Askep Bph.dama

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    1/29

    KATA PENGANTAR

    Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya atas berkat

    dan campur tangan-Nyalah, maka kami dapat menyelesaikan makalah sistem Perkemihan

    Asuhan Keperawatanpada pasien lansia dengan BPH ini dengan baik. Semoga apa yang kami

    tulis dan kami paparkan dalam makalah ini dapat dimengerti dan di pahami dengan baik oleh

    pembaca sehingga dapat bermanfaat bagi pembaca dalam menjaga dan meningkatkan status

    kesehatan dalam kehidupan seharihari.

    Penulis menyadari bahwa makalah asuhan keperawatan ini masih jauh dari

    kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

    kesempurnaan makalah ini.

    Semarang, 8 Oktober 2013

    Penyusun

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    2/29

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL

    KATA PENGANTAR

    DAFTAR ISI

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1Latar Belakang Masalah

    1.2Tujuan

    BAB II ISI

    2.1 Proses pembentukan organ perkemihan lansia

    2.2

    Struktur organ perkemihan lansia

    2.3 Fisiologi perkemihan lansia

    2.4 Pemeriksaan fisik system perkemihan

    2.5 Pemeriksaan PBH

    2.6 Persiapan operasi TURP

    2.7 Patofisiologi BPH

    2.8 Farmakologi dan implikasi keperawatan pada BPH : Analgetik, Antibiotik,

    Kortikosteroid, Diuretik, Kemotherapie, Antiseptik2.9 Penatalaksanaan medic BPH

    2.10 Gizi yang tepat pada klien BPH dan implikasi keperawatannya

    2.11 Askep BPH

    2.12 Keterampilan melakukan pemeriksaan fisik system perkemihan

    2.13 Keterampilan persiapan operasi TURP

    2.14 Keterampilan melakukan perawatan catheter triway

    2.15 Keterampilan mengukur balance cairan pada pasien irigasi post TURP

    2.16 Keterampilan perawatan luka

    2.17 Keterampilan monitoring post operasi

    2.18 Keterampilan memberikan penkes post op BPH

    2.19 Keterampilan melakukan bladder training

    2.20 Keterampilan pemeriksaan BT/CT

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    3/29

    BAB III PENUTUP

    3.1 Kesimpulan

    3.2 Saran

    DAFTAR PUSTAKA

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    4/29

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1Latar Belakang MasalahPenyakit pembesaran prostat jinak (Benign Prostatic Hyperplasia, BPH) merupakan

    kelainan yang sering dijumpai di klinik urologi di banyak negara. Di Sub bagian urologi

    FKUI/RSCM, BPH menempati urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih. Setiap

    tahun ditemukan antara 200 sampai 300 penderita baru dengan BPH .

    Pertumbuhan kelenjar prostat tidak berhenti pada usia dewasa tetapi terus berlanjut

    sepanjang hidup. Pada saat lahir, berat prostat sekitar 1 gram, pada masa pubertas

    kelenjar prostat tumbuh secara cepat dan mencapai berat sekitar 20 gram pada usia 20

    30 tahun. Adanya tanda-tanda histopatologi BPH sudah dapat dijumpai pada laki-laki

    berusia 60 tahun diperkirakan 50% kemungkinan untuk ditemukannya BPH secara

    histologis dan kemungkinan ini meningkat menjadi sekitar 80% pada usia 80 tahun

    bahkan 100% pada usia 90 tahun. Walaupun banyak pada laki-laki dapat ditemukan

    adanya BPH secara histologis, hanya pada setengah diantara meraka dapat ditemukan

    pembesaran prostat secara makroskopis dan pada akhirnya sekitar 25% dari penderita.

    Penderita ini memerlukan pembedahan untuk mengatasi adanya sumbatan saluran kemih.

    Kelenjar periuretral yang mengalami hiperplasi akan mendesak jaringan prostat yang

    asli ke periper dan menjadi surgical capsul. Menurut teori sel stem, faktor usia dan

    gangguan keseimbangan hormonal akan mempercepat proliferasi sel stem sehingga

    terjadi hiperplasi kelenjar periuretral, teori reawakening mengatakan jaringan akan

    kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan

    periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya.

