26
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pendahuluan Gagal jantung merupakan sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala) ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat aktivitas atau istirahat) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Kemajuan pengobatan dan penatalaksanaan dari serangan infark jantung akut meningkatkan harapan hidup mengakibatkan semakin banyak orang yang hidup dengan disfungsi ventrikel kiri yang selanjutnya akan jatuh ke dalam kondisi gagal jantung kongestif dan semakin banyak yang dirawat dengan gagal jantung kongestif. 1.2 Definisi Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/ atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal (Mansjoer dkk, 2001).Menurut Brunner dan Suddarth (2002) CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Gagal jantung kongestif 1

Gagal Jantung Kongestif CRS MonNaPho

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Gagal Jantung Kongestif CRS MonNaPho

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pendahuluan

Gagal jantung merupakan sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala)

ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat aktivitas atau istirahat) yang disebabkan

oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.

Kemajuan pengobatan dan penatalaksanaan dari serangan infark jantung

akut meningkatkan harapan hidup mengakibatkan semakin banyak orang yang

hidup dengan disfungsi ventrikel kiri yang selanjutnya akan jatuh ke dalam

kondisi gagal jantung kongestif dan semakin banyak yang dirawat dengan gagal

jantung kongestif.

1.2 Definisi

Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi

jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme jaringan dan/ atau kemampuannya hanya ada kalau

disertai peninggian volume diastolik secara abnormal (Mansjoer dkk,

2001).Menurut Brunner dan Suddarth (2002) CHF adalah ketidakmampuan

jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan

jaringan akan oksigen dan nutrisi. Gagal jantung kongestif adalah suatu kejadian

dimana jantung tidak dapat memompa darah yang mencukupi untuk kebutuhan

tubuh (di mana cardiac output tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh)

(Mycek et al., 2001).

Gagal jantung kongestif (CHF) suatu sindroma klinik yang disebabkan

oleh berkurangnya volume pemompaan jantung untuk keperluan relatif tubuh

disertai hilangnya curah jantung dalam mempertahankan aliran balik vena. Gagal

jantung kongestif muncul ketika jantung gagal untuk menyediakan aliran darah

yang mencukupi untuk jaringan sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan

tidak terpenuhi (Hudson et al., 2003). Penggunaan istilah gagal jantung beragam

dipakai seperti payah jantung, gagal jantung kongestif, dekompensasi kordis,

1

Page 2: Gagal Jantung Kongestif CRS MonNaPho

gagal jantung, dan lainnya. Yang terbaru adalah tidak disebut Gagal jantung

kongestif karena sering kali tanda kongestif tidak tampak atau tersembunyi.

Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri, gagal jantung

kanan dan gagal jantung kongestif. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi

gagal jantung akut, gagal jantung kronis dekompensasi, serta gagal jantung

kronis.Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam

pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain

pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut,

klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson dan

NYHA.

Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard

akut, dengan pembagian:

- Derajat I : tanpa gagal jantung

- Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop

dan peningkatan tekanan vena pulmonalis

- Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.

- Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik _ 90

mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan

diaforesis)

Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda

kongesti dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea,distensi

vena juguler, ronki basah, refluks hepatojugular, edema perifer, suara jantung

pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada

manuver valsava. Status perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi

yang sempit, pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan

penurunan kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang

tidak disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold)

dan yang tidak disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderta dibagi

menjadi empat kelas, yaitu:

2

Page 3: Gagal Jantung Kongestif CRS MonNaPho

- Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)

- Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)

- Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)

- Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet – cold)

Perubahan-perubahan yang terlihat dengan gagal jantung 9 

Di dalam jantung

Normal

Dinding jantung

merentang dan bilik-bilik

jantung membesar

Dinding-dinding jantung

menebal

1.3 Etiologi

Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis

penyakit jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis  yang

menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan

beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-

keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat

septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi

stenosis aorta  dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun

pada infark miokardium dan kardiomiopati.

