34
Laporan Kasus GAGAL JANTUNG KONGESTIF Disusun oleh: Rahman Wahyudin Sensi 70 2008 043 Dosen Pembimbing: dr. Ayus Astoni, Sp. PD BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD. PALEMBANG BARI 1

109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

Laporan Kasus

GAGAL JANTUNG KONGESTIF

Disusun oleh:

Rahman Wahyudin Sensi

70 2008 043

Dosen Pembimbing:

dr. Ayus Astoni, Sp. PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD. PALEMBANG BARI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2012

1

Page 2: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

BAB I

PENDAHULUAN

Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan

merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.

Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin

bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark

miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan

fungsi jantung (Davis, R., 2000).

Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah

kondisi dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk menghantarkan darah yang

kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan tubuh. Suatu

definisi objektif yang sederhana untuk menentukan batasan gagal jantung kronik

hampir tidak mungkin dibuat karena tidak terdapat nilai batas yang tegas

mengenai disfungsi ventrikel. Sebenarnya istilah gagal jantung menunjukkan

berkurangnya kemampuan jantung untuk mempertahankan beban kerjanya.

Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan

klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit tanda – tanda klinis pada tahap awal

penyakit. Namun bagi kepentingan praktis, gagal jantung kronis didefinisikan

sebagaji sindrom klinis yang kompleks yang disertai dengan keluhan gagal

jantung berupa sesak nafas, fatigue, baik dalam keadaan istirahat atau latihan,

edema dan tanda-tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat

(Davis, R., 2000).

Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit,

4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan

2,3 – 3,7 per 1000 penderita per tahun. Prevalensi gagal jantung adalah tergantung

umur. Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi

menanjak tajam pada usia 75 – 84 tahun. Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar

0,4%-2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut dengan rata-rata umur 74

tahun. Prognosis dari gagal jantung akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak

dapat diperbaiki. Seperdua dari pasien gagal jantung akan meninggal dunia dalam

2

Page 3: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

4 tahun sejak diagnosis ditegakkan dan pada keadaan gagal jantung berat lebih

dari 50 % akan meninggal pada tahun pertama (Maggioni, A., 2005).

Penyakit jantung koroner dan hipertensi merupakan penyebab tersering

pada masyarakat Barat, sementara penyakit katub jantung dan defisiensi nutrisi

mungkin lebih penting di negara berkembang. Di Amerika Serikat, diperkirakan

550.000 kasus baru gagal jantung didiagnosis dan 300.000 kematian disebabkan

oleh gagal jantung setiap tahunnya manakala di Indonesia belum ada data yang

pasti.

3

Page 4: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

BAB IILAPORAN KASUS

IDENTIFIKASI

Nama : Tn. Y

Jenis kelamin : laki-laki

Usia : 38 tahun

Alamat : Pemulutan

Pekerjaan : Petani

Status perkawinan : Kawin

Agama : Islam

MRS : 13 September 2012

ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Sesak nafas yang semakin memburuk sejak 2 hari SMRS

Riwayat Perjalanan Penyakit :

Sejak ± 1 bulan SMRS os merasakan kedua kakinya bengkak. Sesak nafas

(-), batuk (-). ± 2 minggu SMRS os merasakan keluhan kaki bengak semakin

berat. Bengkak bukan hanya dikaki tetapi juga diperut dan di skrotum. Sesak

nafas (-), batuk (-), os juga mersakan mudah mudah capek. Os belum berobat.

Sejak ± 1 minggu SMRS os mengeluh sesak nafas sesak napas. Sesak

muncul pertama kali saat os habis mengangkat air dalam jarak 100m. Sebelumnya

os tidak ada keluhan saat melakukan aktivitas yang sama. Sesak napas juga

muncul saat os berbaring sehingga harus menggunakan 3 bantal saat tidur. Di

malam hari os sering terbangun tiba-tiba karena sesak napas. Sesak tidak

dipangaruhi cuaca debu dan emosi. Perut semakin membesar, Mengi (-). Nyeri

dada (-). Batuk (+) 1 minggu SMRS, berdahak (+) putih kental, tidak berdarah.

Mual (-). Muntah (-). Nyeri ulu hati (-).

4

Page 5: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

Sejak ± 2 hari SMRS os mengeluh sesak napas yang bertambah berat.