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    5/29

    1.2Tujuan

    Tujuan Umum

    Agar mahasiswa lebih memahami dan paham tentang penyakit BPH

    Tujuan Khusus

    - Agar mahasiswa mengerti proses pembentukan organ perkemihan lansia

    - Agar mahasiswa megerti tentang struktur organ perkemihan lansia

    - Agar mahasiswa mengerti tentang fisiologi perkemihan lansia

    - Agar mahasiswa mengerti tentang pemeriksaan fisik system perkemihan

    - Agar mahasiswa mengerti tentang pemeriksaan PBH

    -

    Agar mahasiswa mengerti tentang persiapan operasi TURP

    - Agar mahasiswa memahami tentang Patofisiologi BPH

    - Agar mahasiswa mengerti tentang farmakologi dan implikasi keperawatan pada BPH :

    Analgetik, Antibiotik, Kortikosteroid, Diuretik, Kemotherapie, Antiseptik

    - Agar mahasiswa mengerti tentang penatalaksanaan medic BPH

    - Agar mahasiswa mengerti tentang gizi yang tepat pada klien BPH dan implikasi

    keperawatannya

    - Agar mahasiswa mampu memahami tentang Askep BPH

    BAB II

    ISI

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    6/29

    2.1Proses pembentukan organ perkemihan lansia

    2.2 Struktur organ perkemihan lansia

    2.3 Fisiologi perkemihan lansia

    2.4 Pemeriksaan fisik system perkemihan

    2.5 Pemeriksaan PBH

    2.6 Persiapan operasi TURP

    2.7 Patofisiologi BPHAnatomi kelenjar prostat

    Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli buli, di

    depan rectum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri denganukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar ini terdiri atas

    jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi dalam beberapa daerah atau zona,

    yaitu zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona prepostatik sfingter, dan zona

    anterior. Secara histopatologik kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar dan

    stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblast, pembuluh darah, saraf,

    dan jaringan penyanggah yang lain.

    Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen daricairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra

    posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat

    ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat.

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    7/29

    Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus

    prostatikus. Pleksus prostatikus ( pleksus pelvikus ) menerima masukan serabut

    parasimpatik dari korda spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus ( T10-L2 ).

    Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan

    rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior,

    seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat,

    kapsula prostat, dan leher buli buli. Di tempat tempat itu banyak terdapat reseptor

    adrenergik . Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot polos

    tersebut.

    Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron, yang di

    dalam sel sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif

    dihidrotestoteron ( DHT ) dengan bantuan enzim 5 reduktase. Dihidrotestoteron inilah

    yang secara langsung memacu m RNA di dalam sel sel kelenjar prostat untuk

    mensintesis proteingrowth factoryang memacu pertumbuhan kelenjar prostat.

    Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas

    dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    8/29

    Aliran Urin normal

    Aliran urin dengan BPH

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    9/29

    Definisi BPH

    BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar,

    memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine,

    dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi

    sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat,

    tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah

    banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul

    surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat,

    tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.

    Hiperplasia adalah penambahan ukuran suatu jaringan yang disebabkan oleh

    penambahan jumlah sel pembentuknya. Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat

    yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun

    orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan

    adalah hyperplasia.

    Gejala klinis

    Biasanya gejalagejala pembesaran prostat jinak, dikenal sebagai Lower Urinary Tract

    Symptoms ( LUTS ), dan dapat dibedakan menjadi :

    1. Gejala iritatif

    Frekuensi : sering miksi

    Frekuensi terutama terjadi pada malam hari ( nokturia ) karena hambatan normal

    dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.

    Nokturia : terbangun untuk miksi pada malam hari

    Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap

    miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.

    Urgensi : perasaan miksi yang sangat mendesak

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    10/29

    Disuria : nyeri pada saat miksi

    Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidaksatabilan

    detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.

    2.

    Gejala obstuktif

    Pancaran melemah

    Rasa tidak lampias sehabis miksi

    Terminal dribbling : menetes setelah miksi

    Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah

    residu urin yang banyak dalam bulibuli.

    Hesitancy : bila mau miksi harus menunggu lama

    Terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan

    resistensi uretra.

    Straining : harus mengedan jika miksi

    Intermittency : kencing terputusputus

    Terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi

    Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen

    karena overflow.

    Keluhan ini biasanya disusun dalam bentuk score symptom. Terdapat beberapa

    jenis klasifikasi yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis dan menentukan

    tingkat beratnya penyakit, diantaranya adalah score internasional gejala-gejala prostat

    WHO ( Internasional Prostate Symptom Score, IPSS) dan score Madsen Iversen.