Menurut Cowie MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat

diklasifikasikan dalam enam kategori utama:

1. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat

disebabkan oleh hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak

3

Page 4: Gagal Jantung Kongestif CRS MonNaPho

terkoordinasi (left bundle branch block), berkurangnya kontraktilitas

(kardiomiopati).

2. Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi).

3. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup.

4. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme jantung (takikardi).

5. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard

(tamponade).

6. Kelainan kongenital jantung.

1.4 Faktor predisposisi

Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain: keadaan

penurunan fungsi ventrikel (hipertensi, penyakit arteri koroner, kardiomiopati,

penyakit pembuluh darah, penyakit jantung congenital), dan keadaan yang

membatasi pengisian ventrikel (stenosis mitral, kardiomiopati dan penyakit

pericardial).

1.5 Faktor presipitasi/pencetus

Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya

asupan (intake) garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung,

infak miokard akut, hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli paru,

anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif.

1.6 Patofisiologi

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal

jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan

ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi

curah sekuncup dan meningkatkan volume residu ventrikel. Sebagai respon

terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat:

1. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik

2. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system rennin angiotensin

aldosterone.

4

Page 5: Gagal Jantung Kongestif CRS MonNaPho

3. Hipertrofi ventrikel.

Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk

mempertahankan curah jantung. Kelainan pad kerja ventrikel dan menurunnya

curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas. Dengan berlanjutnya

gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.

Menurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon

simpatik kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik merangang

pengeluaran katekolamin dari saraf saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal.

Denyut jantuing dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah

jantung. Juga terjadi vasokonstriksi arteria perifer untuk menstabilkan tekanan

arteria dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ

organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal, agar perfusi ke

jantung dan otak dapat dipertahankan. Penurunan curah jantung pada gagal

jantung akan memulai serangkaian peristiwa:

1. penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus

2. pelepasan rennin dari apparatus juksta glomerulus

3. interaksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan

angiotensin I

4. konversi angiotensin I menjadi angiotensin II

5. Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal, dan

6. retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.

Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi

miokardium atau bertambahnya tebal dinding.Hipertrofi meningkatkan jumlah

sarkomer dalam sel-sel miokardium;tergantung dari jenis beban hemodinamik

yang mengakibatkan gagal jantung,sarkomer dapat bertambah secara parallel

atau serial.Respon miokardium terhadap beban volume,seperti pada regurgitasi

aorta,ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya tebal dinding.

1.7 Patogenesis gagal jantung

Menurut Soeparman (2000) beban pengisian (preload) dan beban tahanan

(afterload) pada ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi memungkinkan

5

Page 6: Gagal Jantung Kongestif CRS MonNaPho

adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat, sehingga curah

jantung meningkat. Pembebanan jantung yang lebih besar meningkatkan

simpatis, sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat dan terjadi

takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung yang

berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi

redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan

vasokonstriksi perifer dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena

(Venous return) ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir

diastolik dan menaikkan kembali curah jantung. Dilatasi, hipertrofi, takikardi

dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme kompensasi untuk

mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan.

Bila semua kemampuan mekanisme kompensasi jantung tersebut diatas

sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan belum juga

tepenuhi, maka terjadilah keadaan gagal jantung.

Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya

gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri

menurun dengan akibat tekanan akhir diastole dalam ventrikel kiri dan volume

akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan beban

atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolik,

dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan

dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya

darah dari vena - vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut, maka

bendungan akan terjadi juga dalam paru - paru dengan akibat terjadinya edema

paru dengan segala keluhan dan tanda - tanda akibat adanya tekanan dalam

6

Page 7: Gagal Jantung Kongestif CRS MonNaPho

sirkulasi yang meninggi. Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi

ventrikel kanan yang menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil).

Bila beban pada ventrikel kanan itu terus bertambah, maka akan

merangsang ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi dengan mengalami

hipertropi dan dilatasi sampai batas kemampuannya, dan bila beban tersebut

tetap meninggi maka dapat terjadi gagal jantung kanan, sehingga pada akhirnya

terjadi gagal jantung kiri-kanan.

Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan

pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa

didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel

kanan, tekanan dan volum akhir diastole ventrikel kanan akan meningkat dan ini

menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu

diastole, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atr ium kanan.

Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran

masuknya darah dalam vena kava superior dan inferior ke dalam jantung

7

Page 8: Gagal Jantung Kongestif CRS MonNaPho

sehingga mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena -vena

sistemik tersebut (bendungan pada vena jugularis dan bendungan dalam hepar)

dengan segala akibatnya (tekanan vena jugularis yang meninggi dan

hepatomegali). Bila keadaan ini terus berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik

yang lebih berat dengan akibat timbulnya edema tumit atau tungkai bawah dan

asites.

1.8 Klasifikasi

Menurut Mansjoer (2001) berdasarkan bagian jantung yang mengalami

kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal

jantung kanan dan gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung kiri terjadi

dyspneu d’effort, fatigue, ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal, batuk,

pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4,

pernapasan cheyne stokes, takikardi, pulsusu alternans, ronkhi dan kongesti vena

pulmonalis. Pada gagal jantung kanan timbul edema, liver engorgement,

anoreksia dan kembung. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertrofi jantung

kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda tanda

penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2 mengeras,

asites, hidrothoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali dan pitting edema.

Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung

kiri dan kanan. New York Heart Association (NYHA) (Mansjoer, 2001)

membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas:

1. Kelas 1; Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan

2. Kelas 2; Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas

sehari hari tanpa keluhan.

3. Kelas 3; Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa

keluhan

4. Kelas 4; Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivits apapun dan

harus tirah baring.

8

Page 9: Gagal Jantung Kongestif CRS MonNaPho

1.9 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari gagal jantung harus dipertimbangkan relative

terhadap derajat latihan fisik yang menyababkan timbulnya gejala. Pada

permulaan, secara khas gejala-gejala hanya muncul pada latihan atau aktivitas

fisik; toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih

awal dengan aktivitas yang lebih ringan.

Menurut Hudak dan Gallo (1997) tanda dan gejala yang terjadi pada

gagal jantung kiri antara lain kongesti vaskuler pulmonal, dyspnea, ortopnea,

dispnea nokturnal paroksismal, batuk, edema pulmonal akut, penurunan curah

jantung, gallop atrial (S3), gallop ventrikel (S4), crackles paru, disritmia, bunyi

nafas mengi, pulsus alternans, pernafasan cheyne-stokes, bukti-bukti radiologi

tentang kongesti vaskuler pulmonal. Sedangkan untuk gagal jantung kanan

antara lain curah jantung rendah, peningkatan JVP, edema, disritmia, S3 dan S4

ventrikel kanan, hiperresonan pada perkusi.

1.10 Diagnosa

Diagnosa gagal jantung kongestif menurut Framingham ( Mansjoer,

2001) dibagi menjadi 2 yaitu:

Tabel 2. Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung

Kriteria Mayor:

Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea

Distensi vena leher

Rales paru

Kardiomegali pada hasil rontgen

Edema paru akut

S3 gallop

Peningkatan tekanan vena pusat > 16 cmH2O pada atrium kanan

Hepatojugular reflux

Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam kurun waktu 5 hari sebagai respon

pengobatan gagal jantung

9

Page 10: Gagal Jantung Kongestif CRS MonNaPho

Kriteria Minor:

Edema pergelangan kaki bilateral

Batuk pada malam hari

Dyspnea on ordinary exertion

Hepatomegali

Efusi pleura

Takikardi ≥ 120x/menit

Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria

minor harus ada pada saat yang bersamaan.

1.11 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Dongoes (2000) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan

untuk menegakkan diagnosa CHF yaitu:

a. Elektrokardiogram (EKG) Hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan

aksis, iskemia, disritmia, takikardi, fibrilasi atrial. Pada elektrokardiografi 12

lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh penderita dengan

gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10% kasus.

Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas ST

– T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bila

gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan gambaran yang

normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu pada pasien

sangat kecil kemungkinannya.

b. Scan jantung

Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.

c. Sonogram (ekocardiogram, ekokardiogram doppler)

Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam

fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktili tas

ventrikular.Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang

sangat berguna pada gagal jantung.Ekokardiografi dapat menunjukkan

gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang

10

Page 11: Gagal Jantung Kongestif CRS MonNaPho

perlu dilakukan ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal

jantung,susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang

berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko

disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak

terkontrol,atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan

fungsi sistolik, fungsi diastolic mengetahui adanya gangguan katup, serta

mengetahui risiko emboli.

d. Kateterisasi jantung

Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan

gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau

insufisiensi.

e. Rongent dada

Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan

dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah

abnormal.Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya

pembesaran siluet jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran

kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila

tekanan vena pulmonal lebih dari 20mmHg dapat timbul gambaran cairan

pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila

tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing pada lapangan

paru yang menunjukkan adanya udema paru bermakna.Dapat pula tampak

gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak

terkena adalah bagian kanan.

f. Enzim hepar

Meningkat dalam gagal/kongesti hepar.

g. Elektrolit

Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal,

terapi diuretik.

h. Oksimetri nadi

Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung

kongestif akut menjadi kronis.

11

Page 12: Gagal Jantung Kongestif CRS MonNaPho

i. Analisa gas darah (AGD)

Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini)

atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).

j. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin

Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan

baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.

k. Pemeriksaan tiroid

Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai

pre pencetus gagal jantung kongestif.

Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia

sebagai penyebab susahbernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit

dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya

kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbulhiponatremia

dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal

jantung yang berat. Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain

untuk mengetahui adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya

stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah

pemberian angiotensin convertingenzyme inhibitor dan diuretik dosis

tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria.Hipokalemia

dapat terjadi pada pemberian diuretic tanpa suplementasi kalium dan obat

potassiumsparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan

penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium

sparring. Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin,AST dan

LDH) gambarannya abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan profil

lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai

kebutuhan.Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal

jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP

adalah 300 pg/ml.

Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat

mengetahui ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan

diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding. Angiografi dikerjakan

12

Page 13: Gagal Jantung Kongestif CRS MonNaPho

pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri

dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta

mengetahui tekanan diastolik,sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk

mengetahui tekanan sebelah kanan (atrium kanan,ventrikel kanan dan

arteri pulmonalis) serta pulmonary artery capillary wedge pressure.

1.12 Penatalaksanaan

Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban

kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi

miokardium,baik secara sendiri-sendiri maupun secara gabungan dari : 1) beban

awal, 2) kontraktilitas,dan 3) beban akhir.

Menurut Mansjoer (2001) prinsip penatalaksanaan Congestive Heart

Failure adalah:

1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan

konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas.

2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung

3. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema dan

aritmia.

4. Digitalisasi ;

a. Dosis digitalis:

Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 – 2 mg dalam 4-6 dosis

selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0.5 mg selama 2-4 hari. Digoksin iv

0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam. Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam

24 jam.

b. Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg sehari.Untuk

pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan

c. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg

d. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang

berat :

Digoksin 1-1,5 mg iv perlahan lahan Cedilanid 04-0,8 mg iv perlahan

lahan.

13

Page 14: Gagal Jantung Kongestif CRS MonNaPho

5. Menurunkan beban jantung

Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretic dan

vasodilator. Pada gagal jantung dengan NYHA kelas IV, penggunaan

diuretic, digoksin dan penghambat angiotensin converting enzyme (ACE),

diperlukan mengingat usia harapan hidup yang pendek. Untuk gagal jantung

kelas II dan III diberikan ;

1) Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid 40-80 mg)

2) Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium maupun kelainan sinus

Penghambat ACE (captopril mulai dari dosis 2 X 6,25 mg atau setara

penghambat ACE yang lain, dosis ditingkatkan secara bertahap dengan

memperhatikan tekanan darah pasien); isorbid dinitrat (ISDN) pada pasien

dengan kemampuan aktivitas yang terganggu atau adanya iskemia yang

menetap,dosis dimulai 3 X 10-15 mg. Semua obat harus dititrasi secara

bertahap.