Sudah 5 hari os tidak melakukan pekerjaan apapun tapi sesak napas tetap ada

meskipun os beristirahat. Os tidak bisa tidur karena sesak semakin bertambah jika

posisi berbaring.. Sesak tidak dipangaruhi cuaca debu dan emosi. Mengi (-). Nyeri

dada (-). Batuk (+), berdahak (+) putih kental, tidak berdarah. Sembab

pergelangan kaki dan perut (+) semakin membesar. Demam (-). BAK biasa. BAB

biasa. Lalu os memutuskan berobat ke RSUD Palembang Bari.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat darah tinggi disangkal.

Riwayat nyeri dada disangkal.

Riwayat penyakit jantung sebelumnya disangkal.

Riwayat penyakit pernapasan (asma) disangkal.

Riwayat pernah menggunakan obat bawah lidah disangkal

Riwayat pernah makan obat selama 6 bulan disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita sudah menikah. Penderita bekerja sebagai petani. Status sosial ekonomi

kurang.

PEMERIKSAAN FISIK (tgl 13 September 2012)

Keadaan Umum

Keadaan umum : tampak sakit

Keadaan sakit : sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Dehidrasi : (-)

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

5

Page 6: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

Nadi : 100 x/menit, irreguler

Pernafasan : 32 kali per menit, thoracoabdominal

Suhu : 36,7o C

Keadaan Spesifik

Kepala

Bentuk bulat, simetris, deformitas tidak ada, perdarahan temporal tidak ada,

dan nyeri tekan tidak ada.

Mata

Eksoftalmus dan Endoftalmus tidak ada, edema palpebra tidak ada,

konjungtiva palpebra kedua mata pucat tidak ada, sklera ikterik tidak ada,

pupil isokor, refleks cahaya baik, penglihatan kabur pada kedua mata tidak

ada, gerakan bola mata ke segala arah dan simetris, lapangan penglihatan

baik.

Hidung

Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang perabaan baik.

Selaput lendir dalam batas normal. Tidak ditemukan adanya penyumbatan

dan perdarahan. Pernapasan cuping hidung tidak ada.

Telinga

Pada liang telinga tidak ada kelainan, pendengaran baik.

Mulut

Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah tidak ada, atrofi papil tidak

ada, gusi berdarah tidak ada, stomatitis tidak ada, rhagaden tidak ada, bau

pernapasan yang khas tidak ada.

6

Page 7: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

Leher

Pembesaran kelenjar getah bening tidak ada, hipertrofi otot

sternokleidomastoideus (-), pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5+2)

cm H2O.

Dada

Bentuk thorax normal simetris kanan dan kiri, sela iga tidak melebar, retraksi

dinding thorax tidak ada, tidak ditemukan venektasi, dan spider nevi.

Paru-paru

Inspeksi : Statis, dinamis simetris

Palpasi : Stemfremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronkhi basah halus (+) di kedua

basal paru, wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis terlihat, trill terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba pada linea aksilaris anterior sinistra

ICS VI

Perkusi : Batas atas jantung ICS II

Batas kanan jantung linea sternalis dextra ICS VI

Batas kiri jantung linea aksilaris sinistra ICS VI

Auskultasi : HR: 110x/m, iregular, murmur (+), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : datar

Palpasi : lemas, nyeri tekan daerah epigastrium (-),Hepar dan Lien tidak

teraba.

Perkusi : redup, ascites (+)

7

Page 8: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

Auskultasi : bising usus (+) normal

Genital : edema, tampak makula eritem dilapiasi skuama kasar.

Ekstremitas Atas

Kedua ekstremitas atas tampak pucat tidak ada, palmar eritema tidak ada,

nyeri otot dan sendi tidak ada, gerakan kesegala arah, kekuatan +5, refleks

fisiologis normal, refleks patologis tidak ada, jari tabuh tidak ada, eutoni, eutropi,

tremor tidak ada, edema pada kedua lengan dan tangan tidak ada.