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    11/29

    Skor Madsen Iversen dalam bahasa Indonesia

    Pertanyaan 0 1 2 3 4

    Pancaran Normal Berubah

    ubah

    Lemah Menetes

    Mengedan

    pada saat

    berkemih

    Tidak Ya

    Harus

    menunggu

    saat akan

    miksi

    Tidak Ya

    BAK

    terputus

    putus

    Tidak Ya

    Miksi tidak

    lampias

    Tidak tahu Berubah

    ubah

    Tidak

    lampias

    1x retensi > 1x retensi

    Inkontinensia Ya

    BAK sulit

    ditunda

    Tidak ada Ringan Sedang Berat

    Miksi malam

    hari

    01 2 3-4 >4

    BAK siang

    hari

    > 3 jam

    sekali

    Setiap

    2 3 jam

    sekali

    Setiap

    1 2 jam

    sekali

    < 1 jam

    sekali

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    12/29

    Skor Internasional gejala gejala prostat WHO

    ( Internasional Prostate Symptom Score, IPSS )

    Keluhan pada bulan

    terakhir

    Tidak

    sama

    sekali< 1 - 5x

    > 5 - 15x Hampir

    selalu

    Adakah anda merasa buli

    buli tidak kosong setelah

    BAK

    0

    Berapa anda hendak BAK

    lagi dalam waktu 2 jam

    setelah BAK

    0 1 2 3 4 5

    Berapa kali terjadi air kencing

    berhenti sewaktu BAK

    0 1 2 3 4 5

    Berapa kali anda tidak dapat

    menahan keinginan BAK

    0 1 2 3 4 5

    Berapa kali arus air seni

    lemah sekali sewaktu BAK

    0 1 2 3 4 5

    Berapa kali terjadi anda

    mengalami kesulitan memulai

    BAK (harus mengejan)

    0 1 2 3 4 5

    Berapa kali anda bangun

    untuk BAK diwaktu malam

    0 1x 2x 3 x 4 x 5 x

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    13/29

    Andaikata hal yang anda

    alami sekarang akan tetap

    berlangsung seumur hidup,

    bagaimana perasaan anda

    Sangat

    senang

    Cukup

    senang

    Biasa

    saja

    Agak

    tidak

    senang

    Tidak

    menyen

    angkan

    Sangat

    tidak

    menyen

    angkan

    Jumlah nilai :

    0 = baik sekali

    1 = baik

    2 = kurang baik

    3 = kurang

    4 = buruk

    5 = buruk sekali

    Sistem skoring I-PSS terdiri dari tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan

    keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup

    pasien. Setiap pertanyaan dihubungkan dengan keluhan miksi diberi nilai dari 0 sampai

    dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1

    sampai 7.

    Dari skor I-PSS dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu (1)

    ringan : skor 0-7, (2) sedang : skor 8-19, (3) berat : skor 20-35.

    Mild or No Symptoms. Skor IPSS 7 atau di bawah 7, pada umumnya memilih

    watchfull waiting sekalipun prostat mereka membesar. Perlu diingat, bagaimanapun

    obstruksi traktus urinaria dapat memperlihatkan pembesaran prostat sekalipun tidak

    mempunyai gejala, maka ada beberapa resiko dengan pilihan ini, walaupun itu kecil.

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    14/29

    Etiologi

    BPH terjadi karena proliferasi stroma dan epithelial dari glandula prostat yang sering

    didapatkan gejala voiding.

    Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan testosteron estrogen karena

    produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan

    adiposa di perifer.

    Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hyperplasia

    prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya

    dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron ( DHT ) dan proses aging ( menjadi tua ).

    Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah :

    1. Teori dihidrotestosteron

    2. adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron

    3. interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat

    4. berkurangnya kematian sel ( apoptosis )

    5. teori stem sel

    1. Teori DihidrotestosteronDihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada

    pertumbuhan sel sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosterone di dalam sel prostat oleh

    enzim 5- reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan

    dengan reseptor androgen ( RA ) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan

    selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.

    Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda

    dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5- reduktase

    dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan BPH lebih

    sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan

    prostat normal.

