, seperti penyakit

parkinson, penyakit pick, koreahuntingtown dan penyakit Creutzfeldt-jakob.

Demensia yang disebabkan kondisi-kondisi tersebut dicatat sesuai penyakitnya yang

spesifik.

c. Gejala demensia:

Afasia: kehilangan kemampuan berbahasa; kemampuan berbicara memburuk dan

klien sulit “menemukan” kata-kata.

Apraksia: rusaknya kemampuan melakukan aktivitas motorik sekalipun fungsi

sensoriknya tidak mengalami kerusakan.

Agnosia: kegagalan mengenali atau mengidentifikasi objek atau benda urnurn

walaupun fungsi sensoriknya tidak mengalami kerusakan.

Konfabulasi: mengisi celah-celah ingatannya dengan fantasi yang diyakini oleh

individu yang terkena.

Sundown sindrom: memburuknya disorientasi di malam hari.

Reaksi katastrofik: respon takut atau panik dengan potensi kuat inenyakiti diri

sendiri atau orang lain.

Perseveration phenomenon: perilaku berulang, meliputi mengulangi kata-kata orang

lain.

Hiperoralitas: kebutuhan untuk mencicipi dan mengunyah benda-benda yang cukup

kecil untuk dimasukkan ke mulut.

11

Page 12: Askep Lansia Revisi

Kehilangan memori: awalnya hanya kehilangan memori tentang hal-hal yang baru

terjadi, dan akhirnya gangguan ingatan masa lalu.

Disorientasi waktu, tempat dan orang.

Berkurangnya kemampuan berkonsentrasi atau mempelajari materi baru.

Sulit mengambil keputusan

Penilaian buruk: individu ini mungkin tidak mempunyai kewaspadaan lingkungan

tentang keamanan dan keselamatan.

d. Epidemiologi demensia:

Dimensia jenis a1zheimer menyebabkan 50%-75% kasus demensia yang didiagnosis.

Demensia jenis ini merupakan penyebab, kematian tertinggi keempat pada individu

berusia lebih dari 65 tahun. Insidensinya sebagai berikut:

65-75 tahun 5%-8%

75-85 tahun 15%-20%

85 tahun atau lebih 25%-55%

e. Etiologi demensia:

Faktor-faktor yang berkaitan dengan demensia adalah:

Kondisi akut yang tidak diobati atau tidak dapat disembuhkan. Bila kondisi akut

yang menyebabkan delirium tidak atau tidak dapat diobati, terdapat kemungkinan

bahwa kondisi ini akan menjadi kronik dan karenanya dapat dianggap sebagai

demensia.

Penyakit vaskuler, seperti hipertensi, arteriosklerosis, dan aterosklerosis dapat

menyebabkan stroke.

Penyakit parkinson: demensia menyerang 40% dari pasien-pasien ini.

Gangguan genetika: koreahuntington atau penyakit pick.

Penyakit prior (protein yang terdapat dalam proses infeksi penyakit Creutzfeldt-

jakob).

lnfeksi Human Imunodefisiensi Virus (HIV) dapat menyerang Sistem saraf pusat

(SSP), menyebabkan ensefalopati HIV atau kompleks demensia AIDS.

12

Page 13: Askep Lansia Revisi

Gangguan struktur jaringan otak, seperti tekanan normal, hidrocephalus dan cidera

akibat trauma kepala.

13

Page 14: Askep Lansia Revisi

2.3 Penanganan Secara Umum

1. Diagnosis

Diagnosis medis gangguan kognitif ditetapkan dengan melakukan skrining yang cermat

untuk mengesampingkan penyebab lain gejala-gejala tersebut. Skrining-skrining

tersebut meliputi:

a. Pemeriksaan status kesehatan jiwa dan pemeriksaan neuropsikologik.

b. Pemeriksaan darah komprehensif, meliputi HDL, (Hitung Darah Lengkap), kimia

darah, vitamin B12, dan kadar folat, tiroid dan tes fungsi hati serta ginjal.

c. Studi pencitraan otak, meliputi Computed Tomography (CT), Positron Emission

Tomography (PET) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).

d. Gangguan depresi pada klien lansia dapat dimanifestasikan dengan gejala-gejala

yang serupa dengan gejala gangguan kognitif’. Oleh karena itu, gangguan depresi

harus dikesampingkan.