Ekstremitas Bawah

Kedua ekstremitas bawah tidak tampak pucat, nyeri otot dan sendi tidak

ada, kekuatan +5, refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ada, eutoni,

eutrophi, varices tidak dijumpai, pigmentasi dalam batas normal, jari tabuh tidak

ada, turgor cukup, edema pretibial ada.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal 12 September 2012

Hasil Pemeriksaan Hematologi

No Pemeriksaan Hasil

1 Hemoglobin 10,9 g/dl

3 Hematokrit 36 vol%

4 Leukosit 9.900/ul

5 Trombosit 142.000/ul

7 Hitung jenis 0/3/2/85/4/6%

8

Page 9: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

Pemeriksaan EKG:

9

Page 10: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

Deskripsi:

Irama sinus, frekuensi 100x/menit iregulerInterval PR normal (140 mdtk)Durasi QRS normal (120 mdtk)Perubahan denyut per denyut progresif pada interval R-RSumbu jantung deviasi ke kanan (Gelombang S negatif pada sadapan I)Inversi gelombang T (pada sadapan I, II, AvF)

Kesan : Takikardi, Atrial fibrilasi, Infark miokard, hipertrofi ventrikel

Pemeriksaan Radiologi:

Foto thorax:

10

Page 11: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

Deskripsi:

Tulang-tulang normal,

jantung tidak dapat dinilai

paru-paru corakan bronkovaskular tidak dapat dinilai

terdapat hiperlusen dibasal paru.

Sudut costophrenicus tumpul

Kesan: Efusi pleura dextra sinistra

11

Page 12: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

Penatalaksanaan :

Non Farmakologis :

- Istirahat

- Oksigen 2-3 liter

Farmakologis :

- IVFD 20 gtt x/m. Mikro.

- ISDN 3x1

- Spironolakton 2 x 2,5 mg

- Furosemid tab 2 x 1 mg

- Levofloxacin 2 x 1mg

- Ambroxol Syr 3x1 cth

- Rethapyl 2x1/2

Prognosis

Quo ad vitam : dubia

Quo ad functionam : dubia ad malam

Diagnosis Akhir :

CHF. NYHA II-III

12

Page 13: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

BAB III

ANALISIS KASUS

3.1 Definisi

Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan

curah jantung (cardiac output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme

tubuh. Penurunan CO mengakibatkan volume darah yang efektif berkurang.

Untuk mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat maka di dalam tubuh terjadi

suatu refleks homeostasis atau mekanisme kompensasi melalui perubahan -

perubahan neurohumoral, dilatasi ventrikel. Salah satu respon hemodinamik yang

tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung

atau preload. Apabila tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan

edema paru dan bendungan di sistem vena maka keadaan ini disebut gagal jantung

kongestif. Apabila tekanan pengisian meningkat dengan cepat sekali seperti yang

sering terjadi pada infark miokard akut sehingga dalam waktu singkat

menimbulkan berbagai tanda-tanda kongestif sebelum jantung sempat

mengadakan mekanisme kompensasi yang kronis maka keadaan ini disebut gagal

jantung kongestif akut (Dumitru, I., 2010).

3.2 Epidemiologi

Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit,

4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan

2,3 – 3,7 per 1000 penderita per tahun. Prevalensi gagal jantung adalah tergantung

umur. Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi

menanjak tajam pada usia 75 – 84 tahun. Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar

0,4%-2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut dengan rata-rata umur 74

tahun. Prognosis dari gagal jantung akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak

dapat diperbaiki. Seperdua dari pasien gagal jantung akan meninggal dunia dalam

4 tahun sejak diagnosis ditegakkan dan pada keadaan gagal jantung berat lebih

dari 50 % akan meninggal pada tahun pertama. Di Amerika Serikat, diperkirakan

550.000 kasus baru gagal jantung didiagnosis dan 300.000 kematian disebabkan

13

Page 14: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

oleh gagal jantung setiap tahunnya manakala di Indonesia belum ada data yang

pasti (Maggioni, A., 2005).

3.3 Etiologi

Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi

cukup penting untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung. Di negara maju

penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan

di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung

katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada beberapa keadaan, sangat sulit

untuk menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang

terjadi bersamaan pada penderita. Penyakit jantung koroner pada Framingham

Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27%

pada wanita. Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan

faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung

(Rodeheffer, R., 2005).

Selain itu, berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan

kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan

gagal jantung. Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal

jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung

melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi

ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan

meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk

terjadinya aritmia baik aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi

yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan

perkembangan gagal jantung (Jackson, G., 2000).

Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang

bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung

kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan

menjadi empat kategori fungsional yaitu dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif

14

Page 15: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana

terjadi dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel

kanan. Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat

seperti SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa.

Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan

(autosomal dominan) meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai

dengan adanya kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi

septum yang asimetris yang berhubungan dengan obstruksi outflow aorta

(kardiomiopati hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati restriktif ditandai dengan

kekakuan serta compliance ventrikel yang buruk, tidak membesar dan

dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolik (relaksasi) yang menghambat

pengisian ventrikel (Rodeheffer, R., 2005).

Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun

saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama

terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi

mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan

preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan

afterload). Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan

dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada

penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan

(Rodeheffer, R., 2005).

Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal

jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi).

Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi

(penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 – 3%

dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi

tiamin. Obat – obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi

15

Page 16: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan

gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.

3.4 Klasifikasi

Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam

pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain

pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut,

klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson dan

New York Heart Association (Santoso, A., 2007). Klasifikasi berdasarkan

Killip digunakan pada penderita infark miokard akut, dengan pembagian:

Derajat I : Tanpa gagal jantung

Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3

galop

dan peningkatan tekanan vena pulmonalis.

Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan

paru.

Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik

90

mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan

diaforesis).

Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda

kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi

vena juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung

pulmonal yang

berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada manuver valsava. Status

perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit, pulsus alternans,

hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan kesadaran. Pasien yang

mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien

16

Page 17: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak disebut panas

(warm). Berdasarkan hal tersebut penderita dibagi menjadi empat kelas, yaitu:

Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)

Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)

Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)

Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet – cold)

Pembahagian menurut New York Heart Association adalah berdasarkan

fungsional jantung yaitu:

Kelas 1 : Penderita dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.

Kelas 2 : Penderita tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari

aktivitas sehari-hari tanpa keluhan.

Kelas 3: Penderita tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa

keluhan.

Kelas 4 : Penderita sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun

dan harus tirah baring

17

Page 18: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

3.5 Patogenesis

18

Page 19: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

3.6 Manifestasi Klinis

Gagal jantung merupakan kelainan multisistem dimana terjadi gangguan

pada jantung, otot skeletal dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta

perubahan neurohormonal yang kompleks.

Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang

menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung. Hal ini menyebabkan aktivasi

mekanisme kompensasi neurohormonal, Sistem Renin – Angiotensin –

Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang

bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat

terjaga. Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga

cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas

serta vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul

berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi

simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit,

hipertofi dan nekrosis miokard fokal.

Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin,

angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor

renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang

pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan

merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium

dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek

pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.

Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama

yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat.

Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap

peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada otot skelet dan fungsi

ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang

kompleks.

19

Page 20: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang

menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi

mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron

(sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk

memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.

Aktivasi .sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac

output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta

vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin).

Apabila hal ini timbul berlanjutan, dapat menyebabkan gangguan pada

fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya

apoptosis miosit,hipertofi dan nekrosis miokard fokal. Stimulasi sistem RAA

menyebabkan peningkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan

aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol

eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat

saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron.

Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan

sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada

disfungsi endotel pada gagal jantung. Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide

yang berstruktur hampir sama yang memiliki efek yang luas terhadap jantung,

ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di

atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan

vasodilatsi.

Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNP) juga dihasilkan di jantung,

khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide

terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap

natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial and brain natriuretic peptide

meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan

20

Page 21: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi aldosteron

dan reabsorbsi natrium di tubulus renal.

Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya

pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didapatkan pada

pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.Endotelin disekresikan

oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstriktor yang

poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang

bertanggung jawab atas retensi natrium.

Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan

derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan tekanan arteri pulmonal

pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit

jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati

hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid.

Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 % penderita gagal jantung

memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal jantung

sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolik yang timbul bersamaan meski

dapat timbul sendiri. (Harbanu H.M, 2007)

Manifestasi Klinis Umum Deskripsi Mekanisme

Sesak napas (juga disebut dyspnea) Sesak napas selama melakukan aktivitas (paling sering), saat istirahat, atau saat tidur, yang mungkin datang tiba-tiba dan membangunkan. Pasien sering mengalami kesulitan bernapas sambil berbaring datar dan mungkin perlu untuk menopang tubuh bagian atas dan kepala di dua bantal. Pasien

Darah dikatakan “backs up” di pembuluh darah paru (pembuluh darah yang kembali dari paru ke jantung) karena jantung tidak dapat mengkompensasi suplai darah.Hal ini menyebabkan cairan bocor ke paru-paru.