    2. Ketidakseimbangan Antara Estrogentestosteron

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    15/29

    Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif

    tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat. Telah diketahui

    bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel sel kelenjar

    prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel sel prostat terhadap rangsangan hormon

    androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematian sel

    sel prostat ( apoptosis ). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan

    terbentuknya sel sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel sel prostat

    yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat menjadi lebih

    besar.

    3. Interaksi StromaEpitelCunha ( 1973 ) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat

    secara tidak langsung dikontrol oleh selsel stroma melalui suatu mediator ( growth factor )

    tertentu. Setelah sel sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel sel

    stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel sel epitel

    secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi selsel epitel maupun sel

    stroma.

    4. Berkurangnya Kematian Sel ProstatProgram kematian sel ( apoptosis ) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologi untuk

    mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan

    fragmentasi sel yang selanjutnya selsel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh

    selsel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.

    Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian

    sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah

    selsel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel

    sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel sel prostat secarakeseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat.

    5. Teori Sel StemUntuk mengganti selsel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel sel baru.

    Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    16/29

    berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon

    androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi,

    menyebabkan terjadinya apoptosis. terjadinya proliferasi sel sel pada BPH dipostulasikan

    sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel

    stroma atau sel epitel.

    Patofisiologi

    Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi serta iritasi. Gejala dan tanda obstruksi

    saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus,

    menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah dan rasa belum puas sehabis miksi.

    Gejala iritasi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi,

    nokturia, miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagalberkontraksi cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus

    putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau

    pembesaran miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih

    sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan tanda ini diberi skor

    untuk menentukan berat keluhan klinis.

    Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir

    miksi masih di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika

    keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga penderita tidak

    mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi, pada suatu saat vesika tidak mampu

    lagi menampung urin sehingga tekanan intra vesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika

    menjadi menjadi lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi

    inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,

    hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. pada

    waktu miksi, penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia

    atau hemoroid.

    Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih.

    Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat

    pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks, dapat terjadi pielonefritis.

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    17/29

    Hiperplasia Prostat

    Penyempitan lumen uretra posterior

    Tekanan intravesikal

    Bulibuli Ginjal dan ureter

    - Hipertrofi otot detrusor - Refluks vesiko-ureter

    - Trabekulasi - Hidroureter

    -selula - Hidronefrosis

    - divertikel bulibuli - Pionefrosis pilonefritis

    - Gagal ginjal

    2.8 Farmakologi dan implikasi keperawatan pada BPH : Analgetik, Antibiotik,Kortikosteroid, Diuretik, Kemotherapie, Antiseptik

    2.9 Penatalaksanaan medic BPHPemeriksaan klinis

    1. Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    18/29

    Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat memberikan gambaran

    tonus sfingter ani, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum

    dan tentu saja meraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :

    -Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal

    - Adakah asimetri

    - Adakah nodul pada prostat

    - Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih dapat diraba biasanya

    besar prostat diperkirakan < 60 gr.

    Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal atau normal (

    ingat tidak ada korelasi antara besar prostat dengan obstruksi yang ditimbulkannya ),

    permukaan licin dan konsistensi kenyal.

    Pada akut retensi, buli-buli penuh ( ditemukan massa supra pubis ) yang nyeri dan

    pekak pada perkusi.

    Derajat berat hipertrofi prostat berdasarkan gambaran klinis

    Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urin

    I Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba < 50 ml

    II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai 50100 ml

    III Batas atas prostat tidak dapat diraba > 100 ml

    IV Retensi urin total

    2. Derajat berat obstruksi

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    19/29

    Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah miksi

    spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih dapat keluar dengan

    kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih

    setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas untuk indikasi

    melakukan intervensi pada hipertrofi prostat.

    Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin pada waktu

    miksi, yang disebut uroflowmetri.

    Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai

    sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6 8 ml/detik, sedangkan

    maksimal pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.

    Pemeriksaan penunjang

    1. Pemeriksaan laboratoriumAnalisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel

    leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus diperhatikan etiologi lain seperti

    keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat

    menyebabkan hematuria.

    Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal

    dan status metabolik.

    Pemeriksaan Prostat Spesifik Antigen ( PSA ) dilakukan sebagai dasar penentuan

    perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu

    biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 410 ng/ml, hitunglah Prostate Spesifik Antigen Density (

    PSAD ) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD 0,15 maka sebaiknya

    dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml.