a) Diet rendah garam

b) Diuretik

Yang digunakan furosemid 40-80 mg. Dosis penunjang rata-rata

20 mg. Efek samping berupa hipokalemia dapat diatasi dengan suplai

garam kalium atau diganti dengan spironolakton. Diuretik lain yang dapat

digunakan antara lain hidroklorotiazid, klortalidon, triamteren, amilorid

dan asam etakrinat. Dampak diuretic yang mengurangi beban awal tidak

mengurangi curah jantung atau kelangsungan, tapi merupakan

pengobatan garis pertama karena mengurangi gejala dan pengobatan dan

perawatan di rumah sakit. Penggunaan penghambat ACE bersama

diuretic hemat kalium harus berhati hati karena memungkinkan

timbulnya hiperkalemia.

c) Vasodilator

1)Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2 μg/kg BB/menit iv.

2)Nitroprusid 0,5-1 μg/kgBB/menit iv

3) Prazosin per oral 2-5 mg

4)Penghambat ACE: kaptopril 2 X 6,25 mg.

14

Page 15: Gagal Jantung Kongestif CRS MonNaPho

Prosedur Tetap Penanganan Gagal Jantung :

1. Segera baringkan ke tempat tidur, dengan posisi ½ duduk

2. Berikan O2 3-6 liter/menit

3. Digitalisasi misalkan dengan

a. Cedilanid IV 1,2-1,6 mg/24 jam,

b. Digoxin IV 0,75– 1mg dalam 4 dosis/24 jam atau oral 0,5-2mg dalam 4

dosis/24 jam dilanjut 2x0,5mg selama 2-4 hari.

4. Pasang infus Dextrose 5% atau NaCl 0,9% dapat ditambahkan aminofilin 1-2

ampul. Aminofilin dapat juga diberikan bolus 1 ampul IV pelan

5. Dapat diberikan lasix 1-2 ampul IV (40-80mg) dosis penunjang rata-rata

20mg

6. Beri tablet Kalium (Aspar K atau KSR)

7. Untuk NYHA kelas III dan IV dirawat di ICU

1.13 Komplikasi

1. Efusi Pleura

Merupakan akibat dari peningkatan tekanan dikapiler pleura,

transudasi dari kapiler ini memasuki rongga pleura. Efusi pleura ini biasanya

terjadi pada lobus sebelah kanan bawah

2. Arrhytmia

Pasien dengan gagal jantung kongestif memiliki resiko tinggi

mengalami aritmia, hampir setengah kejadian kematian jantung mendadak

disebabkan oleh ventrikuler arrhythmia

3. Trombus pada ventrikel kiri

Pada kejadian gagal jantung kongestif akut ataupun kronik, dimana

terjadinya pembesaran dari ventrikel kiri dan penurunan cardiac output hal

ini akan meningkatkan kemungkinan pembentukan thrombus diventrikel kiri,

sehingga American college of cardiology dan AHA merekomendasikan

pemberian antikoagulan pada pasien dengan gagal jantung kongestif dan

atrial fibrilasi atau fungsi penurunan ventrikel kiri (Cth: ejection fraction

kurang dari 20%). Sekali terbentuk thrombus, hal ini bisa menyebabkan

15

Page 16: Gagal Jantung Kongestif CRS MonNaPho

penurunan kontraksi ventrikel kiri, penurunan cardiac output dan kerusakan

perfusi pasien akan menjadi lebih parah. Pembentukan emboli dari thrombus

juga mungkin mengakibatkan terjadinya cerebrovaskular accident (CVA)

16

Page 17: Gagal Jantung Kongestif CRS MonNaPho

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, A., dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Penerbit Media

Ausculapius FKUI, 2001.

2. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S.

Diagnosis dan tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007

3. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Harrison`s Manual of

Medicine,16th ed, 2005.

4. Mariyono H, Santoso A. Gagal Jantung.FK Unud/RSUP Sanglah, Denpasar

5. www.medlinux.blogspot.com

6. www.pkugombong.blogspot.com

7. Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku

2,  Edisi 4, Tahun 1995, Hal ; 704 – 705 & 753 - 763.

17