2. Depresi

Depresi yang merupakan masalah mental paling banyak ditemui pada lansia

membutuhkan penatalaksanaan holistik dan seimbang pada aspek fisik, mental dan

sosial. Di samping itu, depresi pada lansia harus diwaspadai dan dideteksi sedini

mungkin karena dapat mempengaruhi perjalanan penyakit fisik dan kualitas hidup pasien.

Deteksi dini perlu dilakukan untuk mewaspadai depresi, terutama pada lansia dengan

penyakit degeneratif, lansia yang menjalani perawatan lama di rumah sakit, lansia dengan

keluhan somatik kronis, lansia dengan imobilisasi berkepanjangan serta lansia dengan

isolasi sosial.

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam terapi depresi pada lansia

Perubahan faal oleh proses menua

Status medik atau komorbiditas penyakit fisik

Status lingkungan sosial

Interaksi antar obat

14

Page 15: Askep Lansia Revisi

Efektivitas dan efek camping obat

Dukungan social

Penatalaksanaan depresi pada lansia:

a. Terapi biologik:

Pemberian obat antidepresan

Terdapat beberapa pilihan obat anti depresi yaitu jenis Selective Serotonin

Reuptake Inhibitors (SSRIs): Prozac (fluoxetine); Zoloft (setraine), Cipram

(citalopram) dan Paxil (paroxetine). Jenis NASSA: Remeron (mirtazapine). Jenis

Tricylic antidepresan: Tofranil (imipramine) dan Norpramin (desipramine).

Reversible Inhibitor Mono Amine Oxidase (RIMA) Inhibitors: Aurorix. Stablon.

(Tianeptine).

Terapi kejang listrik (ECT), shock theraphy

Penggunaan Electroconvulsive Therapy (ECT) dengan cara shock therapy untuk

pasien yang tidak memberi respon positif terhadap, obat antidepresan dan

psikoterapi. ECT bekerja untuk menyeimbangkan unsur kimia pada otak, dirasa.

cukup aman dan efektif serta dapat diulang 3 kali seminggu sampai pasien

menunjukan perbaikan. Efek samping ECT adalah kehilangan kesadaran

sementara.pada pasien namun cukup efektif untuk mengurangi resiko bunuh diri

pada pasien tertentu.

Terapi sulih hormone

Transcranial Magnetic Stimulation (TMS)

b. Terapi psikososial (psikoterapi) bertujuan mengatasi masalah psikoedukatif, yaitu

mengatasi kepribadian maladaptif, distorsi pola berpikir, mekanisme koping yang

tidak efektif, hambatan relasi interpersonal. Terapi ini juga dilakukan untuk

mengatasi masalah sosiokultural, seperti keterbatasan dukungan dari keluarga,

kendala terkait faktor kultural, perubahan peran sosial.

15

Page 16: Askep Lansia Revisi

Psikoterapi yang dapat ditempuh dengan sesi pembicaraan dengan psikiater dan

psikolog dapat membantu pasien melihat bahwa perasaan yang dialaminya juga

dapat terjadi pada orang lain namun karena menderita depresi ia mengalami kondisi

yang berlebihan atas perasaannya sendiri.

Seluruh instrunien yang terdapat pada diri perawat merupakan alat praktek yang

memiliki efek terapi apabila digunakan secara tepat.

Mata dengan pandangan yang penuh perhatian, mimik muka dan ekspresi wajah

simpati, sikap yang tepat merupakan alat perawat untuk membantu klien untuk

mengembalikan rasa percaya diri serta perasaan diperhatikan dan dihargai sebagai

manusia yang bermartabat. Penerimaan yang tulus dari perawat tanpa ada sentimen

apapun berdasarkan latar belakang merupakan kepuasan tersendiri yang akan

diterima oleh klien jika mendapatkan pelayanan dari perawat.