    2. Pemeriksaan radiologisPemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi intra vena, USG

    dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan pencitraan ini adalah untuk memperkirakan volume

    BPH, menentukan derajat disfungsi buli - buli dan volume residu urin, dan mencari kelainan

    patologi lain, baik yang berhubungan maupun tidak dengan BPH.

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    20/29

    Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal atau

    buli buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan

    prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal.

    Dari pielografi intra vena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis

    dan hidroureter, fish hook appearance ( gambaran ureter berbelok-belok di vesica ),

    indentansi pada dasar bulibuli, divertikel, residu urin, atau filling defect di vesica.

    Cara pencitraan yang lain ialah pemeriksaan USG. Cara pemeriksaan ini untuk prostat

    hipertrofi dianggap sebagai pemeriksaan yang baik oleh karena ketepatannya dalam

    mendeteksi pembesaran prostat, tidak adanya bahaya radiasi dan juga relatif murah.

    Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara trans abdominal atau transrektal ( TRUS = Trans

    Rectal Ultrasonografi ). TRUS dianggap lebih baik untuk pemeriksaan kelenjar prostat

    apalagi bila menggunakan transducer yang biplane. Selain untuk mengetahui adanya

    pembesaran prostat pemeriksaan USG dapat pula mendeteksi volume buli, mengukur sisa

    urin, dan patologi lain seperti divertikel, tumor buli yang besar, batu buli. TRUS dapat pula

    mengukur besarnya prostat yang diperlukan untuk menentukan jenis terapi yang tepat yaitu

    apabila besarnya lebih dari 60 gr digolongkan besar sehingga kalau akan dilakukan operasi

    dipilih operasi buka. Perkiraan besarnya prostat dapat pula dilakukan dengan USG

    suprapubik atau trans urethral tetapi cara transuretral dianggap terlalu invasif. Pengukuran

    volume prostat sering disebut volumetri dan biasanya memakai rumus volume = 0,52 x d1 x

    d2 x d3, bila kita anggap bahwa bentuk prostatelipsoid dan d adalah jarak panjang, lebar (

    pada potongan transversal ), dan panjang prostat adalah potongan sagital. Dari USG dapat

    diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin, batu ginjal,

    divertikulum atau tumor bulibuli.

    3. SistoskopiSistoskopi sebaiknya dilakukan pada anamnesa ditemukan adanya hematuri atau pada

    pemeriksaan urin ditemukan adanya mikrohematuri, untuk mengetahui adanya kemungkinan

    tumor di dalam vesica atau sumber perdarahan dari atas yang dapat dilihat apabila darah

    datang dari muara ureter, atau adanya batu kecil yang radiolusent di dalam vesica. Selain itu

    sistoskopi dapat juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang

    uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat kedalam uretra.

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    21/29

    4. CTScan atau MRIPencitraan dengan CTScaning dan Magnetic Resonance Imaging / MRI dalam praktek

    jarang dipakai karena cara pemeriksaan ini mahal dan keterangan yang diperoleh tidak terlalu

    banyak dibandingkan cara lain.

    Penatalaksanaan

    Penderita datang ke dokter bila hipertrofi prostat telah memberikan keluhan klinis.

    Derajat berat gejala klinis dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur

    dan sisa volume urin.

    WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut

    WHO PSS ( WHO Prostate Symptom Score ). Skor ini dihitung berdasarkan jawaban penderita

    atas delapan pertanyaan mengenai miksi.

    Terapi nonbedah dilakukan jika WHO PSS tetap di bawah 15. Untuk itu dianjurkan

    melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25

    ke atas atau bila timbul obstruksi.

    Di dalam praktek pembagian besar prostat derajat I IV digunakan untuk menentukan

    cara penanganan.

    DERAJAT I

    Belum memerlukan tindak bedah, diberikan tindakan konservatif, misalnya dengan penghambat

    adrenoreseptor alfa seperti alfazosin, prazosin dan terazosin. Keuntungan obat penghambat

    adrenoreseptor alfa ialah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses

    hiperplasia prostat sedikit pun. Kekurangannya ialah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian

    lama.

    DERAJAT II

    Merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan. Biasanya dianjurkan reseksi endoskopik

    melalui uretra ( trans urethral resection = TUR ). Mortalitas TUR sekitar 1% dan morbiditas

    sekitar 8%. Kadang derajat dua dapat dicoba dengan pengobatan konservatif.