21

Page 22: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

sering mengeluh bangun lelah atau merasa cemas dan gelisah.

Batuk atau mengi yang persisten Batuk yang menghasilkan lendir darah-diwarnai putih atau pink.

Cairan menumpuk di paru-paru (lihat di atas).

Penumpukan kelebihan cairan dalam jaringan tubuh (edema)

Bengkak pada pergelangan kaki, kaki atau perut atau penambahan berat badan. 

Aliran darah dari jantung yang melambat tertahan dan menyebabkan cairan untuk menumpuk dalam jaringan. Ginjal kurang mampu membuang natrium dan air, juga menyebabkan retensi cairan di dalam jaringan.

Kelelahan Perasaan lelah sepanjang waktu dan kesulitan dengan kegiatan sehari-hari, seperti belanja, naik tangga, membawa belanjaan atau berjalan.

Jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh. 

Kurangnya nafsu makan dan mual Perasaan penuh atau sakit perut.

Sistem pencernaan menerima darah yang kurang, menyebabkan masalah dengan pencernaan.

Kebingungan dan gangguan berpikir Kehilangan memori dan perasaan menjadi disorientasi. 

Perubahan pada tingkat zat tertentu dalam darah, seperti sodium, dapat menyebabkan kebingungan.

Peningkatan denyut jantung Jantung berdebar-debar, yang merasa seperti jantung Anda

Untuk "menebus" kerugian dalam memompa kapasitas,

22

Page 23: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

balap atau berdenyut. jantung berdetak lebih cepat.

( American Heart Association, 2011)

Gambar menunjukkan gambaran umum gejala klinis pada pasien CHF

Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung Kongesti

Diagnosis CHF membutuhkan adanya minimal 2 kriteria besar atau 1 kriteria

utama dalam hubungannya dengan 2 kriteria minor.

23

Page 24: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

Kriteria Mayor:

·         Paroksismal nocturnal dyspnea

·         Distensi vena pada leher

·         Rales

·         Kardiomegali (ukuran peningkatan jantung pada radiografi dada)

·         Edema paru akut

·         S3 ( Suara jantung ketiga )

·         Peningkatan tekanan vena sentral (> 16 cm H2O di atrium kanan)

·         Hepatojugular refluks

·         Berat badan   > 4.5 kg dalam 5 hari di tanggapan terhadap pengobatan

Kriteria Minor:

·         Bilateral ankle edema

·         Batuk nokturnal

·         Dyspnea pada aktivitas biasa

·         Hepatomegali

·         Efusi pleura

·         Penurunan kapasitas vital oleh sepertiga dari maksimum terekam

·         Takikardia (denyut jantung> 120 denyut / menit.)

Pada pasien ini didapatkan tiga kriteria mayor. Pertama terdapatnya

paroksismal nokturnal dispneu dari hasil anamnesis. Kedua, dari hasil

pemeriksaan fisik perkusi jantung, didapatkan adanya pembesaran jantung. Batas

jantung kanan terdapat pada linea sternalis dekstra, batas kiri pada linea axillaris

anterior sinistra, dan batas atas pada ICS II. Namun pada pemeriksaan fotothorax

kardiomegali sulit dinilai. Ketiga terdapat peninggian tekanan vena jugularis yaitu

(5+0) cmH2O. Keempat adanya efusi plura dextra dan sinistra yang menandakan

adanya edema paru akut.

Sedangkan untuk kriteria minor didapatkan bilateral angkle edema batuk

malam hari. Kedua terdapatnya dispnea d’effort yang didapatkan dari hasil

24

Page 25: 109346916 Laporan Kasus Gagal Jantung Kongestif

anamnesis pasien mengeluh mudah lelah dengan aktifitas ringan. ketiga

berdasarkan pemeriksaan rontgen thorax didapatkan pleural effusion. Oleh karena

itu pada pasien ini kami simpulkan diagnosis fungsionalnya adalah CHF.

25