Dengan telinga perawat bisa mendengarkan segala keluh kesah pada klien yang

mengalami depresi. Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa depresi timbul akibat

adanya dorongan negatif dari super-ego yang diresepsi dan lambat laun akan

tertimbun dialam bawah sadar. Sehingga depresi adalah sebentuk penderitaan

emosional. Kekecewaan ataupun ketidakpuasan secara emosional yang direpresi

tidak secara otomatis akan hilang, melainkan sewaktu-waktu akan muncul (return of

the repressed).

Tugas perawat adalah mernbantu klien memahami realitas apa yang sesungguhnya

dialami, sehingga klien bisa keluar dari kondisi yang membuatnya depresi. Bercerita,

berkeluh kesah, mendesah, mengadu, curhat, ataupun menangis bahkan berontak

adalah merupakan cara alamiah untuk mengernbalikan keseimbangan dan kestabilan

emosional klien serta akan melepaskan energi-energi negatif yang menggantung dan

menyesakkan jiwanya. Jika klien meminta saran dan tanggapan, maka berikanlah

saran dan tanggapan dengan selogis dan serealistis mungkin, jawaban tidak harus

kepastian, tapi usahakan klien diajak berpikir untuk, menemukan solusi yang paling

tepat. Klien perlu dirangsang untuk berpikir secara positif dan realisitis dalam

menghadapi situasi sulit.

16

Page 17: Askep Lansia Revisi

c. Perubahan gaya hidup

Aktivitas fisik terutama olah-raga. Pasien dibiasakan berjalan kaki setup pagi atau

sore sehingga energi dapat ditingkatkan serta mengurangi stress karena kadar

norepinefrin meningkat. Selain itu, pasien juga dapat diperkenalkan pada kebiasaan

meditasi serta yoga untuk menenangkan pikirannya.

d. Diet sehat untuk mengurangi asupan gizi yang menambah kadar stress juga perlu

dilakukan. Memperhatikan jenis makanan yang akan disajikan kepada lanjut usia

yang mengalami depresi. Depresi berhubungan dengan tingkat kesadaran yang

rendah. Kesadaran mengacu pada proses psikologis yang meliputi hal-hal seperti

misalnya kemampuan untuk memusatkan perhatian seseorang dan kemampuan

untuk bekerja secara efektif. Makanan berat secara otomatis akan memicu tindakan

bagian syaraf parasimpatik yakni cabang dari sistem syaraf otonom yang

menurunkan kesadaran. 

3. Demensia

Pengobatan diarahkan pada tujuan jangka panjang yaitu mempertahankan kualitas hidup

penderita gangguan degeneratif dan progresif ini.

Pendekatan tim multidisipliner meliputi upaya kolaboratif dari profesional

keperawatan, kedokteran, nutrisi, psikiatri, psikologi, pekerjaam sosial, farmasi, dan

rehabilitasi (misalnya ahli terapi okupasi, fisik, dan aktivitas).

Fokus keluarga. Statistik menunjukan bahwa 7 dari 10 orang dengan dernensia jenis

alzheimer tinggal di rumah dan 75% diantara mereka diurus oleh keluarga dan

teman-teman. Jadi, fokus keluarga pada pengobatan dan penatalaksanaan merupakan

hal yang sangat penting.

Penatalaksanaan berfokus komunitas

1. Kunjungan rumah dilakukan oleh perawat komunitas.

2. Adult day care service memberikan layanan aktivitas terapetik, layanan

rehabilitas, rekreasi, dan respite service bagi pemberi asuhan keluarga.

3. Fasilitas perawatan residensial (perawatan pribadi) memberikan bantuan bagi

klien.

17

Page 18: Askep Lansia Revisi

4. Skilled nursing facilities. 50% dari klien rumah perawatan adalah penderita

demensia jenis alzheimer.

5. Alzheimer asosiation menyediakan kelompok pendukung, penyuluhan

masyarakat dan keluarga, pengumpulan dana dan aktivitas melobi untuk

penelitian dan tindakan legislatif.