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    22/29

    DERAJAT III

    Reseksi endoskopik dapat dikerjakan oleh pembedah yang cukup berpengalaman. Apabila

    diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam,

    sebaiknya dilakukan pembedahan.

    Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal, retropubik atau perineal. Pada

    operasi melalui kandung kemih dibuat sayatan perut bagian bawah menurut pfannenstiel ;

    kemudian prostat dienukleasi dari dalam simpainya. Keuntungan teknik ini adalah dapat

    sekaligus untuk mengangkat batu bulibuli atau divertikelektomi apabila ada divertikulum yang

    cukup besar. Cara pembedahan retropubik menurut milin dikerjakan melalui sayatan kulit

    pfannenstiel dengan membuka kandung kemih, kemudian prostat dienukleasi. Cara ini

    mempunyai keunggulan yaitu tanpa membuka kandung kemih sehingga pemasangan kateter

    tidak lama seperti bila membuka vesika. Kerugiannya, cara ini tidak dapat dipakai kalau

    diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari dalam kandung kemih. Kedua cara

    pembedahan terbuka tersebut masih kalah dibandingkan dengan cara TUR, yaitu morbiditasnya

    yang lebih lama, tetapi dapat dikerjakan tanpa memerlukan alat endoskopi yang khusus, dengan

    alat bedah baku. Prostatektomi melalui sayatan perineal tidak dikerjakan lagi.

    DERAJAT IV

    Tindakan yang pertama harus dikerjakan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total

    dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk

    melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitif dengan TUR atau pembedahan terbuka.

    Penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan untuk dilakukan pembedahan,

    dapat diusahakan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor

    alfa. Efek samping obat ini adalah gejala hipotensi, seperti pusing, lemas, palpitasi dan rasa

    lemah.

    Pengobatan konservatif ialah dengan pemberian obat antiandrogen yang menekan

    produksi LH. Kesulitan pengobatan konservatif adalah menetukan berapa lama obat harus

    diberikan dan efek samping obat.

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    23/29

    Pengobatan lain yang invasif minimal adalah pemanasan prostat dengan gelombang

    mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang pada ujung kateter.

    Dengan cara yang disebut transurethral micro wave thermotherapy ( TUMT ) ini, diperoleh hasil

    perbaikan kirakira 75 % untuk gejala objektif.

    Pada penanggulangan invasif minimal lain, yang disebut transurethral ultrasound guided

    laser induced prostatectomy ( TULIP ) digunakan cahaya laser. Dengan cara ini, diperoleh juga

    hasil yang cukup memuaskan.

    Uretra di daerah prostat dapat juga didilatasi dengan balon yang dikembangkan

    didalamnya ( trans urethral ballon dilatation = TUBD ). TUBD ini biasanya memberi perbaikan

    yang bersifat sementara.

    Komplikasi

    Apabila buli buli menjadi dekompensasi, akan terjadi retensio urin. Karena produksi

    urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli buli tidak mapu menampung urin sehingga

    tekanan intra vesika meningkat, dapat timbul hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses

    kerusakan ginjal dipercepat jika terjadi infeksi.

    Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan dalam buli buli. Batu ini

    dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula

    menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.

    Pada waktu miksi pasien harus mengedan shingga lama kelamaan dapat menyebabkan

    hernia atau hemoroid.

    2.10 Gizi yang tepat pada klien BPH dan implikasi keperawatannya

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    24/29

    2.11 Askep BPHPasien Tn Peppi 68 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri saat BAK.

    BAK keluar menetes dan ketika kencing tidak merasa tuntas, terkadang kencing disertai

    darah. Keluhan ini dirasakan sejak satu bulan yang lalu. Dari hasil pemeriksaan fisik

    didapatkan data sebagai berikut ; keadaan umum : sakit sedang, kesadaran:

    composmentis, TD:120/80mmHg;RR:20x/menit;N:96x/menit; S:36,20C.

    Leukosit:35ribu/lpb, bakteri++, PH urine pH7,0, nitrogen+, warna urin kuning tua, urin

    keruh. Hasil USG terdapat pembesaran prostat. Pasien mendapat tindakan operasi TURP.

    Post operasi pasien terpasang catheter three way dan spolling NaCl untuk irigasi.