Intervensi farmakologik

Tujuan intervensi farmakologik adalah memperlambat laju penurunan kondisi klien

dengan obat yang meningkatkan kadar asetilkolin dan membantu mempertahankan

fungsi neuronal serta menatalaksanakan perilaku dan gejala yang menimbulkan

stress.

Terapi eksperimen.

Gangguan amnestik.

Pengobatannya sama dengan delirium bila gangguan amnestik tersebut merupakan

masalah yang akut dan sama dengan demensia bila gangguannya bersifat kronis.

18

Page 19: Askep Lansia Revisi

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Fokus Pengkajian

1. Riwayat

Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala

karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.

2. Kaji adanya demensia. Dengan alat-alat yang sudah distandardisasi, meliputi

Mini Mental Status Exam (MMSE)

Short portable mental status quetionnaire

3. Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat, seperti geriatric

depresion scale.

4. Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan kepada klien dan keluarga

5. Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga. Lakukan observasi langsung terhadap :

Perilaku. Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan

aktivitas hidup sehari-hari? Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat

diterima secara sosial? Apakah klien sering mengluyur dan mondar¬mandir?

Apakah ia menunjukkan sundown sindrom atau perseveration phenomena?

Afek. Apakah kilen menunjukkan ansietas? Labilitas emosi? Depresi atau apatis?

lritabilitas? Curiga? Tidak berdaya? Frustasi?

Respon kognitif. Bagaimana tingakat orientasi klien? Apakah klien mengalami

kehilangan ingatan tentang hal¬hal yang baru saja atau yang sudah lama terjadi?

Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau mengabstrakan? Kurang mampu

membuat penilaian? Terbukti mengalami afasia, agnosia, atau, apraksia?

6. Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga

19

Page 20: Askep Lansia Revisi

Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah menjadi

pemberi asuhan dikeluarga tersebut. (demensia jenis alzheimer tahap akhir dapat

sangat menyulitkan karena sumber daya keluarga mungkin sudah habis).

ldentifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan anggota keluarga

yang lain.

Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber daya komunitas

(catat hal-hal yang perlu diajarkan).

Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga.

Identilikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran pemberi asuhan

tentang dirinya sendiri.

 B. Diagnosa Keperawatan

1. DEPRESI

Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan konsep diri, depresi, ansietas berat.

Gangguan pola tidur b.d ansietas

Resiko membahayakan diri b.d perasaan tidak berharga dan putus asa.

2. DEMENSIA

Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi

neuron ireversible .

Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis daan kognitif.

Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi

dan atau integrasi sensori ( defisit neurologist)

Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan

ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.

Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan

pengaruh penyimpangan jangka panjang dari proses penyakit

 

20

Page 21: Askep Lansia Revisi

C. Intervensi

1. DEPRESI

Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan konsep diri, depresi, ansietas berat.

Intervensi

1) Bicara secara langsung dengan klien; hargai individu dan ruang pribadinya jika

tepat

2) Beri kesempatan terstruktur bagi klien untuk membuat pilihan perawatan

3) Susun sasaran aktivitas progresif dengan klien

4) Bantu klien memilih kemampuan yang bisa dilakukan pasien saat ini

Gangguan pola tidur b.d ansietas

Intervensi

1) Identifikasi gangguan dan variasi tidur yang dialami dari pola yang biasanya

2) Anjurkan latihan relaksasi, seperti musik lembut sebelum tidur

3) Kurangi asupan kafein pada sore dan malam hari

4) Anjurkan klien untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk memfasilitasi

agar pasien dapat tidur.

Resiko membahayakan diri b.d perasaan tidak berharga dan putus asa.

Intervensi

1) Identifikasi derajat resiko / potensi untuk bunuh diri

2) Lakukan tindakan pencegahan bunuh diri

3) Mendiskusikan koping positif yang pernah dimiliki klien dalam menyelesaikan

masalah

2. DIMENSIA

21

Page 22: Askep Lansia Revisi

Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi

neuron ireversible

Intervensi

1) Kaji derajat gangguan derajat kognitif, orientasi orang, tempat dan waktu

2) Anjurkan untuk mempertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang

Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan kognitif

Intervensi

1) Anjurkan klien untuk pertahankan tindakan kewaspadaan

2) Hadir dekat pasien selama prosedur atau pengobatan yang dilakukan

Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi

dan atau integrasi sensori ( defisit neurologis )

Intervensi

1) Kaji derajat sensori/ gangguan persepsi pada klien

2) Bantu klien mempertahankan hubungan orientasi realita dan lingkungan

Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan

ketergantungan fisiologis dan atau psikologis

Intervensi

1) Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/ perawatan diri

2) Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai

kebutuhan

Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan

pengaruh penyimpngan jangka panjang dari proses penyakit

Intervensi

1) Berikan dukungan emosional

22

Page 23: Askep Lansia Revisi

2) Rujuk klien ke kelompok pendukung

23

Page 24: Askep Lansia Revisi

D. Evaluasi

DEPRESI

1) Klien mampu berpartisipasi dalam menentukan perawatan diri klien

2) Klien mampu melakukan kegiatan positif dalam menyelesaikan masalah

3) Klien mampu mengungkapkan penyebab gangguan tidur

4) Klien mampu menetapkan cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tidur

5) Klien mampu mengungkapkan ide bunuh diri

6) Klien mampu mendukung koping positif yang masih di miliki oleh klien

7) Keluarga dan klien dapat mengenali cara – cara untuk mencegah bunuh diri

8) Keluarga mampu mendemonstrasikan cara menyelesaikan masalah yang

konstruktif.

DIMENSIA

1) Klien mampu membantu masalah-masalah klien terkait dengan penyakitnya

(demensia)

2) Klien mampu mengulang pengertian demensia dan cara merawat lansia demensia

3) Klien mampu mendukung koping positif yang masih di miliki oleh klien

24

Page 25: Askep Lansia Revisi

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Usia lanjut bukan hanya diprhadapakn pada permasalahan jasmaniah / fisik saja

tetapi juga permasalahan gangguan mental / psikologis. Memahami psikologis lanjut

usia; lansia tak semudah kita mengerti akan psikologis anak-anak, walapun banyak

yang berpendapat bahwa ketika seseorang sudah memasuki usia lanjut maka, 

kejiwaan nya akan berubah kembali seperti anak-anak. Pada lansia berkurang

kemampuan menyembunyikan apa yang dirasa, namun sekaligus ingin

memberitahukan kepada setiap orang apa yang sesungguhnya dirasa. Lansia itu labil,

dapat dengan mudah dan cepat sekali dari senang ke sedih, suka ke tidak suka atau

sebaliknya. Tanpa ada kesadaran telah berubah dan sedikit keinginan sadar; sengaja

untuk merubah. Semua tampak diluar kendali dirinya dalam artian lebih banyak

dikendalikan oleh situasi. Situasi yang juga sering tak terpahami adalah  situasi yang

terstimulasi oleh “teman” imajiner nya atau barangkali “tokoh-tokoh” yang

tersimpan dalam alam bawah sadarnya, hingga bisa manafikkan segala yang nyata

dihadapannya.

4.2 Saran

Peran perawat sangat diperlukan untuk mempertahankan derajat kesehatan pada

lansia dalam taraf setinggi-tingginya, sehingga terhindar dari penyakit atau

gangguan kesehatan seperti gangguan psikologis lansia. Dengan demikian, lansia

masih dapat memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Oleh karena itu perkembangan

ilmu dan praktik dalam pembelajaran sangat penting untuk memenuhi kualitas

sumber daya yang dibutuhkan

25

Page 26: Askep Lansia Revisi

DAFTAR PUSTAKA

Patricia, dkk. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : EGC

Watson. R. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta : EGC

Nugroho, dkk. 2000. Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : EGC 

www.scibd.com/askep-klien-dengan-depresi.html

www.scibd.com/askep-klien-dengan-demensia.html

http://deasbatamisland.blogspot.com/2007/11/askep-lansia-dengan-gangguan.html

26