    Mendapat terapi ciprofloxaxin 2x1gr per IV, Toradol 1x30mg per IV.

    ANALISA DATA

    DATA PROBLEM ETILOGI

    DS :

    - Klien mengatakan

    ketika kencing tidakmerasa tuntas

    - Klien mengatakan

    terkadang keluar

    kencing berdarah

    DO:

    - Hasil lab leukosit 35

    rb/lpb

    - Bakteri ++

    - Kimia urin PH 7,0

    - Nitrogen +

    Retensi urin Tekanan uretral tinggi karena

    kelemahan detrusor

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    25/29

    - Warna urin kuning

    tua

    - Kekeruhan keruh

    - Hasil USG terdapat

    pembesaran prostat

    INTERVENSI

    No

    Dp

    Tgl/ja

    m

    Tujuan dan kriteria

    hasil

    Intervensi Rasional

    1 8okto

    ber

    2013

    Jam

    08.00

    Retensi urine

    teratasi setelah

    dilakukan

    keperawatan selama

    3x24 jam dengan

    kriteria hasil:

    1. Pasien dapat

    berkemih

    dengan

    normal

    tanpa retensi

    2. Pasien tidak

    merasakan

    nyeri saat

    berkemih

    3.

    Urin tidak

    ada darah

    4. Urin

    berwarna

    kuning

    1.

    Anjurkan pasien

    untuk berkemih

    tiap 2-4jam dan

    bila tiba-tiba

    dirasakan

    2. Observasi aliran

    urine(ukuran dan

    kekuatan)

    3. Catat waktu dan

    jumlah tiap

    berkemih(perhatik

    an penurunan

    haluran urine dan

    perubahan berat

    jenis)

    4.

    Perkusi dan palpasi

    area subprapubik

    5. Monitor

    TTV(TD,suhu,nadi

    1.

    Meminimalkan retensi

    urin distensi berlebihan

    pada kandung kemih

    2. Berguna untuk

    mengevaluasi obstruksi .

    3. retensi urine

    meningkatkan tekanan

    saluran perkemihan atas

    yang dapat mempengarui

    fungsi ginjal.

    4.

    Distensi kandung kemih

    dapat dirasakan diarea

    subprapubik.

    5. Kehilangan fungsi ginjal

    mengakibatkan penurunan

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    26/29

    jernih

    Bakteri -

    ,rr)

    6. Lakukan

    pemasangan

    kateter

    7. Kolaborasi

    pemberian

    antibiotic

    8. Kolaborasi

    pemeriksaan BUN,

    kreatinin dan

    elektrolit dan

    kultur

    cairan dan akumulasi sisa

    toksik berlanjut ke

    penurunan ginjal protal.

    6. Menurunkan resiko

    infeksi aseden.

    7. Diberikan untuk melawan

    infeksi

    8. Pembesaran prostat

    menyebabkan dilatasi

    saluran perkemihan atas

    sehingga berpotensi

    merusak ginjal

    2.12 Keterampilan melakukan pemeriksaan fisik system perkemihan

    2.13 Keterampilan persiapan operasi TURP

    2.14 Keterampilan melakukan perawatan catheter triway

    2.15 Keterampilan mengukur balance cairan pada pasien irigasi post TURP

    2.16 Keterampilan perawatan luka

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    27/29

    2.17 Keterampilan monitoring post operasi

    2.18 Keterampilan memberikan penkes post op BPH

    2.19 Keterampilan melakukan bladder training

    2.20 Keterampilan pemeriksaan BT/CT

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    28/29

    BAB III

    PENUTUP

    3.1 Kesimpulan

    3.2 Saran

  • 7/27/2019 Askep Bph.dama

    29/29

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Mansjoer, Arif, Suprohaita, Wardhani, Wahyu Ika. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi

    Ketiga. Jilid Dua. Jakarta : Media Aesculapius; 2000.

    2. Purnomo, Basuki B. DasarDasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta : Sagung Seto.

    3. Ramon P, Setiono, Rona,Buku Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran ;

    2002: 203-7

    4. Sabiston, David. Sabiston : Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus. Timan. EGC. 1994.

    5.

    Samsuhidajat, Wim de Jong.Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, 2003.

    6. Sapardan Subroto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bagian Bedah Fakultas

    Kedokteran Universitas Indonesia.